Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH ASJAWA

“AMALIYAH DAN BUDAYA NU”

Disusun Oleh:
1. Sartika Sari (1130119008)
2. Siti Rochimah (1130119017)

Prodi S1 Keperawatan Alih Jenjang


Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kebidanan
Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya
2019-2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta

karunia-nya sehingga dapat menyelesaikan Makalah Asjawa dengan judul

“Amaliyah dan Budaya NU”dan Mahasiswa mampu menjelaskan makalah

tersebut.

Makalah ini tidak akan selesai tepat waktu tanpa bantuan dari berbagai

pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada Dosen mata

kuliah Aswaja dan Semua pihak yang turut membantu pembuatan makalah ini

yang tidak bisa penyusun sebutkan satu persatu.

Makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis

mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk kemajuan makalah ini di masa

mendatang.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk pembaca.

Surabaya, Oktober 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER ............................................................................................................i
KATA PENGANTAR.....................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................01
1.1 Latar Belakang ........................................................................................01
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................02
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Amaliyah NU..........................................................................03
2.2 Jenis-jenis Amaliyah NU..........................................................................03
2.3 Pijakan Metodologi Amaliyah NU............................................................04
2.4 Amaliyah NU dan dalil-dalilnya...............................................................05
2.5 Amaliyah yang sering dijadikan perselisihan...........................................08
2.6 Pengertian dari Budaya.............................................................................12
2.7 pengertian NU...........................................................................................14
2.8 Latar Belakang Budaya dalam NU...........................................................14
2.9 Budaya NU di Indonesia ..........................................................................16

BAB III KESIMPULAN ..............................................................................19

3.1 Kesimpulan ..............................................................................................19


DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................iv

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejarah diterimannya kehadiran Islam di Nusantara dengan kondisi
keagamaan masyarakat yang menganut paham animisme (Hindu-Budha), tidak
bisa dilepaskan dari cara dan model pendekatan dakwah para mubaligh Islam kala
itu yang ramah dan bersedia menghargai kearifan budaya dan tradisi lokal. Sebuah
pendekatan dakwah yang terbuka dan tidak antisipati terdapat nilai-nilai normatif
di luar Islam, melainkan mengakulturasikannya dengan membenahi
penyimpangan-penyimpangan di dalamnya memasukkan ruh-ruh keislaman ke
dalam subtstansinya. Maka lumrah jika kemudian corak amaliah ritualitas muslim
Nusantara (khususnya Jawa) hari ini, kita saksikan begitu kental diwarnai dengan
tradisi dan budaya khas lokal, seperti ritual selametan, kenduri, dan lain-lain.
Amaliah keagamaan seperti itu tetap dipertahankan karena kaum Nahdliyyin
meyakini bahwa ritual-ritual dan amaliyah yang bercorak lokal tersebut. Hanyalah
sebatas teknis atau bentuk luaran saja, sedangkan yang menjadi substansi
didalamnya murni ajaran-ajaran Islam. Dengan kata lain, ritual-ritual yang
bercorak tradisi lokal hanyalah bungkus luar, sedangkan isinya adalah nilai-nilai
ibadah yang dianjurkan oleh Islam.
Dalam pandangan kaum Nahdliyyin, kehadiran Islam yang dibawa oleh
Rasulullah saw. Bukanlah untuk menolak segala tradisi yang mengakar menjadi
kultur budaya masyarakat, melainkan sekedar untuk melakukan pembenahan-
pembenahan dan pelurusan-pelurusan terhadap tradisi dan budaya yang tidak
sesuai dengan risalah Rasulullah saw. Budaya yang telah mapan menjadi nilai
normatif masyarakat dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam akan
mengakulturasikannya bahkan mengakuinnya sebagai bagian dari budaya dan
tradisi Islam itu sendiri. Dalam hal ini, Rasululullah saw. Bersabda:
“ apa yang dilihat orang Muslim baik, maka hal itu baik disisi Allah.” (HR.
Malik). Kendati demikian, amaliah dan ritual keagamaan kaum Nahdliyin seperti
itu, sering mengobsesi sebagian pihak untuk menganggapnya sebagai praktik-
praktik sengkritisme, mitisme, khurafat, bid’ah bahkan syirik. Anggapan demikian
sebenarnya lebih merupakan subyektifitas akibat terjebak dalam pemahaman

1
Islam yang sempit dan dangkal serta tidak benar-benar memahami hakikat
amaliah dan ritual-ritual hukum Nahdliyyin tersebut. Pihak-pihak yang seperti ini,
wajar apabila kemudian dengan mudah melontarkan ‘tuduhan’ bid’ah atau syirik
terhadap amaliah dan ritualitas kaum Nahdliyyin, seperti ritual tahlilan, peringatan
Maulid Nabi, Istighfar, Pembacan berzanji, Manaqib, Ziarah kubur, dan amaliah-
amaliah lainnya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian Amaliyah NU ?
2. Apa saja jenis-jenis Amaliyah NU?
3. Apa saja pijakan Metodologi Amaliyah NU?
4. Apa sajakah Amaliyah NU dan dalil-dalilnya?
5. Apa sajakah amaliyah yang sering dijadikan perselisihan ?
6. Apa Pengertian dari Budaya?
7. Apa pengertian NU?
8. Bagaimana Latar Belakang Budaya dalam NU ?
9. Apa Saja Budaya NU di Indonesia ?

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Amaliyah NU
Amaliyah Nahdliyah adalah amal perbuatan lahir, baik yang berhubungan
dengan Ibadah, Mu’amalah maupun Akhlaq; yang biasa dilakukan oleh kaum
Nahdliyyin, bisa jadi secara formal warga Jam’iyyah Nahdlatul Ulama atau
bukan.
Nahdlatul Ulama memperjuangkan berlakunya Ajaran Islam ala
Ahlussunnah wal Jama’ah, oleh karena itu menurut NU, cara berfikir dan
bentindak, cara bertheologi maupun beramal, yang benar didasarkan pada
Ajaran Islam Ahlussunnah wal Jama’ah. Menurut NU, Islam adalah
ahlussunnah wal jama’ah, maka kaum nahdliyyin tidak mendasarkan
perbuatannya kecuali pada ahlusunnah wal jama’ah.
Secara praktis, amaliyah ahlussunnah wal jama’ah NU di dasarkan pada
cara bertheologi menurut madzhab theologi Al-Asy’ary dan Al-Maturidy,
dalam bidang fiqh mengikuti salah satu madzhab empat, yaitu : Hanafy,
Maliky, Syafi;y dan Hambaly; serta mengamalkan tasawuf sesuai dengan cara
tasawuf Imam al-Junaid al-Baghdady dan Imam Al-Ghazaly.

2.2 Jenis-jenis Amaliyah NU


Secara garis besar, amaliyah nahdliyah dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
1. Ushul
- Beraqidah Islamiyah yang meyakini, bahwa :
a) Rukun Iman ada 6
b) Allah adalah Maha Esa
c) Allah mempunyai sifat wajib sebanyak 20, sifat mukhal 20 dan sifat jaiz 1.
d) Allah mempunyai asma’ berjumlah 99 yang dikenal dengan sebutan asma’ul
husna.
- Beribadah dengan baik yang dibangun atas Rukun Islam yang 5, yaitu :
Mengucapkan dua kalimah syahadat, menunaikan shalat, mengeluarkan zakat,
berpuasa di bulan ramadlan, serta naik haji ke Baitullah bagi yang mampu.
- Membangun senedi-sendi aqidah dan melakukan ibadah dengan benar serta
sebaik-baiknya, seolah-olah setiap saat melihat Allah atau sekurang-kurangnya
selalu merasa diawasi oleh Allah SWT.

3
2. Furu’
Hal yang menyangkut tentang furu’ ini bagi NU sangatlah banyak, yang
meliputi amalan-amalan wajib, sunnah, mustahab serta hal-hal yang berhubungan
dengan “Fadlail”, semisal :
a) Membaca do’a qunut dalam shalat shubuh, dan dalam shalat witir pada paruh
akhir bulan ramadlan.
b) Berbakti kepada orang tua serta menghormati orang sholih, tidak terbatas
ketika mereka masih hidup di dunia
c) Mendo’akan orang yang sudah meninggal dunia
d) Berjama’ah dalam dzikir dan berdo’a.
e) Melakukan Tawasshul dan Tabarruk.

2.3 Pijakan Metodologi Amaliyah NU


Secara metodologis, amaliyah nahdliyah didasarkan pada sumber-sumber
hukum Islam, yaitu :
1. Al-Qur’an
2. Al-Hadits
3. Al-Ijma’ dan
4. Al-Ijtihad.
Penggunaan dalil-dalil tersebut dipahami dengan baik dan benar melalui cara
pemahaman bermadzhab, persis sebagaimana disampaikan oleh Syekh
Mohammad Nawawi Al-Jawi, sebagai berikut :
،‫ة‬CC‫ام من األدل‬CC‫تنباط األحك‬CC‫در على اس‬CC‫و من يق‬CC‫ق ه‬CC‫د المطل‬CC‫والمجته‬ .1
:‫ه‬CC‫د إمام‬CC‫تنباط من قواع‬CC‫در على االس‬CC‫ذي يق‬CC‫و ال‬CC‫ذهب ه‬C‫ومجتهد الم‬
‫ترجيح لبعض‬CC‫در على ال‬CC‫وى من يق‬CC‫ ومجتهد الفت‬،‫كالمزني والبويطي‬
‫ر‬CC‫الرملي وابن حج‬CC‫رافعي ال ك‬CC‫النووي وال‬CC‫ ك‬:‫أقوال إمامه على بعض‬
‫اد‬CC‫ة االجته‬CC‫ه أهلي‬CC‫ ويجب على من لم يكن في‬،‫ط‬CC‫دان فق‬CC‫ا مقل‬CC‫ألنهم‬
،‫هورين‬CC‫ة المش‬CC‫ة األربع‬CC‫داً من األئم‬CC‫روع واح‬CC‫المطلق أن يقلد في الف‬
‫د‬CC‫ واإلمام أحم‬،‫ واإلمام مالك‬،‫ اإلمام الشافعي واإلمام أبو حنيفة‬:‫وهم‬
‫ألوا‬CC‫ "فاس‬:‫الى‬CC‫ه تع‬CC‫ك قول‬CC‫ والدليل على ذل‬،‫بن حنبل رضي هللا عنهم‬
‫أوجب هللا‬CC‫) ف‬7 ‫ة‬CC‫ اآلي‬:‫ون" (األنبـياء‬CC‫ذكر إن كنتم ال تعلم‬CC‫ل ال‬CC‫أه‬
‫د‬CC‫ك تقلي‬CC‫الم وذل‬CC‫ول الع‬CC‫ ويلزم عليه األخذ بق‬،‫السؤال على من لم يعلم‬
‫دين في‬CC‫اقي المجته‬CC‫ة من ب‬CC‫ؤالء األربع‬CC‫ير ه‬CC‫د غ‬CC‫وز تقلي‬CC‫ وال يج‬،‫ه‬CC‫ل‬
‫د‬CC‫ وعب‬،‫فيان بن عيـينة‬CC‫ وس‬،‫وري‬CC‫فيان الث‬CC‫ام س‬CC‫ل اإلم‬CC‫ مث‬،‫روع‬CC‫الف‬
‫ابر‬C‫د من أك‬C‫د واح‬C‫ا ً تقلي‬C‫وز أيض‬C‫ وال يج‬،‫ر األوزاعي‬C‫رحمن بن عم‬C‫ال‬
‫ة‬CC‫ه أهلي‬CC‫ا من في‬CC‫ وأم‬،‫د ّون‬CC‫بط ولم ت‬CC‫ذاهبهم لم تض‬CC‫حابة ألن م‬CC‫الص‬
‫ه‬CC‫ ويجب على من لم يكن في‬،‫االجتهاد المطلق فإنه يحرم عليه التقليد‬
‫عري‬CC‫ أي العقائد لإلمام أبـي الحسن األش‬:‫األهلية أن يقلد في األصول‬

