Anda di halaman 1dari 30

“KONSEP DAN PARKTIK PINJAMAN QARDH,

WAKALAH, HAWALAH DAN KAFALAH”

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Akuntansi


Perbankan Syariah

Disusun Oleh Kelompok :

1. Regita Natasya 2019410004


2. Shintya Nur A. 2019410341
3. Lutfi Asti R. 2019410257
4. Tarisya Rachma D. 2019410766
5. Tengku Syarifah B. 2019410778
6. Dea Ayu L.P 2019410784

FAKULTAS EKONOMI PRODI D-III AKUTANSI

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI PERBANAS

SURABAYA

T.P 2021/2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh

Segala puji milik Allah subhanahu wa Ta’la .Shalawat serta salam semoga
senantiasa tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW . Berkat limpahan
waktu, kesehatan dan ilmu dari Allah subhanahu wa Ta’la.Alhamdulillah naskah
makalah tentang Konsep dan Praktik Pinjaman Qardh, Wakalah, Hawalah dan
Kafalah dapat kami selesaikan.

Tercurah dari segala kemampuan yang ada, kami berusaha membuat


makalah ini dengan sebaik mungkin, namun demikian kami menyadari
sepenuhnya bahwa penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dikarenakan
keterbatasan pengetahuan kami, maka dengan sepenuh hati kami mohon maaf dan
mengaharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk perbaikan
selanjutnya.

Terakhir kami ucapkan terimakasih untuk semua pihak yang sudah


membantu dan memudahkan penyelesaian makalah ini, kami berharap semoga
makalah ini bisa bermanfaat.

Wassalaamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh

Surabaya , 06 Juli 2021

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ....................................................................................................... 2

Daftar Isi.................................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang................................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................. 5
1.3Tujuan Penulisan................................................................................................ 6

BAB II PEMBAHASAN

2.1Pengertian Qardh ............................................................................................... 7


2.2Dasar Hukum Qardh .......................................................................................... 8
2.3Rukun dan Syarat Qardh .................................................................................... 8
2.4Implementasi Qardh di Lembaga Keuangan Syariah ......................................... 12
2.5Pengertian Wakalah ........................................................................................... 15
2.6Dasar Hukum Wakalah ...................................................................................... 16
2.7Rukun dan Syarat Wakalah ................................................................................ 17
2.8Implementasi Wakalah di Lembaga Keuangan Syariah ..................................... 17
2.9Pengertian Hawalah ........................................................................................... 20
2.10Dasar Hukum Hawalah .................................................................................... 20
2.11 Rukun dan Syarat Hawalah ............................................................................. 22
2.12 Jenis-jenis Hawalah ........................................................................................ 23
2.13 Implementasi Hawalah di Lembaga Keuangan Syariah .................................. 23
2.14 Pengertian Kafalah .......................................................................................... 24
2.15 Dasar Hukum Kafalah .................................................................................... 25
2.16 Rukun dan Syarat Kafalah .............................................................................. 26
2.17 Implementasi Kafalah di Lembaga Keuangan Syariah ................................... 27

BAB III PENUTUP

3.1Kesimpulan......................................................................................................... 28
3.2Saran................................................................................................................... 29

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia dalam kehidupan sehari-hari tentunya tidak lepas dari


aktivitasbermuamalah. Aktivitas muamalah sangat beragam. Beberapa yang
paling sering kita lakukan dalam bermuamalah dalam perekonomian setiap
harinya, meliputi jual beli, utang piutang, sewa-menyewa dan lain
sebagainya. Tentunya dalam bertransaksi muamalah harus sesuai dengan
syariat agama. Selain jual beli, utang piutang dalam kehidupan sehari-hari
juga sangat popular.Akhir-akhir ini, muncul fenomena maraknya lembaga
keuangan dalam menarik konsumen supaya meminjam atau berhutang. Para
pemilik modal dan perbankan sebagai kreditur berlomba-lomba untuk untuk
membujuk konsumen sebagai debitur supaya berhutang dan membayar
bunga sebanyak-banyaknya. paradebitur inilah yang menjadi sumber
penerimaan para debitur. Berbagai macam tawaran untuk berhutang, mulai
dari pembiayaan usaha, pembiayaan kendaraan dan aset lainnya, hingga
pembiayaan untuk kebutuhan harian. Terkait pemenuhan kebutuhan harian,
pembayaran menggunakan kartu kredit saat ini telah menjaditren. Entah
diperlukan atau tidak, seseorang saat ini sudah bergantung padahutang.
Fenomena gali lubang-tutup lubang sudah membudaya. Sedangkan di sisilain,
Islam mengajarkan kita untuk bertindak secukupnya, tidak melakukan
pembelanjaan yang tidak diperlukan dan mubazir. Hal tersebut tentu
menimbulkan beberapa pertanyaan. Apakah tindakan tersebut sudah tepat
untukperekonomian? Bagaimana pandangan Islam terkait fenomena tersebut?

Wakalah, Kafalah, Hawalah/Hiwalah sering kita dengar baik dalam


ekonomi syariah maupun dalam lembaga keuangan syariah. Hal tersebut
dalam dunia perbankan terdapat dalam produk jasa. Pada umumnya
masyarakat awam tidak begitu memahami apa yang dimaksud dengan hal
tersebut. Untuk Indonesia sebagai negara muslim sudah seharusnya sistem

4
keuangan yang digunakan berlandaskan prinsip syariah. Namun, saat ini
prinsip syariah belum begitu terealisasi penggunaannya.

Wakalah berupa penyerahan atau pendelegasian dari satu pihak kepihak


lain dan harus dilakukan dengan yang telah disepakati oleh si pemberi
mandat. Kafalah secara bahasa berarti dhammu (gabungan), sedangkan secara
syara’ kafalah bermakna penggabungan tanggungan seorang kafil dengan
tanggungan seorang ashil untuk memenuhi tuntutan dirinya, atau utang, atau
barang, atau suatu pekerjaan. Hawalah/Hiwalah dapat digunakan untuk
pemindahan utang dari seseorang kepada orang lain. Ini sangat sering terjadi
dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu pemakalah mengangkat materi
tentang, wakalah, kafalah, dan hawalah/hiwalah.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Qardh?
2. Apa dasar hukum Qardh?
3. Apa saja rukun dan syarat Qardh?
4. Bagaimana implementasi Qardh di lembaga keuangan syariah?
5. Apa yang dimaksud dengan Wakalah?
6. Apa dasar hukum Wakalah?
7. Apa saja rukun dan syarat Wakalah?
8. Bagaimana implementasi Wakalah di lembaga keuangan syariah?
9. Apa yang dimaksud dengan Hawalah?
10. Apa dasar hukum Hawalah?
11. Apa saja rukun dan syarat Hawalah?
12. Apa saja jenis jenis Hawalah?
13. Bagaimana implementasi Hawalah di lembaga keuangan syariah?
14. Apa yang dimaksud dengan Kafalah?
15. Apa dasar hukum Kafalah?
16. Apa saja rukun dan syarat Kafalah?
17. Bagaimana implementasi Kafalah di lembaga keuangan syariah?

