Tuti Atianti Fu
Tuti Atianti Fu
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama
(S.Ag)
OLEH:
TUTI ATIANTI
NIM: 1113034000196
iii
iv
B. Vokal
dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk
ﹷ a Fathah
ﹻ i Kasrah
ﹹ u ḏammah
sebagai berikut:
ﹷو au a dan u
C. Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa
D. Kata Sandang
dengan huruf, yaitu اؿ, dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf
v
E. Syaddah (Tasydîd)
dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah
itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah
itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah.
demikian seterusnya.
F. Ta Marbûṯah
pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi
huruf /h/ (lihat contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta
marbûṯah tersebut diikuti oleh kata sifat (na´t) (lihat contoh 2). Namun, jika
huruf ta marbûṯah tersebut diikuti kata benda (isim), maka huruf tersebut
ABSTRAK
Tuti Atianti
Dengan mengucap rasa puji dan syukur kepada ALLAH SWT berkat
Al- Qur’an Saat Haid ( Studi Kasus Mahasiswi Pesantren Takhassus Iiq
Muhammad SAW sang penegak kebenaran, sang pejuang , sang guru besar
peradaban, serta replika kesempurnaan akhlak teladan bagi umat manusia hingga
akhir zaman.
tanpa dukungan, bantuan, dorongan serta semangat dari berbagai pihak, maka dari
Jakarta beserta jajarannya, dan bapak Prof. Dr. Masri Mansoer, MA.
Selaku Dekan Fakultas Ushuluddin, dan Ibu Dr. Lilik Ummi Kultsum,
MA. Selaku ketua Jurusan Ilmu al- Qur’an dan Tafsir. Serta Ibu Dra.
viii
ix
dan Tafsir.
3. Bapak Dr. Mafri Amir, MA, selaku dosen pembimbing akademik yang
Fakultas Ushuluddin.
ke titik ini, semoga Allah mengampuni segala dosa dan khilaf dan
KH. Endang Husna dan Ibu Nyai Hj. Arbiyah Mahfudz, berkat doa,
beliau.
tim ewer-ewer (Wawah, Puput, Izza, Halimah, Bunda Laila dll.. yang
satu-satu tapi tidak mengurangi rasa sayang dan bangga ini kepada
kekurangan dan jauh dari kata sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Besar harapan
penulis semoga skripsi ini memberikan banyak manfaat khususnya untuk penulis
Hormat saya
Tuti Atianti
DAFTAR ISI
ABSTRAK ........................................................................................................................ vi
BAB I : PENDAHULUAN................................................................................................ 1
C. . Pembatasan Masalah...................................................................................... 13
F. . Tinjauan Pustaka............................................................................................ 14
G. . Metodologi Penelitian.................................................................................... 17
xii
xiii
Santri ............................................................................................................ 80
hadis Larangan Membaca dan Menyentuh al-Qur’an Saat haid ................ 101
xiv
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Secara kasat mata perbedaan antara laki-laki dan perempuan jelas sekali
ovarium dan juga rahim yang tidak dimiliki oleh seorang pria , sedangkan pria
mempunyai jakun yang juga tidak dimiliki oleh perempuan. Selanjutnya laki-laki
masa baligh nya ditandai dengan mimpi dan sebaliknya perempuan ditandai
dengan datang nya menstruasi yang menjadi kodrat nya dan sangat erat kaitannya
haid dianggap sesuatu yang menjijikkan dan harus dipikul kaum wanita. bahkan
1
Abi „Abdillah Muhammad bin Isma‟il bin Ibrahim Al Bukhari, Sahîh Al Bukhârî,
(Beirut: Dar Al Fikr,t.t), kitab haid, bab Wanita yang sedang haid melaksanakan seluruh manasik
haji kecuali tawaf di Baitullah, juz.1, no. 249 hlm. 490
1
2
seringkali hal ini dijadikan bahan untuk merendahkan kaum wanita, dalam cerita
menstruasi jika mereka menyentuh anggur maka anggur tersebut akan menjadi
busuk, tanaman yang akan panen akan menjadi gabuk dan gagal panen, serta
Bagi kaum yahudi, wanita haid diperlakukan secara tidak manusiawi dan
wanita yang haid diusir dari rumah, tidak diajak tidur dan makan bersama.
Hal ini kemudian mendorong para sahabat menanyakan tentang haid sehingga
turun lah firman Allah dalam surah al Baqarah ayat 222 yang merupakan
haid.
َوي َْسأَلُ ْوه ََك َع ِن الْ َم ِح ْي ِ ِۗض قُ ْل ه َُو َأ ًذ ۙى فَاعْ َ َِتلُوا ال ِن ّ َس َاء ِِف الْ َم ِح ْي ِۙض َو ََل تَ ْق َربُ ْوه َُّن َح ى ّّت ي َ ْطه ُْر ََۚن فَا َذا ت ََطه َّْر َن
ِ ِۗ ُ ّ فَأْت ُْوه َُّن ِم ْن َح ْي ُث َأ َم َرُُكُ ى
) ٢٢٢ : الل ُ ُِي ُّب التَّ َّواب ْ َِْي َو ُ ُِي ُّب الْ ُمتَ َطهِّ ِريْن ( البقراة َ ّ الل ا َّن ى
ِ
“Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: "Haid itu adalah
suatu kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di
waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci.
Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang
diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri”.2
1
Zaitunah Subhan, Al- Qur‟an dan Perempuan ; Menuju Kesetaraan Gender Dalam
Penafsiran, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), h. 241
2
Yayasan Penyelenggara Penterjamah Pentafsir Al Quran, Al Quran dan Terjemahnya,
(Departemen Agama: 2004) hlm. 36
3
sesuatu (kepada istri yang sedang haid) kecuali bersetubuh” kemudian sampai
pada kalangan orang-orang yahudi dan mantan penganut yahudi merasa terkejut
bahwasanya apa yang menjadi pernyataan rasulullah tersebut merupakan hal yang
menentang tradisi besar orang yang yahudi, karena haid dikalangan mereka
merupakan sesuatu yang dianggap tabu akan tetapi tiba-tiba dianggap seperti
sesuatu hal yang lumrah seperti halnya adzan. Lalu kemudian Usayd bin Hudayr
dan Ubbad bin Basyr melaporkan hal ini kepada Rasulullah SAW, seketika raut
wajah Rasulullah berubah karena merasa tidak enak dengan reaksi tersebut Usayd
bin Hudayr dan Ubbad bin Basyar mengira bahwasanya Rasulullah Marah kepada
mereka berdua, lalu mereka keluar dan sebelumnya memberikan hadiah air susu
kepada beliau, lalu diutus lah seseorang untuk mengejar mereka berdua dan
memberikan mereka minum air susu sehingga mereka berdua tau bahwasanya
Secara bahasa Haid berarti mengalir, berasal dari ucapan orang-orang arab
Hâḏa Al Wâdi (lembah itu megalir), ada beberapa istilah yang serupa dengan kata
haid didalam bahasa arab yakni tamas,berarti darah kotor; ikbar berarti darah
yang kental; I‟sar, berarti tetesan darah; dan ḏahak berarti darah yang mengalir.4
Oleh para dokter definisi haid (menstruasi) secara ilmiah adalah siklus
bulanan yang memakan waktu selama dua puluh delapan hari. Hari pertama dari
siklus itu dimulai dengan rasa lemas (karena keluarnya darah). Pada hari kelima,
3
Abu Hasan Ali bin Hamid al Wahdi al Naisaburi, Asbabun Nuzul, (Beirut: Dar al Fikr,
1986) hlm.46
4
Luthfi Rahmatullah dkk,” Haid (Menstruasi) Dalam Tinjauan Hadis”, Jurnal Palastren,
Vol .6, No. 1, 2013
4
ketika rasa lemasnya telah pudar, mulailah putaran yang dahsyat dalam
Sedangkan pada hari keempat belas dari siklus bulanan, rahim telah
kehamilan, dan standarnya menurun seperti pada masa awal siklus. Setelah itu ada
hormon lain yang menempati posisi hormon-hormon hingga pada masa terjadinya
terjadi dan darah didalam rahim jadi mengalir sehingga menyebabkan haid.
Dalam tinjauan fiqih, haid berarti merupakan darah yang keluar dari vagina
seorang perempuan pada saat usia haid yaitu menurut kesepakatan para ulama
ketika seorang perempuan mencapai usia minimal 9 tahun atau lebih , dan darah
tersebut keluar secara alami, perempuan tersebut dalam keadaan sehat, dan bukan
karena melahirkan, maksimal masa haid adalah 15 hari jika darah keluar melebihi
masa tersebut maka itu tidak lagi disebut dengan darah haid melainkan darah
istihâḏah.6
seperti nifas maupun junub, dan hal yang diharamkan karena sebab janabah juga
diharamkan bagi orang haid, diantaranya adalah perempuan haid dilarang untuk
mengerjakan shalat, puasa, sujud tilawah, thawaf, masuk masjid dan i‟tikaf ,
menyentuh mushaf al- Qur‟an dan membaca al- Qur‟an. Namun terkait pada boleh
5
Abdullah bin Abdurrahman Al Bassam, Syarah Bulughul Maram, (Jakarta: Pustaka
Azzam),2009, h. 446
6
M. Hamim HR,Terjemah Fathul Qorib, (Kediri Jawa Timur : Snatri Salaf Press, 2014)
juz 1, hlm 77
5
atau tidaknya pada perkara membaca dan menyentuh mushaf al- Qur‟an ulama
Pada kelompok yang membolehkan hal ini tentu dikarenakan adanya kaitan
antara sifat dari najis pada haid yang identik dengan kotor dengan adab dan
kemuliaan al- Qur‟an itu sendiri. Mengingat yang disampai kan Yusuf Qardhawi
didalam bukunya Bagaimana berinteraksi dengan al- Qur‟an ? yang mana beliau
Begitu juga dengan apa yang disampaikan oleh Jalaluddin al-Suyuti didalam
karya nya al- Itqân Fî „Ulûm al-Qur‟an bahwasanya beliau memaparkan salah
satu tekhnis yang perlu dilakukan oleh seorang ketika akan berinteraksi dengan al-
mengatakan bahwasanya mengenai perkara suci dari najis tidak dikatakan makruh
فان مل جيد ادلاء تيمم, با ىو تارك لألفضل, وال يقال ارتكب مكروىا:قال امام احلرمني
Dalam kata lain pesan yang dapat kita ambil terkait dengan adab-adab
terhadap al- Qur‟an hendaklah seseorang yang berinterkasi dengan al- Qur‟an
harus terjaga dari najis. Dari pendapat ulama ini kemudian dapat kita tangkap
7
Wahbah al-Zuhaily, Fikih Thaharah Kajian Berbagai Mazhab, (Bandung: CV. Pustaka
Media Utama), h. 401
8
Yusuf Qardhawi, Bagaimana Berinterkasi Dengan Al- Qur‟an?, Terj. Kathur
Suhardi(Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2000), h. 135-206
9
Jalaluddin al-Suyuti, al- Itqân Fî „Ulûm al-Qur‟ân, (Beirut: Dar al- Fikri, 1951), j.1, h.
99-111
10
Abu Zakariyya Yahya bin Sarf al-Din al-Nawawi, al-Tibyân Fî Adâb Hamalat al-
Qur‟ân, (Beirut: Dar An-Nafa‟is, 1984) h. 73
6
sebuah pesan hendaklah ketika berinteraksi dengan al- Qur‟an dalam keadaan suci
dari najis.
seorang perempuan membaca dan menyentuh mushaf al- Qur‟an ketika dalam
keadaan haid.
َوسى بْ ِن عُ ْقبَة
َ اش َع ْن ُم
ِ ِ
ٍ َّاعْيل بْ ُن َعي ٍ ُ َح َّد ثَنَا َعلِ ُّي
ُ َبن ُحجر َو احلَ َس ُن بْ ُن عُ ْرفَةَ قَ َاال َحدَّثَنَا إ َْس
ب َشْيأً ِم َن ال ُق ْرآ ِن (رواه ِ ِ
ُ َصلَّى اهلل َعلَْيو َو َسلَّ َم َال تَ ْقَرأُاحل
َ ُائُ َوَال اجلُن َ بَع ْن نَاف ْع َع ْن ابْ ُن عُ َمَر َع ِن النَِّ ي
11
)الرتمذي
“Dari nabi SAW beliau bersabda, jangan lah kalian membaca dari al- Qur‟an
ب َّ ِ ُ َع ْن أَِ ْب بَ ْك ٍر بْ ُن ُُمَ َّم ْد بْ ُن َع ْم ُرو بْ ُن َح ْزٍم َع ْن أَبِْي ِو َع ْن َج يدهِ أَ َّن َر ُس
َّ َ ِول اهلل
َ َص لى اهللُ َعلَْي و َو َس ل َم َكت
اىٌر (رواه دار القط ي ِ ََ اِ َل أَى ِل ال يم ِن كِتاب ا فَ َك ا َن فِي ِو َال َِي س ال ُق رآ َن اَِّال
َّ َ ْ ً َ ََ ْ
12
)
“Dari Abu Bakar bin Muhammad bin „Amru bin Hazm dari ayahnya dari
kakeknya bahawasanya Rasulullah SAW menulis sebuah surat kepada penduduk
Yaman yang isinya tidaklah menyentuh al- Qur‟an kecuali orang yang suci” (HR.
Dâr al- Quṯni)
Kemudia kedua hadis di atas, dikuatkan oleh firman Allah SWT didalam surah
didatangi tamu bulanan (Haid/ menstruasi), karena perkara haid ini tentu akan
11
Imam Tirmidzi, Sunan Al- Tirmidzî, ( Beirut: Dar al- Fikr,1994) kitab Thaharah, Bab
Haid dan Junub : Keduanya Tidak Membaca al- Qur‟an, j.1, no.131, h. 182
12
„Alî bin „Umara Dâr al- Quṯni, Sunan Dâr al- Quṯni, (Beirut: Dâr al- Ma‟ârifah, 1422H/
2001 M), Bab Hadis Larangan Menyentuh Mushaf, j.1, h. 121,
7
yang senantiasa bisa beribadah tanpa ada halangan apapun, sehingga beberapa
adanya anggapan bahwa perempuan kurang akal dan kurang agamanya. 14 Tentu
persepsi ini muncul karena adanya kesalahan manusia dalam memahami hadis ini
Padahal maksud yang disampaikan pada hadis ini ialah berkaitan dengan
persaksian laki-laki yang diberikan otoritas lebih dari pada perempuan karena
laki-laki pada masa Rasulullah SAW fungsi dan figur publik diberikan kepada
memang hanya perempuanlah yang mengalami menstruasi yang mana keadaan ini
13
Abi „Abdillah Muhammad bin Isma‟il bin Ibrahim Al Bukhari, Sahîh al Bukharî,
Kitab Haid, Bab Tark al- Hâiḏ wa al- Saum, j.1 No. 2484, h. 178
14
Nasarudin Umar, Ketika Fikih Membela Perempuan, (Jakarta: Kompas Gramedia,
2014),h. 52
15
Ahmad Fudhaili, Perempuan Di Lembaran Suci Kritik Atas Hadis-Hadis Shahih,
(Jakarta: Transpustaka), h,137
8
haid 16.
Namun kekurangan bagi wanita yang dimaksud di sini adalah bukan aib
bagi mereka, justru merupakan sebuah rahmat yang harus disyukuri karena pada
yang demikian itu terdapat banyak hikmah yang tidak semuanya dapat ditangkap
oleh manusia.17
Tidak terlepas dari itu semua, aktivitas yang menyangkut tentang ke al-
umat Islam terlebih negara yang mayoritas penduduknya adalah muslim, al-
Qur‟an banyak dikaji baik dari segi bacaan, hukum maupun makna-makna yang
forum seminar bahkan sudah menjadi lembaga resmi yang ada di segala penjuru
baik di pelosok maupun ibukota. Contohnya saja seperti yang banyak populer di
Qur‟an seperti Pesantren Tahfidz al- Qur‟an, yang mana tentunya aktivitas yang
ada di pesantren seperti ini tidak lepas dari hal-hal yang menyangkut tentang al-
Qur‟an itu sendiri seperti menambah hafalan, menyetor kan hafalan dan
tentu ini menjadi masalah yang cukup sulit bagi seorang perempuan yang sedang
menempuh proses menghafal al-Qur‟an, Karena jika ia sedang datang bulan atau
16
Husein Muhammad dan Mamang Muhammad Haerudin, Mencintai Tuhan, Mencintai
Kesetaraan : Inspirasi Dari Islam dan Perempuan, (Jakarta: Kompas Gramedia,2014), h. 178
17
Ibnu hajar asqalany, bulughul maram terj. Bulughu maram min adhillatil ahkam
(Damaskus: darul fikr)2008. H.78
9
haid ia tidak diperbolehkan membaca dan menyentuh al-Q ur‟an, dan jika hafalan
al-Qur‟an tersebut tidak diulang maka hafalan tersebut pasti akan hilang atau jika
berinteraksi dengan al-Qur‟an tentu hafalan al-Qur‟an nya tidak akan bertambah
dan ini akan berdampak pada tidak akan selesai nya hafalan 30 juz sesuai dengan
target yang sudah ditentukan. Hal ini pun sejalan dengan sabda Rasulullah
bahwasanya hafalan al-Qur‟an itu lebih cepat terlepas dari pada onta yang terikat
ٍ ِ
ُصلَّى اللَّوَ َّب وسى َع ْن النِ ي َ ُس َام َة َع ْن بَُريْد َع ْن أَِب بُْرَدةَ َع ْن أَِب ُمَ َحدَّثَنَا ُُمَ َّم ُد بْ ُن الْ َع ََلء َحدَّثَنَا أَبُو أ
َش ُّد تَ َفلُّتًا ِم ْن ا ِإلبِ ِل ِ ِْف عُ ُقلِ َها ِ ٍ
َ س ُُمَ َّمد بِيَدهِ َذلَُو أ
ِ َّ
ُ اى ُدوا َى َذا ال ُق ْرآ َن فَ َوالذي نَ ْف َ ََعلَْي ِو َو َسل ق
َ ال تَ َع
18
)ث ِالبْ ِن بََّر ٍاد (رواه البخاري ِ ظ احل ِدي
ْ َ ُ َولَ ْف
Selain dari pada itu renggang waktu antara masa haid dengan tidak yang
datang nya rasa malas ketika sudah kembali suci dari haidh. Sedang kan didalam
sebuah hadis Rasulullah juga menjelaskan tentang bahwasanya tidak ada dosa
yang lebih besar dari pada dosa orang yang mengetahui ayat atau surat al- Qur‟an
kemudian ia melupakannya.
َب َرَّو ٍاد َعن ابْ ِن ُجَريْ ٍج ِ َ َخبَ رنَا َعْب ُد ادل ِجْي ُد َعْب ُدبد احلَ َك ِم اخلََّز ُاز أ
ْ ِالعزيْز بْ ِن أ َ َ ْ ُ الوَّىاب بْ ُن َع َ َحدَّثَنَا َعْب ُد
صلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم ِ ُ ال رس ٍ ِس ب ِن مال ٍ َّب بْ ِن َعْب ِداللَّ ِو بْ ِن َحْنط
ِ َعن ادلطللي
َ ول اللَّو ُ َ َ َال قَ َك ق َ ْ ٍ َب َعن أَن
ِِ ِ َّ ع ِرضت علَي أُجور أ َُّم ِِت ح ََّّت ال َق َذاةُ ُُيْ ِرجها
وب أ َُّم ِ ِْت فَلَم أ ََر
ُ ُت َعلَ َّي ذُن
ْض َ الر ُج ُل م َن ادلسجد َوعُ ِر َُ َ ْ ُ ُ َّ َ ْ َ ُ
َ
19
)رآن أَو آيٍَة ِمن أُوتِ َيها َر ُج ٌل ُُثَّ نَ ِسيَها (رواه الرتمذي ِ َذنْبا أ َْعظَم ِمن سورةٍ ِمن ال ُق
َُ ْ َ ً
18
Al- Bukhari, Sahîh Bukhârî, Kitab Fadâil al Qur‟ân, Bab Mengingat-ingat Al Qur‟an
dan Menjaganya, No. 4711, h.35
19
Abu „Isa Muhammad Ibnu Mûsa al Ḏahaq al Sulamî al Bughi, Sunan al-Tirmidzî,
(Kairo: Dar Al-Hadist, 2005), kitab Faḏail al-Qur‟an,Bab 19, No. 2916, j.5, h.25
10
adab dan hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh wanita yang sedang haid,
dengan merujuk kepada hadis diatas dapat kita artikan bahwasanya seorang
menyentuh mushaf al-Qur‟an tidak ada yang bisa dijadikan hujjah karena status
kualitas hadisnya adalah ḏaif (lemah), hal ini disebabkan karena ada kecacatan
pada periwayat hadis tersebut. Begitu juga dengan firman Allah didalam al-
terhadap penafsiran mengenai ayat ini, seperti pendapat Ibnu Abbas yang
hal ini dilihat dari ayat sebelumnya yang berbunyi kitâbun maknûn (kitab yang
ada dilangit)20.
20
Ibnu Katsir, tafsirul qur‟anil adzhim, jilid 4, hal 298
11
oleh perempuan yang setiap bulan nya mengalami menstruasi, terlebih perempuan
yang sedang menempuh proses menghafal al-Qur‟an atau yang sedang mengejar
tersebut diatas agar hafalan al-Qur‟an yang sedang ditempuh tidak hilang/lupa?
