Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

IPS DI SEKOLAH DASAR


DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
PENDIDIKAN IPS SD 2

DOSEN PENGAMPU:
FATHUL JANNAH, M.Pd

DISUSUN OLEH :
KELAS 4A PGSD
KELOMPOK 1

ABDUL HALIM 1910125210067


SILVY NORAZIZAH 1910125220031
PUTRI AULIA FIRANTI 1910125220036
NOR LATIFAH 1910125220086
PRIMA MEGA PUSPITA 1910125220121
NADYA FEBRINA 1910125320071
JANNATUL MA'WA 1910125320076

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
BANJARMASIN
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan pemilik semesta alam atas
karunia dan rahmat-Nya, sehingga makalah ini dapat di selesaikan tepat waktu.
Sebelumnya kami mengucapkan terimakasih kepada Ibu Fathul Jannah, M.Pd
selaku dosen pengampu mata kuliah Pendidikan IPS SD 2 yang sudah
membimbing kami dalam tugas makalah ini.
Dalam makalah ini kami akan memaparkan tentang materi IPS di Sekolah
Dasar, semoga makalah yang kami susun mudah di pahami dan dapat di terapkan
nantinya dalam kegiatan mengajar. Kami harap makalah ini dapat berguna bagi
pembaca maupun kami selaku penulis makalah.
Di dalam makalah ini mungkin terdapat banyak kekurangan dan jauh dari
kata sempurna di dalamnya, oleh karna itu kami sangat mengharapkan kritik dan
saran pembaca dalam tujuan penyempurnaan makalah yang kami susun. Akhir
kata kami memohon maaf jika dalam penulisan makalah ini terdapat kata-kata
yang kurang berkenan.

Banjarmasin, 22 Februari 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................1
C. Tujuan Penulisan...........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
A. Karakteristik IPS di SD.................................................................................3
B. Sejarah Perkembangan Kurikulum IPS.........................................................7
C. Tujuan Pembelajaran IPS Berdasarkan KTSP dan K-13............................13
D. Konsep Pendidikan Global Dalam IPS di Abad 21....................................16
BAB III PENUTUP..............................................................................................26
A. Kesimpulan.................................................................................................26
B. Saran............................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................27

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran
yang diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB. IPS
mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang
berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD/MI mata pelajaran IPS memuat
materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata pelajaran
IPS, peserta didik diarahkan agar menjadi warga negara Indonesia yang
demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai.
Pendidikan IPS telah diajarkan kepada siswa sejak lama di Indonesia.
Pendidikan IPS di Indonesia pertama kali diperkenalkan pada tahun 1975.
Seiring berjalannya waktu perubahan demi perubahan terjadi pada
pendidikan IPS. Perubahan terakhir pendidikan IPS dirasakan dengan
bergulirnya kurikulum 2013. Perubahan terbesar terletak bagaimana
komposisi pendidikan IPS disajikan. Semua bidang studi disajikan secara
tematik terpadu tidak terkecuali dengan pendidikan IPS. Pendidikan IPS
dalam praktik pengajarannya memang memerlukan inovasi. Terlebih lagi
dalam menghadapi tantangan abad 21 pembelajaran IPS harus menyesuaikan
diri
Ilmu sosial merupakan dasar dalam membentuk keterampilan sosial.
Keterampilan sosial merupakan salah satu unsur terpenting dalam melakukan
komunikasi, kolaborasi dan menjalin hubungan pada masyarakat abad 21.
Mengesampingkan nilai- nilai keterampilan sosial dapat berakibat pada siswa
yang semakin individualis dan tidak mampu bersosialisasi dengan baik.
Banyak siswa yang tidak lagi mempunyai kepekaan sosial sehingga tidak lagi
memperdulikan lingkungan sekitar. Kondisi seperti ini diperparah dengan
penggunaan teknologi yang kurang bijak.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja karakteristik IPS di SD?

1
2. Bagaimana sejarah perkembangan kurikulum IPS?
3. Apa saja tujuan pembelajaran IPS berdasarkan KTSP dan K-13?
4. Bagaimana konsep pendidikan global dalam IPS di abad 21?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui karakteristik IPS di SD.
2. Untuk mengetahui sejarah perkembangan kurikulum IPS.
3. Untuk mengetahui tujuan pembelajaran IPS berdasarkan KTSP dan K-13.
4. Untuk mengetahui konsep pendidikan global dalam IPS di abad 21.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Karakteristik IPS di SD
Setiap mata pelajaran mempunyai karakteristik yang berbeda dengan
mata pelajaran yang lain. Demikian juga mata pelajaran Ilmu Pengetahuan
Sosial. Soemantri (2001: 38) dalam Siska (2016:14) menjelaskan bahwa
pembaharuan pengajaran IPS sebenarnya masih dalam proses yang penuh
berisi berbagai eksperimen.
Karakteristik dari pendidikan IPS adalah pada upaya untuk
mengembangkan kompetensi sebagai warga negara yang baik. Warga negara
yang baik berarti yang dapat menjaga keharmonisan hubungan di antara
masyarakat sehingga terjalin persatuan dan keutuhan bangsa. Hal ini dapat
dibangun apabila dalam diri setiap orang terbentuk perasaan yang menghargai
terhadap segala perbedaan, baik itu perbedaan pendapat, etnik, agama,
kelompok, budaya dan sebagainya. Bersikap terbuka dan senantiasa
memberikan kesempatan yang sama bagi setiap orang atau kelompok untuk
dapat mengembangkan dirinya.oleh karena itu pendidikan IPS memiliki
tanggung jawab untuk dapat melatih siswa dalam membangun sikap yang
demikian (Supriatna et al., 2010: 12-13).
Selain bertujuan untuk membentuk warga negara yang baik, pendidikan
IPS juga mempunyai tujuan yang lebih spesifik. Tujuan ini dirumuskan oleh
Pennsylvania Council for the Social Studies, yaitu : Fokus utama dari
program IPS adalah membentuk individu-individu yang memahami
kehidupan sosialnya – dunia manusia, aktivitas dan interaksinya – yang
ditujukan untuk menghasilkan anggota masyarakat yang bebas, yang
mempunyai rasa tanggung jawab untuk melestarikan, melanjutkan dan
memperluas nilai-nilai dan ide-ide masyarakat bagi generasi masa depan.
Untuk melengkapi tujuan tersebut, program IPS harus memfokuskan pada
pemberian pengalaman yang akan membantu setiap individu siswa (Supriatna
et al., 2010:13).