5
1.3 Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan pengertian Qardh.
2. Menjelaskan dasar hukum Qardh.
3. Menjelaskan rukun dan syarat Qardh.
4. Menjelaskan implementasi Qardh di lembaga keuangan syariah.
5. Menjelaskan pengertian Wakalah.
6. Menjelaskan dasar hukum Wakalah.
7. Menjelaskan rukun dan syarat Wakalah.
8. Menjelaskan implementasi Wakalah di lembaga keuangan syariah.
9. Menjelaskan pengertian Hawalah.
10. Menjelaskan dasar hukum Hawalah.
11. Menjelaskan rukun dan syarat Hawalah.
12. Menjelaskan jenis-jenis Hawalah.
13. Menjelaskan implementasi Hawalah di lembaga keuangan syariah.
14. Menjelaskan pengertian Kafalah.
15. Menjelaskan dasar hukum Kafalah.
16. Menjelaskan rukun dan syarat Kafalah.
17. Menjelaskan Implementasi Kafalah di lembaga keuangan syariah.

6
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Qardh

Qardh adalah bentuk akhlakul karimah antar sesama manusia karena


dapatmeringankan dan memberikan manfaat sosial, manfaat ekonomi,
manfaat pendidikan dan lain sebagainya bagi orang lain. Secara etimologi
Qardh artinya terputus atau potongan. Dan harta yang dihitungkan pada pihak
lain di namakan Qardh dikarenakan ia terputus dari pemiliknya. Sedangkan
maksud dari potongan ialah harta yang dibayarkan kepada muqtardh  (yang
diajak akad Qardh) dinamakan Qardh, sebab merupakan potongan dari harta
miqridh (orang yang membayar). Al-Qardh adalah sesuatu yang diberikan
oleh pemiliki untuk dibayar. Sehingga setiap kali ada yang melaksanakan
Qardh maka wajibhukumnya untuk dikembalikan karena agama telah
mengatur Qardh untuk melaksanakannya dengan baik.

Pada hakikatnya Qardh adalah pertolongan dan kasih sayang bagi


yangmeminjam. Qardh bukan suatu sarana untuk mencari keuntungan bagi
yang meminjamkan, di dalamnya tidak ada imbalan dan kelebihan
pengembalian. Namun yang terdapat pada Qardh ini adalah mengandung nilai
kemanusiaan dansosial yang penuh dengan kasih sayang untuk memenuhi
hajat si peminjam modal tersebut. Dalam akad Qardh, pemberi pinjaman
tidak boleh mensyaratkan keuntungan dalam pinjaman dan Ia boleh menerima
lebih jika peminjam memberikannya dalam jumlah yang lebih. Dalam
pandangan peminjam, Ia boleh melakukan pinjaman dan sunnah
mengembalikannya dalam jumlah yang lebihuntuk mengikuti sunnah nabi.
Sebagaimana yang dihadistkan oleh nabi Muhammad saw “ sebaik-sebaik
manusia yang berutang adalah orang yangmengembalikan hutang dengan
jumlah yang lebih.”

7
2.2 Dasar Hukum Qardh

Mungkin sejak adanya manusia di dunia ini, akad utang piutang telah
dilakukan karena keadaan tertentu Dasar disyari’atkannya Qardh adalah Al-
Qur’an, hadits dan ijma’

ۖ
Fُُۣ ‫ ٰ ّل يَ ْقبِضُ َويَ ْب‬F ‫ َرةً ۗ َوال‬F ‫ َعافًا َكثِ ْي‬F ‫ض‬
‫ ِه‬F ‫ۣصطُ َواِلَ ْي‬ ْ َ‫هٗ ٓ ا‬FFَ‫ ِعفَهٗ ل‬F ‫ُض‬ ً ْ‫رضُ هّٰللا َ قَر‬F
ٰ ‫نًا فَي‬F ‫ا َح َس‬F ‫ض‬ ِ F‫َم ْن َذا الَّ ِذيْ يُ ْق‬
َ‫تُرْ َجعُوْ ن‬

Terjemahan

Barangsiapa meminjami Allah dengan pinjaman yang baik maka Allah


melipatgandakan ganti kepadanya dengan banyak. Allah menahan dan
melapangkan (rezeki) dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan.

Adapun maksud dari ayat tersebut adalah Allah SWT menyerukepada


manusia untuk beramal shaleh, memberi infaq fi sabilillah dengan uang yang
dipinjamkan, sehingga Allah SWT akan memberikan balasanyang berlipat
ganda bagi hamba yang melaksanakan perintahnya

Abdullah Yusuf Ali mengatakan bahwa: “Mengeluarkan harta dijalan


allah secara metafora disebut piutang yang baik.” Dan menurut abul-a’la
maududi piutang yang baik adalah piutang yang dilaksanakan ikhlas untuk
mencari ridha Allah SWT karena dia akan menambahkan danmembalaskanya
dengan balasan yang berlipat ganda.

2.3 Rukun dan Syarat Qardh

Rukun Qardh

Rukun ialah sesuatu yang harus dipenuhi sebagai syarat


sahnyapekerjaan yang kita lakukan. Rozalinda (2016) dalam bukunya
menjelaskan bahwa rukun Qardh menurut ulama Hanafiyah adalah ijab dan
kabul.

Sementara menurut Jumhur ulama rukun Qardh ada tiga, yaitu

8
1. Dua orang yang berakad yang terdiri dari: muqridh (yang
memberikan utang) dan muqtaridh (orang yang berutang).
2. Qardh (barang yang dipinjamkan).
3. Shighat ijab dan kabul.

Dengan demikian, syarat sahnya diperbolehkanuntuk melakukan Qardh


memang harus ada keseluruhan rukun tersebut.Jika salah satunya tidak ada,
misal ada muqridh dan muqtaridh, kemudian muqtaridh meminjam uang
tanpa adanya akad ijab dan kabul, makapeminjaman tersebut dinyatakan tidak
sah secara hukum Islam.

Ijab dan kabul dalam Qardh seperti halnya ijab kabul dalam jual-
beli.Ijab dan kabul dalam Qardh, merupakan ucapan yang disampaikan
langsungoleh peminjam kepada penerima pinjaman bahwa peminjam
mengijinkan secara langsung uang tersebut dipinjam. Keduanya saling ridha
terhadap akad tersebut.

Syarat Qardh

Syarat merupakan hal-hal yang perlu dipenuhi dalam


melakukansesuatu. Karena akad Qardh adalah bentuk dari akad tabarru’ ,
sehingga didalam penentuan syarat-syarat Qardh ditentukan adanya
kapabilitas dalam pelaksanaannya untuk melakukan akad Qardh. Hal ini
berarti dalam melakukan akad tersebut tidaklah mudah, diperlukan adanya
syarat-syarat didalam menjalankannya. Pemberi maupun penerima pinjaman
haruslah berakal sehat, bisa berlaku dewasa artinya cukup umur dalam
melakukan tindakan hukum, baligh dikenal dalam Islam, dan berkendak tanpa
adapaksaan.Syarat tersebut yang menjadi syarat untuk melakukan
tabarru’  (berderma), sehingga akad Qardh merupakan akad dari akad
tabarru’.

