)
ASAL BUTON DAN APLIKASI TERHADAP CAKE
HASIL PENELITIAN
Oleh
Wa Rasyita
Nim : Q1A1 15 209
FAKULTAS PERTANIAN
KENDARI
2020
HASIL PENELITIAN
Hasil Penelitian
Oleh :
Wa Rasyita
Nim : Q1A1 15 209
FAKULTAS PERTANIAN
KENDARI
2020
PERNYATAAN
WA RASYITA
NIM. Q1A1 15 209
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Menyetujui :
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. Ir. H. La Karimuna, M.Sc.Agr RH. Fitri Faradilla, S.TP., M.Sc., Ph.D
NIP. 19631231 198703 1 020 NIP. 19880610 201504 2 003
Mengetahui,
Tanggal Disetujui :
iv
UCAPAN TERIMA KASIH
penyusunan hasil ini. Sholawat serta salam semoga tetap dilimpahkan kepada
junjungan kita Nabi besar Muhammad salallahu alaihi wasallam, kepada keluarga
dan para sahabat-Nya yang telah membawa kita pada kedamaian dan rahmat bagi
Sukun (Artocarpus altilis L.) Asal Buton dan Aplikasi Terhadap Cake’’ yang
disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan studi pada
Terwujud hasil ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah
mendorong dan membimbing penulis, baik dari segi moral maupun materi hingga
terselesaikanya skripsi ini. Sehingga dari pada itu, pada kesempatan ini
Pembibing 1 dan Ibu RH. Fitri Faradilla S.TP., M.Sc., Ph.D selaku Pembibing
II, penulis mengucapkan terima kasih dengan tulus telah memberikan nasehat dan
v
1. Bapak Prof. Dr. Muhammad Zamrun F., S.Si., M,Si., M.Sc., Rektor
2. Dekan dan para Pembantu Dekan Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo
Penelitian ini.
vi
9. Serta pihak-pihak lain yang bersangkutan dan member informasi dalam
Berdasarkan kata pepatah “tak ada gading yang tak retak”, maka penulis
menyadari sepenuhnya bahwa dalam hasil penelitian ini tidak lepas dari segala
Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan keritik yang sifatnya
Penulis
vii
ABSTRAK
viii
ABSTRACT
ix
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ........................................................................ 3
1.3. Tujuan dan Manfaat ..................................................................... 3
x
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian ............................................................................ 34
4.2. Pembahasan ................................................................................. 47
xi
DAFTAR TABEL
Halama
Nomor
n
1. Kandungan mineral, vitamin, lemak dan asam amino suah sukun
per 100 g
bahan ........................................................................................ 12
2. Komposisi kimia sukun, singkong, talas, ubi merah, terigu, beras
giling, jagung
kuning .......................................................................... 12
3. Komposisi zat gizi buah sukun muda dan sukun
tua .......................... 13
4. Standarisasi tepung terigu dalam bahan
pangan ................................. 19
5. Syarat mutu
cake ................................................................................. 20
6. Skor penilaian dan kriterian uji
deskriptif .......................................... 32
7. Karakteristik fisik tepung sukun asal Buton dengan perbandingan
tepung terigu Segitiga Biru ............................................................... 34
8. Karakteristik kimia tepung sukun asal buton dibandingkan degan
tepung terigu Segitiga Biru ............................................................... 35
9. Rekapitulasi analisis ragam pengaruh presentasi penambahan
tepung sukun asal Buton dan tepung terigu Segitiga Biru terhadap
karakteristik sensorik cake ................................................................ 36
10. Pengaruh presentasi penambahan tepung sukun asal Buton dan
tepung terigu Segitiga Biru terhadap penilaian sensorik warna cake 37
11. Pengaruh presentasi penambahan tepung sukun asal Buton dan
tepung terigu Segitiga Biru terhadap penilaian sensorik aroma
cake 38
12. Pengaruh presentasi penambahan tepung sukun asal Buton dan
tepung terigu Segitiga Biru terhadap penilaian sensorik tekstur
cake 39
13. Pengaruh presentasi penambahan tepung sukun asal Buton dan
tepung terigu Segitiga Biru terhadap penilaian sensorik rasa
cake .... 40
14. Pengaruh presentasi penambahan tepung sukun asal Buton dan
tepung terigu Segitiga Biru terhadap penilaian sensorik
keseluruhan
cake ...........................................................................................
.. 41
15. Rekapitulasi analisis ragam pengaruh presentasi penambahan
tepung sukun asal Buton dan tepung terigu Segitiga Biru terhadap
karakteristik sensorik 42
cake .................................................................
16. Pengaruh presentasi penambahan tepung sukun asal Buton dan
tepung terigu Segitiga Biru terhadap penilaian sensorik warna cake
. 43
17. Pengaruh presentasi penambahan tepung sukun asal Buton dan
tepung terigu Segitiga Biru terhadap penilaian sensorik aroma
cake . 44
18. Pengaruh presentasi penambahan tepung sukun asal Buton dan
tepung terigu Segitiga Biru terhadap penilaian sensorik tekstur
cake 45
19. Pengaruh presentasi penambahan tepung sukun asal Buton dan
tepung terigu Segitiga Biru terhadap penilaian sensorik rasa
cake .... 46
20. Pengaruh presentasi penambahan tepung sukun dan tepung terigu
terhadap penilaian daya kembang xii cake .. 47
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Buah Sukun....................................................…….……. 5
2. Kerangka pikir penelitian …………………………….… 28
DAFTAR LAMPIRAN
xiv
Nomor Halaman
1. Denah penelitian .............................................................................. 69
2. Prosedur kerja pembuatan tepung sukun ......................................... 70
3. Prosedur kerja pembuatan adonan cake ........................................... 71
4. Diagram alir penelitian .................................................................... 72
5. Analisis uji densitas kamba (Singh et al., 2005) ............................. 73
6. Analisis viskositas metode Oswald (Suitiah et al., 2008) ............... 74
7. Analisis swelling power dan indeks kelarutan dalam air
(Senanayake et al., 2013) ................................................................ 75
8. Analisis uji daya kembang (Sulistianing, 1995) .............................. 76
9. Analisis kadar air (AOAC, 2005) .................................................... 77
10. Analisis kadar abu (Association of Official Analytical Chemists
(AOAC, 2000) ................................................................................. 78
11. Analisis kadar protein (metode biuret, AOAC, 1999) ..................... 79
12. Analisis kadar lemak (AOAC, 1999) .............................................. 81
13. Analisis kadar karbohidrat by difference (Winarno, 2008) ............. 82
14. Data hasil uji T nilai karakteristik fisik tepung sukun ..................... 83
15. Hasil sensorik hedonik warna cake ................................................ 84
16. Hasil sensorik hedonik aroma cake ................................................. 85
17. Hasil sensorik hedonik tekstur cake ................................................ 86
18. Hasil sensorik hedonik rasa cake ..................................................... 87
19. Hasil sensorik hedonik keseluruhan cake ........................................ 88
20. Hasil sensorik deskriptif warna cake ............................................... 89
21. Hasil sensorik deskriptif aroma cake ............................................... 99
22. Hasil sensorik deskriptif tekstur cake ............................................. 91
23. Hasil sensorik deskriptif rasa cake .................................................. 92
24. Analisis daya kembang cake ............................................................ 93
25. Analisis swelling power tepung sukun asal Buton dan tepung 94
terigu segitiga biru ...........................................................................
26. Analisis viskositas tepung sukun asal Buton dan tepung terigu
segitiga biru ..................................................................................... 95
27. Analisis indeks kelarutan dalam air tepung sukun asal Buton dan
tepung terigu segitiga biru ............................................................... 97
28. Analisis densitas kamba tepung sukun asal Buton dan tepung
terigu segitiga biru ........................................................................... 98
29. Analisis kadar air tepung sukun asal Buton ..................................... 99
30. Analisis kadar abu tepung sukun asal Buton ................................... 100
31. Analisis kadar lemak tepung sukun asal Buton dan tepung terigu
segitiga biru ..................................................................................... 101
Analisis kadar protein tepung sukun asal Buton .............................
32. 102
xv
33. Analisis kadar karbohidrat tepung sukun asal Buton dan tepung
terigu segitiga biru ........................................................................... 104
I. PENDAHULUAN
Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia dan juga menjadi hak asasi
secara adil dan merata bagi seluruh penduduk Indonesia. Sektor pertanian dalam
hal ini memiliki peran untuk menghasilkan bahan pangan bagi seluruh penduduk
Indonesia.
pulau ke-130 terbesar di dunia. Ibu kota kabupaten Buton terletak di Pasar Wajo
dan memiliki tujuh kecamatan salah satunya Kecamatan Wabula yang merupakan
salah satu sentra produksi buah sukun sebanyak 595 kwintal pertahunnya (BPS,
2018).
kripik. Salah satu upaya peningkatan nilai tambah buah sukun adalah pembuatan
tepung. Pengolahan produk setengah jadi merupakan salah satu cara pengawetan
hasil panen, terutama untuk komoditas yang berkadar air tinggi, seperti umbi-
umbian dan buah-buahan. Keuntungan lain dari pengolahan produk setengah jadi
ini yaitu, sebagai bahan baku yang fleksibel untuk industri pengolahan lanjutan,
aman dalam distribusi, serta menghemat ruangan dan biaya penyimpanan. Tepung
sukun dibuat pada saat harga buah sukun segarnya murah dan hasil panen
Penyimpanan buah sukun dalam waktu yang lama (lebih dari tujuh hari)
akan menyebabkan buah sukun menjadi matang dan mempunyai tekstur lembek
(Suprapti, 2002). Buah sukun menjadi komoditas yang cukup penting karena
pemanfaatan buah sukun masih terbatas karena masalah penyimpanan yang sulit
dalam bentuk buah segar. Oleh karena itu, salah satu upaya yang dilakukan adalah
mengolahnya dalam bentuk tepung. Buah sukun yang ditepungkan memiliki nilai
zat gizi yang relatif tetap dan pemanfaaatannya tidak terkendala oleh waktu
Kandungan gizi buah sukun antara lain mengandung pati (68,38 - 69,20%), serat
kasar (2,11 - 2,90%), protein (4,31 - 4,85%), lemak (2,11 - 2,90%), dan mineral
(2,56 - 2,90%), sehingga buah sukun berpotensi sebagai bahan pangan sumber
alternatif lain ketika ancaman kekeringan karena kemarau panjang terjadi petani
Cake adalah kue yang terbuat dari adonan liquid dengan pencampuran
empat bahan dasar yaitu tepung, gula, telur dan lemak, kemudian dicetak dalam
loyang dan dipanggang dalam oven hingga matang. Selain itu cake dapat dibuat
bertujuan untuk menghasilkan remah cake yang halus, tekstur yang empuk, warna
yang menarik dan aroma yang baik (Rahayu dan Farida, 2010).
karbohidrat yang dapat diolah menjadi tepung agar daya simpannya menjadi tahan
lama dan dapat diolah menjadi berbagai macam olahan produk salah satunya
fisiko kimia tepung sukun (Artocaropus altilis) asal Buton dan aplikasi dalam
Cake.
sukun.