Atau pada lembaga yang background al-Qur‟an mempunyai fatwa tersendiri yang
melanjutkan hafalan mereka ketika dalam keadaan haid, seperti di Pesantren An-
Nur, Ngerukem, Sewon, Bantul dan Yogyakarta.22 Kendati demikian ada juga
pesantren yang ketat menerapkan adab dalam membaca dan menyentuh mushaf
al-Qur‟an.
bukanlah sesuatu yang baru, dalam artian terkait hukum membaca dan menyentuh
mushaf al-Qur‟an sudah dibahas dan dikaji oleh ulama-ulama terdahulu, begitu
juga dengan dalil-dalil yang terkait dengan hal tersebut. Namun hal yang paling
mendasar penulis kembali mengangkat tema ini ialah terkait bagaimana penerapan
21
Abu Zakariyya Yahya bin Sarf al-Din al-Nawawi, al-Tibyân Fî Adab Hamalat al-
Qur‟an, (Beirut: Dar An-Nafa‟is, 1984)
22
M.Saiful Bahri, “Problematika Hukum Membaca Al- Qur‟an Bagi Wanita Haid Dalam
Proses Tahfidz”,(Skripsi S1 Syari‟ah, Universitas Islam Negri Sunan Kalijaga, 2007)
12
menjadikan hadis ini sebagai dasar atau alasan tidak belajar al-Qur‟an jika sedang
dalam keadaan menstruasi atau bagi seorang penghafal al-Qur‟an hadis ini
dan menambah hafalan ketika menstruasi, hal ini pula yang menjadi pembeda
antara penelitian yang lain yang mengkaji seputar keshahihan dalil sehingga dapat
ditetapkan bahwa dalil terkait membaca dan menyentuh mushaf al-Qur‟an bisa
Maka dari itu fokus penulis pada penelitian ini menyangkut bagaimana
hadis ini dipahami dan diterapkan oleh masyarakat terutama yang setiap harinya
pesantren takhassus al- Qur‟an IIQ Jakarta. Yang mana pesantren Institut Ilmu al-
Qur‟an (IIQ) Jakarta ini adalah sebuah pesantren yang memadukan antara
resmi perguruan tinggi (Institusi), yang mana yang menjadi syarat wajibnya
seorang mahasantri yang juga mahasiswi ini lulus ke semester selanjutnya jika ia
dengan kategori yang diambil oleh si mahasiswi. Jika pada akhir semester
mahasiswi tersebut tidak bisa menyelesaikan target hafalan al-Qur‟an nya, maka
berikutnya.23
23
Wawancara langsung antara penulis dengan mahasiswi IIQ Jakarta pada tanggal 16-
november-2017
13
B. Identifikasi Masalah
perempuan seperti:
C. Pembatasan Masalah
maka di sini penulis membatasi penelitian yang akan diteliti hanya pada larangan
bagi perempuan haid membaca dan menyentuh mushaf al-Qur‟an, yang mana
penulis akan memaparkan hadis yang sebelumnya sudah penulis sebutkan di atas
sebagai tolak ukur adanya larangan membaca dan menyentuh mushaf al- Qur‟an
Sehingga fokus penulis pada penelitian ini yaitu bagaimana hadis ini
dipahami oleh santri Pesantren Takhassus IIQ Jakarta, serta penerapan hadis ini
pada keseharian mahasantri IIQ, yang mana setiap mahasantri nya di bebankan
D. Perumusan Masalah
memperoleh gelar sarjana program studi tafsir al- Qur‟an dan hadits di
penulis dan umumnya kepada para pembaca sebagai bahan rujukan bagi
F. Tinjauan Pustaka
para ulama madzhab berpendapat hukum bagi seorang wanita haid yang membaca
al- Qur‟an adalah haram, sebagaimana pendapat ini masyhur dikalangan syafii.24
24
Abu Zakariya Muhyiddin Yahya bin Syaraf Al- Nawawi, Al- majmu‟ syarah al
Muhadzdzab,(Beirut: Dar Al- Fikr, 1994) jilid 2, hal 357
15
menyentuh mushafnya.25
taklim ciputat tentang hadis tersebut adalah haram membaca al- Qur‟an
ketika haid.26
perempuan haid membaca dan menyentuh mushaf al- Qur‟an Nabi SAW
tidak melarang secara jelas, dan belum dtemukan hadis yang shahih, maka
pendapat yang membolehkan hal itu dijadikan dalil sebagai solusi bagi
25
Syaikh Kamil Muhammad „Uwaidah, Fiqih Wanita : Edisi Lengkap (Jakarta : Pustaka
al-Kautsar, 2008), 77.
26
Fauziatul Akmal, “Pengetahuan Jamaah Majelis Taklim Kecamatan Ciputat Timur
Terhadap Hadis Membaca dan Menyentuh Al- Qur‟an Bagi Wanita Haid dan Junub,”(Skripsi S1
Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, 2009)
16
Studi Atas Surat Al Baqarah Ayat 222” (Skripsi, 2009), bahwasanya darah
berjima‟ antara suami dan istri, shalat, membaca atau menyentuh al-
Hanifah, Malik, Syafii, dan Ahmad bin Hanbal) sepakat bahwasanya orang
al-Qur‟an, hal ini juga disampaikan oleh oleh mantan rektor Universitas Al
Azhar Mesir, Syekh Jadul Haq bahwa seornag muslim tidak boleh
Qur‟an.29
penulis lakukan perbedaan nya terletak pada tempat penelitian dan pembahasan
27
Ahmad Zainunnashih, “Pandangan Ulama Terhadap Kebolehan Wanita Haid Dalam
Membaca dan Menyentuh Al Qur‟an,”(Skripsi S1 Fakultas Syari‟ah dan Hukum, Universitas
Islam Negeri (UIN) Jakarta, 2013)
28
Sapnah, “Menstruasi Menurut Quraish Shihab dalam Tafsir Al Misbah : Studi Atas
Surat Al Baqarah Ayat 222,”(Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam
Negeri Jakarta, 2009)
29
Syarif Rahmat, “Berwudu Untuk Menyentuh Mushaf al- Qur’an”, Buletin Jum’at Qum ,
No. 209 (Desember 2005)
17
G. Metodologi Penelitian
1. Metode penelitian
(field research) yaitu dengan cara langsung meneiliti objek yang akan diteliti guna
merupakan metode spesifik tentang apa yang terjadi pada objek penelitian.30
untuk menguji teori-teori tertentu dengan cara meneliti hubungan antara variabel,
sehingga data yang terdiri dari angka-angka dapat dianalisis berdasarkan prosedur
statistik. Dan analisa data yang penulis gunakan di sini adalah statistik deskriptif
yaitu penyajian data statistik yang sudah diproses melalui program SPSS
yang diperoleh dari keadaan, gejala, atau fenomena dan persoalan yang didapat di
lapangan. penyajian data statistik deskriptif biasanya tersaji dalam bentuk tabel,
membaca dan menyentuh mushaf al- Qur‟an di Pesantren Takhassus IIQ Jakarta
seperti buku, kitab, karya ilmiyah dan sumber-sumber data yang relevan dengan
penelitian.
30
Emriz, Metodologi Penelitian Pendidikan: kualitatif dan kuantitatif,(Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2008), h. 169.
31
Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi dan Kara
Ilmiah,(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), h. 38
18
2. Sumber Data
banyak nya data yang di peroleh mengenai masalah yang berkaitan dengan
penelitian ini, diantara nya dengan menggunakan data primer dan data sekunder.32
a. Data primer adalah sumber data utama atau pokok yang menjadi
data utama dalam objek penelitian ini yang dianataranya diperoleh melalui
responden melalui angket yang disebarkan. Dalam hal ini responden yang penulis
maksud adalah mahasiswi semester II IIQ prodi Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir.
yang berkaitan dengan penelitian ini diantaranya melalui wawancara kepada pihak
lembaga terkait Pesantren Takhassus IIQ Jakarta dan kajian pustaka berupa kitab-
kitab takhrij, buku, skripsi, tesis dan jurnal yang berkaitan dengan penelitian ini.33
lain adalah elemen penelitian yang hidup dan tinggal bersama-sama dan secara
teoritis menjadi target hasil penelitian. Jadi, populasi adalah semua anggota
kelompok manusia, yang tinggal bersama dalam satu tempat dan secara terencana
menjadi target kesimpulan dari hasil akhir suatu penelitian.34 dalam hal ini adalah
untuk sumber data tersebut. Dengan kata lain sampel adalah sejumlah anggota
yang dipilih dari populasi, Kemudian syarat yang paling penting untuk
32
Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi dan Kara Ilmiah,h.
137
33
Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif,
(Bandung: al- Fabeta, 2010)h. 193
34
Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003), h. 53
19
diperhatikan dalam pengambilan sampel ada dua macam, yaitu jumlah sampel
yang mencukupi dan profil sampel yang dipilih harus mewakili keadaan populasi
yang sesungguhnya.35
adalah satu tahun sehingga yang menjadi target sampel dalam penelitian ini
di area pesantren. Kedua dalam penelitian ini sasaran penelitian yang dijadikan
sampel adalah mahasiswi prodi Ilmu al- Qur‟an dan Tafsir dengan melihat
pertimbangan latar belakang pendidikan mahasiswi Ilmu al- Qur‟an dan Tafsir
adalah dominan lulusan dari pesantren sehingga tentu ini akan berpengaruh pada
al- Qur‟an dan Tafsir berjumlah 100 orang, dan sampel yang diambil berjumlah
80 orang.
a. Interview(Wawancara)
35
Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan, h. 54
36
Yaitu merupakan tekhnik penentuan sampel dengan pertimbangan khusus sehingga
layak untuk dijadikan sampel, (Baca Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis,
Disertasi dan Karya Ilmiah, h. 155)
20
susunan pertanyaan dan susunan kata-kata dalam setiap pertanyaan dapat berubah
b. Kuisioner (Angket)
dari mahasantri takhassus IIQ Jakarta khususnya mahasiswi Prodi Ilmu Al-
Qur‟an dan Tafsir terkait pemahaman nya mengenai larangan hadis membaca dan
5. Analisa Data
Dimana peneliti mengungkapkan data dan fakta secara ilmiah tanpa mengurangi
menggabungkan antara data primer yaitu data hasil penyebaran angket dengan
data sekunder berupa hasil wawancara dan juga kajian kepustakaan yang mana
kedua data tersebut menjadi sebuah data yang bisa saling melengkapi sehingga
penggabungan dua data tersebut menjadi sebuah narasi deskriptif yang diuraikan
37
Nurul Zuriah, Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan,(Jakarta: PT Bumi Aksara,
2005), h. 179
38
Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: Rajawali, 1989), h. 24
21
skala model Likert, untuk mengukur pengetahuan, sikap dan pendapat seseorang
atau sekelompok orang terhadap fenomena sosial. Skala sikap digunakan untuk
mengungkapkan sikap pro dan kontra, positif dan negatif, serta setuju dan tidak
setuju terhadap suatu objek sosial. Skala model likert disediakan 5 alternatif
jawaban, yang mana setiap item instrument nya mempunyai gradasi dari sangat
setuju sampai sangat tidak setuju dengan penilaian 5 untuk point sangat setuju,
dalam bentuk tabel yang disebut dengan tabel distribusi. Tabel distribusi frekuensi
dibagi menjadi dua, yaitu distribusi frekuensi tunggal dan distribusi frekuensi
kelompok. Dan pada penelitian ini penulis menggunakan tabel distribusi frekuensi
39
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, (Bandung: Alfabeta,
2006), h. 137
22
23
6. Tekhnik penulisan
Adapun tekhnik penulisan skripsi ini, penulis mengacu pada panduan buku
H. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan tersebut dimaksudkan sebagai gambaran yang akan
dirinci ke dalam bab yang terdiri dari latar belakang, identifikasi masalah , batasan
Bab II, pada bab ini berisi tentang hal-hal yang terkait dengan hadis-hadis
yang membahas seputar apa saja yang di larang bagi perempuan haid (hadis
tentang sholat, hadis puasa, hadis mengenai haji, hadis masuk masjid, hadis
Bab III, pada bab ini berisi tentang profil pesantren IIQ Jakarta (sejarah,
Visi Misi, Tujuan dan kebijakan target hafalan IIQ Jakarta) bagaimana pendapat
41
Pedoman akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2013-
2014
24
Bab IV, pada bab ini berisi tentang pemahaman hadis tersebut sebagai
berikut juga aplikasi hadis tersebut dengan kebijakan yang berlaku di lingkungan
pesantren.
BAB II
Salah satu syarat sahnya salat ialah suci dari najis, karena sholat nya
seseorang yang tanpa wudhu tidak akan diterima, hal ini jelas tertera di dalam
dengan haid yang tergolong kepada hadas besar, yang mana diwajibkan untuk
mandi ketika sudah suci dari haid. Jika syarat diterimanya salat adalah suci dari
hadas kecil maupun besar, maka syarat diterimanya puasa ialah bersih dari hadas
Di samping itu, pelarangan puasa bagi orang haid ini sifatnya tegas,
berbeda dengan pengecualian yang lain seperti tidak berpuasa bagi orang yang
sakit, atau tidak berpuasa bagi orang yang sudah renta/tua yang sifat pembolehan
tidak berpuasanya adalah bentuk keringanan. Sedangkan perempuan yang haid itu
kondisi kesehatannya menurun, kurang fit, dan emosi yang kadang tidak stabil.
Oleh karena itu, Islam memberikan keringanan tidak wajib berpuasa, bahkan
25
26
yang berlebihan akan tetapi merupakan bentuk kasih sayang Allah untuk menjaga
kesehatan fisik dan saraf wanita, baik itu jiwa maupun raganya. 1
َع ْن، َع ْن أَبِ ِيو، َحدَّثَنَا ِى َش ُام بْ ُن عُ ْرَوَة،َ َحدَّثَنَا أَبُو ُم َعا ِويَة:ال َ ََحدَّثَنَا ُُمَ َّم ٌد ُى َو ابْ ُن َسَلٍَم ق
ول اللَّ ِو
َ يَا َر ُس:ت ِ
ْ َصلَّى اهللُ َعلَْيو َو َسلَّ َم فَ َقال َ َّبش إِ َل النِ يٍ ت أَِب ُحبَ ْي ِ
ُ ت فَاَ َمةُ بِْن ْ َ َجاء:ت
ِ
ْ ََعائ َشةَ قَال
ِ ِ إََِّّنَا َذل،َ «ال:ول اللَّ ِو صلَّى اهلل َعلَي ِو وسلَّم
ك َ ََ ْ ُ َ ُ ال َر ُس َّ ُاض فََلَ أََْ ُه ُر أَفَأ ََدع
َ الصَلََة؟ فَ َق ُ ُستَ َح ْ إِ يِن ا ْمَرأَةٌ أ
»صليي َّ كِ ت فَا ْغ ِسلِي َعْن َّ ك فَ َد ِعي
ْ َوإِ َذا أ َْدبََر،الصَلََة ِ ُضت ْ َ فَِإ َذا أَقْ بَ ل،ٍُ َولَْيس ِِبَْي،ِع ْر ٌق
َ َّالد َم ُُث َ ت َحْي َ
ِ ٍ ِ ِ
)ت» (رواه البخاري ُ ْالوق
َ ك َ َح ََّّت َِجييءَ َذل،صَلَة َ « ُُثَّ تَ َوضَّئي ل ُك يل- :ال أَِب َ َ َوق:ال َ َ ق-
“dari 'Aisyah berkata, "Fatimah binti Abu Hubaisyi datang menemui Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam dan berkata, "Wahai Rasulullah, aku adalah seorang
wanita yang keluar darah istihâḏah (darah penyakit) hingga aku tidak suci.
Apakah aku boleh meninggalkan salat?" Rasulullah SAW lalu menjawab:
"Jangan, sebab itu hanyalah semisal keringat dan bukan darah haid. Jika datang
haidmu maka tinggalkan salat, dan jika telah terhenti maka bersihkanlah sisa
darahnya lalu salat." Hisyam berkata, "Bapakku (Urwah) menyebutkan,
"Berwudulah kamu setiap akan salat hingga waktu itu tiba.”2
Di dalam riwayat Ibnu Majah ada penambahan “dan jika ada darah
menetes keatas tikar”. Dari teks hadis ini dijelaskan bahwasanya jika darah
mengalir dari kemaluan wanita bukan pada waktunya, itu merupakan darah haid
melainkan istihâḏah, sebab keluar bukan dari dalam rahim. Dalam riwayat lain
Rasulullah SAW menjelaskan: Darah haid dapat dikenal, warnanya adalah hitam.
ِ ََسلَ َم َع ْن ِعي
اض ْ َخبَ َرِِن َزيْ ٌد ُى َو ابْ ُن أ َ ََخبَ َرنَا ُُمَ َّم ُد بْ ُن َج ْع َف ٍر ق
ْ ال أ ْ ال أ ُ َِحدَّثَنَا َسع
َ َيد بْ ُن أَِب َم ْرَََي ق
َّ ِ َّ َّ َ ول اللَّ ِو ٍ ِب ِن عب ِد اللَّ ِو عن أَِب سع
ت َ س إِ َذا َح
ْ اض َ أَلَْي...( صلى اللوُ َعلَْيو َو َسل َم ُ ال َخَر َج َر ُس َ َي ق اخلُ ْد ِر ي
ْ يد َ َْ َْ ْ
)) (رواه البخاري...ص ْم ُ َص يل َوَملْ ت
َ َُملْ ت
1
Yusuf Qardhawi, Tirulah Puasa Nabi: Resep Ilahi Agar Sehat Jasmani-Ruhani.