Terkait daripada syarat Qardh tersebut, dapat kita simpulkan bahwaada


syarat-syarat subjek hukum didalam pelaksanaannya yakni, akadtersebut
tidak boleh atau tidak dapat dilakukan oleh: orang gila, orangbodoh, anak
kecil karena belum cukup umur dalam bertindak, orang yang dibatasi

9
tindakannya dalam membelanjakan hartanya, orang yang dipaksaatau dalam
keadaan terpaksa. Orang-orang tersebut yang merupakan orangyang tidak
termasuk dalam syarat sahnya guna melakukan akad tabarru’.

Oleh karena itu, syarat tersebut menjadi acuan untuk meminimalisiratau


menghindari terjadinya suatu wanprestasi oleh para pihak yang menjalankan
suatu perjanjian, agar dapat dipertangungjawabkan oleh para pihak dalam
melakukan prestasi. Dengan demikian, syarat-syarat Qardh, meliputi:

1. Dua Pihak yang Berakad.


Dua pihak yang berakad yang dimaksud ialah muqridh (orang
yangmemberikan utang atau kreditur) dan muqtaridh (orang yang
berutang atau debitur), mereka memiliki syarat untuk berakad,
antara lain:
a. Baligh
Baik muqridh maupun muqtaridh  diharuskan sudah baligh .
Artinya sudah dewasa dan memiliki emosi yang lebih
terkendali, sehingga peminjaman tersebut bisa
dipertanggung jawabkan. Jika belum baligh, seharusnya
yang melakukan akad tersebut diserahkan kepada kedua
orang tua atau saudara yang telah baligh.
b. Muqarid
Muqaridh adalah orang yang mempunyai kewenangan
dankekuasaan untuk melakukan akad tabaru’. Artinya harta
yang diutang merupakan miliknya sendiri. Menurut ulama
Syafi’iyah ahliyah (kecakapam atau kepantasan) pada akad
Qardh harus dengan kerelaan, bukan dengan paksaan.
Berkaitan ini, ulamaHanabilah merinci syarat ahliyah at-
tabarru’ bagi pemberi utangbahwa seorang wali anak yatim
tidak boleh mengutangkan harta anak yatim itu dan nazhir
(pengelola) wakaf tidak boleh mengutangkan harta wakaf.
Syafi’iyah merinci permasalahan tersebut. Mereka
berpendapat bahwa seorang wali tidak boleh mengutangkan

10
harta orang yang di bawah perwaliannya kecualidalam
keadaan darurat.
2. Harta yang Diutangkan (Qardh).
Berbagai harta dengan berbagai cara seseorang memperleh
hartatersebut. Tentu akan ada pro dan kontra jika
diimplementasikan kepadasyariat Islam. Rozalinda (2016)
menjelaskan harta yang dihutangkan dalam Qardh ini memiliki
beberapa syarat, antara lain:
a. Berdasarkan pendapat ulama Hanafiyah, harta yang
diutangkan merupakan mal misliyat ialah harta yang dapat
ditakar (makilat ),harta yang dapat ditimbang (mauzunat),
harta yang diukur(zari’yat) harta yang dapat dihitung
(addiyat ).
b. Pendapat ulama Malikiyah, Syafiiyah, Hanabilah, setiap
hartayang dapat dilakukan jual beli salam, baik itu jenis
harta makilat,mauzunat, addiyat. Atas dasar ini tidak sah
mengutangkan manfaat (jasa).
c.  Al-Qabad atau penyerahan. Akad utang-piutang tidak
sempurnakecuali dengan adanya serah terima, karena
di dalam akad Qardh ada tabarru’. Akad tabaru’ tidak akan
sempurna kecuali denganserah terima (al-qabadh).
d. Utang piutang tidak untuk mencari keuntungan bagi
muqaridh (orang yang mengutangkan).
e. Utang itu menjadi tanggung jawab muqtarid (orang
yangberhutang), artinya orang yang berutang memiliki
kewajibanuntuk mengembalikan utangnya dengan harga
dan nilai yang sama.
f. Barang yang dipinjam bernilai harta yang boleh
dimanfaatkan dalam Islam (mal mutaqawwim).
g. Harta yang diutangkan harus jelas, diketahui kadar dan sifat
barangnya.

11
h. Terkait waktu pinjaman boleh secara mutlak atau tidak
diberibatasan, maupun ditentukan dengan batas
waktu.sesuai dengan kesepakatan bersama.
3. Shigat
Ijab dan Kabul Sesuai dengan rukun Qardh, syarat sahnya Qardh
yaitu adanya ijabdan kabul. Adanya pernyataan secara langsung
yang menimbulkankeridhaan kedua pihak. Sehingga tidak ada
yang didhalimi nantinya.Dengan tujuan utama ialah mencapai
kemashlahatan bersama.

2.4 Implementasi Qardh di Lembaga Keuangan Syariah

Persoalan yang mendasar dalam aplikasi perbankan syariah adalah


apakahal-Qardh dan al-Qardhul hasan dapat menjadi sebuah pertanggung
jawaban sosialdari perbankan syariah? Dalam Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Pasal 2, 3, dan 4, menjelaskan bahwa
perbankan syariah dalam menjalankan fungsinya bertujuan untuk menunjang
pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan keadilan,
kebersamaan dan pemerataan kesejahteraan rakyat. Sebagai salah satu
implementasi tujuan tersebut perbankan syariah dapat menjalankan fungsi
sosialnya dalam bentuk baitul mal,yaitu menerima dana yang berasal dari
zakat, infak, sedekah, atau dana sosiallainnya dan menyalurkannya kepada
masyarakat.

Implementasi produk sosial didasarkan pada fatwa MUI


No.19/DSNMUI/IV/2001 tentang Qardh yang dananya bersumber dari bagian
modal dan keuntungan yang disisihkan dari Lembaga Keuangan Syariah
(LKS), serta lembaga lain atau individu yang mempercayakan penyaluran
infaqnya lewat LKS.Pada tahun 2011, MUI kembali mengeluarkan fatwa
Qardh dengan No. 79/DSN-MUI/III/2011 yang sumber dananya berasal dari
nasabah. Jika dibandingkan dengan fatwa MUI tahun 2001, fatwa MUI tahun
2011 ini dimungkinkan dapat menimbulkan kemadharatan yang lebih besar

12
apabila terjadi piutang Qardh yang tidak tertagih karena sumber dananya
berasal dari nasabah.