3
Organisasi materi pendidikan IPS pada tingkat sekolah dasar
menggunakan pendekatan secara terpadu/ fusi. Hal ini disesuaikan dengan
karakteristik tingkat perkembangan usia siswa SD yang masih pada taraf
berpikir abstrak. Materi pendidikan IPS yang disajikan pada tingkat sekolah
dasar tidak menunjukkan label dari masing-masing disiplin ilmu sosial.
Materi disajikan secara tematik dengan mengambil tema-tema sosial yang
terjadi di sekitar siswa. Demikian juga halnya tema-tema sosial yang dikaji
berangkat dari fenomenafenomena serta aktivitas sosial yang terjadi di sekitar
siswa. Tema-tema ini kemudian semakin meluas pada lingkungan yang
semakin jauh dari lingkaran kehidupan siswa. Dengan demikian seorang guru
yang akan melaksanakan proses pembelajaran IPS harus dibekali dengan
sejumlah pemahaman tentang karakteristik pendidikan IPS yang meliputi
pengertian dan tujuan pendidikan IPS, landasan filosofis pengembangan
kurikulum pendidikan IPS serta disiplin-disiplin ilmu sosial yang
dikembangkan dalam pendidikan IPS (Supriatna et al., 2010:8).
Adapun ciri ciri yang kedapatan di dalamnya memuat rincian sebagai
berikut.
1. Bahan pelajarannya akan lebih banyak memperhatikan minat para siswa,
masalah-masalah sosial, keterampilan berpikir serta pemeliharaan/
pemanfaat lingkungan alam.
2. Mencerminkan berbagai kegiatan dasar dari manusia. Organisasi
kurikulum IPS akan bervariasi dari susunan yang integrated (terpadu),
correlated (berhubungan), sampai yang separated (terpisah)
3. Susunan bahan pembelajaran akan bervariasi dari pendekatan kewargaan
negara, fungsional, humanistis, sampai yang struktural.
4. Kelas pengajaran IPS akan dijadikan laboratorium demokrasi
5. Evaluasinya tak hanya akan mencakup aspek-aspek kognitif, afektif, dan
psikomotor saja, tetapi juga mencoba mengembangkan apa yang disebut
democratic guotient dan citizenship guotient,
6. Unsur-unsur sosiologi dan pengetahuan sosial lainnya akan melengkapi
program pembelajaran IPS, demikian pula unsur-unsur science,

4
teknologi, matematika, dan agama akan ikut memperkaya bahan
pembelajaran.
Karakteristik lain yang juga merupakan ciri mata pelajaran IPS adalah
digunakannya pendekatan pengembangan bahan pembelajaran IPS dalam
rangka menjawab permasalahan yang sering muncul dalam proses
pembelajaran, baik di tingkat sekolah dasar maupun lanjutan (Siska, 2016:14-
15).
Berikut ini dikemukakan karakteristik IPS dilihat dari materi dan strategi
penyampaiannya.
1. Materi IPS
Mempelajari IPS pada hakekatnya adalah menelaah interaksi antara
individu danmasyarakat dengan lingkungan (fisik dan social-budaya).
Materi IPS digali dari segala aspek kehidupan praktis sehari-hari di
masyarakat. Oleh karena itu, pengajaran IPS yang melupakan masyarakat
sebagai sumber dan objeknya merupakan suatu bidang ilmu yang tidak
berpijak pada kenyataan. (Menurut Mulyono Tjokrodikaryo, 1986:21)
dalam (Hidayati et al., 2010:26).
Ada 5 macam sumber materi IPS antara lain:
a. Segala sesuatu atau apa saja yang ada dan terjadi di sekitar anak
sejak dari keluarga, sekolah, desa, kecamatan sampai lingkungan
yang luas negara dan dunia dengan berbagai permasalahannya.
b. Kegiatan manusia misalnya: mata pencaharian, pendidikan,
keagamaan, produksi, komunikasi, transportasi.
c. Lingkungan geografi dan budaya meliputi segala aspek geografi dan
antropologi yang terdapat sejak dari lingkungan anak yang terdekat
sampai yang terjauh.
d. Kehidupan masa lampau, perkembangan kehidupan manusia, sejarah
yang dimulai dari sejarah lingkungan terdekat sampai yang terjauh,
tentang tokoh-tokoh dan kejadian-kejadian yang besar.
e. Anak sebagai sumber materi meliputi berbagai segi, dari makanan,
pakaian, permainan, keluarga.

5
2. Strategi Penyampaian Pengajaran IPS
Strategi penyampaian pengajaran IPS, sebagaian besar adalah
didasarkan pada suatu tradisi, yaitu materi disusun dalam urutan: anak
(diri sendiri), keluarga, masyarakat/tetangga, kota, region, negara, dan
dunia. Tipe kurikulum seperti ini disebut “The Wedining Horizon or
Expanding Enviroment Curriculum”
Sebutan Masa Sekolah Dasar, merupakan periode keserasian
bersekolah, artinya anak sudah matang untuk besekolah. Adapun kriteria
keserasian bersekolah adalah sebagai berikut:
a. Anak harus dapat bekerjasama dalam kelompok dengan teman-
teman sebaya, tidak boleh tergantung pada ibu, ayah atau anggota
keluarga lain yang dikenalnya.
b. Anak memiliki kemampuan sineik-analitik, artinya dapat mengenal
bagian-bagian dari keseluruhannya, dan dapat menyatukan kembali
bagian-bagian tersebut.
c. Secara jasmaniah anak sudah mencapai bentuk anak sekolah.
Menurut Preston (dalam Oemar Hamalik. 1992 : 42-44) dan (dalam
Hidayati, et al., 2010:28), anak mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a. Anak merespon (menaruh perhatian) terhadap bermacam-macam
aspek dari dunia sekitarnya.Anak secara spontan menaruh perhatian
terhadap kejadian-kejadian-peristiwa, benda-benda yang ada
disekitarnya. Mereka memiliki minat yang laus dan tersebar di
sekitar lingkungnnya.
b. Anak adalah seorang penyelidik, anak memiliki dorongan untuk
menyelidiki dan menemukan sendiri hal-hal yang ingin mereka
ketahui.
c. Anak ingin berbuat, ciri khas anak adalah selalu ingin berbuat
sesuatu, mereka ingin aktif, belajar, dan berbuat
d. Anak mempunyai minat yang kuat terhadap hal-hal yang kecil atau
terperinci yang seringkali kurang penting/bermakna
e. Anak kaya akan imaginasi, dorongan ini dapat dikembangkan dalam
pengalaman-pengalaman seni yang dilaksanakan dalam

6
pembelajaran IPS sehingga dapat memahami orang-orang di
sekitarnya. Misalnya pula dapat dikembangkan dengan merumuskan
hipotesis dan memecahkan masalah.
Berkaitan dengan atmosfir di sekolah, ada sejumlah karakteristik
yang dapat diidentifikasi pada siswa SD berdasarkan kelas-kelas yang
terdapat di SD.
a. Karakteristik pada Masa Kelas Rendah SD (Kelas 1,2, dan 3)
1) Ada hubungan kuat antara keadaan jasmani dan prestasi sekolah
2) Suka memuji diri sendiri
3) Apabila tidak dapat menyelesaikan sesuatu, hal itu dianggapnya
tidak penting
4) Suka membandingkan dirinya dengan anak lain dalam hal yang
menguntungkan dirinya
5) Suka meremehkan orang lain
b. Karakteristik pada Masa Kelas Tinggi SD (Kelas 4,5, dan 6).
1) Perhatianya tertuju pada kehidupan praktis sehari-hari
2) Ingin tahu, ingin belajar, dan realistis
3) Timbul minat pada pelajaran-pelajaran khusus
4) Anak memandang nilai sebagai ukuran yang tepat mengenai
prestasi belajarnya di sekolah.
Menurut Jean Piagiet, usia siswa SD (7-12 tahun) ada pada stadium
operasional konkrit. Oleh karena itu guru harus mampu merancang
pembelajaran yang dapat membangkitkan siswa, misalnya penggalan
waktu belajar tidak terlalu panjang, peristiwa belajar harus bervariasi,
dan yang tidak kalah pentingnya sajian harus dibuat menarik bagi siswa.
(Hidayati et al., 2010:26-29)

B. Sejarah Perkembangan Kurikulum IPS


Pendidikan IPS yang tumbuh di Indonesia tidak terlepas dari situasi
kacau, termasuk dalam dunia pendidikan sebagai akibat dari adanya
persistiwa G30S/PKI yang akhirnya dapat diatasi dan kemudian lahirlah orde

