Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

ANATOMI TUMBUHAN
“Pendekatan Neurosains”
Ditujukan Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Stategi Belajar Mengajar Biologi

Dosen Pengampu :
Dr. Sulifah Aprilya H., S.Pd, M.Pd

Ika Lia Novenda, S.Pd., M.Pd

Oleh :
Sheilla Maduratna K. N. (190210103023)
Diah Erisa Permatasari (190210103120)
Rosyida Novalia Fatonah2 (190210103082)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan hidayah-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pendekatan Neurosains” tepat
waktu. Makalah “Pendekatan Neurosains” disusun guna memenuhi tugas mata kuliah
stategi belajar mengajar biologi. Selain itu, kami juga berharap agar makalah ini dapat
menambah wawasan bagi pembaca mengenai “Pendekatan Neurosains”.
Kami berharap makalah “Pendekatan Neurosains” dapat menambah
pengetahuan dan wawasan. Kami juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang
telah membantu proses penyusunan makalah ini.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.

Kelompok 7

Jember, 4 November 2020

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB 1. PENDAHULUAN.......................................................................................iii
1.1 Latar Belakang.............................................................................................iii
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................iii
1.3 Tujuan.........................................................................................................iii
BAB 2. PEMBAHASAN.........................................................................................1
2.1 Pengertian...............................................................................................................1
2.2 Teori-teori neirosains pada pembelajaran................................................. 1
2.3 Tujuan Neurosains.......................................................................................3
2.4 Ruang Lingkup Neurosains...................................................................................3
2.5 Problematika Dalam Pendidikan..................................................................5
2.6 Solusi Untuk Problematika Dakam Pendidikan..................................................5
BAB 3.PENUTUP.................................................................................................7
3.1 Kesimpulan..................................................................................................7
3.2 Saran...........................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................8
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Suatu bidang kajian mengenai sistem saraf yang ada di dalam otak manusia disebut
Neurosains. Neurosains juga mengkaji mengenai kesadaran dan kepekaan otak dari segi
biologi, persepsi, ingatan, dan kaitannya dengan pembelajaran. Secara terminologi,
neurosains dapat dikatakan sebagai bidang ilmu yang mengkhususkan pada studi
saintifik terhadap sistem syaraf. Neurosains juga disebut sebagai ilmu yang mempelajari
otak dan seluruh fungsi-fungsi syaraf lainnya.
Penelitian menemukan bahwa manusia belum optimal menggunakan otaknya dalam
berbagai hal baik untuk memecahkan masalah maupun menemukan gagasan baru,
kebaruan ide, kreativitas, dan inovasi. Sistem pendidikan yang berlaku saat ini yang
hanya berfokus pada otak luar bagian kiri, dan tidak menyeimbangkan dengan
penggunaan otak kanan. Otak kiri ini berperan dalam pemrosesan logika, kata-kata,
matematika, dan urutan yang dominan untuk pembelajaran akademis. Otak kanan yang
berurusan dengan irama musik, gambar, dan imajinasi kreatif belum mendapat bagian
secara proporsional untuk dikembangkan.
Adanya neurosains ini dapat memungkinkan untuk menuju pembelajaran yang efektif
dan dapat berperngaruh dalam hasil belajar. Oleh karenanya kita perlu mengetahui hal
yang lebih mendalam terkait dengan pendekatan Neurosains, termasuk apa sebenarnya
tujuan dari neurosains, teori-teori neurosains, serta bagaimana problematika yang terjadi
dalam dunia pendidikan.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa definisi dari Pendekatan Neurosains?
1.2.2 Apa saja Teori-teori neirosains pada pembelajaran ?
1.2.3 Apa tujuan Neurosains?
1.2.4 Apa saja Ruang Lingkup Neurosains?
1.2.5 Apa Problematika dalam Pendidikan?
1.2.6 Apa Solusi Untuk Problematika dalam Pendidikan?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui definisi dari Pendekatan Neurosains
1.3.2 Untuk Mengetahui Teori-teori neirosains pada pembelajaran

iii
1.3.3 Untuk mengetahui tujuan Neurosains
1.3.4 Apa saja Ruang Lingkup Neurosains?
1.3.5 Untuk mengetahui Problematika dalam Pendidikan
1.3.6 Untuk mengetahui Solusi Untuk Problematika dalam Pendidikan
BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Definisi Pendekatan Neurosains