4
‫ه‬CC‫ف في‬CC‫د مختل‬CC‫ان المقل‬CC‫ لكن إيم‬،‫دي‬CC‫ الماتري‬C‫ور‬CC‫ام أبـي منص‬CC‫أو اإلم‬
‫رار‬CC‫ أما بالنظر إلى أحكام الدنيا فيكفيه اإلق‬،‫بالنسبة إلى أحكام اآلخرة‬
‫ير‬CC‫ وغ‬،‫ر‬CC‫در على النظ‬CC‫اص إن ق‬CC‫ؤمن ع‬CC‫د م‬CC‫ح أن المقل‬CC‫ واألص‬،‫ط‬CC‫فق‬
‫ع‬CC‫و رج‬CC‫ا ً بحيث ل‬C ‫ ثم إن جزم بقول الغير جزما ً قوي‬،‫عاص إن لم يقدر‬
‫ر‬CC‫ترك النظ‬CC‫اص ب‬CC‫ لكنه ع‬،‫المقلد بالفتح لم يرجع هو كفاه في اإليمان‬
‫ وإن لم يجزم بقول الغير جزما ً قويا ً بأن كان‬.‫إن كان فيه أهلية النظر‬
،‫ان‬CC‫ه في اإليم‬CC‫و لم يكف‬CC‫ع ه‬CC‫الفتح لرج‬CC‫د ب‬CC‫ع المقل‬CC‫ لكن لو رج‬،ً‫جازما‬
‫ة‬CCC‫ا ً من أئم‬CCC‫ ّوف إمام‬CCC‫د في علم التص‬CCC‫ر أن يقل‬CCC‫ويجب على من ذك‬
‫يد‬CC‫ وهو اإلمام سعيد بن محمد أبو القاسم الجنيد س‬،‫التص ّوف كالجنيد‬
‫افعي‬CC‫ام الش‬CC‫ل أن اإلم‬CC‫ والحاص‬.‫ه‬CC‫الصوفية علما ً وعمالً رضي هللا عن‬
‫ة‬CC‫داة األ ّم‬CC‫ ونحوه ه‬،‫ واإلمام األشعري‬،‫ونحوه هداة األ ّمة في الفروع‬
‫زاهم هللا‬CC‫ فج‬،‫ ّوف‬C‫ة في التص‬CC‫داة األ ّم‬CC‫وه ه‬CC‫ والجنيد ونح‬،‫في األصول‬
.‫ ونفعنا بهم آمين‬،ً‫خيرا‬
Perlu diketahui, bahwa para ulama mujtahid sebagaimamja dijelaskan di atas,
dalam masalah akidah tidak ada yang mendasarkan kepada dalil yang tidak
qad’iy, baik wurud maupun dalalahnya, terhadap masalah furu’ sepanjang
berkaitan dengan ibadah pastilah berpedoman kepada dalil yang shahih,
sedangkan dalam masalah fadlailil a’mal, barulah mengambil dari hadits dlaif,
dengan syarat-syarat yang ketat.

2.4 Amaliyah NU dan dalil-dalilnya


1. Tawassul
Tawassul adalah perantara, Syaikh Jamil Affandi menjelaskan bahwa yang
dimaksud tawassul dengan para Nabi dan orang-orang Shaleh ialah menjadikan
mereka menjadikan sebab dan perantara dalam memohon kepada Allah untuk
mencapai tujuan. Pada hakikaynya Allahhlah pelaku yang sebenarnya (yang
mengabulkan do`a). Sebagai contoh pisau tidak mempunyai kemampuan
memotog dari dirinya sendiri karena pemotong yang sebenarnya adalah Allah dan
pisau hanya sebagai penyebab yang alamiah (berpotensi untuk memotong)
Dalil Tawassul:
‫دوا فى‬LL‫يلة و جاه‬LL‫ه الوس‬LL‫وا اتقواهللا وابتغواالي‬LL‫ذين أمن‬LL‫ا ال‬LL‫ا ايه‬LL‫ي‬
)35 : ‫سبيله لعلكم تفلحون (المائدة‬
“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan carilah sebuah
perantara untuk sampai kepada Allah berjihadlah kamu dijalanya mudah-
mudahan kamu mendapat keuntungan”. (Al Maidah 35)

Sahabat Umar ketika melakukan sholat Istisqo` juga melakukan tawassul

5
‫اس بن‬LL‫قى بالعب‬LL‫وا استس‬LL‫ كان إذا قحط‬.‫ض‬.‫أن عمر بن الخطاب ر‬
‫ا‬LL‫قين وإن‬LL‫ا فتس‬LL‫ك بنبين‬LL‫ل الي‬LL‫ا نتوس‬LL‫ا كن‬LL‫ال اللهم ان‬LL‫الب فق‬LL‫عبد المط‬
)‫نتوسل إليك بعم نبينا فاسقنا فيسقون (رواه البخارى‬
“ Dari anas bi Malik beliau berkata, Apabila trjadi kemarau sahabat Umar
bertawassul dengan Abbas bin Abdul Mutholib, kemudian berdo`a “ YA Allah
kami pernah berdo`a dan bertawassul kepadaMu dengan Nabi kami maka
Engkau turunkan hujan. dan sekarang kami bertawassul dengan paman Nabi
kami, maka turunkanlah hujan” Anas berkata “Maka turunlah hujan kepada
kami” (HR. Al Bukhori)
2. Dzikir berjama`ah
Membaca dzikir dengan berjama`ah sehabis menunaikan sholat maupun dalam
momen tertentu, seperti istighotsah, Tahlilan adalah perbuatan yang tidak
bertentangan dengan ajaran Agama bahkan termasuk perbuatan yang dituntun
oleh Agama.
Dalilnya:
)152 : ‫فاذكروني اذكركم (البقرة‬
“Ingatlah (berdzikirlah) kamu semua kepadaKu niscaya Aku ingat kepadamu”
(Al Baqoroh 152)
‫يتهم‬LL‫ة وغش‬LL‫ل إال حفتهم المالئك‬LL‫ز وج‬LL‫ذكرون هللا ع‬LL‫وم ي‬L‫د ق‬LL‫ال يقع‬
)‫الرحمة ونزلت عليهم السكينة وذكرهم هللا فيمن عنده (رواه مسلم‬
“Tidaklah sekelompok orang yang duduk berdzikir kepada Allah kecuali mereka
dikerumuni malaikat, diliputi rahmat dan ketentraman turun kepada mereka,
serta Allah akan menyebu-nyebut mereka kepada para Malaikat disisinya” (HR.
Muslim)
3. Ziarah kubur
Pada masa awal Islam Nabi melarang umat Islam melakukan ziarah kubur karena
khawatir umat Islam akan menjadi penyembah kuburan. Setelah akidah umat
Islam kuat dan tidak ada kekhawatiran untuk berbuat syirik Nabi membolehkan
para sahabatnya untuk melakukan ziarah kubur.
Rosulullah bersabda:
‫قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم إنى كنت نهيتكم عن زيارة القبور أال‬
)‫فزوروها فإنها تزهد فى الدنيا وتذكر األخرة (رواه إبن ماجه‬
Rosulullah SAW bersabda, “ sesungguhnya aku pernah melarang kalian
berziarah kubur. Ingatlah, maka berziarahlah kekubur karena sesungguhnya hal
itu dapat menjadikan sikap zuhud di dunia dan dapat mengingatkan kepada
akhirat”. (HR. Ibnu Majjah)
4. Merayakan maulid Nabi
Sebagai seorang mukmin pengungkapan rasa syukur dan kegembiraan atas nikmat
yang diterima adalah suatu keharusan begitu pula dengan kelahiran seseorang
kealam dunia merupakan nikmat tidak terhingga yang harus disyukuri.
Sebagaimana mensyukuri hari kelahiran Nabi dengan berpuasa.
Dalam sebuah hadis diriwayatkan

