Anda di halaman 1dari 131

KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilis L.

)
ASAL BUTON DAN APLIKASI TERHADAP CAKE

HASIL PENELITIAN

Oleh

Wa Rasyita
Nim : Q1A1 15 209

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2020
HASIL PENELITIAN

KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilis L.)


ASAL BUTON DAN APLIKASI TERHADAP CAKE

Hasil Penelitian

Diajukan kepada Fakultas Peranian


Untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan Studi
pada Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan

Oleh :

Wa Rasyita
Nim : Q1A1 15 209

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2020
PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-

BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN

SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI

ATAU LEMBAGA MANAPUN. APABILA DI KEMUDIAN HARI TERBUKTI

BAHWA SKRIPSI INI HASIL JIPLAKAN, MAKA SAYA BERSEDIA

MENERIMA SANKSI SESUAI PERATURAN BERLAKU.

Kendari, Juli 2020

WA RASYITA
NIM. Q1A1 15 209

iii
HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Karakteristik Fisikokimia Tepung Sukun (Artocarpus


altilis L.) Asal Buton dan Aplikasi Terhadap Cake

Nama Mahasiswa : Wa Rasyita

NIM : Q1A1 15 209

Jurusan : Ilmu dan Teknologi Pangan

Program Studi : Teknologi Pangan

Menyetujui :

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Ir. H. La Karimuna, M.Sc.Agr RH. Fitri Faradilla, S.TP., M.Sc., Ph.D
NIP. 19631231 198703 1 020 NIP. 19880610 201504 2 003

Mengetahui,

Ketua Jurusan Ilmu danTeknologi Pangan

Nur Asyik, SP. M.Si


NIP. 19731115 200812 1 002

Tanggal Disetujui :

iv
UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillah, Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah subhana wata’ala,

atas rahmat, ridho dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penyusunan hasil ini. Sholawat serta salam semoga tetap dilimpahkan kepada

junjungan kita Nabi besar Muhammad salallahu alaihi wasallam, kepada keluarga

dan para sahabat-Nya yang telah membawa kita pada kedamaian dan rahmat bagi

semesta alam. Penelitian ini berjudul “Karakteristik Fisikokimia Tepung

Sukun (Artocarpus altilis L.) Asal Buton dan Aplikasi Terhadap Cake’’ yang

disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan studi pada

jurusan Ilmu dan Teknologi pangan.

Terwujud hasil ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah

mendorong dan membimbing penulis, baik dari segi moral maupun materi hingga

terselesaikanya skripsi ini. Sehingga dari pada itu, pada kesempatan ini

penulis mengucapkan terimakasih kepada orang tua saya, kepada Ayahanda

tercinta La Djunaha dan Ibunda Wa Djawaria atas perhatian, do’a, dukungan

moril dan materil yang diberikan selama ini.

Kepada Bapak Prof. Dr. Ir. H. La Karimuna, M.Sc.Agr selaku Dosen

Pembibing 1 dan Ibu RH. Fitri Faradilla S.TP., M.Sc., Ph.D selaku Pembibing

II, penulis mengucapkan terima kasih dengan tulus telah memberikan nasehat dan

memberi pengarahan bagi penulis.

ucapan terima kasih juga penulis haturkan kepada :

v
1. Bapak Prof. Dr. Muhammad Zamrun F., S.Si., M,Si., M.Sc., Rektor

Universitas Halu Oleo Kendari, Sulawesi Tenggara yang telah menerima

penulis melanjutkan kuliah di Universitas Halu Oleo.

2. Dekan dan para Pembantu Dekan Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo

Kendari, Sulawesi Tenggara yang telah melayani kegiatan mahasiswa dan

kemahasiswaan sehingga iklim kondusif akademik tetap terjaga dengan baik.

3. Ketua dan Sekretaris Jurusan Teknologi Pangan yang sabar dalam melayani

segalahal yang berhubungan dengan pelayanan bagi mahasiswa.

4. Ketua dan Sekretaris Laboratorium Teknologi Pangan yang telah membantu

dan mengarahkan penulis selama melakukan penulisan proposal penelitian ini.

5. Dosen di lingkungan Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan khususnya dan

Fakultas Pertanian umumnya yang telah membimbing penulis selama

menyelesaikan penyusunan hasil penelitian ini.

6. Pegawai administrasi Jurusan Ilmu dan Teknologi Fakultas Pertanian atas

urusan administrasi yang mendukung penulis dalam menyelesaikan

penyusunan hasil Penelitian ini.

7. Saudara penulis (La Hamidun, Wa Amelia, Wa Alimuna dan La Chidir) yang

telah memberikan dukungan selama menyelesaikan penyusunan hasil

Penelitian ini.

8. Rekan-rekan Mahasiswa Teknologi Pangan khususnya angkatan 2015 yang

telah banyak membantu selama penyusunan hasil Penelitian ini.

vi
9. Serta pihak-pihak lain yang bersangkutan dan member informasi dalam

penulisan hasil Penelitian ini, sehingga Proposal Penelitian ini dapat

terselesaikan dengan baik.

Penulis sangat berharap Hasil Penelitian ini dapat bermanfaat dalam

pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) terutama dalam

perkembangan Teknologi Pangan di masa yang akan datang.

Berdasarkan kata pepatah “tak ada gading yang tak retak”, maka penulis

menyadari sepenuhnya bahwa dalam hasil penelitian ini tidak lepas dari segala

kekurangan. Karena masih terbatasnya pengetahuan dan kemampuan penulis.

Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan keritik yang sifatnya

membangun dari pembaca sekalia nuntuk perbaikan penulisan selanjutnya. Sekian

yang dapat penulis katakan, terima kasih kepada seluruh pembaca.

Kendari, Juli 2020

Penulis

vii
ABSTRAK

Wa Rasyita (Q1A1 15 209) Karakteristrik fisikokimia tepung sukun (Artocarpus


altilis L.) asal Buton dan aplikasi terhadap cake. (Dibimbing oleh La Karimuna
sebagai Pembimbing I dan Fitri Faradilla sebagai Pembimbing II).

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik fisiko kimia


tepung sukun asal Buton dibandingkan dengan tepung terigu dan untuk
mempelajari pengaruh substitusi tepung sukun terhadap kualitas organoleptik dan
daya kembang cake. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) satu faktor dengan penambahan tepung sukun dan tepung terigu yaitu
100% tepung sukun : 0% tepung terigu (kontrol I : F0), 75% tepung sukun : 25%
tepung terigu (F1), 50% tepung sukun : 50% tepung terigu (F2), 25% tepung
sukun : 75% tepung terigu (F3) dan 0% tepung sukun : 100% tepung terigu
(Kontrol II : F4) dengan 3 kali ulangan sehingga diperoleh 15 satuan unit
percobaan. Variabel pengamatan pada penilitan ini adalah uji fisik pada tepung
sukun meliputi swelling power, viskositas, indeks kelarutan dalam air dan densitas
kamba sedangkan untuk uji proksimat pada tepung meliputi kadar air, kadar abu,
kadar protein kadar lemak dan kadar karbohidrat. Parameter penilaian cake
menggunakan uji organoleptik hedonik dan deskriptif dan uji daya kembang cake.
Analisis data pada penelitian ini menggunakan sidik ragam (ANOVA). Apabila
dari hasil analisis tersebut terdapat pengaruh nyata, dilanjutkan dengan Uji
Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) dengan taraf kepercayaaan 95%. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa perlakuan organoleptik hedonik yang paling
banyak disukai panelis diperoleh pada perlakuan F3 (tepung sukun 25% : tepung
terigu 75%) dengan skor penilaian kesukaan terhadap warna, aroma, tekstur, rasa
dan keseluruhan berturut-turut sebesar 4,10 (suka), 3,93 (suka), 3,76 (suka), 3,99
(suka), dan 3,90 (suka), analisis nilai gizi meliputi kadar air, abu, lemak, protein
dan karbohidrat berturut-turut sebesar 12,36%, 0,76%, 1,77%, 0,34% dan 84,79%.

Kata kunci: tepung sukun, tepung terigu segitiga biru, cake.

viii
ABSTRACT

Wa Rasyita (Q1A1 15 209) Physicochemical characteristics of breadfruit flour


(Artocarpus altilis L.) from Buton and its application to cake. (Supervised by La
Karimuna as Supervisor I and Fitri Faradilla as Supervisor II).

This study aims to study the physicochemical characteristics of


breadfruit flour from Buton compared to wheat flour and to study the effect of
breadfruit flour substitution on organoleptic quality and cake development
capacity. This research uses a completely randomized design (CRD) one factor
with the addition of breadfruit flour and wheat flour that is 100% breadfruit flour:
0% wheat flour (control I: F0), 75% breadfruit flour: 25% wheat flour (F1), 50%
breadfruit flour: 50% wheat flour (F2), 25% breadfruit flour: 75% wheat flour
(F3) and 0% breadfruit flour: 100% wheat flour (Control II: F4) with 3
replications so that 15 units of the experiment are obtained. The observation
variables in this research are physical tests on breadfruit flour including swelling
power, viscosity, water solubility index and kamba density while for proximate
tests on flour include water content, ash content, protein content of fat content and
carbohydrate content. The parameters of cake evaluation are using hedonic and
descriptive organoleptic tests and cake flower test. Data analysis in this study uses
variance (ANOVA). If the results of the analysis have a significant effect,
followed by the Duncan's Multiple Range Test (DMRT) with a 95% confidence
level. The results showed that the most preferred organoleptic hedonic panelist
treatment was obtained in the F3 treatment (breadfruit flour 25%: wheat flour
75%) with a preference rating score of color, aroma, texture, taste and overall of
4.10 (likes ), 3.93 (likes), 3.76 (likes), 3.99 (likes), and 3.90 (likes), nutritional
value analysis includes water, ash, fat, protein and carbohydrate content
respectively 12 , 36%, 0.76%, 1.77%, 0.34% and 84.79%.

Key words: breadfruit flour, blue triangle flour, cake.

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ................................................................................. i


HALAMAN JUDUL .................................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ..................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iv
UCAPAN TERIMA KASIH ....................................................................... v
ABSTRAK .................................................................................................... viii
ABSTRACT .................................................................................................. ix
DAFTAR ISI ................................................................................................. x
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xv

I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ........................................................................ 3
1.3. Tujuan dan Manfaat ..................................................................... 3

II. TUNJUAN PUSTAKA


2.1. Deskripsi Teori ............................................................................ 5
2.1.1. Tanaman Sukun .................................................................. 5
2.1.2. Sifat Fisik Buah Sukun ....................................................... 7
2.1.3. Komposisi Kimia Buah Sukun ........................................... 11
2.1.4. Proses Pengeringan Sukun .................................................. 14
2.1.5. Cake .................................................................................... 15
2.1.6. Bahan Pembuatan Cake ...................................................... 16
2.1.7. SNI Tepung Terigu ............................................................. 18
2.1.8. SNI Cake ............................................................................. 19
2.1.9. Karakteristik Fisikokimia dan Uji Organoleptik ................ 20
2.2. Kerangka Pikir ............................................................................. 26
2.3. Hipotesis ...................................................................................... 29

III. METODE PENELITIAN


3.1. Tempat dan Waktu ....................................................................... 30
3.2. Alat dan Bahan Penelitian ........................................................... 30
3.3. Rancangan Penelitian ................................................................... 30
3.4. Prosedur Penelitian ...................................................................... 31
3.4.1. Pembuatan Tepung Sukun .................................................. 31
3.4.2. Pembuatan Cake ................................................................. 31
3.5. Penilaian Organoleptik pada Produk Cake .................................. 32
3.6. Variabel Pengamatan ................................................................... 33
3.7. Analisis Data ................................................................................ 33

x
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian ............................................................................ 34
4.2. Pembahasan ................................................................................. 47

V. KESIMPULAN DAN SARAN


5.1. Kesimpulan .................................................................................. 62
5.2. Saran ............................................................................................ 63

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 64


LAMPIRAN ..................................................................................... 69

xi
DAFTAR TABEL

Halama
Nomor
n
1. Kandungan mineral, vitamin, lemak dan asam amino suah sukun
per 100 g
bahan ........................................................................................ 12
2. Komposisi kimia sukun, singkong, talas, ubi merah, terigu, beras
giling, jagung
kuning .......................................................................... 12
3. Komposisi zat gizi buah sukun muda dan sukun
tua .......................... 13
4. Standarisasi tepung terigu dalam bahan
pangan ................................. 19
5. Syarat mutu
cake ................................................................................. 20
6. Skor penilaian dan kriterian uji
deskriptif .......................................... 32
7. Karakteristik fisik tepung sukun asal Buton dengan perbandingan
tepung terigu Segitiga Biru ............................................................... 34
8. Karakteristik kimia tepung sukun asal buton dibandingkan degan
tepung terigu Segitiga Biru ............................................................... 35
9. Rekapitulasi analisis ragam pengaruh presentasi penambahan
tepung sukun asal Buton dan tepung terigu Segitiga Biru terhadap
karakteristik sensorik cake ................................................................ 36
10. Pengaruh presentasi penambahan tepung sukun asal Buton dan
tepung terigu Segitiga Biru terhadap penilaian sensorik warna cake 37
11. Pengaruh presentasi penambahan tepung sukun asal Buton dan
tepung terigu Segitiga Biru terhadap penilaian sensorik aroma
cake 38
12. Pengaruh presentasi penambahan tepung sukun asal Buton dan
tepung terigu Segitiga Biru terhadap penilaian sensorik tekstur
cake 39
13. Pengaruh presentasi penambahan tepung sukun asal Buton dan
tepung terigu Segitiga Biru terhadap penilaian sensorik rasa
cake .... 40
14. Pengaruh presentasi penambahan tepung sukun asal Buton dan
tepung terigu Segitiga Biru terhadap penilaian sensorik
keseluruhan
cake ...........................................................................................
.. 41
15. Rekapitulasi analisis ragam pengaruh presentasi penambahan
tepung sukun asal Buton dan tepung terigu Segitiga Biru terhadap
karakteristik sensorik 42
cake .................................................................
16. Pengaruh presentasi penambahan tepung sukun asal Buton dan
tepung terigu Segitiga Biru terhadap penilaian sensorik warna cake
. 43
17. Pengaruh presentasi penambahan tepung sukun asal Buton dan
tepung terigu Segitiga Biru terhadap penilaian sensorik aroma
cake . 44
18. Pengaruh presentasi penambahan tepung sukun asal Buton dan
tepung terigu Segitiga Biru terhadap penilaian sensorik tekstur
cake 45
19. Pengaruh presentasi penambahan tepung sukun asal Buton dan
tepung terigu Segitiga Biru terhadap penilaian sensorik rasa
cake .... 46
20. Pengaruh presentasi penambahan tepung sukun dan tepung terigu
terhadap penilaian daya kembang xii cake .. 47
DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman
1. Buah Sukun....................................................…….……. 5
2. Kerangka pikir penelitian …………………………….… 28
DAFTAR LAMPIRAN

xiv
Nomor   Halaman
1. Denah penelitian .............................................................................. 69
2. Prosedur kerja pembuatan tepung sukun ......................................... 70
3. Prosedur kerja pembuatan adonan cake ........................................... 71
4. Diagram alir penelitian .................................................................... 72
5. Analisis uji densitas kamba (Singh et al., 2005) ............................. 73
6. Analisis viskositas metode Oswald (Suitiah et al., 2008) ............... 74
7. Analisis swelling power dan indeks kelarutan dalam air
(Senanayake et al., 2013) ................................................................ 75
8. Analisis uji daya kembang (Sulistianing, 1995) .............................. 76
9. Analisis kadar air (AOAC, 2005) .................................................... 77
10. Analisis kadar abu (Association of Official Analytical Chemists
(AOAC, 2000) ................................................................................. 78
11. Analisis kadar protein (metode biuret, AOAC, 1999) ..................... 79
12. Analisis kadar lemak (AOAC, 1999) .............................................. 81
13. Analisis kadar karbohidrat by difference (Winarno, 2008) ............. 82
14. Data hasil uji T nilai karakteristik fisik tepung sukun ..................... 83
15. Hasil sensorik hedonik warna cake ................................................ 84
16. Hasil sensorik hedonik aroma cake ................................................. 85
17. Hasil sensorik hedonik tekstur cake ................................................ 86
18. Hasil sensorik hedonik rasa cake ..................................................... 87
19. Hasil sensorik hedonik keseluruhan cake ........................................ 88
20. Hasil sensorik deskriptif warna cake ............................................... 89
21. Hasil sensorik deskriptif aroma cake ............................................... 99
22. Hasil sensorik deskriptif tekstur cake ............................................. 91
23. Hasil sensorik deskriptif rasa cake .................................................. 92
24. Analisis daya kembang cake ............................................................ 93
25. Analisis swelling power tepung sukun asal Buton dan tepung 94
terigu segitiga biru ...........................................................................
26. Analisis viskositas tepung sukun asal Buton dan tepung terigu
segitiga biru ..................................................................................... 95
27. Analisis indeks kelarutan dalam air tepung sukun asal Buton dan
tepung terigu segitiga biru ............................................................... 97
28. Analisis densitas kamba tepung sukun asal Buton dan tepung
terigu segitiga biru ........................................................................... 98
29. Analisis kadar air tepung sukun asal Buton ..................................... 99
30. Analisis kadar abu tepung sukun asal Buton ................................... 100
31. Analisis kadar lemak tepung sukun asal Buton dan tepung terigu
segitiga biru ..................................................................................... 101
Analisis kadar protein tepung sukun asal Buton .............................
32. 102
xv
33. Analisis kadar karbohidrat tepung sukun asal Buton dan tepung
terigu segitiga biru ........................................................................... 104
I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang xvi

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia dan juga menjadi hak asasi

bagi setiap manusia, sehingga pemenuhan kebutuhan pangan harus dilakukan

secara adil dan merata bagi seluruh penduduk Indonesia. Sektor pertanian dalam

hal ini memiliki peran untuk menghasilkan bahan pangan bagi seluruh penduduk

Indonesia.

Kabupaten Buton adalah salah satu Daerah Tingkat II di Provinsi Sulawesi

Tenggara, Indonesia. Kabupaten Buton terletak di Pulau Buton yang merupakan

pulau terbesar di luar pulau induk Kepulauan Sulawesi, yang menjadikannya

pulau ke-130 terbesar di dunia. Ibu kota kabupaten Buton terletak di Pasar Wajo

dan memiliki tujuh kecamatan salah satunya Kecamatan Wabula yang merupakan

salah satu sentra produksi buah sukun sebanyak 595 kwintal pertahunnya (BPS,

2018).

Selama ini sukun belum dimanfaatkan secara baik, hanya sebatas

dimanfaatkan secara tradisional yaitu dengan direbus, digoreng, maupun dibuat

kripik. Salah satu upaya peningkatan nilai tambah buah sukun adalah pembuatan

tepung. Pengolahan produk setengah jadi merupakan salah satu cara pengawetan
hasil panen, terutama untuk komoditas yang berkadar air tinggi, seperti umbi-

umbian dan buah-buahan. Keuntungan lain dari pengolahan produk setengah jadi

ini yaitu, sebagai bahan baku yang fleksibel untuk industri pengolahan lanjutan,

aman dalam distribusi, serta menghemat ruangan dan biaya penyimpanan. Tepung

sukun dibuat pada saat harga buah sukun segarnya murah dan hasil panen

melimpah (Nurcahyo et al., 2014).

Penyimpanan buah sukun dalam waktu yang lama (lebih dari tujuh hari)

akan menyebabkan buah sukun menjadi matang dan mempunyai tekstur lembek

(Suprapti, 2002). Buah sukun menjadi komoditas yang cukup penting karena

produktivitasnya yang tinggi (Omobuwajo et al. 2003). Meskipun begitu,

pemanfaatan buah sukun masih terbatas karena masalah penyimpanan yang sulit

dalam bentuk buah segar. Oleh karena itu, salah satu upaya yang dilakukan adalah

mengolahnya dalam bentuk tepung. Buah sukun yang ditepungkan memiliki nilai

zat gizi yang relatif tetap dan pemanfaaatannya tidak terkendala oleh waktu

(Adebayo & Ogunsola 2005).

Buah sukun biasanya dimanfaatkan hanya sebagai makanan camilan saja.

Kandungan gizi buah sukun antara lain mengandung pati (68,38 - 69,20%), serat

kasar (2,11 - 2,90%), protein (4,31 - 4,85%), lemak (2,11 - 2,90%), dan mineral

(2,56 - 2,90%), sehingga buah sukun berpotensi sebagai bahan pangan sumber

karbohidrat (Oladunjoye et al., 2010).