Sukun merupakan salah satu jenis pohon yang dipilih dalam kegiatan
Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Tanaman sukun mempunyai arti
penting dalam menopang kebutuhan sumber pangan karena sumber kalorinya dan
kandungan gizi yang tinggi. Selain memiliki akar yang kuat dan tajuk yang lebar
yang dapat mengurangi laju erosi, sukun juga merupakan salah satu alternatif
tanaman sumber pangan. Dari segi budidaya, sukun tergolong mudah untuk
ladang, atau kebun maupun dibudidayakan secara komersial pada lahan yang
relatif luas. Jarak tanam yang digunakan umumnya lebar karena tajuk tanaman
sukun cukup lebar. Penanaman pada lahan terbuka tidak ternaungi akan
membantu pertumbuhan tanaman sukun lebih baik sehingga lebih cepat berbuah
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Magnoliopsida
Bangsa : Urticales
Suku : Moraceae
Marga : Artocarpus
dengan padi sehingga tanaman ini sangat sesuai sebagai tanaman alternatif sumber
sukun juga masuk dalam lampiran International Treaty on Genetic Resource for
Food and Agriculture sehingga penanganan jenis ini akan berkontribusi terhadap
Pohon sukun berbuah dua kali dalam setahun pada saat hujan (Januari-
lebih dari 145 negara, yang terbentang mulai dari Kepulauan Pasifik, Australia
bagian Utara, Asia Tenggara, Asia Selatan, Madagaskar, Afrika, Amerika Tengah,
Amerika Selatan dan daerah di sekitar Kepulauan Karibia. Di Indonesia produksi
besar kepulauan Indonesia serta jarang terserang hama dan penyakit yang
membahayakan.
Tempat tumbuh tanaman sukun tersebar mulai dari dataran rendah sampai
terdapat pada ketinggian 1500 m dpl. Tanaman ini dapat tumbuh baik di daerah
panas sekitar 20-40ºC yang beriklim basah dengan curah hujan 2000-3000
(1993) dan Pitojo (1992) tanaman sukun menyukai lahan terbuka dan banyak
menerima sinar matahari. Sukun dapat tumbuh pada semua jenis tanah (tanah
podsolik merah kuning, tanah berkapur, tanah berpasir) namun akan lebih baik
apabila ditanam pada tanah alluvial yang gembur, bersolum dalam, banyak
mengandung humus, tersedia air tanah yang dangkal dan memiliki pH tanah
sekitar 5-7.
panjang 20-60 cm dan lebar 20-40 cm, dengan tangkai daun 3-7 cm. Berdasarkan
dalam dan berlekuk dalam. Bunga sukun berumah satu (Monoceous), terletak
pada ketiak daun dengan bunga jantan berkembang terlebih dahulu (Ragone,
1997).
Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Hendalastuti dan Rojidin, 2006).
Buah sukun berbentuk bulat sampai lonjong dengan ukuran panjang bisa lebih
dari 30 cm, dan lebar 9-20 cm (Ragone, 1997). Berat buah sukun dapat mencapai
1993).
tetapi karena pola respirasinya yang demikian cepat, maka dalam selang beberapa
hari buah sukun akan segera menjadi lunak dan tidak dapat
bahwa proses respirasi dan pematangan buah sukun dapat dihambat dengan cara
menjadi coklat buram. Pada penyimpanan di bawah suhu 120C buah sukun akan
(56±20ºF) dengan umur simpan yang potensial selama 2-4 minggu (tergantung
dari umur tanam dan tingkat kematangan) dan RH optimumnya adalah 85-95%.
Pada umumnya buah sukun yang terdapat di Indonesia ada tiga jenis, yaitu
sukun gundul, sukun kecil, dan sukun medium. Ciri-ciri fisik untuk membedakan
ketiga jenis sukun tersebut adalah dari ukuran buah, bentuk daun, dan warna buah.
Sukun gundul memiliki ciri-ciri warna daun hijau cerah, bentuk daunnya
menyirip, tepi daun bercangap dan melekuk ke dalam, serta kedudukan daun
ciri-ciri permukaannya licin, tidak berduri, berwarna hijau, kandungan air banyak,
daya simpannya 3-4 hari, daging buah kurang kenyal dan gurih apabila
dibandingkan dengan sukun kecil. Berat buah sukun gundul ini berkisar antara
kecil warna daunnya hijau tua dan kusam, permukaan daunnya kasar dan berbulu,
letak daunnya berhadapan, rapat dan menyirip, tepi daunnya bercangap dan
ciri-ciri memiliki duri lunak, berwarna hijau dan menguning seiring dengan
buahnya kering dan kenyal. Berat buah sukun kecil ini berkisar antara 1-1,5 kg.
Dan pada sukun medium daunnya memiliki ciri-ciri berwarna hijau cerah, letak
daun saling berhadapan dan cenderung agak menguncup ke atas,dan tepi daun
kandungan air lebih sedikit daripada sukun gundul tetapi lebih banyak daripada
sukun kecil, daging buah kenyal, dan daya simpannya 6 hari. Berat buah sukun
Buah sukun terdiri dari tiga bagian, yaitu kulit, hati, gagang, serta daging
(pulp). Proporsi kulit, hati dan daging untuk buah hijau adalah sekitar 22%, 8%,
dan 70% sedangkan untuk buah masak adalah sekitar 12%, 10% dan 78%. Bagian
hati sukun berintikan sel-sel parenkim gabus yang dikelilingi oleh jaringan
pembuluh xilem dan floem. Apabila buah dibelah, jaringan pembuluh ini mudah
daging buah relative sangat lambat. Cadangan pati buah sukun terdapat dalam sel
parenkim. Ukuran sel ini berkisar antara 30-70 mikron, sedangkan diameter pati
Menurut Noviarso (2003) warna kulit buah sukun dan keadaan getah dapat
digunakan sebagai tanda kematangan buah sukun. Buah sukun yang masih muda
(2-2,50 bulan) mempunyai kulit yang berwarna hijau dan getah putih belum
keluar dari kulit, sedangkan buah sukun yang agak matang (2,50-3 bulan) kulitnya
berwarna hijau kekuningan dan getah sudah mulai keluar dari kulit berupa noda-
noda putih yang agak mengkilap. Getah putih mengkilap ini diperkirakan
mengandung lemak (lilin). Buah sukun yang matang (3-3,50 bulan) tampak
berwarna hijau kecoklatan dan getah sudah banyak keluar. Buah sukun yang
sudah tua (lebih dari 3,5 bulan) kulitnya berwarna coklat gelap, dan getah berubah
menjadi coklat kehitaman sertatelah berhenti keluar.Buah sukun yang telah tua ini
kulitnya tampak retak-retak dan bagian bawahnya (ujung buah) berwarna hitam.
Buah sukun yang berkualitas baik adalah yang hijau matang, keras, dengan
batang yang tetap utuh, dan bebas dari cacat (pecah, bonyok, dan kerusakan akibat
serangga) dan kebusukan. Keseragaman dari bentuk, ukuran, dan berat juga
penting seperti faktor kualitas. Daging buah sukun (bagian yang dapat dimakan)
berisi 25-30% (basis berat segar) karbohidrat, separuhnya adalah pati (Kader,
2002).
variabilitas yang cukup tinggi. Spesies ini terdiri dari jenis yang berbiji dan tidak
berbiji. Jenis yang berbiji paling banyak terdapat di wilayah barat Pasifik Utara.
Sedangkan jenis yang tidak berbiji banyak terdapat di Mikronesia dan bagian
dan potensial dijadikan sebagai bahan makanan pokok alternative pengganti beras.
rebus, digoreng dan dibuat keripik. Namun dapat pula diolah menjadi gaplek
sukun, tepung sukun dan pati sukun yang selanjutnya dapat diolah menjadi
sukun sangat potensial dijadikan sebagai bahan makanan pokok alternatif bagi
masyarakat Indonesia selain beras, mengingat potensi dan sebarannya yang sangat
Komposisi kimia buah sukun dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.
Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa buah sukun memiliki komposisi zat
gizi yang cukup lengkap. Setiap 100 g buah sukun mengandung karbohidrat
27,12 g, kalsium 17 mg, vitamin C 29 mg, kalium 490 mg dan nilai energi 108
kalori (Tabel 2). Dibandingkan dengan beras, buah sukun mengandung mineral
dan vitamin lebih lengkap tetapi nilai kalorinya rendah, sehingga dapat digunakan
Tabel 1. Kandungan Mineral, Vitamin, Lemak dan Asam Amino Buah Sukun
per 100 g Bahan
Mineral Vitamin Lemak Asam Amino
Kalsium : 17 mg Vitamin C : 29 mg Asam lemak jenuh : Threonine : 0,05 g
0,05 g
Besi : 0.54 mg Thiamin : 0,11 mg Asam lemak tak jenuh Isoleucine : 0,06 g
tunggal : 0,03 g
Magnesium : 25 mg Riboflavin : 0,03 mg Asam lemak tak Lysine : 0,04 g
jenuh jamak : 0,07 g
Potasium : 490 mg Niacin : 0,90 mg Methionine : 0,01 g
Seng : 0.12 mg As. Pantothenic : 0,46 mg Cystine : 0,01 g
Tembaga : 0.08 mg Vitamin B6 : 0,10 mg Phenylalanine : 0,03 g
Mangan : 0.06 mg Folate : 14 mg Tyrosine : 0,02 g
Selenium : 0.60 mg Vitamin A : 40 IU Valine : 0,05 g
Vitamin A RE : 4 mg RE
Vitamin E : 1,12 ATE
Sumber : Widowati, 2003.
Tabel 2. Komposisi Kimia Sukun, Singkong, Talas, Ubi Merah, Terigu, Beras
Giling, Jagung Kuning
Ubi Beras Jagung
Komposisi Sukun Singkong Talas Terigu
merah giling kuning
Energi (kalori) 108,00 109,50 83,30 105,78 365,00 360,00 276,30
Air (g) 70,65 46,88 62,05 58,91 12,00 13,00 21,60
Protein (g) 1,30 0,90 1,62 1,55 8,90 6,80 7,11
Lemak (g) 1,07 0,23 0,17 0,61 1,30 0,70 3,06
Karbohidrat (g) 27,12 26,03 20,15 23,99 77,30 78,90 57,24
Serat (g) 4,90 - - - - - -
Abu (g) 0,90 - - - - - -
Kalsium (mg) 17,00 24,75 23,80 25,80 16,00 6,00 8,10
Fosfor (mg) 0,12 30,00 51,85 42,14 106,00 140,00 133,20
Besi (mg) 0,54 0,53 0,85 0,61 1,20 0,80 1,89
Vitamin B1 (mg) 0,11 0,05 0,11 0,08 0,12 0,12 0,30
Vitamin B2 (mg) 0,03 - - - - - -
Vitamin C (mg) 29,00 22,50 3,40 18,92 0,00 0,00 0,00
Sumber : Widowati, 2003.
Sukun tua dan sukun muda dimanfaatkan dengan cara yang berbeda. Buah
sukun yang sudah tua dan hampir matang lebih banyak digunakan untuk olahan
rebus dan goreng, sedangkan sukun muda banyak digunakan untuk olahan keripik
Data mengenai komposisi zat gizi buah sukun muda dan tua dapat dilihat
pada Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi Zat Gizi Buah Sukun Muda dan Sukun Tua
Unsur-unsur Sukun Muda Sukun Tua
Air 87,10 69,10
Energi (Kal) 46,00 108,00
Protein (g) 2,00 1,40
Lemak (g) 0,70 0,30
Karbohidrat (g) 9,20 28,20
Kalsium (mg) 59,00 21,00
Fosfor (mg) 46,00 59,00
Besi (mg) - 0,40
Vitamin B1 (mg) 0,12 0,12
Vitamin B2 (mg) 0,06 0,06
Vitamin C (mg) 21,00 17,00
Serat (g) 2,20 -
Sumber : Considine et al., 1982.
prebiotik (Ankaru, 2010). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
Kusnandar et al. (2007), bahwa buah sukun dapat digunakan sebagai sumber
prebiotik karena pada hasil kromatografi kertas ekstrak gula dari tepung sukun
lima jenis bakteri asam laktat dapat tumbuh dengan baik pada media dengan
sumber gula dari ekstrak buah sukun. Selain itu penelitian ini juga menunjukkan
bahwa pada media dengan sumber gula dari ekstrak buah sukun, jumlah bakteri
jumlahnya.
Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan tepung sukun
membutuhkan banyak biaya dan lebih praktis namun banyak kendala yang sering
waktu yang lama mengingat kandungan air dalam buah sukun yang tinggi dan
ketidakpastian cuaca. Selain itu, sukun yang telah dipotong buahnya akan terjadi
proses enzymatic browning, yaitu perubahan warna pada daging buah menjadi
kecoklatan akibat proses enzimatis. Maka dari itu diperlukan metode baru dalam
pengeringan buah sukun agar kualitas tepung sukun tetap terjaga (Navitri, 2017).
menggunakan pengering tipe flash dryer. Penggunaan flash dryer masih sangat
adalah hasil pengeringan dengan kualitas warna yang tidak berubah karena waktu
kontak buah sukun dengan udara panas terjadi secara singkat. Lama pengeringan
tergantung pada sifat bahan yang dikeringkan. Bahan dengan tingkat serat yang
tinggi, kadar air tinggi dan protein tinggi membutuhkan waktu yang cukup lama.
Laju aliran bahan dan laju aliran udara pengering menjadi salah satu factor yang
Besar debit udara panas mampu menonaktifkan enzim yang membuat buah sukun
berubah warna. Laju aliran bahan berpengaruh pada jumlah masukan bahan ke
dalam ruang pengering yang berpengaruh pada energi yang digunakan untuk
mengeringkan bahan. Variasi laju aliran bahan dan laju aliran udara pengering
II.1.5. Cake
Cake adalah kue yang terbuat dari adonan liquid dengan pencampuran
empat bahan dasar yaitu tepung, gula, telur dan lemak, kemudian dicetak dalam
loyang dan dipanggang dalam oven hingga matang. Selain itu cake dapat dibuat
bertujuan untuk menghasilkan remah cake yang halus, tekstur yang empuk, warna
yang menarik dan aroma yang baik (Rahayu dan Farida, 2010).
II.1.6. Bahan Pembuatan Cake
Menurut Wheat (1983), bahan dasar untuk pembuatan cake dibagi dalam
dua jenis. Pertama jenis yang membentuk susunan cake: tepung, telur, dan susu.
Kedua adalah jenis yang menjadikan cake empuk: gula, lemak, dan baking
powder.
1. Tepung
Tepung merupakan unsur susunan adonan cake dan juga menahan bahan-
bahan lainnya. Tepung dengan kadar protein 7% sampai 9%, butiran halus, dan
yang telah diputihkan dengan baik cocok sekali untuk tepung cake. Pemutihan
membantu tepung lebih mudah menerima gula, air, dan lemak. Nilai pH tepung
sekitar 5.2.
2. Gula
semua jenis cake harus halus butirannya agar susunan cake rata dan empuk. Gula
tersebut mudah larut dan akan menghasilkan susunan yang kasar pula. Bila
mengkremkan gula dan lemak, yang paling baik ialah menggunakan gula
sebanyak dua kali dari lemak. Kelebihan gula dari yang tercantum dalam formula
harusdilarutkan dalam susu atau air. Jumlah gula yang sama dengan jumlah telur
hasil kocokannya akan baik sekali. Gula akan mematangkan dan mengempukkan
susunan sel, dan bila persentase gula terlalu tinggi dalam adonan maka hasil cake
akan kurang baik dan cenderung jatuh di bagian tengahnya. Gula invert, madu,
molase, dan glukose mempunyai sifat-sifat higroskopis. Gula tersebut tidak hanya
menahan cairan tetapi gula akan menimbulkan aroma dan rasa yang khas pada
hasil produksi. Gula akan menurunkan titik penggulalian pada adonan sehingga
memungkinkan kerak pada cake menjadi berwarna pada suhu yang lebih rendah.
3. Lemak (Shortening)
pengkreman, rasa, danbau yang netral, harus mengemulsi dengan baik dan
warnanya harus putih, harus bersifat plastis bila digunakan pada suhu antara 70º
dan 75º F. Mentega termasuk lemak yang paling baik untuk pembakaran dilihat
dari sudut rasa. Mutu pengkremannya agak kurang. Volume cake yang
dihasilkannya rendah dan butirannya lebih kasar bila dibandingkan dengan cake
yang memakai lemak yang memiliki daya pengkreman sangat baik. Oleh karena
dan butiran yang lebih halus. Lemak juga membantu menahan cairan dalam cake
4. Telur
pembantu susunan bentuk cake. Telur segar memiliki nilai pH 7-7.5. Apabila
menjadi kurang sehat nilai pH akan berubah menjadi asam dan menyebabkan
peragian dari formula menjadi tidak seimbang. Juga telur akan memberi cairan,
aroma (rasa) dan warna pada kue. Sebelum digunakan telur harus dikocok dulu.
Telur harus dikocok sampai kocokannya bagus dan teguh. Letichin dalam kuning
Bila susu yang digunakan sebagai susu padat kering maka cake akan
mempunyai susunan yang lengkap. Laktosa gula susu menghasilkan warna kerak.
Susu padat membangkitkan rasa aroma dan merupakan bahan penahan cairan
yang baik. Air yang ada dalam susu cair menimbulkan rasa lezat pada kue.
6. Peragian/Pengembangan (Leavening)
dibuat berdasarkan pada banyaknya lemak dalam formula, kepadatan adonan, dan
suhu pembakaran.
Kualitas tepung terigu yang baik memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan
Kualitas cake yang baik memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan dan
1. Densitas Kamba
terhadap volumenya. Densitas kamba merupakan sifat fisik bahan pangan khusus
tempat yang lebih luas dibandingkan dengan bahan dengan densitas kamba yang
besar untuk berat yang sama sehingga tidak efisien dari segi tempat penyimpanan
2. Viskositas
pecahnya granula pati setelah proses gelatinisasi pati yang disebabkan karena
adanya panas dan air (Indrastuti et al., 2012). Makin besar berat molekul, maka
gelatinisasi akan terjadi pada suhu yang lebih rendah dibandingkan dengan yang
berat molekulnya lebih rendah. Saat larutan pati dipanaskan di atas temperatur
3. Swelling Power
molekul-molekul pati. Bila pati dimasukan ke dalam air dingin, granula pati akan
hidrogen antar molekul sehingga granula akan lebih mudah menyerap air dan
menekan granula dari dalam sehingga granula akan pecah dan molekul pati
Swelling power yang tinggi berarti semakin tinggi pula kemampuan pati
produksi sehingga jika pati mengalami swelling, wadah yang digunakan masih
bisa menampung pati tersebut. Semakin besar swelling power berarti semakin
banyak air yang diserap selama pemasakan, hal ini disebabkan kandungan
amilosa dan amilopektin yang ada dalam tepung. Semakin tinggi kadar amilosa
maka nilai pengembangan volume akan semakin tinggi (Murillo et al., 2008).
5. Daya Kembang
cake sebelum dan sesudah diolah. Selain pada tepung terigu, gula, margarin,
kuning telur juga memiliki sifat sebagai pengemulsi dan pengempuk. Perbaikan
rasa dan warna membantu membuat susunan, meningkatkan rasa dan butirannya
6. Kadar Air
Air merupakan bahan yang sangat penting bagi kehidupan umat manusia
dan fungsinya tidak pernah digantikan oleh senyawa lain. Air juga merupakan
penampakan, tekstur serta cita rasa makanan kita. Semua bahan makanan
mengandung air dalam jumlah yang berbeda-beda, baik itu bahan makanan
hewani maupun nabati. Air berperan sebagai pembawa zat-zat makanan dan sisa-
Kadar air suatu bahan yang dikeringkan mempengaruhi beberapa hal yaitu
jalannya proses pengeringan. Air di dalam bahan pangan terdapat dalam tiga
bentuk yaitu: (1) air bebas (free water) yang terdapat dipermukaan benda padat
dan mudah diuapkan, (2) air terikat (bound water) secara fisik yaitu air yang
terikat menurut sistem kapiler atau air absorpsi karena tenaga penyerapan, dan (3)
air terikat secara kimia misalnya air kristal dan air yang terikat dalam suatu
dispersi. Kadar air suatu bahan pangan dapat dinyatakan dalam dua cara yaitu
berdasarkan bahan kering (dry basis) dan berdasarkan bahan basah (wet basis).
Kadar air secara “dry basis” adalah perbandingan antara berat air di dalam bahan
tersebut dengan berat bahan keringnya. Berat bahan kering adalah berat bahan
asal setelah dikurangi dengan berat airnya. Kadar air secara “wet basis” adalah
perbandingan antara berat air di dalam bahan tersebut dengan berat bahan mentah
7. Kadar Abu
Abu adalah zat organik sisa pembakaran suatu bahan organik. Kandungan
abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya.
Penentuan abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan yaitu antara lain:
untuk menentukan baik tidaknya suatu proses pengolahan, untuk mengetahui jenis
bahan yang digunakan dan penentuan abu total sangat berguna sebagai parameter
nilai gizi bahan makanan. Adanya kandungan abu yang tidak larut dalam asam
yang cukup tinggi menunjukkan adanya pasir atau kotoran yang lain. Penentuan
abu total dapat dikerjakan dengan pengabuan secara kering atau cara langsung dan
dapat pula secara basah atau tidak langsung (Sudarmadjiet al., 2003).
8. Serat Kasar
Serat kasar adalah bagian dari pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh
bahan-bahan kimia yang digunakan untuk menentukan kadar serat kasar, yaitu
asam sulfat (H2SO4 1,25 %) dan natrium hidroksida (NaOH 1,25 %), sedangkan
serat pangan adalah bagian dari bahan pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh
enzim-enzim pencernaan. Oleh karena itu, kadar serat kasar nilainya lebih rendah
dibandingkan dengan kadar serat pangan, karena asam sulfat dan natrium
9. Kadar Protein
Protein merupakan zat makanan yang sangat penting bagi tubuh, karena
zat ini selain berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh, juga berfungsi sebagai
zat pembangun dan pengatur. Fungsi utama protein bagi tubuh ialah untuk
membentuk jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang telah ada (Winarno,
2002).
aroma makanan atau prekursor yang akan mendegradasi senyawa aroma (Belitz
untuk bahan hasil pengeringan yaitu warna tidak terlalu menyimpang dari warna
asli (Kusmawati et al., 2000). Timbulnya warna dibatasi oleh faktor terdapatnya
sumber sinar. Pengaruh tersebut terlihat apabila suatu bahan dilihat di tempat yang
suram dan di tempat yang gelap, akan memberikan perbedaan warna yang
13. Aroma
dengan indera pembau. Untuk menghasilkan bau, zat-zat bau harus dapat
menguap, sedikit larut dalam air dan sedikit dapat larut dalam lemak. Di dalam
industri pangan, pengujian terhadap bau dianggap penting karena dengan cepat
dapat memberikan hasil penilaian terhadap produk tentang diterima atau tidaknya
produk tersebut. Selain itu, bau dapat dipakai juga sebagai suatu indikator
terjadinya kerusakan pada produk misalnya sebagai akibat cara pengemasan atau
cara penyimpanan yang kurang baik. Dalam pengujian indera bau lebih komplek
2000).