6
‫ه‬LL‫لى هللا علي‬LL‫ول هللا ص‬LL‫ أن رس‬.‫ض‬.‫ارى ر‬LL‫ادة األتص‬LL‫عن ابي قت‬
‫زل علي (رواه‬LL‫وسلم سئل عن صوم اإلثنين فقال فيه ولدت وفيه أن‬
)‫مسلم‬
Diriwayatkan oleh Abu Qotadah Al Anshori, bahwa Rosulullah pernah ditanya
tentang puasa senin maka beliau menjawa, “pada hari itulah aku dilahirkan dan
wahyu diturunkan kepadaku”. (HR. Muslim)
5. Berzanzen, Dziba`an, Burdahan, Manaqiban
Dalilnya
‫ال من‬LL‫وقد ورد في األثر عن سيد البشر صلى هللا عليه وسلم أنه ق‬
‫ا زاره ومن زاره‬LL‫ه فكأنم‬LL‫رأ تاريخ‬LL‫ورح مؤمنا فكأنما احياه ومن ق‬
‫رء أن‬LL‫ق على الم‬LL‫ة وح‬LL‫رور الجن‬LL‫وان هللا فى ح‬LL‫فقد استوجب رض‬
.‫يكرم زائره‬
Terdapat dalam sebuah atsar dari gustinya manusia saw. Sesungguhnya beliau
bersabda, “Barang siapa membuat (menulis biografi seorang mukmin maka ia
seperti menghidupkanya kembali dan barang siapa membaca sejarahnya maka
seolah-olah ia mengunjunginya dan barang siapa mengunjunginya maka ia
berhak mendapatkan ridho Allah dalam surga dan sudah seharusnya bagi
seseorang memuliakan orang yang menziarahinya”.
6. Tahlilan
Berkumpul untuk melakukan tahlilan merupakan tradisi yang telah diamalkan
secara turun temurun oleh mayoritas umat Islam Indonesia. Meskipun format
acaranya tidak diajarkan secara langsung oleh Rosulullah namun kegiatan tersebut
dibolehkan karena tidak satupun unsur-unsur yang terdapat didalamnya
bertentangan dengan ajaran Islam, karena itu pelaksanakan tahlilan secara esensial
merupakan perwujudan dari tuntunan Rosulullah.
      Dalil tahlil di maqbaroh
‫ه‬LL‫لى هللا علي‬LL‫ول هللا ص‬LL‫ال رس‬LL‫ ق‬: ‫ال‬LL‫ ق‬.‫ض‬.‫رة ر‬LL‫عن أبي هري‬
‫د و‬LL‫و هللا اح‬LL‫ل ه‬LL‫وسلم من دخل المقابر ثم قرأ فاتحة الكتاب و ق‬
‫ألهاكم التكاثر ثم قال إنى جعلت ثواب ما قرأت من كالمك ألهل‬
‫المقابر من المؤمنين والمؤمنات كانوا شفعاء له الى هللا تعالى‬
Dari Abi Huroiroh Rosulullah saw. Bersabda, Barang siapa masuk ke
pemakaman kemudian ia membaca surat Al fatikhah, Al ikhlash, Atakatsur lalu ia
berdo`a “sungguh kujadikan pahala membaca kalamu untuk ahli kubur dari
kaum mukminin dan mukminat, maka meraka akan menjadi penolongnya
dihadapan Allah”
      Dalil mengirim pahala kepada mayit
‫د‬LL‫اليقرأ عن‬LL‫بره ف‬LL‫ه الى ق‬LL‫رعوا ب‬LL‫إذا مات أحدكم فال تحبسوه واس‬
‫بره (روا‬LL‫رة فى ق‬LL‫ة البق‬LL‫ه بخاتم‬LL‫رأسه بفاتحة الكتاب وعند رجلي‬
)‫الطبرانى والبيهقى‬

7
Ketika salah satu kalian mati janganlah kalian menahanya dan segeralah
menguburnya dan bacakan dikepalanya permulaan Al qur`an d dikakinya
penutup surat Al baqoroh dikuburnya. (HR. Atabrani dan baihaki)
      Dalil pahala sedekah untuk mayit
‫أن رجال قال للنبي صلى هللا عليه وسلم إن ابي مات وترك ماال‬
)‫ولم يوص فهل يكفر عنه ان اتصدق عنه قال نعم (رواه مسلم‬
Sesungguhnya seorang berkata kepada Nabi saw. Sesungguhnya ayahku mati
meninggalkan harta dan tidak berwasiat apakah dapat menghapus dosanya
manakala aku bersedekah untuknya? Nabi bersabda, Ya. (HR. Muslim)
      Dalil selamatan 7 dan 40 hari kematian
‫تحبون‬LL‫قال طاوس إن الموتى يفتنون فى قبورهم سبعا فكانوا يس‬
‫ال يفتن‬LL‫ير ق‬LL‫د بن عم‬LL‫ وعن عبي‬.‫ام‬LL‫ك األي‬LL‫وا عنهم تل‬LL‫أن يطعم‬
‫افق‬L‫ا المن‬L‫بعا وأم‬L‫ؤمن فيفتن س‬L‫ا الم‬L‫افق فأم‬L‫ؤمن و من‬L‫رجالن م‬
L.‫فيفتن اربعين صباحا‬
Thowus berkata, sesungguhnya orang mati mendapatkan fitnah didalam kubur
mereka selama 7 hari. Dan dari Ubaid bin Umair berkata, Dua orang akan
mendapatkan fitnah, yakni oranh mukmin dan orang munafiq. Adapun orang
mukmin mendapatkan fitnah selama 7 hari, sedangkan orang munafik
mendapatkan fitnah selama 40 hari.

2.5 Amaliyah yang sering dijadikan perselisihan


a. Do’a qunut
- Hukum
Do’a qunut dalam shalat shubuh dan dalam shalat witir pada paruh akhir bulan
ramadlan, hukumnya sunnah ab’ad, apabila tertinggal disunnahkan melakukan
sujud sahwi.
- Dasar
‫ا َل‬Cَ‫س ق‬ ٍ َ‫ا َدةُ عَنْ أَن‬Cَ‫ َّدثَنَا قَت‬C‫ا ٌم َح‬C‫ش‬ َ ‫ َّدثَنَا ِه‬C‫سلِ ٌم َح‬ ْ ‫ َح َّدثَنَا ُم‬- ۳۷۸٠     )1
‫ ْدعُو‬C َ‫وع ي‬C ِ C‫الر ُك‬ ُّ ‫ َد‬C‫ ْه ًرا بَ ْع‬C ‫ش‬َ ‫سلَّ َم‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ِ ‫سو ُل هَّللا‬ ُ ‫قَنَتَ َر‬
)٤۹٢ ‫ ص‬/ ١٢ ‫ ج‬: ‫ب (صحيح البخاري‬ ِ ‫َعلَى أَ ْحيَا ٍء ِمنْ ا ْل َع َر‬
‫لَّى‬C ‫ص‬ َ ‫ َّدثَ ُه ْم أَنَّ النَّبِ َّي‬C‫رةَ َح‬C َ C‫سلَ َمةَ أَنَّ أَبَا ُه َر ْي‬ َ ‫ عَنْ أَبِي‬- ١٠۸۳     )2
‫ ِم َع‬C‫س‬ َ ‫ا َل‬CCَ‫ ْه ًرا إِ َذا ق‬C‫ش‬َ ‫اَل ٍة‬C‫ص‬ َ ‫ ِة فِي‬C‫سلَّ َم قَنَتَ بَ ْع َد ال َّر ْك َع‬ َ ‫هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬
ِ ‫ه اللَّ ُه َّم أَ ْن‬Cِ Cِ‫هَّللا ُ لِ َمنْ َح ِم َدهُ يَقُو ُل فِي قُنُوت‬
‫ ِد اللَّ ُه َّم‬C‫ َد بْنَ ا ْل َولِي‬C‫ج ا ْل َولِي‬
‫ةَ اللَّ ُه َّم نَ ِّج‬CCC‫اش بْنَ أَبِي َربِي َع‬ َ َّ‫ ٍام اللَّ ُه َّم نَ ِّج َعي‬CCC‫ش‬ َ ‫لَ َمةَ بْنَ ِه‬CCC‫س‬ َ ‫نَ ِّج‬
‫ َر اللَّ ُه َّم‬C ‫ض‬َ ‫ش ُد ْد َو ْطأَتَ َك َعلَى ُم‬ ْ ‫َض َعفِينَ ِمنْ ا ْل ُم ْؤ ِمنِينَ اللَّ ُه َّم ا‬ ْ ‫ست‬ ْ ‫ا ْل ُم‬
/ ۳ ‫ ج‬: ‫لم‬CC‫حيح مس‬CC‫فَ (ص‬C ‫وس‬ ُ ُ‫نِي ي‬C ‫س‬ ِ ‫سنِينَ َك‬ ِ ‫اج َع ْل َها َعلَ ْي ِه ْم‬
ْ
)٤۳٤ ‫ص‬

8
‫ص‪C‬لَّى‬ ‫س‪C‬و ُل هَّللا ِ َ‬ ‫س َه‪ْ C‬ل قَنَتَ َر ُ‬ ‫‪ - ١٠۸٦     )3‬عَنْ ُم َح َّم ٍد قَ‪C‬ا َل قُ ْلتُ أِل َنَ ٍ‬
‫س‪C‬ي ًرا‬ ‫‪C‬وع يَ ِ‬‫الر ُك‪ِ C‬‬ ‫ح قَ‪CC‬ا َل نَ َع ْم بَ ْع‪َ C‬د ُّ‬ ‫ص‪C‬اَل ِة ُّ‬
‫الص‪ْ C‬ب ِ‬ ‫س‪C‬لَّ َم فِي َ‬ ‫هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َ‬
‫(صحيح مسلم ‪( -‬ج ‪ / ۳‬ص ‪)٤۳۷‬‬
‫‪CCCC‬ريَ َم عَنْ أَبِي‬ ‫ق عَنْ بُ َر ْي‪ِ CCCC‬د ْب ِن أَبِي َم ْ‬ ‫س‪َ CCCC‬ح َ‬ ‫‪ ١٢١٤     )4‬عَنْ أَبِي إِ ْ‬
‫ض‪َ CC‬ي هَّللا ُ َع ْن ُه َم‪CC‬ا َعلَّ َمنِي‬ ‫س‪CC‬نُ بْنُ َعلِ ٍّي َر ِ‬ ‫ا ْل َح‪ْ CC‬و َرا ِء قَ‪CC‬ا َل قَ‪CC‬ا َل ا ْل َح َ‬
‫ت أَقُ‪CC‬ولُ ُهنَّ فِي ا ْل‪ِ C‬و ْت ِر قَ‪CC‬ا َل‬ ‫س‪C‬لَّ َم َكلِ َم‪CC‬ا ٍ‬‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َ‬
‫سو ُل هَّللا ِ َ‬ ‫َر ُ‬
‫ت ا ْل‪ِ C‬و ْت ِر اللَّ ُه َّم ا ْه‪ِ C‬دنِي فِي َمنْ َه‪َ C‬ديْتَ َو َع‪CC‬افِنِي‬ ‫ُ‬
‫س فِي قنُو ِ‬ ‫ابْنُ َج َّوا ٍ‬
‫فِي َمنْ عَافَيْتَ َوت ََولَّنِي فِي َمنْ ت ََولَّيْتَ َوبَا ِركْ لِي فِي َم‪CC‬ا أَ ْعطَيْتَ َوقِنِي‬
‫ض ‪C‬ى َعلَ ْي ‪َ C‬ك َوإِنَّهُ اَل يَ ‪ِ C‬ذ ُّل َمنْ‬ ‫ض ‪C‬ي‪َ C‬واَل يُ ْق َ‬ ‫ض ‪C‬يْتَ إِنَّكَ تَ ْق ِ‬ ‫ش ‪َّ C‬ر َم‪CC‬ا قَ َ‬‫َ‬
‫‪C‬ز َمنْ َع‪CC‬ا َديْتَ تَبَ‪CC‬ا َر ْكتَ َربَّنَ‪CC‬ا َوتَ َع‪CC‬الَيْتَ (س‪CC‬نن أبي‬ ‫َوالَيْتَ َواَل يَ ِع‪ُّ C‬‬
‫داود ‪ :‬ج ‪ / ٤‬ص ‪)٢١٠‬‬
‫‪b. Tahlil untuk orang yang telah meninggal‬‬
‫‪Inti dari pada amaliyyah tahlil adalah :‬‬
‫‪- Berdo’a untuk orang yang sudah meninggal dunia, baik oleh anaknya sendiri‬‬
‫‪maupun oleh orang lain; hal ini terdapat tuntunan yang jelas dari Nabi SAW.‬‬