Sumber karbohidrat dari buah-buahan masih relatif tertinggal

pemanfaatannya dibandingkan dengan bahan pangan sumber karbohidrat asal

serealia dan ubi-ubian. Dua jenis buah-buahan yang potensial dikembangkan


sebagai sumber karbohidrat adalah pisang dan sukun. Sumber pangan pisang dan

sukun berpotensi dikembangkan petani terutama di lahan-lahan kering sebagai

alternatif lain ketika ancaman kekeringan karena kemarau panjang terjadi petani

tidak bisa menanam padi (Hendri et al., 2010).

Cake adalah kue yang terbuat dari adonan liquid dengan pencampuran

empat bahan dasar yaitu tepung, gula, telur dan lemak, kemudian dicetak dalam

loyang dan dipanggang dalam oven hingga matang. Selain itu cake dapat dibuat

dengan menggunakan bahan tambahan lainnya seperti, shortening, bahan

pengembang, susu, bahan penambah aroma, dan garam. Bahan–bahan ini

bertujuan untuk menghasilkan remah cake yang halus, tekstur yang empuk, warna

yang menarik dan aroma yang baik (Rahayu dan Farida, 2010).

Mengingat pentingnya buah sukun sebagai bahan pangan sumber

karbohidrat yang dapat diolah menjadi tepung agar daya simpannya menjadi tahan

lama dan dapat diolah menjadi berbagai macam olahan produk salah satunya

pembuatan cake, maka perlu untuk dilakukan penelitian mengenai karakteristik

fisiko kimia tepung sukun (Artocaropus altilis) asal Buton dan aplikasi dalam

Cake.

I.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana karakteristik fisiko kimia tepung sukun asal Buton

dibandingkan dengan tepung terigu?

2. Bagaimana pengaruh substitusi tepung sukun terhadap kualitas

organoleptik dan daya kembang cake?


I.3. Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari penelitian ini yaitu:

1. Untuk mempelajari karakteristik fisiko kimia tepung sukun asal Buton

dibandingkan dengan tepung terigu.

2. Untuk mempelajari pengaruh substitusi tepung sukun terhadap kualitas

organoleptik dan daya kembang cake.

Manfaat dari penelitian ini yaitu:

1. Sebagai informasi bagi masyarakat untuk memanfaatkan buah sukun

yang dapat di olah menjadi tepung.

2. Sebagai informasi untuk mengurangi impor tepung terigu dengan

pemanfaatan tepung buah sukun.

3. Sebagai penambah informasi adanya diversifikasi pangan pada buah

sukun.

4. Sebagai penambah informasi untuk peneliti selanjutnya.


II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Deskripsi Teori

II.1.1. Tanaman Sukun

Gambar 1. Buah sukun (Amanda, 2018).

Sukun merupakan salah satu jenis pohon yang dipilih dalam kegiatan

Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Tanaman sukun mempunyai arti

penting dalam menopang kebutuhan sumber pangan karena sumber kalorinya dan

kandungan gizi yang tinggi. Selain memiliki akar yang kuat dan tajuk yang lebar

yang dapat mengurangi laju erosi, sukun juga merupakan salah satu alternatif

tanaman sumber pangan. Dari segi budidaya, sukun tergolong mudah untuk

dibudidayakan baik secara tradisional pada lahan sempit seperti pekarangan,

ladang, atau kebun maupun dibudidayakan secara komersial pada lahan yang

relatif luas. Jarak tanam yang digunakan umumnya lebar karena tajuk tanaman
sukun cukup lebar. Penanaman pada lahan terbuka tidak ternaungi akan

membantu pertumbuhan tanaman sukun lebih baik sehingga lebih cepat berbuah

(Hendalastuti dan Rojidin, 2006).

Adapun taksonomi tumbuhan sukun menurut Widowati (2003)

diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Bangsa : Urticales

Suku : Moraceae

Marga : Artocarpus

Jenis : Artocarpus altilis

Proses penanaman, panen dan pengolahan sukun lebih mudah dibandingkan

dengan padi sehingga tanaman ini sangat sesuai sebagai tanaman alternatif sumber

pangan bagi beberapa wilayah di Indonesia termasuk Maluku utara. Tanaman

sukun juga masuk dalam lampiran International Treaty on Genetic Resource for

Food and Agriculture sehingga penanganan jenis ini akan berkontribusi terhadap

upaya global dalam menjamin ketahanan pangan.

Pohon sukun berbuah dua kali dalam setahun pada saat hujan (Januari-

Maret) dan kemarau (Juli-September) (Sunarto, 1988). Sukun dibudidayakan di

lebih dari 145 negara, yang terbentang mulai dari Kepulauan Pasifik, Australia

bagian Utara, Asia Tenggara, Asia Selatan, Madagaskar, Afrika, Amerika Tengah,
Amerika Selatan dan daerah di sekitar Kepulauan Karibia. Di Indonesia produksi

sukun terbesar ada di Jawa, disusul Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi.

Keunggulan dari tanaman ini adalah penyebarannya yang terdapat di sebagian

besar kepulauan Indonesia serta jarang terserang hama dan penyakit yang

membahayakan.

Tempat tumbuh tanaman sukun tersebar mulai dari dataran rendah sampai

dengan ketinggian 700 m di atas permukaan laut (dpl), namun kadang-kadang

terdapat pada ketinggian 1500 m dpl. Tanaman ini dapat tumbuh baik di daerah

panas sekitar 20-40ºC yang beriklim basah dengan curah hujan 2000-3000

mm/tahun dan kelembaban relatif 70-90% (Rajendran, 1992). Menurut Alrasjid

(1993) dan Pitojo (1992) tanaman sukun menyukai lahan terbuka dan banyak

menerima sinar matahari. Sukun dapat tumbuh pada semua jenis tanah (tanah

podsolik merah kuning, tanah berkapur, tanah berpasir) namun akan lebih baik

apabila ditanam pada tanah alluvial yang gembur, bersolum dalam, banyak

mengandung humus, tersedia air tanah yang dangkal dan memiliki pH tanah

sekitar 5-7.

Tanaman sukun berdaun tunggal yang bentuknya oval lonjong, ukuran

panjang 20-60 cm dan lebar 20-40 cm, dengan tangkai daun 3-7 cm. Berdasarkan

bentuknya dapat dibagi menjadi 3 yaitu berlekuk dangkal/sedikit, berlekuk agak

dalam dan berlekuk dalam. Bunga sukun berumah satu (Monoceous), terletak

pada ketiak daun dengan bunga jantan berkembang terlebih dahulu (Ragone,

1997).

II.1.2. Sifat Fisik Buah Sukun


Sukun merupakan salah satu jenis pohon yang dipilih dalam kegiatan

Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Hendalastuti dan Rojidin, 2006).

Buah sukun berbentuk bulat sampai lonjong dengan ukuran panjang bisa lebih

dari 30 cm, dan lebar 9-20 cm (Ragone, 1997). Berat buah sukun dapat mencapai

4 kg dengan daging buah berwarna putih, putih-kekuningan atau kuning serta

memiliki tangkai buah yang panjangnya berkisar 2,50-12,50 cm tergantung

varietasnya (Widowati, 2003). Musim berbuah tanaman sukun biasanya 2 kali

setahun, yaitu sekitar bulan Januari-Februari dan bulan Juli-September (Alrasjid,

1993).

Buah sukun umumnya dikonsumsi dalam keadaan matang (Fully Mature),

tetapi karena pola respirasinya yang demikian cepat, maka dalam selang beberapa

hari buah sukun akan segera menjadi lunak dan tidak dapat

dimakan (Thompson et al., 1974). Selanjutnya menurut Thompson et al. (1974)

bahwa proses respirasi dan pematangan buah sukun dapat dihambat dengan cara

menyimpannya pada suhu dingin, tetapi proses pematangannya berlangsung tidak

normal. Buah matang yang seharusnya berwarna hijau kekuningan, berubah

menjadi coklat buram. Pada penyimpanan di bawah suhu 120C buah sukun akan

mengalami Chilling Injury.

Menurut Kader (2002) suhu optimum untuk penyimpanan adalah 13±1ºC

(56±20ºF) dengan umur simpan yang potensial selama 2-4 minggu (tergantung

dari umur tanam dan tingkat kematangan) dan RH optimumnya adalah 85-95%.

Pada umumnya buah sukun yang terdapat di Indonesia ada tiga jenis, yaitu

sukun gundul, sukun kecil, dan sukun medium. Ciri-ciri fisik untuk membedakan
ketiga jenis sukun tersebut adalah dari ukuran buah, bentuk daun, dan warna buah.

Sukun gundul memiliki ciri-ciri warna daun hijau cerah, bentuk daunnya

menyirip, tepi daun bercangap dan melekuk ke dalam, serta kedudukan daun

mendatar dengan kecenderungan mengarah ke atas. Sedangkan buahnya memiliki

ciri-ciri permukaannya licin, tidak berduri, berwarna hijau, kandungan air banyak,

daya simpannya 3-4 hari, daging buah kurang kenyal dan gurih apabila

dibandingkan dengan sukun kecil. Berat buah sukun gundul ini berkisar antara

2,50-4,50 kg (Syah dan Nazaruddin, 1994).

Selanjutnya Syah dan Nazaruddin (1994) mengemukakan bahwa sukun

kecil warna daunnya hijau tua dan kusam, permukaan daunnya kasar dan berbulu,

letak daunnya berhadapan, rapat dan menyirip, tepi daunnya bercangap dan

bersirip, posisi daun cenderung menguncup ke atas. Sedangkan buahnya memiliki

ciri-ciri memiliki duri lunak, berwarna hijau dan menguning seiring dengan

tingkat kematangannya, kandungan airnya sedikit, daya simpan 8 hari, daging

buahnya kering dan kenyal. Berat buah sukun kecil ini berkisar antara 1-1,5 kg.

Dan pada sukun medium daunnya memiliki ciri-ciri berwarna hijau cerah, letak

daun saling berhadapan dan cenderung agak menguncup ke atas,dan tepi daun

bercangap dangkal. Sedangkan daun buahnya memiliki ciri-ciri berduri besar,

kandungan air lebih sedikit daripada sukun gundul tetapi lebih banyak daripada

sukun kecil, daging buah kenyal, dan daya simpannya 6 hari. Berat buah sukun

gundul berkisar antara 2-2,5 kg.

Buah sukun terdiri dari tiga bagian, yaitu kulit, hati, gagang, serta daging

(pulp). Proporsi kulit, hati dan daging untuk buah hijau adalah sekitar 22%, 8%,
dan 70% sedangkan untuk buah masak adalah sekitar 12%, 10% dan 78%. Bagian

hati sukun berintikan sel-sel parenkim gabus yang dikelilingi oleh jaringan

pembuluh xilem dan floem. Apabila buah dibelah, jaringan pembuluh ini mudah

berubah warna, karena aktivitas enzim oksidatif, sedangkan perubahan warna

daging buah relative sangat lambat. Cadangan pati buah sukun terdapat dalam sel

parenkim. Ukuran sel ini berkisar antara 30-70 mikron, sedangkan diameter pati

kira-kira 10 mikron (Reeve, 1974).

Menurut Noviarso (2003) warna kulit buah sukun dan keadaan getah dapat

digunakan sebagai tanda kematangan buah sukun. Buah sukun yang masih muda

(2-2,50 bulan) mempunyai kulit yang berwarna hijau dan getah putih belum

keluar dari kulit, sedangkan buah sukun yang agak matang (2,50-3 bulan) kulitnya

berwarna hijau kekuningan dan getah sudah mulai keluar dari kulit berupa noda-

noda putih yang agak mengkilap. Getah putih mengkilap ini diperkirakan

mengandung lemak (lilin). Buah sukun yang matang (3-3,50 bulan) tampak

berwarna hijau kecoklatan dan getah sudah banyak keluar. Buah sukun yang

sudah tua (lebih dari 3,5 bulan) kulitnya berwarna coklat gelap, dan getah berubah

menjadi coklat kehitaman sertatelah berhenti keluar.Buah sukun yang telah tua ini

kulitnya tampak retak-retak dan bagian bawahnya (ujung buah) berwarna hitam.

Buah sukun yang berkualitas baik adalah yang hijau matang, keras, dengan

batang yang tetap utuh, dan bebas dari cacat (pecah, bonyok, dan kerusakan akibat

serangga) dan kebusukan. Keseragaman dari bentuk, ukuran, dan berat juga

penting seperti faktor kualitas. Daging buah sukun (bagian yang dapat dimakan)
berisi 25-30% (basis berat segar) karbohidrat, separuhnya adalah pati (Kader,

2002).

Artocarpus altilis (Park.) Fosberg (sinonim dengan A. Communis J. R. &

G. Forster, A. Incisuc (Thunb.) L. f.) tersebar sangat luas dan menunjukkan

variabilitas yang cukup tinggi. Spesies ini terdiri dari jenis yang berbiji dan tidak

berbiji. Jenis yang berbiji paling banyak terdapat di wilayah barat Pasifik Utara.

Sedangkan jenis yang tidak berbiji banyak terdapat di Mikronesia dan bagian

timur dari kepulauan Polinesia (Ragone, 2001).

II.1.3. Komposisi Kimia Buah Sukun

Tanaman sukun menghasilkan buah yang memiliki kandungan gizi tinggi,

dan potensial dijadikan sebagai bahan makanan pokok alternative pengganti beras.

Buah sukun umumnya dijadikan makanan ringan/tambahan dengan cara dibakar,

rebus, digoreng dan dibuat keripik. Namun dapat pula diolah menjadi gaplek

sukun, tepung sukun dan pati sukun yang selanjutnya dapat diolah menjadi

beraneka ragam masakan. Kandungan gizinya yang tinggi menyebabkan buah

sukun sangat potensial dijadikan sebagai bahan makanan pokok alternatif bagi

masyarakat Indonesia selain beras, mengingat potensi dan sebarannya yang sangat

luas di Indonesia (Widowati, 2003).

Komposisi kimia buah sukun dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa buah sukun memiliki komposisi zat

gizi yang cukup lengkap. Setiap 100 g buah sukun mengandung karbohidrat

27,12 g, kalsium 17 mg, vitamin C 29 mg, kalium 490 mg dan nilai energi 108

kalori (Tabel 2). Dibandingkan dengan beras, buah sukun mengandung mineral
dan vitamin lebih lengkap tetapi nilai kalorinya rendah, sehingga dapat digunakan

untuk makanan diet (Widowati, 2003).

Tabel 1. Kandungan Mineral, Vitamin, Lemak dan Asam Amino Buah Sukun
per 100 g Bahan
Mineral Vitamin Lemak Asam Amino
Kalsium : 17 mg Vitamin C : 29 mg Asam lemak jenuh : Threonine : 0,05 g
0,05 g
Besi : 0.54 mg Thiamin : 0,11 mg Asam lemak tak jenuh Isoleucine : 0,06 g
tunggal : 0,03 g
Magnesium : 25 mg Riboflavin : 0,03 mg Asam lemak tak Lysine : 0,04 g
jenuh jamak : 0,07 g
Potasium : 490 mg Niacin : 0,90 mg   Methionine : 0,01 g
Seng : 0.12 mg As. Pantothenic : 0,46 mg   Cystine : 0,01 g
Tembaga : 0.08 mg Vitamin B6 : 0,10 mg   Phenylalanine : 0,03 g
Mangan : 0.06 mg Folate : 14 mg   Tyrosine : 0,02 g
Selenium : 0.60 mg Vitamin A : 40 IU   Valine : 0,05 g
  Vitamin A RE : 4 mg RE    
  Vitamin E : 1,12 ATE    
Sumber : Widowati, 2003.

Tabel 2. Komposisi Kimia Sukun, Singkong, Talas, Ubi Merah, Terigu, Beras
Giling, Jagung Kuning
Ubi Beras Jagung
Komposisi Sukun Singkong Talas Terigu
merah giling kuning
Energi (kalori) 108,00 109,50 83,30 105,78 365,00 360,00 276,30
Air (g) 70,65 46,88 62,05 58,91 12,00 13,00 21,60
Protein (g) 1,30 0,90 1,62 1,55 8,90 6,80 7,11
Lemak (g) 1,07 0,23 0,17 0,61 1,30 0,70 3,06
Karbohidrat (g) 27,12 26,03 20,15 23,99 77,30 78,90 57,24
Serat (g) 4,90 - - - - - -
Abu (g) 0,90 - - - - - -
Kalsium (mg) 17,00 24,75 23,80 25,80 16,00 6,00 8,10
Fosfor (mg) 0,12 30,00 51,85 42,14 106,00 140,00 133,20
Besi (mg) 0,54 0,53 0,85 0,61 1,20 0,80 1,89
Vitamin B1 (mg) 0,11 0,05 0,11 0,08 0,12 0,12 0,30
Vitamin B2 (mg) 0,03 - - - - - -
Vitamin C (mg) 29,00 22,50 3,40 18,92 0,00 0,00 0,00
Sumber : Widowati, 2003.
Sukun tua dan sukun muda dimanfaatkan dengan cara yang berbeda. Buah

sukun yang sudah tua dan hampir matang lebih banyak digunakan untuk olahan

rebus dan goreng, sedangkan sukun muda banyak digunakan untuk olahan keripik

(Verheij dan Coronel, 1997).

Data mengenai komposisi zat gizi buah sukun muda dan tua dapat dilihat

pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi Zat Gizi Buah Sukun Muda dan Sukun Tua
Unsur-unsur Sukun Muda Sukun Tua
Air 87,10 69,10
Energi (Kal) 46,00 108,00
Protein (g) 2,00 1,40
Lemak (g) 0,70 0,30
Karbohidrat (g) 9,20 28,20
Kalsium (mg) 59,00 21,00
Fosfor (mg) 46,00 59,00
Besi (mg) - 0,40
Vitamin B1 (mg) 0,12 0,12
Vitamin B2 (mg) 0,06 0,06
Vitamin C (mg) 21,00 17,00
Serat (g) 2,20 -
Sumber : Considine et al., 1982.

Selain merupakan sumber karbohidrat yang potensial, buah sukun juga

memiliki oligosakarida dengan ikatan α(1,3 glukosa) yang berpotensi sebagai

prebiotik (Ankaru, 2010). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan

Kusnandar et al. (2007), bahwa buah sukun dapat digunakan sebagai sumber

prebiotik karena pada hasil kromatografi kertas ekstrak gula dari tepung sukun

menunjukkan bahwa daging buah sukun mengandung rafinosa dan oligosakarida

yang belum teridentifikasi. Penelitian yang dilakukan juga membuktikan bahwa

lima jenis bakteri asam laktat dapat tumbuh dengan baik pada media dengan

sumber gula dari ekstrak buah sukun. Selain itu penelitian ini juga menunjukkan
bahwa pada media dengan sumber gula dari ekstrak buah sukun, jumlah bakteri

patogen seperti Salmonella thypimurium, E. Coli, dan B. Cereus berkurang

jumlahnya.

II.1.4. Proses Pengeringan Sukun

Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan tepung sukun

termodifikasi adalah prosedur pengeringan. Tujuan pengeringan adalah

menghilangkan air, mencegah fermentasi atau pertumbuhan jamur dan

memperlambat perubahan kimia pada makanan (Gunasekaran et al., 2012).

Proses pengolahan sukun menjadi tepung sukun dapat dilakukan dengan

metode konvensional dengan penjemuran di bawah sinar matahari dan metode

mekanis dengan alat pengering. Pengeringan dengan metode konvensional tidak

membutuhkan banyak biaya dan lebih praktis namun banyak kendala yang sering

ditemui dalam pengolahan buah sukun. Proses pengeringan ini membutuhkan

waktu yang lama mengingat kandungan air dalam buah sukun yang tinggi dan

ketidakpastian cuaca. Selain itu, sukun yang telah dipotong buahnya akan terjadi

proses enzymatic browning, yaitu perubahan warna pada daging buah menjadi

kecoklatan akibat proses enzimatis. Maka dari itu diperlukan metode baru dalam

pengeringan buah sukun agar kualitas tepung sukun tetap terjaga (Navitri, 2017).

Selanjutnya Navitri (2017) menambahkan bahwa solusi yang dapat

dilakukan untuk mempercepat waktu pengeringan buah sukun yaitu dengan

menggunakan pengering tipe flash dryer. Penggunaan flash dryer masih sangat

jarang ditemui di masyarakat. Jenis pengering ini memanfaatkan aliran udara

panas yang dihembuskan dengan kecepatan tinggi dalam ruang pengering


sehingga mampu mengeringkan bahan dengan lebih cepat dan efisien

dibandingkan metode konvensional. Kelebihan penggunaan mesin flash dryer

adalah hasil pengeringan dengan kualitas warna yang tidak berubah karena waktu

kontak buah sukun dengan udara panas terjadi secara singkat. Lama pengeringan

tergantung pada sifat bahan yang dikeringkan. Bahan dengan tingkat serat yang

tinggi, kadar air tinggi dan protein tinggi membutuhkan waktu yang cukup lama.

