Anda di halaman 1dari 156

STRATEGIC

LEADERSHIP & SYSTEMS


THINKING IN LEARNING
ORGANIZATION

TIM BLANKONS INDONESIA


STRATEGIC LEADERSHIP &
SYSTEMS THINKING IN
LEARNING ORGANIZATION
(KEPEMIMPINAN STRATEGIS &
BERPIKIR SISTEM DALAM
ORGANISASI PEMBELAJAR)

TIM BLANKONS INDONESIA


Penyunting
Dumilah Ayuningtyas

Penyusun (Tim Blankons)


Purnawan Junadi
Husni Muadz
Abdur Razaq Thaha
Untung Waluyo
Anwar Fachry
Deddy Djunaedi Dahlan
Dumilah Ayuningtyas
Fajar Ariyanti
Ede Surya Darmawan
Dr Mohammad Baharuddin, SpOG., MARS
L Muhammad Hayyanul Haq, SH. LLM., PhD

Tim Penyelaras
Ekasafitri Sangadji, Septiana Maharanti, Nisaatul Maharanita
Fitrianingrum, Sayyidatul Munawaroh, Niken Sasanti Ardi

Tim Desain Kreatif


Adinda Tri Wulandari, Syahidah Asma Amani, Inayah,
Nindya Nuriesta Prilly,Azka Madihah
STRATEGIC LEADERSHIP AND SYSTEMS
THINKING IN LEARNING ORGANIZATION

Disusun oleh Purnawan Junadi, Husni Muadz, Abdur Razaq Thaha, Untung
Waluyo, Anwar Fachry, Deddy Djunaedi Dahlan, Dumilah Ayuningtyas, Fajar
Ariyanti, Ede Surya Darmawan, Dr Mohammad Baharuddin, SpOG., MARS, L
Muhammad Hayyanul Haq, SH. LLM., PhD

Penyunting: Dumilah Ayuningtyas


Desain Sampul: Azka Madihah
Tahun: 2021

Buku ini diterbitkan oleh Aya Prima Media


Depok, Jawa Barat
Dari KAMI Menjadi KITA:

KAMI mengawali menulis buku ini dan mengundang pembaca serta


pembelajar memberi input dan perbaikan untuk melengkapi serta
memperkaya agar menjadi buku KITA bersama. Silakan berkirim ke email:
dumilah@ui.ac.id. Semoga kehadiran buku ini akan membawa banyak
manfaat.

Buku ini dipersembahkan kepada semua pembaca


untuk tujuan PENDIDIKAN dan PROSES PEMBELAJARAN.
Dapat diperbanyak dan disebarluaskan namun TIDAK
DIPERJUALBELIKAN untuk kepentingan komersial.
PROFIL PENYUNTING DAN PENYUSUN

Dr. Dra. Dumilah Ayuningtyas, MARS.


Dosen dan Ketua Departemen Administrasi
Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia

Prof. dr. Purnawan Dr. Djunaedi


Junadi, MPH, Ph.D. Dahlan, MS.
Dosen Fakultas Kesehatan
Guru Besar AKK
Masyarakat Universitas
FKM UI Hasanuddin

Husni Muadz, Fajar Ariyanti,


MA, PhD. SKM, M.Kes., Ph.D.
Dosen Program Studi Pendidikan
Bahasa Inggris, FKIP, Universitas Dosen di UIN Syarif
Mataram dan bergabung di Hidayatullah Jakarta
SUMMIT Institute of Development

Prof. Dr. dr. Abdul Dr. Ede Surya


Razak Thaha. Darmawan, SKM,
MSc, SpGK. MDM.
Guru Besar Universitas
Hasanuddin/Pakar Kebijakan
Dosen dan Ketua Program
Pembangunan Gizi dan Kesehatan) Studi KARS FKM UI

Drs. Untung Dr Mohammad


Waluyo, Ph.D. Baharuddin,
Dosen Fakultas Pendidikan, SpOG., MARS
Mataram University, Pendiri
RS Budi
Mataram Lingua Franca
Institute Kemuliaan Jakarta

Ir. Anwar L Muhammad


Fachry, M.Sc. Hayyanul Haq, SH.
Pusat Penelitian
Kependudukan
LLM., PhD
dan Pembangunan Universitas
Universitas Mataram Mataram
TIM PENYELARAS
Ekasafitri Sangadji
Alumnus Program Pascasarjana FKM UI

Septiana Maharanti
Alumnus Program Pascasarjana FKM UI

Nisaatul Maharanita Fitrianingrum


Mahasiswa Program Pascasarjana FKM UI

Sayyidatul Munawaroh
Alumnus Program Pascasarjana FKM UI

Niken Sasanti Ardi


Alumnus Program Pascasarjana FKM UI

TIM DESAIN KREATIF


Adinda Tri Wulandari
Mahasiswa Sarjana FKM UI

Syahidah Asma Amani


Mahasiswa Pascasarjana FKM UI

Inayah
Mahasiswa Sarjana FKM UI

Nindya Nuriesta Prilly


Mahasiswa Sarjana FKM UI

Azka Madihah
Program Doktor Ankara University
Sepenggal Pemikiran

Puji syukur kami panjatkan kepada Alloh SWT atas segala rahmat dan karuniaNya,
sehingga penulisan buku Kepemimpinan Strategis dan Berpikir Sistem dapat
berhenti sejenak secara berarti, sebelum kami bernafas kembali untuk
menuliskannya kembali. Penulisan buku ini merupakan proses yang tidak pernah
selesai yang melibatkan para penulis dengan latar belakang beragam dan dari
berbagai lokasi di tanah air tercinta.