Neurosains merupakan sistem pendidikan baru, dimana mempelajari mengenai
tentang sistim kerja dari saraf. Secara etimologi neurosains ialah ilmu neural (Neural
Science) yang mengkaji mengenai sistim syaraf, utamanya mempelajari mengenai neuron
atau sel syaraf dengan pendekatan multidisipliner. Secara terminology, neurosains ialah suatu
bidang ilmu yang mengkhususkan pada studi saintifik terhadap sistem syaraf. Neurosains bisa
juga disebut dengan ilmu yang mempelajari otak dan seluruh fungsi syaraf lainnya.
Neurosains juga dapat dikatakan sebagai bidang kajian yang membahas mengenai sistem
saraf yang ada di manusia. Neurosains juga mengkaji tentang kesadaran dan kepekaan otak
otak dari segi biologi, ingatan dan kaitannya dengan pembelajaran. Teori neurosains ialah,
sistem saraf dan otak merupakan asas fisikal dalam suatu proses pembelajaran manusia.
Neurosains adalah Salah satu bidang penelitian saintifik yang mebahas mengenai otak dan
juga pikiran, khususnya otak. Neurosains juga bisa membuat hubungan antara proses kognitif
yang ada dalam otak dengan tingkah laku yang akan dihasilkan. Dari pernyataan tersebut
dapat dikatakan bahwa setiap perintah yang dihproses oleh otak akan mengaktifkan daerah-
daerah penting otak (Wijaya. 2018: 2).
2.2 Teori-Teori Neurosains Dalam Pembelajaran
1. Teori Emosi
Cannon (1927) berpendapat bahwa peranan utama emosi terletak di talamus, yaitu
bagian inti dari pusat otak. Canon menyatakan bahwa talamus dapat memberikan respon
pada stimulus sehingga mampu membangkitkan emosi dengan cara mengirim impuls ke
korteks cerebral dan ke bagian tubuh yang lainnya. Perasaan emosional timbul akibat
keterbangkitan korteks serta sistem saraf simpatik. Di sisi lain pengalaman emosional
ditimbulkan akibat masukan eksternal pada sistem sensoris, seperti melihat atau
mendengar stimulus yang mampu membangkitkan emosi. Ada 3 aspek yang membentuk
emosi, yaitu: 1) aspek kognisi, 2) kesigapan, 3) perasaan. Menurut Schachter (1971)
emosi adalah fungsi interaksi dari faktor kognitif dengan keadaan keterbangkitan
fisiologis. Teori kognitif fisiologis tentang emosi menyatakan bahwa umpan balik ke otak
yang berasal dari aktivitas fisiologis dapat menimbulkan keadaan keterbangkitan yang
tidak berbeda, namun emosi yang dirasakan ditentukan oleh “label” yang diberikan
orang-orang pada keadaan tersebut. Kesigapan untuk melakukan tindakan ditentukan oleh