14. Rasa
Rasa timbul akibat adanya rangsangan kimiawi yang dapat diterima oleh indera
pangan. Jika komponen aroma, warna dan tekstur baik tetapi konsumen tidak
menyukai rasanya, maka konsumen tidak akan menerima produk pangan tersebut
dihasilkan.
15. Tekstur
dalam keras atau lunak. Tekstur bisa diterima bila bahan yang dalam keadaan
merupakan salah satu daerah yang memproduksi buah sukun di Provinsi Sulawesi
yang sulit dalam bentuk buah segar. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah
mengolahnya dalam bentuk tepung. Buah sukun termasuk salah satu buah sumber
karbohidrat selain pisang dan umbi-umbian. Kandungan gizi buah sukun antara
lain mengandung pati (68,38-69,20%), serat kasar (2,11-2,90%), protein (4,31-
pengawetan hasil panen dan dapat digunakan lebih lanjut dalam pembuatan
produk baik dalam produk skala rumah tangga maupun dalam industri. Tepung
gluten sedangkan pada tepung terigu memiliki kandungan karbohidrat dan gluten.
Untuk dapat mengetahui nilai karakteristik fisiko kimia tepung sukun maka perlu
dilakukan uji fisiko kimia. Pengetahuan mengenai sifat fisiko kimia tepung sukun
Dalam pembuatan kue cake perlu penambahan gluten agar tekstur yang
sukun menjadi kue cake maka perlu dilakukan uji organoleptik untuk melihat
Buah Sukun
Cake
II.3. Hipotesis
2. Ada pengaruh substitusi tepung sukun terhadap kualitas organoleptik dan daya
kembang cake.
karakteristik fisiko kimia tepung sukun, tingkat penerimaan dan daya simpan
cake..
penelitian ini berlangsung pada bulan September sampai dengan November 2019.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah baskom, kompor, oven
tanur, soxhlet, gelas ukur, gelas kimia, pipet tetes, lemari es, desikator, sentrifuse,
Bahan yang digunakan terdiri atas bahan utama dan bahan pendukung.
Bahan utama yaitu buah sukun yang diambil dari Kab. Buton Kec. Wabula. Bahan
pendukung adalah tepung terigu, telur, gula, margarine, susu, cake emulsifier,
kertas label, kapas, tissu, kertas saring dan aluminium foil. Bahan kimia yang
dengan perlakuan perbandingan jumlah tepung sukun dan tepung terigu (F), yang
Buah sukun dengan tingkat ketuaan buah matang dicirikan dengan memiliki
ukuran besar, warna kulit agak kekuningan, warna daging buah putih agak
kekuningan dan bila daging buahnya diiris tidak mengalami pencoklatan saat
dikupas. Daging dipisahkan dari kulit dan hati buah. Kemudian daging buah
potongan-potongan buah sukun dikeringkan dengan oven pada suhu 60ºC sampai
kadar air 5-8%. Kemudian potongan buah sukun kering digiling menjadi tepung
(Satyajaya et al., 2013). Diagram alir pembuatan tepung sukun dapat dilihat pada
Lampiran 2.
III.4.2.Pembuatan Cake
formulasi dan menggunakan kecepatan sedang selama 7 menit, saat adonan telah
tercampur rata margarine 100 g dan susu bubuk 50 g dimasukkan dan dengan
loyang yang telah diolesi margarin kemudian dilakukan pengeringan dengan oven
pada suhu 150ºC selama 30 menit, pengovenan ini bertujuan untuk mematangkan
adonan hingga menjadi cake (Loelianda et al., 2017). Diagram alir pembuatan
paling disukai oleh panelis, maka perlu dilakukan penilaian organoleptik pada
produk cake yang meliputi warna, tekstur, aroma dan rasa dengan menggunakan
skala hedonik dan deskriptif, pengujian ini menggunakan 30 orang panelis tidak
terlatih. Skor penilaian yang diberikan berdasarkan uji deskriptif terdapat pada
Tabel 6.
Variabel pengamatan pada penelitian ini yaitu analisis fisiko kimia pada
tepung sukun sedangkan pada cake menggunakan uji organoleptik hedonik dan
deskriptif dan uji daya kembang. Uji fisik pada tepung sukun meliputi swelling
power, viskositas, indeks kelarutan dalam air dan densitas kamba sedangkan
untuk uji proksimat pada tepung meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein kadar
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sidik ragam atau
pengaruh nyata, dilanjutkan dengan Uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT)
pada Lampiran 14 (data mentah setiap variabel terdapat pada Lampiran 25-28).
Karakteristik fisik tepung sukun asal Buton dibandingkan dengan tepung terigu
Segitiga Biru yang meliputi swelling power, viskositas, indeks kelarutan dalam air
Tabel 7. Karakteristik fisik tepung sukun asal Buton dengan perbandingan tepung
terigu Segitiga Biru
Variabel Pengamatan Tepung Tepung Terigu Uji T
Sukun Asal Segitiga Biru ±
Buton ± SD SD
Swelling power (g/g) 6,75 ± 0,10 4,95 ± 0,19 *
Viskositas (cp) 3,63 ± 0,04 1,24 ± 0,03 *
Indeks kelarutan dalam air (%) 10,65 ± 0,09 6,10 ± 0,42 *
Densitas kamba (g/ml) 0,66 ± 0 0,67 ± 0 tn
Keterangan : * (berpengaruh nyata pada taraf 0,05)
tn (berpengaruh tidak nyata pada signifikan pada taraf 0,05)
Pada Tabel 7 diketahui bahwa karakteristik fisik tepung sukun asal Buton
yang meliputi swelling power, viskositas dan indeks kelarutan dalam air diperoleh
hasil yang berpengaruh nyata signifikan dengan tepung terigu Segitiga Biru pada
taraf 0,05. Sedangkan hasil uji densitas kamba tepung sukun asal Buton
berpengaruh tidak nyata dengan tepung terigu Segitiga Biru pada taraf uji 0,05.
Hasil penilaian karakteristik kimia tepung sukun asal Buton terdapat pada
dengan tepung terigu Segitiga Biru yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar
meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak dan kadar karbohidrat memperoleh
nilai rata-rata yang lebih tinggi dibandingkan dengan tepung terigu Segitiga Biru,
sedangkan pada kadar protein nilai tepung Segitiga Biru lebih tinggi dibandingkan
sukun asal Buton dan tepung terigu Segitiga Biru terhadap kesukaan sensorik
yang meliputi warna, aroma, tekstur, rasa, dan keseluruhan cake disajikan pada
Tabel 9.
asal Buton dan tepung terigu Segitiga Biru berpengaruh sangat nyata terhadap
a. Warna
Hasil penilaian sensorik warna cake disajikan pada Lampiran 15 Tabel 10,
hasil analisis ragam diketahui bahwa presentasi penambahan tepung sukun asal
Buton dan tepung terigu Segitiga Biru berpengaruh sangat nyata terhadap
penilaian sensorik warna cake. Hasil uji lanjut Duncan’s Multiple Range Test
(DMRT0,05) pengaruh prosentasi penambahan tepung sukun asal Buton dan tepung
terigu Segitiga Biru terhadap penilaian sensorik warna cake disajikan pada Tabel
10.
Tabel 10. Pengaruh prosentasi penambahan tepung sukun asal Buton dan tepung
terigu Segitiga Biru terhadap penilaian sensorik warna cake
Rerata Keterangan
Sensorik
Perlakuan DMRT0,05
Warna ±
SD
F0 = Tepung sukun 100% 2,70c ± 0,87 Agak suka
F1 = Tepung sukun 75% : Tepung 3,30b ± 0,70 Agak suka 2 = 3,151
Terigu 25%
F2 = Tepung sukun 50% : Tepung 3,56b ± 0,72 Suka 3 = 3,293
Terigu 50%
F3 = Tepung sukun 25% : Tepung 4,10a ± 0,75 Suka 4 = 3,376
Terigu 75%
F4 = Tepung terigu 100% 4,05 a ± 1,06 Suka 5 = 3,430
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh notasi huruf yang tidak sama,
menunjukkan beda nyata berdasarkan uji DMRT0,05 taraf
kepercayaan 95%.
penambahan tepung sukun asal Buton dan tepung terigu Segitiga Biru pada cake
sukun 25% : Tepung Terigu 75%). Hasil penilaian sensorik warna pada perlakuan
F3 menunjukkan berbeda nyata terhadap perlakuan F0, F1, dan F2 tetapi berbeda
tidak nyata dengan perlakuan F4. Hasil penilaian sensorik warna terendah
b. Aroma
Hasil penilaian sensorik aroma cake disajikan pada Lampiran 16 Tabel 11,
hasil analisis ragam diketahui bahwa prosentasi penambahan tepung sukun asal
Buton dan tepung terigu Segitiga Biru berpengaruh sangat nyata terhadap
penilaian sensorik aroma cake. Hasil uji lanjut Duncan’s Multiple Range Test
(DMRT0,05) pengaruh prosentasi penambahan tepung sukun asal Buton dan tepung
terigu Segitiga Biru terhadap penilaian sensorik aroma cake disajikan pada Tabel
11.
Tabel 11. Pengaruh prosentasi penambahan tepung sukun asal Buton dan tepung
terigu Segitiga Biru terhadap penilaian sensorik aroma cake
Rerata Keterangan
Perlakuan Sensorik DMRT0,05
Aroma ± SD
F0 = Tepung sukun 100% 3,00d ± 0,83 Agak suka
F1 = Tepung sukun 75% : Tepung 3,16cd ± 0,87 Agak suka 2 = 3,151
Terigu 25%
F2 = Tepung sukun 50% : Tepung 3,30bc ± 0,74 Agak suka 3 = 3,293
Terigu 50%
F3 = Tepung sukun 25% : Tepung 3,93a ± 0,58 Suka 4 = 3,376
Terigu 75%
F4 = Tepung terigu 100% 3,53b ± 0,68 Suka 5 = 3,430
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh notasi huruf yang tidak sama,
menunjukkan beda nyata berdasarkan uji DMRT0,05 taraf
kepercayaan 95%.
penambahan tepung sukun asal Buton dan tepung terigu Segitiga Biru pada cake
sukun 25% : Tepung Terigu 75%). Hasil penilaian sensorik aroma pada
perlakuan F3 menunjukan berbeda nyata terhadap perlakuan F0, F1, F2 dan F4.
sukun 100%). Penilaian sensorik aroma terendah ini berbeda nyata dengan
perlakuan F2, F3 dan F4 tetapi berbeda tidak nyata dengan perlakuan F1.
c. Tekstur
Hasil penilaian sensorik tekstur cake disajikan pada Lampiran 17 Tabel 12,
hasil analisis ragam diketahui bahwa prosentasi penambahan tepung sukun asal
Buton dan tepung terigu Segitiga Biru berpengaruh sangat nyata terhadap
penilaian sensorik tekstur cake. Hasil uji lanjut Duncan’s Multiple Range Test
(DMRT0,05) pengaruh prosentasi penambahan tepung sukun asal Buton dan tepung
terigu Segitiga Biru terhadap penilaian sensorik tekstur cake disajikan pada Tabel
12.