Dalam melaksanakan fungsinya bank syariah melaksanakan


transaksi yang sifatnya tolong menolong yaitu pinjaman Qardh / Qardhul
Hasan, yaitu pinjaman uang cuma-cuma. Sesuai karakteristik ekonomi
syariah uang bukan komoditi sehingga tidak diperkenalkan uang
menghasilkan atau bertambah uang. Pinjaman Qardh/Qardhul hasan  ini
dilakukan oleh Bank Syariah dalam transaksi yang bersifat tolong menolong,
penyaluran Zakat Nasional (BAZNAZ), bisa juga untuk talangan haji,
talangan cerukan atau overdraf  dari rekening wadiah, transaksi rahn, hawalah
dan sejenisnya.

Akad Qardh biasanya diaplikasikan di perbankan syariah seperti:

1. Penyaluran dan zakat yang bersifat produktif (dana bergulir).


Zakat produktif diperuntukan sesuai ketentuan syariat yaitu
diberikan kepada hasnaf  yang delapan. Zakat produktif bertujuan
adanya peningkatan taraf kehidupan penerima zakat, hari ini
seseorang sebagai penerima zakat,diharapkan tahun-tahun
berikutnya tidak lagi berhak menerima zakat. Biasanya model
zakat produktifnya ini merupakan produk kerja samaantara
BAZNAS dengan bank syariah, BAZNAS lembaga
penghimpundana dan penyalurannya melewati model
transaksi bank.
2. Pembiayaan pengurusan haji. Dalam Fatwa DSN No: 29/DSN-
MUI/VI/2002 Tentang Pembiayaan pengurusan Haji Lembagan
KeuanganSyariah, menetapkan ketentuan sebagai berikut:a
a. Dalam pengurusan haji bagi nasabah, LKS
dapat memperoleh imbalan jasa (ujrah) dengan
menggunakan prinsip al-Ijarah sesuai Fatwa DSN-MUI
nomor 9/DSN-MUI/IV/2000.
b. Apabila diperlukan, LKS dapat membantu menalangi
pembayaran BPIH nasabah dengan menggunakan prinsip

13
al-Qardh sesuai Fatwa DSN-MUI nomor 19/DSN-
MUI/IV/2001.
c. Jasa pengurusan haji yang dilakukan LKS tidak boleh
dipersyaratkan dengan pemberian talangan haji.
d. Besar imbalan jasa al-Ijarah tidak boleh didasarkan pada
jumlah talangan al-Qardh yang diberikan LKS kepada
nasabah.
3. Anjak piutang yang berlandaskan pada Fatwa DSN No: 67/DSN-
MUI/III/2008 Tentang Anjak piutang Syariah,
4. Letter of Credit (L/C) Impor dan Letter of Credit (L/C) Ekspor,
yang berlandaskan pada Fatwa DSN-MUI No: 34/DSN-
MUI/IX/2002 Tentang L/C Impor Syari’ah dan Fatwa DSN-MUI
No: 35/DSN-MUI/IX/2002 Tentang L/C Ekspor Syari’ah.
5. Sebagai produk pelengkap kepada nasabah yang telah terbukti
loyalitasdan bonefiditasnya yang menumbuhkan dana talangan
segera untuk masayang relative pendek. Nasabah tersebut akan
mengembalikan secepatnya sejumlah dana yang dipinjamnya
tersebut.
6. Sebagai fasilitas yang memerlukan dana cepat sedangkan ia tidak
bisamenarik dananya karena misalnya tersimpan dalam bentuk
deposito.
7. Sebagai pinjaman kepada pengusaha kecil, dimana menurut
perhitunganbank akan memberatkan si pengusaha bila diberikan
pembiayaan denganskema jual beli, ijarah, atau bagi hasil.
8. Sebagai produk untuk menyumbang ke sector kecil atau
membantu sector sosial

Pinjaman Qardh yang diberikan bank syariah dalam akad Qardhul


hasan pada prinsipnya tidak akan menimbulkan kerugian bagi bank
syariah,meskipun tidak ada hasil atas pemberian pinjaman ini. Hal ini
dikarenakanoleh sumber dari harta bank syariah, akan tetapi dari sumber-
sumber lain.

14
Dari produk al-Qardhu hasan ini membuktikan bahwa lembaga
keunagansyariah (LKS) di samping sebagai lembaga komersial, harus dapat
berperan sebagai lembaga sosial.

2.5 Pengertian Wakalah

Wakalah atau wakilah merupakan isim masdhar yang secara etimologi


bermakna taukil, yaitu menyerahkan, mewakilkan dan menjaganya. Wakalah
secara bahasa berasal dari kata wakala yang sinonimnya, selama wadhafa
yang artinya menyerah. Wakalah juga berarti al-Hifzu yang berarti menjaga
dan memelihara. (Arianti, 2015:133)

 Wakalah secara terminology didefinisikan oleh para ulama, antara lain


sebagai berikut :

1. Menurut Malikiyah.
Wakalah adalah penggantian oleh seseorang terhadap orang lain
didalam haknya dimana ia melakukan tindakan hukum seperti
tindakanya tanpa mengaitkan penggantian tersebut dengan apa
yang terjadi setelah kematian.
2. Menurut Hanafiyah.
Wakalah adalah penempatan seseorang terhadap orang lain
ditempat dirinya dalam satu tasarruf yang dibolehkan dan
tertentu, dengan ketentuan bahwa orang yang mewakilkan
termasuk orang yang memilih.
3. Menurut Syafi’iyah.
Wakalah adalah penyerahan oleh seseorang kepada orang lain
terhadap sesuatu yang ia berhak mengejarkannya dan sesuatu itu
bisa digantikan untuk dikerjakannya pada masa hidupnya.

Berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh para ulama mazhab


tersebut dapat dipahami secara substansi hampir tidak ada perbedaan yang
signifikan antara para ulama tersebut, yaitu wakalah adalah suatu akad
dimana pihak pertaa menyerahkan wewenang kepada pihak kedua untuk
melalukan sesuatu perbuatan hukum yang bisa digantikan atas nama orang

15
lain pada masa hidupnya. Dengan demikian, apabila penyerahan tersebut
harus dilakukan setelah orang yang mewakilkan meninggal dunia, seperti
wasiat, maka hal tersebut tidak termasuk wakalah. (Arianti, 2015:134-136)

2.6 Dasar Hukum Wakalah


1. Firman Allah QS. Al-Kahfi ayat 19

‫ا‬FF‫وا َربُّ ُكمۡ أَ ۡعلَ ُم بِ َم‬


ْ ُ‫ال‬FFَ‫و ٖ ۚم ق‬Fۡ Fَ‫ض ي‬ َ ‫ا أَ ۡو بَ ۡع‬FF‫ا يَ ۡو ًم‬FFَ‫وا َلبِ ۡثن‬
ْ ُ‫ال‬FFَ‫ ِّم ۡنهُمۡ كَمۡ لَبِ ۡثتُمۡۖ ق‬ ‫ل‬ٞ ِ‫ال قَٓائ‬ ْ ُ‫َو َك ٰ َذلِكَ بَ َع ۡث ٰنَهُمۡ لِيَتَ َسٓا َءل‬
َ َ‫وا بَ ۡينَهُمۡۚ ق‬
ۡ‫ ِع َر َّن بِ ُكم‬FF‫ف َواَل ي ُۡش‬ ۡ َّ‫ ِّم ۡنهُ َو ۡليَتَلَط‬ ‫لَبِ ۡثتُمۡ فَ ۡٱب َعثُ ٓو ْا أَ َح َد ُكم بِ َو ِرقِ ُكمۡ ٰهَ ِذ ِٓۦه إِلَى ۡٱل َم ِدينَ ِة فَ ۡليَنظُ ۡر أَيُّهَٓا أَ ۡزك َٰى طَ َع ٗاما فَ ۡليَ ۡأتِ ُكم بِ ِر ۡز ٖق‬
١٩ ‫أَ َحدًا‬