7
baru setelah beberapa waktu dipimpin oleh orde lama (M. Iqbal
Birsyada,2014:233) dalam (Hidayat, 2020:150)
Perkembangan pendidikan IPS secara garis besar Indonesia dimaknai
menjadi dua, pendidikan IPS untuk perguruan tinggi dan pendidikan IPS
untuk sekolah dasar dan menengah. Menurut M. Numan Somantri (2001:92)
dalam Hidayat (2020:150) Pendidikan IPS untuk sekolah dasar dan menengah
diartikan sebagai penyederhanaan atau adaptasi dari disiplin ilmu-ilmu sosial
dan humaniora, serta kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan
disajikan secara ilmiah dan pedagogis psikologis untuk tujuan pendidikan.
Sedangkan makna pendidikan IPS untuk perguruan tinggi adalah seleksi dari
disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora serta kegiatan dasar manusia yang
diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan
pendidikan. Beliau juga mengemukakan perbedaanya adalah pada kata
penyederhanaan dan seleksi dari disiplin ilmu dan seterusnya. Pendapat itu
bermakna bahwa pendidikan IPS di perguruan tinggi dan sekolah dasar dan
menengah kontenya memiliki perbedaan. Perbedaan itu terdapat pada istilah
penyederhanaan dan seleksi, meskipun sumber kajian materinya sama diambil
dari disiplin ilmu-ilmu sosial.
1. Kurikulum IPS tahun 1974-1975
Konsep pendidikan IPS untuk pertamakalinya masuk kedunia
persekolahan di Indonesia terjadi pada tahun 1972-1973, yakni dalam
Kurikulum Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) IKIP Bandung
(Huriah Rachmah,2014:43) dalam (Hidayat, 2020:151). Sejalan dengan
hal itu Sapriya (2017:11) dalam berpendapat bahwa Pendidikan IPS di
Indonesia tidak dapat dipisahkan dari dokumen Kurikulum 1975 yang
memuat IPS sebagai mata pelajaran untuk pendidikan di sekolah dasar
dan menengah. Pada kurikulum SMP tahun 1974, IPS meliputi disiplin
ilmu Geografi, Sejarah, dan Ekonomi sebagai disiplin ilmu utama.
Sedangkan disiplin ilmu sosiologi, politik dan antropologi sebagai mata
pelajaran pendamping (Hamid Hasan, 1996:37) dalam (Hidayat,
2020:151). Gagasan pendidikan IPS di Indonesiapun banyak mengadopsi
dan mengadaptasi dari sejumlah pemikiran perkembangan social studies

8
yang terjadi diluar negeri.Perkembangan pendidikan IPS selanjutnya
adalah terjadi pada kurikulum tahun 1974 yang kemudian disempurnakan
kembali pada tahun 1975.
Menurut Winataputra dalam Sapriya (2017:42) kurikulum 1975
menampilkan pendidikan IPS dalam empat profil. Profil tersebut adalah
sebagai berikut:
a. Pendidikan Moral Pancasila menggantikan pendidikan kewargaan
Negara sebagai suatu bentuk pendidikan IPS khusus yang mewadahi
tradisi citizenship transmission
b. Pendidikan IPS terpadu (integrated) untuk sekolah dasar.
c. Pendidikan IPS terkonfederasi untuk SMP yang menempatkan IPS
sebagai konsep payung yang menaungi mata pelajaran geografi,
sejarah dan ekonomi koperasi, dan
d. Pendidikan IPS terpisah-pisah yang mencakup mata pelajaran
sejarah, geografi, dan ekonomi untuk SMA, atau sejarah dan
geografi untuk SPG.

2. Kurikulum IPS tahun 1984-1990


Pendidikan IPS pada kurikulum 1984 merupakan penyempurnaan
kurikulum sebelumnya yaitu pendidikan IPS pada kurikulum 1974.
Dalam kurikulum 1984 nama IPS hanya digunakan untuk menyebutkan
nama mata pelajaran pada jenjang pendidikan dasar MI/SD dan
MTs/SMP, sama seperti kurikulum 1974 (Gunawan, 2016:32). Berbeda
dengan pendidikan IPS pada tataran sekolah menengah atas (SMA) yang
sudah menggunakan disiplin ilmu itu sebagai penamaan mata pelajaran
yang berdiri sendiri.
Pendekatan atau bentuk pengajaran yang digunakan adalah
pendekatan integratif dan pendekatan struktural untuk IPS jenjang SMP
dan pendekatan disiplin yang terpisah (separated disciplinary approach)
untuk IPS jenjang SMA (Hamid Hasan, 1996:44) dalam (Hidayat,
2020:151).

9
Pendekatan integratif yang dimaksud pada waktu itu adalah
pembelajaran sesuai dengan realita dilapangan atau dunia nyata dimana
fenomena di dunia nyata terjadi tanpa adanya batas-batas yang jelas.
Sedangkan pada tataran sekolah menengah atas (SMA), pendidikan IPS
disajikan secara terpisah dalam arti jelas batasan-batasan materi yang
diberikan, dan memiliki GBPP masing-masing mata pelajaran sesuai
dengan disiplin ilmu yang disajikan.
Konsep IPS dalam kurikulum berkembang sampai dengan tahun
1990an. Perkembangan pendidikan IPS pada tahun 1990an mempunyai
dua konsep yakni:
a. IPS yang diajarkan dalam tradisi ”citizenship transmission” dalam
bentuk mata pelajaran pendidikan pancasila, kewarganegaraan dan
sejarah nasional
b. Pendidikan IPS yang diajarkan dalam tradisi “social science” dalam
bentuk pendidikan IPS terpisah dari SMU, yang terkonfederasi di
SLTP, dan yang terintegrasi di SD (Huriah Rachmah,2014:44) dalam
(Hidayat, 2020:151).

3. Kurikulum IPS tahun 1994


Pendidikan IPS pada kurikulum 1994 mengalami perubahan akibat
diberlakukanya undang-undang sisdiknas nomor 2 tahun 1989. Dalam
undang-undang ini dilakukan pengkajian tentang mata pelajaran IPS
terutama pada perubahan mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila
(PMP) menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn).
Selain itu pada kurikulum ini disusun konten pendidikan IPS yang
menurut Sapriya (2017:43) memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Mata pelajaran IPS untuk SD masih tetap menggunakan pendekatan
terpadu (integrated) dan berlaku untuk kelas III s/d VI sedangkan
untuk kelas I dan II tidak secara eksplisit mata pelajaran yang berdiri
sendiri. Selian itu matapelajaran dibagi atas dua bagian, yakni materi
sejarah dan materi pengetahuan social.

10
b. Mata pelajaran IPS tidak mengalami perubahan pendekatan artinya
masih bersifat terkonfederasi (corelated) yang mencakup geografi,
sejarah, dan ekonomi koperasi
c. Mata pelajaran IPS untuk SMA menggunakan pendekatan terpisah-
pisah (separated) atas mata pelajaran sejarah nasional dan sejarah
umum.
Merujuk pendapat di atas dapat memberikan gambaran bahwa
pendidikan IPS pada kurikulum 1994 didesain berbeda antara jenjang
SD, SMP dan SMA. Meski demikian kalau dicermati konten materi yang
disampaikan, untuk jenjang SD dan SPM dimana pendekatan yang
digunakan adalah terintegrasi, namun masih nampak pemisahan materi
IPS dalam kurikulum. Artinya pendidikan IPS belum sepenuhnya
diberikan secara terpadu. Sedangkan untuk jenjang SMA tetap diberikan
secara terpisah.