‫ص ‪C‬لَّى هَّللا ُ‬
‫سو َل هَّللا ِ َ‬ ‫س ِم ْعتُ َر ُ‬ ‫ف ْب ِن َمالِ ٍك قَا َل َ‬ ‫‪ - ١۹۵۷     )1‬عَنْ ع َْو ِ‬
‫ار َح ْم‪ C‬هُ‬‫ص‪C‬لَّى َعلَى َجنَ‪CC‬ا َز ٍة يَقُ‪CC‬و ُل اللَّ ُه َّم ا ْغفِ‪Cْ C‬ر لَ‪C‬هُ َو ْ‬ ‫س‪C‬لَّ َم َ‬‫َعلَ ْي ِه َو َ‬
‫س ‪ْ C‬لهُ بِ َم‪CC‬ا ٍء‬‫س ‪ْ C‬ع ُمد َْخلَ‪C‬هُ َوا ْغ ِ‬ ‫َواعْفُ َع ْنهُ َوعَافِ ِه َوأَ ْك ِر ْم نُ ُزلَ ‪C‬هُ َو َو ِّ‬
‫ض ِمنْ‬ ‫ب اأْل َ ْبيَ ُ‬
‫ج َوبَ‪َ CCCC‬ر ٍد َونَقِّ ِه ِمنْ ا ْل َخطَايَ‪CCCC‬ا َك َم‪CCCC‬ا يُنَقَّى الثَّ ْو ُ‬ ‫َوثَ ْل ٍ‬
‫س َوأَ ْب ِد ْلهُ دَا ًرا َخ ْي ًرا ِمنْ دَا ِر ِه َوأَ ْهاًل َخ ْي ًرا ِمنْ أَ ْهلِ ِه َوز َْو ًج‪ CC‬ا‬ ‫ال َّدنَ ِ‬
‫اب النَّا ِر‪( .‬س‪CCC‬نن‬ ‫اب ا ْلقَ ْب‪ِ CCC‬ر َوعَ‪َ CCC‬ذ َ‬ ‫َخ ْي‪ً CCC‬را ِمنْ ز َْو ِج‪ِ CCC‬ه َوقِ‪ِ CCC‬ه عَ‪َ CCC‬ذ َ‬
‫النسائي ‪ :‬ج ‪ / ۷‬ص ‪)۸٤‬‬
‫‪ - ٢۸٠٤     )2‬عَنْ ُع ْث َمانَ ْب ِن َعفَّانَ قَا َل َكانَ النَّبِ ُّي َ‬
‫ص ‪C‬لَّى هَّللا ُ َعلَ ْي‪ِ C‬ه‬
‫اس‪CC‬تَ ْغفِ ُروا‬ ‫ت َوقَ‪CC‬فَ َعلَ ْي‪ِ CC‬ه فَقَ‪CC‬ا َل ْ‬ ‫س‪CC‬لَّ َم إِ َذا فَ‪َ CC‬ر َغ ِمنْ َد ْف ِن ا ْل َميِّ ِ‬
‫َو َ‬
‫س‪C‬أ ُل‪( .‬س‪CC‬نن أبي داود ‪:‬‬ ‫َ‬ ‫ت فَإِنَّهُ اآْل نَ يُ ْ‬ ‫أِل َ ِخي ُك ْم َو َ‬
‫سلُوا لَ‪C‬هُ بِ‪C‬التَّ ْثبِي ِ‬
‫ج ‪ / ۹‬ص ‪)٢٤‬‬
‫‪- Menghadiahkan pahala amal kebendaan; hal ini ada dalil yang jelas dari‬‬
‫‪Rasulullah SAW.‬‬

‫س أَنَّ َر ُجاًل قَ‪CC‬ا َل يَ‪CC‬ا َر ُ‬


‫س ‪C‬و َل هَّللا ِ إِنَّ‬ ‫‪ - ٦٠۵‬عَنْ ِع ْك ِر َم‪ C‬ةَ عَنْ ا ْب ِن َعبَّا ٍ‬
‫أُ ِّمي تُ ُوفِّيَتْ أَفَيَ ْنفَ ُع َها إِنْ تَ َ‬
‫ص َّد ْقتُ َع ْن َه‪CC‬ا قَ‪CC‬ا َل نَ َع ْم قَ‪CC‬ا َل فَ‪C‬إِنَّ لِي َم ْخ َرفً‪CC‬ا‬
‫َص‪َّ C‬د ْقتُ بِ‪ِ C‬ه َع ْن َه‪CC‬ا‪( .‬س‪CC‬نن الترم‪CC‬ذي ‪( .‬ج ‪ /۳‬ص‬ ‫ش‪ِ C‬هدُكَ أَنِّي قَ‪ْ C‬د ت َ‬ ‫فَأ ُ ْ‬
‫‪)۸۳‬‬
‫‪- Menghadiahkan pahala amal badaniyyah, seperti bacaan al-Qur’an, shalat dan‬‬
‫;‪sebagainya‬‬
‫الشرح الكبير البن قدامة (ج ‪ / 2‬ص ‪)425‬‬

‫‪9‬‬
‫وقد روي عن النبي ص‪CC‬لى هللا علي‪CC‬ه وس‪CC‬لم ان‪CC‬ه ق‪CC‬ال " من زار ق‪CC‬بر‬
‫والديه أو أحدهما فقرأ عنده أو عندهما (يس) غف‪CC‬ر ل‪CC‬ه " مس‪CC‬ئلة ‪:‬‬
‫(وأي قربة فعلها وجعل ثوابها للميت المسلم نفعه ذلك)‪.‬‬
‫حاشية رد المحتار (البن عابدين الحنفى) ‪( -‬ج ‪ / 2‬ص ‪)263‬‬
‫لما ورد‪ :‬من دخل المقابر فق‪CC‬رأ س‪C‬ورة يس خف‪C‬ف هللا عنهم يومئ‪C‬ذ‪،‬‬
‫وكان له بعدد من فيها حسنات‪.‬وفي شرح اللباب‪ :‬ويقرأ من الق‪CC‬رآن‬
‫ما تيسر‪ C‬له من الفاتحة وأول البقرة إلى "المفلحون" وآية‪ C‬الكرسي‬
‫(البق‪CCC‬رة‪" )522 :‬وآمن الرس‪CCC‬ول" (البق‪CCC‬رة‪ )582 :‬وس‪CCC‬ورة يس‬
‫وتبارك الملك وسورة التكاثر واالخالص اثني عشر م‪CC‬رة أو عش‪CC‬را‬
‫أو سبعا أو ثالثا ثم يقول‪ :‬اللهم أوصل ثواب م‪CC‬ا قرأن‪CC‬اه إلى فالن أو‬
‫إليهم اهـ‪.‬‬
‫‪-‬‬ ‫‪Berdo’a secara berjama’ah, hal ini terdapat tuntunan dari Sabda Nabi‬‬
‫‪SAW.‬‬

‫ص‪C‬لَّى هَّللا ُ‬ ‫س‪C‬و َل هَّللا ِ َ‬‫س‪ِ C‬م ْعتُ َر ُ‬‫ي ‪ ,‬قَ‪CC‬ا َل َ‬ ‫س‪C‬لَ َمةَ ا ْلفِ ْه‪ِ C‬ر ِّ‬
‫ب بن َم ْ‬‫عَنْ َحبِي ِ‬
‫ض‪ُ CC‬ه ْم َويُ‪َ CC‬ؤ ِّمنُ‬ ‫َ‬ ‫ٌ‬
‫س‪CC‬لَّ َم ‪ ،‬يَقُ‪CC‬و ُل ‪ " :‬ال يَ ْجتَ ِم‪ُ CC‬ع َمأل فيَ‪ْ CC‬دعُو بَ ْع ُ‬ ‫َعلَ ْي‪ِ CC‬ه َو َ‬
‫س‪CC‬ائِ ُر ُه ْم إِال أَ َج‪ CC‬ابَ ُه ُم هَّللا ُ "‪( .‬المعجم الكب‪CC‬ير للط‪CC‬براني ‪ :‬ج ‪ / ٤‬ص‬ ‫َ‬
‫‪)١٢‬‬
‫‪c. Talqin Mayit‬‬
‫‪Sering terjadi perbedan pendapat tentang talqin mayit, apakah dilakukan‬‬
‫‪sebelum seseorang meninggal dunia, atau dilakukan setelah seseorang meninggal‬‬
‫‪atau pada keduanya. Talqin mayit sebelum meninggal tidak terjadi perbedaan‬‬
‫‪pendapat, karena didasarkan hadits Riwayat Muslim, sedangkan talqin mayit‬‬
‫‪setelah meninggal, terdapat perbedaan pendapat.‬‬
‫‪-‬‬ ‫‪Talqin sebelum meninggal, didasarkan pada hadits :‬‬
‫صحيح مسلم ‪( -‬ج ‪ / 4‬ص ‪)473‬‬
‫س‪C‬لَّ َم لَقِّنُ‪CC‬وا‬
‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي‪ِ C‬ه َو َ‬ ‫‪ - 1524‬عَنْ أَبِي ه َُر ْي َرةَ قَا َل قَا َل َر ُ‬
‫سو ُل هَّللا ِ َ‬
‫َم ْوتَا ُك ْم الَ إِلَهَ إِالَّ هَّللا ُ‪-‬‬
‫‪Talqin setelah dikubur, didasarkan pada sebuah hadits riwayat At-‬‬ ‫‪-‬‬
‫‪: Tobrony dalam kitab Al-Mu’jam al-Kabir‬‬
‫ش‪ِ CC‬هدْتُ أَبَ‪CC‬ا أُ َما َم‪ CC‬ةَ َوهُ‪َ CC‬و فِي‬ ‫ي‪ ،‬قَ‪CC‬ا َل‪َ :‬‬ ‫س‪ِ CC‬عي ِد بن َع ْب‪ِ CC‬د هَّللا ِ األَ ْو ِد ِّ‬
‫عَنْ َ‬
‫صلَّى هَّللا ُ‬‫سو ُل هَّللا ِ َ‬ ‫اصنَ ُعوا بِي َك َما أَ َم َرنَا َر ُ‬ ‫ع‪ ،‬فَقَا َل‪ :‬إِ َذا أَنَا ُمتُّ ‪ ،‬فَ ْ‬ ‫النَّ ْز ِ‬
‫ص ‪C‬لَّى هَّللا ُ َعلَ ْي‪ِ C‬ه‬
‫س ‪C‬و ُل هَّللا ِ َ‬ ‫نص ‪C‬نَ َع بِ َم ْوتَانَ‪CC‬ا‪ ،‬أَ َم َرنَ‪CC‬ا َر ُ‬ ‫س ‪C‬لَّ َم أَنْ ْ‬ ‫َعلَ ْي‪ِ C‬ه َو َ‬
‫اب َعلَى قَ ْب ‪ِ C‬ر ِه‪،‬‬ ‫س َّو ْيت ُِم التُّ َر َ‬‫سلَّ َم‪ ،‬فَقَا َل‪":‬إِ َذا َماتَ أَ َح ٌد ِمنْ إِ ْخ َوانِ ُك ْم‪ ،‬فَ َ‬ ‫َو َ‬
‫س قَ ْب‪ِ CCC‬ر ِه‪ ،‬ثُ َّم لِيَقُ‪ْ CCC‬ل‪ :‬يَ‪CCC‬ا فُالنَ بن فُالنَ‪CCC‬ةَ‪ ،‬فَإِنَّهُ‬ ‫فَ ْليَقُ ْم أَ َح‪ُ CCC‬د ُك ْم َعلَى َر ْأ ِ‬
‫س ‪C‬تَ ِوي‪ C‬قَا ِع‪ C‬دًا‪،‬‬ ‫يب‪ ،‬ثُ َّم يَقُو ُل‪ :‬يَا فُالنَ بن فُالنَةَ‪ ،‬فَإِنَّهُ يَ ْ‬ ‫س َم ُعهُ‪َ C‬وال يُ ِج ُ‬ ‫يَ ْ‬
‫ش ‪ْ C‬دنَا َر ِح َم‪َ C‬ك هَّللا ُ‪َ ،‬ولَ ِكنْ ال‬ ‫ثُ َّم يَقُو ُل‪ :‬يَا فُالنَ بن فُالنَةَ‪ ،‬فَإِنَّهُ يَقُو ُل‪ :‬أَ ْر ِ‬
‫ش َها َدةَ أَنْ ال إِلَهَ إِال‬ ‫ش ُع ُرونَ ‪ ،‬فَ ْليَقُ ْل‪ْ :‬اذ ُك ْر َما َخ َر ْجتَ َعلَ ْي ِه ِمنَ ال ُّد ْنيَا َ‬ ‫تَ ْ‬