1
sistem saraf autonom dan sistem saraf simpatetik yang mempersiapkan tubuh untuk
respons singkat, intens dan “melawan atau melarikan diri” yang penuh semangat.
2. Amygdala
Amygdala merupakan bagian dari sistem limbik yang ikut terlibat dalam menentukan
pengalaman emosional dan fungsi seksual. Struktur tersebut tersebut berperan dalam
ingatan yang sifatnya emosional. Pada anak usia dini, pengalaman-pengalaman emosional
adalah pengalaman hidup yang terpatri kuat. Pengalaman dan pelajaran pada usia ini
dapat berdampak kuat apabila diberikan dengan nuasa emosi yang tinggi, misalnya
dengan cara bermain. Jadi amygdala merupakan struktur yang menghubungkan antara
emosional dengan rasio atau kesadaran emosional (emotional awareness).Contohnya,
apabila kita menghadapi rasa takut maka hal ini merupakan suatu komponen yang berasal
dari kondisi emosional, cirinya adalah kondisi tergerak (a state of being moved).
Komponen emosi lainnya yaitu kesadaran (awareness) yang dirasakan. “Emotional
awareness” kemudian timbul untuk menentukan tindakan seperti apa yang harus
diambilnya untuk mengatasi rasa takut tersebut.
3. Teori Triune Brain
Berdasarkan teori Triune Brain, otak manusia dibagi menjadi tiga bagian, yaitu Otak
Reptil (Reptilian Complex) , Sistem Limbic (Limbic System), dan Neokorteks
(NeoCortex) atau yang biasa juga diebut otak belajar. Ketiga lapisan otak ini saling
berkaitan dan saling terlibat dalam melaksanakan tugasnya.
4. Belahan Otak Kiri Dan Kanan
Jeffrey Gray (1970) menyatakan bahwa aktivitas belahan otak kiri terutama lobus
frontal dan temporalnya berhubungan dengan sistem aktivasi perilaku. Hal ini ditandai
dengan meningkatnya aktivitas (saraf) autonom dari level yang rendah hingga ke tinggi,
serta memiliki kecenderungan untuk mendekat (ke orang lain) yang mampu mengindikasi
kesenangan atau kemarahan. Peningkatan aktivitas lobus temporal dan frontal belahan
otak kanan diasosiasikan dengan sistem inhibisi perilaku yang dapat meningkatkan
perhatian, pembangkitan, menginhibisi tindakan dan menstimulasi emosi, seperti rasa
takut dan muak. Perbedaan dari kedua belahan otak ini berkaitan dengan kepribadian.
Rata-rata, individu yang pada belahan otak kirinya mempunyai aktivasi korteks frontal
lebih tinggi cenderung lebih bahagia, suka bersenang-senang dan mudah bergaul.
Individu yang pada belahan otak kanannya mempunyai aktivitas korteks frontal lebih
tinggi cenderung lebih tertutup, mudah emosi yang tidak baik, dan tidak puas dengan
hidup. Belahan otak kanan lebih responsif terhadap stimulus emosional jika dibandingkan
dengan belahan otak kiri.
2.3 Tujuan Neurosains
Tujuan dari neurosains adalah mempelajari dasar-dasar biologis dari setiap perilaku.
Tugas utama neurosains yaitu menjelaskan perilaku manusia dari sudut pandang aktivitas
yang terjadi di dalam otaknya. Penelitian mutakhir di bidang neurosains menemukan
sejumlah bukti hubungan tidak terpisahkan antara otak dan perilaku (karakter) manusia.
Melalui instrumen Positron Emission Tomography (PET) diketahui bahwa terdapat enam
sistem otak (brain system) yang secara terpadu meregulasi semua perilaku manusia. Keenam
sistem otak tersebut adalah cortex prefrontalis, sistem limbik, gyros cingulatus, ganglia
basalis, lobus temporalis, dan cerebellum. Keenam sistem otak tersebut mempunyai peranan
penting dalam pengaturan kognisi, afeksi, dan psikomotorik, termasuk IQ, EQ, dan SQ.
Pemisahan jasmani, rohani dan akal akan berimplikasi pada pengembangan ketiganya (IQ,
EQ dan SQ) yang secara otomatis melanggengkan ketidakseimbangan pada ranah kognisi,
afektif dan psikomotorik dalam pembelajaran (Wathon, 2016: 286).
2.4 Ruang Lingkup Neurosains
Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, neurosains mempelajari manusia secara
utuh atau sains yang mempelajari manusia secara interdisipliner. Neurosains memiliki
beberapa dimensi antara lain:
1. Seluler-Molekuler
Lingkup kajian seluler-molekuler ini mempelajari berbagai macam sel saraf
dan bagaimana mereka melakukan fungsi-fungsi spesifik yang berbeda satu dengan
yang lain untuk menghasilkan pelbagai perilaku yang kompleks, seperti emosi,
kognisi, dan tindakan. Lebih singkatnya ketiganya adalah emosi dan rasio yang
menjadi satu kesatuan dalam jaringan neural dari akal sehat. Hal tersebut
memunculkan pengetahuan dan tindakan yang diakibatkannya.
2. Sistem Saraf
Biding sistem saraf mengkaji sel-sel saraf yang berfungsi sama dalam sebuah
sistem yang kompleks. Misalnya, masalah penglihatan dikaji dalam "sistem visual";
masalah gerakan dikaji dalam "sistem isotonik" atau sistem kinestetik; masalah
pendengaran dikaji dalam "sistem auditori"; dan seterusnya.
3. Neurosains Perilaku
Neurosains perilaku mengkaji bagaimana berbagai sistem syaraf bekerja
sebagaimana disebutkan di atas bekerja sama untuk menghasilkan perilaku tertentu.
Misalnya, bagaimana saraf visual, saraf auditori, saraf motorik memproses informasi
(materi pelajaran) secara simultan (meskipun hanya salah satu yang dominan).
4. Neurosains Sosial (Sosiosains)
Bidang ini mempelajari bagaimana "otak sosial" manusia berperan dalam
membantu manusia membentuk hubungan dengan orang lain. Kemampuan manusia
untuk menjalin hubungan dengan orang lain merupakan nature-nya yang tersimpan
secara biologis dalam otak. Komponen lobus frontal, seperti cortex prefrontal, cortex
orbitofrontal dan cortex ventromedial merupakan komponen utama yang bertanggung
jawab untuk itu.
Neurosains kini menjadi satu-satunya bidang ilmu yang mengalami perkembangan
paling pesat. Semakin jelas pengamatan terhadap akivitas otak, semakin mudah mengontrol
perilaku seseorang, semakin pesat pula kegiatan neurosains. Berikut ini merupakan beberapa
kegiatan otak yang berkontribusi bagi pendidikan:(Wathon, 2015).
1. Electroencephalography (EEG) dan Magnetoencephalography (MEG)
EEG dan MEG mampu membaca seberapa cepat informasi diproses dalam otak.
untuk mengukurnya, alat ini mendeteksi aktivitas elektrik dan magnetik yang
terjadi pada otak selama proses mental (termasuk proses belajar-mengajar)
berlangsung. Adapun pada MEG, sekitar 100 detektor magnetik ditempelkan
sekitar kepala untuk mencatat aktivitas magnetik otak. EEG dan MEG mencatat
perubahan yang terjadi di dalam otak secara kontinyu, yakni dalam kisaran satu
mili detik (satu per seribu detik) kisaran umum waktu yang dibutuhkan otak untuk
memproses kata. Hasil pencatatan memberi informasi mengenai waktu yang
diperlukan oleh otak untuk proses membaca atau menghitung angka matematika.
2. Positron-Emission Tomography (PET)
PET merupakan teknologi yang diakui untuk mengobservasi fungsi-fungsi otak
yang mengandung radioaktif pada subjek di mana cairan akan bereaksi ke dalam
otak. Wilayah bereaksi ke tingkat tinggi akan mengakumulasi lebih banyak radiasi
dan aktivitas ini ditangkap oleh cincin detektor yang di pasang di sekitar kepala
subjek (pasien).
3. Functional Magnetic Resonance Imaging (FMRI)
Functional Magnetic Resonance Imaging (FMRI) merupakan teknologi yang
dengan cepat menggantikan pemindaian PET karena efek radiasi yang terlalu
tinggi. Teknologi ini mampu menunjukkan area-area otak yang lebih besar atau
lebih kecil ketika memproses informasi (belajar). Operasinya berdasarkan fakta
bahwa bagian otak yang lebih aktif membutuhkan oksigen dan nutrisi yang lebih
tinggi. Oksigen dibawa menuju sel-sel otak oleh hemoglobin. Hemoglobin
mengandung zat besi yang bersifat magnetik. FMRI memiliki magnet untuk
membandingkan jumlah hemoglobin teroksigenasi yang memasuki otak dengan
hemoglobin teroksigenasi.
2.5 . Problematika Dalam Pendidikan
1. Peran pendidikan pada usia dini
Efektitivitas neurosains di dalam pendidikan bergantung pada peranan pendidikan
pada usia dini. Pendidikan pada anak usia dini itu sangatlah penting. Periode-periode
perkembangan bayi dan anak-anak usia prasekolah dapat mempersiapkan tahapan berikutnya
untuk penguasaan kompetensi-kompetensi yang diperlukan serta dapat belajar dengan lebih
baik di sekolah (Schunk, 2012; Byrnes & Fox, 1998).
2. Kompleksitas dari Proses-proses Kognitif
Penelitian neurosains menunjukkan bahwa perhatian bukan merupakan proses
tunggal, melainkan mencakup banyak komponen. Implikasinya yaitu pendidik tidak bisa
berasumsi teknik pengajaran tertentu seperti “dapatkan perhatian siswa” atau “bantu mereka
untuk mengingat.” Kita harus lebih spesifik mengenai aspek-aspek perhatian seperti apa yang
akan disertakan dalam pelajaran dan tipe memori apa yang nantinya akan diperhatikan.
3. Kesulitan-kesulitan belajar siswa (perhatian, keterlibatan, motivasi, emosi)
Penelitian otak menyatakan bahwasanya kunci untuk memperbaiki kekurangan dalam
pembelajaran tertentu adalah dengan mengetahui aspek-aspek pelajaran seperti apa yang
membuat seorang siswa mengalami kesulitan dan kemudian berupaya menanganinya secara
khusus. Contohnya, pengajaran strategi kognitif untuk mengatasi kelemahan-kelemahan
anak-anak bisa dipadukan dengan pengajaran membaca tradisional (Schunk, 2012; Katzir &
Parĕ-Blagoev, 2006).
4. Kompleksitas teori-teori pembelajaran
Penelitian terhadap otak menunjukkan bahwasanya teori-teori pembelajaran dengan
banyak sisi dapat menangkap keadaan yang sebenarnya dengan lebih baik.
2.6 Solusi Untuk Problematika dalam Pendidikan

1. Pembelajaran Berbasis Permasalahan


Pembelajaran berbasis permasalahan akan menarik keterlibatan siswa dalam pembelajaran
dan dapat memotivasi mereka. Ketika siswa belajar kelompok, mereka juga dapat
meningkatkan keterampilan kerjasama mereka saat belajar. Pembelajaran dengan gaya ini
mengharuskan siswa untuk berpikir kreatif dan mengolah pengetahuan mereka untuk
digunakan dengan cara-cara yang khas. Metode ini bermanfaat terutama dalam pengerjaan
proyek-proyek yang tidak memiliki satu solusi yang benar secara pasti.
2. Simulasi dan Permainan Peran
Simulasi bisa dilakukan melalui komputer, di kelas-kelas atau temapat-tempat umum seperti
museum. Permainan peran merupakan bentuk pembelajaran di mana para siswa dapat saling
mengamati. Baik simulasi maupun permainan peran, keduanya memberi kesempatan belajar
yang tidak bisa didapatkan oleh siswa dengan cara-cara biasa. Kedua metode ini memiliki
manfaat motivational dan dapat memusatkan perhatian siswa.
3. Diskusi Aktif
Sebagai bagian dari sebuah diskusi, siswa dituntut untuk berpartisipasi. Artinya siswa tidak
bias hanya menjadi pengamat yang pasif. Tingkat keterlibatan kognitif serta emosional yang
meningkat ini, nantinya dapat menghasilkan pembelajaran yang lebih baik.
4. Tampilan Visual
Tampilan visual membantu meningkatkan perhatian, pembelajaran dan mempertahankannya.
Guru yang dalam aktivitas mengajarnya mengggunakan tampilan visual dan mengajak siswa
untuk menggunakannya juga akan meningkatkan pembelajaran.
5. Iklim yang positif
Guru yang mampu menciptakan iklim kelas yang positif akan menemukan bahwa
permasalahan-permasalahan proses belajar dapat diminimalkan dan siswa menjadi lebih
terlibat dalam pembelajaran.
BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Neurosains merupakan sistem pendidikan baru, dimana mempelajari mengenai tentang
sistim kerja dari saraf. Secara etimologi neurosains ialah ilmu neural (Neural Science) yang
mengkaji mengenai sistim syaraf, utamanya mempelajari mengenai neuron atau sel syaraf
dengan pendekatan multidisipliner. Secara terminology, neurosains ialah suatu bidang ilmu
yang mengkhususkan pada studi saintifik terhadap sistem syaraf. Teori-teori neurosains
mencakup tepri emosi, amygdala, Triune Brain, dan belahan otak kiri dan kanan. Tujuan
utama dari Neurosains ini adalah mempelajari dasar-dasar biologis dari setiap perilaku.
Artinya, tugas utama dari neurosains adalah menjelaskan perilaku manusia dari sudut
pandang aktivitas yang terjadi di dalam otaknya.
Problematika dalam setiap proses belajar ataupun pembelajaran akan selalu ada. Hal
tersebut menjadi suatu tuntutan bagi diri sendiri untuk memahami pendekatan pembelajaran
yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan kita. Dalam neurosains sendiri, problematika
dalam pendidikan mencakup banyak hal, sala satunya mengenai peran pendidikan pada usia
dini, karena sejak saat dini manusia haruslah diberikan pendidikan yang baik dengan
pendektan-pendekatan pembelajaran yang nanti dapat menjadi bekal ketika bertambah usia.
Setiap problematika tentunya ada beberapa solusi agar pendekatan pembelajaran berjalan
dengan efektif.

3.2 Saran
Makalah ini masih belum sempurna. Oleh sebab itu sebaiknya penulis makalah ini
lebih banyak mencari referensi terhadap masalah yang terkait dan lebih mendalam serta
lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Ikrar, Taruna. 2015. Ilmu Neurosains Modern. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


Schunk, Dale H. 2012. Teori-teori Pembelajaran: Perspektif Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Wathon, Aminul. 2015. Neurosains dalam Pendidikan. JURNAL LENTERA: Kajian
Keagamaan, Keilmuan dan Teknologi. 14(1): 284-194.
Wijaya, H. 2018. Pensisikan Neurosains dan implikasinya dalam pendidikan masa kini.
ResearchGate. 1(1): 1-19

Anda mungkin juga menyukai