Tabel 12. Pengaruh prosentasi penambahan tepung sukun asal Buton dan tepung
terigu Segitiga Biru terhadap penilaian sensorik tekstur cake
Rerata Keteranga
Sensorik n
Perlakuan DMRT0,05
Tekstur ±
SD
F0 = Tepung sukun 100% 2,80c ± 0,99 Agak suka
F1 = Tepung sukun 75% : Tepung 3,16bc ± 0,64 Agak suka 2 = 3,151
Terigu 25%
F2 = Tepung sukun 50% : Tepung 3,16bc ± 0.87 Agak suka 3 = 3,293
Terigu 50%
F3 = Tepung sukun 25% : Tepung 3,76a ± 0,62 Suka 4 = 3,376
Terigu 75%
F4 = Tepung terigu 100% 3,43ab ± 0,81 Agak suka 5 = 3,430
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh notasi huruf yang tidak sama,
menunjukkan beda nyata berdasarkan uji DMRT0,05 taraf
kepercayaan 95%.
penambahan tepung sukun asal Buton dan tepung terigu Segitiga Biru pada cake
sukun 25% : Tepung Terigu 75%). Hasil penilaian sensorik tekstur pada
perlakuan F3 menunjukan berbeda nyata terhadap perlakuan F0, F1, dan F2 tetapi
berbeda tidak nyata dengan perlakuan F4. Hasil penilaian sensorik tekstur
tekstur terendah ini berbeda nyata dengan perlakuan F3 dan F4, tetapi berbeda
d. Rasa
Hasil penilaian sensorik rasa cake disajikan pada Lampiran 18 Tabel 13,
hasil analisis ragam diketahui bahwa prosentasi penambahan tepung sukun asal
Buton dan tepung terigu Segitiga Biru berpengaruh sangat nyata terhadap
penilaian sensorik rasa cake. Hasil uji lanjut Duncan’s Multiple Range Test
(DMRT0,05) pengaruh prosentasi penambahan tepung sukun asal Buton dan tepung
terigu Segitiga Biru terhadap penilaian sensorik rasa cake disajikan pada Tabel 13.
Tabel 13. Pengaruh prosentasi penambahan tepung sukun asal Buton dan tepung
terigu Segitiga Biru terhadap penilaian sensorik rasa cake
Rerata Keterangan
Perlakuan Sensorik Rasa DMRT0,05
± SD
F0 = Tepung sukun 100% 3,16c ± 0,64 Agak suka
b
F1 = Tepung sukun 75% : Tepung 3,43 ± 0,77 Agak suka 2 = 3,151
Terigu 25%
F2 = Tepung sukun 50% : Tepung 3,43b ± 0,72 Agak suka 3 = 3,293
Terigu 50%
F3 = Tepung sukun 25% : Tepung 3,99a ± 0,73 Suka 4 = 3,376
Terigu 75%
F4 = Tepung terigu 100% 3,66b ± 0,71 Suka 5 = 3,430
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh notasi huruf yang tidak sama,
menunjukkan beda nyata berdasarkan uji DMRT0,05 taraf
kepercayaan 95%.
penambahan tepung sukun asal Buton dan tepung terigu Segitiga Biru pada cake
sukun 25% : Tepung Terigu 75%). Hasil penilaian sensorik rasa pada perlakuan
F3 menunjukan berbeda nyata terhadap perlakuan F0, F1,F2 dan F4. Hasil
100%). Penilaian sensorik rasa terendah ini berbeda nyata dengan perlakuan
e. Keseluruhan
Tabel 14, sedangkan hasil sidik ragamnya disajikan pada Lampiran 19 Tabel 9.
terhadap penilaian sensorik keseluruhan cake. Hasil uji lanjut Duncan’s Multiple
Range Test (DMRT0,05) pengaruh prosentasi penambahan tepung sukun asal Buton
dan tepung terigu Segitiga Biru terhadap penilaian sensorik keseluruhan cake
Tabel 14. Pengaruh prosentasi penambahan tepung sukun asal Buton dan tepung
terigu Segitiga Biru terhadap penilaian sensorik keseluruhan cake
Rerata Keterangan
Sensorik
Perlakuan DMRT0,05
Keseluruhan ±
SD
F0 = Tepung sukun 100% 3,10c ± 0,66 Agak suka
b
F1 = Tepung sukun 75% : Tepung 3,56 ± 0,72 Suka 2 = 3,151
Terigu 25%
F2 = Tepung sukun 50% : Tepung 3,60b ± 0,49 Suka 3 = 3,293
Terigu 50%
F3 = Tepung sukun 25% : Tepung 3,90a ± 0,54 Suka 4 = 3,376
Terigu 75%
F4 = Tepung terigu 100% 3,60b ± 0,56 Suka 5 = 3,430
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh notasi huruf yang tidak sama,
menunjukkan beda nyata berdasarkan uji DMRT0,05 taraf
kepercayaan 95%.
penambahan tepung sukun asal Buton dan tepung terigu Segitiga Biru pada cake
(Tepung sukun 25% : Tepung Terigu 75%). Hasil penilaian sensorik keseluruhan
pada perlakuan F3 menunjukan berbeda nyata terhadap perlakuan F0, F1,F2 dan
(Tepung sukun 100%). Penilaian sensorik keseluruhan terendah ini berbeda nyata
sukun asal Buton dan tepung terigu Segitiga Biru terhadap variabel kesukaan
sensorik yang meliputi warna, aroma, tekstur, dan rasa cake disajikan pada Tabel
15.
tepung sukun asal Buton dan tepung terigu Segitiga Biru berpengaruh sangat
a. Warna
Hasil penilaian sensorik warna cake disajikan pada Lampiran 20 Tabel 16,
sukun asal Buton dan tepung terigu Segitiga Biru berpengaruh sangat nyata
terhadap penilaian sensorik warna cake. Hasil uji lanjut Duncan’s Multiple Range
Test (DMRT0,05) pengaruh prosentasi penambahan tepung sukun asal Buton dan
tepung terigu Segitiga Biru terhadap penilaian sensorik warna cake disajikan pada
Tabel 16.
Tabel 16. Pengaruh prosentasi penambahan tepung sukun asal Buton dan tepung
terigu Segitiga Biru terhadap penilaian sensorik warna cake
Rerata Keterangan
Sensorik
Perlakuan DMRT0,05
Warna ±
SD
F0 = Tepung sukun 100% 4,10a ± 0,96 Coklat
sukun maka warna yang dihasilkan akan semakin coklat. Dilihat dari perlakuan F0
(tepung sukun 100%) yang bernilai 4,10 (coklat) dan nilai ini berbeda nyata dari
b. Aroma
Hasil penilaian sensorik aroma cake disajikan pada Lampiran 21 Tabel 17,
sukun asal Buton dan tepung terigu Segitiga Biru berpengaruh sangat nyata
terhadap penilaian sensorik aroma cake. Hasil uji lanjut Duncan’s Multiple Range
Test (DMRT0,05) pengaruh prosentasi penambahan tepung sukun asal Buton dan
tepung terigu Segitiga Biru terhadap penilaian sensorik aroma cake disajikan pada
Tabel 17.
Tabel 17. Pengaruh prosentasi penambahan tepung sukun asal Buton dan tepung
terigu Segitiga Biru terhadap penilaian sensorik aroma cake
Perlakuan Rerata Keterangan DMRT0,05
Sensorik
Aroma ± SD
F0 = Tepung sukun 100% 3,90a ± 0,75
Beraroma sukun
F1 = Tepung sukun 75% : Tepung 3,30b ± 1,08
Agak beraroma 2 = 3,151
Terigu 25% sukun
F2 = Tepung sukun 50% : Tepung 2,76c ± 0,81 Agak beraroma 3 = 3,293
Terigu 50% sukun
F3 = Tepung sukun 25% : Tepung 2,46cd ± 0,77 Tidak beraroma 4 = 3,376
Terigu 75% sukun
F4 = Tepung terigu 100% 2,16d ± 1,26 Tidak beraroma 5 = 3,430
sukun
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh notasi huruf yang tidak sama,
menunjukkan beda nyata berdasarkan uji DMRT0,05 taraf
kepercayaan 95%.
sukun maka aroma yang dihasilkan akan semakin beraroma sukun. Dilihat dari
perlakuan F0 (tepung sukun 100%) yang bernilai 3,90 (beraroma sukun) dan nilai
c. Tekstur
Hasil penilaian sensorik tekstur cake disajikan pada Lampiran 22 Tabel 18,
sukun asal Buton dan tepung terigu Segitiga Biru berpengaruh sangat nyata
terhadap penilaian sensorik tekstur cake. Hasil uji lanjut Duncan’s Multiple
Range Test (DMRT0,05) pengaruh prosentasi penambahan tepung sukun asal Buton
dan tepung terigu Segitiga Biru terhadap penilaian sensorik tekstur cake disajikan
Tabel 18. Pengaruh prosentasi penambahan tepung sukun asal Buton dan tepung
terigu Segitiga Biru terhadap penilaian sensorik tekstur cake
Perlakuan Rerata Keteranga DMRT0,05
Sensorik n
Tekstur ±
SD
F0 = Tepung sukun 100% 2,60c ± 0,85
Agak halus
F1 = Tepung sukun 75% : Tepung 3,03b ± 0,66
Agak halus 2 = 3,151
Terigu 25%
F2 = Tepung sukun 50% : Tepung 3,20b ± 0,84 Agak halus 3 = 3,293
Terigu 50%
F3 = Tepung sukun 25% : Tepung 3,70a ± 0,59 Halus 4 = 3,376
Terigu 75%
F4 = Tepung terigu 100% 3,30b ± 0,87 Agak halus 5 = 3,430
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh notasi huruf yang tidak sama,
menunjukkan beda nyata berdasarkan uji DMRT0,05 taraf
kepercayaan 95%.
F3 (tepung sukun 25% : tepung terigu 75%) menghasilkan cake dengan tekstur
menunjukan berbeda nyata terhadap perlakuan F0, F1, F2, dan F4.
d. Rasa
Hasil penilaian sensorik rasa cake disajikan pada Lampiran 23 Tabel 19,
sukun asal Buton dan tepung terigu Segitiga Biru berpengaruh sangat nyata
terhadap penilaian sensorik rasa cake. Hasil uji lanjut Duncan’s Multiple Range
Test (DMRT0,05) pengaruh prosentasi penambahan tepung sukun asal Buton dan
tepung terigu Segitiga Biru terhadap penilaian sensorik rasa cake disajikan pada
Tabel 19.
Tabel 19. Pengaruh prosentasi penambahan tepung sukun asal Buton dan tepung
terigu Segitiga Biru terhadap penilaian sensorik rasa cake
Rerata Keterangan
Perlakuan Sensorik DMRT0,05
Rasa ± SD
F0 = Tepung sukun 100% 3,56a ± 0,93 Terasa sukun
F1 = Tepung sukun 75% : Tepung 3,13b ± 1,22 Agak terasa 2 = 3,151
Terigu 25% sukun
F2 = Tepung sukun 50% : Tepung 2,90b ± 0,95
Agak terasa 3 = 3,293
Terigu 50% sukun
F3 = Tepung sukun 25% : Tepung 2,70b ± 1,02 Agak terasa 4 = 3,376
Terigu 75% sukun
c
F4 = Tepung terigu 100% 2,23 ± 1,33 Tidak terasa 5 = 3,430
sukun
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh notasi huruf yang tidak sama,
menunjukkan beda nyata berdasarkan uji DMRT0,05 taraf
kepercayaan 95%.
sukun maka rasa yang dihasilkan akan semakin terasa sukun. Dilihat dari
perlakuan F0 (tepung sukun 100%) yang bernilai 3,56 (terasa sukun) dan nilai ini
Hasil penilaian daya kembang cake disajikan pada Lampiran 24 dan Tabel
20. Hasil uji lanjut Duncan’s Multiple Range Test (DMRT0,05) pengaruh prosentasi
penambahan tepung sukun dan tepung terigu terhadap penilaian daya kembang
Tabel 20. Pengaruh prosentasi penambahan tepung sukun dan tepung terigu
terhadap penilaian daya kembang cake
Rerata Daya
Perlakuan DMRT0,05
Kembang ± SD
F = Tepung sukun 100% 35,17c ± 1,29
0
F = Tepung sukun 75% : Tepung 42,26c ± 1,56 2 = 3,151
1 Terigu 25%
F = Tepung sukun 50% : Tepung 61,33b ± 1,97 3 = 3,293
2 Terigu 50%
F = Tepung sukun 25% : Tepung 66,67b ± 1,05 4 = 3,376
3 Terigu 75%
F = Tepung terigu 100% 89,80a ± 10,62 5 = 3,430
4
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh notasi huruf yang tidak sama,
menunjukkan beda nyata berdasarkan uji DMRT0,05 taraf
kepercayaan 95%.