Artinya: “Dan demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka


saling bertanya di antara mereka sendiri. Berkatalah salah seorang di antara
mereka: Sudah berapa lamakah kamu berada (disini?)". Mereka menjawab:
"Kita berada (disini) sehari atau setengah hari". Berkata (yang lain lagi):
"Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka
suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa
uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik,
maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia
berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada
seorangpun.”

2. Hadist Urwah Al-Bariqy

 “Dari Urwah al-Bariqy R.A bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa


Sallam pernah mengutusnya dengan uang satu dinar untuk membelikan beliau
hewan qurban. Hadis Bukhari meriwayatkannya di tengah-tengah suatu hadits
sebagaimana tersebut dalam hadits dahulu.” (Zainuddin, 2016:884)

3. Ijma’ Ulama dan Qiyas

Sebagaimana dalam kitab Al-Mughni menjelaskan bahwa disebutkan :


ulama sepakat dibolehkannya wakalah. Adapun dasar dari qiyas bahwa
manusia menuntut adanya wakalah, karena tidak setiap orang mampu
menyelesaikan urusannya sendiri secara langsung sehingga ia membutuhkan
orang lain untuk menggantikannya menjadi wakil.  (Arianti, 2015:137).

16
2.7 Rukun dan Syarat Wakalah

Menurut Hanafiyah, rukun wakalah hanya satu, yaitu shighat ijab dan


qabul. Sedangkan menurut jumhur ulama rukunnya ada empat, yaitu:

1. Muwakkil, atau orang yang mewakilkan.


2. Muwakkal, atau wakil.
3. Muwakkal fih atau perbuatan yang diwakilkan.
4. Shighat, ijab dan qabul . (Arianti, 2015:137)

Syarat

1. Muwakkil.
Orang yang mewakilkan harus orang yang dibolehkan melakukan
sendiri perbuatannya yang diwakilkannya pada orang lain.
2. Muwakkal.
Yaitu harus orang yang cakap hukum secara fiqih, yakni baligh
dan berakal, dan harus mengetahui tugas atau perkara yang
diwakilkan padanya.
3. Muwakkal fih.
Perkara yang diwakilkan bukan meminta hutang, dan perkara
yang diwakilkan juga bukan hukum had yang disyaratkan
pengaduan, seperti had zina.
4. Shighat.
Setiap lafaz yang menunjukkan pemberian kuasa dalam perkara
yang umum. (Arianti, 2015:138).

2.8 Implementasi Wakalah di Lembaga Keuangan Syariah

Akad Wakalah dapat diaplikasikan ke dalam berbagai bidang, termasuk


dalam bidang ekonomi, terutama dalam institusi keuangan:

Transfer uang

Proses transfer uang ini adalah proses yang menggunakan konsep


akad Wakalah, dimana prosesnya diawali dengan adanya permintaan nasabah

17
sebagai muwakkil terhadap bank sebagai wakil untuk melakukan
perintah/permintaan kepada bank untuk mentransfer sejumlah uang kepada
rekening orang lain, kemudian bank mendebet rekening nasabah (Jika transfer
dari rekening ke rekening), dan proses yang terakhir yaitu dimana bank
mengkreditkan sejumlah dana kepada rekening tujuan. Transfer uang dapat
dilakukan :

1. Transfer uang melalui cabang suatu bank.


Dalam proses ini, muwakkil memberikan uangnya secara tunai
kepada bank yang merupakan wakil, namun bank tidak
memberikannya secara langsung kepada nasabah yang dikirim.
Tetapi bank mengirimkannya kepada rekening nasabah yang
dituju tersebut.
2. Transfer melalui ATM.
Kemudian ada juga proses transfer uang dimana pendelegasian
untuk mengirimkan uang, tidak secara langsung uangnya
diberikan dari muwakkil kepada bank sebagai wakil. Dalam
model ini, muwakkil meminta bank untuk mendebet rekening
tabungannya, dan kemudian meminta bank untuk menambahkan
di rekening nasabah yang dituju sebesar pengurangan pada
rekeningnya sendiri. Yang sangat sering terjadi saat ini adalah
proses yang kedua ini, dimana nasabah bisa melakukan transfer
sendiri melalui mesin ATM.

Letter Of Credit Import Syariah

 Akad untuk transaksi Letter of Credit Import Syariah ini menggunakan


akad wakalah bil ujrah. Hal ini sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional
Nomor: 34/DSN-MUI/IX/2002. Akad Wakalah bil Ujrah ini memiliki definisi
dimana nasabah memberikan kuasa kepada bank dengan imbalan
pemberian ujrah atau fee. Namun ada beberapa modifikasi dalam akad ini
sesuai dengan situasi yang terjadi. Akad wakalah bil Ujrah dengan ketentuan:

18
1. Importir harus memiliki dana pada bank sebesar harga
pembayaran barang yang diimpor.
2. Importir dan Bank melakukan akad wakalah bil Ujrah untuk
pengurusan dokumen-dokumen transaksi impor.
3. Besar ujrah harus disepakati diawal dan dinyatakan dalam bentuk
nominal, bukan dalam bentuk prosentase

Letter Of Credit Eksport Syariah

Akad untuk transaksi Letter of Credit Eksport Syariah ini menggunakan


akad wakalah. Hal ini sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor:
35/DSN-MUI/IX/2002. Akad wakalah ini memiliki definisi dimana bank
menerbitkan surat pernyataan akan membayar kepada eksportir untuk
memfasilitasi perdagangan eksport. Namun ada beberapa modifikasi dalam
akad ini sesuai dengan sutuasi yang terjadi. Akad wakalah bil ujrah dengan
ketentuan :

1. Bank melakukan pengurusan dokumen-dokumen ekspor.


2. Bank melakukan penagihan (collection) kepada bank penerbit
L/C  (issuing bank), selanjutnya dibayarkan kepada eksportir
setelah dikurangi ujrah.
3. Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam
bentuk  nominal, bukan dalam presentase.
4. Pembagian Wakalah. Wakalah tidak boleh dibatalkan pada tiga
objek karena berhubungan dengan orang lain. Tiga objek tersebut
adalah sebagai berikut:
a. Wakalah untuk menjual barang tergadai karena
berhubungan dengan hak orang yang memberi hutang yang
hendak mengambil haknya.
b. Wakalah dalam pertikaian, seperti jika seorang terdakwah
mewakilkan kepada seorang untuk menyelasaikan
perkarnya dengan penggugat. Dalam hal ini terdakwah tidak
boleh membatalkan wakalah  nya ketika telah memutuskan
sesuatu tanpa kehadiran penggugat.