Laju aliran bahan dan laju aliran udara pengering menjadi salah satu factor yang

diduga memiliki pengaruh terhadap karakteristik sifat fisik hasil pengeringan.

Besar debit udara panas mampu menonaktifkan enzim yang membuat buah sukun

berubah warna. Laju aliran bahan berpengaruh pada jumlah masukan bahan ke

dalam ruang pengering yang berpengaruh pada energi yang digunakan untuk

mengeringkan bahan. Variasi laju aliran bahan dan laju aliran udara pengering

pada pengeringan sukun sebelumnya belum pernah dilakukan.

II.1.5. Cake

Cake adalah kue yang terbuat dari adonan liquid dengan pencampuran

empat bahan dasar yaitu tepung, gula, telur dan lemak, kemudian dicetak dalam

loyang dan dipanggang dalam oven hingga matang. Selain itu cake dapat dibuat

dengan menggunakan bahan tambahan lainnya seperti shortening, bahan

pengembang, susu, bahan penambah aroma, dan garam. Bahan–bahan ini

bertujuan untuk menghasilkan remah cake yang halus, tekstur yang empuk, warna

yang menarik dan aroma yang baik (Rahayu dan Farida, 2010).
II.1.6. Bahan Pembuatan Cake

Menurut Wheat (1983), bahan dasar untuk pembuatan cake dibagi dalam

dua jenis. Pertama jenis yang membentuk susunan cake: tepung, telur, dan susu.

Kedua adalah jenis yang menjadikan cake empuk: gula, lemak, dan baking

powder.

1. Tepung

Tepung merupakan unsur susunan adonan cake dan juga menahan bahan-

bahan lainnya. Tepung dengan kadar protein 7% sampai 9%, butiran halus, dan

yang telah diputihkan dengan baik cocok sekali untuk tepung cake. Pemutihan

membantu tepung lebih mudah menerima gula, air, dan lemak. Nilai pH tepung

sekitar 5.2.

2. Gula

Gula digunakan sebagai bahan pemanis. Gula yang digunakan untuk

semua jenis cake harus halus butirannya agar susunan cake rata dan empuk. Gula

tersebut mudah larut dan akan menghasilkan susunan yang kasar pula. Bila

mengkremkan gula dan lemak, yang paling baik ialah menggunakan gula

sebanyak dua kali dari lemak. Kelebihan gula dari yang tercantum dalam formula

harusdilarutkan dalam susu atau air. Jumlah gula yang sama dengan jumlah telur

hasil kocokannya akan baik sekali. Gula akan mematangkan dan mengempukkan

susunan sel, dan bila persentase gula terlalu tinggi dalam adonan maka hasil cake

akan kurang baik dan cenderung jatuh di bagian tengahnya. Gula invert, madu,

molase, dan glukose mempunyai sifat-sifat higroskopis. Gula tersebut tidak hanya

menahan cairan tetapi gula akan menimbulkan aroma dan rasa yang khas pada
hasil produksi. Gula akan menurunkan titik penggulalian pada adonan sehingga

memungkinkan kerak pada cake menjadi berwarna pada suhu yang lebih rendah.

3. Lemak (Shortening)

Lemak untuk cake harus mempunyai kemampuan yang baik dalam

pengkreman, rasa, danbau yang netral, harus mengemulsi dengan baik dan

warnanya harus putih, harus bersifat plastis bila digunakan pada suhu antara 70º

dan 75º F. Mentega termasuk lemak yang paling baik untuk pembakaran dilihat

dari sudut rasa. Mutu pengkremannya agak kurang. Volume cake yang

dihasilkannya rendah dan butirannya lebih kasar bila dibandingkan dengan cake

yang memakai lemak yang memiliki daya pengkreman sangat baik. Oleh karena

itu para pengusaha menggunakan sebagian mentega untuk membangkitkan rasa

atau aroma disamping menggunakan sebagian lemak untuk meningkatkan volume

dan butiran yang lebih halus. Lemak juga membantu menahan cairan dalam cake

yang telah jadi.

4. Telur

Telur dan tepung membentuk suatu kerangka yang bertugas sebagai

pembantu susunan bentuk cake. Telur segar memiliki nilai pH 7-7.5. Apabila

menjadi kurang sehat nilai pH akan berubah menjadi asam dan menyebabkan

peragian dari formula menjadi tidak seimbang. Juga telur akan memberi cairan,

aroma (rasa) dan warna pada kue. Sebelum digunakan telur harus dikocok dulu.

Telur harus dikocok sampai kocokannya bagus dan teguh. Letichin dalam kuning

telur mempunyai daya pengemulsi, sedangkan lutein dapat membangkitkan warna

pada hasil produksi.


5. Susu

Bila susu yang digunakan sebagai susu padat kering maka cake akan

mempunyai susunan yang lengkap. Laktosa gula susu menghasilkan warna kerak.

Susu padat membangkitkan rasa aroma dan merupakan bahan penahan cairan

yang baik. Air yang ada dalam susu cair menimbulkan rasa lezat pada kue.

6. Peragian/Pengembangan (Leavening)

Peragian/ pengembangan cake dapat dilakukan dengan tiga cara:

a. Memasukkan udara selama pencampuran.

b. Menggunakan bahan peragi/pengembang kimia.

c. Menggunakan tekanan uap yang dibangkitkan pada oven.

Cara peragian/perkembangannya tergantung pada jenis cake yang akan

dibuat berdasarkan pada banyaknya lemak dalam formula, kepadatan adonan, dan

suhu pembakaran.

II.1.7. SNI Tepung Terigu

Kualitas tepung terigu yang baik memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan

dan disahkan oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan RI melalui Sumber

: SNI 3751 : 2009 dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini.


Tabel 4. Standarisasi Tepung Terigu dalam Bahan Pangan
Jenis Uji Satuan Persyaratan
Keadaan -
a. Bentuk - Serbuk
b. Bau - Normal (bebas dari bau
asing)
c. Warna - Putih khas terigu
Benda asing - Tidak ada
Serangga dalam semua bentuk - Tidak ada
stadia dan potong-potongan
yang tampak
Kehalusan (lolos ayakan 212 μm % Min 95
(mesh no 70) b/b
Kadar air (b/b) % Maks 14,5
Kadar abu (b/b) % Maks 0,70
Kadar protein % Min 70
Keasamaan Mg KOH/100 gr Maks 50
Falling number (atas kadar air detik Min 300
14%)
Besi (Fe) mg/kg Min 50
Seng (Zn) mg/kg Min 30
Vit B1 (Tiamin) mg/kg Min 2,5
Vit B2 (Riboflavin) mg/kg Min 4
Asam Folat mg/kg Min 2
Cemaran logam
a. Timbal (Pb) mg/kg Maks 1,0
b. Raksa (Hg) mg/kg Maks 0,05
c. Kadmium (Cd) mg/kg Maks 0,1
Cemaran arsen mg/kg Maks 0,50
Cemaran mikroba
a. Angka lempeng total Koloni/g Maks 1x102
b. E. Coli APM/g Maks 10
c. Kapang Koloni/g Maks 1x104
d. Bacillus cereus Koloni/g Maks 1x104
Sumber : SNI 3751 : 2009

II.1.8. SNI Cake

Kualitas cake yang baik memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan dan

disahkan oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan RI melalui Sumber :

SNI 01 - 3840 - 1995 dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini.


Tabel 5. Syarat mutu cake
Persyaratan
No Kriteria Uji Satuan
Roti tawar Roti manis
1 Keadaan
Normal tidak Normal tidak
1.1 Kenampakan - berjamur berjamur
1.2 Bau - Normal Normal
1.3 Rasa Normal Normal
2 Air %b/b Maks. 40 Maks. 40
Abu (tidak termasuk garam dihitung
3 atas dasar bahan kering) %b/b Maks. 1 Maks. 1
4 Abu yang tidak larut dalam asam %b/b Maks. 3 Maks. 3
5 Gula jumlah %b/b - Maks. 8.0
6 Lemak %b/b - Maks. 3.0
Tidak boleh Tidak boleh
7 Sereangga/belatung - ada ada
Sumber: SNI 01 - 3840 – 1995

II.1.9. Karakteristik Fisiko Kimia dan Uji Organoleptik

1. Densitas Kamba

Densitas kamba menunjukkan perbandingan antara berat suatu bahan

terhadap volumenya. Densitas kamba merupakan sifat fisik bahan pangan khusus

biji-bijian atau tepung-tepungan. Yang paling terutama dalam pengemasan dan

penyimpanan. Bahan dengan densitas kamba yang kecil akan membutuhkan

tempat yang lebih luas dibandingkan dengan bahan dengan densitas kamba yang

besar untuk berat yang sama sehingga tidak efisien dari segi tempat penyimpanan

dan kemasan (Ade et al., 2009).

2. Viskositas

Viskositas berkaitan dengan pengukuran tepung dengan konsentrasi

tertentu selama pemanasan dan pengadukan. Viskositas menunjukkan sifat

pecahnya granula pati setelah proses gelatinisasi pati yang disebabkan karena
adanya panas dan air (Indrastuti et al., 2012). Makin besar berat molekul, maka

gelatinisasi akan terjadi pada suhu yang lebih rendah dibandingkan dengan yang

berat molekulnya lebih rendah. Saat larutan pati dipanaskan di atas temperatur

gelatinisasinya, pati yang mengandung amilopektin lebih banyak akan

membengkak lebih cepat dibandingkan dengan pati lain (Imanningsih, 2012).

3. Swelling Power

Kelarutan pada pati terjadi disebabkan adanya ikatan non-kovalen antara

molekul-molekul pati. Bila pati dimasukan ke dalam air dingin, granula pati akan

menyerap air dan membengkak. Penelitian yang dilakukan Purnamasari et al.

(2010) menyatakan bahwa terkait dengan kemudahan molekul air untuk

berinteraksi dengan molekul dalam granula pati dan menggantikan iteraksi

hidrogen antar molekul sehingga granula akan lebih mudah menyerap air dan

mempunyai pengembangan yang tinggi. Adanya pengembangan tersebut akan

menekan granula dari dalam sehingga granula akan pecah dan molekul pati

terutama amilosa akan keluar.

4. Indeks kelarutan dalam air

Swelling power (daya kembang) pada pati merupakan kenaikan volume

dan berat maksimum pati selama mengalami pengembangan di dalam air.

Swelling power yang tinggi berarti semakin tinggi pula kemampuan pati

mengembang di dalam air. Nilai swelling power perlu diketahui untuk

memperkirakan ukuran atau volume wadah yang digunakan dalam proses

produksi sehingga jika pati mengalami swelling, wadah yang digunakan masih

bisa menampung pati tersebut. Semakin besar swelling power berarti semakin
banyak air yang diserap selama pemasakan, hal ini disebabkan kandungan

amilosa dan amilopektin yang ada dalam tepung. Semakin tinggi kadar amilosa

maka nilai pengembangan volume akan semakin tinggi (Murillo et al., 2008).

5. Daya Kembang

Tingkat pengembangan cake ditentukan dengan cara mengukur volume

cake sebelum dan sesudah diolah. Selain pada tepung terigu, gula, margarin,

kuning telur juga memiliki sifat sebagai pengemulsi dan pengempuk. Perbaikan

rasa dan warna membantu membuat susunan, meningkatkan rasa dan butirannya

menjadi lebih halus dan lembut (Wheat, 1983).

6. Kadar Air

Air merupakan bahan yang sangat penting bagi kehidupan umat manusia

dan fungsinya tidak pernah digantikan oleh senyawa lain. Air juga merupakan

komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi

penampakan, tekstur serta cita rasa makanan kita. Semua bahan makanan

mengandung air dalam jumlah yang berbeda-beda, baik itu bahan makanan

hewani maupun nabati. Air berperan sebagai pembawa zat-zat makanan dan sisa-

sisa metabolisme, media reaksi yang menstabilkan pembentukan biopolymer dan

sebagainya (Winarno, 2002).

Kadar air suatu bahan yang dikeringkan mempengaruhi beberapa hal yaitu

seberapa jumlah penguapan dapat berlangsung, lamanya proses pengeringan dan

jalannya proses pengeringan. Air di dalam bahan pangan terdapat dalam tiga

bentuk yaitu: (1) air bebas (free water) yang terdapat dipermukaan benda padat

dan mudah diuapkan, (2) air terikat (bound water) secara fisik yaitu air yang
terikat menurut sistem kapiler atau air absorpsi karena tenaga penyerapan, dan (3)

air terikat secara kimia misalnya air kristal dan air yang terikat dalam suatu

dispersi. Kadar air suatu bahan pangan dapat dinyatakan dalam dua cara yaitu

berdasarkan bahan kering (dry basis) dan berdasarkan bahan basah (wet basis).

Kadar air secara “dry basis” adalah perbandingan antara berat air di dalam bahan

tersebut dengan berat bahan keringnya. Berat bahan kering adalah berat bahan

asal setelah dikurangi dengan berat airnya. Kadar air secara “wet basis” adalah

perbandingan antara berat air di dalam bahan tersebut dengan berat bahan mentah

(Winarno et al., 1980).

7. Kadar Abu

Abu adalah zat organik sisa pembakaran suatu bahan organik. Kandungan

abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya.

Penentuan abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan yaitu antara lain:

untuk menentukan baik tidaknya suatu proses pengolahan, untuk mengetahui jenis

bahan yang digunakan dan penentuan abu total sangat berguna sebagai parameter

nilai gizi bahan makanan. Adanya kandungan abu yang tidak larut dalam asam

yang cukup tinggi menunjukkan adanya pasir atau kotoran yang lain. Penentuan

abu total dapat dikerjakan dengan pengabuan secara kering atau cara langsung dan

dapat pula secara basah atau tidak langsung (Sudarmadjiet al., 2003).

8. Serat Kasar

Serat kasar adalah bagian dari pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh

bahan-bahan kimia yang digunakan untuk menentukan kadar serat kasar, yaitu

asam sulfat (H2SO4 1,25 %) dan natrium hidroksida (NaOH 1,25 %), sedangkan
serat pangan adalah bagian dari bahan pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh

enzim-enzim pencernaan. Oleh karena itu, kadar serat kasar nilainya lebih rendah

dibandingkan dengan kadar serat pangan, karena asam sulfat dan natrium

hidroksida mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk menghidrolisis

komponen-komponen pangan dibandingkan dengan enzim-enzim pencernaan

(Muchtadi dan Tien, 1997).

9. Kadar Protein

Protein merupakan zat makanan yang sangat penting bagi tubuh, karena

zat ini selain berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh, juga berfungsi sebagai

zat pembangun dan pengatur. Fungsi utama protein bagi tubuh ialah untuk

membentuk jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang telah ada (Winarno,

2002).

10. Kadar Lemak

Lemak merupakan golongan senyawa yang penting terhadap pembentukan

aroma makanan atau prekursor yang akan mendegradasi senyawa aroma (Belitz

dan Grosch, 1999).

11. Kadar Karbohidrat

Pada tumbuh-tumbuhan karbohidrat merupakan simpanan energi. Bagi

manusia karbohidrat berfungsi sebagai sumber energi, bahan pembentuk berbagai

senyawa tubuh, bahan pembentuk asam amino esensial, metabolisme normal

lemak, menghemat protein, meningkatkan pertumbuhan bakteri usus,

mempertahankan gerak usus (terutama serat), meningkatkan konsumsi protein,

mineral dan vitamin B (Karsin, 2004).


12. Warna

Warna merupakan salah satu parameter dalam pengujian sifat sensori

(organoleptik) dengan menggunakan indera penglihatan. Warna yang diharapkan

untuk bahan hasil pengeringan yaitu warna tidak terlalu menyimpang dari warna

asli (Kusmawati et al., 2000). Timbulnya warna dibatasi oleh faktor terdapatnya

sumber sinar. Pengaruh tersebut terlihat apabila suatu bahan dilihat di tempat yang

suram dan di tempat yang gelap, akan memberikan perbedaan warna yang

menyolok (Kartika, 1988).

13. Aroma

Bau-bauan (aroma) dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang dapat diamati

dengan indera pembau. Untuk menghasilkan bau, zat-zat bau harus dapat

menguap, sedikit larut dalam air dan sedikit dapat larut dalam lemak. Di dalam

industri pangan, pengujian terhadap bau dianggap penting karena dengan cepat

dapat memberikan hasil penilaian terhadap produk tentang diterima atau tidaknya

produk tersebut. Selain itu, bau dapat dipakai juga sebagai suatu indikator

terjadinya kerusakan pada produk misalnya sebagai akibat cara pengemasan atau

cara penyimpanan yang kurang baik. Dalam pengujian indera bau lebih komplek

dari pada rasa (Kartika,1988).

Aroma merupakan salah satu parameter dalam pengujian sifat sensori

(organoleptik) dengan menggunakan indera penciuman. Aroma dapat diterima

apabila bahan yang dihasilkan mempunyai aroma spesifik (Kusmawati et al.,

2000).
14. Rasa

Rasa merupakan bagian dari uji organoleptik pada penilaian kesukaan.

Rasa timbul akibat adanya rangsangan kimiawi yang dapat diterima oleh indera

pencicip atau lidah, merupakan faktor yang mempengaruhi penerimaan produk

pangan. Jika komponen aroma, warna dan tekstur baik tetapi konsumen tidak

menyukai rasanya, maka konsumen tidak akan menerima produk pangan tersebut

(Winarno, 2004). Hasil organoleptik terhadap rasa bertujuan untuk mengetahui

tingkat respon dari panelis mengenai kesukaannya terhadap pangan yang

dihasilkan.

15. Tekstur

Tekstur merupakan salah satu parameter dalam pengujian sifat sensori

(organoleptik) dengan menggunakan indera perabaan (tangan) yang dinyatakan

dalam keras atau lunak. Tekstur bisa diterima bila bahan yang dalam keadaan

normal dan tergantung pada spesifik bahan (Kusmawati et al., 2000).

II.2. Kerangka Pikir

Sukun merupakan tanaman lokal yang penyebarannya sangat luas dan

merata di daerah yang beriklim tropis, termasuk Indonesia. Kabupaten Buton

merupakan salah satu daerah yang memproduksi buah sukun di Provinsi Sulawesi

Tenggara. Pemanfataan buah sukun masih terbatas karena masalah penyimpanan

yang sulit dalam bentuk buah segar. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah

mengolahnya dalam bentuk tepung. Buah sukun termasuk salah satu buah sumber

karbohidrat selain pisang dan umbi-umbian. Kandungan gizi buah sukun antara
lain mengandung pati (68,38-69,20%), serat kasar (2,11-2,90%), protein (4,31-

4,85%), lemak (2,11-2,90%), dan mineral (2,56-2,90%), sehingga buah sukun

berpotensi sebagai bahan pangan sumber karbohidrat.

Tepung sukun merupakan produk setengah jadi yang berguna sebagai

pengawetan hasil panen dan dapat digunakan lebih lanjut dalam pembuatan

produk baik dalam produk skala rumah tangga maupun dalam industri. Tepung

sukun memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi tetapitidak mengandung

gluten sedangkan pada tepung terigu memiliki kandungan karbohidrat dan gluten.

Untuk dapat mengetahui nilai karakteristik fisiko kimia tepung sukun maka perlu

dilakukan uji fisiko kimia. Pengetahuan mengenai sifat fisiko kimia tepung sukun

diharapkan dapat memberikan informasi lebih mendalam terhadap masyarakat

mengenai sifat-sifat tepung itu sendiri. Dengan mengetahui hal tersebut

masyarakat dapat menyesuaikan penggunaan tepung terhadap produk secara tepat.

Dalam pembuatan kue cake perlu penambahan gluten agar tekstur yang

didapatkan sempurna. Sedangkan untuk mengetahui aplikasi penggunaan tepung

sukun menjadi kue cake maka perlu dilakukan uji organoleptik untuk melihat

kualitas dari cake yang dihasilkan.