Data pada Tabel 20 diperoleh informasi bahwa pengaruh prosentasi
penambahan tepung sukun dan tepung terigu pada cake terhadap penilaian daya
terhadap perlakuan F0, F1, F2 dan F4. Hasil penilaian daya kembang cake
kembang cake terendah ini (F0) berbeda nyata dengan perlakuan F2, F3, dan F4,
4.2. Pembahasan
a. Swelling Power
Buton dengan tepung terigu segitiga biru menunjukkan hasil rerata tepung sukun
asal Buton lebih tinggi yaitu dengan rerata 6,75 g/g dibandingkan dengan tepung
terigu segitiga biru dengan rerata 4,95 g/g. Berdasarkan pada hasil penilaian uji T
swelling power tepung sukun asal Buton diperoleh hasil yang berbeda signifikan
dengan tepung terigu segitiga biru pada taraf 0,05. Semakin besar swelling power
berarti semakin banyak air yang diserap selama pemanasan, hal ini berkaitan
tinggi. Hal itu karena dengan kadar amilosa yang tinggi maka akan menyerap air
2008).
menggunakan swelling power ada beberapa keuntungan, antara lain lebih mudah
apabila digunakan dalam industri pangan dan waktu yang dibutuhkan relatif
Pati dengan swelling power tinggi memiliki daya cerna yang tinggi dan
penggunaan pati dalam berbagai aplikasi makanan. Pati yang memiliki swelling
power tinggi akan baik digunakan untuk produk bakery yang membutuhkan
b. Viskositas
dikenai gaya (mengalami penegangan) atau gesekan internal dalam cairan dan
merupakan suatu ukuran terhadap kecepatan aliran. Makin lambat cairan berarti
viskositasnya tinggi, sebaliknya makin cepat aliran berarti viskositasnya makin
Buton dengan tepung terigu segitiga biru menunjukkan hasil rerata tepung sukun
asal Buton lebih tinggi yaitu dengan rerata 3,63 Cp di bandingkan dengan tepung
terigu segitiga biru dengan rerata 1,24 Cp. Berdasarkan hasil penilaian uji T pada
viskositas tepung sukun asal Buton diperoleh hasil yang berbeda signifikan
pecahnya granula pati setelah proses gelatinisasi pati yang disebabkan karena
adanya panas dan air (Indrastuti et al., 2012). Sifat gelatinisasi dan pembengkakan
dari suatu pati, salah satunya ditentukan oleh struktur amilopektin, komposisi pati
dan ukuran granular pati. Di samping itu, perbedaan sifat gelatinisasi juga
dipengaruhi oleh berat molekul granula pati. Makin besar berat molekul, maka
gelatinisasi akan terjadi pada suhu yang lebih rendah dibandingkan dengan yang
berat molekulnya lebih rendah. Saat larutan pati dipanaskan di atas temperatur
tepungan dengan kandungan amilosa yang lebih tinggi, seperti tepung beras dan
molekulmolekul pati. Bila pati dimasukan ke dalam air dingin, granula pati akan
hidrogen antar molekul sehingga granula akan lebih mudah menyerap air dan
menekan granula dari dalam sehingga granula akan pecah dan molekul pati
tepung sukun asal Buton dengan tepung terigu segitiga biru menunjukkan hasil
rata-rata tepung sukun asal Buton lebih tinggi yaitu dengan rata-rata 10,65% di
Berdasarkan hasil penilaian uji T pada indeks kelarutan dalam air tepung sukun
asal Buton diperoleh hasil yang berbeda signifikan dengan tepung terigu segitiga
Menurut Hakim (2010) kenaikan kelarutan diduga karena lama waktu dan
suhu pengeringan menyebabkan degradasi dari pati, sehingga rantai tereduksi dan
cenderung lebih pendek dan mudah menyerap air, selain itu juga kadar amilosa
juga berpengaruh terhadap kelarutan. Dimana semakin tinggi kadar amilosa pati
maka kelarutannya di dalam air juga akan meningkat karena amilosa memiliki
d . Densiitas Kamba
Densitas kamba adalah massa par-tikel yang menempati suatu unit volume
tertentu. Densitas kamba ditentukan oleh berat wadah yang diketahui volumenya
dan merupakan hasil pembagian dari berat bubuk dengan volume wadah. Semakin
tinggi nilai densitas kamba menunjukkan produk semakin padat. Suatau bahan
dinyatakan kamba apabila jika nilai densitas kamba kecil, artinya untuk volume
Berdasarkan Tabel 7 densitas kamba tepung sukun asal Buton dan tepung
terigu Segitiga Biru relatif sama yaitu sekitar 0,66-0,67 g/ml. Hal ini
menunjukkan bahwa volume tempat penyimpanan dan kemasan tepung sukun asal
a. Kadar Air
Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat
dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan berat kering (dry
basis). Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan
pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan cita rasa pada
Buton dengan tepung terigu segitiga biru menunjukkan hasil rerata karakteristik
kimia analisis kadar air tepung sukun asal Buton lebih tinggi yaitu dengan rata-
rata 12,36% dibandingkan dengan tepung terigu segitiga biru yaitu dengan rata-
rata 10,45%. Hal ini dapat diketahui bahwa semakin sedikit kadar air yang dapat
di peroleh pada tepung maka semakin lama umur simpan yang dapat dihasilkan.
Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan
pangan tersebut, kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang,
dan khamir untuk berkembang biak, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan
pangan. Kadar air setiap bahan berbeda tergantung pada kelembaban suatu bahan.
Semakin lembab tekstur suatu bahan, maka akan semakin tinggi persentase kadar
air yang terkandung di dalamnya (Winarno, 2004). Menurut syarat mutu standar
nasional Indonesia (SNI) 3751:2009 yang diizinkan untuk tepung terigu dengan
ketentuan bahan tambahan pangan (BTP) yaitu dengan maksimal 14,5%. Hal ini
berarti bahwa tepung sukun memiliki umur simpan yang tahan lama dan dapat
b. Kadar Abu
Abu merupakan residu anorganik setelah bahan bakar dengan suhu tinggi
(diabukan), pada umumnya, abu terdiri dari senyawa natrium (Na), Kalium (K),
kalsium (Ca), dan silikat (Si). Nilai kadar abu suatu bahan pangan menunjukkan
besarnya mineral yang terkandung dalam bahan pangan tersebut. Kadar abu
berhubungan dengan mineral suatu bahan. Semua pati komersial yang berasal
dapat berasal dari bahan itu sendiri atau dari air selama pengolahan (Wijayanti,
2007).
Buton dengan tepung terigu segitiga biru menunjukkan hasil rata-rata karakteristik
kimia analisis tepung sukun asal Buton lebih tinggi yaitu dengan rata-rata 0,76%
dibandingkan dengan tepung terigu segitiga biru yaitu dengan rata-rata 0,55%.
Sudarmadji et al., (1997) mengatakan bahwa tingginya kadar abu pada suatu
tersebut. Kadar abu suatu bahan pangan menunjukkan besarnya jumlah mineral
banyaknya mineral yang tidak terbakar menjadi zat yang mudah menguap.
Sebagian besar bahan makanan yaitu 96% terdiri dari bahan organik dan air,
sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral atau juga dikenal sebagai zat anorganik
atau kadar abu (Winarno, 2008). Menurut syarat mutu standar nasional Indonesia
(SNI) 3751:2009 yang diizinkan untuk tepung terigu dengan ketentuan bahan
tambahan pangan (BTP) yaitu dengan maksimal kadar abu 0,70%. Hal ini berarti
bahwa tepung sukun memiliki jumlah mineral atau zat anorganik yang sedikit dan
c. Kadar Lemak
Lemak adalah senyawa ester dari gliserol dan asam lemak. Seperti halnya
karbohidrat, lemak merupakan sumber energi bagi tubuh yang memberikan nilai
energi lebih besar daripada karbohidrat dan protein yaitu 9 kkal/g (Kurtzweil,
2006).
asal Buton dengan tepung terigu segitiga biru menunjukkan hasil rerata
karakteristik kimia analisis tepung sukun asal Buton lebih tinggi yaitu dengan
rata-rata 1,77% dibandingkan dengan tepung terigu segitiga biru yaitu dengan
rata-rata 1,10%. Seperti halnya karbohidrat, lemak merupakan sumber energi bagi
tubuh yang dapat memberikan nilai energi lebih besar daripada karbohidrat dan
protein, yaitu 9 kkal per gram (Kurtzweil, 2006). Lemak didapat dari makanan
hewani dan nabati antara lain minyak goreng, mentega dan margarin. Lemak
berfungsi sebagai sumber citarasa dan memberikan tekstur yang lembut pada
produk.
d. Kadar Protein
menyediakan bahan baku untuk biosintesis protein,. Selain itu, asam amino juga
berkontribusi terhadap flavor dan prekursor senyawa aroma dan warna selama
stabilisasi, busa, emulsi, dan stabilitas gel (Belitz dan Grosch, 1999).
asal Buton dengan tepung terigu segitiga biru menunjukkan hasil rerata
karakteristik kimia analisis kadar protein tepung sukun asal Buton sangat rendah
yaitu dengan rata-rata 0,34% dibandingkan dengan tepung terigu segitiga biru
yaitu dengan rata-rata 9,66%. Hal ini disebabkan karena kandungan protein pada
tepung segitiga biru lebih tinggi dibandingkan dengan tepung sukun asal Buton.
dibandingkan dengan tepung dari serelia lain terletak pada kandungan gluten yang
tidak terdapat pada tepung lain. Gluten terdiri dari gliadin dan glutenin yang
merupakan suatu komponen dari protein yang hanya terdapat pada tepung terigu.
gluten yang ada pada tepung. Gluten mempengaruhi kekenyalan dan elastisitas
produk. Menurut syarat mutu standar nasional Indonesia (SNI) 3751:2009 yang
diizinkan untuk tepung terigu dengan ketentuan bahan tambahan pangan (BTP)
yaitu dengan minimal 70%. Hal ini berarti bahwa tepung sukun belum memenuhi
e. Kadar Karbohidrat
Karbohidrat merupakan salah satu zat gizi yang diperlukan oleh manusia
terdiri dari dua golongan yaitu karbohidrat sederhana dan karbohidrat kompleks.
pati (serat). Salah satu jenis polisakarida yang penting dalam ilmu gizi adalah pati
(Nurham, 2014).