Penerjemah Danis Wijaksana (Bandung: PT Mizan Pustaka,2011), h. 63
2
Al- Bukhârî, Sahîh Bukhârî, Kitab Haid, Bab Mencuci Darah, j.1, no. 221
3
Ibnu Hazm Al Husaini Al Hanafi Ad Damsyiqi, Asbabul Wurud 1, Latar Belakang
Historis Timbulnya Hadis-Hadis Rasul, terj. Suwarta Wijaya, (Jakarta: Kalam Mulia,2011), h. 38-
39
27
“Dan bukankah apabila kalian haid tidak bisa berpuasa dan tidak bisa salat?” 4
Hadis ini menjadi landasan wanita yang sedang haid tidak berdosa karna
menjalankan ibadah puasa dan salat akan tetapi Perempuan haid wajib mengqada‟
(mengganti) puasa nya ketika ia telah suci dari haid berbeda dengan salat, tidak
menyatakan bahwa mengqada‟ salat hukumnya makruh dan menjadi salat sunnah
Hal ini termaktub di dalam sebuah hadis Rasulullah yang diriwayatkan oleh
Muslim:
puasa dan salat adalah bahwa salat adalah ibadah yang berulang-ulang, maka tidak
wajib diganti karna hal itu akan menyusahkan.7 Dan ini merupakan rahmat Allah
4
Abi „Abdillah Muhammad bin Isma‟il bin Ibrahim Al Bukhari, Sahîh al- Bukhârî,
Kitab Al Syahadah, Bab Syahadah Al Nisa‟, No. 2484, h. 178
5
Wahbah Az-Zuhaili, Al- Fiqhul Islâmî Wa Adilatuhû, terj. Masdar Hilmy, ( Bandung:
Pustaka Media Utama) h.402
6
Muslim bin Hajjaj Abu al Hasan al Qusyairi al Naisabûrî, Sahîh Muslim, (Kairo:
Maktabah Al Islamiyah, 1432 H/ 2011 M), Kitab Haid, Bab Wajib Mengganti Puasa, No.69, h. 78
7
Ibnu Hajar al Asqalani, Fathul Bâri Syarah: sâhih Bukhârî, terj. Gazirah Abdi Ummah,
(Jakarta: Pustaka Azzam), 2002, h. 553
28
SWT, karna jika salat harus diqaḏa‟, tentu akan sangat memberatkan karena
banyaknya jumlah salat yang ditinggalkan pada hari-hari haid. Berbeda dengan
puasa yang hanya dilakukan sekali setahun , yaitu pada bulan ramadhan. Dan hari-
hari haid seorang perempuan normal berlaku 6-7 hari, sehingga tidak akan
Sejumlah rangkaian ibadah haji yang tidak diperkenankan oleh ulama untuk
dilakukan ketika haid adalah tawaf dan sai. Namun perkara seorang perempuan
harus suci ketika tawaf mayoritas ulama berbeda pendapat. Mayoritas ulama
8
Hendrik, Problema Haid: Tinjauan Syariat Islam dan Medis, (Solo: Tiga
Serangkai,2006), h.192
9
Abu Abdillah Al Hakîm muhammad bin Abdullah bin Na‟im bin Al Hakam Al- Ḏabi
Al- Aṯahmani Al Naisabûri, Mustadrak „Alâ sahîhain, (Beirut: Dar Al Kutub Al‟ilmiyah, 1411 H/
1995 M), Kitab Manasik, J.1, No. 1686, h.630
29
ini tertolak seperti Ibnu Taimiyah dan ulama yang lain sepakat bahwasanya
wudhu ketika ingin tawaf tidak wajib, dikarenakan hadis tersebut mauquf,
kemudian adanya pelarangan mengenai tawaf ketika haid, hal ini bukan karna
tawaf harus berwudhu akan tetapi karna tawaf dilakukan di masjid 11, Begitu juga
yang diungkapkan oleh syaikhul Islam di dalam kitab majmû‟ fatawâ bahwasanya
bersuci dari hadas tidaklah diwajibkan di dalam tawaf, meski dianjurkan untuk
ṯaharah kecil (berwudhu), namun itu juga tidak terdapat dalil syar‟i yang
mewajibkan taharah kecil ketika tawaf. Pendapat ini juga dikutip oleh Ibnu Hazm
perempuan haid tawaf adalah karna masjidnya, terlebih masjidil haram adalah
10
Imam Abi Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim Al Bukhari, Sâhîh Bukhâri,
(Kairo: Darul Fikr,tt), Kitab Haid, j.1, no. 294, h. 76
11
„Adil Sa‟di, Fiqh Al Nisa, Thaharah Salat, terj. Abdurrahim, (Jakarta : PT Mizan
Publika, 2006) H. 47
12
Abu Malik Kamil Ibn Sayyid salim, Fikih Sunnah Wanita: Referensi Fikih Wanita
Terlengkap, terj. Firdaus, (Jakarta: Qisti Press, 2013),h.47
30
sebaik-baik masjid, sebagaimana firman allah SWT kepada Nabi Ibrahim dalam
sama seperti bersucinya seorang wanita untuk melaksanakan salat. Akan tetapi,
bolehnya wanita untuk melakukan iktikaf di dalam masjidil haram ketika dalam
keadaan haid. Karena itulah wanita yang sedang dalam keadaan haid tidak
sepakat tentang tidak ada halangan bagai perempuan haid dan nifas untuk
melakukan rangkaian ritual ibadah haji kecuali tawaf dan salat dua rakaat untuk
tawaf. baik itu wajib maupun sunnah. Ijma‟ ini pun kemudian disepakati oleh Ibnu
Para imam mazhab empat telah sepakat melarang orang haid dan nifas karna
hadis ini, selanjutnya jika dia menyalahi ketentuan di atas dan melakukan tawaf
rukun, maka tidak sah tawafnya dan tidak bisa di ganti dengan dam (denda),
Menurut golongan hanafiyah, tawafnya sah dan wajib membayar unta dan tidak
sah sainya yang dilakukan setelah tawaf, tapi harus dganti dengan kambing.15
Dalam riwayat lain diceritakan bahwasanya ketika itu Asma‟ binti Umais
sedang mengalami nifas karna baru saja melahirkan Muhammad bin Abu Bakar,
13
Ibnu Taimiyah, Fatawa Al-Nisa, terj. Khairun Naim, (Jakarta: Ailah, 2005), h. 44-45
14
Syeikh Imad Zaki al-Barudi, Tafsir Wanita, terj. Samson Rahman, (Jakarta: Pustaka
Kautsar, 2005),h. 81
15
Siti Choiriyah, “ Tawaf Bagi Wanita Haid Menurut Ibnu Mas‟ud al Kasani”, (Skripsi
S1, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Jakarta, 2012), h. 56
31
lalu Rasulullah SAW memerintahkan Abu Bakar, agar Asma‟ mandi dan
yang dikerjakan oleh orang-orang kecuali tawaf di kakbah, hal itu terjadi sewaktu
haji wada‟, Hal ini juga dilakukan oleh Ibnu „Umar. Dengan demikian wanita haid
harus melakukan kegiatan sebagaimana orang yang sedang berhaji, hanya saja ia
Bagi seorang perempuan yang sedang haid, tidak diwajibkan untuk tawaf
wada‟, mereka cukup menggantinya dengan berdiri sambil berdoa didepan pintu
ٍ ِظ لِسع
َع ِن ابْ ِن، َحدَّثَنَا ُس ْفيَا ُن: قَ َاال،يد َّ ِ ٍ ُ يد بْن َمْن ِ
َ ُ َوالل ْف،َ َوأَبُو بَ ْكر بْ ُن أَِب َشْيبَة،صور ُ ُ َحدَّثَنَا َسع
ِ ِِ ِ ِ َ َ ق،اس ٍ َّ َع ِن ابْ ِن َعب، َع ْن أَبِ ِيو،ََ ُاو ٍس
َ إَِّال أَنَّوُ ُخف،َّاس أَ ْن يَ ُكو َن آخ ُر َع ْهدى ْم بِالْبَ ْيت
يف ُ «أُمَر الن:ال
)ُ» (رواه مسلم ِ ِاحلَائْ َع ِن الْ َم ْرأ َِة
“Rasulullah memerintahkan manusia (yang berhaji) agar akhir yang
dilakukannya adalah tawaf dibaitullah, namun beliau memberikan keringanan
bagi perempuan haid” (HR. Muslim).18
3. Hadis Larangan Perempuan Haid Masuk Masjid
masuk kedalam masjid, akan tetapi ulama berbeda pendapat mengenai hal ini ,
dikarenakan ada beberapa redaksi hadis yang membolehkan dan ada yang tidak,
sehingga di sini terlihat antara redaksi hadis yang satu dengan yang lain seolah-
16
As-Sayyid Muhammad Shiddiq Khan, Al-qur‟an dan As-Sunnah Bicara Wanita
,(Jakarta: Darul Falah,2001), h. 263-264
17
Nasaruddin Umar dan Indriya R. Dani, 100+ Kesalahan Dalam Haji dan
Umroh,(Jakarta: Qultum Media,2008),
h. 40-41
18
Muslim bin Hajjaj Abu al Hasan al Qusyairi al Naisaburi, Sahih Muslim, Kitab Haji,
Bab Wajibnya Tawaf Wada‟ dan Terbebasnya Wanita Haid Melakukannya, No.2351
32
َ َت بْ ُن َخلِْي َف َة ق
ُ ال َحدَّثْتَِ ْي َج ْسَرةُ بِْن
ت ٍ ِِ
ْ ََّد َحدَّثَنَا َعْب ُد الْ َواحد بْ ِن ِزيَاد َح ّدثَنَا األَفْ ل ً َح َدثَنَا ُم َسد
ِ ول اللِو ص َّل اهلل علَي ِو وسلَّم ووجوه ب ي
وت ُ ول َجاءَ َر ُس ُ ت َعاِئَشةَ َر ِض َي اهللُ َعْن َها تَ ُق ِ َدجاجةَ قَال
ُُ ُ ُ ُ َ َ َ َ ْ َ ُ َ ُ ت ََس ْعْ َ ََ
ال َو يج ُهوا ىذه البيوت عن ادلسجد ُث دخل النب صلى اهلل عليو َ َص َحابِِو َشا ِر َعةٌ ِف ادل ْس ِج ِد فَ َق
ْأ
َ
وسلم ومل يصنع القوم شيئا رجاء أن تنزل فيهم رخصة فخرج إليهم بعد فقال وجهوا ىذه البيوت
ِِ ِ ِ
)ب (رواه ابو داود َ ُُ َوَال ُجن َ عن ادلسجد فَِإ يِن َال أُح َّل ادلَ ْسج َد حلَائ
“Musaddad telah menceritakan kepadaku, menceritakan kepadaku Abd al-
Wahid bin Ziyad, telah meneritakan kepadaku al- Aflat bin khalifah
berkata: telah menceritakan kepadaku Jasrah binti Dajajah ia berkata:
“Saya mendengar Aisyah r.a bercerita bahwa Rasulullah saw, pernah
datang ketika itu bagian depan rumah sahabat Nabi berhadapan dengan
masjid. Maka Nabi bersabda: Palingkan! Bagian depan rumah kalian dari
amasjid . Akan tetatpi para sahabat tidak melakukan apa-apa berharap
adanya keringanan. Maka Rasulullah saw keluar menuju mereka dan
bersabda: palingkan bagian depan rumah kalian dari masjid sesungguhnya
saya tidak menghalalkan masjid untuk (dimasuki) orang junub dan haid”.19
Di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Sahabat Aisyah
ulama hadis memberikan penilaian yang berbeda-beda, ada yang menta‟dil dan
kaidah ilmu hadis jarh harus didahulukan dari pada ta‟dil, Dengan demikian hadis
19
Abu Dâwud Sulaimân bin al- Asy‟âsy bin Ishâq bin Basyîr bin Syadad al- Azdi al-
Sijistâni, Sunan Abi Dâwud, (Beirut: Dar al- Fikr,tt), Bab fî Al-Junubi Yadkhulu al- Masjida J.1, h.
207
20
Ahmad Hidayat shaufi, “Studi Kritik Hadis Wanita Haid Masuk Masjid; Analisa Sanad
dan Matan”, (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, UIN Jakarta, 2007), h. 72-74
33
kepadaku: "Ambillah untukku minyak wangi dari masjid." Aisyah lalu menjawab,
"Sesungguhnya aku sedang haid!" Beliau pun bersabda: "Sesungguhnya haidmu
tidak terletak pada tanganmu (maksudnya tidak akan mengotori)." (HR. Muslim)21
Diketahui hadis yang menjadi rujukan bolehnya perempuan haid masuk
masjid ini sanad nya sahih dan mempunyai banyak jalur periwayatan yaitu lima
dari enam penulis kutub al- sittah. Berbeda dengan hadis yang melarang wanita
haid masuk masjid hanya mempunyai dua jalur yang terdapat dalam kutub al-
sittah.22
hadis pelarangan seorang perempuan haid masuk masjid yang diriwayatkan oleh
Abu Daud dari sahabat Aisyah merupakan hadis qauliy yang menunjukkan tidak
diperkenankan nya seorang perempuan haid melakukan aktifitas dan berdiam diri
di dalam masjid, Kemudian hadis yang menjadi dasar pembolehan wanita haid
masuk masjid ini keduanya dikategorikan sebagai hadis fi‟liy, yang berasal dari
boleh menginjakkan kaki di dalam masjid , yang berarti tidak mengapa seorang
perempuan haid melakukan aktifitas dimasjid jika ada suatu keperluan yang
berdasarkan firman Allah SWT di dalam surah Al-Nisa‟(4): 43, yakni “lâ taqrabû
al shalâta wa antum sukara.. dan seterusnya“(“ jangan lah kamu mendekati salat,
sedangkan kalian dalam keadaan mabuk” dan seterusnya), yang mana masing-
21
Abi Al Husain Muslim bin Al Hajaj, Shahih Muslim, (Beirut: Darul Ma‟afat, tt), Bab
Bolehnya Wanita Haid Membasuh Kepala Suaminya, Menyisir dan Menggunakan Bekas Airnya,
cet 1,j.3. h. 200
22
Ahmad Hidayat shaufi, “Studi Kritik Hadis Wanita Haid Masuk Masjid; Analisa Sanad
dan Matan”, h.74-75
23
Duhriah, “Larangan Bagi Perempuan Haid Melakukan Aktifitas di Masjid dan
Membaca al- Qur‟an”, Kaffah: Jurnal Ilmiah Kajian Gender V, No.1(2015): h. 65
34
shalâta dan makna dari kalimat selanjutnya wa lâ junuban illâ „âbirî sabîlin24 ,
tersebut karna dikhawatirkan menetes nya darah haid, sehingga dapat mengotori
masjid. Hal ini sejalan dengan sebuah hadis yang diceritakan oleh Abu Hurairah
ketika tengah bersama dengan Rasulullah SAW, lalu melintaslah seorang wanita
Sehingga ditarik lah kesimpulan bahwa kultur masyarakat pada waktu itu,
masih banyak perempuan yang tidak memakai celana. Sehingga sangat wajar jika
Rasulullah melarang perempuan memasuki masjid karna jika darah keluar pasti
langsung menetes di dalam masjid.26 Dan zaman modern seperti ini kekhawatiran
akan menetesnya darah haid itu terbantah kan karna telah adanya pembalut yang
Pada masa pra Islam, perkara tentang berjima‟ bagi perempuan haid belum
bahwasanya haram menggumuli bagian yang kotor dan memubahkan bagian yang
24
Lebih jelas baca (Abdul Halim hasan, Tafsir al- Ahkam, (Jakarta: Kencana, 2006), Ed.
1, cet. 1, h. 271)
25
Ibnu hamzah al- Husaini, Asbabul Wurud, Latar Belakang Historis Timbulnya Hadis-
Hadis Rasul, terj. H.M Suwarta Wijaya dan Zafrullah Salim, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), juz.2,
h.370
26
Ningsih Sri Rahayu, “ Studi Kritik hadis Larangan dan Kebolehan Perempuan Haid
Masuk Masjid”, (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, IAIN Walisongo, 2012), h. 121
35
bersetubuh / berjima‟.28
istri yang sedang haid, dan Beliau sama sekali tidak menunjukkan sikap tabu
riwayat Muslim30, tentang bagaimana cari menggauli istri ketika haid yaitu
dengan memakai izar atau kain penutup dari pusar sampai ke lutut dan potongan
hadis في فىر حيضتها, maksudnya ketika Rasulullah jika ingin bersenggama atau
menggauli istrinya pada saat puncak masa menstruasi yang banyak mengeluarkan
bersenggama dengan istri yang sedang haid adalah halal atau diperbolehkan, maka
ia telah kafir dan murtad. Terlebih apabila ia mengetahui keharaman tersebut dan
27
Abdurrahman bin Nasir Al- Sa‟di, Syarah Umdatul Ahkâm, terj. Suharlan dan
Suratman, (Jakarta: Darus Sunnah Press, 2015) cet.2, h. 85
28
Nasarudin Umar, Ketika Fikih Membela Perempuan, h.51
29
Nasarudin Umar, Ketika Fikih Membela Perempuan, h. 51
َ صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم أَ ْن تَأْت َِز َر فِي فَىْ ِر َح ْيَ َِت َحائِضًا أَ َم َرهَا َرسُى ُل هللا
30 ُ
ث َّم،ضتِها ْ « َكانَ إِحْ دَاوَا إِ َذا كَاو:ت
ْ َع َْه عَائِ َشةَ قَال
ُ صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَ ْم ِل
»ُك إِرْ بَه َ ِ هللا ل
ُ ُى س رَ َان كَ ام َ
ك ُ ه ب ْر
َ َ ِ َِْ ْ َ إ ُ
ك لم ي مكُ ي
ُّ َ أو « :تْ َ لاَ ق »َا هرُ ش ا
ِ َ بُ ي
31
Al-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, terj. Agus Ma‟mun dkk, (Jakarta: Darus Sunnah
Press, 2015), cet.4, h. 668-671
36
Asy-Syafi‟i yang paling benar tidak wajib baginya kafarat. 32 Namun di dalam
nafsu seorang perempuan menurun dan emosinya sering kali tidak terkontrol.
Hubungan seks ketika itu tidak melahirkan hubungan intim antara pasangan,
apalagi dengan darah yang selalu siap keluar, dengan aroma yang kurang sedap
serta sesuatu yang tidak menyenangkan untuk dilihat, tentu ini menjadi salah satu
aspek yang mengganggu bagi seorang pria. Pada masa haid juga sel telur yang
keluar belum ada gantinya, sampai beberapa lama setelah wanita sampai pada
masa suci, sehingga pembuahan yang merupakan salah satu tujuan hubungan seks
sedang haid di dalam Islam ini , pada hakikatnya demi untuk menjaga organ
reproduksi perempuan itu sendiri. Secara klinis terbukti bahwa berhubungan intim
ketika haid sangat merugikan bagi kesehatan, baik bagi perempuan maupun laki-
laki.35 Misalnya seperti radang rahim pada indung telur bagi perempuan,
kemudian sifilis karna masuknya unsur darah haid kedalam organ reproduksi laki-
32
Al-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, terj. Agus Ma‟mun dkk, h. 671
33
Muhammad nasirudin Albani, Shahih Sunan Tirmidzi, terj. Ahmad Yuswaji, (Jakarta:
Pustaka Azzam, 2007), h. 125
34
M. Quraish Shihab, Tafsir Al- Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al- Qur‟an,
(Jakarta: Lentera Hati, 2002),h. 478-479
35
Siti Musdah Mulia, Kemuliaan Perempuan Dalam Islam, (Jakarta: PT Elex Media
Komputindo, 2014), h. 63
37
laki. Secara ringkas melakukan senggama ketika perempuan sedang dalam masa
Qur’an
tersebut kepada kita, yakni hadis mutawatir37, dan hadis ahad38. Sedangkan
khabar ahad dilihat dari kuat dan lemahnya hadis terbagi menjadi tiga, yaitu
syarat hadis sahih42 dan diperlukan penelitian lebih lanjut yaitu dengan cara
dengan cara takhrîj al hadîts. Takhrij secara bahasa adalah berkumpulnya dua
hal yang bertentangan dalam satu masalah. Selain itu pengertian takhrij secara
36
Lebih jelas baca Mahmud Mahdi al- Istanbuli, Tuhfatul Arûsyî, terj. Sholihin,
(Jakarta: Qitshi Press, 2012), h. 120
37
Hadis mutawatir merupakan hadis yang diriwayatkan oleh banyak perawi pada setiap
thabaqat (tingkatan) nya, sehingga sangat tidak dimungkinkan bahwa perawi-perawi hadis tersebut
sepakat untuk berdusta.
38
Manna Al- Qaṯan, Pengantar Studi Ilmu Hadis, terj. Mifdhol Abdurrahman, (Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 112-113
39
Hadis sahih adalah hadis maqbul yang dapat dijadikan hujjah, karna di dalamnya
terdapat syarat-syarat tertentu yang menjadikan hadis tersebut dapat diterima dan bisa dijadikan
hujjah
40
Hadis hasan adalah hadis maqbul yang dapat diterima kehujjahan nya, hanya saja
tingkatan nya berada dibawah hadis shahih, karna terdapat kekurangan pada hadis tersebut, dan
kekurangan tersebut bukan termasuk pada kekurangan yang fatal yang dapat menyebabkan hadis
itu tertolak.
41
Sedangkan hadis dhoif adalah hadis yang masuk dalam kategori tertolak, karna ia
termasuk hadis yang lemah dan di dalamnya tidak terdapat syarat-syarat hadis yang menjadi sebab
hadis tersebut diterima. Dengan kata lain, hadis yang menjadi sumber rujukan hukum dalah hadis
yang maqbul atau hadis sahih.(penjelasan lebih lanjut mengenai hadis shahih, hadis hasan, hadis
dhaif, lihat Manna Al- Qaṯan, “ Pengantar Studi Ilmu Hadis”, h. 116-125)
42
syarat-syarat hadis sahih yaitu pertama ittisal al-sanad (bersambungnya sanad), „adâlat
al-ruwah (periwayat yang adil), dabtu al-ruwah ( periwayat yang dhabt ), „adam asyuzdudz (tidak
ada kejanggalan, dan „adam al-illah (tidak ada cacat).
38
perawi dan proses penerimaan hadis dari guru mereka masing-masing dengan
Maka pada pembahasan ini penulis ingin meneliti sebuah hadis yang sudah
1. Redaksi Hadis
Potongan hadis yang pertama yang akan penulis teliti adalah tentang
tersebut dengan cara mentakhrij hadis tersebut melalui tiga metode yaitu
pertama kata-kata fiil yang terdapat pada hadis, kedua melalui awal matan
hadis, ketiga melalui tema hadis. Metode yang pertama penulis menggunakan
kitab mu‟jam mufahras45 dengan menggunakan kata kunci haid dan junub,
pada penelusuran ini penulis menemukan dua hadis yang diriwayatkan oleh
Tirmidzi dan Ibnu Majah. Metode kedua, penulis melakukan pencarian dengan
43
Mahmud al-Ṯahhan, Usul al-Takhrîj wa Dirâsah al-Asânid, (Riyadh: Maktabah al-
Ma‟arif, 1412 H/1991 M), h.7
44
Bustamin dan M. Isa H.A. Salam, Metode Kritik Hadis, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2004), h. 7
45
A.J Wensinck, Mu‟jam Mufahras Li Alfadz Al-Hadis Al- Nabawî, (Leiden : E.J Brill,
1995), j. 1, h. 382
39
al-Qur‟an dan di sini penulis menemukan empat hadis yang diriwayatkan oleh
Tirmidzî, al- Nasâi, Ibnu Mâjah dan al-Darimî. Kemudian metode yang ketiga
penulis menggunakan Mausû‟ah Aṯrâf al- Hadîs al-Nabawî al- Syarîf47 dengan
kitab hadis namun penulis hanya mencantumkan empat hadis sebelumnya dan
ditambah dengan hadis yang diriwayatkan oleh Dar Al-Quṯni dan Al-Baihâqî.