Buah Sukun

Salah satu buah sumber karbohidrat


Tepung buah sukun

Uji Fisiko kimia

Penambahan tepung sukun dalam pembuatan cake:


Tepung Sukun : Tepung Terigu= 100% : 0 (kontrol I)
Tepung Sukun : Tepung Terigu= 75% : 25%
Tepung Sukun : Tepung Terigu= 50% : 50%
Tepung Sukun : Tepung Terigu = 25% : 75%
Tepung Sukun : Tepung Terigu = 0 :100% (kontol II)

Cake

Uji Organoleptik + Daya Kembang

Tepung sukun dengan kue yang terbaik

Gambar 2. Kerangka Pikir Penelitian

II.3. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini yaitu:


1. Ada perbedaan karakteristik fisiko kimia tepung sukun asal Buton

dibandingkan tepung terigu.

2. Ada pengaruh substitusi tepung sukun terhadap kualitas organoleptik dan daya

kembang cake.

3. Minimal terdapat satu perlakuan yang memberikan pengaruh terbaik terhadap

karakteristik fisiko kimia tepung sukun, tingkat penerimaan dan daya simpan

cake..

III. METODE PENELITIAN

III.1. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian telah dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari Sulawesi Tenggara,

penelitian ini berlangsung pada bulan September sampai dengan November 2019.

III.2. Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah baskom, kompor, oven

listrik, mixer, pisau, panci, baskom, cetakan, timbangan analitik, ayakan,

stopwatch, cawan petri, cawan porselen, Erlenmeyer, gunting, mistar, spatula,

tanur, soxhlet, gelas ukur, gelas kimia, pipet tetes, lemari es, desikator, sentrifuse,

labu takar dan spektrofotometer UV-Vis.

Bahan yang digunakan terdiri atas bahan utama dan bahan pendukung.

Bahan utama yaitu buah sukun yang diambil dari Kab. Buton Kec. Wabula. Bahan

pendukung adalah tepung terigu, telur, gula, margarine, susu, cake emulsifier,

kertas label, kapas, tissu, kertas saring dan aluminium foil. Bahan kimia yang

diperlukan untuk analisis proksimat adalah, NaOH, H2SO4, ethanol 95%, n-

heksana, aquades, biuret, BSA.

III.3. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor

dengan perlakuan perbandingan jumlah tepung sukun dan tepung terigu (F), yang

terdiri atas lima perlakuan, yaitu:

Tepung sukun =100% atau kontrol I (F0),

Tepung sukun : tepung terigu = 75% : 25% (F1),

Tepung sukun : tepung terigu = 50% : 50% (F2),


Tepung sukun : tepung terigu = 25% : 75% (F3) dan

Tepung terigu = 100% atau kontrol II (F4)

Setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali sehingga diperoleh 15 satuan

unit percobaan. Denah penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.

III.4. Prosedur Penelitian

III.4.1.Pembuatan Tepung Sukun

Buah sukun dengan tingkat ketuaan buah matang dicirikan dengan memiliki

ukuran besar, warna kulit agak kekuningan, warna daging buah putih agak

kekuningan dan bila daging buahnya diiris tidak mengalami pencoklatan saat

dikupas. Daging dipisahkan dari kulit dan hati buah. Kemudian daging buah

dicuci, dipotong menjadi 10 bagian kemudian dikukus selama 10 menit,

didinginkan lalu diiris kecil-kecil dengan ukuran kira-kira 1 cm 2, selanjutnya

potongan-potongan buah sukun dikeringkan dengan oven pada suhu 60ºC sampai

kadar air 5-8%. Kemudian potongan buah sukun kering digiling menjadi tepung

(Satyajaya et al., 2013). Diagram alir pembuatan tepung sukun dapat dilihat pada

Lampiran 2.

III.4.2.Pembuatan Cake

Pembuatan cake dengan menyiapkan telur 150 g, gula 100 g, ovalet 2 g,

kemudian dilakukan pengocokan menggunakan mixer dengan kecepatan tinggi

selama 10 menit sehingga dicapai kondisi berwarna putih dan mengembang.

Setelah adonan mengembang dilakukan pencampuran tepung 100 g sesuai dengan

formulasi dan menggunakan kecepatan sedang selama 7 menit, saat adonan telah
tercampur rata margarine 100 g dan susu bubuk 50 g dimasukkan dan dengan

kecepatan rendah selama 2 menit. Selanjutnya adonan dimasukkan ke dalam

loyang yang telah diolesi margarin kemudian dilakukan pengeringan dengan oven

pada suhu 150ºC selama 30 menit, pengovenan ini bertujuan untuk mematangkan

adonan hingga menjadi cake (Loelianda et al., 2017). Diagram alir pembuatan

Cake dapat dilihat pada Lampiran 3.

III.5. Penilaian Organoleptik pada Produk Cake

Untuk menentukan produk cake pada penambahan tepung sukun yang

paling disukai oleh panelis, maka perlu dilakukan penilaian organoleptik pada

produk cake yang meliputi warna, tekstur, aroma dan rasa dengan menggunakan

skala hedonik dan deskriptif, pengujian ini menggunakan 30 orang panelis tidak

terlatih. Skor penilaian yang diberikan berdasarkan uji deskriptif terdapat pada

Tabel 6.

Tabel 6. Skor penilaian dan kriterian uji deskriptif


Skor Penilain Penilain Aroma Penilaian Tekstur Penilain Rasa
Warna
1 Kuning Muda Sangat Tidak Beraroma Sangat Tidak Halus Sangat Tidak Terasa
Sukun Sukun
2 Kuning Tidak Beraroma Sukun Tidak Halus Tidak Terasa Sukun
3 Coklat Muda Agak Beraroma Sukun Agak Halus Agak Terasa Sukun
4 Coklat Beraroma Sukun Halus Terasa Sukun
5 Coklat Gelap Sangat Beraroma Sukun Sangat Halus Sangat Terasa Sukun

III.6. Variabel Pengamatan

Variabel pengamatan pada penelitian ini yaitu analisis fisiko kimia pada

tepung sukun sedangkan pada cake menggunakan uji organoleptik hedonik dan
deskriptif dan uji daya kembang. Uji fisik pada tepung sukun meliputi swelling

power, viskositas, indeks kelarutan dalam air dan densitas kamba sedangkan

untuk uji proksimat pada tepung meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein kadar

lemak dan kadar karbohidrat. Parameter penilaian cake menggunakan uji

organoleptik hedonik dan deskriptif dan uji daya kembang cake.

III.7. Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sidik ragam atau

analysis of variances (ANOVA). Apabila dari hasil analisis tersebut terdapat

pengaruh nyata, dilanjutkan dengan Uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT)

dengan taraf kepercayaaan 95%.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Karakteristik Fisik


Hasil penilaian uji T karakteristik fisik tepung sukun asal Buton terdapat

pada Lampiran 14 (data mentah setiap variabel terdapat pada Lampiran 25-28).

Karakteristik fisik tepung sukun asal Buton dibandingkan dengan tepung terigu

Segitiga Biru yang meliputi swelling power, viskositas, indeks kelarutan dalam air

dan densitas kamba disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Karakteristik fisik tepung sukun asal Buton dengan perbandingan tepung
terigu Segitiga Biru
Variabel Pengamatan Tepung Tepung Terigu Uji T
Sukun Asal Segitiga Biru ±
Buton ± SD SD
Swelling power (g/g) 6,75 ± 0,10 4,95 ± 0,19 *
Viskositas (cp) 3,63 ± 0,04 1,24 ± 0,03 *
Indeks kelarutan dalam air (%) 10,65 ± 0,09 6,10 ± 0,42 *
Densitas kamba (g/ml) 0,66 ± 0 0,67 ± 0 tn
Keterangan : * (berpengaruh nyata pada taraf 0,05)
tn (berpengaruh tidak nyata pada signifikan pada taraf 0,05)

Pada Tabel 7 diketahui bahwa karakteristik fisik tepung sukun asal Buton

yang meliputi swelling power, viskositas dan indeks kelarutan dalam air diperoleh

hasil yang berpengaruh nyata signifikan dengan tepung terigu Segitiga Biru pada

taraf 0,05. Sedangkan hasil uji densitas kamba tepung sukun asal Buton

berpengaruh tidak nyata dengan tepung terigu Segitiga Biru pada taraf uji 0,05.

4.1.2. Karakteristik Kimia

Hasil penilaian karakteristik kimia tepung sukun asal Buton terdapat pada

Lampiran 29-33. Karakteristik kimia tepung sukun asal Buton dibandingkan

dengan tepung terigu Segitiga Biru yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar

lemak, kadar protein dan kadar karbohidrat disajikan pada Tabel 8.


Tabel 8. Karakteristik kimia tepung sukun asal Buton dibandingkan dengan
tepung terigu Segitiga Biru
Variabel Pengamatan Tepung Sukun Tepung Terigu
Asal Buton ± Segitiga Biru
SD
Kadar air (%) 12,36 ± 0,04 10.45*
Kadar abu (%) 0,76 ± 0,17 0.55*
Kadar lemak (%) 1,77 ± 0,20 1.10*
Kadar potein (%) 0,34 ± 0,07 9.66*
Kadar karbohidrat (%) 84,79 ± 0,32 78.79*
Keterangan : * Lestari (1987)
Pada Tabel 8 diketahui bahwa karakteristik kimia tepung sukun yang

meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak dan kadar karbohidrat memperoleh

nilai rata-rata yang lebih tinggi dibandingkan dengan tepung terigu Segitiga Biru,

sedangkan pada kadar protein nilai tepung Segitiga Biru lebih tinggi dibandingkan

dengan tepung sukun asal Buton.

4.1.3. Uji Organoleptik Hedonik

Hasil rekapitulasi analisis ragam pengaruh prosentasi penambahan tepung

sukun asal Buton dan tepung terigu Segitiga Biru terhadap kesukaan sensorik

yang meliputi warna, aroma, tekstur, rasa, dan keseluruhan cake disajikan pada

Tabel 9.

Tabel 9. Rekapitulasi analisis ragam pengaruh prosentasi tepung sukun asal


Buton dan tepung terigu Segitiga Biru terhadap karakteristik sensorik
cake
No
Variabel Pengamatan Analisis Ragam
.
1. Warna **
2. Aroma **
3. Tekstur **
4. Rasa **
5. Keseluruhan **
Keterangan: ** = berpengaruh sangat nyata
Data Tabel 18 menunjukkan bahwa perlakuan penambahan tepung sukun

asal Buton dan tepung terigu Segitiga Biru berpengaruh sangat nyata terhadap

warna, aroma, tekstur, rasa, dan keseluruhan cake.

a. Warna

Hasil penilaian sensorik warna cake disajikan pada Lampiran 15 Tabel 10,

sedangkan hasil sidik ragamnya disajikan pada Lampiran 15 Tabel 9. Berdasarkan

hasil analisis ragam diketahui bahwa presentasi penambahan tepung sukun asal

Buton dan tepung terigu Segitiga Biru berpengaruh sangat nyata terhadap

penilaian sensorik warna cake. Hasil uji lanjut Duncan’s Multiple Range Test

(DMRT0,05) pengaruh prosentasi penambahan tepung sukun asal Buton dan tepung

terigu Segitiga Biru terhadap penilaian sensorik warna cake disajikan pada Tabel

10.

Tabel 10. Pengaruh prosentasi penambahan tepung sukun asal Buton dan tepung
terigu Segitiga Biru terhadap penilaian sensorik warna cake
Rerata Keterangan
Sensorik
Perlakuan DMRT0,05
Warna ±
SD
F0 = Tepung sukun 100% 2,70c ± 0,87 Agak suka
F1 = Tepung sukun 75% : Tepung 3,30b ± 0,70 Agak suka 2 = 3,151
Terigu 25%
F2 = Tepung sukun 50% : Tepung 3,56b ± 0,72 Suka 3 = 3,293
Terigu 50%
F3 = Tepung sukun 25% : Tepung 4,10a ± 0,75 Suka 4 = 3,376
Terigu 75%
F4 = Tepung terigu 100% 4,05 a ± 1,06 Suka 5 = 3,430
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh notasi huruf yang tidak sama,
menunjukkan beda nyata berdasarkan uji DMRT0,05 taraf
kepercayaan 95%.

Pada Tabel 10 diperoleh informasi bahwa pengaruh prosentasi

penambahan tepung sukun asal Buton dan tepung terigu Segitiga Biru pada cake

terhadap penilaian sensorik warna tertinggi diperoleh pada perlakuan F3 (Tepung

sukun 25% : Tepung Terigu 75%). Hasil penilaian sensorik warna pada perlakuan

F3 menunjukkan berbeda nyata terhadap perlakuan F0, F1, dan F2 tetapi berbeda

tidak nyata dengan perlakuan F4. Hasil penilaian sensorik warna terendah

diperoleh pada perlakuan F0 (Tepung sukun 100%). Penilaian sensorik warna

terendah ini berbeda nyata dengan semua perlakuan lainnya.

b. Aroma

Hasil penilaian sensorik aroma cake disajikan pada Lampiran 16 Tabel 11,

sedangkan hasil sidik ragamnya disajikan pada Lampiran 16 Tabel 9. Berdasarkan

hasil analisis ragam diketahui bahwa prosentasi penambahan tepung sukun asal

Buton dan tepung terigu Segitiga Biru berpengaruh sangat nyata terhadap

penilaian sensorik aroma cake. Hasil uji lanjut Duncan’s Multiple Range Test

(DMRT0,05) pengaruh prosentasi penambahan tepung sukun asal Buton dan tepung

terigu Segitiga Biru terhadap penilaian sensorik aroma cake disajikan pada Tabel

11.

Tabel 11. Pengaruh prosentasi penambahan tepung sukun asal Buton dan tepung
terigu Segitiga Biru terhadap penilaian sensorik aroma cake
Rerata Keterangan
Perlakuan Sensorik DMRT0,05
Aroma ± SD
F0 = Tepung sukun 100% 3,00d ± 0,83 Agak suka
F1 = Tepung sukun 75% : Tepung 3,16cd ± 0,87 Agak suka 2 = 3,151
Terigu 25%
F2 = Tepung sukun 50% : Tepung 3,30bc ± 0,74 Agak suka 3 = 3,293
Terigu 50%
F3 = Tepung sukun 25% : Tepung 3,93a ± 0,58 Suka 4 = 3,376
Terigu 75%
F4 = Tepung terigu 100% 3,53b ± 0,68 Suka 5 = 3,430
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh notasi huruf yang tidak sama,
menunjukkan beda nyata berdasarkan uji DMRT0,05 taraf
kepercayaan 95%.

Data pada Tabel 11 diperoleh informasi bahwa pengaruh prosentasi

penambahan tepung sukun asal Buton dan tepung terigu Segitiga Biru pada cake

terhadap penilaian sensorik aroma tertinggi diperoleh pada perlakuan F3 (Tepung

sukun 25% : Tepung Terigu 75%). Hasil penilaian sensorik aroma pada

perlakuan F3 menunjukan berbeda nyata terhadap perlakuan F0, F1, F2 dan F4.

Hasil penilaian sensorik aroma terendah diperoleh pada perlakuan F0 (Tepung

sukun 100%). Penilaian sensorik aroma terendah ini berbeda nyata dengan

perlakuan F2, F3 dan F4 tetapi berbeda tidak nyata dengan perlakuan F1.

c. Tekstur

Hasil penilaian sensorik tekstur cake disajikan pada Lampiran 17 Tabel 12,

sedangkan hasil sidik ragamnya disajikan pada Lampiran 17 Tabel 9. Berdasarkan

hasil analisis ragam diketahui bahwa prosentasi penambahan tepung sukun asal

Buton dan tepung terigu Segitiga Biru berpengaruh sangat nyata terhadap

penilaian sensorik tekstur cake. Hasil uji lanjut Duncan’s Multiple Range Test

(DMRT0,05) pengaruh prosentasi penambahan tepung sukun asal Buton dan tepung

terigu Segitiga Biru terhadap penilaian sensorik tekstur cake disajikan pada Tabel

12.
Tabel 12. Pengaruh prosentasi penambahan tepung sukun asal Buton dan tepung
terigu Segitiga Biru terhadap penilaian sensorik tekstur cake
Rerata Keteranga
Sensorik n
Perlakuan DMRT0,05
Tekstur ±
SD
F0 = Tepung sukun 100% 2,80c ± 0,99 Agak suka
F1 = Tepung sukun 75% : Tepung 3,16bc ± 0,64 Agak suka 2 = 3,151
Terigu 25%
F2 = Tepung sukun 50% : Tepung 3,16bc ± 0.87 Agak suka 3 = 3,293
Terigu 50%
F3 = Tepung sukun 25% : Tepung 3,76a ± 0,62 Suka 4 = 3,376
Terigu 75%
F4 = Tepung terigu 100% 3,43ab ± 0,81 Agak suka 5 = 3,430
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh notasi huruf yang tidak sama,
menunjukkan beda nyata berdasarkan uji DMRT0,05 taraf
kepercayaan 95%.

Data pada Tabel 12 diperoleh informasi bahwa pengaruh prosentasi

penambahan tepung sukun asal Buton dan tepung terigu Segitiga Biru pada cake

terhadap penilaian sensorik tekstur tertinggi diperoleh pada perlakuan F3 (Tepung

sukun 25% : Tepung Terigu 75%). Hasil penilaian sensorik tekstur pada

perlakuan F3 menunjukan berbeda nyata terhadap perlakuan F0, F1, dan F2 tetapi

berbeda tidak nyata dengan perlakuan F4. Hasil penilaian sensorik tekstur

terendah diperoleh pada perlakuan F0 (Tepung sukun 100%). Penilaian sensorik

tekstur terendah ini berbeda nyata dengan perlakuan F3 dan F4, tetapi berbeda

tidak nyata dengan perlakuan F1 dan F2.

d. Rasa

Hasil penilaian sensorik rasa cake disajikan pada Lampiran 18 Tabel 13,

sedangkan hasil sidik ragamnya disajikan pada Lampiran 18 Tabel 9. Berdasarkan

hasil analisis ragam diketahui bahwa prosentasi penambahan tepung sukun asal

Buton dan tepung terigu Segitiga Biru berpengaruh sangat nyata terhadap
penilaian sensorik rasa cake. Hasil uji lanjut Duncan’s Multiple Range Test

(DMRT0,05) pengaruh prosentasi penambahan tepung sukun asal Buton dan tepung

terigu Segitiga Biru terhadap penilaian sensorik rasa cake disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13. Pengaruh prosentasi penambahan tepung sukun asal Buton dan tepung
terigu Segitiga Biru terhadap penilaian sensorik rasa cake
Rerata Keterangan
Perlakuan Sensorik Rasa DMRT0,05
± SD
F0 = Tepung sukun 100% 3,16c ± 0,64 Agak suka
b
F1 = Tepung sukun 75% : Tepung 3,43 ± 0,77 Agak suka 2 = 3,151
Terigu 25%
F2 = Tepung sukun 50% : Tepung 3,43b ± 0,72 Agak suka 3 = 3,293
Terigu 50%
F3 = Tepung sukun 25% : Tepung 3,99a ± 0,73 Suka 4 = 3,376
Terigu 75%
F4 = Tepung terigu 100% 3,66b ± 0,71 Suka 5 = 3,430
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh notasi huruf yang tidak sama,
menunjukkan beda nyata berdasarkan uji DMRT0,05 taraf
kepercayaan 95%.

Data pada Tabel 13 diperoleh informasi bahwa pengaruh prosentasi

penambahan tepung sukun asal Buton dan tepung terigu Segitiga Biru pada cake

terhadap penilaian sensorik rasa tertinggi diperoleh pada perlakuan F3 (Tepung

sukun 25% : Tepung Terigu 75%). Hasil penilaian sensorik rasa pada perlakuan

F3 menunjukan berbeda nyata terhadap perlakuan F0, F1,F2 dan F4. Hasil

penilaian sensorik rasa terendah diperoleh pada perlakuan F0 (Tepung sukun

100%). Penilaian sensorik rasa terendah ini berbeda nyata dengan perlakuan

semua perlakuan lainnya.

e. Keseluruhan

Hasil penilaian sensorik keseluruhan cake disajikan pada Lampiran 19

Tabel 14, sedangkan hasil sidik ragamnya disajikan pada Lampiran 19 Tabel 9.