asal Buton dengan tepung terigu segitiga biru menunjukkan hasil rata-rata
karakteristik analisis kimia kadar karbohidrat tepung sukun asal Buton lebh tinggi
yaitu dengan rata-rata 84,79% dibandingkan dengan tepung terigu segitiga biru
yaitu dengan rata-rata 78,79%. Kadar karbohidrat pada tepung sukun asal Buton
dan tepung terigu segitiga biru dihitung secara by difference dan dipengaruhi oleh
komponen nutrisi lain yaitu kandungan protein, lemak, air, dan abu. Sesuai
oleh komponen nutrisi lain yaitu protein, lemak, air, dan abu, semakin tinggi
komponen nutrisi lain maka kadar karbohidrat semakin rendah dan sebaliknya
apabila komponen nutrisi lain semakin rendah maka kadar karbohidrat semakin
tinggi.
warna, tekstur dan lain-lain. Karbohidrat selain berperan sebagai sumber energi
(Winarno, 2004).
a. Warna
kualitas atau derajat penerimaan suatu bahan pangan. Penentuan mutu suatu bahan
pangan pada umumnya tergantung pada warna, karena warna tampil lebih dahulu
(Winarno, 2004).
antara 2,70-4,10 (agak suka – suka). Data ini menunjukkan bahwa penggunaan
tepung sukun secara keseluruhan memberikan warna yang kurang disukai oleh
Sedangkan pada Tabel 25 penilaian deksriptif sensorik warna cake berkisar antara
1,46-4,10 (kuning muda – coklat). Data ini menunjukkan warna coklat pada cake
diperoleh pada perlakuan F0 (tepung sukun 100%) dan warna kuning muda pada
cake diperoleh pada perlakuan F4 (tepung terigu 100%). Hal ini menunjukkan
bahwa semakin banyak tepung sukun yang ditambahkan dalam produk cake maka
warna yang dihasilkan akan semakin coklat. Winarno (1992) mengatakan bahwa
Suatu bahan pangan yang dinilai bergizi, enak dan teksturnya sangat baik tidak
akan menarik selera apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau
b. Aroma
dari makanan tersebut yang ditangkap oleh hidung sebagai indra pembau.
Komponen yang memberikan aroma adalah asam-asam organik berupa ester dan
antara 3,00-3,93 (agak suka-suka). Data ini menunjukkan bahwa tepung sukun
memberikan aroma yang spesifik pada cake terutama pada perlakuan F0 hampir
aroma cake berkisar antara 2,16-3,90 (tidak beraroma sukun – beraroma sukun).
Data ini menunjukkan aroma sukun pada cake diperoleh pada perlakuan F0
(tepung sukun 100%) dan tidak beraroma sukun pada cake diperoleh pada
perlakuan F4 (tepung terigu 100%). Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak
tepung sukun yang ditambahkan dalam produk cake maka aroma sukun yang
c. Tekstur
Tekstur merupakan segi penting dari mutu makanan. Tekstur juga dapat
2,80-3,76 ( agak suka - suka). Data ini menunjukkan bahwa semakin banyak
tepung sukun yang ditambahkan pada pembuatan cake maka memberikan tekstur
yang kurang disukai panelis, terutama pada perlakuan F0 yang memiliki rata-rata
tekstur cake berkisar antara 2,60-3,70 (agak halus – halus). Data ini menunjukkan
bahwa terhalus terdapat pada perlakuan F3 (tepung sukun 25% : tepung terigu
75%) dan tekstur yang agak halus terdapat pada perlakuan F0, F1, F2 dan F4. Dari
kedua tabel tersebut penilaian sensorik tekstur yang paling disukai dan paling
halus diperoleh pada perlakuan F3 (tepung sukun 25% : tepung terigu 75%).
Menurut Desrosier (2008), tepung terigu merupakan struktur pokok atau bahan
pengikat di dalam semua formula cake (bolu). Bahan yang digunakan untuk
tepung sukun yang berlebih menghasilkan tekstur cake yang lebih keras dan tidak
konsumen, sehingga tekstur menjadi salah satu kriteria utama yang digunakan
d. Rasa
merupakan persepsi dari sel pengecap meliputi rasa asin, anis, asam dan pahit
yang diakibatkan oleh bahan yang mudah terlarut dalam mulut. Penilaian
konsumen terhadap bahan suatu makanan biasanya tergantung pada citarasa yang
ditimbulkan oleh bahan makanan tersebut. Citarasa yang dimaksud terdiri dari
rasa, aroma dan tekstur bahan yang mengenai mulut (Meilgaard et al., 1999).
3,16-3,66 (agak suka-suka). Data ini menunjukkan bahwa banyak panelis yang
cukup suka dengan rasa sukun salah satunya pada perlakuan F3. Sedangkan pada
Tabel 28 penilaian deskriptif sensorik rasa cake berkisar antara 2,23-3,56 (tidak
terasa sukun – terasa sukun). Data ini menunjukkan rasa sukun pada cake
diperoleh pada perlakuan F0 (tepung sukun 100%) dan tidak terasa sukun pada
cake diperoleh pada perlakuan F4 (tepung terigu 100%). Hal ini menunjukkan
bahwa semakin banyak tepung sukun yang ditambahkan dalam produk cake maka
rasa sukun yang dihasilkan akan semakin kuat. Winarno (2004) menyatakan
bahwa rasa suatu makanan merupakan salah satu faktor yang menentukan daya
Kartika et al (1998) bahwa umumnya bahan pangan tidak hanya terdiri dari salah
satu rasa, tetapi merupakan gabungan dari berbagai macam rasa secara terpadu,
e. Keseluruhan
3,10-3,90 (agak suka-suka). Data ini menunjukkan bahwa dari semua perlakuan
dengan penambahan tepung terigu yang dihasilkan paling banyak yang disukai
panelis terdapat pada perlakuan F3. Hal ini sesuai dengan hasil penilaian
organoleptik terhadap aroma, tekstur dan rasa yang berbeda nyata terhadap semua
perlakuan.
Pengembangan cake ditentukan dengan cara mengukur volume cake sebelum dan
terigu cake tersebut. Tepung terigu merupakan struktur pokok atau bahan pengikat
sukun asal Buton dengan tepung terigu Segitiga Biru menunjukkan nilai tepung
terigu secara keseluruhan dalam pembuatan cake lebih tinggi yaitu dengan daya
kembang 89,80% dibandingkan tepung sukun asal Buton yang dimasukkan secara
keseluruhan dalam pembuatan cake yaitu dengan daya kembang 35,17%. Hal ini
produk cake maka akan semakin tinggi daya kembang yang dipeoleh. Hal ini
al., (2014), senyawa gluten tersusun atas dua fraksi yaitu glutenin dan gladin yang
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut :
sebesar 6,75 g/g, 3,63 cp, 10,65 %, dan 0,66 g/ml. Untuk karakteristik kimia
tepung sukun asal Buton meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar
protein dan kadar karbohidrat berturut-turut sebesar 12,36 %bb, 0,76 %bb,
1,77 %bk, 0,34 %bk dan 84,79 %bk. Sedangkan karakteristik fisik tepung
dalam air dan densitas kamba berturut-turut sebesar 4,95 g/g, 1,24 cp, 6,10 %,
0,67 g/ml. Untuk karakteristik kimia tepung terigu segitiga biru meliputi
kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat dan kadar
serat kasar berturut-turut sebesar 10,45 %bb, 0,55 %bb, 1,10 %bk, 9,66 %bk
diterima oleh panelis adalah perlakuan tepung sukun 25% dan tepung terigu
5.2. Saran
Tepung sukun (artocarpus altilis) asal Buton memiliki potensi untuk
menjadi bahan tepung terigu secara keseluruhan untuk pembuatan cake, namun
tepung sukun memiliki warna yang kurang menarik dimata panelis karena
warnanya yang coklat. Pada perlakuan F3 adalah perlakuan yang paling diterima
oleh panelis dengan perlakuan tepung sukun 25% dan tepung terigu 75% dengan
daya kembang terbaik. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
tentang perendaman natrium metabisulfit kepada buah sukun agar buah sukun
sukun akan lebih luas dalam hal produk pangan yang dijual di pasaran dan bagi
DAFTAR PUSTAKA
Adebayo SF and Ogunsola EM. 2005. The proximate analysis and functional
properties in fortified instant pounded yam flour. Global Journal of
Science Frontier Research Biological Science, 5(7), 419—424.
Alrasjid, H. 1993. Pedoman Penanaman Sukun. Informasi Teknis No. 42. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Bogor.
Amanda, V.F. 2018. Pembuatan dan Karakteristik Edible Film Pati Sukun Alami
(Artocarpus altilis) dan Pati Sukun Fosfat. Skripsi. Program Studi S1
Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas
Sumatera Utara. Medan.
Considine, D.M dan G.D. Considine. 1982. Food and Food Production
Encyclopedia. New York: Van Nostrand Reinhold.
Hendri, Marlina, L., Liferdi. 2010. Diversifikasi Pangan dan Gizi dengan Alpukat,
Pisang dan Sukun. Solok: Seminar Nasional Program dan Strategi
Pengembangan Buah Nusantara.
Hidayat Nur, 2010. Pati Ganyong Potensi Lokal yang Belum Termanfaatkan,
April 16 th, 2010.
Indrastuti, E., Harijono dan Susilo, B. 2012. Karakteristik Tepung Uwi Ungu
(Discorea alata L.) yang Direndam dan Dikeringkan sebagai Bahan Edible
Paper. Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 13 No. 3 Hal. 169-176. Malang.
Karsin, E.S. 2004. Klasifikasi Pangan dan Gizi. Di dalam Baliwati, Y.F.
Khomsan, A. Dwiriani, C.M (eds). 2004. Pengantar Pangan dan Gizi.
Penebar Swadaya, Jakarta.
Kusnandar, F., Nuraida, L., Palupi, N.S. 2007. Pemanfaatan talas, garut, dan
sukun sebagai prebiotik dan formulasi sinbiotik sebagai suplemen
makanan. Penelitian Hibah Bersaing. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Kusmawati, Aan, Ujang H., dan Evi E. 2000. Dasar-Dasar Pengolahan Hasil
Pertanian I. Central Grafika. Jakarta.
Loelianda, P., Nafi, A dan Windrasti, W.S. 2017. Substitusi Tepung Labu Kuning
(Cucurbita moschata durch) dan Koro Pedang (Canavalia ensiformis L.)
Terhadap Terigu pada Pembuatan Cake. Jurnal Agroteknologi Vol. 11 (1).
Muchtadi, Tien. 1997. Petunjuk Laboratorium Teknologi Proses Pengolhan
pangan Pangan.PAU Pangan dan Gizi IPB. Bogor.
Navitri, M.M. 2017. Pengaruh Laju Aliran Bahan dan Udara Pengering terhadap
Kualitas Fisik Sukun (Artocarpus altilis) Hasil Pengeringan Menggunakan
Flash Dryer dengan Horizontal Disintegrator. Skripsi. Fakultas Teknologi
Pertanian. UGM. Yogyakarta.
Noviarso, C. 2003. Pengaruh Umur Panen dan Masa Simpan Buah Sukun
(Artocarpus altilis) Terhadap Kualitas Tepung Sukun yang Dihasilkan.
Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Rahayu, E., Farida. 2010. Modul Diklat Aneka Cake. Padang: Dinas Pendidikan
Kota Padang.
Rahmawati S. 2019. Pengaruh Jenis Isolat dan Konsentrasi Bakteri Asam Laktat
Asal Wikau Maombo terhadap Sifat Fisikokimia Tepung Sagu
(Metraxylon sp.) Modifikasi dan Aplikasinya pada Produk Biskuit
Crackers. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Halu Oleo. Kendari.