19
c. Wakalah untuk menyerahkan barang seseorang tanpa
kehadiran orang yang mewakilkan. Dalam hal ini seorang
wakil harus menerima barang itu dan tidak boleh
membatalkan perwakilannya tanpa kerelaaan orang yang
mewakilkannya karena dengan pembatalkan itu berarti ia
telah kehilangan hak tanpa kerelaannya.  (Arianti,
2015:144).

2.9 Pengertian Hawalah

Menurut Bahasa yang dimaksud hawalah ialah al-intiqal dan al-tahwil,


artinya memindahkan atau mengalihkan. Sedangkan menurut Ibrahim Anis
mengatakan bahwa hiwalah berasal dari kata hawwala yang
sinonimnya ghayyara, artinya mengubah dan memindahkan. Hiwalah secara
terminologi didefinisikan sebagai:

1. Menurut Jumhur Ulama.


“Akad yang menghendaki pengalihan hutang dari tanggungjawab
seseorang kepada tanggungjawab orang lain”.
2. Sayyid Sabid dalam bukunya fiqh al-sunnah, dia mendefinisikan
hiwalah sebagai:
“Hiwalah adalah memindahkan hutang dari tangungan orang yang
memindahkan kepada orang yang dipindahi hutang”. 

Berdasarkan definis yang telah dikemukkan di atas, dapat


dipahami hiwalah adalah suatu akad pemindahan hak dari orang yang
berhutang kepada orang yang dibebani tanggungan pembayaran utang
tersebut bila terdapat hutang yang sama. (Arianti, 2015:163-165)

2.10 Dasar Hukum Hawalah

Firman Allah QS. Al-Baqarah ayat 282

‫ب‬ َ ُ‫ب َكاتِبٌ أَن يَ ۡكت‬ َ ‫ ُّم َس ٗ ّمى فَ ۡٱكتُبُو ۚهُ َو ۡليَ ۡكتُب ب َّۡينَ ُكمۡ َكاتِ ۢبُ بِ ۡٱل َع ۡد ۚ ِل َواَل يَ ۡأ‬ ‫ن ِإلَ ٰ ٓى أَ َج ٖل‬Fٍ ‫ٰيَٓأَيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءا َمنُ ٓو ْا إِ َذا تَدَايَنتُم بِد َۡي‬
ُّ ‫س ِم ۡنهُ َش ٗۡ‍ٔي ۚا فَإِن َكانَ ٱلَّ ِذي َعلَ ۡي ِه ۡٱل َح‬
‫ق‬ ۡ ‫ق ٱهَّلل َ َربَّهۥُ َواَل يَ ۡب َخ‬ ۡ ُّ ‫َك َما َعلَّ َمهُ ٱهَّلل ۚ ُ فَ ۡليَ ۡكتُ ۡب َو ۡليُمۡ لِ ِل ٱلَّ ِذي َعلَ ۡي ِه ۡٱل َح‬
ِ َّ‫ق َوليَت‬
‫ن ِمن ِّر َجالِ ُكمۡۖ فَإِن لَّمۡ يَ ُكونَا‬Fِ ‫ُوا َش ِهيد َۡي‬ ْ ‫ٱست َۡش ِهد‬ۡ ‫ض ِعيفًا أَ ۡو اَل يَ ۡستَ ِطي ُع أَن يُ ِم َّل هُ َو فَ ۡليُمۡ لِ ۡل َولِيُّ ۥهُ بِ ۡٱل َع ۡد ۚ ِل َو‬ َ ‫َسفِيهًا أَ ۡو‬

20
‫ب ٱل ُّشهَدَٓا ُء‬ َ ‫َض َّل إِ ۡح َد ٰىهُ َما فَتُ َذ ِّك َر إِ ۡحد َٰىهُ َما ٱأۡل ُ ۡخ َر ٰۚى َواَل يَ ۡأ‬ ِ ‫ض ۡونَ ِمنَ ٱل ُّشهَدَٓا ِء أَن ت‬ َ ‫ َوٱمۡ َرأَتَا ِن ِم َّمن ت َۡر‬ ‫ُل‬ٞ ‫َر ُجلَ ۡي ِن فَ َرج‬
ٰ
‫ص ِغيرًا أَ ۡو َكبِيرًا إِلَ ٰ ٓى أَ َجلِ ِۚۦه َذلِ ُكمۡ أَ ۡق َسطُ ِعن َد ٱهَّلل ِ َوأَ ۡق َو ُم لِل َّش ٰهَ َد ِة َوأَ ۡدن ٰ َٓى أَاَّل ت َۡرتَاب ُٓو ْا‬ َ ُ‫َس ُم ٓو ْا أَن ت َۡكتُبُوه‬ ْ ۚ ‫إِ َذا َما ُدع‬
‍َٔFَٔۡ ‫ُوا َواَل ت‬
َ ‫س َعلَ ۡي ُكمۡ ُجنَا ٌح أَاَّل ت َۡكتُبُوه َۗا َوأَ ۡش ِهد ُٓو ْا إِ َذا تَبَايَ ۡعتُمۡۚ َواَل ي‬
‫ُضٓا َّر‬ َ ‫تُ ِديرُونَهَا بَ ۡينَ ُكمۡ فَلَ ۡي‬ ‫ض َر ٗة‬ ِ ‫إِٓاَّل أَن تَ ُكونَ تِ ٰ َج َرةً َحا‬
٢٨٢ ‫يم‬ٞ ِ‫وا ٱهَّلل ۖ َ َويُ َعلِّ ُم ُك ُم ٱهَّلل ۗ ُ َوٱهَّلل ُ بِ ُك ِّل َش ۡي ٍء َعل‬ ْ ُ‫ق بِ ُكمۡۗ َوٱتَّق‬ ۢ
ُ ‫وا فَإِنَّ ۥهُ فُسُو‬ ۚ
ْ ُ‫يد َوإِن ت َۡف َعل‬ٞ ‫ َواَل َش ِه‬ ‫ب‬ٞ ِ‫َكات‬

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu´amalah


tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu
menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya
sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan
hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis
itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia
mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang
yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu
mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan
persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu).
Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang
perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka
yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi
keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis
hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang
demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan
lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu
´amalahmu itu), kecuali jika mu´amalah itu perdagangan tunai yang kamu
jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak
menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah
penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang
demikian), maka  sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu.
Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu”.

21
Hadis

Dari Abu Hurairah Radliallahu bahwa Rasulullah bersabda : “menunda


membayar hutang bagi orang kaya adalah kezhaliman dan apabila seorang
dari kalian hutangnya dialihkan kepada orang kaya, hendaklah dia
ikuti”. (Arianti, 2015:165).

