DOKSISIKLIN
Oleh :
I KADEK ADI PUTRA SUANDANA
2008551005
Dosen Pengampu :
Ketut Widyani Astuti, S.Si., M.Biomed., Apt.
Rumus : C₂₂H₂₄N₂O₈H₂O
Nama IUPAC :4-(Dimetilamino)-1,4,4a,5,5a.6,11,12a-oktahidro-
3,5,10,12,12-pentahidroksi-6-metil-1,11-diokso-2
naftasenakarboksamida monohidrat [17086-28-1]
Bobot Molekul : 444,44 (anhidrat)
рH : Antara 5.0 dan 6,5
Pemerian : Serbuk hablur, kuning
Kelarutan : Mudah larut dalam asam encer dan dalam larutar
alkali hidroksida: agak sukar larut dalam etanol: sangat
sukar larut dalam air: praktis tidak larut dalam
kloroform dan dalam eter ( Farmakope Indonesia V,
352).
II. MEKANISME KERJA
III. FARMAKOKINETIKA
III.1 Absorbsi
Penyerapan doksisilin lebih dari 90%. Kompleks ion pada dosisiklin menjadi
tidak stabil pada pH asam, sehingga absorpsi paling banyak terjadi di duodenum.
Faktor yang dapat mempercepat penyerapan doksisilin seperti adanya makanan
dalam lambung (Gunawan, 2012). Doksisiklin mempunyai waktu paruh yang
panjang yaitu antara 16 -18 jam, dengan konsentrasi serum puncak antara 3-4
mcg/ ml selama 2 jamdengan 200 mg dosis oral (Lubis, dkk, 2008).
III.2 Distribusi
Di dalam darah obat doksisiklin 90% berikatan dengan protein plasma (Indijah &
Fajri, 2016). Kurang banyak data penelitian yang menunjang distribusi dosisiklin
pada jaringan tubuh manusia.
III.3 Metabolisme
III.4 Ekskresi
Doxycycline dieliminasi tanpa diubah melalui rute renal dan bilier. Doksisiklin
dapat diekskresikan secara utuh melalui empedu dan tinja (Indijah & Fajri, 2016).
Penggunaan klinis dari obat doksisiklin ini yaitu banyak digunakan untuk
mengobati pasien dengan infeksi saluran napas, termasuk pneumonia dan
bronchitis kronik, infeksi saluran urin, sifilis, klamidia, mikoplasma dan riketsia,
prostatitis, limfogranuloma venereum, penyakit radang pelvik dengan
metronidazol, penyakit Lyme, brucellosis dengan rifampisin, leptospirosis,
kolera, melioidosis, pes, dan antraks (IDAI, 2012). Doksisiklin juga digunakan
untuk mengobati malaria falsiparum bersama dengan kuinin sehingga pemberian
obat ini dapat lebih singkat dan lebih ditoleransi (Katzung, dkk, 2012).
Sediaan obat doksisiklin yang banyak beredar dipasaran yaitu sediaan
kapsul (sebagai HCl) 50 mg dan 100 mg, serta sediaan tablet 100 mg (IDAI,
2012). Dari sediaan yang digunakan oleh masyarakat terdapat bermacam dosis
dan aturan pakai dalam penggunaan obat doksisiklin sesuai dengan sediaan
ataupun penyakitnya sebagai berikut :
1. Infeksi yang disebabkan oleh organisme yang sensitive
Oral untuk anak > 12 tahun : 200 mg pada hari pertama selanjutnya 100
mg/hari, pada infeksi berat 200 mg/hari.
2. Sifilis
4. Kolera
Aturan Tambahan : telan kapsul atau tablet dengan air yang banyak. Hindari
pemberian antasida, susu, dan zat besi 1 jam sebelum atau 2 jam sesudah
pemberian doksisiklin. Dapat diberikan bersama makanan untuk mengurangi
gangguan pada saluran cerna.
(IDAI, 2012)
V. EFEK SAMPING
Toksisitas pada obat doksisiklin yaitu reaksi toksik dapat berupa diare
yang sering kali timbul akibat iritasi pada lambung besar dosis yang diberikan
semakin sering reaksi ini akan terjadi (Gunawan, 2012), terapi dalam waktu lama
dapat menimbulkan kelainan darah tepi seperti leukositosis, limfosit atipik,
granulasi toksik pada granulosit dan trombositopenia. Reaksi fototoksik paling
jarang timbul dengan manifestasi berupa fotosensitifitas, kadang – kadang
disertai demam dan eosinofilia, pigmentasi kuku dan onikolisis yaitu lepas kuku
dari dasarnya. Hepatotoksisitas dapat terjadi pada pemberian doksisiklin dosis
tinggi (Menkes RI, 2007). Cara yang mungkin dapat dilakukan untuk
meningkatkan keamanan dalam penggunaan obat ini adalah dengan mengurangi
dosis untuk sementara waktu atau memberikan golongan doksisiklin bersama
dengan makanan. Tidak hanya itu, penanganan lainnya dengan membuat obat
kombinasi yang berisi antibiotik golongan doksisiklin dan zat aktif biologi yang
dapat memodifikasi difat toksik dari antibiotik golongan doksisilin (Gunawan,
2012).
Katzung, B.G., Masters, S.B., Trevor, A.J. (2012): Farmakologi Dasar & Klinik.
Edisi 12. Amerika Serikat: The McGraw-Hill Companies. 926.
Lubis, F. A., Pasaribu, S., dan Lubis, C. P. 2008. Efikasi Kinin–Doksisiklin pada
Pengobatan Malaria Falsiparum Tanpa Komplikasi. Sari Pediatri.
10(4): 246 –249.