al-Qur’an
79 ت َهارة
َع ْن،اش ِ ِ
ٍ َّاعيل بْ ُن َعي ٍ ِ
ُ َ َحدَّثَنَا إ َْس:َ قَاال،َ َواحلَ َس ُن بْ ُن َعَرفَة، حدَّثَنَا َعل ُّي بْ ُن ُح ْجر-131
ِ الَ ت ْقرأ:ال َّ ِ َّ َّ َ َّب ِ
َ َ َ َصلى اللوُ َعلَْيو َو َسل َم ق َع ِن النِ ي، َع ِن ابْ ِن عُ َمَر، َع ْن نَاف ٍع،َوسى بْ ِن عُ ْقبَة
َ ُم
48
) (رواه الرتمذي.آن ِ والَ اجلنُب َشيئًا ِمن ال ُقر،ُِاحلائ
ْ َ ْ ُ ُ َ ُ َ
105 جو َهارة
46
A.J Wensinck, Miftâh al- Kunûz al- Sunnah, (Kairo: Dar al- Hadis, 1411 H/ 1991 M),
h. 170
47
Âbu Hajar Muhammad al-Sâ‟îd Ibn Basyunî Zaghlûl, “Mausu‟âh Aṯrâf al-Hadîs al-
Nabawî al-Syarîf”, (Beirut: Dar al-Fikr, 1410 H/1989 M), j. 7, h. 440
48
Abi „Îsa Muhammad bin „Îsa bin Saurah, Jami‟ al- sahih Wa Huwa Sunan Tirmidzi,
(Beirut: Dar Al- Kutub al- Ilmiyah,1995/ 1415), Kitab Ṯaharah, j.1, no. 131, h. 236
40
( سنن الدارمي /كتاب الطهارة /باب احلائُ تذكر اهلل وال تقرأ القرآن)
-أخربنا ُممد بن يزد البزار ,حدثنا شريك ,عن فراسو عن عامر :اجلنب واحلائُ ال يقرآن
القرآن
-أخربنا أبو الواليد ,حدثنا شعبة ,حدثنا احلكم ,عن إبراىيم قال :كان عمر رضي اهلل عنو
يكره أو ينهى أن يقرأ اجلنب ,قال شعبة :وحديثو ف الكتاب :واحلائُ
ِ -حدَّثَنا إِب ر ِاىيم بن ُُم َّم ِد ب ِن ََيَي ,نا ُُم َّمد بن إِسح َ ِ ِ
يم الثَّ َقف ُّي ,نا َسعِ ُ
يد بْ ُن اق بْ ِن إبْ َراى َ َ ُ ُْ ْ َ َ َ َْ ُ ْ ُ َ ْ ْ َ
وسى بْ ِن ُع ْقبَةَ َ ,وعُبَ ْي ِد اللَّ ِو بْ ِن ُع َمَر , اش َ ,ع ْن ُم َ اعيل بْ ُن َعيَّ ٍ ِ ِ
وب الطالْ َقاِنُّ ,نا إ َْسَ ُ
يَ ْع ُق َ َّ ِ
يم بْ ُن الْ َع ََل ِء ِ ِ ِ َّ ِ
صلى اهللُ َعلَْيو َو َسل َم ,مثْ لَوُ .تَابَ َعوُ إبْ َراى ُ
َّب َ َّ
َع ْن نَاف ٍع َ ,ع ِن ابْ ِن ُع َمَر َ ,ع ِن النِ ي
ِ
يل. ِ ِ
ي َ ,ع ْن إ َْسَاع َ الزبَْي ِد ُّ
ُّ
ِ ِ ِ ِ صالِ ٍح ْاألَبْ َه ِر ُّ ِ ِ
يم بْ ُن ي ,نا ُُمَ َّم ُد بْ ُن َج ْع َفر بْ ِن َرزي ٍن ,نا إبْ َراى ُ َ -و َحدَّثَنَا ُُمَ َّم ُد بْ ُن َعْبد اللَّو بْ ِن َ
وسى بْ ِن عُ ْقبَةَ َ ,ع ْن نَافِ ٍع , ِ ِ ِ ِ ِ
اش َ ,ع ْن عُبَ ْيد اللَّو بْ ِن ُع َمَر َ ,وُم َ اعيل بْ ُن َعيَّ ٍ
الْ َع ََلء ,نا إ َْسَ ُ
ِ ِ
صلَّى اهللُ َعلَْيو َو َسلَّ َم ,مثْ لَوُ َّب َ َع ِن ابْ ِن ُع َمَر َ ,ع ِن النِ ي
احلَ َّس ِاِنُّ َ ,ع ْن َر ُج ٍل َ ,ع ْن أَِب َم ْع َش ٍر َ ,ع ْن يل ْ ِ ِ ٍ
َ -حدَّثَنَا ُُمَ َّم ُد بْ ُن َمَْلَد ,نا ُُمَ َّم ُد بْ ُن إ َْسَاع َ
صلَّى اهللُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم قَ َ ِ
ال: َّب َوسى بْ ِن عُ ْقبَةَ َ ,ع ْن نَاف ٍع َ ,ع ِن ابْ ِن ُع َمَر َ ,ع ِن النِ ي ُم َ
آن َشْيئًا» آن ِمن الْ ُقر ِ ِ «ِْ
ب َال يَ ْقَر َ ْ اجلُنُ ُُ َو ْاحلَائ ُ
َّعثَ ِاء َعلِ ُّي بْ ُن ْ
احلَ َس ِن ِ
َْحَ ُد بْ ُن َعل ٍّي ْاألَبَّ ُار ,نا أَبُو الش ْ َْحَ ُد بْ ُن ُُمَ َّم ِد بْ ِن ِزيَ ٍاد ,نا أ ْ َ -حدَّثَنَا أ ْ
الَ« :ال يَ ْقَرأُ الزبَ ِْي َ ,ع ْن َجابِ ٍر ,قَ َ الْ َو ِاس ِط يي ,ثنا ُسلَْي َما ُن أَبُو َخالِ ٍد َ ,ع ْن ََْي ََي َ ,ع ِن ابْ ِن ُّ
ِ 51 ِْ
يف
ضع ٌ ب َوَال النُّ َف َساءُ الْ ُق ْرآ َن»ََْ .ي ََي ُى َو ابْ ُن أَِب أُنَْي َسةَ َ اجلُنُ ُ
ُ َوَال ْ احلَائ ُ
َْحَ َد بْ ِن َم ْرَوا َن ,ثنا ُع َم ُر بْ ُن عُثْ َما َن بْ ِن َعا ِص ٍم يم بْ ُن أ ْ ِ ِ ِ -حدَّثَنا عبد َّ ِ
الص َمد بْ ُن َعل ٍّي ,ثنا إبْ َراى ُ َ َ َْ ُ
ال رس ُ ِ ض ِل َ ,ع ْن أَبِ ِيو َ ,ع ْن ََ ُاو ٍس َ ,ع ْن َجابِ ٍر ,قَ َ
صلَّى اهللُ ول اللَّو َ ال :قَ َ َ ُ ,ثنا ُُمَ َّم ُد بْ ُن الْ َف ْ
52 احلائُِ وَال النُّ َفساء ِمن الْ ُقر ِ ِ ِ
آن َشْيئًا» َُ َ ْ َعلَْيو َو َسلَّ َمَ« :ال تَ ْقَرأ َْ ُ َ
( سنن الكبي البيهقي /باب احلائُ ال متس ادلصحف )
َّار ،أنا الصف ُ
يل َّ ِ ِ
ين قَالُوا :أنا إ َْسَاع ُ ني بْ ُن ُع َمَر بْ ِن بُْرَىا َنِِ ،ف َ
آخ ِر َ َخبَ َرنَا أَبُو َعْب ِد اللَّ ِو ْ
احلُ َس ْ ُ َ -وأ ْ
وسى بْ ِن ُع ْقبَ َةَ ،ع ْن نَافِ ٍعَ ،ع ِن ابْ ِن ُع َمَرَ ،ع ْن اشَ ،ع ْن ُم َ اعيل بْ ُن َعيَّ ٍ ِ ِ
احلَ َس ُن بْ ُن َعَرفَةَ ،نا إ َْسَ ُ ْ
آن»احلائُِ َشيئًا ِمن الْ ُقر ِ
ب َوَال َْ ُ ْ َ ْ اجلُنُ ُالَ« :ال يَ ْقَرأِ ْ صلَّى اهللُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم قَ َ ِ ِ
َر ُسول اللَّو َ
يل ي قَ َ ِ ِ
ال :أنا إ َْسَاع ُ الس َّك ِر ُّ يَ ،وأَبُو ُُمَ َّم ٍد َعْب ُد اهللِ بْ ُن ََْي ََي بْ ِن َعْب ِد ْ
اجلَبَّا ِر ُّ َخبَ َرنَا أَبُو َعلِ ٍّي ُّ
الرو ْذبَا ِر ُّ -أْ
وسى بْ ِن ُع ْقبَةََ ،ع ْن نَافِ ٍع، اشَ ،ع ْن ُم َ اعيل بْ ُن َعيَّ ٍ ِ ِ
احلَ َس ُن بْ ُن َعَرفَةَ ،ثنا إ َْسَ ُ َّار ،ثنا ْ الصف ُبْ ُن ُُمَ َّم ٍد َّ
ب َشْيئًا ِم َن الَ :ال تَ ْقرأِ ْ ِ صلَّى اهللُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم قَ َ ِ ِ
اجلُنُ ُ
ُ َوَال ْ احلَائ ُ َ َع ِن ابْ ِن ُع َمَرَ ،ع ْن َر ُسول اهلل َ
يس َى َذا بِالْ َق ِو ي ِ
الْ ُق ْرآن " لَْي َ
51
„Ali bin „Umâra Dar Al-Quṯni, Sunan Dâr al-Quṯnî, (Beirut: Dar al-Ma‟arifah, 1422 H/
2001 M), j. 1, h. 210-218
52
„Ali bin „Umâra Dar Al-Quṯni, Sunan Dâr al-Quṯnî, j.2, h. 462 (dikatakan hadis ini
dhaif, bahkan dikatakan bahwa hadis ini adalah maudhu‟ dikarenakan ada periwayat yang bernama
)Muhammad bin Fadhl
42
،احلَ َس ِن ْ يم بْ ُن ُُمَ َّم ِد بْ ِن ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ْ وأَخب رنَا أَبو ب ْك ِر بن-
ُ ثنا إبْ َراى، أنا أَبُو ُُمَ َّمد بْ ُن حبَّا َن،ُاحلَارث الْ َفقيو ُ ْ َ ُ ََ ْ َ
ِ ُاجلُن ُّ ُسئِ َل:ال
ُّ الزْى ِر ِ ثنا أَبو عم ٍرو ىو ْاألَوز،يد بن مسلِ ٍم ِ ِ
ب ْ ي َع ِن َ َاع ُّي ق َْ َُ ْ َ ُ ْ ُ ُ ْ ُ ثنا الْ َول،أنبأ أَبُو َعام ٍر
آن َشْيئًا " َوُريوينَاهُ َع ْن َجابِ ِر ِ " َمل ي ر َّخص َذلم أَ ْن ي ْقرءوا ِمن الْ ُقر:ال
ْ َ ُ َ َ ْ ُ ْ َُ ْ َ فَ َق،ُ ْ َو،َوالنُّ َف َس ِاء
ِ ِاحلَائ
53
ُ َال تَ ْقَرأُ الْ ُق ْرآ َن ِ ِاحلَائ
ْ يد بْ ِن ُجبَ ٍْي ِِف ِ ِ ُُثَّ عن عطَ ٍاء وأَِب الْعالِي ِة والنَّخعِي وسع،اهلل ِ ب ِن عب ِد
ََ َْ َ َ َ َ َ َ ي َْ ْ
3. Penjelasan Sanad
ta‟dil54,kata jarh dan ta‟dil adalah dua komponen yang berbeda, akan tetapi
mayoritas ulama menganggapnya satu jenis. Dengan ilmu ini maka dapat
diketahui bahwa apakah hadis yang diriwayatkan oleh periwayat tersebut layak
diterima atau ditolak. Lafaz-lafaz dalam ta‟dil yang paling tinggi adalah
pertama Tsiqah tsiqah atau Imam hujjah dan sejenisnya, kedua tingkatan
Misalnya tsiqah atau imam saja. Ketiga lafaz shadûq atau lâ ba‟sa bih, keempat
Adapun lafaz jarh yang paling jelek tingkatan nya adalah pertama
dajjal dan lafaz yang semakna dengannya. Kedua Muttaham (tertuduh), atau
halik (celaka/binasa), atau saqith (gugur). Ketiga Dha‘îf jiddan (lemah sekali),
atau wahin bi marrah (lemah sekali). Pada hadis yang diriwayatkan oleh tiga
53
Abi Bakar Ahmad bin Husain bin „Ali al-Baihâqi, Sunan Al-Kubrâ, (Beirut: Dar Al-
Kitab Al-Ilmiyah, 1424 H/ 2003 M), j.1, h. 461
54
yaitu ilmu yang menerangkan tentang cacat-cacat yang dihadapkan kepada para perawi
dan tentang penta‟dilannya (memandang lurus perangan para perawi) dengan memakai kata-kata
yang khusus dan untuk menerima atau menolak riwayat mereka.)lihat Manna Al- Qaṯan, “
Pengantar Studi Ilmu Hadis”, h. 82)
55
Ibnu Nasirudin al-Dimasyqi, Mutiara Ilmu Atsar: Kitab Klasifikasi Hadis, terj. Faisal
Saleh dan Khorul Amru Harahap, (Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2008), h. 206-209
43
tingkatan ini tidak boleh dijadikan hujjah atau dalil. Selanjutnya tingkatan yang
perbandingan. Pertama lafaz Ḏa‘îf (lemah) atau mungkar al hadîs (hadis yang
diriwayatkan adalah hadis mungkar), dan sejenisnya. Kedua fihi maqal (ada
kritik pada dirinya), atau laisa bi qawî (tidak kuat), atau huwa layyin al- hadîs
Pada penelitian ini penulis hanya menelusuri hadis yang diriwayatkan dari
jalur Tirmidzi dan Ibnu Majah. Adapun perawi yang termasuk dalam riwayat
dari jalur tirmidzi adalah: (1) Ibnu „Umar, (2) Nâfi‟, (3) Mûsa Ibnu „Uqbah, (4)
Ismâ‟il Ibnu „Ayyâsy, (5) Hasan Ibnu „Arafah, (6) „Ali Ibnu Hujrin, (7)
Tirmidzi. Kemudian dari jalur riwayat Ibnu Mâjah adalah: (1) Ibnu „Umar , (2)
Nâfi‟, (3) Mûsa Ibnu „Uqbah, (4) Ismâ‟il Ibnu „Ayyâsy, (5) Hisyâm Ibnu
1) Ibnu Umar, nama asli beliau adalah „Abdullah bin „Umar ibn al-
Khattâb al- Qurâisyi, beliau merupakan salah seorang sahabat yang tinggal di
Madinah dan hidup serta bertemu dengan Nabi SAW, beliau dikenal dengan
nama sebutan Abu „Abdirrahman, diketahui bahwa beliau wafat pada tahun 74
H, dan diantara murid yang berguru kepada beliau adalah Nâfi‟, „Abdullah
Beliau adalah anak dari „Umar bin Khattâb sahabat yang hidup semasa
dengan Rasulullah Saw, sekaligus menjadi salah satu khalifah yang kedua.
Ibnu Umar adalah sahabat yang juga sempat hidup bersama dengan Nabi,
56
Ibnu Nasirudin ad-Dimasyqi, Mutiara Ilmu Atsar:Kitab Klasifikasi Hadis , h. 209
57
Jamaluddin al- Mizzi, Tahdzîb al- Kamal Fi Asma‟ al- Rijâl, (Beirut: Dar al- Fikr,
1994), j.10, h. 350
44
keadilan sahabat yaitu al- shahâbah kulluhum „udul (setiap sahabat adil) ,
karna pada masa Rasulullah Saw dan masa khulafaurrasyidin dapat dikatakan
masa berkumpulnya para periwayat hadis yang adil.58 maka Ibnu „Umar juga
5.364 hadis, beliau salah satu dari yang terbanyak yang meriwayatkan hadis,
adalah budak sekaligus murid dari „Abdullah bin „Umar, dan tinggal di
Madinah beliau dikenal dengan sebutan Abu „Abdillah, tidak diketahui jelas
117H, 119H, dan 120H. Beliau termasuk dalam tingkat tabi‟in pertengahan
adapun yang berguru pada beliau diantara nya Mûsa Ibnu „Uqbah, Zaid bin
3) Mûsa Ibnu „Uqbah, nama asli beliau adalah Mûsa Ibnu „Uqbah Ibn
Abi „Ayyâsyi al- Asâdî al- Miṯrâfî , beliau berdomisili di Madinah yaitu bagian
dari negri Hijaz dan wafat pada tahun 141 H, beliau dikenal dengan sebutan
58
Bustamin dan M. Isa H.A. Salam,Metode Kritik Hadis, h. 7
59
Ibnu Hajar Al-Asqalany, Al Isâbah Fi Tamyîz al-sahabah”, (Beirut: Dar Al- Kutub al-
Ilmiyah, 1415 H), cet.1, j.8, h.
60
Rutbah atau martabat paling tinggi di dalam shahih berdasarkan sanad (lihat penjelasan
T.M. Hasbi Al- siddieqy, Pokok-Pokok Ilmu Dirayah Hadis, (Jakarta : Bulan Bintang, 1976), h.
118
61
Al- Mizzi, Tahdzîb al- Kamal Fi Asma‟ al- Rijâl, j. 19, h. 32-37
45
Abu Muhammad al-Madânî, beliau termasuk dari pada golongan tabi‟in kecil.
Salah satu dari guru Mûsa Ibnu „Uqbah adalah Nâfi‟ budak dari pada
salah satunya adalah Ismâ‟il Ibnu „Ayyâsyi. Ulama berpendapat di dalam kitab
“Al- Kabîr bahwa beliau adalah tsiqah, begitu juga Ahmad bin Hanbal ketika
bertanya kepada ayahnya menilai bahwa Mûsa Ibnu „Uqbah adalah orang yang
Tsiqah. Yahya bin Ma‟în, Al „Ijlî dan Al Nasâi juga menyebut demikian, dan
4) Ismâ‟il Ibnu „Ayyâsy bin Sulaim al Insi, dikenal dengan sebutan Abu
„Utbah al-Himsy, beliau bertempat tinggal di Syam, dan wafat antara tahun 181
salah satu dari guru Ismâ‟îl bin Ayyâsyi adalah Musa bin „Uqbah, dan salah
63
satu murid beliau adalah Hasan bin „Arafah al-„Abdi. Ulama berbeda
pendapat mengenai pribadi Ismâ‟îl Ibnu „Ayyâsyi, ulama „Abbâs al- Dauri dari
Yahya bin Ma‟în menilai Tsiqah, Ya‟qûb bin sufyân tsiqah adil, Abu Bakar bin
abi Khaysimah menilai laisa bihi ba‟sa„, dan „Utsmân bin Sa‟id al- Darimî dari
Tsiqah jika ia meriwayatkan dari guru yang berasal dari Syam, sedangkan jika
dari Hijaz kemungkinan lemah karna orang-orang Hijaz lemah dalam menjaga
hafalan64, Abu „Abdurrahman bin Abi Hatim beliau menilai layyin (setara
dengan lemah), begitu juga ketika Abu Zar‟ah ditanya tentang Ismâ‟il Ibnu
62
Al- Mizzi, Tahdzîb al- Kamal Fi Asma‟ al- Rijâl, j. 18, h. 492
63
Al- Mizzi, Tahdzîb al- Kamal Fi Asma‟ al- Rijâl, j. 2, h. 207-218
64
Al- Mizzi, Tahdzîb al- Kamal Fi Asma‟ al- Rijâl, h. 174
46
„Ayyâsy, ia menjawab shadûq kecuali jika hadis yang ia riwayatkan dari orang-
5) Hasan bin „Arafah Ibn Yazîd Al-„Abdi, dikenal dengan sebutan Abu
„Ali Al Baghdâdi, tinggal dan wafat di Baghdad pada tahun 275 H, beliau
termasuk dari pada golongan Tabi‟ Tabi‟in, salah satu gurunya adalah Ismâ‟il
Ibnu „Ayyâsyi, dan disebutkan salah satu dari guurnya adalah Tirmidzî.
Menruut Yahya bin Ma‟în ia berkata kepada „Abdullah bin Ahmad bin Hanbal
ia adalah periwayat yang Tsiqah, „Abdurrahman bin hatim menilai shadûq, dan
6) „Alî Ibn Hujrin Ibn Iyâs al- Sa‟di, dikenal dengan sebutan Abu
Hasan Al Marûzi, „Ali Ibn Hujrin berdomisili di Baghdad dan wafat pada tahun
244 H, diketahui bahwa beliau satu perguruan dengan Hasan bin „Arafah yang
berguru kepada Ismâ‟il Ibnu „Ayyâsy, dan salah satu murid juga disebutkan
adalah Tirmidzî. Menurut „Abu „Ali Muhammad Ibn „Ali Ibn Hamzah al-
7) Tirmidzî nama asli beliau adalah Muhammad Ibn „Îsa Ibn Saurah
Ibn Mûsa Ibn Ḏahâk al- Sulamî , yang dikenal dengan Abu „Îsa Al Tirmidzî,
beliau lahir pada tahun 200 H dan bertempat tinggal di Tirmidz , dan wafat di
Bashrah pada tahun 279 H. Disebutkan bahwasanya „Ali Ibn Hujrin dan Hasan
bin „Arafah adalah guru Imam Tirmidzî, dan telah diketahui bahwa beliau
memiliki kitab Sunan Tirmidzi yang masuk ke dalam Kutub Al Sittah. Menurut
65
Al- Mizzi, Tahdzîb al- Kamal Fi Asma‟ al- Rijâl,h. 178
66
Al- Mizzi, Tahdzîb al- Kamal Fi Asma‟ al- Rijâl, j. 4, h. 362
67
Al- Mizzi, Tahdzîb al- Kamal Fi Asma‟ al- Rijâl, j. 4, h. 362
47
Abu Hatim beliau adalah orang yang shâlih hadîs (benar dalam meriwayatkan
hadis), shadûq, dan Ibnu Hibban menyebutkan di dalam kitab nya bahwa beliau
adalah tsiqah. 68
5) Hisyâm Ibn „Ammâr bin Nusâir Ibn Maysarah Ibnu Abân al-
Sulâmiy, beliau dikenal dengan sebutan Abu Al Wâlid, wafat di Damsyiq pada
tahun 245 H, salah satu dari guru beliau adalah Ismâ‟il Ibnu „Ayyâsy, dan salah
satu muridnya adalah Ibnu Mâjah. Menurut Mu‟âwiyah bin sâlih bin Junâid,
dan Al „Ijlî beliau adlah tsiqah, dan Al Nasâi mengatakan lâ ba‟sa bih, serta Al
6) Ibnu Mâjah nama asli beliau adalah Abu „Abdullah Muhammad Ibn
Yazîd Ibn „Abdullah Ibn Mâjah al- Râbi‟î al- Qazwîni, beliau lahir pada tahun
209 H dan wafat pada tahun 273 H, salah satu guru beliau adalah Hisyâm Ibn
„Ammâr, menurut Al Hafîz abu Ya‟la al Khalîl Ibn „Abdullah al Khalîl al-
Qazwîni beliau adalah tsiqah kabîr dan memiliki kitab Sunan, Tafsîr dan
Târikh70
perempuan haid dan junub membaca al-Qur‟an di atas dapat kita lihat
68
Al- Mizzi, Tahdzîb al- Kamal Fi Asma‟ al- Rijâl, j. 35, h. 103
69
Al- Mizzi, Tahdzîb al- Kamal Fi Asma‟ al- Rijâl, j. 19, h. 271
70
Al- Mizzi, Tahdzîb al- Kamal Fi Asma‟ al- Rijâl, j
48
bahwasanya sanad dari hadis tersebut seluruh sanadnya bersambung, hal ini
dapat dilihat dari pengakuan antara guru dan murid, begitu juga dengan tahun
wafat dari masing-masing perawi. Begitu juga jika ditinjau dari penilaian dari
para kritikus hadis tentang pribadi dari maisng-masing perawi, para ulama
hadis di sini memberikan penilaian berupa ta‟dil (pujian) seperti tsiqah, bukan
disampaikan oleh Imam Syauqani bahwa sebagian ulama seperti Imam Bukhâri
dan Imam Baihaqî mendhaifkan hadis Ibnu „Umar tersebut. Karna di dalam
nya terdapat periwayat Ismâ‟il Ibnu „Ayyâsy yang riwayat hadisnya dari ulama
hijaz dinilai lemah, dan hadis Ibnu „Umar ini adalah salah satunya.71
meriwayatkan beberapa hadis mungkar dari penduduk hijaz dan irak. Seakan-
dalam hal ini periwayat Ismâ‟îl Ibnu „Ayyâsyi telah dinilai tsiqah oleh imam-
imam hadis sebagai penduduk Syam, munculnya anggapan dhaif karna hadis
ini diriwayatkan dari Mûsa Ibnu „Uqbah dan ia adalah penduduk Hijaz73.