2.11 Rukun dan Syarat Hawalah

Rukun

Rukun dari hiwalah ada 6 diantaranya, sebagai berikut:

1. Pihak pertama.
2. Pihak kedua.
3. Pihak ketiga.
4. Utang pihak pertama kepada pihak pertama.
5. Utang pihak ketiga kepada pihak pertama.
6. Shighat

Syarat

Adapun syarat dari hawalah/hiwalah, diantaranya:

1. Untuk pihak pertama, baligh, berakal, tidak gila, ada pernyataan


persetujuan.
2. Untuk pihak kedua, adanya persetujuan pihak kedua terhadap
pihak pertama yang melakukan hiwalah.
3. Untuk pihak ketiga, adanya persyaratan dari pihak ketiga.
4. Yang melahirkan pemindajan kewajiban kepada pihak ketiga
untuk membayar utang kepada pihak kedua, sedangkan kewajiban
untuk membayar hutang baru dapat dibebankan kepadanya,
apabila ia sendiri berhutang kepada pihak kedua.
5. Pihak ketiga dipandang sebagai objek akad.
6. Ijab dan kabul untuk penyempurna akad. (Arianti, 2015:166-168)

22
2.12 Jenis-jenis Hawalah

Madzhab Hanafi membagi hiwalah dalam beberapa bagian: ditinjau dari


segi objek akad, dan ditinjau dari jenis akad.

Ditinjau dari segi objek akad ada 2, yaitu:

1. Hiwalah al-haqq yaitu apabila yang dipindahkan itu merupakan


hak menuntut hutang (pemindahan hak).
2. Hiwalah al-dain yaitu apabila yang dipindahkan itu kewajiban
untuk membayar hutang (pemindahan hutang/kewajiban).       

Ditinjau dari jenis akad  ada 2, yaitu:

1. Hiwalah al-Muqayyadah yaitu pemindahan sebagai ganti dari


pembayaran hutang muhil (pihak pertama)  kepada muhal/pihak
kedua (pemindahan bersyarat).
2. Hiwalah al-Muthlaqah yaitu pemindahan hutang yang tidak
ditegaskan sebagai ganti rugi dari pembayaran hutang muhil
(pihak pertama) kepada muhal/pihak kedua (pemindahan mutlak).
(Arianti, 2015:169-170).

2.13 Implementasi Hawalah di Lembaga Keuangan Syariah

Dalam praktek perbankan syariah fasilitas hiwalah lazimnya untuk


membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan
produksi sebagai berikut:

1. Factoring atau anjak piutang, dimana para nasabah yang memiliki


piutang kepada bank, bank lalu membayar piutang tersebut yang
ditagihnya dari pihak ketiga tersebut.
2. Post dated check, dimana bank bertindak sebagai juru tagih, tanpa
membayar dulu piutang tersebut.

23
3. Bill discounting, secara prinsip bill discounting serupa
dengan hiwalah. Hanya saja dalam bill discounting, nasabah harus
membayar fee, sedangkan pembayaran fee tidak didapati dalam
kontrak hiwalah. (Anggota IKAPI, 2007:148)

2.14 Pengertian Kafalah

Secara bahasa kafalah berarti dhammu (gabungan), sedangkan secara


syara’ kafalah bermakna penggabungan tanggungan seorang kafil dengan
tanggungan seorang ashil untuk memenuhi tuntutan dirinya, atau utang, atau
barang, atau suatu pekerjaan. Adapun kafil adalah orang yang berkewajiban
untuk memenuhi tuntunan makful bihi (orang yang ditanggung).
Dan ashil adalah orang yang berutang yang akan ditanggung.

Al-Kafalah secara etimologi berarti ‫مان‬FFFF‫الض‬  (jaminan), ‫الحمالة‬ (beban),


dan ‫(الزعامة‬tanggungan).Secara terminologi, sebagaimana yang dinyatakan
para ulama fikih selain Hanafi, bahwa kafalah adalah, "Menggabungkan dua
tanggungan dalam permintaan dan hutang”. Definisi lain adalah, "Jaminan
yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga yaitu pihak yang
memberikan hutang/kreditor (makful lahu) untuk memenuhi kewajiban pihak
kedua yaitu pihak yang berhutang/debitoratau yang ditanggung (makful
‘anhu, ashil)”.

Pada asalnya, kafalah adalah padanan dari dhamman, yang berarti


penjaminan sebagaimana tersebut di atas. Namun dalam perkembangannya,
Kafalah identik dengan kafalah al-wajhi (personal guarantee, jaminan diri),
sedangkan dhamman identik dengan jaminan yang berbentuk barang/harta
benda.

Kafalah adalah akad yang mengandung kesanggupan seseorang untuk


menngganti atau menanggung kewajiban hutang orang lain apabila orang
tersebut tidak dapat memenuhi kewajibannnya. kafalah sebagai akad yang
tertuang di dalamnya tentang kesanggupan seseorang untuk menanggung
hukuman yang seharuasnya diberikan kepada sang terhukum dengan

24
menghadirkan dirinya atau disebut juga sebagai kafalah An Nafs.  (Sabiq,
2004:46-47).

2.15 Dasar Hukum Kafalah

Firman Allah QS. Yusuf ayat 66

‫ا َل ٱهَّلل ُ َعلَ ٰى‬FFَ‫وثِقَهُمۡ ق‬Fۡ ‫ون َم ۡوثِ ٗقا ِّمنَ ٱهَّلل ِ لَت َۡأتُنَّنِي بِ ِٓهۦ إِٓاَّل أَن ي َُحاطَ بِ ُكمۡۖ فَلَ َّمٓا َءات َۡوهُ َم‬
ِ ُ‫ال لَ ۡن أُ ۡر ِسلَهۥُ َم َع ُكمۡ َحتَّ ٰى تُ ۡؤت‬
َ َ‫ق‬
ٞ ‫َما نَقُو ُل َو ِك‬
٦٦ ‫يل‬

Artinya: “Ya´qub berkata: "Aku sekali-kali tidak akan melepaskannya


(pergi) bersama-sama kamu, sebelum kamu memberikan kepadaku janji yang
teguh atas nama Allah, bahwa kamu pasti akan membawanya kepadaku
kembali, kecuali jika kamu dikepung musuh". Tatkala mereka memberikan
janji mereka, maka Ya´qub berkata: "Allah adalah saksi terhadap apa yang
kita ucapkan (ini).”

QS. Yusuf ayat 72

٧٢ ‫يم‬ٞ ‫ َوأَن َ۠ا بِ ِهۦ َز ِع‬ ‫ير‬ ِ ِ‫ص َوا َع ۡٱل َمل‬


ٖ ‫ك َولِ َمن َجٓا َء بِ ِهۦ ِحمۡ ُل بَ ِع‬ ُ ‫وا ن َۡفقِ ُد‬
ْ ُ‫قَال‬

Artinya: “Penyeru-penyeru itu berkata: "Kami kehilangan piala raja,


dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan
(seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya.”