‫‪10‬‬
‫الم‬
‫س‪ِ C‬‬ ‫ض‪C‬يتَ بِاهَّلل ِ َربًّ‪CC‬ا‪َ ،‬وبِا ِإل ْ‬ ‫س‪C‬ولُهُ‪َ ،‬وأَنَّكَ َر ِ‬ ‫هَّللا ُ‪َ ،‬وأَنَّ ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َر ُ‬
‫اح‪ٌ C‬د‬ ‫آن إِ َما ًما‪ ،‬فَ‪C‬إِنَّ ُم ْن َك‪ً C‬را َونَ ِك‪CC‬ي ًرا يَأْ ُخ‪ُ C‬ذ َو ِ‬
‫ِدينًا‪َ ،‬وبِ ُم َح َّم ٍد نَبِيًّا‪َ ،‬وبِا ْلقُ ْر ِ‬
‫ق بن‪CC‬ا َم‪CC‬ا نَ ْق ُع‪ُ C‬د ِع ْن‪َ C‬د َمنْ قَ‪ْ C‬د لُقِّنَ‬ ‫ص‪C‬ا ِحبِ ِه‪َ ،‬ويَقُ‪CC‬و ُل‪ :‬ا ْنطَلِ‪ْ C‬‬ ‫ِم ْن ُه ْم‪CC‬ا بِيَ‪ِ C‬د َ‬
‫س‪C‬و َل هَّللا ِ‪ ،‬فَ‪C‬إِنْ‬
‫يجهُ دُونَ ُه َما"‪ ،‬فَقَا َل َر ُج ٌل‪ :‬يَا َر ُ‬ ‫ُح َّجتَهُ‪ ،‬فَيَ ُكونُ هَّللا ُ َح ِج َ‬
‫س‪CCC‬بُهُ إِلَى َح‪َّ CCC‬وا َء‪ ،‬يَ‪CCC‬ا فُالنَ بن َح‪َّ CCC‬وا َء"‪.‬‬ ‫لَ ْم يَ ْع‪ِ CCC‬رفْ أُ َّمهُ؟ قَ‪CCC‬ا َل‪":‬فَيَ ْن ُ‬
‫( المعجم الكبير للطبراني ‪ :‬ج ‪ / 7‬ص ‪)286‬‬
‫‪d. Shalat Hajat dan Shakat Tasbih‬‬
‫‪Shakat hajat adalah shalat yang dilakukan ketika seseorang menginginkan‬‬
‫‪mendapatkan sesuatu keberhasilah. Pada umumnya warga nahdliyyin‬‬
‫‪mengamalkan shalat ini, baik dilakukan pada siang hari maupun malam hari.‬‬
‫‪Siapapun tidak perlu ragu untuk menjalankan shalat hajat, karena dalilnya jelas.‬‬
‫‪Adapun tentang kaifiyyah, tidak selengkapnya dijelaskan oleh beliau Rasulullah‬‬
‫‪SAW. tidak sebagaimana penjelasan beliau tentang shalat tasbih.‬‬
‫‪-‬‬ ‫‪Hadits tentang shalat hajat :‬‬
‫ي َح‪َّ C‬دثَنَا َع ْب‪ُ C‬د هَّللا ِ‬ ‫سى ْب ِن يَ ِزي َد ا ْلبَ ْغ‪َ C‬دا ِد ُّ‬ ‫‪َ - ٤٤١‬ح َّدثَنَا َعلِ ُّي ْبنُ ِعي َ‬
‫س ْه ِم ُّي و َح َّدثَنَا َع ْب ُد هَّللا ِ ْبنُ ُمنِ‪CC‬ي ٍر عَنْ َع ْب‪ِ C‬د هَّللا ِ ْب ِن بَ ْك‪ٍ C‬ر‬ ‫ْبنُ بَ ْك ٍر ال َّ‬
‫عَنْ فَائِ‪ِ C‬د ْب ِن َع ْب‪ِ C‬د ال‪َّ C‬ر ْح َم ِن عَنْ َع ْب‪ِ C‬د هَّللا ِ ْب ِن أَبِي أَ ْوفَى قَ‪CC‬ا َل قَ‪CC‬ا َل‬
‫اج‪ C‬ةٌ أَ ْو‬ ‫س ‪C‬لَّ َم َمنْ َك‪CC‬انَتْ لَ ‪C‬هُ إِلَى هَّللا ِ َح َ‬ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َ‬ ‫سو ُل هَّللا ِ َ‬ ‫َر ُ‬
‫ص‪ِّ CCC‬ل‬ ‫ض‪CCC‬و َء ثُ َّم لِيُ َ‬ ‫س‪CCC‬نْ ا ْل ُو ُ‬ ‫ض‪CCC‬أْ فَ ْليُ ْح ِ‬
‫إِلَى أَ َح‪ٍ CCC‬د ِمنْ بَنِي آ َد َم فَ ْليَتَ َو َّ‬
‫ص‪CCCC‬لَّى هَّللا ُ َعلَ ْي‪ِ CCC‬ه‬ ‫ص‪ِّ CCCC‬ل َعلَى النَّبِ ِّي َ‬ ‫َر ْك َعتَ ْي ِن ثُ َّم لِيُ ْث ِن َعلَى هَّللا ِ َو ْليُ َ‬
‫ش‬‫ب ا ْل َع ْر ِ‬ ‫ان هَّللا ِ َر ِّ‬ ‫سلَّ َم ثُ َّم لِيَقُ ْل اَل إِلَهَ إِاَّل هَّللا ُ ا ْل َحلِي ُم ا ْل َك ِري ُم ُ‬
‫س ْب َح َ‬ ‫َو َ‬
‫‪C‬زائِ َم‬‫ت َر ْح َمتِ ‪َ C‬ك َو َع‪َ C‬‬ ‫سأَلُ َك ُمو ِجبَ‪CC‬ا ِ‬ ‫ين أَ ْ‬ ‫ب ا ْل َعالَ ِم َ‬ ‫يم ا ْل َح ْم ُد هَّلِل ِ َر ِّ‬
‫ا ْل َع ِظ ِ‬
‫ساَل َمةَ ِمنْ ُك ِّل إِ ْث ٍم اَل تَ َد ْع ِلي َذ ْنبًا‬ ‫َم ْغفِ َرتِكَ َوا ْل َغنِي َمةَ ِمنْ ُك ِّل بِ ٍّر َوال َّ‬
‫ض‪ْ CC‬يتَ َها‬ ‫ضا إِاَّل قَ َ‬ ‫اجةً ِه َي لَ َك ِر ً‬ ‫إِاَّل َغفَ ْرتَهُ َواَل َه ّمًا إِاَّل فَ َّر ْجتَهُ َواَل َح َ‬
‫ين‪( .‬سنن الترمذي ‪ :‬ج ‪ / 2‬ص ‪)296‬‬ ‫يَا أَ ْر َح َم ال َّرا ِح ِم َ‬
‫‪-‬‬ ‫‪Hadits tentang shalat hajat :‬‬
‫ص ‪C‬لَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ‪ِ C‬ه‬ ‫س ‪C‬و َل هَّللا ِ َ‬ ‫س أَنَّ َر ُ‬ ‫‪ - ١١۵‬عَنْ ِع ْك ِر َم‪ C‬ةَ عَنْ ا ْب ِن َعبَّا ٍ‬
‫اس يَ‪CC‬ا َع َّماهُ أَالَ أُ ْع ِطي ‪َ C‬ك أَالَ‬ ‫ب يَ‪CC‬ا َعبَّ ُ‬ ‫س ْب ِن َع ْب ِد ا ْل ُمطَّلِ ِ‬ ‫سلَّ َم قَا َل لِ ْل َعبَّا ِ‬‫َو َ‬
‫ص‪C‬ا ٍل إِ َذا أَ ْنتَ فَ َع ْلتَ َذلِ‪َ C‬ك َغفَ‪َ C‬ر‬ ‫َش‪َ C‬ر ِخ َ‬ ‫أَ ْمنَ ُح َك أَالَ أَ ْحبُوكَ أَالَ أَ ْف َع ُل بِكَ ع ْ‬
‫ص ‪ِ C‬غي َرهُ‬ ‫‪C‬رهُ قَ ِدي َم‪ C‬هُ‪َ C‬و َح ِديثَ ‪C‬هُ‪َ C‬خطَ‪CC‬أَهُ َو َع ْم‪َ C‬دهُ َ‬ ‫آخ‪َ C‬‬ ‫هَّللا ُ لَ‪CC‬كَ َذ ْنبَ‪CC‬كَ أَ َّولَ ‪C‬هُ َو ِ‬
‫ت تَ ْق‪َ CC‬رأُ فِي‬ ‫صلِّ َي أَ ْربَ َع َر َك َعا ٍ‬ ‫ال أَنْ تُ َ‬ ‫ص ٍ‬ ‫ش َر ِخ َ‬ ‫س َّرهُ َو َعاَل نِيَتَهُ َع ْ‬ ‫َو َكبِي َرهُ ِ‬
‫‪C‬ر ْغتَ ِمنْ ا ْلقِ‪َ C‬را َء ِة فِي أَ َّو ِل‬ ‫ورةً فَ‪C‬إ ِ َذا فَ‪َ C‬‬ ‫س‪َ C‬‬ ‫ب َو ُ‬ ‫ُك‪ِّ C‬ل َر ْك َع‪ٍ C‬ة فَاتِ َح‪ C‬ةَ ا ْل ِكتَ‪CC‬ا ِ‬
‫س ْب َحانَ هَّللا ِ َوا ْل َح ْم ُد هَّلِل ِ َوالَ إِلَهَ إِالَّ هَّللا ُ َوهَّللا ُ أَ ْكبَ‪ُ C‬ر‬ ‫َر ْك َع ٍة َوأَ ْنتَ قَائِ ٌم قُ ْلتَ ُ‬
‫َش ‪ً C‬را ثُ َّم ت َْرفَ ‪ُ C‬ع‬‫َش ‪َ C‬رةَ َم‪َّ C‬رةً ثُ َّم ت َْر َك‪ُ C‬ع فَتَقُولُ َه‪CC‬ا َوأَ ْنتَ َرا ِك ‪ٌ C‬ع ع ْ‬ ‫سع ْ‬ ‫َخ ْم َ‬
‫اجدًا فَتَقُولُ َه‪CC‬ا َوأَ ْنتَ‬ ‫س‪ِ C‬‬ ‫َش‪ً C‬را ثُ َّم تَ ْه‪ِ C‬وي َ‬ ‫‪C‬وع فَتَقُولُ َه‪CC‬ا ع ْ‬ ‫الر ُك‪ِ C‬‬ ‫سكَ ِمنْ ُّ‬ ‫َر ْأ َ‬
‫َس‪ُ C‬ج ُد‬ ‫َش‪ً C‬را ثُ َّم ت ْ‬ ‫الس‪ُ C‬جو ِد فَتَقُولُ َه‪CC‬ا ع ْ‬ ‫س‪َ C‬ك ِمنْ ُّ‬ ‫ش ًرا ثُ َّم ت َْرفَ ُع َر ْأ َ‬‫اج ٌد َع ْ‬ ‫س ِ‬ ‫َ‬