Kemudian dikatakan oleh Al Baihaqi bahwa hadis ini hanya diriwayatkan dari
satu jalur yakni dari Ismâ‟îl Ibnu „Ayyâsyi yang periwayatannya dari penduduk
Hijaz, sehingga dianggap dhaif karna tidak ada jalur lain yang menguatkan.74
71
Muhammad bin „Ali Al Syauqani, Nailu al-Auṯar Min Asrâri Muntaqa al-Akhbar, (j.1,
h. 284
72
Abu Al Ula Muhammad Abdurrahman bin Abdurrahim Al Mubarakfuri, Tuhfatul
Ahwâdzi : Syarah Jami‟ Tirmidzi, terj. Shafaul Qalbi, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), j.2, h. 11
73
Abu Al Ula Muhammad Abdurrahman bin Abdurrahim Al Mubarakfuri, Tuhfatul
Ahwadzi : Syarah Jami‟ Tirmidzi, j.2, h. 14
74
Abu Al Ula Muhammad Abdurrahman bin Abdurrahim Al Mubarakfuri, Tuhfatul
Ahwadzi : Syarah Jami‟ Tirmidzi, j.2, h. 14
49
sedangkan seorang wanita yang sedang haid berada dalam kondisi yang sedang
berhadas atau kotor. Maka dengan demikian apabila ada pembolehan membaca
al-Qur‟an bagi perempuan haid mesti disertai dengan dalil dan alasan yang
Qur‟an ini tidak lepas dari banyaknya perbedaan pendapat antara ulama
bahwasanya orang yang dalam kondisi junub dan haid tidak boleh membaca al-
Qur‟an, pendapat seperti ini dari kelompok jumhur ulama adalah ulama
madzhab Hanafiyah, Imam Ahmad serta Imam syafi‟i, sementara dari kalangan
sahabat Umar bin Khaththab, Ali bin Abu Thalib dan Jabir.75 Ada juga yang
Basri, Qatadah, An Nakha‟i, Al Zuhri, Asy Syafi‟i dan yang lain. 76 Pendapat
yang kedua menyatakan bahwa wanita yang sedang haid boleh membaca al-
Qur‟an tanpa ada batas.77 Pendapat ini didasari oleh hadis nabi yang seolah-
س ِجلَنَابٍَة ِ ِ َّ ِ ِ ول
َّ َ اهلل
َ صلى اهللُ َعلَْيو َو َسل َم َال ََْي ُجبُوُ َعن ال ُق ْرآن َشْي ٌئ لَْي ُ َكا َن َر ُس
75
Ahmad Zainunnashih, “Pandangan Ulama Terhadap Kebolehan Wanita Haid Dalam
Membaca dan Menyentuh Al Qur‟an,”(Skripsi S1 Fakultas Syari‟ah dan Hukum, Universitas
Islam Negeri (UIN) Jakarta, 2013), h. 22-23
76
Ibnu Qudamah, Al Mughni, terj. Ahmad Hotib dan Fathurrahman, (Jakarta: Pustaka
Azzam,2007), j. 1, h. 248
77
Abu Muhammad Ali bin Ahmad bin Sa‟id bin Hazm, Al- Muhalla, terj. Ahmad Rijali
Kadir, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), j.1, h. 166
50
Hadis ini dianggap shahih oleh al-Tirmidzi dan Ibnu Hibban, namun
dianggap dha‟if sebagian riwayatnya oleh sebagian ahli hadis. Adapun hadis
Ibnu „Umar yang mengatakan tidak boleh membaca al-Qur‟an bagi orang haid
ٍِ ٍ ِ ٍ
،شُ َحدَّثَنَا األ َْع َم:َ قَاال، َوعُ ْقبَةُ بْ ُن َخالد،ص بْ ُن غيَاث ُ َحدَّثَنَا َح ْف:ال َ َحدَّثَنَا أَبُو َسعِيد األ
َ َ ق،َش ُّج
ُصلَّى اللَّو
ِ ُ َكا َن رس:ال
َ ول اهلل َُ َ َ ق، َع ْن َعلِ ٍّي،َاهلل بْ ِن َسلِ َمة
ِ عن عب ِد،َ عن عم ِرو ب ِن مَّرة،وابن أَِب لَي لَى
َْ ْ َ ُ ْ ْ َ ْ َ ْ ُ ْ َ
ِ ِ ِ
يث
ٌ يث َعل ٍّي َحد ُ (رواه الرتمذي) َحد.َعلَْي ِو َو َسلَّ َم يُ ْق ِرئُنَا ال ُق ْرآ َن َعلَى ُك يل َح ٍال َما َملْ يَ ُك ْن ُجنُبًا
.يح ِ ح سن
ٌ صح َ ٌَ َ
“Nabi Saw membacakan kami al-Qur‟an selama beliau tidak dalam
keadaan junub” (HR. Tirmidzi) 79
Hadis ini adalah hadis shahih, dikatakan di dalam kitab Al-Talkhis hadis
redaksi hadis ini berbeda-beda. Al Tirmidzi , Ibnu As-Sakan, Abdul Haq, dan
sepertiga dari modalku”, begitu juga dengan Syu‟bah menganggap tidak ada
landasan oleh banyak ahli hadis dari kalangan sahabat Nabi SAW dan Tabi‟in
78
Abu Al Ula Muhammad Abdurrahman bin Abdurrahim Al Mubarakfuri, Tuhfatul
Ahwâdzi : Syarah Jâmi‟ Tirmidzî, j.2, h. 16-17
79
Abi „Îsa Muhammad bin „Îsa bin Saurah, Sunan Tirmidzî, (Semarang : Maktabah Wa
Matba‟ah,tt), Kitab Thaharah, Bab Membaca al-Qur‟an Dalam Setiap Keadaan, j.1, no. 146, h. 98
80
„Abdullah bin „Abdurrahman Al Bassam, Tauḏih Ahkâm Min Bulugh Al Marâm, terj.
Thahirin Supatra,dkk, (Jakarta: Pustaka Azzam,2006), j.1, h. 399
51
membaca al-Qur‟an selain junub. Dan Imam Malik berkata bahwasanya wanita
haid boleh membaca al-Qur‟an sedangkan yang junub tidak boleh, dikarenakan
masa haid itu panjang sehingga apabila ia tidak membaca al-Qur‟an ia kan
Sedangkan menurut Ibnu Qudamah jika dikiaskan status antara orang haid
dan junub adalah sama tentu di sini orang yang haid lebih utama keharamannya
karna haid lebih besar dan lebih kuat hadas nya dibandingkan dengan orang
yang junub. Karna itulah wanita yang sedang haid diharamkan berhubungan
madzhab Hanbali mengatakan bahwasanya orang yang junub, wanita haid dan
hamdalah, doa-doa yang berasal dari ayat al-Qur‟an dan dzikir lainnya yang
Hal ini berlandaskan kepada hadis Aisyah yang mengatakan bahwa Rasulullah
81
Abu Al Ula Muhammad Abdurrahman bin Abdurrahim Al Mubarakfuri, Tuhfatul
Ahwâdzi : Syarah Jâmi‟ Tirmidzî,, j.2, h. 13 dan 14
82
Ibnu Qudamah, Al Mughni, j. 1, 250
83
Ibnu Qudamah, Al Mughni, j. 1, 250
52
Boleh juga membaca al-Qur‟an di dalam hati dengan tanpa menggerakkan bibir
mengatakan kekhawatiran akan lupanya hafalan al-Qur‟an maka hal itu sangat
jarang terjadi dikarenakan batas normal waktu terjadi nya haid biasanya 7-8
hari dan dalam rentan waktu ini seseorang tidak akan lupa hapalannya, meski
Qur‟an kemudian didukung dan dikuat kan oleh sebuah hadis lain yang
َ َع ْن َعائِ َشة، َع ْن أَبِ ِيو،اس ِم ِ الر ْْح ِن ب ِن ال َق ِ ٌ َِخبَ َرنَا َمال ِ
ْ َ َّ َع ْن َعْبد،ك ْ أ،فَ وسُ َُحدَّثَنَا َعْب ُد اللَّو بْ ُن ي
ِالص َفا وادلروة ِ ِ ِ ِ
َ َْ َ َّ ني َ ْ َف بِالْبَ ْيت َوالَ بْ ََُ َوَملْ أ،ُ ٌ ت َم َّكةَ َوأَنَا َحائ ُ قَد ْم:ت ْ ََرض َي اللَّوُ َعْن َها أَن ََّها قَال
ُّ َ «افْ َعلِي َك َما يَ ْف َع ُل احل:ال
اج َغْي َر َ َ ق،صلَّى اهللُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم ِ ِ
َ ك إِ َل َر ُسول اللَّو
ِ فَش َكو:قَالَت
َ ت َذل ُ ْ َ ْ
)ت َح ََّّت تَطْ ُه ِري» (رواه البخاري ِ أَ ْن الَ تَطُ ِوِف بِالْب ي
َْ
“Dari „Aisyah RA, dia berkata, “ Aku datang ke Mekkah sedang aku
dalam keadaan haid. Aku tidak tawaf di Ka‟bah dan tidak pula (sa‟i) diantara
Shafa dan Marwah.” Aisyah berkata, “ Aku mengadukan hal ini kepada
Rasulullah Saw”, maka Beliau bersabda, “lakukanlah seperti yang dilakukan
orang yang mengerjakan haji, tetapi janganlah engkau tawaf di Baitullah
(ka‟bah) hingga kau suci”.85
Ibnu Hajar al-Asqalany menyebutkan di dalam Fath Al Bâri‟ bahwa Al
Bukhari, dan Imam lainnya seperti Al Ṯabari, Ibnu Al Mundzir, dan Abu
ketika haid. Karna Rasulullah tidak mengecualikan semua amalan haji kecuali
84
Abi Zakariya Mahyudin bin Syarif Al Nawawi, Al Majmu‟ Syarah Al Muhadzdzab”,
j.2, h 357
85
53
tawaf. Dan membaca al-Qur‟an merupakan salah satu rangkaian ibadah yang
biasa dilakukan oleh orang yang melaksanakan haji, dan membaca al-Qur‟an
haid tidak bisa dijadikan sebuah dalil, pertama dari segi sanad hadis tersebut,
secara pribadi para perawi hadis nya dinilai tidak bermasalah, jika pun ada
(bukan berupa kekurangan yang berat) hanya saja menurut penulis yang
menyebabkan hadis ini dinilai dhaif karna driwayatkan hanya satu jalur, dan
tidak ada jalur lain yang menguatkan. Dan satu jalur tersebut hanya melalui
Ismâ‟îl bin „Aiyâsyi yang dinilai mungkar apabila meriwayatkan hadis dari
selain orang syam, sedangkan jalur riwayat hadis ini dari Musa bin „Uqbah
merupakan orang hijaz. Kedua dengan melihat hadis lain yang di nilai shahih
dan mempunyai indikasi makna yang sama seperti hadis yang menyatakan
dapat kita katakan bahwa salah satu ibadah yang lumrah dilakukan ketika
berhaji salah satunya adalah memperbanyak membaca al-Qur‟an dan itu tidak
86
Abu Al Ula Muhammad Abdurrahman bin Abdurrahim Al Mubarakfuri, Tuhfatul
Ahwâdzi : Syarah Jâmi‟ Tirmidzî, j.2, h. 16
54
mushaf al-Qur’an
1. Redaksi Hadis
lafaz matan ""طهر, dengan hasil penelusuran dua hadis dari Al- Darimi dan
Malik87. Kemudian penelusuran yang kedua penulis mengambil tema tentang “al
qur‟an dan haid” dengan hasil penelusuran satu kitab hadis dari Al- Darimi88.
beberapa, yaitu Muwaṯa‟ Mâlik, Al- Darimî, Abu Dâud di dalam kitab Marâsil li
Abî Dâud, Al- Ṯabrâni di dalam kitab Mu‟jam Shaghîr Al- Ṯabrâni dan Mu‟jam
Al Qur’an
Dan hasil penelusuran tersebut ditemukan dalam kitab hadis aslinya sebagai
berikut:
2 دي ََلق
1 ط مس القرآن
87
A.J Wensinck, Mu‟jam Mufahras Li Alfadz Al-Hadis Al- Nabawi, j. 4, h. 20
88
A.J Wensinck, Miftâh al- Kûnuz al- Sunnah, h. 170 dan 893
89
Abu Hajar Muhammad al-Sa‟id Ibn Basyunî Zaghlûl, Mausu‟ah Aṯraf al-Hadîs al-
Nabawi al-Syarîf, h. 458 dan 459
55
(موَأ مالك /باب ال ِيس القرآن إال َاىر ما جاء ِف الطهر من قراءة القرآن /االجزاء -
)1
كَ ،ع ْن َعْب ِد اللَّ ِو بْ ِن أَِب بَ ْك ِر بن ُممد بن عمرو بْ ِن الَ :حدَّثَنَا َمالِ ٌ ب ،قَ َ ص َع ٍ
َحدَّثَنَا أَبُو ُم ْ -
صلى اهلل َعلَيو َو َسلم لِ َع ْم ِرو بْ ِن َح ْزٍم :أَ ْن ال اب الَّ ِذي َكتَبو رس ُ ِ
ول اللَّو َ َُ َ ُ
َن ِِف الْ ِكتَ ِ َح ْزٍم ،أ َّ
َِيس الْ ُقرآ َن إَِّال ََ ِ
اىٌر. َ َّ ْ
باب أمر الوضوء دلن مس القرآن
َن ِِف الْ ِكت ِ ِ
اب الَّذي َكتَبَوُ َ كَ ،ع ْن َعْب ِد اللَّ ِو بْ ِن أَِب بَ ْك ِر بْ ِن َح ْزٍم ،أ َّ ح َّدثَِي ََْيَيَ ،عن مالِ ٍ
َ ْ َ َ -
ِ
س الْ ُق ْرآ َن إَِّال ََاىٌر» قَ َ ٍ ِ ِ ِ
ال صلَّى اهللُ َعلَْيو َو َسلَّ َم ل َع ْم ِرو بْ ِن َح ْزم« :أَ ْن َال َِيَ َّ ول اللَّو َ َر ُس ُ
ك« :وَال ََي ِمل أَح ٌد الْمصحف بِعِ ََلقَتِ ِو وَال علَى ِوسادةٍ إَِّال وىو ََ ِ
اىٌر. ِ
َ َ َ َ ََُ َمال ٌ َ ْ ُ َ ُ ْ َ َ
باب :الرجل ِيس القرآن وىو جنب
ال :إِ َّن ِِف َخبَ َرنَا َعْب ُد اللَّ ِو بْ ُن أَِب بَ ْك ِر بْ ِن ُُمَ َّم ِد بْ ِن َع ْم ِرو بْ ِن َح ْزٍم ،قَ َ
ك ،أ َْخبَ َرنَا َمالِ ٌ
أْ -
ٍ ِ اب الَّ ِذي َكتَبو رس ُ ِ
صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم ل َع ْم ِرو بْ ِن َح ْزم« :ال َِيَ ُّ
س الْ ُق ْرآ َن إِال ول اللَّو َ َُ َ ُ
الْ ِكتَ ِ
ِ 90
ََاىٌر»
(الدارمي :كتاب الطهارة /باب رقم /94باب ف الغسل ادلستحاضة)
ول اللَّ ِو صلَّى اهلل علَي ِو وسلَّم َكتب إِ َل أَى ِل الْيم ِن «أَ ْن َال َِيس الْ ُقرآ َن إَِّال ََ ِ
اىٌرَ ،وَال َن َر ُس َ أ َّ
َ َّ ْ ْ ََ ُ َْ ََ َ َ َ َ
ب َكاتِبًا
َح َس ُ
ال :أ ْ اع» ُسئِ َل أَبُو ُُمَ َّم ٍدَ :ع ْن ُسلَْي َما ُن ،قَ َ ََََل َق قَ ْب َل إِ ْم ََل ٍكَ ،وَال َعتَ َ
اق َح ََّّت يَْبتَ َ
َّاب ُع َمَر بْ ِن َعْب ِد الْ َع ِزي ِز.93
ِمن ُكت ِ
ْ
ادلراسيل ألب داود /باب جامع الصَلة
َخبَ َرنَا ُُمَ َّم ُد بْ ُن عُ َم َارةََ ،ع ْن أَِب بَ ْك ِر بْ ِن ُُمَ َّم ِد ِِ ِ
يس ،أ ْ َخبَ َرنَا ابْ ُن إ ْدر َ َحدَّثَنَا ُُمَ َّم ُد بْ ُن الْ َع ََلء ،أ ْ -
صلَّى اهللُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم - ،يَ ْع ِي َى َذا -أَنَّوُ «َال ِ ِ ِ ِ
الَ :كا َن ِِف كتَاب َر ُسول اللَّو َ بْ ِن َح ْزٍم ،قَ َ
اىٌر»َِيس الْ ُقرآ َن إَِّال ََ ِ
َ ُّ ْ
ص ِحي َفةً ت َ ال :قَ َرأْ ُ
ي ،قَ َ الزْى ِر ي
بَ ،ع ِن ُّ َخبَ َرنَا ُش َعْي ٌ
ِ
َحدَّثَنَا ُُمَ َّم ُد بْ ُن ََْي ََيَ ،حدَّثَنَا أَبُو الْيَ َمان ،أ ْ -
صلَّى اهللُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم َكتَبَ َها َن رس َ ِ ٍ ِ ِ ِ
ول اللَّو َ عْن َد آل أَِب بَ ْك ِر بْ ِن ُُمَ َّمد بْ ِن َع ْم ِرو بْ ِن َح ْزم ذَ َكَر أ َّ َ ُ
يث فِ ِيوْ « : اق ْ ِ ٍ ِ ِ
سَصغَُر الْعُ ْمَرةَُ ،وَال َِيَ ُّ احلَ ُّج ْاأل ْ احلَد َ ني أ ََّمَرهُ َعلَى ََْنَرا َنَ ،و َس َ ل َع ْم ِرو بْ ِن َح ْزم ،ح َ
يث ،مسنَ ًدا وَال ي ِ ال :أَبو داود :رِوي ى َذا ْ ِ ِ ِ
ص ّح احلَد ُ ْ َ َ الْ ُق ْرآ َن إَِّال ََاىٌر» قَ َ ُ َ ُ َ ُ َ َ
معجم الصغي الطربِن /باب إَسو َيي
ص ِحي َف ًة ت َ ال :قَ َرأْ ُ
ي ،قَ َ الزْى ِر ي
بَ ،ع ِن ُّ َخبَ َرنَا ُش َعْي ٌ
ِ
َحدَّثَنَا ُُمَ َّم ُد بْ ُن ََْي ََيَ ،حدَّثَنَا أَبُو الْيَ َمان ،أ ْ -
صلَّى اهللُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم َكتَبَ َها َن رس َ ِ ٍ ِ ِ ِ
ول اللَّو َ عْن َد آل أَِب بَ ْك ِر بْ ِن ُُمَ َّمد بْ ِن َع ْم ِرو بْ ِن َح ْزم ذَ َكَر أ َّ َ ُ
يث فِ ِيوْ « : اق ْ ِ ٍ ِ ِ
س َصغَُر الْ ُع ْمَرةَُ ،وَال َِيَ ُّاحلَ ُّج ْاأل ْ احلَد َ ني أ ََّمَرهُ َعلَى ََْنَرا َنَ ،و َس َ ل َع ْم ِرو بْ ِن َح ْزم ،ح َ
يث ،مسنَ ًدا وَال ي ِ ال :أَبو داود :رِوي ى َذا ْ ِ ِ ِ
ص ُّح احلَد ُ ْ َ َ الْ ُق ْرآ َن إَِّال ََاىٌر» قَ َ ُ َ ُ َ ُ َ َ
معجم الكبي الطربِن /باب إَسو إبن عمر
ي ،ثنا أَبُو َعا ِص ٍم، ص ِر ُّاحلُ ْ
اب ْ يد بْن ُُمَ َّم ِد بْ ِن ثَو ٍ ِ ص ِر ُّ َحدَّثَنَا أَبُو َزَك ِريَّا الديينَ َوِر ُّ
َ ي ،ثنا َسع ُ ُ ي الْبَ ْ -
ِ ِ
يث َع ْن ت َساملَ بْ َن َعْبد اهللِ بْ ِن عُ َمَر َُيَد ُ ع ِن اب ِن جري ٍج ،عن سلَيما َن ب ِن موسى ،قَ َ ِ
الََ :س ْع ُ َ ْ ُ َْ َ ْ ُ ْ َ ْ ُ َ
ِ
س الْ ُق ْرآ َن إَِّال ََاىٌر» صلَّى اهللُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم قَ َ َن رس َ ِ ِِ
الَ« :ال َِيَ ُّ ول اهلل َ أَبيو أ َّ َ ُ
سنن الدار القطي /باب ِف هنى احملدث عن مس القرآن
يل , ِ ِ َ -حدَّثَنَا أَبُو بَ ْك ٍر الن َّْي َسابُوِر ُّ
ني بْ ُن إ َْسَاع َ احلُ َس ْ ُ
ي ,نا ُُمَ َّم ُد بْ ُن ََْي ََي [ ,ص ]220:ح َوثنا ْ
وسى ,نا ََْي ََي بْ ُن ْحََْزَة َ ,ع ْن ُسلَْي َما َن بْ ِن َد ُاوَد , يم بْ ُن َىانِ ٍئ ,قَ َاال :نا ْ ِ ِ
احلَ َك ُم بْ ُن ُم َ نا إبْ َراى ُ
ول
َن َر ُس َي َ ,ع ْن أَِب بَ ْك ِر بْ ِن ُُمَ َّم ِد بْ ِن َع ْم ِرو بْ ِن َح ْزٍم َ ,ع ْن أَبِ ِيو َ ,ع ْن َج يدهِ ,أ َّ الزْى ِر ُّ
َح َّدثَِي ُّ
93
Abu Muhammad „Abdullah bin abdurrahman bin Faḏil bin Bahram Ad-Darimi, Sunan
Al-Darimi, j.1-2, h. 1455
57
ِ
َّ َ «َال َِي:ب إِ َل أ َْى ِل الْيَ َم ِن كِتَابًا فَ َكا َن ف ِيو
س الْ ُق ْرآ َن إَِّال َّ ِ َّ َ اللَّ ِو
َ َصلى اهللُ َعلَْيو َو َسل َم َكت
94 ِ
»ََاىٌر
باب هنى احملدث عن مس ادلصحف/ سنن الكرب
بن َعْب ُدُ بن َح َس ْن ُ َْحَ ْدْ ثنا أ,بن َمطََر ُ بن َعْب ُد الْ َع ِزيْ ِز
ُ أنا أَبُو َع ْم ُرو,بن قَتَ َاد َة ُ َخبَ َرنَا ُع َمَر
ْ أ-
َح َّدثَِي, َع ْن ُسلَْي َما َن بْ ِن َد ُاوَد, نا ََْي ََي بْ ُن ْحََْزَة, وسى
َ احلَ َك ُم بْ ُن ُم ْ ثَنَا,الص ِوِف
ُ اجلَبَّار
ول اللَّ ِو ِ عن جد, عن أَبِ ِيو, عن أَِب ب ْك ِر ب ِن ُُم َّم ِد ب ِن عم ِرو ب ِن حزٍم, ي
َّ أ, يه
َ َن َر ُس َ َْ ْ َ ْ َ ْ ْ َ ْ َ ْ َ ْ َ ُّ الزْى ِر ُّ
وبعث بو،اب فيو الفرائُ والسنن والديات ٍ َصلَّى اهلل َعلَْي ِو وسلَّم َكتَب إِ َل أ َْى ِل الْيم ِن ب ِكت
ََ َ َ ََ ُ َ
95 ِ ِ
َّ َ «َال َِي:وف ِيو قال،مع عمرو بن حزم فذكر احلديث
»س الْ ُق ْرآ َن إَِّال ََاىٌر
3. Penjelasan Sanad Hadis
menelusuri jalur yang diriwayatkan Al- Darimi dan Abu Daud. Berikut adalah
jalur periwayatan dari Al- Darimi : (1) „Amru bin Hazm, (2) Muhammad bin
„Amru, (3) Abu Bakar bin Muhammad bin „Amru bin Hazm, (4) Al- Zuhrî, (5)
Sulaiman bin Dâud, (6) Yahya bin Hamzah, (7) Hakam bin Mûsa, (8) Al- Darimî.