Hadis

“Penjamin adalah orang yang berkewajiban dalam pembayara” (HR.


Abu Dawud dan Tirmidzi).

Ijma’

Ulama membolehkan (mubah) dhaman dalam muamalah karena dhama
n sangat diperlukan dalam waktu tertentu. Adakalanya orang memerlukan
modal dalam usaha dan untuk mendapatkan modal itu biasanya harus ada
jaminan dari seseorang yang dapat dipercaya, apalagi usaha dagangannya
besar. (Sabiq,2004:49).

25
2.16 Rukun dan Syarat Kafalah

Rukun           

Adapun rukun kafalah sebagaimana yang disebutkan dalam beberapa


lileratur fikih terdiri atas:

1. Adh-Dhamin (orang yang menjamin).


2. Al-Madhmun lahu (orang yang berpiutang).
3. Al-Madhmun ‘anhu (orang yang berhutang).
4.  Al-Madhmun (objek jaminan).
5. Sighah (akad/ijab)

Syarat

1. Adh-Dhamin (orang yang menjamin).


Dengan syarat baligh (dewasa), berakal sehat, berhak penuh
melakukan tindakan hukum dalam urusan hartanya, dan
rela (ridha) dengan tanggungan kafalah tersebut.
2. Al-Madhmun lahu (orang yang berpiutang).
Pihak yang berhutang yang dijamin (makful 'anhu, 'ashil,
madhmun’anhu), dengan syarat sanggup menyerahkan
tanggungannya (piutang) kepada penjamin dan dikenal oleh
penjamin.
3. Al-Madhmun ‘anhu (orang yang berhutang).
Pihak yang berpiutang yang menerima jaminan (makful lahu,
madhmun lahu),dengan syarat diketahui identitasnya, dapat hadir
pada waktu akad atau memberikan kuasa, dan berakal sehat.
4.  Al-Madhmun (objek jaminan).
Merupakan tanggungan pihak/orang yang berhutang (ashil), baik
berupa utang, benda, orang maupun pekerjaan, bisa dilaksanakan

26
oleh pejamin, harus merupakan piutang mengikat (luzim) yang
tidak mungkin hapus kecuali setelah dibayar atau dibebaskan,
harus jelas nilai, jumlah, dan spesifikasinya, tidak bertentangan
dengan syari'ah (diharamkan).
5. Sighah (akad/ijab).
Lafadz, disyaratkan keadaan lafadz ijab dan kabul itu berarti
menjamin, dan tidak bertentangan dengan syariat Islam. (Sabiq,
2004:50-51)  

2.17 Implementasi Kafalah di Lembaga Keuangan Syariah

Dalam mekanisme system perbankan prinsip-prinsip kafalah dapat


diaplikasikan dalam bentuk pemberian jaminan bank dengan terlebih dahulu
diawali dengan pembukaan fasilitas yang ditentukan oleh bank atas dasar
hasil analisa dan evaluasi dari nasabah yang akan diberikan fasilitas tersebut.
Fasilitas kafalah yang diberikan akan terlihat pada perkiraan administratif
baik berupa komitmen maupun kontingen. Fasilitas yang dapat diberikan
sehubungan dengan penerapan prinsip kafalah tersebut adalah fasilitas bank
garansi dan fasilitas letter of credit (kartu kredit)

Fungsi kafalah adalah pemberian jaminan oleh bank bagi pihak-pihak


yang terkait untuk menjalankan bisnis mereka secara lebih amandan terjamin,
sehingga adanya kepastian dalam berusaha/bertransaksi, karena dengan
jaminan ini bank berarti akan mengambil alih risiko/kewajiban nasabah,
apabila nasabah lalai dalam memenuhi kewajibannya. Pihak bank sebagai
lembaga yang memberikan jaminan ini, juga akan memperoleh manfaat
berupa peningkatan pendapatan atas upah yang mereka terima sebagai
imbalan atas jasa yang diberikan, sehingga akan memberikan kontribusi
terhadap perolehan pendapatan mereka. (Wahab, 2001:56)

27
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pada hakikatnya Qardh adalah pertolongan dan kasih sayang bagi


yangmeminjam. Qardh bukan suatu sarana untuk mencari keuntungan bagi
yangmeminjamkan, di dalamnya tidak ada imbalan dan kelebihan
pengembalian.

 Dasar hukum Qardh meliputi dalil Al-Qur’an dalam surat Al-Baqarah


(2) ayat245 dan QS. At-Taghaabun (64) :17, dalil Hadist“Tidaklah seorang
muslim memberi pinjaman kepada orang muslim yang lain dua kali
melainkan pinjaman itu (berkedudukan) seperti sedekah satu kali.” (HR. Ibnu
Majah) dan dalil Ijma’ disampaikan bahwa semua kaum muslimin telah
sepakat dibolehkan utang piutang karena Qardh memiliki kebaikan bagi
kedua belah pihak untuk saling tolong menolong.

Wakalah atau wakilah merupakan isim masdhar yang secara etimologi


bermakna taukil, yaitu menyerahkan, mewakilkan dan menjaganya. Dasar
hukum wakalah ialah, QS. Al-Kahfi ayat 19, Hadist Urwah Al-Bariqy, Ijma’
Ulama dan Qiyas.

Kafalah  secara bahasa berarti dhammu (gabungan), sedangkan secara


syara’ kafalah bermakna penggabungan tanggungan seorang kafil dengan
tanggungan seorang ashil untuk memenuhi tuntutan dirinya, atau utang, atau
barang, atau suatu pekerjaan. Adapun kafil adalah orang yang berkewajiban
untuk memenuhi tuntunan makful bihi (orang yang ditanggung).

Hawalah/Hiwalah menurut bahasa ialah al-intiqal dan al-tahwil, artinya


memindahkan atau mengalihkan. Sedangkan menurut  Ibrahim Anis
mengatakan bahwa hiwalah berasal dari kata hawala yang sinonimnya
ghayyara, artinya mengubah dan memindahkan. Dasar huku hiwalah
ialah, QS. Al-Baqarah ayat 282, dan Hadis.

28
3.2 Saran

Demikianlah makalah ini pemakalah buat dengan sesungguhnya, untuk


memenuhi tugas mata kuliah akuntansi manajemen tentang Konsep dan
Praktik Pinjaman Qardh, Wakalah, Hawalah dan Kafalah.Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca dalam menganalisis pengukuran kinerja
pada perusahaan. Pemakalah menyadari masih terdapat banyak kekurangan
pada makalah ini baik dari segi penulisan makalah, kelengkapan isi, data yang
disajikan, dan lainnya. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan
dari para pembaca untuk penulisan makalah yang lebih baik lagi kedepannya.

29
DAFTAR PUSTAKA

Kautsar Riza Salman. 2017. Akuntansi Perbankan Syariah Berbasis


PSAK Syariah,Edisi Kedua. Penerbit Indeks, Jakarta.

30

Anda mungkin juga menyukai