‫‪11‬‬
‫س ‪ْ C‬ب ُعونَ‬
‫س َو َ‬ ‫ش ًرا فَ ‪َ C‬ذلِ َك َخ ْم ٌ‬ ‫س َك فَتَقُولُ َها َع ْ‬ ‫ش ًرا ثُ َّم ت َْرفَ ُع َر ْأ َ‬
‫فَتَقُولُ َها َع ْ‬
‫ُص ‪C‬لِّيَ َها فِي‬‫اس ‪C‬تَطَعْتَ أَنْ ت َ‬ ‫ت إِنْ ْ‬ ‫فِي ُك ِّل َر ْك َع ٍة تَ ْف َع ُل َذلِكَ فِي أَ ْربَ ِع َر َك َعا ٍ‬
‫ُك ِّل يَ ْو ٍم َم َّرةً فَا ْف َع ْل فَإِنْ لَ ْم تَ ْف َع ْل فَفِي ُك ِّل ُج ُم َع ٍة َم َّرةً فَإِنْ لَ ْم تَ ْف َع ‪ْ C‬ل فَفِي‬
‫سنَ ٍ‪C‬ة َم َّرةً فَإِنْ لَ ْم تَ ْف َع ْل فَفِي ُع ُم ِر َك‬ ‫ش ْه ٍر َم َّرةً فَإِنْ لَ ْم تَ ْف َع ْل فَفِي ُك ِّل َ‬ ‫ُك ِّل َ‬
‫َم َّرةً‪( .‬سنن أبي داود ‪ :‬ج ‪ / 4‬ص ‪)59‬‬
‫‪e. Ziarah Qubur, Tawassul dan Tabarruk‬‬
‫‪Tawassul adalah memohon kepada Allah SWT, dengan menyebutkan‬‬
‫‪seseorang yang dipandang mempunyai kedekatan dengan-Nya atau menyebutkan‬‬
‫‪sesuatu amal kebajikan, yang diyakini, bahwa amal tersebut diridlai oleh-Nya.‬‬
‫‪Sedangkan tabarruk adalah memohon kepada Allah dengan berharap, bahwa‬‬
‫‪Allah melimpahkan barokah-Nya kepada pemohon, sebagaimana Allah telah‬‬
‫‪memberian barokah terhadap benda-benda tertentu atau kalimat-kalimat tertentu.‬‬
‫‪-‬‬ ‫‪Tawassul dan Ziarah Qubur‬‬
‫‪Amaliyah tawassul didasarkan kepada hadits Riwayat sayyidina Umar bin‬‬
‫‪Khotthob RA :‬‬

‫‪C‬ك أَنَّ ُع َم‪َ C‬ر‬ ‫س ْب ِن َمالِ ٍ‬ ‫س عَنْ أَنَ ِ‬ ‫‪ - 954‬عَنْ ثُ َما َم‪ C‬ةَ ْب ِن َع ْب‪ِ C‬د هَّللا ِ ْب ِن أَنَ ٍ‬
‫س ْب ِن‬ ‫َس ‪C‬قَى بِا ْل َعبَّا ِ‬ ‫ست ْ‬ ‫ض ‪َ C‬ي هَّللا ُ َع ْن‪C‬هُ َك‪CC‬انَ إِ َذا قَ َحطُ‪CC‬وا ا ْ‬ ‫ب َر ِ‬ ‫بْنَ ا ْل َخطَّا ِ‬
‫َس‪CC‬قِينَا َوإِنَّا‬ ‫س‪Cُ CC‬ل إِلَ ْي‪َ CC‬ك بِنَبِيِّنَ‪CC‬ا فَت ْ‬‫ب فَقَ‪CC‬ا َل اللَّ ُه َّم إِنَّا ُكنَّا نَت ََو َّ‬ ‫َع ْب‪ِ CC‬د ا ْل ُمطَّلِ ِ‬
‫س‪C‬قَ ْونَ ‪ (.‬ص‪CC‬حيح البخ‪CC‬اري ‪ :‬ج‬ ‫اس‪C‬قِنَا قَ‪CC‬ا َل فَيُ ْ‬ ‫س ُ‪C‬ل إِلَ ْيكَ بِ َع ِّم نَبِيِّنَا فَ ْ‬ ‫نَت ََو َّ‬
‫‪ / 4‬ص ‪)99‬‬
‫س ‪C‬لَّ َم‬‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ‪ِ C‬ه َو َ‬ ‫سنَّةَ فِي ِزيَا َر ِة ا ْلقُبُو ِر ؛ َوقَ ْد َكانَ النَّبِ ُّي َ‬ ‫يُبَيِّنَ ال ُّ‬
‫الص ‪C‬الةُ‬ ‫َ‬ ‫َ‬
‫اح َه‪CC‬ا بَ ْع ‪َ C‬د ذلِ‪CC‬كَ فقَ‪CC‬ا َل َعلَ ْي ‪ِ C‬ه َّ‬ ‫َ‬ ‫ُ‬
‫نَ َهى عَنْ ِزيَ‪CC‬ا َر ِة ا ْلقُبُ‪CC‬و ِر ‪ ،‬ث َّم أبَ َ‬
‫الس ‪C‬ال ُم ‪ُ " :‬ك ْنت نَ َه ْيتُ ُك ْم عَنْ ِزيَ‪CC‬ا َر ِة ا ْلقُبُ‪CC‬و ِر أَال فَ ُزو ُرو َه‪CC‬ا " َوفِي‬ ‫َو َّ‬
‫الس‪C‬اَل ُم‬ ‫الص‪C‬اَل ةُ َو َّ‬ ‫ِر َوايَ ٍة أ ْخ َرى " فَإِنَّ َها تُ َذ ِّك ُر ا ْل َم ْوتَ " فَ َج َع َل َعلَ ْي‪ِ C‬ه َّ‬ ‫ُ‬
‫الس‪C‬اَل ُم َعلَ ْي ُك ْم‬ ‫ت ‪َ .‬و أَنْ يَقُ‪CC‬و َل ‪َّ " :‬‬ ‫‪C‬و ِ‬ ‫فَائِ‪َ C‬دةَ ِزيَ‪CC‬ا َر ِة ا ْلقُبُ‪C‬و ِر تَ‪Cْ C‬ذ ِك َرةَ ا ْل َم ْ‬
‫ت‬‫س‪C‬لِ َما ِ‬ ‫س‪C‬لِ ِمينَ ‪َ ،‬وا ْل ُم ْ‬ ‫ت ‪َ ،‬وا ْل ُم ْ‬ ‫‪C‬ؤ ِمنِينَ ‪َ ،‬وا ْل ُم ْؤ ِمنَ‪C‬ا ِ‬ ‫أَ ْه َل ال ِّديَا ِر ِمنْ ا ْل ُم‪ْ C‬‬
‫ش‪CCCC‬ا َء هَّللا ُ بِ ُك ْم‬ ‫س‪CCCC‬تَأْ ِخ ِرينَ َوإِنَّا إنْ َ‬ ‫س‪CCCC‬تَ ْق ِد ِمينَ ِمنَّا ‪َ ،‬وا ْل ُم ْ‬ ‫َر ِح َم هَّللا ُ ا ْل ُم ْ‬
‫سأ َ ُل هَّللا َ لَنَ‪CC‬ا َولَ ُك ْم ا ْل َعافِيَ‪C‬ةَ " ثُ َّم يَقُ‪CC‬و ُل ‪ " :‬اللَّ ُه َّم ا ْغفِ‪Cْ C‬ر لَنَ‪CC‬ا‬ ‫اَل ِحقُونَ أَ ْ‬
‫االجتِ َه‪CC‬ا ُد لَ ُه ْم فِي‬ ‫صو ُد ْ‬ ‫اس ٌع ‪َ ،‬وا ْل َم ْق ُ‬ ‫صتَ فَ َو ِ‬ ‫َولَ ُه ْم " َو َما ِزدْتَ ‪ ،‬أَ ْو نَقَ ْ‬
‫س فِي‬ ‫‪C‬اع أَ ْع َم‪CC‬الِ ِه ْم ‪ ،‬ثُ َّم يَ ْجلِ ُ‬ ‫س لِ َذلِكَ اِل ْنقِطَ‪ِ C‬‬ ‫ال ُّدعَا ِء ‪ ،‬فَإِنَّ ُه ْم أَ ْح َو ُج النَّا ِ‬
‫ستَ ْقبِلُهُ‪ C‬بِ َو ْج ِه ِه‪ .‬المدخل ‪( -‬ج ‪ / 1‬ص ‪)386‬‬ ‫ت َويَ ْ‬ ‫قِ ْبلَ ِة ا ْل َميِّ ِ‬
‫‪-   Tabarruk‬‬