Berdasarkan hasil analisis ragam diketahui bahwa prosentasi penambahan tepung


sukun asal Buton dan tepung terigu Segitiga Biru berpengaruh sangat nyata

terhadap penilaian sensorik keseluruhan cake. Hasil uji lanjut Duncan’s Multiple

Range Test (DMRT0,05) pengaruh prosentasi penambahan tepung sukun asal Buton

dan tepung terigu Segitiga Biru terhadap penilaian sensorik keseluruhan cake

disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14. Pengaruh prosentasi penambahan tepung sukun asal Buton dan tepung
terigu Segitiga Biru terhadap penilaian sensorik keseluruhan cake
Rerata Keterangan
Sensorik
Perlakuan DMRT0,05
Keseluruhan ±
SD
F0 = Tepung sukun 100% 3,10c ± 0,66 Agak suka
b
F1 = Tepung sukun 75% : Tepung 3,56 ± 0,72 Suka 2 = 3,151
Terigu 25%
F2 = Tepung sukun 50% : Tepung 3,60b ± 0,49 Suka 3 = 3,293
Terigu 50%
F3 = Tepung sukun 25% : Tepung 3,90a ± 0,54 Suka 4 = 3,376
Terigu 75%
F4 = Tepung terigu 100% 3,60b ± 0,56 Suka 5 = 3,430
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh notasi huruf yang tidak sama,
menunjukkan beda nyata berdasarkan uji DMRT0,05 taraf
kepercayaan 95%.

Data pada Tabel 14 diperoleh informasi bahwa pengaruh prosentasi

penambahan tepung sukun asal Buton dan tepung terigu Segitiga Biru pada cake

terhadap penilaian sensorik keseluruhan tertinggi diperoleh pada perlakuan F3

(Tepung sukun 25% : Tepung Terigu 75%). Hasil penilaian sensorik keseluruhan

pada perlakuan F3 menunjukan berbeda nyata terhadap perlakuan F0, F1,F2 dan

F4. Hasil penilaian sensorik keseluruhan terendah diperoleh pada perlakuan F0

(Tepung sukun 100%). Penilaian sensorik keseluruhan terendah ini berbeda nyata

dengan perlakuan semua perlakuan lainnya.

4.1.4. Uji Organoleptik Deskriptif


Hasil rekapitulasi analisis ragam pengaruh presentasi penambahan tepung

sukun asal Buton dan tepung terigu Segitiga Biru terhadap variabel kesukaan

sensorik yang meliputi warna, aroma, tekstur, dan rasa cake disajikan pada Tabel

15.

Tabel 15. Rekapitulasi analisis ragam pengaruh prosentasi penambahan tepung


sukun asal Buton dan tepung terigu Segiiga Biru terhadap
karakteristik sensorik cake
No
Variabel Pengamatan Analisis Ragam
.
1. Warna **
2. Aroma **
3. Tekstur **
4. Rasa **
Keterangan: ** = berpengaruh sangat nyata

Data Tabel 15 menunjukkan bahwa perlakuan prosentasi penambahan

tepung sukun asal Buton dan tepung terigu Segitiga Biru berpengaruh sangat

nyata terhadap warna, aroma, tekstur, dan rasa cake.

a. Warna

Hasil penilaian sensorik warna cake disajikan pada Lampiran 20 Tabel 16,

sedangkan hasil sidik ragamnya disajikan pada Lampiran 20 Tabel 15.

Berdasarkan hasil analisis ragam diketahui bahwa prosentasi penambahan tepung

sukun asal Buton dan tepung terigu Segitiga Biru berpengaruh sangat nyata

terhadap penilaian sensorik warna cake. Hasil uji lanjut Duncan’s Multiple Range

Test (DMRT0,05) pengaruh prosentasi penambahan tepung sukun asal Buton dan

tepung terigu Segitiga Biru terhadap penilaian sensorik warna cake disajikan pada

Tabel 16.

Tabel 16. Pengaruh prosentasi penambahan tepung sukun asal Buton dan tepung
terigu Segitiga Biru terhadap penilaian sensorik warna cake
Rerata Keterangan
Sensorik
Perlakuan DMRT0,05
Warna ±
SD
F0 = Tepung sukun 100% 4,10a ± 0,96 Coklat

F1 = Tepung sukun 75% : Tepung 3,16b ± 0,69 Coklat muda 2 = 3,151


Terigu 25%
F2 = Tepung sukun 50% : Tepung 2,63bc ± 0,99 Coklat muda 3 = 3,293
Terigu 50%
F3 = Tepung sukun 25% : Tepung 2,13c ± 0,81 Kuning 4 = 3,376
Terigu 75%
F4 = Tepung terigu 100% 1,46d ± 0,86 Kuning muda 5 = 3,430
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh notasi huruf yang tidak sama,
menunjukkan beda nyata berdasarkan uji DMRT0,05 taraf
kepercayaan 95%.

Data pada Tabel 16 diperoleh bahwa semakin banyak penggunaan tepung

sukun maka warna yang dihasilkan akan semakin coklat. Dilihat dari perlakuan F0

(tepung sukun 100%) yang bernilai 4,10 (coklat) dan nilai ini berbeda nyata dari

perlakuan F1, F2, F3 dan F4.

b. Aroma

Hasil penilaian sensorik aroma cake disajikan pada Lampiran 21 Tabel 17,

sedangkan hasil sidik ragamnya disajikan pada Lampiran 21 Tabel 15.

Berdasarkan hasil analisis ragam diketahui bahwa presentasi penambahan tepung

sukun asal Buton dan tepung terigu Segitiga Biru berpengaruh sangat nyata

terhadap penilaian sensorik aroma cake. Hasil uji lanjut Duncan’s Multiple Range

Test (DMRT0,05) pengaruh prosentasi penambahan tepung sukun asal Buton dan

tepung terigu Segitiga Biru terhadap penilaian sensorik aroma cake disajikan pada

Tabel 17.

Tabel 17. Pengaruh prosentasi penambahan tepung sukun asal Buton dan tepung
terigu Segitiga Biru terhadap penilaian sensorik aroma cake
Perlakuan Rerata Keterangan DMRT0,05
Sensorik
Aroma ± SD
F0 = Tepung sukun 100% 3,90a ± 0,75
Beraroma sukun
F1 = Tepung sukun 75% : Tepung 3,30b ± 1,08
Agak beraroma 2 = 3,151
Terigu 25% sukun
F2 = Tepung sukun 50% : Tepung 2,76c ± 0,81 Agak beraroma 3 = 3,293
Terigu 50% sukun
F3 = Tepung sukun 25% : Tepung 2,46cd ± 0,77 Tidak beraroma 4 = 3,376
Terigu 75% sukun
F4 = Tepung terigu 100% 2,16d ± 1,26 Tidak beraroma 5 = 3,430
sukun
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh notasi huruf yang tidak sama,
menunjukkan beda nyata berdasarkan uji DMRT0,05 taraf
kepercayaan 95%.

Data pada Tabel 17 diperoleh bahwa semakin banyak penggunaan tepung

sukun maka aroma yang dihasilkan akan semakin beraroma sukun. Dilihat dari

perlakuan F0 (tepung sukun 100%) yang bernilai 3,90 (beraroma sukun) dan nilai

ini berbeda nyata dari perlakuan F1, F2, F3 dan F4.

c. Tekstur

Hasil penilaian sensorik tekstur cake disajikan pada Lampiran 22 Tabel 18,

sedangkan hasil sidik ragamnya disajikan pada Lampiran 22 Tabel 15.

Berdasarkan hasil analisis ragam diketahui bahwa prosentasi penambahan tepung

sukun asal Buton dan tepung terigu Segitiga Biru berpengaruh sangat nyata

terhadap penilaian sensorik tekstur cake. Hasil uji lanjut Duncan’s Multiple

Range Test (DMRT0,05) pengaruh prosentasi penambahan tepung sukun asal Buton

dan tepung terigu Segitiga Biru terhadap penilaian sensorik tekstur cake disajikan

pada Tabel 18.

Tabel 18. Pengaruh prosentasi penambahan tepung sukun asal Buton dan tepung
terigu Segitiga Biru terhadap penilaian sensorik tekstur cake
Perlakuan Rerata Keteranga DMRT0,05
Sensorik n
Tekstur ±
SD
F0 = Tepung sukun 100% 2,60c ± 0,85
Agak halus
F1 = Tepung sukun 75% : Tepung 3,03b ± 0,66
Agak halus 2 = 3,151
Terigu 25%
F2 = Tepung sukun 50% : Tepung 3,20b ± 0,84 Agak halus 3 = 3,293
Terigu 50%
F3 = Tepung sukun 25% : Tepung 3,70a ± 0,59 Halus 4 = 3,376
Terigu 75%
F4 = Tepung terigu 100% 3,30b ± 0,87 Agak halus 5 = 3,430
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh notasi huruf yang tidak sama,
menunjukkan beda nyata berdasarkan uji DMRT0,05 taraf
kepercayaan 95%.

Data pada Tabel 18 diperoleh informasi penambahan tepung sukun pada

F3 (tepung sukun 25% : tepung terigu 75%) menghasilkan cake dengan tekstur

yang paling halus. Hasil penilaian sensorik tekstur pada perlakuan F3

menunjukan berbeda nyata terhadap perlakuan F0, F1, F2, dan F4.

d. Rasa

Hasil penilaian sensorik rasa cake disajikan pada Lampiran 23 Tabel 19,

sedangkan hasil sidik ragamnya disajikan pada Lampiran 23 Tabel 15.

Berdasarkan hasil analisis ragam diketahui bahwa presentasi penambahan tepung

sukun asal Buton dan tepung terigu Segitiga Biru berpengaruh sangat nyata

terhadap penilaian sensorik rasa cake. Hasil uji lanjut Duncan’s Multiple Range

Test (DMRT0,05) pengaruh prosentasi penambahan tepung sukun asal Buton dan

tepung terigu Segitiga Biru terhadap penilaian sensorik rasa cake disajikan pada

Tabel 19.

Tabel 19. Pengaruh prosentasi penambahan tepung sukun asal Buton dan tepung
terigu Segitiga Biru terhadap penilaian sensorik rasa cake
Rerata Keterangan
Perlakuan Sensorik DMRT0,05
Rasa ± SD
F0 = Tepung sukun 100% 3,56a ± 0,93 Terasa sukun
F1 = Tepung sukun 75% : Tepung 3,13b ± 1,22 Agak terasa 2 = 3,151
Terigu 25% sukun
F2 = Tepung sukun 50% : Tepung 2,90b ± 0,95
Agak terasa 3 = 3,293
Terigu 50% sukun
F3 = Tepung sukun 25% : Tepung 2,70b ± 1,02 Agak terasa 4 = 3,376
Terigu 75% sukun
c
F4 = Tepung terigu 100% 2,23 ± 1,33 Tidak terasa 5 = 3,430
sukun
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh notasi huruf yang tidak sama,
menunjukkan beda nyata berdasarkan uji DMRT0,05 taraf
kepercayaan 95%.

Data pada Tabel 19 diperoleh bahwa semakin banyak penggunaan tepung

sukun maka rasa yang dihasilkan akan semakin terasa sukun. Dilihat dari

perlakuan F0 (tepung sukun 100%) yang bernilai 3,56 (terasa sukun) dan nilai ini

berbeda nyata dari perlakuan F1, F2, F3 dan F4.

4.1.5 Daya Kembang Cake

Hasil penilaian daya kembang cake disajikan pada Lampiran 24 dan Tabel

20. Hasil uji lanjut Duncan’s Multiple Range Test (DMRT0,05) pengaruh prosentasi

penambahan tepung sukun dan tepung terigu terhadap penilaian daya kembang

cake disajikan pada Tabel 20.

Tabel 20. Pengaruh prosentasi penambahan tepung sukun dan tepung terigu
terhadap penilaian daya kembang cake

Rerata Daya
Perlakuan DMRT0,05
Kembang ± SD
F = Tepung sukun 100% 35,17c ± 1,29
0
F = Tepung sukun 75% : Tepung 42,26c ± 1,56 2 = 3,151
1 Terigu 25%
F = Tepung sukun 50% : Tepung 61,33b ± 1,97 3 = 3,293
2 Terigu 50%
F = Tepung sukun 25% : Tepung 66,67b ± 1,05 4 = 3,376
3 Terigu 75%
F = Tepung terigu 100% 89,80a ± 10,62 5 = 3,430
4
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh notasi huruf yang tidak sama,
menunjukkan beda nyata berdasarkan uji DMRT0,05 taraf
kepercayaan 95%.
Data pada Tabel 20 diperoleh informasi bahwa pengaruh prosentasi

penambahan tepung sukun dan tepung terigu pada cake terhadap penilaian daya

kembang tertinggi diperoleh pada perlakuan F4 (Tepung terigu 100%). Hasil

penilaian daya kembang cake pada perlakuan F4 menunjukan berbeda nyata

terhadap perlakuan F0, F1, F2 dan F4. Hasil penilaian daya kembang cake

terendah diperoleh pada perlakuan F0 (Tepung sukun 100%). Penilaian daya

kembang cake terendah ini (F0) berbeda nyata dengan perlakuan F2, F3, dan F4,

tetapi berbeda tidak nyata dengan perlakuan F1.

4.2. Pembahasan

4.2.1. Karakteristik Fisik

a. Swelling Power

Tabel 7 swelling power dengan perbandingan antara tepung sukun asal

Buton dengan tepung terigu segitiga biru menunjukkan hasil rerata tepung sukun

asal Buton lebih tinggi yaitu dengan rerata 6,75 g/g dibandingkan dengan tepung

terigu segitiga biru dengan rerata 4,95 g/g. Berdasarkan pada hasil penilaian uji T

swelling power tepung sukun asal Buton diperoleh hasil yang berbeda signifikan

dengan tepung terigu segitiga biru pada taraf 0,05. Semakin besar swelling power

berarti semakin banyak air yang diserap selama pemanasan, hal ini berkaitan

dengan kandungan amilosa dan amilopektin yang terkandung dalam tepung.


Semakin tinggi kadar amilosa maka nilai pengembangan volume akan semakin

tinggi. Hal itu karena dengan kadar amilosa yang tinggi maka akan menyerap air

lebih banyak sehingga pengembangan volume juga semakin besar (Murillo,

2008).

Swelling power atau daya pembengkakan pati adalah kekuatan tepung

untuk mengembang, yang dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain perbandingan

amilosa-amilopektin, panjang rantai dan distribusi berat molekul. Penelitian yang

menggunakan swelling power ada beberapa keuntungan, antara lain lebih mudah

apabila digunakan dalam industri pangan dan waktu yang dibutuhkan relatif

sedikit (Nur Hidayat, 2010).

Pati dengan swelling power tinggi memiliki daya cerna yang tinggi dan

menunjukkan kemampuan pati untuk memperbaiki sifat-sifat makanan dan

penggunaan pati dalam berbagai aplikasi makanan. Pati yang memiliki swelling

power tinggi akan baik digunakan untuk produk bakery yang membutuhkan

pengembangan besar, sedangkan tepung dengan swelling power rendah cocok

digunakan sebagai bahan baku produk yang tidak membutuhkan pengembangan

terlalu besar, contohnya mie (Kusumayanti et al., 2015).

b. Viskositas

Viskositas merupakan resistensi atau ketidakmauan bahan mengalir bila

dikenai gaya (mengalami penegangan) atau gesekan internal dalam cairan dan

merupakan suatu ukuran terhadap kecepatan aliran. Makin lambat cairan berarti
viskositasnya tinggi, sebaliknya makin cepat aliran berarti viskositasnya makin

rendah (Rahmawati, 2019).

Berdasarkan Tabel 7 viskositas dengan perbandingan tepung sukun asal

Buton dengan tepung terigu segitiga biru menunjukkan hasil rerata tepung sukun

asal Buton lebih tinggi yaitu dengan rerata 3,63 Cp di bandingkan dengan tepung

terigu segitiga biru dengan rerata 1,24 Cp. Berdasarkan hasil penilaian uji T pada

viskositas tepung sukun asal Buton diperoleh hasil yang berbeda signifikan

dengan tepung terigu segitiga biru pada taraf 0,05.

Viskositas berkaitan dengan pengukuran tepung dengan konsentrasi

tertentu selama pemanasan dan pengadukan. Viskositas menunjukkan sifat

pecahnya granula pati setelah proses gelatinisasi pati yang disebabkan karena

adanya panas dan air (Indrastuti et al., 2012). Sifat gelatinisasi dan pembengkakan

dari suatu pati, salah satunya ditentukan oleh struktur amilopektin, komposisi pati

dan ukuran granular pati. Di samping itu, perbedaan sifat gelatinisasi juga

dipengaruhi oleh berat molekul granula pati. Makin besar berat molekul, maka

gelatinisasi akan terjadi pada suhu yang lebih rendah dibandingkan dengan yang

berat molekulnya lebih rendah. Saat larutan pati dipanaskan di atas temperatur

gelatinisasinya, pati yang mengandung amilopektin lebih banyak akan

membengkak lebih cepat dibandingkan dengan pati lain. Sebaliknya tepung-

tepungan dengan kandungan amilosa yang lebih tinggi, seperti tepung beras dan

tepung terigu, memerlukan temperatur yang lebih tinggi agar patinya

tergelatinisasi (Imanningsih, 2012).

c. Indeks Kelarutan dalam Air


Kelarutan pada pati terjadi disebabkan adanya ikatan non-kovalen antara

molekulmolekul pati. Bila pati dimasukan ke dalam air dingin, granula pati akan

menyerap air dan membengkak. Penelitian yang dilakukan Purnamasari et al.,

(2010) menyatakan bahwa terkait dengan kemudahan molekul air untuk

berinteraksi dengan molekul dalam granula pati dan menggantikan iteraksi

hidrogen antar molekul sehingga granula akan lebih mudah menyerap air dan

mempunyai pengembangan yang tinggi. Adanya pengembangan tersebut akan

menekan granula dari dalam sehingga granula akan pecah dan molekul pati

terutama amilosa akan keluar.

Berdasarkan Tabel 7 indeks kelarutan dalam air dengan perbandingan

tepung sukun asal Buton dengan tepung terigu segitiga biru menunjukkan hasil

rata-rata tepung sukun asal Buton lebih tinggi yaitu dengan rata-rata 10,65% di

bandingkan dengan tepung terigu segitiga biru dengan rata-rata 6,10%.

Berdasarkan hasil penilaian uji T pada indeks kelarutan dalam air tepung sukun

asal Buton diperoleh hasil yang berbeda signifikan dengan tepung terigu segitiga

biru pada taraf 0,05.

Menurut Hakim (2010) kenaikan kelarutan diduga karena lama waktu dan

suhu pengeringan menyebabkan degradasi dari pati, sehingga rantai tereduksi dan

cenderung lebih pendek dan mudah menyerap air, selain itu juga kadar amilosa

juga berpengaruh terhadap kelarutan. Dimana semakin tinggi kadar amilosa pati

maka kelarutannya di dalam air juga akan meningkat karena amilosa memiliki

sifat polar (Juliano, 1994).

d . Densiitas Kamba
Densitas kamba adalah massa par-tikel yang menempati suatu unit volume

tertentu. Densitas kamba ditentukan oleh berat wadah yang diketahui volumenya

dan merupakan hasil pembagian dari berat bubuk dengan volume wadah. Semakin

tinggi nilai densitas kamba menunjukkan produk semakin padat. Suatau bahan

dinyatakan kamba apabila jika nilai densitas kamba kecil, artinya untuk volume

yang besar berat bahan ringan (Miftakhur, 2012).

Berdasarkan Tabel 7 densitas kamba tepung sukun asal Buton dan tepung

terigu Segitiga Biru relatif sama yaitu sekitar 0,66-0,67 g/ml. Hal ini

menunjukkan bahwa volume tempat penyimpanan dan kemasan tepung sukun asal

Buton dan tepung terigu segitiga biru relatif sama.

4.2.2. Karakteristik Kimia

a. Kadar Air

Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat

dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan berat kering (dry

basis). Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan

pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan cita rasa pada

bahan pangan (Winarno, 2004).

Berdasarkan Tabel 8 kadar air dengan perbandingan tepung sukun asal

Buton dengan tepung terigu segitiga biru menunjukkan hasil rerata karakteristik

kimia analisis kadar air tepung sukun asal Buton lebih tinggi yaitu dengan rata-

rata 12,36% dibandingkan dengan tepung terigu segitiga biru yaitu dengan rata-

rata 10,45%. Hal ini dapat diketahui bahwa semakin sedikit kadar air yang dapat

di peroleh pada tepung maka semakin lama umur simpan yang dapat dihasilkan.
Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan

pangan tersebut, kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang,

dan khamir untuk berkembang biak, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan

pangan. Kadar air setiap bahan berbeda tergantung pada kelembaban suatu bahan.