4. Kurikulum IPS tahun 2006 (KTSP)


Pendididikan IPS pada tahun 2006 mengalami perubahan di
beberapa konten materi IPS. Pengkajian dimulai sejak tahun sebelumya
dimana para pakar pendidikan melakukan pengkajian tentang proses
pembelajaran yang kemudian memunculkan kopsep pembelajaran untuk
mengganti istilah mengajar. Pembelajaran mengedepankan konsep
penguasaan materi minimal yang diukur menggunakan KKM oleh siswa
yang kemudian disebut dengan pembelajaran berbasis kompetensi dan
pembelajaran tuntas (mastery learning). Hasil pemikiran tersebut
kemudian memunculkan konsep itu dalam pembentukan kurikulum
sebelumnya yang tidak bertahan lama yaitu kurikulum berbasis
kompetensi (KBK) yang digagas tahun 2003, implementasi tahun 2004.
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) berjalan selama dua tahun
yang kemudian dialakukan peninjauan ulang sehingga memunculkan
kurikulum 2006 yang disebut dengan istilah Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP). Kurikulum ini diperkuat dengan dikeluarkanya

11
undang-undang sisdiknas baru yang disahkan yaitu undang-undang
sisdiknas nomor 20 tahun 2003.
Perkembanganya kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP)
secara teknis didukung dengan munculnya permen nomor 22 tahun 2006
tentang standar isi. Dalam permen ini dimuat materi yang distandarkan
dengan menggunakan istilah Standar Komptensi (SK) dan Kompetensi
Dasar (KD). SK dan KD merupakan standar yang dibuat oleh pemerintah
dimana dalam menyampaikan muatan materi oleh guru kepada siswa
tidak boleh dikurangi namun dapat ditambah dan dikembangkan sesuai
dengan kemampuan dan karakteristik peserta didik di masing-masing
sekolah.
Pada kurikulum ini mata pelajaran IPS jenjang SD belum mencakup
dan mengakomodasi seluruh disiplin ilmu sosial. Namun ada ketentuan
bahwa melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat
menjadi warga Negara Indonesia yang demokratis, dan
bertanggungjawab, serta warga dunia yang cinta damai (Sapriya,
2017:194). Pendidikan IPS yang disampaikan sudah mulai diberikan
sejak kelas I sampai kelas VI dengan menggunakan pendekatan
integrated yang dikaitkan dengan kehidupan nyata.
Pendidikan IPS untuk jenjang SMP diberikan secara terintegrasi
namun belum mencakup dan mengakomodasi seluruh disiplin ilmu
sosial. Cakupan pendidikan IPS di SMP disebut dengan istilah IPS
terpadu, dengan memadukan materi geografi, sejarah, ekonomi, dan
sosiologi. Meski menggunakan istilah terpadu dan guru dibekali dengan
satu buku IPS terpadu, namun dalam pelaksanaanya proses pembelajaran
belum terpadu. Materi IPS terpadu masih disampaikan secara terpisah
sesuai dengan pembagian pada SK dan KD pada mata pelajaran IPS.
Jenjang SMA pendidikan IPS tetap diberikan secara terpisah
(separated). Hal ini berarti materi pelajaran dikembangkan dan disusun
mengacu pada beberapa disiplin ilmu sosial secara terpisah. Dalam
dokumen permendiknas (2006), IPS untuk SMA dan MA lebih
Merupakan rumpun, sedangkan nama mata pelajaran adalah nama

12
disiplin ilmu sosial “tradisional” yakni sejarah, geografi, ekonomi,
sosiologi, dan antropologi. Sedangkan di SMK nama IPS adalah nama
mata pelajaran seperti di SD dan SMP (Sapriya, 2017:208).

5. Kurikulum IPS tahun 2013


Perkembangan kurikulum selanjutnya terjadi pada tahun 2013.
Pemerintah melakukan peninjauan dan kemudian menyusun kurikulum
yang bersifat keterbaruan. Perkembangan kurikulum 2013 dalam tataran
implementasi banyak dipengaruhi oleh perubahan regulasi di tataran
pemerintahan pusat yaitu pergantian Kepala Negara Indonesia dan
kelengkapan pimpinan pemerintah lainya. Hal ini berdampak pada
perbedaan pandangan terhadap pembuat kurikulum 2013 dengan penentu
kebijakan pemerintah yang baru dibentuk, sehingga kurikulum 2013
belum sepenuhnya diimplementasi sudah dilakukan revisi yaitu dengan
dikeluarkanya Permendikbud RI No. 24 tahun 2016 tentang kompetensi
inti dan kompetensi dasar pelajaran pada kurikulum 2013.
Perubahan yang terjadi pada pemberian istilah yaitu standar
kompetensi menjadi kompetensi inti. Jika dilihat perbedaanya terletak
pada titik tekanya, dimana kompetensi inti ada penekanan sikap spiritual
yang harus dimiliki oleh para lulusan.
Mata pelajaran pendidikan IPS pada kurikulum 2013, sudah lebih
mengalami pengintegrasian materi terutama di sekolah dasar dan
menengah pertama. Lebih terpadu dalam proses pembelajaranya.
Menggunakan model keterpaduan integrated yang merupakan model
keterpaduan yang mana suatu tema merupakan topik-topik yang beririsan
dan tumpang tindih dari bidang-bidang keilmuan (Depdiknas, 2011).
Sedangkan di jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) materi
pendidikan IPS masih tetap disampaikan secara terpisah atau secara
parsial yang salah satu tujuanya adalah untuk mempersiapkan dan
membekali peserta didik kejenjang berikutnya yaitu perguruan tinggi.

C. Tujuan Pembelajaran IPS Berdasarkan KTSP dan K-13

13
1. Tujuan IPS Berdasarkan KTSP
Pendidikan IPS mencoba untuk menghasilkan warga Negara yang
reflektif, mampu atau terampil dan peduli. Reflektif adalah dapat berpikir
kritis dan mampu memecahkan masalah berdasarkan sudut pandangnya
dan berdasarkan nilai, dan moral yang dibentuk oleh dirinya serta
lingkungannya. Terampil dapat diartikan mampu mengambil keputusan
dalam memecahkan masalah. Peduli adalah mampu atau peka terhadap
kehidupan social dan melaksanakan hak serta kewajibannya di
masyarakat.
Mata pelajaran IPS diimplementasikan dalam bentuk pembelajaran.
Menurut Peraturan Pemerintah (PP) nomor 19 tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan Bab IV pasal 19, ayat (1) : Proses
pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik (Rahmad, 2016:71).
Tujuan IPS khususnya pembelajaran IPS pada jenjang sekolah dasar
sebagimana tecantum dalam Kurikulum IPS-SD Tahun 2006 adalah agar
peserta didik mampu mengembangkan pengetahuan dan keterampilan
dasar yang berguna bagi dirinya dalam kehidupannya sehari-hari
(Depdiknas, 2006) dalam (Rahmad, 2016:71-72).
Dalam kurikulum tahun 2006 atau Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP), tujuan pendidikan IPS bertujuan agar peserta didik
memiliki kemampuan sebagai berikut:
1) Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan
masyarakat dan lingkungan.
2) Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa
inginn tahu, inquiry, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam
kehidupan sosial.
3) Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan
kemanusiaan.

14
4) Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerja sama dan
berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal,
nasional, dan global (Susanto, 2014:32).

2. Tujuan IPS Berdasarkan Kurikulum 2013


Berdasarkan prinsip kurikulum 2013, tujuan Pendidikan IPS harus
dapat membekali peserta didik dengan kompetensi berimbang, yakni:
1) pengembangan kemampuan intelektual (pengetahuan);
2) pengembangan kemampuan kepribadian sebagai anggota masyarakat
dan bangsa (sikap); dan
3) pengembangan kemampuan sosial (keterampilan).
Reorientasi tujuan ini, menunjukkan Pendidikan IPS di era global
tidak lagi sekedar membentuk warga negara yang baik (good
citizenship), namun lebih luas lagi sesuai dengan perkembangan dan
kebutuhan jaman sebagai desirable person qualities.
Untuk itu tujuan Pendidikan IPS yang berorientasi pada; kemampuan
intelektual, kemampuan sosial dan kepribadian, dalam konteks
globalisasi, semakin relevan dalam menyiapkan siswa menjadi warga
negara global. Oxfam (2006 : 3) dalam (Setiawan,2013:59) mengartikan
warga negara global sebagai:
... someone who is aware of the wider world and has a
sense of their own role as a world citizen; respects and
values diversity; has an understanding of how the world
works; is outraged by social injustice; participatein the
community at range of levels, from the local to global; is
willing to act to make the world a more equitable and
sustainable; take responsibility for their actions.
Hal ini berarti seorang warga negara global adalah seorang warga
negara dunia yang memiliki kesadaran, kepedulian,dan tanggung jawab,
serta berpartisipasi dalam masyarakat pada semua tingkatan mulai dari
lokal hingga global. Pandangan di atas, sejalan dengan prinsip kurikulum
2013 yang menganut prinsip kompetensi berimbang, bahwa arah dari

15
setiap mata pelajaran diorientasikan pada kemampuan peserta didik
secara utuh untuk memiliki kompetensi pengetahuan, sikap dan
keterampilan.
Namun satu hal yang menjadi warning dalam pencapaian orientasi
tujuan utama Pendidikan IPS dalam konteks global, adalah jangan
sampai anak didik sebagai anak bangsa tercabut dari akarnya, kehilangan
jati diri, dan lari dari Tuhan-Nya.
Pembelajaran dalam Pendidikan IPS bukan disampaikan
dalambentuk peringatan atau bahkan ancaman, tetapi dalam bentuk
reflective thinking yang mencerminkan kompetensi intelektual, sosial,
dan kepribadian sebagai orientasi tujuan utama.

D. Konsep Pendidikan Global Dalam IPS di Abad 21


Kamus Bahasa Inggris, Longman Dictionary of Contemporary English
mengartikan global dengan concerning the whole earth. Sesuatu hal yang
berkaitan dengan dunia, internasional, atau seluruh alam jagat raya. Sesuatu
hal yang dimaksud di sini dapat berupa masalah, kejadian, kegiatan bahkan
sikap. Jadi, pengertian global memiliki pengertian menyeluruh, di mana dunia
ini tidak lagi dibatasi oleh batas negara, wilayah, ras, warna kulit. Sebagai
pendidik, kita memerlukan pendekatan yang akan menolong peserta didik
untuk mengarahkannya kekehidupan yang sangat kompleks dan menjauhi
pengertian yang sempit tentang: ruang, ras, agama, suku, sejarah dan
kebudayaan.
Sebagai pendidik diharapkan memiliki wawasan dan pandangan yang
luas tentang dunia secara keseluruhan beserta isinya. Pandangan yang
demikian disebut perspektif global, yaitu suatu pandangan yang timbul akibat
suatu kesadaran bahwa hidup dan kehidupan ini adalah untuk kepentingan
global. Dalam perspektif global kita bukan saja sebagai warga negara
Indonesia, melainkan warga dunia. Oleh karena itu, dalam berpikir dan
bertindak harus mengantisipasi kepada kepentingan dunia. Keberagaman
segala aspek kehidupan di dunia ini harus dipandang sebagai suatu variasi
yang memperkaya kehidupan, dan setiap manusia memiliki kelebihan dan

16
kekurangan masing-masing.Pandangan tersebut di atas harus ditanamkan
pada peserta didik sedini mungkin, bahwa kita adalah bagian dari kehidupan
dunia, dan kita tidak dapat berkembang tanpa adanya hubungan dan
komunikasi dengan dunia luar, hidup karena adanya saling ketergantungan.
atau pendidikan global adalah suatu pendidikan yang berusaha untuk
meningkatkan kesadaran siswa, bahwa mereka hidup dan berada pada satu
area global yang saling berkaitan (Sumaatmadja & Wihardit, 1999: 10) dalam
(Poerwanti, 2009: 50). Oleh karena itu, peserta didik perlu diberi informasi
tentang keadaan dan sistem global.
Hoopes (Gracia, 1991) dalam ( Poerwanti, 2009: 50), mengatakan bahwa
pendidikan global mempersiapkan siswa untuk memahami dan mengatasi
adanya ketergantungan global dan keragaman budaya yang mencakup
hubungan dan kekuatan yang tidak dapat diisikan ke dalam batas-batas negara
dan budaya. Pendidikan global merupakan upaya sistematis untuk
membentuk wawasan dan perspektif para siswa, karena para siswa dibekali
materi yang bersifat utuh dan menyeluruh yang berkaitan dengan masalah
global. Pendidikan global mempersiapkan masa depan peserta didik dengan
memberikan keterampilan analisis dan evaluasi yang luas.
Oleh karena itu, sebagai pendidik seyogyanya mempersiapkan diri
sebagai komunikator atau penghubung dengan dunia luar tersebut. Gracia
menjelaskan bahwa pendidikan global memiliki 3 tujuan, yaitu: (1)
Memberikan pengalaman yang mengurangi rasa kedaerahan dan
kesukuan.Tujuan ini dapat dicapai melalui mengajarkan bahan dan
menggunakan metode yang memberikan relativisme budaya; (2) Memberikan
pengalaman yang mempersiapkan peserta didik untuk mendekatkan diri
dengan keragaman global; dan (3) Memberikan pengalaman tentang mengajar
peserta didik untuk berpikir tentang mereka sendiri sebagai individu, sebagai
warganegara suatu negara, dan sebagai anggota masyarakat manusia secara
keseluruhan. Menurut Clarke (Sumaatmaja, 1995) dalam (Poerwanti, 2009:
51), pendidikan global dikonsepkan sebagai : : Global education, commonly
referred to as education for a global perspective, ……..is to prepare young
people to be humane, rational, participating citizens in the world that is

17
becoming increasingly interdependent. Jika diterjemahkan secara bebas,
pendidikan global adalah pendidikan yang diarahkan pada pengembangan
wawasan global yang mempersiapkan anak didik menjadi manusiawi,
rasional, sebagai warga yang mampu berpartisipasi dengan kehidupan dunia
yang makin menunjukkan ketergantungan. Secara dini wawasan global perlu
dibina pada generasi muda melalui pendidikan global, dengan harapan
mereka kelak menjadi sumber daya manusia handal sesuai tuntutan konteks
kehidupan hari esok. Dari uraian di atas bahwa pendidikan global dapat
dijadikan suatu pendekatan pembelajaran IPS, untuk membangun atau
menumbuhkan pemikiran siswa agar tidak berpandangan sempit yang hanya
memandang sesuatu, keadaan, gejala, bahkan hanya dengan sudut pandang
yang sempit. Dengan demikian perlu dilakukan upaya-upaya pendidikan
dalam meningkatkan kehatihatian, kewaspadaan khususnya generasi muda
dalam menghadapi arus globalisasi yang merambah dunia termasuk
Indonesia.
Berhard G. Killer (Hamalik, 1992: 6) dalam (Poerwanti, 2009: 52),
menyatakan bahwa ilmu pengetahuan sosial adalah studi yang memberikan
pemahaman/pengertian pengertian tentang cara-cara manusia hidup, tentang
kebutuhan-kebutuhan dasar manusia, dan tentang lembaga-lembaga yang
dikembangkan sehubungan dengan hal tersebut. Uraian tersebut menjelaskan
bahwa IPS erat pertaliannya dengan manusia sebagai anggota masyarakat dan
interaksinya dengan dunia sekitarnya. Jadi, dapat dikatakan bahwa sumber
IPS sesungguhnya terletak pada pusat-pusat kegiatan itu sendiri. Ada
pendapat yang mengatakan bahwa IPS sebagai suatu mata pelajaran yang
bertujuan mengantarkan siswa untuk mengetahui, mengenal dunia, maka
tekanan yang diberikan adalah tentang fakta-fakta. Berbeda jika IPS sebagai
pengetahuan yang bertalian dengan hubungan manusia satu sama lain dan
hubungannya dengan dunia sekitarnya, yang diajarkan dengan tujuan
membantu peserta didik untuk memahami, berpartisipasi, dan membina
masyarakat, maka tekanannya pada pemecahan persoalan- persoalan
kehidupan nyata. Pendapat terakhirlah yang sesungguhnya yang diharapkan
dalam pembelajaran IPS.

18
Pada kenyataan di lapangan pembelajaran IPS masih berorientasi pada
hanya menghafal fakta-fakta tanpa mau mengkaitkan dengan pesoalan yang
sedang dihadapi masyarakat pada umumnya dan individu pada khususnya,
apalagi mengkaitkan dengan masalah-masalah global yang sesungguhnya
juga dapat mempengaruhi kehidupan individu dan masyarakat luas. Jadi,
peserta didik tidak terlatih untuk berpikir kritis dan berusaha mengatasi
tantangan dalam kehidupan ini, sehingga pembelajaran tidak menjadi
bermakna, karena hanya berlalu begitu saja.
Pendidikan hanya akan dianggap bermakna apabila ditujukan sebagai
persiapan siswa dalam menghadapi tugas hidupnya kelak di masyarakat.
Dalam hal ini pembelajaran IPS di SD dapat memberikan sumbangan yang
berharga dalam rangka mendidik siswa menjadi warga masyarakat yang
mampu bermasyarakat, mampu bekerjasama dengan orang lain, dan mampu
memecahkan masalah-masalah sosial, ekonomi, politik yang dihadapinya di
masyarakat. Belajar IPS tidak hanya belajar tentang masyarakat, tetapi belajar
bagaimana cara bermasyarakat, baik secara lokal maupun global. Mengingat
kehidupan yang makin lama makin penuh dengan tantangan, pembelajaran
IPS di SD hendaknya memasukkan pendidikan global dalam
pembelajarannya.
Hal ini sesuai dengan apa yang ditulis oleh M. Schuncke (1988: 66)
dalam (Poerwanti, 2009: 52) : Mengajar IPS dengan memasukkan pendidikan
global dalam proses pembelajaran adalah mencari suatu kesempatan (strategi)
untuk memperjelas kondisi manusia sebagai makhluk individu maupun sosial
dalam kurikulum, supaya peserta didik dapat mengenal kualitas manusia yang
unik dan merupakan makhluk yang berharga. Hal ini dimaksudkan untuk
memberi kekuatan hidup supaya mereka mempunyai harapan besar terhadap
masa depan dan mampu berperan aktif dalam memberi kontribusi terhadap
persoalan-persoalan global. Ketika guru berinisiatif dengan pendidikan
global, maka harus mempersiapkan mengembangkan bahan-bahan atau
materimateri pokok (dasar) tentang unsur-unsur pendidikan global seperti:(1)
nilai-nilai, (2) multikultural, (3) ekonomi global, (4) isuisu global, (5)
interaksi pertukaran budaya.

19
Guru juga membutuhkan pengetahuan global tentang dunia pada
umumnya sesuai dengan mata pelajaran yang akan diajarkan. Seorang guru
bahasa tidak hanya mempelajari atau menelaah dari literatur (bacaan) dari
perbedaan kultur atau budaya dalam wilayah yang berbeda, namun juga
belajar dalam konteks, sejarah, dan perspektif politik dari pengarang buku
yang akan dibahas. Guru harus mau melakukan studi di kampus maupun di
luar kampus untuk mengidentifikasi hal-hal yang berhubungan dengan
kemanusiaan, ilmu pengetahuan, studi sosial agar dapat menumbuhkan
pengetahuan baru dalam bidangnya. Di samping itu guru juga harus memiliki
rasa ketertarikan terhadap kejadian dan kegiatan pada masyarakat lokal,
nasional, global, aktif mencari dan menyimpan informasi yang bersifat dunia,
mempunyai sifat terbuka dalam hal maumenerima setiap adanya
pembaharuan, serta mampu menyeleksi informasi yang disesuaikan dengan
kebutuhan dan kondisi sosial budaya masyarakat.
Generasi Indonesia emas adalah generasi yang mampu menjawab
tantangan abad 21. Generasi emas adalah generasi yang mempunyai
keterampilan abad 21. Menyiapkan generasi emas Indonesia untuk kehidupan
di abad 21 adalah sesuatu yang rumit. Berbagai tantangan yang harus
dihadapi seperti: globalisasi, teknologi, migrasi, kompetisi internasional,
perubahan pasar, tantangan lingkungan dan politik internasional. Siswa kita
saat ini menggunakan laptop, pager, ponsel atau alat komunikasi lain untuk
terhubung dengan teman-teman, keluarga, ahli, dan lain-lain di komunitas
mereka dan di seluruh dunia.
Generasi abad ini dibombardir dengan pesan-pesan visual melalui
berbagai alat ‘komunikasi pribadi’ yang dapat mengontrol dan mempengaruhi
mereka. Generasi sekarang secara aktif berpartisipasi dalam ‘alat komunikasi
pribadi’. Sekarang ini para remaja lebih suka menghabiskan waktu untuk
main game atau interrnet dari pada menonton televisi. Dunia maya dengan
janji-janji dan perangkap ada di ujung jari remaja kita. Apa yang harus
dilakukan oleh bangsa ini untuk menyongsong bangkitnya generasi emas?
Jawabannya adalah pembangunan dibidang pendidikan. Peran pendidikan

20
penting dalam membangun peradaban bangsa yang berdasarkan atas jati diri
dan karakter bangsa.
Pendidikan harus mampu menyiapkan generasi emas untuk menghadapi
berbagai tantangan tersebut. Menurut Burkhardt dkk. 2003 dalam (Mahanal,
2014: 2) yang dibutuhkan siswa untuk sukses dalam konteks abad 21 adalah
keterampilan dan pengetahuan (keterampilan abad 21). Peran guru dalam
pendidikan sangat penting, maju mundurnya suatu Negara berada ditangan
guru. Dalam menyiapkan generasi emas Indonesia yang tangguh, kreatif,
inovatif, dan cerdas tentunya diperlukan guru yang berkualitas dengan
“kompetensi masa depan”. Menurut Kasim (Mahanal, 2014: 2), “kompetensi
masa depan tersebut antara lain kemampuan berkomunikasi, berpikir kritis
dan jernih.”
Penggunaan istilah keterampilan abad 21, karena istilah ini lebih sering
digunakan di berbagai belahan dunia. Banyak kalangan pendidik yang
mendefinisikan keterampilan abad 21 sebagai keterampilan “berpikir tingkat
tinggi," hasil belajar yang lebih dalam," dan " kemampuan komunikasi".
Saavedra dan Opfer (2012) dalam (Mahanal, 2014: 2) mendefinisikan
keterampilan abad 21 ke dalam empat kategori berikut: (1) cara berpikir:
kreativitas dan inovasi, berpikir kritis, pemecahan masalah, pengambilan
keputusan, dan belajar bagaimana belajar (atau metakognisi), (2) cara kerja:
komunikasi dan kerja sama dalam kelompok, (3) alat untuk kerja:
pengetahuan umum dan literasi teknologi komunikasi informasi (ICT), (4)
Hidup sebagai warganegara: kewarganegaraan, kehidupan dan karir, dan
tanggung jawab pribadi dan sosial, termasuk kesadaran budaya dan
kompetensi.
Wagner (2008) dalam (Mahanal, 2014: 2) mengusulkan agar siswa
dibekali tujuh keterampilan untuk bertahan hidup di abad 21 sebagai berikut:
(1) berpikir kritis dan pemecahan masalah, (2) kolaborasi dan kepemimpinan,
(3) kelincahan dan kemampuan beradaptasi, (4) inisiatif dan wirausaha,(5)
komunikasi yang efektif baik lisan maupun tertulis, (6) mengakses dan
menganalisa informasi, (7) rasa ingin tahu dan imajinasi. Sebagian ahli

21
menekankan keterampilan abad 21 pada penguasaan teknologi, sikap dan
nilai-nilai.
Definisi atau pengertian keterampilan abad 21 tersebut di atas
disampaikan dengan cara berbeda, namun penekannya pada: berpikir
kompleks atau tingkat tinggi (kreativitas, metakognisi), komunikasi,
kolaborasi dan lebih menuntut mengajar dan belajar daripada menghafal.
Sesuai dengan yang disampaikan Roekel (tanpa tahun) keterampilan abad
21 yang harus dikuasai oleh siswa adalah 4 C yaitu: (1) Critical Thinking and
Problem Solving (berpikir kritis dan pemecahan masalah) , (2)
Communication (komunikasi), (3) Collaboration (kolaborasi), dan (4)
Creativity and Innovation (kreativitas dan inovasi).
1. Critical Thinking and Problem Solving (berpikir kritis dan
pemecahanan masalah)
Berpikir kritis adalah suatu proses, yang berfokus pada mengambil
keputusan yang layak tentang apa yang dipercaya dan dilakukan.
Berpikir kritis digambarkan sebagai ketertiban mengarahkan pikiran diri
sendiri yang menunjukkan keterampilan-keterampilan intelektual dan
kemampuan metakognisi (Mahanal, 2014: 3) Pada keterampilan ini
peserta didik dituntut menunjukkan kemampuan berikut: 1) berfokus
pada masalah (mengidentifikasi dan memecahkan masalah), 2)
menganalisis argumen, 3) bertanya dan menjawab pertanyaan, 4)
menentuan sumber yang kredibel, 5) menentukan dan melakukan
obsevasi, 6) melakukan deduksi, 7) melakukan induksi, 8) menentukan
dan membuat evaluasi, 9) memberikan definisi, 10) mengidentifikasi
asumsi, (11) memutuskan dan melakukan, 12) berinteraksi dengan yang
lain, dan metakognisi.
Kemampuan berpikir kritis merupakan salah satu modal dasar atau
modal intelektual yang sangat penting bagi setiap orang dan merupakan
bagian yang fundamental dari kematangan manusia. Terdapat hubungan
yang signifikan antara berpikir kritis dengan hasil belajar. Berpikir kritis
memberikan kontribusi keberhasilan belajar baik ditingkat pendidikan

22
dasar, menengah maupun perguruan tinggi. Berpikir kritis juga memberi
kontribusi dalam kesuksesan karier.
Pembiasaan belajar berpikir kritis berdampak pada kemampuan
siswa dalam mengembangkan keterampilan lain, seperti peningkatanan
kemampuan berpikir tingkat yang lebih tinggi, kemampuan analisis, dan
peningkatan pengolahan pikiran. Mengajarkan berpikir kritis dan
memecahkan masalah secara efektif dalam kelas sangat penting bagi
siswa. Keterampilan berpikir kritis dapat diajarkan di sekolah melalui
proses pembelajaran. Beberapa penelitian membuktikan bahwa strategi
pembelajaran berbasis konstruktivis dapat meningkatkan kemampuan
berpikir kritis.
2. Comunication (Komunikasi)
Pada keterampilan ini peserta didik dituntut mampu: (1)
memahami, mengelola, dan menciptakan komunikasi yang efektif, (2)
menyampaikan pikiran dan ide-ide secara efektif dalam berbagai bentuk
dan isi baik secara lisan, tertulis, dan multimedia. (3) mendengarkan
secara efektif untuk memahami makna, termasuk pengetahuan, nilai,
sikap, dan minat.(4) menggunakan komunikasi untuk berbagai tujuan
(misal untuk memberi informasi, instruksi, memotivasi, dan persuasi), (5)
memanfaatkan media komunikasi dan teknologi, dan tahu bagaimana
menilai efektifitas dan dampaknya, (6) `berkomunikasi secara efektif
dalam berbagai lingkungan (termasuk multibahasa dan multikultural)
Siswa harus mampu secara efektif menganalisa dan memproses sumber
informasi termasuk mengidentifikasi keakuratan sumber informasi dan
memanfaatkan sumber informasi secara efektif.
Pemanfaatan media komunikasi modern membuat pembelajaran
lebih efektif; keterampilan komunikasi membuat pengajaran lebih kuat.
Menurut kalangan pendidik membaca dengan lancar, pidato yang benar,
dan menulis yang jelas adalah keterampilan komunikasi yang tingkat
dasar. Keterampilan komunikasi lisan dan tertulis memberi kontribusi
pengembangan karier di abad 21. Sekarang ini dalam kerjasama global
komunikasi bahasa dan budaya yang efektif 4 berkontribusi untuk

23
keberhasilan kerjasama tersebut. Keterampilan komunikasi seperti
hubungan antara karyawan dengan pelanggan, antara sesama karyawan
diperlukan dalam memperluas layanan ekonomi.
Mendengarkan, empati, dan keterampilan komunikasi yang efektif
adalah keterampilan yang harus dikuasai oleh setiap orang yang terlibat
dalam perekonomian jasa. Ekonom Levy dan Mundane (NEA, tanpa
tahun) menegaskan pentingnya komunikasi di tempat kerja saat ini;
karena komunikasi yang kompleks melibatkan penjelasan, negosiasi, dan
bentuk-bentuk interaksi manusia yang intens.
3. Colaboration (Kolaborasi)
Beberapa indikator bahwa siswa mempunyai keterampilan
berkolaborasi adalah sebagai berikut. (1) Menunjukkan kemampuan
bekerja sama dalam kelompok secara efektif dan saling menghormati, (2)
fleksibilitas secara pribadi, kemauan saling membantu, berkompromi
untuk mencapai tujuan bersama , (3) bekerja secara produktif dengan
yang lain, bertanggung jawab dan berkontribusi terhadap pekerjaan.
Dalam dekade terakhir kolaborasi telah diterima sebagai keterampilan
yang penting untuk mencapai hasil yang berarti dan efektif. Kolaborasi
tidak hanya penting tetapi yang diperlukan bagi pelajar/mahasiswa dan
karyawan, karena globalisasi dan munculnya teknologi.
Dibandingkan dengan kerja individual, kolaborasi tidak hanya
menciptakan hasil yang lebih holistik, tetapi juga juga menghasilkan
pengetahuan yang lebih banyak. Siswa bekerja secara kolaboratif dalam
kelompok dapat menghasilkan lebih banyak pengetahuan. Dengan
demikian berkolaborasi merupakan keterampilan yang harus dikuasai
oleh siswa untuk keberhasilan dalam masyarakat global.
4. Creativity and Innovation (Kreativitas dan Inovasi)
Kreativitas adalah kemampuan menciptakan sesuatu, menerapkan
suatu bentuk baru, menghasilkan keterampilan imajinatif, atau untuk
membuat sesuatu yang sudah ada menjadi sesuatu yang baru (Greenstein,
2012) dalam (Mahanal, 2014: 4). Kreativitas dibedakan menjadi (1)
berpikir kreatif, dan (2) bekerja kreatif. Indikator berpikir kreatif sebagai

24
berikut: (1) mampu mengunakan berbagai cara untuk menghasilkan ide
misalnya melalui curah pendapat (diskusi), (2) membuat ide-ide baru dan
dan menambahkan ide, (3) mengelaborasi, memperbaiki, menganalisa,
dan mengevaluasi ide-ide orisinal untuk meningkatkan dan
memaksimalkan usaha kreatif.
Bekerja kreatif meliputi hal-hal berikut: (1) mengembangkan,
melaksanakan, dan mengkomunikasikan ide baru kepada orang lain
secara efektif, (2) terbuka dan responsif terhadap hal baru dan beragam
perspektif, (3) menerima masukan kelompok dan umpan balik, (4)
menunjukkan orisinalitas cipta dalam bekerja serta memahami batas-
batas dalam mengadopsi ide-ide baru, (5) menganggap bahwa kegagalan
sebagai kesempatan untuk belajar, (6) memahami bahwa kreativitas dan
inovasi bagian dari rangkaian proses yang panjang. Inovasi diartikan
sebagai kebaruan. Implementasi inovasi yaitu menerapkan ide menjadi
nyata dan memberi kontribusi yang nyata di lapangan.
Kreativitas erat kaitannya dengan beberapa keterampilan lain
seperti berpikir kritis dan pemecahan masalah, komunikasi, dan
kolaborasi. Inovasi saat ini memiliki komponen sosial dan membutuhkan
adaptasi, kepemimpinan, kerja sama tim, dan keterampilan interpersonal.
Kemampuan untuk berinovasi terkait dengan kemampuan untuk
terhubung dengan orang lain dengan fasilitas untuk komunikasi dan
kolaborasi. 5 Individu-individu masa depan tumbuh sesuai masanya,
yaitu individu-individu dengan pola pikir, kreasi, dan tuntutan yang
berbeda dengan sekarang. Jika siswa meninggalkan sekolah tanpa
mengetahui bagaimana untuk terus berkreasi dan berinovasi, mereka
tidak siap untuk menghadapi tantangan masyarakat dan lapangan kerja
abad 21. Sekarang ini (abad 21) persaingan global dan otomatisasi tugas,
kemampuan berinovasi dan semangat berkreasi adalah persyaratan
menjadi pribadi yang professional dan sukses.

25
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Karakteristik dari pendidikan IPS adalah pada upaya untuk
mengembangkan kompetensi sebagai warga negara yang baik. Warga negara
yang baik berarti yang dapat menjaga keharmonisan hubungan di antara
masyarakat sehingga terjalin persatuan dan keutuhan bangsa. Sejarah
perkembangan kurikulum IPS dimulai dari kurikulum IPS tahun 1974-1975,
tahun 1984-1990, tahun 1994, kurikulum KTSP 2006 sampai dengan
kurikulum K-13.
Belajar IPS tidak hanya belajar tentang masyarakat, tetapi belajar
bagaimana cara bermasyarakat, baik secara lokal maupun global. Mengingat
kehidupan yang makin lama makin penuh dengan tantangan, pembelajaran
IPS di SD hendaknya memasukkan pendidikan global dalam
pembelajarannya. Adapun keterampilan abad 21 yang 3 harus dikuasai oleh
siswa adalah 4 C yaitu: (1) Critical Thinking and Problem Solving (berpikir
kritis dan pemecahan masalah) , (2) Communication (komunikasi), (3)
Collaboration (kolaborasi), dan (4) Creativity and Innovation (kreativitas dan
inovasi).

B. Saran
Sebagai pendidik, sebaiknya kita harus memiliki pengetahuan yang luas
dalam persepektif global agar siswa memiliki keterampilan 4C dalam
menghadapi abad ke- 21 ini. Demikian makalah yang telah diselesaikan oleh
kami. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi semua kalangan khususnya
para pendidik serta calon pendidik. Untuk memperbaiki kualitas, maka kami
mengharapkan kritik dan saran agar makalah ini menjadi lebih baik.

26
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pendidikan Nasional. (2005). Peraturan Pemerintah Nomor 19


Tahun 2005, tentang Standar Nasional Pendidikan, Jakarta : Depdiknas.

Depdiknas. (2011). Diklat IPS Terpadu “Model Keterpaduan IPS”. Jakarta :


Departemen Pendidikan Nasional.

Gunawan, Rudy. (2016). Pendidikan IPS, Filosofi, Konsep dan Aplikasi.


Bandung: Alfabeta.

Hidayat, B. (2020). Tinjauan Historis Pendidikan IPS Di Indonesia. Jurnal


Pendidikan IPS Indonesia. Vol 4 (2) : 150-153. (Online). (https://ejournal-
pasca.undiksha.ac.id), diakses 17 Februari 2021.

Hidayati, Mujinem, & Anwar S. (2010). Pengembangan Pendidikan IPS SD 3


SKS. Jurnal Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi: Kementerian
Pendidikan Nasional.

Mahanal, Susriyati. (2014). Peran Guru dalam Melahirkan Generasi Emas


dengan Kerampilan Abad 21. Jurnal Seminar Nasional Pendidikan HMPS
Pendidikan Biologi FKIP Universitas Halu Oleo (Online). Vol. 20: 1-16.
(www.Researchgate.net) diakses 16 Febuari 2021.

Poerwanti, I.S Jenny. (2009). Peran Global Education dalam Pembelajaran IPS
SD. Jurnal Inovasi Pendidikan (Online), Vol. 10 No. 1: 49-56.
(Https://jurnal.fkip.uns.ac.id) diakses 17 Febuari 2021.

Rahmad. (2016). Kedudukan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) pada Sekolah Dasar.
Jurnal Madrasah Ibtidaiyah. Vol 2 (1): 67-78. (Online). (https://ojs.uniska-
bjm.ac.id), diakses 17 Februari 2021.

27
Sapriya. (2017). Pendidikan IPS, Konsep dan Pembelajaran. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.

Setiawan, Deny. (2013). Reorientasi Tujuan Utama Pendidikan Ilmu Pengetahuan


Sosial Dalam Persfektif Global. Jurnal Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial. Vol 5
(2) : 58-72. (Online). (https://jurnal.unimed.ac.id), diakses 17 Februari 2021.

Siska, Y. (2016). KONSEP DASAR IPS Untuk SD/MI. Yogyakarta: Garudhawaca.

Supriatna, N., Ade, & Sri M. (2010). Bahan Belajar Mandiri Pendidikan Ips di
SD . Bandung: UPI Press.

Susanto, Ahmad. (2014). Pengembangan Pembelajaran IPS Di Sekolah Dasar.


Jakarta: Prenadamedia Group.

28

Anda mungkin juga menyukai