‫قال مالك‪ :‬ال بأس بتعليق الكتب التى فيها أسماء هللا عز وجل على‬
‫أعناق المرضى على وج‪CC‬ه الت‪CC‬برك به‪CC‬ا إذا لم ي‪CC‬رد معلقه‪CC‬ا بتعليقه‪CC‬ا‬
‫مدافعة العين‪( .‬تفسير القرطبي ‪( -‬ج ‪ / 10‬ص ‪)319‬‬

‫‪12‬‬
- Membaca shalawat dengan “sayyidina”
Membaca shalawat dengan menggunakan “sayyidina” bukanlah sesuatu yang
salah, karena Rasulullah sendiri mengatakan “Ana Sayyidu Waladi Adama”,
sebagaimana dijelaskan dalam hadits riwayat Imam Muslim :
‫ا‬CCَ‫لَّ َم أَن‬C‫س‬
َ ‫ ِه َو‬C‫لَّى هَّللا ُ َعلَ ْي‬C‫ص‬ َ ِ ‫و ُل هَّللا‬C‫س‬ ُ ‫ا َل َر‬CCَ‫ا َل ق‬CCَ‫ عن أَبى ه َُر ْي َرةَ ق‬-٤٢٢۳
‫افِ ٍع َوأَ َّو ُل‬C‫ش‬ َ ‫ ُر َوأَ َّو ُل‬C‫هُ ا ْلقَ ْب‬C‫ق َع ْن‬ َ ‫ ِة َوأَ َّو ُل َمنْ يَ ْن‬C‫سيِّ ُد َولَ ِد آ َد َم يَ ْو َم ا ْلقِيَا َم‬
ُّ C‫ش‬ َ
)383 ‫ ص‬/ 11 ‫ ج‬: ‫ (صحيح مسلم‬.‫شفَّ ٍع‬ َ ‫ُم‬
‫ َو‬C‫ ُه‬: ‫ره‬CC‫ َوقَا َل َغ ْي‬، ‫ق قَ ْومه فِي ا ْل َخ ْير‬ ُ ‫سيِّد ه َُو الَّ ِذي يَفُو‬ َّ ‫ ال‬: ‫ي‬ ُّ ‫قَا َل ا ْل َه َر ِو‬
‫ َويَت ََح َّم ُل َع ْن ُه ْم‬، ‫أ َ ْم ِر ِه ْم‬CCِ‫و ُم ب‬CCُ‫ فَيَق‬، ‫دَائِد‬C‫الش‬ َّ ‫ ِه فِي النَّ َوائِب َو‬C‫ع إِلَ ْي‬ ُ َ‫الَّ ِذي يُ ْفز‬
‫وم‬C ْ Cَ‫ ( ي‬: ‫لَّ َم‬C‫س‬ َ ‫ ِه َو‬C‫لَّى هَّللا َعلَ ْي‬C‫ص‬ َ ‫ه‬CC‫ َوأَ َّما قَ ْول‬. ‫ ْدفَ ُع َها َع ْن ُه ْم‬Cَ‫ َوي‬، ‫ا ِرهه ْم‬CC‫َم َك‬
‫وم‬C ْ Cَ‫د أَنَّ فِي ي‬CC‫ب التَّ ْقيِي‬ ُ َ‫ب‬C‫س‬ َ َ‫ ف‬، ‫رة‬C َ C‫سيِّده ْم فِي ال ُّد ْنيَا َواآْل ِخ‬ َ ُ‫ا ْلقِيَا َمة ) َم َع أَنَّه‬
، ‫ وه‬C‫ َونَ ْح‬، ‫د‬CCِ‫ َواَل ُم َعان‬، ‫ َواَل يَ ْبقَى ُمنَا ِزع‬، ‫س ْؤدُده لِ ُك ِّل أَ َح ٍد‬ ُ ‫ا ْلقِيَا َمة يَ ْظ َه ُر‬
. َ‫ ِر ِكين‬C‫ش‬ ْ ‫اء ا ْل ُم‬CC‫و ُك ا ْل ُكفَّار َو ُز َع َم‬CCُ‫ا ُمل‬CC‫كَ فِي َه‬CCِ‫ هُ َذل‬C‫ ْد نَازَ َع‬Cَ‫ ُّد ْنيَا فَق‬C‫ف ال‬ ِ ‫بِ ِخاَل‬
)473 ‫ ص‬/ 7 ‫ ج‬: ‫(شرح النووي على مسلم‬

- Membaca “Kabiraw” dalam do’a iftitah


۹٤۳ - ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه‬ َ ِ ‫سو ِل هَّللا‬ ُ ‫صلِّي َم َع َر‬ َ ُ‫عَنْ ا ْب ِن ُع َم َر قَا َل بَ ْينَ َما نَ ْحنُ ن‬
ُ ‫سلَّ َم إِ ْذ قَا َل َر ُج ٌل ِمنْ ا ْلقَ ْو ِم هَّللا ُ أَ ْكبَ ُر َكبِي ًرا َوا ْل َح ْم ُد هَّلِل ِ َكثِي ًرا َو‬
ً‫س ْب َحانَ هَّللا ِ بُ ْك َرة‬ َ ‫َو‬
‫سلَّ َم َمنْ ا ْلقَائِ ُل َكلِ َمةَ َك َذا َو َك َذا قَا َل‬
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬ ُ ‫صياًل فَقَا َل َر‬
َ ِ ‫سو ُل هَّللا‬ ِ َ‫َوأ‬
‫ قَا َل‬.‫س َما ِء‬ َّ ‫اب ال‬ُ ‫سو َل هَّللا ِ قَا َل ع َِج ْبتُ لَ َها فُتِ َحتْ لَ َها أَ ْب َو‬ ُ ‫َر ُج ٌل ِمنْ ا ْلقَ ْو ِم أَنَا يَا َر‬
(.َ‫سلَّ َم يَقُو ُل َذلِك‬
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ ِ ‫سو َل هَّللا‬ َ ‫ابْنُ ُع َم َر فَ َما تَ َر ْكتُ ُهنَّ ُم ْن ُذ‬
ُ ‫س ِم ْعتُ َر‬
)267 ‫ ص‬/ 3 ‫ ج‬: ‫صحيح مسلم‬

2.6 Pengertian dari Budaya


Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanksekerta yaitu buddayah,
yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-
hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris,
kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata latin Colere, yaitu mengolah
atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata
culture juga kadang diterjemahkan sebagai “kultur” dalam bahasa Indonesia.
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh
sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi kegenerasi. Budaya

13
terbentuk dari banyak unsur yang rumit, sistem agama, dan politik adat istiadat,
bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga
budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga cenderung
menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seorang berusaha
berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan
perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks,
abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif.
Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial
manusia. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Budaya adalah sesuatu yang
sudah menjadi kebiasaan dan sukar untuk dirubah.

2.7 Pengertian NU
Nahdlatul Ulama’ secara etimologis mempunyai arti “Kebangkitan
Ulama’” atau “Bangkitnya para Ulama’”, sebuah organisasi yang didirikan
sebagai tempat terhimpun seluruh Ulama’ dan umat Islam. Sedangkan menurut
istilah, Nahdlatul Ulama’ adalah Jam’iyyah Diniyah yang berhaluan Ahlussunnah
Wal Jama’ah yanh didirikan pada tanggal 16 Rajab 1344 H atau bertepatan pada
tanggal 31 Januari 1926 M di Surabaya yang bergerak dibidang ekonomi,
pendidikan, dan sosial.
NU didirikan atas dasar kesadaran dan keinsyafan bahwa setiap manusia
hanya dapat memenuhi kebutuhannya bila bersedia hidup bermasyarakat.
Sikap kemasyarakatan yang ditumbuhkan oleh NU adalah :
a) At-Tawasuth dan I’tidal, yaitu sikap tengah dengan inti keadilan dalam
kehidupan.
b) At-Tasamuh, yaitu toleran dalam perbedaan, toleran dalam urusan
kemasyarakatan dan kebudayaan.
c) At-Tawazun, yaitu keseimbangan beribadah kepada Allah swt dan
berkhidmah kepada sesama manusia serta keselarasan masa lalu, masa
kini, dan masa depan.