Semakin lembab tekstur suatu bahan, maka akan semakin tinggi persentase kadar

air yang terkandung di dalamnya (Winarno, 2004). Menurut syarat mutu standar

nasional Indonesia (SNI) 3751:2009 yang diizinkan untuk tepung terigu dengan

ketentuan bahan tambahan pangan (BTP) yaitu dengan maksimal 14,5%. Hal ini

berarti bahwa tepung sukun memiliki umur simpan yang tahan lama dan dapat

memenuhi standar maksimal SNI.

b. Kadar Abu

Abu merupakan residu anorganik setelah bahan bakar dengan suhu tinggi

(diabukan), pada umumnya, abu terdiri dari senyawa natrium (Na), Kalium (K),

kalsium (Ca), dan silikat (Si). Nilai kadar abu suatu bahan pangan menunjukkan

besarnya mineral yang terkandung dalam bahan pangan tersebut. Kadar abu

berhubungan dengan mineral suatu bahan. Semua pati komersial yang berasal

dariserelia dan umbi-umbian mengandung sejumlah kecil garam anorganik yang

dapat berasal dari bahan itu sendiri atau dari air selama pengolahan (Wijayanti,

2007).

Berdasarkan Tabel 8 kadar abu dengan perbandingan tepung sukun asal

Buton dengan tepung terigu segitiga biru menunjukkan hasil rata-rata karakteristik

kimia analisis tepung sukun asal Buton lebih tinggi yaitu dengan rata-rata 0,76%

dibandingkan dengan tepung terigu segitiga biru yaitu dengan rata-rata 0,55%.
Sudarmadji et al., (1997) mengatakan bahwa tingginya kadar abu pada suatu

bahan pangan yang dihasilkan menunjukkan tingginya kandungan mineral bahan

tersebut. Kadar abu suatu bahan pangan menunjukkan besarnya jumlah mineral

yang terkandung dalam bahan pangan tersebut. Kadar abu menggambarkan

banyaknya mineral yang tidak terbakar menjadi zat yang mudah menguap.

Sebagian besar bahan makanan yaitu 96% terdiri dari bahan organik dan air,

sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral atau juga dikenal sebagai zat anorganik

atau kadar abu (Winarno, 2008). Menurut syarat mutu standar nasional Indonesia

(SNI) 3751:2009 yang diizinkan untuk tepung terigu dengan ketentuan bahan

tambahan pangan (BTP) yaitu dengan maksimal kadar abu 0,70%. Hal ini berarti

bahwa tepung sukun memiliki jumlah mineral atau zat anorganik yang sedikit dan

dapat memenuhi standar maksimal SNI.

c. Kadar Lemak

Lemak adalah senyawa ester dari gliserol dan asam lemak. Seperti halnya

karbohidrat, lemak merupakan sumber energi bagi tubuh yang memberikan nilai

energi lebih besar daripada karbohidrat dan protein yaitu 9 kkal/g (Kurtzweil,

2006).

Berdasarkan Tabel 14 kadar lemak dengan perbandingan tepung sukun

asal Buton dengan tepung terigu segitiga biru menunjukkan hasil rerata

karakteristik kimia analisis tepung sukun asal Buton lebih tinggi yaitu dengan

rata-rata 1,77% dibandingkan dengan tepung terigu segitiga biru yaitu dengan

rata-rata 1,10%. Seperti halnya karbohidrat, lemak merupakan sumber energi bagi

tubuh yang dapat memberikan nilai energi lebih besar daripada karbohidrat dan
protein, yaitu 9 kkal per gram (Kurtzweil, 2006). Lemak didapat dari makanan

hewani dan nabati antara lain minyak goreng, mentega dan margarin. Lemak

berfungsi sebagai sumber citarasa dan memberikan tekstur yang lembut pada

produk.

d. Kadar Protein

Asam amino merupakan konstituen penting dalam pangan yang

menyediakan bahan baku untuk biosintesis protein,. Selain itu, asam amino juga

berkontribusi terhadap flavor dan prekursor senyawa aroma dan warna selama

reaksi enzimatik, pengolahan dan penyimpanan makanan, protein juga

berkontribusi terhadap sifat fisik makanan karena kemampuannya untuk

stabilisasi, busa, emulsi, dan stabilitas gel (Belitz dan Grosch, 1999).

Berdasarkan Tabel 8 kadar protein dengan perbandingan tepung sukun

asal Buton dengan tepung terigu segitiga biru menunjukkan hasil rerata

karakteristik kimia analisis kadar protein tepung sukun asal Buton sangat rendah

yaitu dengan rata-rata 0,34% dibandingkan dengan tepung terigu segitiga biru

yaitu dengan rata-rata 9,66%. Hal ini disebabkan karena kandungan protein pada

tepung segitiga biru lebih tinggi dibandingkan dengan tepung sukun asal Buton.

Haryanto dan Pangloli (1992) mengatakan bahwa keistimewaan terigu

dibandingkan dengan tepung dari serelia lain terletak pada kandungan gluten yang

tidak terdapat pada tepung lain. Gluten terdiri dari gliadin dan glutenin yang

merupakan suatu komponen dari protein yang hanya terdapat pada tepung terigu.

Salim (2011) juga mengatakan bahwa kandungan protein mempengaruhi jumlah

gluten yang ada pada tepung. Gluten mempengaruhi kekenyalan dan elastisitas
produk. Menurut syarat mutu standar nasional Indonesia (SNI) 3751:2009 yang

diizinkan untuk tepung terigu dengan ketentuan bahan tambahan pangan (BTP)

yaitu dengan minimal 70%. Hal ini berarti bahwa tepung sukun belum memenuhi

standar minimal SNI.

e. Kadar Karbohidrat

Karbohidrat merupakan salah satu zat gizi yang diperlukan oleh manusia

yang berfungsi untuk menghasilkan energi bagi tubuh manusia. Karbohidrat

terdiri dari dua golongan yaitu karbohidrat sederhana dan karbohidrat kompleks.

Karbohidrat sederhana terdiri atas monosakarida, disakarida, oligosakarida.

Sedangkan karbohidrat kompleks terdiri atas polisakarida dan polisakarida non

pati (serat). Salah satu jenis polisakarida yang penting dalam ilmu gizi adalah pati

(Nurham, 2014).

Berdasarkan Tabel 8 kadar karbohidrat dengan perbandingan tepung sukun

asal Buton dengan tepung terigu segitiga biru menunjukkan hasil rata-rata

karakteristik analisis kimia kadar karbohidrat tepung sukun asal Buton lebh tinggi

yaitu dengan rata-rata 84,79% dibandingkan dengan tepung terigu segitiga biru

yaitu dengan rata-rata 78,79%. Kadar karbohidrat pada tepung sukun asal Buton

dan tepung terigu segitiga biru dihitung secara by difference dan dipengaruhi oleh

komponen nutrisi lain yaitu kandungan protein, lemak, air, dan abu. Sesuai

dengan pendapat Fatkurahman et al, (2012) dalam Astrini (2016) yang

menyatakan bahwa kadar karbohidrat dihitung secara by difference dipengaruhi

oleh komponen nutrisi lain yaitu protein, lemak, air, dan abu, semakin tinggi

komponen nutrisi lain maka kadar karbohidrat semakin rendah dan sebaliknya
apabila komponen nutrisi lain semakin rendah maka kadar karbohidrat semakin

tinggi.

Karbohidrat sumber kalori utama bagi tubuh. Karbohidrat juga mempunyai

peranan penting dalam menentukan karekteristik bahan makanan misalnya rasa,

warna, tekstur dan lain-lain. Karbohidrat selain berperan sebagai sumber energi

utama juga berperan mencegah pemecahan protein tubuh secara berlebihan,

kehilangan mineral dan membantu dalam metabolism lemak dan mineral

(Winarno, 2004).

4.2.3. Uji Organoleptik

a. Warna

Warna merupakan komponen yang sangat penting untuk menentukan

kualitas atau derajat penerimaan suatu bahan pangan. Penentuan mutu suatu bahan

pangan pada umumnya tergantung pada warna, karena warna tampil lebih dahulu

(Winarno, 2004).

Berdasarkan Tabel 19 penilaian hedonik sensorik warna cake berkisar

antara 2,70-4,10 (agak suka – suka). Data ini menunjukkan bahwa penggunaan

tepung sukun secara keseluruhan memberikan warna yang kurang disukai oleh

panelis terutama pada perlakuan F0 yang hampir mendekati tidak suka.

Sedangkan pada Tabel 25 penilaian deksriptif sensorik warna cake berkisar antara

1,46-4,10 (kuning muda – coklat). Data ini menunjukkan warna coklat pada cake

diperoleh pada perlakuan F0 (tepung sukun 100%) dan warna kuning muda pada

cake diperoleh pada perlakuan F4 (tepung terigu 100%). Hal ini menunjukkan

bahwa semakin banyak tepung sukun yang ditambahkan dalam produk cake maka
warna yang dihasilkan akan semakin coklat. Winarno (1992) mengatakan bahwa

Suatu bahan pangan yang dinilai bergizi, enak dan teksturnya sangat baik tidak

akan menarik selera apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau

memberi kesan telah menyimpang dari warna seharusnya.

b. Aroma

Aroma produk pangan berasal dari molekul-molekul yang mudah menguap

dari makanan tersebut yang ditangkap oleh hidung sebagai indra pembau.

Komponen yang memberikan aroma adalah asam-asam organik berupa ester dan

volatil. Secara kimiawi sulit dijelaskan mengapa senyawa-senyawa menyebabkan

aroma yang berbeda, karena senyawa-senyawa mempunyai struktur kimia dan

gugus fungsional yang hampir sama (stereoisomer) kadang-kadang mempunyai

aroma yang sangat berbeda, misalnya metanol, isometanol, dan neometanol.

Sebaliknya senyawa yang sangat berbeda struktur kimianya, mungkin

menimbulkan aroma yang sama (Winarno, 2004).

Berdasarkan Tabel 20 penilaian hedonik sensorik aroma cake berkisar

antara 3,00-3,93 (agak suka-suka). Data ini menunjukkan bahwa tepung sukun

memberikan aroma yang spesifik pada cake terutama pada perlakuan F0 hampir

mendekati tidak suka. Sedangkan pada Tabel 26 penilaian deskriptif sensorik

aroma cake berkisar antara 2,16-3,90 (tidak beraroma sukun – beraroma sukun).

Data ini menunjukkan aroma sukun pada cake diperoleh pada perlakuan F0

(tepung sukun 100%) dan tidak beraroma sukun pada cake diperoleh pada

perlakuan F4 (tepung terigu 100%). Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak
tepung sukun yang ditambahkan dalam produk cake maka aroma sukun yang

dihasilkan akan semakin kuat.

c. Tekstur

Tekstur merupakan segi penting dari mutu makanan. Tekstur juga dapat

mempengaruhi citarasa daripada makanan. Kesukaan panelis terhadap tekstur

cake adalah tingkat kehalusan yang perlu diamati panelis.

Berdasarkan Tabel 21 penilaian hedonik sensorik tekstur cake berkisar antara

2,80-3,76 ( agak suka - suka). Data ini menunjukkan bahwa semakin banyak

tepung sukun yang ditambahkan pada pembuatan cake maka memberikan tekstur

yang kurang disukai panelis, terutama pada perlakuan F0 yang memiliki rata-rata

tingkat kesukaan terendah. Sedangkan pada Tabel 27 penilaian deskriptif sensorik

tekstur cake berkisar antara 2,60-3,70 (agak halus – halus). Data ini menunjukkan

bahwa terhalus terdapat pada perlakuan F3 (tepung sukun 25% : tepung terigu

75%) dan tekstur yang agak halus terdapat pada perlakuan F0, F1, F2 dan F4. Dari

kedua tabel tersebut penilaian sensorik tekstur yang paling disukai dan paling

halus diperoleh pada perlakuan F3 (tepung sukun 25% : tepung terigu 75%).

Menurut Desrosier (2008), tepung terigu merupakan struktur pokok atau bahan

pengikat di dalam semua formula cake (bolu). Bahan yang digunakan untuk

memproduksi cake (bolu) memiliki pengaruh pengikat dan pengeras yang

berbeda-beda terhadap adonan cake (bolu). Penggunaan tepung terigu yang

berlebih menghasilkan tekstur cake yang lebih lunak, sedangkan penggunaan

tepung sukun yang berlebih menghasilkan tekstur cake yang lebih keras dan tidak

mengembang. Menurut lawless dan Heyman (2010) menyatakan bahwa tekstur


suatu produk pangan berperan penting dalam proses penerimaan produk oleh

konsumen, sehingga tekstur menjadi salah satu kriteria utama yang digunakan

konsumen untuk menilai mutu dan kesegaran suatu produk.

d. Rasa

Rasa merupakan parameter penting dalam suatu produk pangan. Rasa

merupakan persepsi dari sel pengecap meliputi rasa asin, anis, asam dan pahit

yang diakibatkan oleh bahan yang mudah terlarut dalam mulut. Penilaian

konsumen terhadap bahan suatu makanan biasanya tergantung pada citarasa yang

ditimbulkan oleh bahan makanan tersebut. Citarasa yang dimaksud terdiri dari

rasa, aroma dan tekstur bahan yang mengenai mulut (Meilgaard et al., 1999).

Berdasarkan Tabel 22 penilaian hedonik sensorik rasa cake berkisar antara

3,16-3,66 (agak suka-suka). Data ini menunjukkan bahwa banyak panelis yang

cukup suka dengan rasa sukun salah satunya pada perlakuan F3. Sedangkan pada

Tabel 28 penilaian deskriptif sensorik rasa cake berkisar antara 2,23-3,56 (tidak

terasa sukun – terasa sukun). Data ini menunjukkan rasa sukun pada cake

diperoleh pada perlakuan F0 (tepung sukun 100%) dan tidak terasa sukun pada

cake diperoleh pada perlakuan F4 (tepung terigu 100%). Hal ini menunjukkan

bahwa semakin banyak tepung sukun yang ditambahkan dalam produk cake maka

rasa sukun yang dihasilkan akan semakin kuat. Winarno (2004) menyatakan

bahwa rasa suatu makanan merupakan salah satu faktor yang menentukan daya

terima konsumen terhadap suatu produk.Rasa makanan merupakan gabungan dari

rangsangan cicip, baudan pengalaman yang banyak melibatkan lidah. Menurut

Kartika et al (1998) bahwa umumnya bahan pangan tidak hanya terdiri dari salah
satu rasa, tetapi merupakan gabungan dari berbagai macam rasa secara terpadu,

sehingga menimbulkan cita rasa yang utuh.

e. Keseluruhan

Berdasarkan Tabel 23 penilaian keseluruhan sensorik cake berkisar antara

3,10-3,90 (agak suka-suka). Data ini menunjukkan bahwa dari semua perlakuan

dengan penambahan tepung terigu yang dihasilkan paling banyak yang disukai

panelis terdapat pada perlakuan F3. Hal ini sesuai dengan hasil penilaian

organoleptik terhadap aroma, tekstur dan rasa yang berbeda nyata terhadap semua

perlakuan.

Penilaian secara keseluruhan merupakan penilaian terakhir yang diamati

oleh panelis. Penilaian organoleptik panelis terhadap penilaian keseluruhan

merupakan hasil penilaian terhadap hasil keseluruhan parameter organoleptik

seperti aroma, warna, rasa dan tekstur.

4.2.4. Daya Kembang Cake

Daya kembang merupakan kemampuan cake untuk mengalami

penambahan ukuran setelah dilakukan proses baking atau pemanggangan. Tingkat

Pengembangan cake ditentukan dengan cara mengukur volume cake sebelum dan

sesudah diolah. Pengembangan cake erat kaitannya dengan komposisi tepung

terigu cake tersebut. Tepung terigu merupakan struktur pokok atau bahan pengikat

di dalam semua formula cake (Kafah,2012).

Berdasarkan Tabel 20 daya kembang cake dengan perbandingan tepung

sukun asal Buton dengan tepung terigu Segitiga Biru menunjukkan nilai tepung

terigu secara keseluruhan dalam pembuatan cake lebih tinggi yaitu dengan daya
kembang 89,80% dibandingkan tepung sukun asal Buton yang dimasukkan secara

keseluruhan dalam pembuatan cake yaitu dengan daya kembang 35,17%. Hal ini

menunjukkan bahwa semakin banyak tepung terigu yang ditambahkan pada

produk cake maka akan semakin tinggi daya kembang yang dipeoleh. Hal ini

dikarenakan tepung terigu yang mengandung senyawa gluten. Menurut Ahmad et

al., (2014), senyawa gluten tersusun atas dua fraksi yaitu glutenin dan gladin yang

masing-masing akan menentukan elastisitas serta plastisitas adonan. Sifat elastis

dan plastis pada adonan tersebut diakibatkan terbentuknya kerangka-kerangka

seperti jaring-jaring dari senyawa glutenin dan gladin. Selanjutnya kerangka

seperti jaring-jaring inilah yang berperan sebagai perangkap udara sehingga

adonan menjadi mengembang.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan

sebagai berikut :

1. Karakteristik fisik tepung sukun asal Buton meliputi swelling power,

viskositas, indeks kelarutan dalam air dan densitas kamba berturut-turut

sebesar 6,75 g/g, 3,63 cp, 10,65 %, dan 0,66 g/ml. Untuk karakteristik kimia

tepung sukun asal Buton meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar

protein dan kadar karbohidrat berturut-turut sebesar 12,36 %bb, 0,76 %bb,

1,77 %bk, 0,34 %bk dan 84,79 %bk. Sedangkan karakteristik fisik tepung

terigu segitiga biru meliputi swelling power, viskositas, indeks kelarutan

dalam air dan densitas kamba berturut-turut sebesar 4,95 g/g, 1,24 cp, 6,10 %,

0,67 g/ml. Untuk karakteristik kimia tepung terigu segitiga biru meliputi

kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat dan kadar

serat kasar berturut-turut sebesar 10,45 %bb, 0,55 %bb, 1,10 %bk, 9,66 %bk

dan 78,79 %bk.

2. Pengaruh penambahan tepung sukun terhadap kualitas cake menggunakan uji

organoleptik hedonik yang meliputi warna, aroma, tekstur, rasa dan

keseluruhan semuanya berpengaruh sangat nyata dan perlakuan yang paling

diterima oleh panelis adalah perlakuan tepung sukun 25% dan tepung terigu

75%, dengan daya kembang terbaik.

5.2. Saran
Tepung sukun (artocarpus altilis) asal Buton memiliki potensi untuk

menjadi bahan tepung terigu secara keseluruhan untuk pembuatan cake, namun

tepung sukun memiliki warna yang kurang menarik dimata panelis karena

warnanya yang coklat. Pada perlakuan F3 adalah perlakuan yang paling diterima

oleh panelis dengan perlakuan tepung sukun 25% dan tepung terigu 75% dengan

daya kembang terbaik. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut

tentang perendaman natrium metabisulfit kepada buah sukun agar buah sukun

tidak mengalami browning saat pengovenan. Dengan begitu pemanfataan tepung

sukun akan lebih luas dalam hal produk pangan yang dijual di pasaran dan bagi

masyarakat yang ingin mengolahnya sendiri.

DAFTAR PUSTAKA
Adebayo SF and Ogunsola EM. 2005. The proximate analysis and functional
properties in fortified instant pounded yam flour. Global Journal of
Science Frontier Research Biological Science, 5(7), 419—424.

Ade, B.I.O., Akinwande, B.A.,Bolarinwa, I.F and Adebiyi, A.O. 2009.Evaluation


of Tigernut (Ciperus esculentus)- Wheat Composite Flour and Bread. J.
Food Sci. (2): 087-091.

Alrasjid, H. 1993. Pedoman Penanaman Sukun. Informasi Teknis No. 42. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Bogor.

Ankaru, T. 2010. Study on carbohydrate profile of samoan bread study. Hokaaido:


Obihiro University of Agriculture and Veterinary Medicine.

Amanda, V.F. 2018. Pembuatan dan Karakteristik Edible Film Pati Sukun Alami
(Artocarpus altilis) dan Pati Sukun Fosfat. Skripsi. Program Studi S1
Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas
Sumatera Utara. Medan.

Badan Pusat Statistik. 2018. Kabupaten Buton dalam Angka. Buton.

Belitz, H.D dan W. Grosch. 1999. Food Chemistry. Springer, Berlin.

Considine, D.M dan G.D. Considine. 1982. Food and Food Production
Encyclopedia. New York: Van Nostrand Reinhold.

Departemen Pertanian. 2003. Panduan Teknologi Pengolahan Sukun Sebagai


Bahan Pangan Alternatif. Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil
Holtikultura. Jakarta.

Desrosier, 2008. Teknologi Pengawetan Pangan. Penerjemah M. Muljohardjo. UI-


Press, Jakarta.