Kemudian jalur Abu Dâud juga terdapat dua jalur periwayatan, yaitu jalur
pertama melalui : (1) Abi Bakar bin Muhammad bin Hazm, (2) Muhammad bin
„Umâra, (3) Ibnu Idrîs, (4) Muhammad bin Al- A‟la, (5) Abu Dâud. Jalur yang
kedua melalui: (1) Al- Zuhrî, (2) Syu‟aib, (3) Abu Al- Yamân, (4) Muhammad bin
94
Al- Imam Hafidz „Ali bin „Umara Dar Al-Qutni, Sunan Dar al-Quthni,
95
Al Imam Abi Bakar Ahmad bin Husain bin „Alî al-Baihâqi, Sunan Al-Kubra, j. 1, h.
461
58
1) „Amrû bin Hazm bin Yazîd bin Lauẕân al- Ansâri al- Khizrîji , beliau
adalah salah satu dari sahabat yang langsung berguru kepada Nabi SAW ,
beliau dikenal dengan sebutan Abu Ḏahâk atau Abu Muhammad, beliau wafat
pada tahun 50 H, adapun murid yang berguru kepada beliau tak lain adalah
anaknya sendiri yang bernama Muhammad bin „Amrû bin Hazm, dan
keponakan beliau yang bernama Abu Bakar bin Muhammad bin „Amrû,
menurut Ibnu Hâjr beliau adalah salah satu sahabat yang masyhur,
2) Muhammad bin „Amrû al- Ansârî al- Najâri, beliau dikenal dengan
nama Abu „Abdul Mâlik, beliau wafat dimadinah pada tahun 63 H, beliau
berguru kepada ayahnya yaitu „Amrû bin Hazm, kemudian salah satu dari
murid beliau adalah Abu Bakar bin Muhammad bin „Amrû yang tak lain adalah
anak dari beliau sendiri. Menurut Al Nasâi beliau adalah orang yang tsiqah, dan
3) Abu Bakar bin Muhammad bin „Amrû Hazm al- Anshârî al- Hizrijî ,
beliau dikenal dengan nama Abu Muhammad, beliau wafat pada tahun 120 H,
beliau termasuk di dalam kalangan tabi‟in kecil. Adapun guru beliau adalah
Muhammad bin „Amrû, Salîm bin „Abdullah bin „Umar, dan murid yang
berguru kepada beliau adalah Muhammad bin Muslim bin Syihab Al Zuhrî, dan
96
Al-Mizzi, Tahdzibul Kamil Fi Asma al-Rijal, j. 21, h. 585
97
Abi Al Faḏl Ahmad bin Hajar Al „Asqalany, Tahdzib Al Tahdzib, (Beirut: Dar El
Fikr,t.t)
59
„Abdullah bin Abu Bakar bin Muhammad bin hazm, selain itu Muhammad bin
„Umâra bin „Amrû, dll. Ulama kritikus hadis seperti Al Waqdî, Muhammad bin
Sa‟îd, Yahya bin Ma‟în, Ibnu Kharâsyî, menilai beliau adalah orang yang
4) Al- Zuhrî nama asli beliau adalah Muhammad bin Muslim bin
„Ubaidillah bin „Abdullah bin Syihâb bin „Abdullah bin Hârits bin Zahrah al-
Qurâsyi al- Zuhrî, beliau dikenal dengan sebutan Abu Al Madâni, beliau wafat
pada tahun 125 H. Salah satu guru beliau adalah Abu Bakar bin Muhammad
bin „Amrû bin Hazm, dan murid yang berguru kepada beliau salah satunya
Sulaiman bin Dâud al Khaulânî, dan Syu‟aib bin Abi hamzah , menurut Ibnu
„Ammâd bahwa Al-Zuhrî adalah salah satu fuqaha yang mashur, dan „Amr bin
Dînâr, „Amr bin „Abdul „Azîz, Al- Lais bin Sa‟ad mengatakan tidak ada yang
Abu Dâwud, beliau bertempat tinggal di Damaskus, untuk tahun wafat nya
Muslîm bin Syihâb Al Zuhrî, dan salah satu dari murid beliau adalah Yahya bin
Hamzah Al Haḏrâmî. Menurut Abu Hatim memberi penilaian lâ ba‟sa bih, Ibnu
Hibbân menilai tsiqah ma‟mûn, dan Abu al- Hasan bin al- Bara‟ dari „Ali ibn
„Abdul Rahmân Al Dimasyqî, diketahui bahwa beliau lahir pada tahun 103 H,
dan wafat pada tahun 183 H, salah satu dari guru beliau adalah Sulaimân bin
98
Al-Mizzi, Tahdzibul Kamil Fi Asma al-Rijal,, j. 33, h. 137
99
Al-Mizzi, Tahdzibul Kamil Fi Asma al-Rijal,, j. 35, h. 104
100
Al-Mizzi, Tahdzibul Kamil Fi Asma al-Rijal,, j.11, h. 416
60
Dâwud Al Khaulânî, dan salah satu murid beliau adalah Al Hakam bin Mûsa
Al Qanṯârî. Menurut ulama Shâlih bin Ahmad bin Hanbal dari ayahnya menilai
lâ ba‟sa bih, „Abdullah bin Syu‟aib Al- Shabûni dan Al Nasâi menilai tsiqah,
7) Hakam bin Mûsa bin Abi Zuhayr, dikenal dengan sebutan Abu Shâlih
Al Qanṯârî, beliau wafat pada tahun 232 H, salah satu guru beliau adalah Yahya
bin Hamzah Al Hadhrâmî, dan murid beliau adalah „Abdullah bin „Abdul
Rahmân Al Darimî. Menurut „Abdullah bin Ahmad bin Hanbal dari Yahya bin
Ma‟în beliau laysa bihi ba‟sa, „Utsmân bin Sa‟îd Al Darimî dari Yahya bin
8) Al- Darimî, nama asli beliau adalah „Abdullah bin Abdul Rahmân bin
Faḏl bin Bahrâm Al-Darimî al-Tamîmî, beliau dikenal dengan sebutan Abu
dan wafat pada tahun 255 H. beliau berguru kepada Hakam bin Mûsa. Seperti
diketahui bahwasanya beliau masyhur dengan kitab sunan nya yaitu kitab
Sunan Al Darimî.102
2) Muhammad bin „Umâra bin „Amrû bin Hazm al- Anshârî al- Hazmî
Al Madânî, banyak yang tidak diketahui mengenai profil beliau termasuk tahun
wafatnya. Salah satu Guru beliau adalah Abu Bakar bin Muhammad bin
„Amrû, dan Murid beliau adalah „Abdullah bin Idrîs. Menurut ulama Ishâq bin
101
Al-Mizzi, Tahdzibul Kamil Fi Asma al-Rijal, j. 7, h. 136
102
Al-Mizzi, Tahdzibul Kamil Fi Asma al-Rijal, j. 15, h. 210
61
Manshûr dari Yahya bin Ma‟în beliau adalah orang yang tsiqah, dan Abu
3) „Abdullah bin Idrîs bin Yazîd bin Abdul Rahmân bin Al- Aswâd,
beliau dikenal dengan nama Abu Muhammad Al Kufî, beliau wafat pada tahun
192 H. Adapun guru-guru beliau salah satunya Muhammad bin „Umâra bin
„Amrû, „Abdul Mâlik bin „Abdul „Azîz bin Jurâij, dan murid beliau adalah Abu
Kurâyb Muhammad bin Al A‟la. Menurut Abu Hatim beliau adalah seorang
Imam dan orang yang tsiqah, Al Nasâi, AL „Ijlî juga menyebutkan yang
demikian beliau adalah orang yang tsiqah tsabit, dan Al Khalîl menambahkan
dengan sebutan Abu Kurâyb Al Kufî, diketahui bahwa beliau lahir pada tahun
160 H dan wafat pada tahun 247 H. salah satu guru beliau adalah „Abdullah bin
Idrîs, dan ulama-ulama yang berguru kepada beliau salah satunya adalah Abu
Dâwud, Muslim, Tirmidzî dll. Abu Hatim menilai bahwa beliau adalah orang
2) Syu‟aib bin Abi Hamzah, beliau terkenal dengan sebutan Abu Basyar
Al Hamshî, beliau wafat pada tahun 162 H. Salah satu dari guru beliau adalah
Muhammad bin Muslim bin Syihâb Al Zuhrî, dan banyak yang berguru kepada
beliau salah satunya Abu Al Yamân bin Hakam bin Nâfi‟. Menurut „Abdullah
bin Syu‟aib al- Shabûni dari Yahya bin Ma‟în beliau adalah orang yang tsiqah,
103
Al-Mizzi, Tahdzibul Kamil Fi Asma al-Rijal,, j. 21, h. 254
104
Al-Mizzi, Tahdzibul Kamil Fi Asma al-Rijal,, j. 14, h. 293
62
begitu juga pendapat ulama Ahmad bin „Abdullah al-„Ijlî, Ya‟qûb bin Syibah,
Hâfidz.105
Bahrâni, dikenal dengan sebutan Abu Al Yaman Al Hamshî, beliau wafat pada
tahun 222 H. beliau banyak berguru dengan ulama salah satunya adalah
Syu‟aib bin Hamzah, begitu juga murid beliau salah satunya Muhammad bin
Yahya Al Dzahli. Menurut „Abdul Rahmân bin Abi Hatim beliau adalah
Tsiqah shadûq dan Ahmad bin „Abdullah Al Ijlî memberi penilaian la ba‟sa
bih.106
4) Muhammad bin Yahya bin „Abdullah bin Khâlid bin Fâris bin
Naisabûrî Al Imâm Al Hâfidz. Diketahui bahwa beliau lahir pada tahun 172 H
dan wafat pada tahun 258 H. Salah satu dari guru beliau adalah Abu Al Yaman
Hakam bin Nâfi‟, dan murid beliau adalah Abu Dâwud. Menurut Abu Hâtim
beliau adalah orang yang tsiqah, „Abdul Rahman bin Abi Hâtim menilai
ma‟mûn.107
5) Abu Dâwud nama asli beliau adalah Sulaimân bin Al Asy‟Asy bin
Ishâq bin Basyîr bin Syidad Al Azdi Al Sijistâni, nama Abu Dâwud adalah
kunyah atau nama yang populer di tengah masyarakat. Beliau wafat pada tahun
Yahya bin Fâris Al Dzahlî, Abu Kurâyb Muhammad bin Al A‟la, dan Hakam
bin Mûsa Al Qanṯâri. Menurut Al Hakam Abu „Abdullah adalah seorang Imam
yang hafiẕ, Ibnu Hâjar berpendapat bahwasanya beliau tsiqah, hafiẕ, dan Abu
Setelah melakukan penelusuran melalui tiga jalur di atas, maka dapat dilihat
bahwa dari masing-masing jalur dan periwayat semua sanad nya bersambung,
hal ini dapat dilihat dari pengakuan antara guru dan murid, kemudian tahun
tsiqah, tsiqah tsabit, hâfiẕ, dsb. Meskipun ada juga yang memberi penilaian
dibawah itu seperti kata shadûq, lâ ba‟sa bih,dll. Namun dari beberapa
penilaian ta‟dil yang diberikan oleh para ulama kritikus hadis ada satu
periwayat yang dinilai munkar al hadîs dan ḏa‟îf oleh Abu Al Hasan Al Bara‟
yaitu Sulaimân bin Dâwud. Akan tetapi oleh Abu Hâtim (kritikus yang
oleh Malik ini adalah mursal, dan dianggap bersambung oleh Al Nasai dan
Ibnu Hibban, akan tetapi dijelaskan di dalam kitab Subul Al Salâm bahwa
hadis ini adalah ma‟lul109 karna termasuk dari riwayat Sulaimân bin Dâwud,
yang mana disepakati bahwa hadis nya matruk (tidak terpakai), sebagaimana
108
Al-Mizzi, Tahdzibul Kamil Fi Asma al-Rijal, j.11, h.355
109
Hadis yang diketahui ada keraguan di dalamnya, (umtuk penjelasan lebih lanjut baca
Subul Al Salam, h. 167)
64
yang dikatakan oleh Ibnu Hazm, tetapi dalam hal itu ia keliru karna mengira
Zur‟ah, Abu Hâtim, „Ustmân bin Sa‟îd ia dipuji sebagai periwayat yang tsiqah
Ibnu Abdil Barr mengatakan bahwa hadis ini menyerupai hadis mutawatir
karna diriwayatkan berupa hadis bersanad dari jalan shalih, yaitu yang terkenal
menurut ahli sejarah dan ahli hadis sehingga tidak perlu disiarkan sanad nya.