Satyajaya, W., Setyani, S., dan Nur, M. 2013. Pengujian Asam Lemak Bebas dan
Aktivitas Mikroba pada BMC-MP-ASI Buah Sukun dan Kacang Benguk
Selama Penyimpanan. Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian. Vol
18(1).
Singh, Kaur, L., Sadhi, N.S and Sekhon, K.S. 2005. Physicoshemical, Cooking
and Textural Properties of Miled Rice from Different Indian Rise
Culvitars Food Chem, 89 : 253-259.
SNI. 2009. Tepung Terigu. SNI 3751 – 2009. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta.
Sudarmadji, Bambang, H., dan Suhardi. 2003. Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian. Kanisius. Yogyakarta.
Sunarto. 1988. Sukun. Kumpulan Kliping Sukun, Mengenal Sukun, Jenis Sukun,
Budidaya Sukun, Pengolahan Pasca Panen, Sentra Produksi (hlm. 1-4).
Jakarta: PIP (Pusat Informasi Pertanian Trubus).
Sutiah, K.S, Firdaus dan Budi, W.S. 2008. Studi Kualitas Minyak Goreng dengan
Parameter Viskositas dan Indeks Bias.Barkala Fisika, 11(2): 53-58.
Syah, A dan Nazaruddin. 1994. Sukun dan Keluwih. Penebar Swadaya, Jakarta.
Tester R.F, and Morrison, W.R, (1990). Swelling and gelatinisation of cereal
starches.
Thompson, A.K., B.O. Been, and C. Perkins. 1974. Storage of Fresh Breadfruit.
Trop. Agric. 51 (3) : 407-415.
Verheij, E.W and Coronel, R.E. 1997. Prosea, Sumberdaya Nabati Asia Tenggara
2, Buah-Buahan yang dapat dimakan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Winarno, F.G. 2002.Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Winarno, F.G. 2004. Kimia pangan dan gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Keterangan:
Buah sukun
Ditimbang
Dikupas kulitnya dan dicuci buahnya Kulit dibuang
Tepung sukun
Ditimbang
Cake
Buah sukun
mencapai 100 mL. Semua bahan dari gelas ukur dikeluarkan dan ditimbang
lalu cairan kental hasil gelatinisasi dimasukkan ke dalam alat viskometer Oswald
Selanjutnya diuji waktu yang dibutuhkan oleh larutan tepung yang telah
mencapai titik maksimum untuk mengalir dari alat viscometer Oswald sampai
mencapai titik henti. Semua peroses tersebut dihitung waktu yang dibutuhkan oleh
larutan tepung sagu untuk mengalir dari alat viskometer Oswald. Perhitungan
waktu menggunakan alat stopwatch dan sebagai pembanding uji larutan sampel
yang digunakan tepung terigu yang diberi perlakuan sama seperti sampel.
dengan vortek selama 10 detik, selanjutnya ditempatkan pada penangas air suhu
pada suhu ruang disentrifuge dengan kecepatan 2000 rpm selama 30 menit.
diletakan dalam cawan petri yang telah diketahui bobotnya (B).Cawan petri
tabung sentrifuse (D) dengan bobot kering sampel. Sedangkan indeks kelarutan
dalam air (IKA) merupakan persentase bobot pati yang larut dalam air.
Perhitungan:
D
Swelling power = (ɡ/ɡ)
A
(C−B)
Indeks kelarutan dalam air (%) = x 100%
A
B -A
%Pengembangan = x 100%
Keterangan:
telah dikeringkan dan beratnya konstan, lalu dipanaskan dalam oven dengan suhu
1050C selama 3 jam atau sampai beratnya konstan. Setelah itu dimasukkan ke
dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang beratnya. Kadar air ditentukan
dengan rumus :
Perhitungan :
B−C
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 = x 100 %
B− A
Keterangan :
(AOAC, 2000)
dahulu selama 30 menit pada suhu 100-1500C kemudian didinginkan cawan dalam
desikator untuk menghilangkan uap air dan ditimbang. Sampel ditimbang
pengabuan di dalam tanur pada suhu 6000C sampai pengabuan sempurna. Sampel
Perhitungan :
C−A
Kadar Abu= X 100 %
B− A
Keterangan :
Reagen Biuret dibuat dengan cara menimbang 0.75 g CuSO 4.5H2O ; 3.0 g
NaKC4O6.6H2O dan dilarutkan dalam 250 mL aquades dalam labu takar 500 mL,
kemudian ditambahkan 150 mL NaOH 10% sambil diaduk dan akhirnya
Larutan standar dipipet 0.2, 0.4, 0.6, 0,8. dan 1,0 mL. Masing-masing ke
selama 30 menit pada suhu kamar. Selanjutnya diukur pada panjang gelombang
biuret.
reagen biuret dan didiamkan selama ± 30 menit kemudian di ukur kadar protein
sampel.
Perhitungan :
Bobot protein (mg) = konsentrasi sampel (mg/L) x fp* x V sampel (L)
Bobot protein
Kadar protein (%) = x 100%
Bobot sampel
100
Kadar protein (% bk) = x kadar protein (bb)
100 - kadar air
kapas bebas lemak. Kertas saring yang berisi sampel dimasukkan ke dalam alat
soxhlet kemudian alat kondensor di atas dan labu dibawahnya. Pelarut heksan
atau petroleum benzene dituang ke dalam labu 100 ml dan dilakukan reflux
Pelarut yang ada di labu lemak didestilasi dan ditampung, kemudian labu
lemak yang berisi hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105 0C. hasil
ekstraksi dikeringkan sampai bobot tetap dan didinginkan dalam desikator, labu
100
Kadar bahan kering (%) = x Lemak (bb)
100 – kadar air
karbohidrat dapat diketahui dari akumulasi persen kadar air, abu, protein dan
lemak yang akan menjadi pengurangan dari 100 persen. Dapat dituliskan
100 %
Kadar karbohidrat bahan kering ( % ) ¿ × Karbohidrat
Bahan Kering(%)
Lampiran 14: Data hasil uji T nilai karakteristik fisik tepung sukun
1 2 3
Sumber Ftabel
Derajat Jumlah Kuadrat
Keragama Fhitung
Bebas Kuadrat Tengah 5% 1%
n
5582,808 57,124*
Perlakuan 4 1395,702 3,47 5,99
*
Total 14 5827,138
Keterangan
** = berpengaruh sangat nyata
:
Lampiran 25: Analisis swelling power tepung sukun asal Buton dan tepung terigu segitiga biru
Ulanga Berat Sampel Berat Tabung Berat Tabung + Berat pasta Sweliing
No. Sampel Rata-rata
n (g) kosong (g) pasta (g) (g) Power
Lampiran 26: Analisis viskositas tepung sukun asal Buton dan tepung terigu segitiga biru
No Sampel Ulangan Bobot Bobot Pikno Bobot Masa t air t rata- t t rata-rata Viskositas Rata-rata
Pikno + Aquades Pikno + jenis (sekon) rata sampel (sekon) (Cp) (Cp)
Kosong (g) (g) Sampel (g) (g/mL) (sekon) (sekon)
15,90 25,74 25,81 1,01 6,09 7,74
1 1 15,90 25,74 25,81 1,01 6,1 6,09 7,62 7,69 1,27
15,90 25,74 25,81 1,01 6,08 7,7
Tepung 15,90 25,74 25,81 1,01 6,09 7,44
2 2 15,90 25,74 25,81 1,01 6,1 6,09 7,38 7,43 1,23 1,24
Terigu 15,90 25,74 25,81 1,01 6,08 7,46
15,90 25,74 25,81 1,01 6,09 7,34
3 3 15,90 25,74 25,81 1,01 6,1 6,09 7,29 7,32 1,21
15,90 25,74 25,81 1,01 6,08 7,32
15,90 25,74 25,90 1,02 6,09 21,68
4 1 15,90 25,74 25,90 1,02 6,1 6,09 21,7 21,68 3,62
15,90 25,74 25,90 1,02 6,08 21,67
Tepung 15,90 25,74 25,90 1,02 6,09 21,92
5 2 15,90 25,74 25,90 1,02 6,1 6,09 21,89 21,92 3,66 3,62
Sukun 15,90 25,74 25,90 1,02 6,08 21,94
15,90 25,74 25,90 1,02 6,09 21,41
6 3 15,90 25,74 25,90 1,02 6,1 6,09 21,39 21,41 3,57
15,90 25,74 25,90 1,02 6,08 21,43
Lampiran 27: Analisis indeks kelarutan dalam air tepung sukun asal Buton dan tepung terigu segitiga biru
Ulanga Berat Berat Wadah Berat Wadah + Berat Indeks Kelarutan Indeks rata-
No. Sampel
n Sampel (g) kosong (g) endapan (g) endapan (g) dalam Air (%) rata (%)
Densitas Densitas
Volume Berat wadah Berat wadah + Berat tepung
No. Sampel Ulangan Kamba rata-rata
sampel (mL) kosong (g) tepung (g) (g)
(g/mL) (g/mL)
1 1 100 62,02 128,59 66,57 0,67
2 Tepung Terigu 2 100 62,02 128,59 66,57 0,67 0,67
3 3 100 62,02 128,60 66,57 0,67
4 1 100 60,11 125,99 65,87 0,66
5 Tepung Sukun 2 100 60,11 125,99 65,87 0,66 0,66
6 3 100 60,11 125,99 65,87 0,66
Berat
Ulanga Berat Cawan Berat Cawan
No. Sampel Sampel bobot abu Kadar (%)
n Kosong (g) Pengabuan (g)
(g)
1 Tepung 1 1,51 34,57 34,58 0,02 0,96
2 Sukun 2 1,51 45,44 45,45 0,01 0,63
3 3 1,52 48,13 48,14 0,01 0,71
Lampiran 31: Analisis kadar lemak tepung sukun asal Buton dan tepung terigu segitiga biru
No. Sampel Ulangan Berat Berat Berat labu Berat Kadar (%)
Sampel labu + Minyak minyak
(g) kosong (g)
(g)
1 1 2,04 165,12 165,16 0,04 1,95
Tepung
2 2 2,00 165,10 165,13 0,03 1,69
Sukun
3 3 2,00 165,09 165,12 0,03 1,57
Kurva Standar
Standar
No Absorbansi Lampiran 32: Analisis kadar protein tepung sukun asal Buton
(ppm)
1 100 0.04
2 200 0.05
3 300 0.07
4 400 0.08
5 500 0.09
6 600 0.10
7 700 0.12
8 800 0.13
9 900 0.14
10 1000 0.15
0.18
Kurva Standar
0.16
0.14 f(x) = 0 x + 0.03
0.12 R² = 1
Absorbansi
0.1
0.08
0.06
0.04
0.02
0
0 200 400 600 800 1000 1200
Konsentrasi (ppm)
Kadar
Ulanga Kadar Kadar protein Kadar lemak
No Sampel Kadar abu (%) karbohodra
n air (%) (%) (%)
t (%)
1 1 12,4 0,96 0,27 1,95 84,42
Tepung
2 2 12,31 0,63 0,42 1,69 84,95
Sukun
3 3 12,38 0,71 0,34 1,57 85
Lampiran
Dokumentasi
Lampiran 2. Prosedur kerja pembuatan tewpung sukun
1 2 3
4 5 6
Keterangan :
1 2 3
Keterangan :
1 2 3
Keterangan :
1 2 3
Keterangan :
1 2
Keterangan :
1. Tepung sukun
2. Tepung terigu
Lampiran 7. Analisis kadar air
1 2
Keterangan :
1 2
Keterangan :
1 2
Keterangan :
1 2
Keterangan :
1 2
Keterangan :
1 2 3
4 5 6