Gunasekaran, K., Shanmugan, V and Suresh, P. 2012. Modelling and Analytical


Experimental Study of Hybrid Solar Dryer Integrated with Biomass Dryer
for Drying Coleus Forskohlii Stems. IPCSIT 28: 28-32.

Hakim, Azafilmi dan Faresti Sistihapsari.2010. Modifikasi Fisik Kimia Tepung


Sorgum berdasarkan Karakteristik Sifat Fisikokimia sebagai Substituen
Tepung Gandum. Jurusan Teknik Kimia. Fakultas Teknik. Universitas
Diponegoro.

Hamidah, Siti. (1996). Bahan Ajar Patiseri. Yogyakarta: Universitas Negeri


Yogyakarta.

Haryanto, B. 1992. Potensi dan Pemanfaatan Sagu. Kanisius. Yogyakarta.


Hendalastuti, H., Rojidin, A. 2006. Karakteristik Budidaya dan Pengolahan Buah
Sukun: Studi Kasus di Solok dan Kampar. [Prosiding Seminar Hasil].
Litbang Hasil Hutan 2006:220-232.

Hendri, Marlina, L., Liferdi. 2010. Diversifikasi Pangan dan Gizi dengan Alpukat,
Pisang dan Sukun. Solok: Seminar Nasional Program dan Strategi
Pengembangan Buah Nusantara.

Hidayat Nur, 2010. Pati Ganyong Potensi Lokal yang Belum Termanfaatkan,
April 16 th, 2010.

Imanningsih, N. 2012. Profil Gelatinisasi beberapa Formulasi Tepung-tepungan


untuk Pendugaan Sifat Pemasakan. Penel Gizi Makan. Vol 35 (1).
Halaman: 13-22. Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan, Badan
Litbangkes. Kemenkes. Jakarta.

Indrastuti, E., Harijono dan Susilo, B. 2012. Karakteristik Tepung Uwi Ungu
(Discorea alata L.) yang Direndam dan Dikeringkan sebagai Bahan Edible
Paper. Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 13 No. 3 Hal. 169-176. Malang.

Jessica A. 2016. Pengawasan Mutu Tepung Terigu secara Kimiawi di PT.


Indofood Sukses Makmur Tbk. Bogasari Flour Mills Divicion Jakarta.
Fakultas Teknologi Pertanbian. Semarang.

Kader, A.A. 2002. Breadfruit. Recommendation for Maintaining Postharvest


Quality. www.ucdavis.edu [04 September 2018].

Karsin, E.S. 2004. Klasifikasi Pangan dan Gizi. Di dalam Baliwati, Y.F.
Khomsan, A. Dwiriani, C.M (eds). 2004. Pengantar Pangan dan Gizi.
Penebar Swadaya, Jakarta.

Kartika, B. 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. UGM Yogyakarta


:PusatAntar Universitas Pangan dan Gizi.

Kusnandar, F., Nuraida, L., Palupi, N.S. 2007. Pemanfaatan talas, garut, dan
sukun sebagai prebiotik dan formulasi sinbiotik sebagai suplemen
makanan. Penelitian Hibah Bersaing. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Kusmawati, Aan, Ujang H., dan Evi E. 2000. Dasar-Dasar Pengolahan Hasil
Pertanian I. Central Grafika. Jakarta.

Kusumayanti, H, Handayani, N, A, Santosa, H. 2015. Swelling power and water


solubility of cassava and sweet potatoes flour. Procedia Environmental
Sciences. 23:164-167.

Loelianda, P., Nafi, A dan Windrasti, W.S. 2017. Substitusi Tepung Labu Kuning
(Cucurbita moschata durch) dan Koro Pedang (Canavalia ensiformis L.)
Terhadap Terigu pada Pembuatan Cake. Jurnal Agroteknologi Vol. 11 (1).
Muchtadi, Tien. 1997. Petunjuk Laboratorium Teknologi Proses Pengolhan
pangan Pangan.PAU Pangan dan Gizi IPB. Bogor.

Murillo, C.E.C., Wang, Y.J and Perez, L.A.B. 2008. Morphological,


Physicochemical and Structural Characteristics of Oxidized Barley and
Corn Starches, Starch/Stärke Vol. 60, 634-645.

Navitri, M.M. 2017. Pengaruh Laju Aliran Bahan dan Udara Pengering terhadap
Kualitas Fisik Sukun (Artocarpus altilis) Hasil Pengeringan Menggunakan
Flash Dryer dengan Horizontal Disintegrator. Skripsi. Fakultas Teknologi
Pertanian. UGM. Yogyakarta.

Noviarso, C. 2003. Pengaruh Umur Panen dan Masa Simpan Buah Sukun
(Artocarpus altilis) Terhadap Kualitas Tepung Sukun yang Dihasilkan.
Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Nurcahyo E., Amanto S. B dan Nurhartadi E. 2014. Kajian Penggunaan Tepung


Sukun (Artocarpus Communis) Sebagai Substitusi Tepung Terigu pada
Pembuatan Mi Kering. Jurnal Teknosains Pangan 3(2). Fakultas Pertanian.
Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Oladunjoye, I.O., Ologhobo, A.D., Olaniyi, C.O. 2010. Nutrient composition,


energy value and residual anti-nutritional fac-tors in dufferently
processed breadfruit (Artocarpus altilis) meal. African Journal of
Biotechnology 9(27): 4259-4263.

Omobuwajo TO. 2003. Compositional characteristics and sensory quality of


biscuit, prawn crackers, and fried chips produced from breadfuit
(Artocarpus altilis). Journal Innovative Food Science and Emerging
Technologies, 4(2), 219—225.

Pitojo, S. 1992. Budidaya Sukun. Kanisius. Yogyakarta.

Purnamasari, Indah dan H. Januarti, 2010. Pengaruh Hidrolisa Asam-Alkohol dan


Waktu Hidrolisa Asam terhadap Sifat Tepung Tapioka. Jurusan Teknik
Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro.

Ragone, D. 1997. Breadfruit : Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg. Promoting


the conservation and used of underutilize and neglected crops. 10.
International Plant Genetic Resources Institute. Rome, Italy.

Ragone, D. 2001. Chromosome Numbers and Pollen Stainability of Three Species


of Pasific Islands Breadfruit (Artocarpus, Moraceae). American Journal of
Botany 88: 693-696. www.Amjbot.org. [14 September 2018].

Rahayu, E., Farida. 2010. Modul Diklat Aneka Cake. Padang: Dinas Pendidikan
Kota Padang.
Rahmawati S. 2019. Pengaruh Jenis Isolat dan Konsentrasi Bakteri Asam Laktat
Asal Wikau Maombo terhadap Sifat Fisikokimia Tepung Sagu
(Metraxylon sp.) Modifikasi dan Aplikasinya pada Produk Biskuit
Crackers. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Halu Oleo. Kendari.

Rajendran, R. 1992. Arthocarpus altilis (Parkinson) Fosberg in PROSEA: Plant


Resources of South-East Asia 2. Edible fruits and nuts. Bogor, Indonesia.
pp 83-86.

Reeve, R.M. 1974. Histological Structure and Commercial Dehydration Potential


of Breadfruit. Economic Botani,. 28:82-95.

Satyajaya, W., Setyani, S., dan Nur, M. 2013. Pengujian Asam Lemak Bebas dan
Aktivitas Mikroba pada BMC-MP-ASI Buah Sukun dan Kacang Benguk
Selama Penyimpanan. Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian. Vol
18(1).

Senanayake, S.A., Gunaratne, K.K.D.S., Ranawera, Bamunuarachchi, A. 2013.


Effect of Heat Moisture Treatment Conditions on Swelling Power and
Water Soluble Index of Different Cultivars of Sweet Patato (Ipomea
batatas (L). Lam) Starch. ISRN Agronomy.Hindawi Publishing
Corporation 1‒4.

Singh, Kaur, L., Sadhi, N.S and Sekhon, K.S. 2005. Physicoshemical, Cooking
and Textural Properties of Miled Rice from Different Indian Rise
Culvitars Food Chem, 89 : 253-259.

SNI. 2009. Tepung Terigu. SNI 3751 – 2009. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta.

SNI 01-3840-1995. Roti. Departemen Perindustrian Republik Indonesia. Jakarta.

Sudarmadji, Bambang, H., dan Suhardi. 2003. Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian. Kanisius. Yogyakarta.

Sunarto. 1988. Sukun. Kumpulan Kliping Sukun, Mengenal Sukun, Jenis Sukun,
Budidaya Sukun, Pengolahan Pasca Panen, Sentra Produksi (hlm. 1-4).
Jakarta: PIP (Pusat Informasi Pertanian Trubus).

Suprapti, L.M. 2002, “ Tepung Sukun, Pembuatan dan Pemanfaatannya,”


Teknologi Tepat Guna. Penerbit Kanisius Yogyakarta.

Sutiah, K.S, Firdaus dan Budi, W.S. 2008. Studi Kualitas Minyak Goreng dengan
Parameter Viskositas dan Indeks Bias.Barkala Fisika, 11(2): 53-58.

Syah, A dan Nazaruddin. 1994. Sukun dan Keluwih. Penebar Swadaya, Jakarta.

Tester R.F, and Morrison, W.R, (1990). Swelling and gelatinisation of cereal
starches.
Thompson, A.K., B.O. Been, and C. Perkins. 1974. Storage of Fresh Breadfruit.
Trop. Agric. 51 (3) : 407-415.

Verheij, E.W and Coronel, R.E. 1997. Prosea, Sumberdaya Nabati Asia Tenggara
2, Buah-Buahan yang dapat dimakan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Wheat, A. 1983. Pedoman Pembuatan Roti dan Kue. Djambatan.

Widowati, S. 2003. Prospek Tepung Sukun untuk Berbagai Produk Makanan


Olahan dalam Upaya Menunjang Diversifikasi Pangan [makalah]. Bogor:
Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Widowati, S dan D.S. Damardjati. 2001. Menggali Sumberdaya Pangan Lokal


dalam Rangka Ketahanan Pangan. Majalah PANGAN No 36/X/Jan /2001.
Jakarta.: BULOG.

Winarno, F.G. 2002.Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Winarno, F.G. 2004. Kimia pangan dan gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Winarno, F.G., Srikandi, F dan Dedi, F. 1980. Pengantar Teknologi Pangan.


Gramedia Jakarta.

Lampiran 1: Denah penelitian

F2 (1) F4 (2) F1 (1)


F0 (2) F3 (3) F2 (3)
F4 (1) F1 (2) F3 (1)
F1 (3) F4 (3) F0 (1)
F2 (2) F0 (3) F3 (2)

Keterangan:

F0 = Tepung sukun =100% (Kontrol I)

F1 = Tepung sukun : tepung terigu = 75% : 25%

F2 = Tepung sukun : tepung terigu = 50% : 50%

F3 = Tepung sukun : tepung terigu = 25% : 75%

F4 = Tepung terrigu = 100% (Kontrol II)

(1), (2) dan (3) = Ulangan

Lampiran 2: Prosedur kerja pembuatan tepung sukun

Buah sukun

Ditimbang
Dikupas kulitnya dan dicuci buahnya Kulit dibuang

Dibelah menjadi 10 bagian dan dikukus


selama 10 menit

Dinginkan dan diiris dengan ukuran 1 cm2

Dikeringkan dengan oven


pada suhu 60ºC selama 10 jam

Digiling dengan menggunakan


blender

Diayak dengan ayakan 80 mesh

Tepung sukun

Ditimbang

Lampiran 3: Prosedur kerja pembuatan adonan cake

Siapkan telur 150 g, gula


100 g dan ovalet 2 g

Dicampur dengan menggunakan mixer


selama 10 menit
Ditambahkan tepung sukun
100 g

Mixer dengan kecepatan sedang sampai


adonan tercampur rata selama 7 menit

Ditambahkan margarine 100 g


dan susu bubuk 50 g

Mixer dengan cepatan rendah selama 2 menit

Dimasukkan ke dalam loyang


yang terlah diolesi margarine

Dioven pada suhu 150ºC


selama 30 menit

Cake

Lampiran 4 : Diagram alir penelitian

Buah sukun

Diambil daging buah sukun dan dipotong


menjadi 10 bagian

Dikukus selama 10 menit dan dinginkan


Dicuci dan diiris tipis-tipis dengan ukuran 1 cm2

Dikeringkan menggunakan oven pada


suhu 60ºC selama 10 jam

Digiling menggunakan blender

Diayak menggunakan ayakan


Analisis fisik tepung 80 mesh
meliputi densitas kamba,
viskositas, swelling
power dan index
Tepung
kelarutan dalam air
sedangkan proksimat sukun
meliputi kadar air, abu, Tepung Sukun : Tepung Terigu
karbohidrat, protein dan 100% :0
lemak 75% : 25%
Cake
50% : 50%
25% : 75%
0 : 100%

Uji fisik meliputi Uji organoleptik


daya kembang hedonik dan deskriptif
meliputi aroma, tekstur,
warna dan rasa

Lampiran 5: Analisis uji densitas kamba (Singh et al., 2005)

Bahan dimasukkan ke dalam gelas ukur dan dipadatkan sampai volumenya

mencapai 100 mL. Semua bahan dari gelas ukur dikeluarkan dan ditimbang

beratnya. Densitas kamba bahan dinyatakan dalam g/mL.

Berat tepung (g)


Densitas kamba =
100 mL

Lampiran 6: Analisis viskositas metode Oswald (Sutiah et al., 2008)

Masing-masing sampel ditimbang sebanyak 0,5 g, kemudian sampel

masing-masing dipindahkan ke dalam gelas kimia berukuran 50 mL, selanjutnya

ditambahkan 75 mL aquades ke dalam gelas kimia yang telah berisi sampel.

Selanjutnya menganalisis tingkat viskositas tepung, yaitu dengan cara mengambil


hasil gelatinisasi tepung yang telah diberikan perlakuan pemanasan yang sama,

lalu cairan kental hasil gelatinisasi dimasukkan ke dalam alat viskometer Oswald

melalui dinding-dinding, selanjutnya dilakukan peniupan melalui mulut alat

tersebut sampai caiaran yang ada di dalamnya mencapai titik maksimum.

Selanjutnya diuji waktu yang dibutuhkan oleh larutan tepung yang telah

mencapai titik maksimum untuk mengalir dari alat viscometer Oswald sampai

mencapai titik henti. Semua peroses tersebut dihitung waktu yang dibutuhkan oleh

larutan tepung sagu untuk mengalir dari alat viskometer Oswald. Perhitungan

waktu menggunakan alat stopwatch dan sebagai pembanding uji larutan sampel

yang digunakan tepung terigu yang diberi perlakuan sama seperti sampel.

(ρ tepung) t larutan tepung


Viskositas = x ɳ air
(ρ Air) t Air
Keterangan:
ɳ air = viskositas air (1,0 cP)
ρtepung = berat jenis tepung (gr/mL)
ttepung = waktu alir tepung (detik)
ρair = berat jenis air (1,0 gr/mL)
tair = waktu alir air (detik)

Lampiran 7: Analisis swelling power dan indeks kelarutan dalam air

(Senanayake et al., 2013)

Sampel ditimbang sebanyak 0,5 g (A) dan dicampur dengan 10 mL aquades

dalam 15 mL tabung sentrifuse yang telah diketahui bobotnya. Sampel diaduk

dengan vortek selama 10 detik, selanjutnya ditempatkan pada penangas air suhu

85oC selama 30 menit dengan pengadukan kontinue selama 10 detik setelah 5, 15


dan 25 menit pemanasan. Sampel yang telah dipanaskan kemudian didinginkan

pada suhu ruang disentrifuge dengan kecepatan 2000 rpm selama 30 menit.

Supernatannya diambil, kemudian ditimbang endapannya (D).Supernatan

diletakan dalam cawan petri yang telah diketahui bobotnya (B).Cawan petri

dikeringkan di dalam oven suhu 105oC sampai bobot konstan.Kemudian timbang

(C).Swelling power merupakan rasio antara bobot endapan tertinggal dalam

tabung sentrifuse (D) dengan bobot kering sampel. Sedangkan indeks kelarutan

dalam air (IKA) merupakan persentase bobot pati yang larut dalam air.

Perhitungan:

D
Swelling power = (ɡ/ɡ)
A

(C−B)
Indeks kelarutan dalam air (%) = x 100%
A

Lampiran 8: Analisis uji daya kembang (Sulistianing, 1995)

Prosedur uji pengembangan cake dilakukan dengan cara diukur

menggunakan lidi dengan menusukkan pada bagian tengah adonan kemudian di

ukur tinggi sebelum dan sesudah pemanggangan dengan persamaan:

B -A
%Pengembangan = x 100%

Keterangan:

A = Tinggi adonan sebelum pemanggangan

B = Tinggi adonan setelah pemanggang

Lampiran 9: Analisis Kadar Air (AOAC, 2005)

Sampel tepung sukun sebanyak 2 sampai 3 g dimasukan ke dalam cawan yang

telah dikeringkan dan beratnya konstan, lalu dipanaskan dalam oven dengan suhu

1050C selama 3 jam atau sampai beratnya konstan. Setelah itu dimasukkan ke
dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang beratnya. Kadar air ditentukan

dengan rumus :

Perhitungan :

B−C
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 = x 100 %
B− A

Keterangan :

A. Berat cawan kosong dinyatakan dalam g

B. Berat cawan + sampel awal dinyatakan dalam g

C. Berat cawan + sampel kering dinyatakan dalam g

Lampiran 10: Analisis kadar abu (Association of Official Analytical Chemists

(AOAC, 2000)

Cawan porselin yang akan digunakan dipanaskan dalam oven terlebih

dahulu selama 30 menit pada suhu 100-1500C kemudian didinginkan cawan dalam
desikator untuk menghilangkan uap air dan ditimbang. Sampel ditimbang

sebanyak 2 g dalam cawan yang sudah dikeringkan, kemudian dilakukan

pengabuan di dalam tanur pada suhu 6000C sampai pengabuan sempurna. Sampel

yang sudah diabukan kemudian didinginkan dalam desikator dan timbang.

Perhitungan :

C−A
Kadar Abu= X 100 %
B− A

Keterangan :

A= Bobot cawan porselin kosong (g)

B= Bobot cawan porselin dengan sampel (g)

C= Bobot cawan porselin dengan sampel setelah diabukan (g)

Lampiran 11: Analisis kadar protein (metode biuret, AOAC, 1999)

Penyiapan reagen dan larutan standar

Reagen Biuret dibuat dengan cara menimbang 0.75 g CuSO 4.5H2O ; 3.0 g

NaKC4O6.6H2O dan dilarutkan dalam 250 mL aquades dalam labu takar 500 mL,
kemudian ditambahkan 150 mL NaOH 10% sambil diaduk dan akhirnya

ditambahkan aquades hingga volumenya 500 mL.

Pembuatan larutan standar protein

Pembuatan larutan standar dilakukakan dengan cara menimbang 90 mg

BSA (Bovine Serum Albumin), dilarutkan dalam 25 mL aquades dan

ditambahkan 1 tetes NaOH 3% dan aquades hingga diperoleh larutan protein

induk 3600 ppm.

Pembuatan kurva standar

Larutan standar dipipet 0.2, 0.4, 0.6, 0,8. dan 1,0 mL. Masing-masing ke

dalam tabung reaksi lalu diencerkan dengan aquades hingga 6 mL dan

ditambahkan 6 mL reagen biuret ke dalam masing-masing tabung, lalu didiamkan

selama 30 menit pada suhu kamar. Selanjutnya diukur pada panjang gelombang

maksimum. Blanko yang digunakan adalah campuran 6 mL air dan 6 mL reagen

biuret.

Penyiapan kurva standar dan sampel

Pembuatan larutan protein: ditimbang 2 g sampel kemudian dilarutkan

dengan 20 mL aquades setelah itu disentrifus selama 30 menit. Setelah

disentrifus, tabung sentrifus dimasukkan dalam air es dan didinginkan selama ±

20 menit. Filtrat sampel di pipet 1 mL ditambahkan 5 mL aquades dan 6 mL

reagen biuret dan didiamkan selama ± 30 menit kemudian di ukur kadar protein

sampel.