Dan orang-oarang yang menjadi syahid atas hadis tersebut tentu menerimanya,
Dikatakan bahwasanya semua jalur hadis tersebut memang tak satupun yang
luput dari kelemahan, hanya saja kelemahan yang dimaksud adalah ringan
yaitu terletak pada kemursalan dan kelemahan terhadap hafalan, tidak ada
seorang pun diantara perawinya yang tertuduh berdusta, dan kelemahan yang
seperti demikian dapat menguatkan satu jalau hadis dengan jalur yang lain
Sehingga meskipun hadis ini di dhaifkan oleh sebagian ulama tapi hadis ini
mengatakan setiap darinya saling menguatkan antara satu sama lain sehingga
110
Muhammad bin Ismâ‟îl Al-Amir Al- San‟âni, Subul Al Salâm: Syarah Bulughul
Maram, terj. Muhammad Isnani, dkk, (Jakarta: Darus Sunnah, 2010), j. 1, h. 168
111
Abu Al Ula Muhammad Abdurrahman bin Abdurrahim Al Mubarakfuri, Tuhfatul
Ahwadzi : Syarah Jami‟ Tirmidzi, terj. Shafaul Qalbi, j.2, h. 105
112
Syarif Rahmat, “Berwudhu Untuk Memegang Mushaf Al Qur‟an”, Kumpulan Buletin
Jum‟at “Qum”, No. 209 (Desember 2005)
65
hadis ini seperti Ya‟qûb bin Sufyan ia mengatakan bahwasanya ia tidak pernah
mengetahui surat yang lebih shahih dari pada surat ini, begitu juga dengan
„Umar bin „Abdul „Azîz dan Az-Zuhrî telah menyatakan kesaksian tentang
Namun pada tingkat penetapan hukum nya tidak mencapai pada tingkat
Dan maksud dari pada bersuci pada teks hadis tersebut perlu penelitian lebih
lanjut karna merupakan lafaz yang mengandung banyak makna. Apakah yang
dimaksud adalah suci dari hadas kecil, atau suci dari hadas besar, orang
mukmin atau orang yang tidak ada najis dibadannya. Harus ada qarinah khusus
perempuan Haid
Suci di dalam teks hadis yang bercerita tentang surat yang ditulis Rasulullah
kepada „Amrû bin Hazm menjadi perdebatan dikalangan ulama , ada yang
menyatakan bahwasanya hal yang dimaksud itu adalah suci dari hadas besar
sehingga tidak diperbolehkan bagi orang haid, junub ataupun nifas untuk
untuk orang-orang kafir yang kotor dan najis sebagaimana firman Allah yang
menyatakan :
dapat disentuh kecuali oleh makhluk yang telah disucikan allah dari dosa, sa‟îd
bin Jubair, Abu Al „Alîyah dan Ibnu sa‟îd berpendapat malaikat, Ikrimah
ini adalah bersifat umum untuk seluruh makhluk, sehingga pendapat yang
117
Abi Al Husain Muslim bin Al Hajaj, Sahîh Muslim, (Kairo: Maktabah al-
Islamiyah,tt), Kitab Tayammum, Bab Dalil Atas Muslim Tidak Najis,
118
Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir Al Ṯabari, Tafsir Al Ṯabari, terj. Fathurrozi dan
Anshari Taslim, ( Jakarta : Pustaka Azzam, 2009), j. 24, h. 613-615
67
paling tepat adalah yang para malaikat, rasul dan nabi yang telah disucikan
Pada makna kata lâ yamassuhu di atas, oleh mayoritas ulama kata ganti
nya ditujukan kepada malaikat karna melihat pada ayat sebelumnya yaitu “fî
kitâbin maknûn” (“kitab yang terpelihara”), pada pendapat lain memaknai kata
tidak, melainkan jangan yakni larangan, dan kata ganti hu bukan kembali
kepada manusia atau malaikat melainkan memegang dengan tangan, hal ini
menganggap yang dimaksud adalah mushaf yang ada ditangan kita sebagai
dalam keadaan hadas besar atau kecil. Imam Mâlik memperkuat argumen
tersebut dengan hadis yang berupa surat yang dikirimkan kepada penguasa
melaui „Amrû bin Hazm, selain dari pada itu ini menjadi bentuk pengagungan
terhadap al-Qur‟an yang mesti dijunjung tinggi antara lain dengan kesucian
lahir dan bathin. Sedangkan Abu Hanifah memberi toleransi bagi orang yang
Ayat ini juga turun sebagai bantahan terhadap dugaan bahwasanya al-
Qur‟an itu diturunkan oleh jin, sebagaimana jin menurunkan kepada dukun,
lalu ayat ini turun membantah dengan mengatakan bahwasanya al-Qur‟an itu
adalah kitab yang terpelihara dan tidak disentuh oleh orang yang suci hatinya,
119
Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir Al Ṯabari, Tafsir Al Ṯabari, j.24, h. 616
120
Muhammad Ali Al Sabuni, Safwat Al Tafâsir: Tafsir Tafsir Pilihan”, terj. KH.Yasin,
(Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 2011), j.5, h. 213
121
M. Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah, j. 13, h. 577
68
dalam arti bersih jiwa tanpa ada keraguan atas keesaan Allah dan kekufuran di
dalamnya, sehingga dengan demikian bila hal itu sudah terjadi maka tidak ada
jarak antara dirinya antara dengan dirinya dengan kitab yang maknun
(terpelihara). Hal ini dtegaskan di dalam hadis shahih riwayat Bukhari dan
al- Kitâb bahwasanya kata lâ yamassuhu artinya lâ yanzilu yang berarti tidak
turun kecuali dari malaikat yang suci, kalau yang dimaksud adalah orang
oleh orang yang melarang menyentuh mushaf bagi orang yang haid dan junub
tidak bisa dijadikan dalil karna semua atsar itu tidak ada yang shahih, karna
periwayatan hadis itu mursal atau bahkan bermartabat dhaif sehingga tidak bisa
122
Abdul Malik Abdul Karim Amrullah, Tafsir Al Azhar Juz XXVII, (Jakarta : Pustaka
Panjimas, t.t), h. 256-257
123
M. Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah, j. 13, h. 577
124
Abdullahsyah dkk, “Jurnal Kajian Nilai-Nilai KeIslaman”. Al Kaffah vol.3, no 1
(Januari-Juni 2015): h. 21-22
125
Abu Muhammad Ali bin Ahmad bin Sa‟id bin Hazm, Al- Muhalla, j. 2, h. 172
69
Dan mengenai ayat yang dikutip sebagai penguat akan larangan ini pendapat
yang paling rajih adalah boleh nya menyentuh mushaf al-Qur‟an bagi orang
yang berhadas hal ini dilihat dari beragam nya penafsiran dari ulama mengenai
ayat ini. Pertama dhomir hu pada kalimat la yamassuhu itu kembali kepada
kitab yang ada ditangan malaikat hal ini dlihat dari kata maknun pada ayat
dengan kata al muṯahhirîn yang berarti manusia yang menyucikan diri. Kedua
ayat ini bukan sebuah perintah atau larangan melainkan suatu khabar yang
tergolong kepada ayat makiyyah yang mana ayat makiyyah adalah ayat yang
kesimpulan hadis dan ijtihad dari kesimpulan ayat ini sebagai bentuk
memuliakan al-Qur‟an.127 hal ini juga di utarakan oleh Ali Al Shabuni di dalam
kitabnya bahwa turunnya al-Qur‟an dibawa oleh Malaikat yang suci, justru itu
ia tidak disentuh oleh selain orang yang suci sebagai bentuk pengagungan Al-
Qur‟an.128
126
Manna‟ Khalîl Al Qaṯan, Studi Ilmu-ilmu Qur‟an, terj. Mudzakir AS, (Bogor: Pustaka
Litera Antar Nusa, 2013), h. 87
127
Imam Muhammad Al Razi Fakhruddin, Tafsir Al Kabîr wa Mafâtih Al Ghaib, (Beirut:
Dar El fikr, 1414 H/ 1994 M), j. 29, h. 195
128
Muhammad Ali Al- Sabuni, Terjemahan Tafsir Ahkam Al-Sabuni, h. 968
BAB III
JAKARTA
mencetak ulama wanita, yang hafal al- Qur‟an, intelek dalam bidang ilmu
Hosen, LML selaku rektor IIQ (periode 1977-2001) pada masa itu
bahwasanya :
“IIQ adalah merupakan perguruan tinggi khusus wanita yang baru satu-
satunya ada di Indonesia bahkan didunia Islam. Di negara-negara Islam
Timur Tengah baik di Mesir, saudi, Iraq dan lain-lain belum ditemukan
suatu lembaga pendidikan tinggi khusus wanita yang mengadakan
pendalaman dan pengembangan ilmu-ilmu al- Qur‟an sebagaimana IIQ
ini.”3
Berdiri nya IIQ ini didorong oleh beberapa faktor, pertama tentunya
atas dasar kecintaan terhadap al- Qur‟an dan kesadaran akan pentingnya
1
A. Halim dkk, Manajemen Pesantren, (Yogyakarta : Pustaka Pesantren, 2005), h. 3
2
Institut Ilmu Al qur‟an Jakarta, Tentang IIQ Sejarah, artikel diakses pada 2 April 2018
dari http://iiq.ac.id/index.php?a=artikel&id=15&dm=16
3
Institut Ilmu Al- Qur‟an (IIQ) Jakarta, “Mengibarkan Panji-Panji Al- Qur‟an (25 Tahun
IIQ Jakarta)”, Lustrum V IIQ Jakarta, (1423 H/202 M), h. 13
70
71
huffadz al- Qur‟an (penghafal al- Qur‟an) yang bukan hanya sekedar
menghafal isinya tetapi yang tak kalah penting memahami makna al- Qur‟an
itu sendiri dengan menggali, mentelaah, dan mengkaji isi kandungan al-
Qur‟an. Selain dari pada itu para penghafal al- Qur‟an yang sarjana pada
kegiatan ini mendapat sambutan yang baik dan sangat menakjubkan dari
setiap muslim, sehingga sejak saat itu sampai kini MTQ menjadi tradisi
MTQ dan MHQ ini merupakan sarana yang efektif bagi syi‟ar Islam
sekaligus menjadi wadah da‟wah strategis maka agar MTQ dan MHQ ini
khusus.3 Maka tak heran jika IIQ ini menjadi salah satu icon yang mencetak
para qori‟ah dan hafidzhah yang sudah berlaga dikancah nasional bahkan
1
Institut Ilmu Al- Qur‟an (IIQ) Jakarta, “ Mengibarkan Panji-Panji Al- Qur‟an (25 Tahun
IIQ Jakarta)”, h. 6-7
2
Ahmad Sukardja dkk, IIQ dan Peran Sertanya Dalam Pembangunan Nasional, (Jakarta
: PT Kabiran Makmur Offset, 1985 M), h. 47
3
Institut Ilmu Al- Qur‟an (IIQ) Jakarta, “ Mengibarkan Panji-Panji Al- Qur‟an (25 Tahun
IIQ Jakarta)”, h. 12
72
Ketiga dikhususkan nya lembaga ini untuk wanita saja guna untuk
mengangkat derajat wanita yang mempunyai hak yang sama dan setara
sebagaimana firman Allah SWT dan hadis Nabi SAW yang banyak
Selain dari pada itu, yang menjadi penguat dikhususkan nya IIQ ini
sebagai lembaga untuk wanita saja ialah karna mengingat seorang wanita
adalah tiang negara dalam artian berdirinya sebuah negara pun tidak terlepas
dari peran seorang wanita, dan wanita merupakan ibu pendidik sekaligus
madrasatul ula yang melahirkan dan mempunyai peran yang paling dekat
kepada keluaraga dan anak yang mana merupakan generasi penerus, tentu
perempuan.6
4
http://www.pesantreniiq.or.id/index.php/news-iiq/warta/44-warta/513-Rifdah-Farnidah-
mahasiswi-iiq-juara-mhq-internasional, diakses pada hari Minggu, tanggal 22 April 2018
5
Institut Ilmu Al- Qur‟an (IIQ) Jakarta, “ Mengibarkan Panji-Panji Al- Qur‟an (25 Tahun
IIQ Jakarta)”, h. 59-60
6
Wawancara Pribadi dengan warek III IIQ, Hj. Romlah Widayati, M.A. , pada hari
Kamis 12 April 2018, Jam 11. 17 WIB
73
Selain dilatarbelakangi oleh beberapa faktor diatas hal ini juga didorong
atas adanya desakan dari Mentri Agama pada waktu itu yaitu Prof. Dr.
Istimewa Aceh untuk mendirikan perguruan tinggi khusus wanita. Hal ini
sejalan dengan anjuran Presiden RI (bapak Soeharto pada waktu itu) yang
juga dipelajari dan digali ilmu dan kandungannya serta diamalkan untuk
Karna terpanggil oleh rasa tanggung jawab, atas gagasan Prof K.H,
Ibrahim Hosen, LML, didirikanlah IIQ Jakarta pada tanggal 12 Rabiul Awal
1397 H atau bertepatan pada tanggal 1 April 1977 M oleh Yayasan Affan
yayasan IIQ yang diketuai oleh Hj. Harwini Joesoef. Pada mula
7
Institut Ilmu Al- Qur‟an (IIQ) Jakarta, “ Mengibarkan Panji-Panji Al- Qur‟an (25 Tahun
IIQ Jakarta)”, h. 9-10
8
Institut Ilmu Al- Qur‟an (IIQ) Jakarta, “ Mengibarkan Panji-Panji Al- Qur‟an (25 Tahun
IIQ Jakarta)”, h. 8
74
menyelesaikan hafalan tersebut jika pulang pergi, selain dari pada itu,
mahasiswi yang ada pada masa itu merupakan utusan LPTQ dari berbagai
Selatan tepat nya di jl. Ir. H. Juanda No.70 kecamatan Ciputat10, dulunya
perkuliahan dan pembinaan calon qori‟ah dan hafidzhah yang nantinya akan
penghafal al- Qur‟an maka perguruan tingkat institut ini memiliki sebuah
natalis ke VIII, pada saat itu diatas tanah 2½ hektar baru dibangun sebuah
gedung asrama dan dua buah perumahan pegawai atau pengawas asrama.
9
Wawancara Pribadi dengan Hj. Romlah Widayati,
10
Institut Ilmu Al qur‟an Jakarta, “ Tentang IIQ Sejarah,” artikel diakses pada 2 April
2018 dari http://iiq.ac.id/index.php?a=artikel&id=15&dm=16
11
Wawancara Pribadi dengan Hj. Romlah Widayati,
12
Pesantren IIQ, “profil Pesantren,” artikel diakses pada 2 April 2018 dari
http://www.pesantreniiq.or.id/index.php/profil-iiq
75
Dalam pidato Dies IIQ ke VIII ini Prof. KH. Ibrahim Hosen, LML
menyampaikan sebagai berikut:
“IIQ didirikan sebagai markas perjuangan kaum perempuan,
sekaligus merupakan kawah condrodimuko (tempat penggemblengan
dan penggondokan) srikandi-srikandi Islam yang sanggup tampil
mengibarkan panji-panji dakwah Islamiyyah, membangun masyarakat
dan bangsanya menuju masyarakat yang baik dan diridhoi Allah Swt.
Dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan
pancasila. Dari lembaga ini diharapkan dapat diproduksi sarjana-sarjana
muslimah yang berilmu dan berakhlak mulia, yang sanggup berperan
aktif mensukseskan pembangunan nasional sebagai sumbangsih
terhadap agama, bangsa dan negaranya.”14
Visi
1. Menjadi Pesantren Mahasiswi yang Qur‟ani
Misi
1. Menciptakan lingkungan pesantren yang nyaman dan kondusif
untuk menghafal al-Qur‟an.
13
Ahmad Sukardja dkk, IIQ dan Peran Sertanya Dalam Pembangunan Nasional, h. iv
14
Institut Ilmu Al- Qur‟an (IIQ) Jakarta, “ Mengibarkan Panji-Panji Al- Qur‟an (25
Tahun IIQ Jakarta)”, h. 37-38
15
Institut Ilmu Al- Qur‟an (IIQ) Jakarta, “ Mengibarkan Panji-Panji Al- Qur‟an (25
Tahun IIQ Jakarta)”, h.37
76
Pengasuh
Dr. KH. Ahmad Fathoni, Lc., M.A.
Kepala Asrama
Ruaedah, M.A.
16
Pesantren IIQ, “profil Pesantren,” artikel diakses pada 2 April 2018 dari
http://www.pesantreniiq.or.id/index.php/profil-iiq
17
Pesantren IIQ, “profil Pesantren,” artikel diakses pada 2 April 2018 dari
http://www.pesantreniiq.or.id/index.php/profil-iiq
77
Sekretaris Bendahara
Dliyaul Ula, S.Ud Salwa Fakhriani, S.Pd.I
Ketua Unit
Asrama I, II, III, IV & Masjid
Mahasantri
dari kegiatan agama, begitu juga di IIQ, kegiatan yang wajib diikuti di IIQ
ini adalah tahfiz karna memang dari awal dibentuknya IIQ ini itu menjadi
naghom, Ilmu qiraat, Rasm Utsmani dll. Kegiatan tahfiz di IIQ ini menjadi
terdapat kendala pada tahfiz dalam artian ketika waktu target tahfiz sudah
habis dan mahasiswi tersebut belum juga selesai targetnya maka mahasiswi
terbentuknya IIQ ini program tahfiz yang ada di pesantren ini seluruhnya 30
bertingkat.19
18
Wawancara pribadi dengan warek III IIQ. Tanggal 12 April 2018
19
Wawancara pribadi dengan warek III IIQ tanggal 12 April 2018
78
Program tahfidz di IIQ ini sendiri terbagi menjadi empat tingkat yaitu
pertama program tahfiz 30 juz, kedua program tahfiz 20 juz, ketiga program
pelaksanaan program ini terbagi dalam dua jadwal yaitu jam tahfidz wajib
dan jam tahfiz sunnah. Yang wajib itu berlaku pada hari senin, rabu dan
jum‟at sedangkan pada hari selain yang disebutkan tadi merupakan tahfiz
Selain dari pada itu, program diatas terbagi lagi menjadi dua, pertama
kelas tahfiz yang mana kelompok ini terdiri dari mahasiswi yang mengambil
program 30 juz dan 20 juz. Sedangkan yang kedua adalah kelas madin atau
kitab yang mana kelas ini wajib diikuti oleh mahasiswi yang mengambil
program 10 juz dan 5 juz. Selain dari kegiatan tahfiz di pesantren IIQ, juga
juz dan 5 juz juga dibebankan untuk mengikuti kegiatan wajib kitab seperti
jurnalis, kelas bahasa dll. Dan hampir setiap weekend selalu diisi dengan
seminar-seminar.22
20
Brosur institut Ilmu Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta, Tahun Ajaran 2018-2019
21
Wawancara pribadi dengan mahasiswi pesantren IIQ, tanggal 23 April 2018
22
Wawancara pribadi dengan mahasiswi pesantren IIQ, tanggal 23 April 2018
BAB IV
IIQ Jakarta disebabkan oleh beberapa faktor. pertama pesantren tersebut adalah
pesantren yang background nya adalah pesantren penghafal al Qur‟an, yang mana
keseharian nya tentu tidak lepas dari pada berinteraksi dengan al Qur‟an berupa
menambah dan mengulang hafalan al Qur‟an mereka. Faktor yang kedua ialah di
waktu target hafalan yang diberikan oleh mahasantri, yang tentunya ketika waktu
target dan waktu haid itu datang bersamaan ini akan menjadi penghambat tertunda
nya mahasantri tersebut menyelesaikan target yang sudah di tentukan dan ini akan
berdampak kepada sanksi yang sudah disiapkan oleh pihak lembaga. Kemudian
yang ketiga adalah karna pesantren tersebut di khususkan untuk perempuan saja,
dengan demikian antara pembahasan yang ingin dikaji oleh penulis selaras dengan
79
80
pada mahasiswi semester II IIQ dikarenakan dari informasi yang penulis dapatkan
satu tahun, meskipun selain dari semester II masih ada yang mukim namun itu
tidak keseluruhan, karna sebagian sudah ada yang mukim di luar pesantren.2 Dan
mahasiswi semester II IIQ Fakultas Ushuluddin prodi Ilmu Al Qur‟an dan Tafsir.
program tahfiz, pendidikan terakhir, sikap mahasiswi ketika haid dan alasan
Berdasarkan data yang tertera pada tabel 4.1 di atas dapat dijelaskan
yang paling sedikit adalah pada usia, 17 tahun, 21 tahun, dan 23 tahun yaitu
Tabel 4.2
Responden Berdasarkan Asal Daerah
No Asal Daerah Jumlah Jiwa Persentase
1 Jabodetabek 29 36%
2 Jawa (Barat, Timur dan Tengah 27 34%
3 Sumatra 14 18%
4 Kalimantan 1 1%
5 Nusa Tenggara Barat 1 1%
6 Sulawesi 1 1%
7 Tidak diketahui 7 9%
Total 80 100%
Berdasarkan data yang tertera pada tabel 4.2 di atas dapat dijelaskan
berasal dari Jabodetabek yaitu sebanyak 29 responden atau sebesar 36% dan
4
Data Penelitian Diolah Dengan Program Excel, 2018
82
Tabel 4.3
Karakteristik Responden Berdasarkan Program Tahfiz
No Program Tahfidz Jumlah Mahasiswi Persentase
1 30 Juz 33 41%
2 20 Juz 11 14%
3 10 Juz 24 30%
4 5 Juz 12 15%
Total 80 100%
Berdasarkan data yang tertera pada tabel 4.3 di atas dapat dijelaskan
41% dan responden yang paling sedikit adalah pada program tahfiz 20 Juz
Tabel 4.4
Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir
No Pendidikan Terakhir Jumlah Persentase
1 Pon-Pes berbasis SMA, MA dan SMK 60 75%
2 Madrasah Aliyah (MA) 15 19%
3 Sekolah Menengah Atas (SMA) 5 6%
Total 80 100%
Berdasarkan data yang tertera pada tabel 4.4 di atas dapat dijelaskan
sebesar 75% dan responden yang paling sedikit adalah pada Sekolah
5
Data Penelitian Diolah Dengan Program Excel, 2018
6
Data Penelitian Diolah Dengan Program Excel, 2018
83
Tabel 4.5
Karakteristik Responden Berdasarkan Sikap Ketika Haid
No Sikap Mahasiswi Ketika Menstruasi Jumlah Persentase
1 Menambah dan mengulang hafalan ketika haid 62 78%
2 Menambah Hafalan Saja 2 3%
3 Mengulang Hafalan saja 16 20%
80 100%
Berdasarkan data yang tertera pada tabel 4.5 di atas dapat dijelaskan
responden atau sebesar 78% dan responden yang paling sedikit adalah
menambah atau mengulang hafalan ketika haid dapat dilihat pada tabel 4.6
berikut8:
Tabel 4.6
Responden Berdasarkan Alasan Menambah Atau Mengurangi Hafalan
Ketika Haid
No Alasan Jumlah Persentase
1 Keterpaksaan(terikat peraturan dan target di IIQ) 40 Orang 50%
2 karna hukum haid itu sendiri 8 Orang 10%
3 kebiasaan pribadi 22 Orang 28%
4 Kebiasaan dari pesantren sebelumnya 10 Orang 13%
Total 80 Orang 100%
7
Data Penelitian Diolah Dengan Program Excel, 2018
8
Data Penelitian Diolah Dengan Program Excel, 2018
84
Berdasarkan data yang tertera pada tabel 4.6 di atas dapat dijelaskan
50%, Artinya jika di sinkronkan dengan tabel 4.5 maka mahasiswi IIQ
target hafalan yang sudah ditentukan batas waktunya, meskipun ini juga
sebagian dipengaruhi oleh bawaan diri pribadi yang dari dulu tetap
Dan responden yang paling sedikit adalah karena hukum haid itu
tersebut hanya menambah atau mengulang hafalan saja ketika haid dan
sebagian dipengaruhi oleh bawaan ketika dari masa pesantren dulu yang
dan menyentuh mushaf dalam keadaan haid dilakukan pada data yang
disajikan meliputi nilai mean (M) dan standar deviasi dan selanjutnya akan
haid.
menyentuh mushaf dalam keadaan haid yang akan dijelaskan terdiri dari
pesantren takhassus IIQ Jakarta. Berdasarkan hasil analisis data yang telah
9
Data Penelitian Diolah Dengan SPSS, 2018
86
52, 52, 53, 53, 53, 54, 54, 54, 55, 55, 55, 56, 56, 56, 56, 57, 58, 58,
58, 58, 58, 58, 58, 59, 59, 59, 59, 60, 60, 60, 60, 60, 60, 60, 61, 61, 61, 61,
61, 61, 62, 62, 62, 62, 63, 63, 63, 63, 63, 64, 64, 65, 65, 65, 65, 66, 66, 66,
66, 66, 66, 67, 67, 68, 68, 69, 69, 69, 70, 70, 70, 70, 71, 71, 73, 73, 73, 75,
langkah berikut10.
dan tertinggi
data11.
10
J. Supranto, Statistik Teori dan Aplikasi,( Jakarta: Erlangga, 2008), hlm. 73
11
Budi Susetyo, Statistika Untuk Analisis Data Penelitian,(Bandung: PT Refika
Aditama, 2012) hlm. 21
87
88
dengan rumus K=1 + 3,322 Log N jadi K=1 + 3,322 Log 80= 7,322 = 7.
