Anda di halaman 1dari 6

TUGAS FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI

DOKSISIKLIN

Oleh :
I KADEK ADI PUTRA SUANDANA
2008551005

Dosen Pengampu :
Ketut Widyani Astuti, S.Si., M.Biomed., Apt.

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2021
I. GOLONGAN DAN STRUKTUR OBAT

Doksisiklin adalah antibiotik golongan tetrasiklin. Obat ini berguna


sebagai terapi pendukung pada jerawat berat yang disebabkan oleh acne vulgaris.
Obat ini memiliki efek samping yaitu anoreksia, kemerahan, dan tinnitus.
Doksisiklin merupakan antibiotik golongan tetrasiklin dan mempunyai spektrum
luas. Efektif pada kondisi yang disebabkan oleh klamidia, riketsia, brucella dan
spiro chaete, Borrelia burgdorfer (Lyme disease). Doksisilin adalah golongan
tetrasiklin yang paling disukai karena mempunyai profil farmakokinetik yang
lebih baik dibandingkan dengan tetrasiklin (IDAI, 2012)

Rumus : C₂₂H₂₄N₂O₈H₂O
Nama IUPAC :4-(Dimetilamino)-1,4,4a,5,5a.6,11,12a-oktahidro-
3,5,10,12,12-pentahidroksi-6-metil-1,11-diokso-2
naftasenakarboksamida monohidrat [17086-28-1]
Bobot Molekul : 444,44 (anhidrat)
рH : Antara 5.0 dan 6,5
Pemerian : Serbuk hablur, kuning
Kelarutan : Mudah larut dalam asam encer dan dalam larutar
alkali hidroksida: agak sukar larut dalam etanol: sangat
sukar larut dalam air: praktis tidak larut dalam
kloroform dan dalam eter ( Farmakope Indonesia V,
352).
II. MEKANISME KERJA

Mekanisme kerja dari obat doksisiklin yaitu menghambat sintesis protein


dengan berikatan ke sub-unit ribosom 30S dan diduga juga ke 50S.
Penghambatan ini kemudian akan menghambat pertumbuhan bakteri. Cara
kerja lain diduga dengan menyekat disosiasi dari peptidil t-RNA dari ribosom
sehingga menghentikan proses sintesis protein (Gunawan, 2012)

III. FARMAKOKINETIKA

III.1 Absorbsi

Penyerapan doksisilin lebih dari 90%. Kompleks ion pada dosisiklin menjadi
tidak stabil pada pH asam, sehingga absorpsi paling banyak terjadi di duodenum.
Faktor yang dapat mempercepat penyerapan doksisilin seperti adanya makanan
dalam lambung (Gunawan, 2012). Doksisiklin mempunyai waktu paruh yang
panjang yaitu antara 16 -18 jam, dengan konsentrasi serum puncak antara 3-4
mcg/ ml selama 2 jamdengan 200 mg dosis oral (Lubis, dkk, 2008).

III.2 Distribusi

Di dalam darah obat doksisiklin 90% berikatan dengan protein plasma (Indijah &
Fajri, 2016). Kurang banyak data penelitian yang menunjang distribusi dosisiklin
pada jaringan tubuh manusia.
III.3 Metabolisme

Metabolisme doksisiklin terjadi di hati sehingga aman diberikan pada pasien


gagal ginjal (Gunawan, 2012).

III.4 Ekskresi

Doxycycline dieliminasi tanpa diubah melalui rute renal dan bilier. Doksisiklin
dapat diekskresikan secara utuh melalui empedu dan tinja (Indijah & Fajri, 2016).

IV. PENGGUNAAN KLINIS : DOSIS DAN ATURAN PAKAI

Penggunaan klinis dari obat doksisiklin ini yaitu banyak digunakan untuk
mengobati pasien dengan infeksi saluran napas, termasuk pneumonia dan
bronchitis kronik, infeksi saluran urin, sifilis, klamidia, mikoplasma dan riketsia,
prostatitis, limfogranuloma venereum, penyakit radang pelvik dengan
metronidazol, penyakit Lyme, brucellosis dengan rifampisin, leptospirosis,
kolera, melioidosis, pes, dan antraks (IDAI, 2012). Doksisiklin juga digunakan
untuk mengobati malaria falsiparum bersama dengan kuinin sehingga pemberian
obat ini dapat lebih singkat dan lebih ditoleransi (Katzung, dkk, 2012).
Sediaan obat doksisiklin yang banyak beredar dipasaran yaitu sediaan
kapsul (sebagai HCl) 50 mg dan 100 mg, serta sediaan tablet 100 mg (IDAI,
2012). Dari sediaan yang digunakan oleh masyarakat terdapat bermacam dosis
dan aturan pakai dalam penggunaan obat doksisiklin sesuai dengan sediaan
ataupun penyakitnya sebagai berikut :
1. Infeksi yang disebabkan oleh organisme yang sensitive

Oral untuk anak > 12 tahun : 200 mg pada hari pertama selanjutnya 100
mg/hari, pada infeksi berat 200 mg/hari.
2. Sifilis

Oral: 200-300 mg/hari dalam 1-2 dosis terbagi

3. Klamidia, uretritis non-gonokokal

Dewasa pemakaian Oral : 2 kali 100 mg sehari

4. Kolera

Oral untuk anak > 12 tahun : 100 mg dosis tunggal.

Aturan Tambahan : telan kapsul atau tablet dengan air yang banyak. Hindari
pemberian antasida, susu, dan zat besi 1 jam sebelum atau 2 jam sesudah
pemberian doksisiklin. Dapat diberikan bersama makanan untuk mengurangi
gangguan pada saluran cerna.
(IDAI, 2012)

5. Malaria falciparum tanpa komplikasi

Dewasa pemakaian Oral : 2 x 100 mg garam perhari dengan kina 3 x 10


mggaram/kgBB perhari digunakan selama 7 hari (Menkes RI, 2007)
6. Profilaksi
Dewasa pemakian Oral : 2 mg/kgBB/ hari setiap hari maksimal selama
4-6minggu (Menkes RI, 2007)
Penggunaan doksisiklin lebih menguntungkan dari tetrasiklin karena
pemberiannya hanya 1x sehari sedangkan tetrasiklin 4x sehari (Menkes RI,
2007).

V. EFEK SAMPING

Penggunaan obat doksisilin dapat memberikan efek samping. Efek


samping dari obat doksisiklin adalah Gangguan gastrointestinal, eritema
(hentikan pengobatan), fotosensitivitas, sakit kepala dan gangguan penglihatan,
hepatotoksisitas, pankreatitis, dan kolitis, pewarnaan gigi dan kadang-kadang
hipoplasia gigi (IDAI, 2012)
VI. INTERAKSI OBAT

Obat doksisiklin akan memberikan afinitas lebih rendah bila berikatan


dengan Ca dibanding tetrasiklin sehingga obat doksisiklin dapat diberi bersama
makanan atau minuman yang mengandung susu. Pemberian obat doksisiklin
dengan antasida akan menurunkan absorbsi. Metabolisme obat doksisiklin dapat
dipercepat bila diberi bersama obat yang merangsang enzim hepatik seperti
karbamazepin, fenitoin, fenobarbital, dan rifampisin (Menkes RI, 2007).
VII. TOKSISITAS DAN PENANGANAN

Toksisitas pada obat doksisiklin yaitu reaksi toksik dapat berupa diare
yang sering kali timbul akibat iritasi pada lambung besar dosis yang diberikan
semakin sering reaksi ini akan terjadi (Gunawan, 2012), terapi dalam waktu lama
dapat menimbulkan kelainan darah tepi seperti leukositosis, limfosit atipik,
granulasi toksik pada granulosit dan trombositopenia. Reaksi fototoksik paling
jarang timbul dengan manifestasi berupa fotosensitifitas, kadang – kadang
disertai demam dan eosinofilia, pigmentasi kuku dan onikolisis yaitu lepas kuku
dari dasarnya. Hepatotoksisitas dapat terjadi pada pemberian doksisiklin dosis
tinggi (Menkes RI, 2007). Cara yang mungkin dapat dilakukan untuk
meningkatkan keamanan dalam penggunaan obat ini adalah dengan mengurangi
dosis untuk sementara waktu atau memberikan golongan doksisiklin bersama
dengan makanan. Tidak hanya itu, penanganan lainnya dengan membuat obat
kombinasi yang berisi antibiotik golongan doksisiklin dan zat aktif biologi yang
dapat memodifikasi difat toksik dari antibiotik golongan doksisilin (Gunawan,
2012).

VIII. DAFTAR PUSTAKA


Depkes RI. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. 352.
Gunawan, G. S, dkk. 2012. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI. 694 – 696.
IDAI. 2012. Formularium Spesialistik Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Ikatan
DokterAnak Indonesia. 62 – 64.

Indijah, S. W & Fajri, P. 2016. Farmakologi. Jakarta: Kementerian Kesehatan


Republik Indonesia. 48.

Katzung, B.G., Masters, S.B., Trevor, A.J. (2012): Farmakologi Dasar & Klinik.
Edisi 12. Amerika Serikat: The McGraw-Hill Companies. 926.

Lubis, F. A., Pasaribu, S., dan Lubis, C. P. 2008. Efikasi Kinin–Doksisiklin pada
Pengobatan Malaria Falsiparum Tanpa Komplikasi. Sari Pediatri.
10(4): 246 –249.

Menkes RI. 2007. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang


Pedoman Pengobatan Malaria. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik
Indonesia. 18 – 19.

Anda mungkin juga menyukai