Perhitungan :
Bobot protein (mg) = konsentrasi sampel (mg/L) x fp* x V sampel (L)

*fp = faktor pengenceran

Bobot protein
Kadar protein (%) = x 100%
Bobot sampel

100
Kadar protein (% bk) = x kadar protein (bb)
100 - kadar air

Lampiran 12: Analisis kadar lemak (AOAC, 1999)

Lemak dihitung dengan metode Soxhlet. Sampel ditimbang sebanyak

2-3 g dimasukkan ke dalam selongsong kertas saring kemudian di tutup dengan

kapas bebas lemak. Kertas saring yang berisi sampel dimasukkan ke dalam alat
soxhlet kemudian alat kondensor di atas dan labu dibawahnya. Pelarut heksan

atau petroleum benzene dituang ke dalam labu 100 ml dan dilakukan reflux

sampai pelarut yang turun ke labu lemak berwarna jernih.

Pelarut yang ada di labu lemak didestilasi dan ditampung, kemudian labu

lemak yang berisi hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105 0C. hasil

ekstraksi dikeringkan sampai bobot tetap dan didinginkan dalam desikator, labu

ditimbang. Berat lemak dapat dihitung berdasarkan rumus :

Bobot lemak (g)


%Lemak = x 100%
Bobot sampel (g)

100
Kadar bahan kering (%) = x Lemak (bb)
100 – kadar air

Lampiran 13: Analisis kadar karbohidrat by difference (Winarno, 2008).

Analisis kadar karbohidrat by difference (winarno, 2008). Kadar

karbohidrat dapat diketahui dari akumulasi persen kadar air, abu, protein dan
lemak yang akan menjadi pengurangan dari 100 persen. Dapat dituliskan

persamaan kadar karbohidrat sebagai berikut:

Kadar karbohidrat ( % ) = 100 % - ( % air + % abu + % lemak + % pati+% protein

100 %
Kadar karbohidrat bahan kering ( % ) ¿ × Karbohidrat
Bahan Kering(%)

Lampiran 14: Data hasil uji T nilai karakteristik fisik tepung sukun

Tabel Hasil Uji T Nilai Karakteristik Fisik Tepung Sukun

Variabel Pengamatan DF t Value t Hitung Pr> |t|


Swelling power 2 29,470* 4,30 0,001
Viskositas 2 91,290* 4,30 0,000
Indeks kelarutan dalam 2 82,614* 4,30 0,000
air
Densitas kamba 2 0 tn 4,30 0
Keterangan : * (berpengaruh nyata signifikan pada taraf 0,05)
tn (tidak nyata signifikan pada taraf 0,05)

Lampiran 15: Hasil sensorik hedonik warna cake

Tabel Hasil Penilaian Sensorik Hedonik Warna Cake


Ulangan
Perlakuan Total Rerata
1 2 3
F0 2.7 2.5 2.9 8.1 2.7
F1 3.4 3.3 3.2 9.9 3.3
F2 3.7 3.4 3.6 10.7 3.6
F3 4.2 4.0 4.1 12.3 4.1
F4 3.9 4.2 3.6 11.7 3.9
Total 17.9 17.4 17.4 52.7
Rerata 3.58 3.48 3.48 3.51

Tabel Hasil Analisis Ragam Sensorik Warna Cake


Sumber Deraja Jumlah Kuadrat Ftabel
Fhitung
Keragaman t Bebas Kuadrat Tengah 5% 1%
Perlakuan 4 3,738 0,934 39,73** 3,47 5,99
Galat 10 0,212 0,024
Total 14 3,949
Keterangan : ** = berpengaruh sangat nyata

Lampiran 16: Hasil sensorik hedonik aroma cake

Tabel Hasil Penilaian Sensorik Hedonik Aroma Cake


Ulangan
Perlakuan Total Rerata
1 2 3
F0 3.1 3.0 2.9 9.0 3.0
F1 3.1 3.2 3.2 9.5 3.1
F2 3.5 3.3 3.1 9.9 3.3
F3 3.8 4.1 3.9 11.8 3.9
F4 3.4 3.7 3.5 10.6 3.5
Total 16.9 17.3 16.6 50.8
Rerata 3.38 3.46 3.32 3.39

Tabel Hasil Analisis Ragam Sensorik Aroma Cake


Sumber Derajat Jumlah Kuadrat Ftabel
Fhitung
Keragaman Bebas Kuadrat Tengah 5% 1%
Perlakuan 4 1,577 0,394 19,72** 3,47 5,99
Galat 10 0,200 0,020
Total 14 1,777
Keterangan : ** = berpengaruh sangat nyata

Lampiran 17: Hasil sensorik hedonik tekstur cake

Tabel Hasil Penilaian Sensorik Hedonik Tekstur Cake


Ulangan
Perlakuan Total Rerata
1 2 3
F0 2.7 2.8 2.9 8.4 2.8
F1 3.0 3.2 3.3 9.5 3.1
F2 3.2 3.5 2.8 9.5 3.2
F3 3.7 3.7 3.9 11.3 3.7
F4 3.3 3.6 3.4 10.3 3.4
Total 15.9 16.8 16.3 49.0
Rerata 3.18 3.36 3.26 3.27

Tabel Hasil Analisis Ragam Sensorik Tekstur Cake


Sumber Derajat Jumlah Kuadrat Ftabel
Fhitung
Keragaman Bebas Kuadrat Tengah 5% 1%
Perlakuan 4 1,547 0,387 10,00** 3,47 5,99
Galat 10 0,387 0,039
Total 14 1,933
Keterangan : ** = berpengaruh sangat nyata

Lampiran 18: Hasil sensorik hedonik rasa cake

Tabel Hasil Penilaian Sensorik Hedonik Rasa Cake


Perlakuan Ulangan Total Rerata
1 2 3
F0 3.2 3.0 3.3 9.5 3.1
F1 3.3 3.5 3.5 10.3 3.4
F2 3.6 3.4 3.3 10.3 3.4
F3 3.9 4.1 3.8 11.8 3.9
F4 3.7 3.6 3.7 11.0 3.6
Total 17.7 17.6 17.6 52.9
Rerata 3.54 3.52 3.52 3.53

Tabel Hasil Analisis Ragam Sensorik Rasa Cake


Sumber Derajat Jumlah Kuadrat Ftabel
Fhitung
Keragaman Bebas Kuadrat Tengah 5% 1%
Perlakuan 4 0,996 0,249 14,37** 3,47 5,99
Galat 10 0,173 0,017
Total 14 1,169
Keterangan : ** = berpengaruh sangat nyata

Lampiran 19: Hasil sensorik hedonik keseluruhan cake

Tabel Hasil Penilaian Sensorik Hedonik Keseluruhan Cake


Perlakuan Ulangan Total Rerata
1 2 3
F0 3.1 3.1 3.1 9.3 3.1
F1 3.7 3.5 3.5 10.7 3.5
F2 3.6 3.7 3.5 10.8 3.6
F3 4.0 3.9 3.8 11.7 3.9
F4 3.7 3.5 3.6 10.8 3.6
Total 18.1 17.7 17.5 53.3
Rerata 3.62 3.54 3.50 3.55

Tabel Hasil Analisis Ragam Sensorik Keseluruhan Cake


Sumber Derajat Jumlah Kuadrat Ftabel
Fhitung
Keragaman Bebas Kuadrat Tengah 5% 1%
Perlakuan 4 0,991 0,248 28,58** 3,47 5,99
Galat 10 0,087 0,009
Total 14 1,077
Keterangan : ** = berpengaruh sangat nyata

Lampiran 20: Hasil sensorik deskriptif warna cake

Tabel Hasil Penilaian Sensorik Deskriptif Warna Cake


Ulangan
Perlakuan Total Rerata
1 2 3
F0 4.0 3.7 4.4 12.1 4.0
F1 3.5 5.0 5.0 13.5 4.5
F2 2.9 2.4 2.6 7.9 2.6
F3 2.0 2.1 2.1 6.2 2.0
F4 2.9 1.4 1.1 5.4 1.8
Total 15.3 14.6 15.2 45.1
Rerata 3.06 2.92 3.04 3.01

Tabel Hasil Analisis Ragam Sensorik Warna Cake


Sumber Derajat Jumlah Kuadrat Ftabel
Fhitung
Keragaman Bebas Kuadrat Tengah 5% 1%
Perlakuan 4 11,524 2,881 31,54** 3,47 5,99
Galat 10 0,913 0,091
Total 14 12,437
Keterangan : ** = berpengaruh sangat nyata

Lampiran 21: Hasil sensorik deskriptif aroma cake

Tabel Hasil Penilaian Sensorik Deskriptif Aroma Cake


Ulangan
Perlakuan Total Rerata
1 2 3
F0 4.0 3.9 3.8 11.7 3.9
F1 3.4 3.1 3.4 9.9 3.3
F2 2.7 2.8 2.8 8.3 2.8
F3 2.2 2.5 2.7 7.4 2.4
F4 2.6 1.7 2.2 6.5 2.1
Total 14.9 14 14.9 43.8
Rerata 2.98 2.8 2.98 2.92

Tabel Hasil Analisis Ragam Sensorik Aroma Cake


Sumber Derajat Jumlah Kuadrat Ftabel
Fhitung
Keragaman Bebas Kuadrat Tengah 5% 1%
Perlakuan 4 5,704 1,426 23,00** 3,47 5,99
Galat 10 0,620 0,062
Total 14 6,324
Keterangan : ** = berpengaruh sangat nyata

Lampiran 22: Hasil sensorik deskriptif tekstur cake

Tabel Hasil Penilaian Sensorik Deskriptif Tekstur Cake


Ulangan
Perlakuan Total Rerata
1 2 3
F0 2.8 2.4 2.6 7.8 2.6
F1 2.9 3.2 3.0 9.1 3.0
F2 3.3 3.3 3.0 9.6 3.2
F3 3.6 3.7 3.8 11.1 3.7
F4 3.3 3.4 3.2 9.9 3.3
Total 15.9 16 15.6 47.5
Rerata 3.18 3.2 3.12 3.17

Tabel Hasil Analisis Ragam Sensorik Tekstur Cake


Sumber Derajat Jumlah Kuadrat Ftabel
Fhitung
Keragaman Bebas Kuadrat Tengah 5% 1%
Perlakuan 4 1,927 0,482 21,25** 3,47 5,99
Galat 10 0,227 0,023
Total 14 2,153
Keterangan : ** = berpengaruh sangat nyata

Lampiran 23: Hasil sensorik deskriptif rasa cake

Tabel Hasil Penilaian Sensorik Deskriptif Rasa Cake


Perlakuan Ulangan Total Rerata
1 2 3
F0 3.5 3.7 3.5 10.7 3.5
F1 3.3 2.8 3.3 9.4 3.1
F2 2.9 2.7 3.1 8.7 2.9
F3 2.5 2.5 3.1 8.1 2.7
F4 2.3 2.2 2.2 6.7 2.2
Total 14.5 13.9 15.2 43.6
Rerata 2.9 2.78 3.04 2.91

Tabel Hasil Analisis Ragam Sensorik Rasa Cake


Sumber Derajat Jumlah Kuadrat Ftabel
Fhitung
Keragaman Bebas Kuadrat Tengah 5% 1%
Perlakuan 4 2,949 0,737 14,18** 3,47 5,99
Galat 10 0,520 0,052
Total 14 3,469
Keterangan : ** = berpengaruh sangat nyata

Lampiran 24: Analisis daya kembang cake

Tabel Hasil Penilaian Analisis Daya Kembang Cake


Perlakuan Ulangan Total Rerata

1 2 3

F0 36.67 34.38 34.48 105.52 35.17


F1 43.75 42.42 40.63 126.80 42.27
F2 63.33 61.29 59.38 184.00 61.33
F3 67.74 65.63 66.67 200.03 66.68
F4 90.63 78.79 100.00 269.41 89.80

Total 302.12 282.50 301.15 885.77

Rerata 60.42 56.50 60.23 59.05

Tabel Hasil Analisis Daya Kembang Cake

Sumber Ftabel
Derajat Jumlah Kuadrat
Keragama Fhitung
Bebas Kuadrat Tengah 5% 1%
n

5582,808 57,124*
Perlakuan 4 1395,702 3,47 5,99
*

Galat 10 244,330 24,433

Total 14 5827,138

Keterangan
** = berpengaruh sangat nyata
:
Lampiran 25: Analisis swelling power tepung sukun asal Buton dan tepung terigu segitiga biru

Ulanga Berat Sampel Berat Tabung Berat Tabung + Berat pasta Sweliing
No. Sampel Rata-rata
n (g) kosong (g) pasta (g) (g) Power

1 Tepung 1 2,07 6,34 17,04 10,70 5,17


2 2 2,10 6,34 16,42 10,08 4,81 4,95
3 Terigu 3 2,07 6,33 16,43 10,10 4,87
4 Tepung 1 2,08 6,32 20,55 14,23 6,85
5 2 2,08 6,38 20,19 13,81 6,64 6,75
6 Sukun 3 2,06 6,36 20,31 13,94 6,77

Lampiran 26: Analisis viskositas tepung sukun asal Buton dan tepung terigu segitiga biru

No Sampel Ulangan Bobot Bobot Pikno Bobot Masa t air t rata- t t rata-rata Viskositas Rata-rata

Pikno + Aquades Pikno + jenis (sekon) rata sampel (sekon) (Cp) (Cp)
Kosong (g) (g) Sampel (g) (g/mL) (sekon) (sekon)
15,90 25,74 25,81 1,01 6,09 7,74
1 1 15,90 25,74 25,81 1,01 6,1 6,09 7,62 7,69 1,27
15,90 25,74 25,81 1,01 6,08 7,7
Tepung 15,90 25,74 25,81 1,01 6,09 7,44
2 2 15,90 25,74 25,81 1,01 6,1 6,09 7,38 7,43 1,23 1,24
Terigu 15,90 25,74 25,81 1,01 6,08 7,46
15,90 25,74 25,81 1,01 6,09 7,34
3 3 15,90 25,74 25,81 1,01 6,1 6,09 7,29 7,32 1,21
15,90 25,74 25,81 1,01 6,08 7,32
15,90 25,74 25,90 1,02 6,09 21,68
4 1 15,90 25,74 25,90 1,02 6,1 6,09 21,7 21,68 3,62
15,90 25,74 25,90 1,02 6,08 21,67
Tepung 15,90 25,74 25,90 1,02 6,09 21,92
5 2 15,90 25,74 25,90 1,02 6,1 6,09 21,89 21,92 3,66 3,62
Sukun 15,90 25,74 25,90 1,02 6,08 21,94
15,90 25,74 25,90 1,02 6,09 21,41
6 3 15,90 25,74 25,90 1,02 6,1 6,09 21,39 21,41 3,57
15,90 25,74 25,90 1,02 6,08 21,43
Lampiran 27: Analisis indeks kelarutan dalam air tepung sukun asal Buton dan tepung terigu segitiga biru

Ulanga Berat Berat Wadah Berat Wadah + Berat Indeks Kelarutan Indeks rata-
No. Sampel
n Sampel (g) kosong (g) endapan (g) endapan (g) dalam Air (%) rata (%)

1 1 2,07 42,84 42,96 0,12 5,87


Tepung
2 2 2,07 50,51 50,65 0,14 6,59 6,11
Terigu
3 3 2,08 44,09 44,21 0,12 5,85

4 1 2,08 46,16 46,38 0,22 10,64


Tepung
5 2 2,05 49,42 49,64 0,22 10,56 10,65
Sukun
6 3 2,08 45,17 45,39 0,22 10,75
Lampiran 28: Analisis densitas kamba tepung sukun asal Buton dan tepung terigu segitiga biru

Densitas Densitas
Volume Berat wadah Berat wadah + Berat tepung
No. Sampel Ulangan Kamba rata-rata
sampel (mL) kosong (g) tepung (g) (g)
(g/mL) (g/mL)
1 1 100 62,02 128,59 66,57 0,67
2 Tepung Terigu 2 100 62,02 128,59 66,57 0,67 0,67
3 3 100 62,02 128,60 66,57 0,67
4 1 100 60,11 125,99 65,87 0,66
5 Tepung Sukun 2 100 60,11 125,99 65,87 0,66 0,66
6 3 100 60,11 125,99 65,87 0,66

Lampiran 29: Analisis kadar air tepung sukun asal Buton


Berat Berat Cawan Berat Cawan Berat Cawan
Ulanga
No. Sampel Sampel Kosong (g) Isi Sebelum Isi Setelah Kadar (%)
n
(g) (W1) Oven (g) Oven (g)
1 Tepung 1 1.51 5.71 7.22 7.04 12.40
2 2 1.51 5.70 7.21 7.03 12.31
3 Sukun 3 1.51 5.74 7.24 7.06 12.38

Lampiran 30: Analisis kadar abu tepung sukun asal Buton

Berat
Ulanga Berat Cawan Berat Cawan
No. Sampel Sampel bobot abu Kadar (%)
n Kosong (g) Pengabuan (g)
(g)
1 Tepung 1 1,51 34,57 34,58 0,02 0,96
2 Sukun 2 1,51 45,44 45,45 0,01 0,63
3 3 1,52 48,13 48,14 0,01 0,71

Lampiran 31: Analisis kadar lemak tepung sukun asal Buton dan tepung terigu segitiga biru

No. Sampel Ulangan Berat Berat Berat labu Berat Kadar (%)
Sampel labu + Minyak minyak
(g) kosong (g)
(g)
1 1 2,04 165,12 165,16 0,04 1,95
Tepung
2 2 2,00 165,10 165,13 0,03 1,69
Sukun
3 3 2,00 165,09 165,12 0,03 1,57

Kurva Standar
Standar
No Absorbansi Lampiran 32: Analisis kadar protein tepung sukun asal Buton
(ppm)
1 100 0.04
2 200 0.05
3 300 0.07
4 400 0.08
5 500 0.09
6 600 0.10
7 700 0.12
8 800 0.13
9 900 0.14
10 1000 0.15
0.18
Kurva Standar
0.16
0.14 f(x) = 0 x + 0.03
0.12 R² = 1
Absorbansi

0.1
0.08
0.06
0.04
0.02
0
0 200 400 600 800 1000 1200
Konsentrasi (ppm)

Ulanga Konsentras Bobot


No Sampel Absorbansi Volume (mL) Kadar (%)
n i (mg/L) sampel (g)
1 Tepung 1 0.05 280 1.03 10 0.27
2 2 0.07 460 1.09 10 0.42
3 Sukun 3 0.06 370 1.08 10 0.34
Lampiran 33: Analisis kadar karbohidrat tepung sukun asal Buton dan tepung terigu segitiga biru

Kadar
Ulanga Kadar Kadar protein Kadar lemak
No Sampel Kadar abu (%) karbohodra
n air (%) (%) (%)
t (%)
1 1 12,4 0,96 0,27 1,95 84,42
Tepung
2 2 12,31 0,63 0,42 1,69 84,95
Sukun
3 3 12,38 0,71 0,34 1,57 85
Lampiran
Dokumentasi
Lampiran 2. Prosedur kerja pembuatan tewpung sukun

1 2 3

4 5 6

Keterangan :

1. Proses pemotongan buah


2. Proses setelah perebusan
3. Proses pengirisan buah
4. Proses pengovenan
5. Proses penghalusan
6. Proses pengayakan
7. Tepung sukun
Lampiran 3. Prosedur kerja pembuatan adonan cake

1 2 3

Keterangan :

1 . Proses pencampuran adonan


2. Proses pengovenan
3. Produk cake
Lampiran 4. Analisis swelling power dan indeks kelarutan dalam air

1 2 3

Keterangan :

1. Proses penggunaan waterbath


2. Sentrifuse untuk pemisah larutan
3. Larutan swelling power
4. Larutan indeks kelarutan dalam air
Lampiran 5. Analisis viskositas

1 2 3

Keterangan :

1. Proses penggunaan waterbath


2. Larutan viskositas tepung sukun
3. Larutan viskositas tepung terigu
Lampiran 6. Analisis uji densitas kamba

1 2

Keterangan :

1. Tepung sukun
2. Tepung terigu
Lampiran 7. Analisis kadar air

1 2

Keterangan :

1. Proses pengeringan sampel


2. Proses pendinginan sampel
Lampiran 8. Analisis kadar abu

1 2

Keterangan :

1. Proses pengeringan sampel


2. Sampel setelah kering
Lampiran 9. Analisis kadar protein

1 2

Keterangan :

1. Sentrifuse pemisah larutan


2. Larutan protein
Lampiran 10. Analisis kadar lemak

1 2

Keterangan :

1. Selonsong kertas saring


2. Proses penggunaan soxlet
Lampiran 11. Analisis uji daya kembang

1 2

Keterangan :

1. Tepung sukun 100% (Kontrol I)


2. Tepung terigu 100% (Kontrol II)
Lampiran 12. Organoleptik hedonik dan deskriptif

1 2 3

4 5 6

Anda mungkin juga menyukai