Selanjutnya dicari panjang kelas interval (i) dengan rumus i=R/K = 80-
52/7 =28/7 =4. Maka dapat disusun tabel distribusi kelompok seperti yang
Tabel 4.7
Distribusi Kelompok
No Interval F X Fx X2 FX2
1 76 - 80 1 78 78 6084 6084
2 72 - 75 5 73,5 367,5 5402,25 27011,25
3 68 - 71 11 69,5 764,5 4830,25 53132,75
4 64 - 67 14 65,5 917 4290,25 60063,5
5 60 – 63 22 61,5 1353 3782,25 83209,5
6 56 - 59 16 57,5 920 3306,25 52900
7 52 - 55 11 53,5 588,5 2862,25 31484,75
Jumlah ∑80 ∑459 ∑4988,5 ∑30557,5 ∑313885,75
2. Mencari rata-rata
14
Budi Susetyo, Statistika Untuk Analisis Data Penelitian.......hlm. 20
15
Data Penelitian Diolah Dengan Program SPSS dan Excel, 2018
89
Standar deviasi dari data yang tertera pada tabel distribusi kelompok di
√ ∑ √
( ) ( ) √
= √
= 62,36 + (1 x 5,89)
= 68,25 ke atas
= 62,36 - (1 x 5,89)
= 56,47 ke bawah
membaca dan menyentuh mushaf dalam keadaan haid di atas dapat dilihat
Tabel 4.8
Kategori Pemahaman Mengenai Hadis Tentang Larangan Membaca
Dan Menyentuh Mushaf Dalam Keadaan Haid
Skor Nilai Kategori
68,25 – 80 Tinggi
56,47 sampai 68,25 Sedang
52 - 56,47 Rendah
16
Data Hasil Penelitian Diolah, 2018
91
sebagai berikut17:
Tabel 4.9
Kategori Hasil Pemahaman Mengenai Hadis Tentang Larangan
Membaca Dan Menyentuh Mushaf Dalam Keadaan Haid
Skor Nilai Kategori Frekuensi Porsentase
68,25 – 80 Rendah 15 18,8
56,47 sampai 68,25 Sedang 50 62,5
52 - 56,47 Tinggi 15 18,8
Total 80 100,0
menyentuh mushaf dalam keadaan haid dapat kita lihat pada gambar
dibawah ini:
Frekuensi 68,25 – 80
52 - 56,47 Rendah
Tinggi 19%
19%
56,47 sampai
68,25 Sedang
62%
haid. Akan tetapi dengan pertimbangan berada dalam kondisi darurat atau
hadis larangan membaca dan menyentuh mushaf al- Qur‟an namun dalam
mushaf al-Qur‟an masuk ke dalam kategori sedang yaitu 62% dari total 50
membaca dan menyentuh mushaf dalam keadaan haid, tetapi tidak semua
Tabel 4.10
Pengetahuan Mahasiswa IIQ Jakarta Terkait Hadis Larangan Membaca Al-
Qur’an Dalam Keadaan Haid Secara Tekstual
SS/SM M/S RG TS/TM STS/STM
No Pertanyaan
F % F % F % F % F %
responden atau sebesar 57,5%. hal ini dapat dilihat dari tanggapan
Tabel 4.11
Pengetahuan Mahasiswa IIQ Terkait Hadis Larangan Membaca Al-Qur’an
Dalam Keadaan Haid Secara Hukum Dan Kontekstual Hadis
SS/SM M/S RG TS/TM STS/STM
No Pertanyaan
F % F % F % F % F %
Secara pribadi pendapat
anda, perempuan haid itu
haram dan tidak
1 diperbolehkan membaca 6 7,5 7 8,8 9 11,3 39 48,8 19 23,8
alqur‟an tanpa pengecualian
atau alasan apapun
19
Data Penelitian Diolah Dengan Program SPSS, 2018
95
Jakarta tidak setuju dengan pernyataan perempuan haid itu haram dan
haid diperbolehkan membaca alqur‟an hanya jika dalam hal yang darurat
seperti belajar dan sejenisnya (dengan kata lain jika tidak ada unsur
yang belajar.
keadaan darurat ataupun tidak, karna tidak ada nash yang menyebutkan
menyentuh mushaf dalam keadaan haid secara tekstual hadis dapat dilihat
20
Data Penelitian Diolah dengan Program SPSS, 2018
97
Tabel 4.12
Pengetahuan Santri IIQ Terkait Hadis Larangan Menyentuh Mushaf Dalam
Keadaan Haid Secara Tekstual hadis
STS/ST
SS/SM M/S RG TS/TM
No Pertanyaan M
F % F % F % F % F %
Apakah anda
mengetahui teks hadis
dibawah ini?
teks hadis diatas dapat dijelaskan bahwa sebagian besar responden sudah
sebesar 47,5%. hal ini dapat dilihat dari tanggapan responden yang
98
Tabel 4.13
Pengetahuan Santri IIQ Terkait Hadis Larangan Menyentuh Mushaf Dalam
keadaan Haid Secara Hukum Dan Kontekstual Hadis
STS/ST
SS/SM M/S RG TS/TM
M
No Pertanyaan
F % F % F % F % F %
Secara pribadi pendapat
anda, bahwasanya
perempuan haid haram
dan tidak diperbolehkan
menyentuh alqur‟an
1 baik dengan pembatas 1 1,3 10 12,5 17 21,3 44 55 8 10
atau alas dan baik
dengan mushaf alqur‟an
terjemah terlebih
mushaf alqur‟an yang
bukan terjemah
21
Data Penelitian Diolah Dengan Program SPSS, 2018
99
STS/ST
SS/SM M/S RG TS/TM
M
No Pertanyaan
F % F % F % F % F %
dsb
alqur‟an baik dengan pembatas atau alas dan baik dengan mushaf alqur‟an
menyentuh alqur‟an baik dengan pembatas atau alas dan baik dengan
mushaf dalam keadaan haid secara teks namun secara hukum dan
hal lain seperti mengacu kepada dalil lain yang semakna dengan hadis
tersebut, yaitu berupa firman Allah didalam Al- Qur‟an surah Al Waqi‟ah
syarat menggunakan alas atau pembatas seperti kain dsb. Hal ini
menyentuh mushaf dalam keadaan haid. Akan tetapi dapat dilihat bahwa
yang menolak hal tersebut bahkan tidak mencapai 50% dari responden,
berikut ini.
22
Wawancara Pribadi dengan Ainun Nadhrah, Jakarta, 9 April 2018
101
tentunya didasari hadis tersebut tidak bisa dijadikan landasan pasti karena
Tabel 4.14
Pemahaman Menyeluruh Terhadap Hadis Larangan Perempuan Untuk Membaca
Dan Menyentuh Mushaf Al-Qur’an Ketika Sedang Haid
SS/SM M/S RG TS/TM STS/STM
No Pertanyaan
F % F % F % F % F %
Dari kedua teks hadis
diatas, menurut anda
1 tidak boleh membaca 4 5 13 16,3 29 36,3 31 38,8 3 3,8
alqur‟an dan tidak
boleh menyentuh nya
23
Data Penelitian Diolah Dengan Program SPSS, 2018
102
1% 21%
26%
52%
mushaf al-Qur‟an ketika sedang haid. Akan tetapi pada prakteknya mereka
52%. dan tentunya hasil dari persentase ini menunjukkan keterkaitan dengan
Jika disinkronkan persentase pada tabel 4.10 dan pada tabel 4.12
pada hadis tersebut dapat dilihat pada tabel 4.11 dan pada tabel 4.13,
membaca alqur‟an karna teks hadis tersebut tidak bisa dijadikan pegangan
rukhshah atau keringanan bagi perempuan haid yang sedang belajar atau
24
Wawancara Pribadi dengan Qinta Berliana Valfini, Jakarta, 17 April 2018.
104
pendapat yang membolehkan seperti pendapat Imam Malik dan Abu Daud
ketika haid untuk keadaan tertentu seperti sedang dalam keadaan belajar
atau untuk menjaga hafalan al-Qur‟an agar tidak hilang, sebagaimana yang
mushaf al-Qur‟an karna adanya pernyataan secara lisan oleh rektor IIQ
25
Wawancara Pribadi dengan Agustina Erika, Jakarta 16 April 2018
105
Jakarta
membaca Al-Qur‟an dalam keadaan haid dapat dilihat pada tabel 4.15
berikut26:
Tabel 4.15
Sikap Mahasiswi IIQ Jakarta Terkait Hadis Larangan Membaca Al-Qur’an
Dalam Keadaan Haid
STS/ST
SS/SM M/S RG TS/TM
M
Pertanyaan
F % F % F % F % F %
Apakah ketika anda
haid anda membaca
alqur‟an didalam hati 3 3,8 14 17,5 9 11,3 46 57,5 8 10
(tanpa bersuara) ?
tertera pada tabel 4.15 di atas diketahui bahwa sebagian besar responden
ini dapat dilihat dari pernyataan sikap tidak setuju dengan pertanyaan
bahwa apakah ketika anda haid anda membaca alqur‟an didalam hati
tidak harus dibaca didalam hati (tanpa bersuara) tetapi boleh dibaca
26
Data Penelitian Diolah Dengan Program SPSS, 2018
106
keseharian mereka ketika haid pada tabel 4.5 pada gambar dibawah ini:
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
62 Orang 2 Orang 16 Orang
menambah dan menambah mengulang
mengulang hafalan saja hafalan saja
hafalan
Series1 78% 3% 20%
yang sudah ditetapkan di IIQ, terkait kebijakan target hafalan yang harus
selesai pada waktu yang ditentukan dengan sanksi tidak bisa melanjutkan
apabila target hafalan tersebut tidak dilaksanakan. Hal ini dapat dilihat
pada tabel 4.6 terkait alasan mahasiswi IIQ tetap menambah atau
dibawah ini:
107
50%
40%
30%
20%
10%
0%
40 Orang 8 Orang 22 Orang 10 Orang
Keterpaksaa Karna kebiasaan kebiasaan
n hukum Haid pribadi dari
(peraturan itu sendiri pesantren
dan sebelumnya
mengejar
target…
Series1 50% 10% 28% 13%
Qur‟an, selain data diatas hal ini juga dikuatkan dengan pernyataan
larangan menyentuh mushaf dalam keadaan haid dapat dilihat pada tabel
4.16 berikut28:
Tabel 4.16
Sikap Dan Aplikasi Mahasiswi IIQ Terkait Hadis Larangan Menyentuh Mushaf
Dalam Keadaan Haid
STS/ST
SS/SM M/S RG TS/TM
M
No Pertanyaan
F % F % F % F % F %
Apakah anda ketika
sedang haid
menambah atau
mengulang hafalan
1 dengan memegang 8 10 52 65 14 17,5 5 6,3 1 1,3
mushaf seperti biasa
ketika dalam
keadaan tidak haid ?
27
Wawancara Pribadi dengan Agustina Erika, Jakarta 16 April 2018
28
Data Penelitian Diolah Dengan Program SPSS, 2018
109
mengulang hafalan
tanpa menggunakan
mushaf akan tetapi
dengan
menggunakan media
elektronik seperti
qur‟an digital dan
sejenisnya
70
60
50
40
30
20
10
0
52 Orang 18 Orang 23 Orang
menambah dan menambah dan menambah dan
mengulang mengulang mnegulang
hafalan dengan hafalan tanpa hafalan dengan
mushaf mushaf media
elektronik
Series1 65 22.5 28.8
mengetahui adanya hadis tersebut seperti yang dapat kita lihat pada tabel
haid, hal ini dapat dilihat pada tabel 4.13 yaitu 55% atau 44 mahasiswi
hadis tersebut hal ini juga didukung dari pemahaman yang sebelumnya
IIQ terkait hadis larangan menyentuh mushaf dalam keadaan haid yaitu
selain dari hadis dan pendapat para ulama, mereka juga berpatokan pada
peraturan yang ada di IIQ jakarta dan pemahaman yang didapat dari
29
Wawancara Pribadi dengan Ainun Nadhrah
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
111
112
B. Saran
kajian hadis nya terdapat kecacatan, baik dari segi sanad ataupun
yang kuat.
DAFTAR PUSTAKA
A.J Wensinck. Mu‟jam Mufahras Li Alfadz Al-Hadis Al- Nabawi. Leiden : E.J
Brill, 1995
A.J Wensinck. Miftah al- Kunuz al- Sunnah. Kairo: Dar al- Hadis, 1411 H/ 1991
M.
Abdul Malik Abdul Karim Amrullah Hamka. Tafsir Al Azhar Juz XXVII. Jakarta
: Pustaka Panjimas, t.t
Abdurrahman bin Nashir As- Sa‟di, Syaikh . Syarah Umdatul Ahkam”, terj.
Suharlan dan Suratman. Jakarta: Darus Sunnah Press, 2015
Abi „Abdillah Muhammad bin Yazîd Al- Qazwînî, Sunan Ibnu Majah. Beirut :
Dar Al-Fikri, 1415 H/ 1995 M
Abi Al Fadhl Ahmad bin Hajar Al „Asqalany. Tahdzib Al Tahdzib. Beirut: Dar El
Fikr,t.t
Abi Bakar Ahmad bin Husain bin „Ali al-Baihaqi. Sunan Al-Kubra .Beirut: Dar
Al-Kitab Al-Ilmiyah, 1424 H/ 2003 M
Abi Hajjaj Yusuf al-Mizzi, Jamaludin. Tahdzibul Kamil Fi Asma al-Rijal. Beirut:
Muassasah al-Risalah, 1413 H/ 1992 M.
113
114
Abi Isa Muhammad bin Isa bin Saurah. Jâmi‟ al- Shahîh Wa Huwa Sunan
Tirmidzî. Beirut: Dar Al- Kutub al- Ilmiyah, 1415H/1995 M
Abu „Isa Muhammad Ibnu Mûsa al Dahaq al Sulamî al Bughi. Sunan Al-Tirmidzi.
Kairo: Dar Al-Hadist, 2005.
Abu Dâwud Sulaimân bin al- Asy‟asy bin Ishâq bin Basyîr bin Syadad al- Azdi
al- Sijistâni, Sunan Abi Dâwud, Beirut: Dar al- Fikr,t.tp.
Abu Hajar Muhammad al-Sa‟id Ibn Basyuniy Zaghlul. Mausu‟âh Aṯrâf al-Hadîs
al-Nabawi al-Syarîf. Beirut: Dar al-Fikr, 1410 H/1989 M.
Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir Al Thabari. Tafsir Al Thabari, terj. Fathurrozi
dan Anshari Taslim. Jakarta : Pustaka Azzam, 2009
Abu Muhammad „Abdullah bin „Abdul Rahman bin Fadl bin Bahram al- Darimi.
Sunan Al Darimi. Kairo: Dar al-Fikr, 1398 H/ 1978 M
Abu Muhammad „Abdullah bin abdurrahman bin Fadhil bin Bahram Ad-Darimi.
Sunan Al-Darimi. Kairo: Dar Al-Fikr, 1398 H/ 1978 M
Abu Muhammad Ali bin Ahmad bin Sa‟id bin Hazm, “ Al- Muhalla”, terj. Ahmad
Rijali Kadir. Jakarta: Pustaka Azzam, 2007
Abu Zakariyya Yahya Sarf al-Din al-Nawawi. al-Tibyân Fî Adab Hamalat al-
Qur’an. Beirut: Dar An-Nafa‟is, 1984.
115
al- Husaini, Ibnu hamzah. Asbabul Wurud, Latar Belakang Historis Timbulnya
Hadis-Hadis Rasul, terj. H.M Suwarta Wijaya dan Zafrullah Salim.
Jakarta: Kalam Mulia, 2002.
Ali bin „Umara Dar Al-Quthni. Sunan Dar al-Quthni. Beirut: Dar al-Ma‟arifah,
1422 H/ 2001 M
Ash- Shiddieqy, T.M. Hasbi. Pokok-Pokok Ilmu Dirayah Hadis. Jakarta : Bulan
Bintang, 1976
Asqalani, Ibnu Hajar. Fathul Baari Syarah: Shahih Bukhari, terj. Gazirah Abdi
Ummah. Jakarta: Pustaka Azzam 2002.
Asqalany, Ibnu Hajar. Al Isâbah Fî Tamyîz al- Shahabah”. Beirut: Dar Al- Kutub
al- Ilmiyah, 1415 H
Bahri, M. Saiful. “Problematika Hukum Membaca Al- Qur‟an Bagi Wanita Haid
Dalam Proses Tahfidz.” Skripsi S1 Fakultas Syari‟ah, Universitas Islam
Negeri Sunan Kalijaga, 2007
Bani, Muhammad Nashiruddin. Irwa Al Ghalil, terj. Khairun Na‟im dan Diana
Madzkur. Jakarta: Najla Press, 2003
Bustamin dan H.A. Salam, M. Isa. Metode Kritik Hadis. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2004.
116
Choiriyah, Siti. “Thawaf Bagi Wanita Haid Menurut Ibnu Mas‟ud al Kasani.”
Skripsi S1, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2012.
Faridl, Miftah. Puasa, Ibadah Kaya Makna. Jakarta: Gema Insani, 2007.
Hamid al Wahdi al Naisaburi, Abu Hasan Ali. Asbabun Nuzul. Beirut: Dar al
Fikr, 1986.
Hamim HR, M. terjemah fathul qorib. Kediri Jawa Timur : Santri Salaf Press,
2014.
Hendrik. Problema Haid: Tinjauan Syariat Islam dan Medis. Solo: Tiga
Serangkai,2006.
Ibn Sayyid salim, Abu Malik Kamil . Fikih Sunnah Wanita: Referensi Fikih
Wanita Terlengkap”, terj. Firdaus. Jakarta: Qisti Press, 2013
Imam Abi Abdillah Muhammad Ismail bin Ibrahim Al Bukhari. Matan Bukhari
Kairo: Darul Fikr.t.tp
117
Mahdi al- Istanbuli, Mahmud. Tuhfatul Arusy, terj. Sholihin. Jakarta: Qitshi Press,
2012.
Malik bin Anas bin Malik bin „Amir Al-Asbahi Al-Madani. Muwathṯa‟ Imam
Malik. T.tp,: Muassasah al- Risalah, 1412 H
Mizzi, Jamaluddin .Tahdzib al- Kamal Fi Asma‟ al- Rijal. Beirut: Dar al- Fikr,
1994.
Muhammad bin „Ali Al Syauqani, “Nailu al-Authar Min Asrari Muntaqa al-
Akhbar”, (j.1, h. 284
Mulia, Siti Musdah. Kemuliaan Perempuan Dalam Islam. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo, 2014.
Nasution, Siti Nafsiah. “Studi Kualitas Sanad Hadis Membaca al-Qur‟an Bagi
Wanita Junub, Haid dan Nifas Tanpa Menyentuh Mushaf.”, Skripsi S1
Fakultas Ushuluddin, UIN SUSKA Riau, 2015
Nawawi, Imam .Syarah Shahih Muslim, terj. Agus Ma‟mun dkk. Jakarta: Darus
Sunnah Press, 2015
118
Qardhawi, Yusuf . Tirulah Puasa Nabi: Resep Ilahi Agar Sehat Jasmani-Ruhani.
Bandung: PT Mizan Pustaka,2011.
Qattan, Manna‟ Khalil . Studi Ilmu-ilmu Qur‟an. Bogor: Pustaka Litera Antar
Nusa, 2013
Sa‟di, „Adil. Fiqhun Nisa, Thaharah Shalat, terj. Abdurrahim. Jakarta : PT Mizan
Publika, 2006.
Shaufi, Ahmad Hidayat .“Studi Kritik Hadis Wanita Haid Masuk Masjid; Analisa
Sanad dan Matan.” Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam
Negeri Jakarta, 2007.
Shihab, M. Quraish. Tafsir Al- Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al- Qur‟an.
Jakarta: Lentera Hati, 2002.
119
Sri Rahayu, Ningsih “ Studi Kritik hadis Larangan dan Kebolehan Perempuan
Haid Masuk Masjid.” Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, IAIN Walisongo,
2012.
Suyuti, Jalaludin. Al- Itqan Fi „Ulum al-Qur‟an. Beirut: Dar al- Fikri, 1951.
Syaikh Faishal bin Abdul Aziz Alu Mubarak. “Mukhtashar Nailul Authar”, terj.
Amir Hamzah Fachrudin dan Asep Saefullah. Jakarta: Pustaka Azzam,
2011.
Taimiyah, Ibnu “ Fatawa An-Nisa‟”, terj. Khairun Naim, Jakarta: Ailah, 2005.
Umar, Nasarudin dan Dani, Indriya R. 100+ Kesalahan Dalam Haji dan Umroh.
Jakarta: Qultum Media,2008.
Wawancara pribadi dengan Dhiyaul Ula, salah satu pengurus Pesantren Takhassus
IIQ. Jakarta 9 April 2018
120
Zaki al-Barudi, Syeikh Imad. Tafsir Wanita”, terj. Samson Rahman. Jakarta:
Pustaka Kautsar, 2005.
121
122
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
KUESIONER/ ANGKET
TENTANG PEMAHAMAN MAHASISWI PESANTREN TAKHASSUS IIQ
JAKARATA TERHADAP HADIS LARANGAN MEMBACA DAN
MEMBAWA ATAU MENYENTUH MUSHAF ALQUR’AN SAAT HAID
Judul Penelitian : Pemahaman Hadis tentang Larangan Membaca dan
Menyentuh Mushaf Al Qur‟an Saat Haid (Studi Kasus
Mahasiswi Pesantren Takhassus IIQ Jakarta)
Tujuan dan Manfaat : Untuk memperoleh data tentang pemahaman mahasiswi
pesantren takhassus IIQ Jakarta terhadap hadis larangan
membaca dan menyentuh mushaf bagi wanita yang sedang
haid
Koresponden : Mahasiswi Semester II Jurusan IAT Pesantren Takhassus
IIQ Jakarta
Cara Pengisian : - pada bagian pertama Pilihlah salah satu jawaban yang
paling sesuai dengan pendapat dan pengetahuan saudari
dengan memberi tanda silang (X) pada salah satu A,B,C
dan D dibawah ini ! pada bagian kedua pilihlah jawaban
yang menurut anda paling tepat.
- Bacalah dengan cermat setiap butir pertanyaan
sebelum anda menjawab !
Nama :
Usia :
Asal :
Daftar Pertanyaan
Bagian I: Kuesioner
1. Apa jenjang pendidikan terakhir anda sebelum terdaftar sebagai maha santri
pesantren Takhassus IIQ Jakarta?
A. SMA
B. SMK
126
C. MA
D. PON-PES berbasis SMA atau MA
2. Di Pesantren Takhassus IIQ Jakarta anda mengambil program yang berapa
Juz?
A. 30 Juz
B. 20 Juz
C. 10 Juz
D. 5 Juz
3. Ketika anda mengalami menstruasi apakah anda tetap menambah atau
mengulang hafalan? sertakan alasan dengan cara menceklis di kolom
sebelah kanan !
A. Ya, keduanya Karna memang dari dulu
menambah atau mengulang
hafalan ketika menstruasi
Karna mengejar target
hafalan di IIQ
Karna peraturan yang ada
dipesantren takhassus IIQ
B. Hanya menambah saja Karna menurut saya pribadi
ketika menstruasi hanya
boleh menambah hafalan
saja
Karna mengejar target
hafalan di IIQ
Karna peraturan yang ada
dipesantren takhassus IIQ
Karna kebiasaan santri
dipesantren saya yang
sebelumnya hanya
menambah hafalan saja
C. Hanya mengulang saja Karna menurut saya ketika
menstruasi hanya boleh
mengulang hafalan
Karna mengejar target
hafalan di IIQ
Karna peraturan yang ada
dipesantren takhassus IIQ
Karna kebiasaan santri
dipesantren saya yang
sebelumnya hanya
mengulang hafalan saja
127
Keterangan: