Anda di halaman 1dari 2

Nama : Dwi Septi Nur Amaliah

NIM : 20200210192

Kelas : Agroteknologi D

Tradisi Wiwitan

Masyarakat Jawa merupakan masyarakat agraris karena dapat disebut


sebagian besar masyarakatnya hidup dari sektor pertanian atau
bercocok tanam di persawahan. Sehingga dari kehidupan agraris ini
tidak mengherankan jika muncul kearifan lokal berupa tradisi dan
menjadi sebuah produk budaya atau adat terkait tata cara, pengelolaan
pertanian.

Wiwitan merupakan salah satu bentuk ritual yang dilakukan


masyarakat Jawa pada saat sebelum panen dimulai. Ritual ini
dilakukan sebagai bentuk rasa syukur dan bentuk rasa terimakasih
kepada bumi sebagai “sedulur singkep”. Disini Sedulur singkep
mempunyai arti bahwa bumi dan manusia merupakan saudara yang
saling melengkapi dan menghormati untuk kelestarian yang
berkelanjutan. Selain itu wiwitan juga sering disebutkan sebagai
bentuk rasa terimakasih kepada Dewi Sri atau Dewi Padi atas hasil
panen yang diperoleh.

Menurut sejarahnya, masyarakat Jawa melakukan wiwitan mengikuti


ajaran para Wali Songo di tanah Jawa. Makna tradisi wiwitan sendiri
sebagai bentuk berbagi kebahagiaan dan rezeki kepada sesama mahluk
Tuhan di muka bumi. Karna dalam keyakinan masyarakat Jawa,
disetiap sawah terdapat penjaga yang mereka sebut sing mbahu
rekso yang merupakan makhluk ghaib atau tidak terlihat. Keyakinan
seperti ini pada dasarnya bagian dari ekspresi penghormatan yang
dilakukan oleh masyarakat terhadap mahluk Tuhan yang lainnya.
Biasanya mahluk tersebut disimbolisasikan dengan sosok Nyai dan
Kyai Amongsari yang dipercaya sebagai makhluk utusan Tuhan untuk
menguatkan dan menghidupkan tumbuhan. Dalam hal ini,
kepercayaan tersebut tidak lantas bisa kita maknai sebagai wujud
kepercayaan yang mutlak terhadap selain Tuhan yang Esa. Namun
seperti disebutkan tadi, hal itu hanya perantara atau simbolisasi atas
bentuk keyakinan kepada Tuhan. Bahwa kepercayaan terhadap
mahluk-mahluk Tuhan juga bagian dari ajaran dari Tuhan itu sendiri.

Mereka meyakini bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah


selain Allah dan mereka menyembah Allah dengan cara yang benar.
Sementara bagi kalangan masyarakat Jawa yang abangan, Tuhan yang
diyakini bisa bermacam-macam. Ada yang meyakini-Nya sebagai
dewa dewi seperti dewa kesuburan (Dewi Sri) dan dewa penguasa
pantai selatan (Ratu Pantai Selatan). Ada juga yang meyakini benda-
benda tertentu dianggap memiliki ruh yang berpengaruh dalam
kehidupan mereka seperti benda-benda pusaka (animisme), bahkan
mereka meyakini benda-benda tertentu memiliki kekuatan ghaib yang
dapat menentukan nasib manusia seperti makam orangorang tertentu
(dinamisme). Mereka juga meyakini ruh-ruh leluhur mereka memiliki
kekuatan ghaib, sehingga tidak jarang ruh-ruh mereka itu dimintai
restu atau izin ketika mereka melakukan sesuatu. Jelas sekali apa yang
diyakini oleh masyarakat Jawa yang abangan ini bertentangan dengan
ajaran aqidah Islam yang mengharuskan meyakini Allah Yang
Mahaesa. Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah Swt.
Orang yang meyakini ada tuhan (yang seperti tuhan) selain Allah
maka termasuk golongan orang-orang musyrik yang sangat dibenci
oleh Allah dan di akhirat kelak mereka diharamkan masuk ke surga
dan tempatnya yang paling layak adalah di neraka (QS. alMaidah (5):
72). Perbuatan seperti itu dinamakan perbuatan syirik yang dosanya
tidak akan diampuni oleh Allah (QS. al-Nisa’ (4): 166).

Anda mungkin juga menyukai