Masyarakat Jawa merupakan masyarakat agraris karena dapat disebut
sebagian besar masyarakatnya hidup dari sektor pertanian atau bercocok tanam di persawahan. Sehingga dari kehidupan agraris ini tidak mengherankan jika muncul kearifan lokal berupa tradisi dan menjadi sebuah produk budaya atau adat terkait tata cara, pengelolaan pertanian.
Wiwitan merupakan salah satu bentuk ritual yang dilakukan
masyarakat Jawa pada saat sebelum panen dimulai. Ritual ini dilakukan sebagai bentuk rasa syukur dan bentuk rasa terimakasih kepada bumi sebagai “sedulur singkep”. Disini Sedulur singkep mempunyai arti bahwa bumi dan manusia merupakan saudara yang saling melengkapi dan menghormati untuk kelestarian yang berkelanjutan. Selain itu wiwitan juga sering disebutkan sebagai bentuk rasa terimakasih kepada Dewi Sri atau Dewi Padi atas hasil panen yang diperoleh.
Menurut sejarahnya, masyarakat Jawa melakukan wiwitan mengikuti
ajaran para Wali Songo di tanah Jawa. Makna tradisi wiwitan sendiri sebagai bentuk berbagi kebahagiaan dan rezeki kepada sesama mahluk Tuhan di muka bumi. Karna dalam keyakinan masyarakat Jawa, disetiap sawah terdapat penjaga yang mereka sebut sing mbahu rekso yang merupakan makhluk ghaib atau tidak terlihat. Keyakinan seperti ini pada dasarnya bagian dari ekspresi penghormatan yang dilakukan oleh masyarakat terhadap mahluk Tuhan yang lainnya. Biasanya mahluk tersebut disimbolisasikan dengan sosok Nyai dan Kyai Amongsari yang dipercaya sebagai makhluk utusan Tuhan untuk menguatkan dan menghidupkan tumbuhan. Dalam hal ini, kepercayaan tersebut tidak lantas bisa kita maknai sebagai wujud kepercayaan yang mutlak terhadap selain Tuhan yang Esa. Namun seperti disebutkan tadi, hal itu hanya perantara atau simbolisasi atas bentuk keyakinan kepada Tuhan. Bahwa kepercayaan terhadap mahluk-mahluk Tuhan juga bagian dari ajaran dari Tuhan itu sendiri.
Mereka meyakini bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah
selain Allah dan mereka menyembah Allah dengan cara yang benar. Sementara bagi kalangan masyarakat Jawa yang abangan, Tuhan yang diyakini bisa bermacam-macam. Ada yang meyakini-Nya sebagai dewa dewi seperti dewa kesuburan (Dewi Sri) dan dewa penguasa pantai selatan (Ratu Pantai Selatan). Ada juga yang meyakini benda- benda tertentu dianggap memiliki ruh yang berpengaruh dalam kehidupan mereka seperti benda-benda pusaka (animisme), bahkan mereka meyakini benda-benda tertentu memiliki kekuatan ghaib yang dapat menentukan nasib manusia seperti makam orangorang tertentu (dinamisme). Mereka juga meyakini ruh-ruh leluhur mereka memiliki kekuatan ghaib, sehingga tidak jarang ruh-ruh mereka itu dimintai restu atau izin ketika mereka melakukan sesuatu. Jelas sekali apa yang diyakini oleh masyarakat Jawa yang abangan ini bertentangan dengan ajaran aqidah Islam yang mengharuskan meyakini Allah Yang Mahaesa. Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah Swt. Orang yang meyakini ada tuhan (yang seperti tuhan) selain Allah maka termasuk golongan orang-orang musyrik yang sangat dibenci oleh Allah dan di akhirat kelak mereka diharamkan masuk ke surga dan tempatnya yang paling layak adalah di neraka (QS. alMaidah (5): 72). Perbuatan seperti itu dinamakan perbuatan syirik yang dosanya tidak akan diampuni oleh Allah (QS. al-Nisa’ (4): 166).
Adat Yang Diadatkan Adat Yang Diadatkan Adalah Adat Yang Dibuat Oleh Penguasa Pada Suatu Kurun Waktu Dan Adat Itu Terus Berlaku Selama Tidak Diubah Oleh Penguasa Berikutnya