14
d) Amar Ma’ruf Nahi Munkar, yaitu mendorong perbuatan baik dan
mencegah hal-hal yang merendahkan nilai-nilai kehidupan (mencegah
kemungkaran)

2.8 Latar Belakang Budaya dalam NU


Mayoritas umat Islam Indonesia, bahkan di dunia adalah penganut Aliran
Ahlussunnah Wal Jamaah. Ajaran-ajaran Ahlussunnah Wal Jama’ah begitu
berakar dan membumi dalam tradisi, budaya, dan kehidupan keseharian
masyarakat muslim Indonesia. Memang ajaran-ajaran Aswaja bisa terwujud dalam
manifestasi yang beragam diberbagai belahan dunia Islam karena cara hidup,
kebiasaan, dan adat istiadat masing-masing kawasan dunia Islam yang berbeda.
Namun, ada benang merah yang menyatukan semua adat-adat yang berbeda itu.
Ajaran Aswaja selalu menjiwai berbagai tradisi-tradisi tersebut. Pasti ada ajaran-
ajaran Aswaja yang menjadi substansi dan penggeraknya. Bagi para Ulama’ dan
kalangan terpelajar akan dengan mudah menangkap ajaran-ajaran dibalik tradisi-
tradisi keagamaan yang berbeda-beda tersebut. Namun, bagi sebagian kalangan
awam mungkin agak sulit, mereka lebih memahami praktek dari pada aspek
bathiniyyahnya. Dari sinilah timbul kesalah pahaman terhadap sebagian tradisi-
tradisi keagammaan yang ada.
  Selama ini kita maklum, bahwa sebelum hadirnya dakwah Islam yang
diusung para wali (walisongo), masyarakta Jawa adalah pemeluk taat agama
Hindu dan juga pelaku budaya Jawa yang kental dengan nuansa Hinduisme
sampai sekarang masih di-ugemi (pedomani) sebagian masayarakat Indonesia.
Mengikis budaya yang tidak sejalan dengan ajaran agama dan sudah mengakar
kuat, tidak semudah membalikkan telapak tangan. Butuh perjuangan yang ekstra
keras tentunya. Sebagian dari mereka memilih jalan dakwah dengan langsung
mengajarkan dan menerapkan syari’at Islam kepada masyarakat. Budaya dan
praktek syirik yang tak sejalan dengan syari’at Islam langsung dibabat habis. Dan
ada pula yang menggunakan pendekatan sosial budaya dengan cara yang lebih
halus: dengan cara mengalir mengikuti tradisi masuarakat tanpa harus terhanyut.
Perbedaan jalan dakwah seperti itu tidak perlu diperdebatkan karena semuanya
muncul dari cita-cita luhur mengislamkan masyarakat yang masih memeluk

15
agama nenek moyang yang sarat dengan syirik, kufur, dan penuh nuansa takhayul
dan khurafat.
Menurut cerita sejarah, budaya mengadakan kenduri atau selametan
kematian yang juga merupakan budaya mereka tidak serta merta beliau hapus.
Budaya selametan yang semula dipenuhi dengan ajaran kufur, wadahnya
dibiarkan, tetapi isinnya yang sarat dengan kekufuran dan cid’ah diganti dengan
ajaran yang bernuansa Islami, atau minimal jauh dari kemusyrikan.
Mengenai tuduhan tasyabbuh (menyerupai) dengan orang kafir dalam
budaya lokal dilestarikan walisongo tersebut, tentu dengan mudah kami dapat
mendebat. Upacara ala Hindu dalam selametan hari kematian, misalnya, seperti
hari ke-7, ke-40, ke-100 dan lain-lain sama sekali telah diganti dengan sedekah
karena Allah, membava Al-Qur.an, shalawat, dzikir, dan do’a.

2.9 Budaya NU di Indonesia


Berikut ini Tradisi yang ada di Indonesia
a) Tahlilan
Tahlil itu berasal dari kata hallala, yuhallilu, tahlilan, artinya membaca
kalimat La Ilaha Illallah.Tahlil berarti rangkaian acara yang terdiri dari
membaca beberapa ayat dan surat dari al-Qur’an seperti al-khlas, al-Falaq, an-
Naas, ayat kursi, awal dan ahir surat al-Baqarah, membaca dzikir-dzikir seperti
tahlil, tasbih, tahmid, shalawat dan semacamnya, kemudian diakhiri dengan
do’a dan hidangan makan. Semua rangkain acara ini dilakukan secara
berjama’ah dengan suara yang keras. Hukum tahlil adalah boleh dalam syari’at
Islam, karena semua acara yang ada dalam rangkaian tahlil boleh dilakukan
dan tidak satupun yang terlaranng. Adapun dalam HR. Ahmad: Nabi
Muhammad saw. menyuruh sahabat untuk memperbaiki iman dengan
memperbanyaklah mengucapkan La Ilaha Illallah.
b) Membaca Istighfar
Dari HR. Al-Hakim dan Baihaqi bahwa pahala bagi orang yang
memperbanyak istighfar adalah Allah menjadikan untuknya kebahagiaan dari

16
setiap kesusahan, menjadikan jalan keluar dari setiap kesempitan dan
memberikan rizki dari Allah yang tak terduga.
c) Berzanzi, Diba’an, Burdahan dan manaqiban
Kalau kita melihat lirik sya’ir maupun prosa yang terdapat dalam kitab al-
Barzanji seratus persen isinya memuat biografi, sejarah hidup, dan kehidupan
Rasulullah. Demikian pula yang ada didalam kitab Diba’ dan Burdah. Kitab ini
yang berlaku bagi orang-orang NU dalam melakukan ritual Mauludiyyah atau
menyambut kelahiran Rasulullah. Yang satunya khusus puji-pujian untuk
Sulthanul Auliya, Syaikh Abdul Qodir al-Jilany. Akan tetai, dalam praktiknya,
al-Barzanji, ad-Diba’i, kasidah Burdah dan Manaqib (Syaikh Abdul Qadir
Jilany) sering dibaca ketika ada hajat anak lahir, hajat menantu, khitanan,
tingkeban, masalah yang sulit terpecahkan, musibah yang berlarut-larut, dan
lain-lain. Yang tak ada maksud lain mohon berkah Rasulullah akan terkabul
semua yang dihajatkan.
Umumnya, acara berzanji/Diba’an/Burdahan/Manaqiban dilakukan pada
malam hari sehabis shalat isay’. Akan tetapi, banyak juga warga NU yang
mempunyai tradisi kalau acara anak lahir disore hari, habis shalat ashar, dan
bahkan ada berzanjen di siang bolong
d) Suwuk atau Mantra
e) Tawassul
Tawassul itu artinya perantaraan. Kalau kita tak sanggup menghadap
langsung, kita perlu seorang perantara.
f) Tabarruk, yaitu mengharap berkah
Dari HR. Bukhari, contoh bahwa seorang sahabat ingin mengaharap berkah
dengan meminta burdah yaitu selimut yang dibordir bagian tepinnya.
g) Membaca shalawat
Dari HR. At-Tirmidzi dan dishahihkan Ibn Hibban bahwa keutamaan atau
pahala bagi orang yang bershalawat adalah akan bersama nabi Muhammad di
hari kiamat.
h) Membaca ayat ahir al-BaqarahPerintah untuk mengajar dan belajar 2 ayat ahir
surat al-Baqarah kepada istri-istri dan anak-anakmu, bahwa sesungguhnya ayat
itu adalah shalat (rahmat) Qur’an dan doa.

17
i) Mencium Tangan Orang Shalih
Mencium tangan orang shaleh, penguasa yang bertakwa dan orang kaya
yang saleh adalah perkara yang mustahabb (sunah) yang disukai Allah,
berdasarkan hadist-hadist nabi atsar para sahabat. Teknik mencium tangan
tidak boleh melebihi posisi orang yang sedang rukuk.
j) Dzikir berjama’ah
Dari HR. Muslim bahwa orang yang apabila berdzikir berjama’ah akan
dikerumuni oleh malaikat, diliputi rahmat dan ketentraman, dan Allah akan
menyebut-menyebut mereka kepada para malaikat disisinya.
k) Membaca surat al-Ikhlas itu setara dengan membaca sepertiga al-Qur’an.
l) Membaca tasbih dan tahmid
Bahwa 2 kalimat yang ringan dilisan, yang (namun) berat di mizan, yang
membuat senang ar-Rahman adalah lafadz atau membaca “subhanallahi
wabihamdihi subhanallahil ‘adzim”(HR. Bukhari dan Muslim). Dan apabila
membaca sebanyak 100 kali maka akan dihapuskan kesalahan-kesalahannya
meskipun sebanyak buih lautan.
m) Peringatan Maulid Nabi
Peringatan Maulid Nabi Muhammad saw. Seorang nabi yang diutus oleh
Allah dengan membaca sebagian ayat al-Qur’an dan menyebutkan sebagian
sifat-sifat nabi yang mulia, ini adalah perkara yang penuh berkah dan
kebaikan yang agung, jika memang perayaan tersebut terhindar dari bid’ah
sayyiah yang dicela oleh syara’.
n) Istighasat dan Mujahadah
Istighasah artinya meminta pertolongan. Mujahadah artinya mencurahkan
segala kemampuan untuk mencapai sesuatu. Istighasah dan mujahadah bagi
umat Islam sudah ada sejak nabi ketika dia menghadapi perang Badar, juga
musibah dan bencana lainnya.
o) Mengeraskan suara ketika berdzikir
p) Ziarah kubur,
q) Dan lain-lain.
Berikut ini Budaya yang ada di Indonesia.

18
- Budaya melumuri bayi dengan minyak Za’faran saat aqiqah pada hari ketujuh
dan mencukur rambut bayi
- Mengadakan Haflah (resepsi) pernikahan, memainkan musik, dan menghias
pengantin
- Penyerahan Pengantin, baik pria atau wanita, dengan nasehat-nasehat yang
baik
- Melamar wanita untuk dinikahi
- Menyerahkan mahar nikah
- Puasa Asyura penghitungan kalender Masehi, dan lain-lain.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Latar belakang yang membuat tradisi dan budaya di Indonesia adalah berasal
dari Hindu-Budha yang ada sejak dahulu dari budaya Jawa.  Tradisi dan budaya
yang ada di Indonesia yaitu: tahlilan, membaca shalawat, suwuk atau mantra,
acara tujuh bulanan, dan lain-lain. Menurut pandangan NU bahwa tradisi dan
budaya yang ada adalah bid’ah Hasanah yaitu sesuatu yang baik. Mudah-mudahan
makalah yang saya buat bermanfaat bagi pembaca dan apabila ada salah kata
maupun tulisan yang kurang berkenan saya haturkan mohon maaf.

19
20
DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, Abu. 2011. Argumen Ahlussunnah Wal Jama’ah. Tangerang Selatan:


Pustaka Ta’awun.

Anwar, Ali. 2004. “ADVONTURISME” NU. Bandung: Humaniora Utama Press


(HUP).

Departement Pendidikan Indonesia. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia.


Jakarta: Balai Pustaka.

Fattah, Munawir Abdul. 2006. Tradisi orang-orang NU. Yogyakarta: PT. LkiS
Pelangi Aksara.

Hanafi, Hasan. 2004. Islamologi 2 dari Rasionalisme ke Empirisme. Yogyakarta:


LkiS Yogyakarta.

Marzuqi, A. Idris. 2011. Dalil-Dalil Aqidah dan Amaliyah Nahdliyyah. Lirboyo:


Tim Kodifikasi LBM PPL.

Muhammad, Nurhidayat. 2012.  Lebih Dalam Tentang NU. Surabaya: Bina


Aswaja.

iv

Anda mungkin juga menyukai