Berpikir strategis dan memahami realita kehidupan sebagai sebuah sistem yang
berjalan dinamis merupakan tuntutan peradaban milenium 21 yang perlu dikuasai
oleh siapapun dalam setiap bidang kehidupan. Terlebih lagi pada sektor kesehatan
yang merupakan "sektor hilir", muara berbagai intervensi dari berbagai sektor
kehidupan, tetapi juga “sektor hulu”, karena berbagai skctor kehidupan juga tidak
berjalan lancar, jika sektor kesehatan dalam kondisi tidak optimal.

Gerakan Learning Organization-Berpikir Strategis bermula dari pelatihan yang


diadakan oleh Johns Hopkins University yang diikuti beberapa peserta dari
Indonesia. Pasca pelatihan tersebut beberapa alumni mengadakan kembali ToT
untuk beberapa institusi di Indonesia. Seiring dengan bertambahnya institusi dan
peserta yang mempelajari Learning Organization-Berpikir Strategis, Gates
Foundation melakukan inisiasi beberapa institusi pendidikan untuk menyebarkan
dan menerapkan konsep Learning Organization-Berpikir Strategis, baik di
komunitas maupun di Institusi Pemerintah seperti Dinas Kesehatan. Penerapan
konsep ini diharapkan dapat menjadi catalyst untuk memecahkan masalah
kesehatan yang ada.

Selain itu, pelatihan-pelatihan Learning Organization-Berpikir Strategis secara


mandiri juga banyak dilakukan untuk Dinas-Dinas Kesehatan di beberapa wilayah
Indonesia. Pelatihan ini dipandang perlu untuk dapat meningkatkan kinerja
organisasi. Penerapan Learning Organization-Berpikir Strategis berkembang
menjadi kurikulum di beberapa Perguruan Tinggi Kesehatan Masyarakat dengan
Topik yang lebih spesifik yaitu Kepemimpinan dan Berpikir Sistem, bahkan
menjadi salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang Ahli Kesehatan
Masyarakat.
Buku ini berisikan perjalanan pemikiran, pembelajaran, diskusi dan dialog para
penggiat, mengacu kepada pemikitan Peter Senge yang sudah sejak tahun 2000
dimasukkan pada proses pembelajaran di berbagai perguruan tinggi di Indonesia,
dijadikan penelitian operasional dan menjadi pengalaman praktis para pembelajar
sesuai tempat bekerja dan lingkuan masing-masing. Penulisan buku dibuat secara
sistematis mulai dari konsep pembelajaran, organisasi pembelajar, personal
mastery, mental model, shared vision, team learning dan systems thinking. Materi
dasar kemudian diperkaya sesuai dengan pengalaman pembalajaran yang terjadi
selama belasan tahun.

Penullisan buku ditujukan untuk para praktisi, pembuat kebijakan, dan akademisi
sebagai bacaan rujukan dan pembandingan pemikiran untuk meningkatkan
efektivitas pencapaian tujuan organisasi yang berawal dari membangun
kemampuan individu yang terus-menerus melakukan perbaikan dalam satu sistem
organisasi yang berkelanjutan.

Buku ini merupakan persembahan seluruh tim Blankons (T.Soendoro, Harkus,


P.Junadi, D.Ayuningtyas, R.Thaha, H.Muadz, Haq, A.Fachry, M.Afifi, V.Hadju, I.
Angsar, E.Suryadarmawan, Bahar, F.Ariyanti, U.Waluyo, M. Baharuddin, M.
Hayyanul Haq) dan seluruh lainnya yang bersama-sama melalui perjalanan panjang
pembelajaran berusaha mewujudkan.

Kami menyadari masih banyak kelemahan dan kekurangan dalam penulisan buku
ini, oleh karena kami mengundang para pembaca untuk berdiskusi dan berdialog,
memberikan kami nafas dan semangat baru untuk menuliskannya lebih baik. Kami
senang sekali kalau “anda” nantinya ikut menjadi “kami”, ikut menulis, berapapun
minimalnya. Semoga para pembaca dan kita semua mendapatkan manfaat yang
banyak dari buku ini.

Juni 2021,
Tim Penyusun
DAFTAR ISI

BAB I
Pendahuluan: Kepemimpinan Strategis 1
BAB II
Berpikir Sistem (System Thinking) 11
BAB III
Shared Vision 26
BAB IV
Model Mental (Mental Models) 35
BAB V
Model Mental dan Dialog 63
BAB VI
Personal Mastery 75
BAB VII
Theory of Constraint (TOC) sebagai Penerapan Berpikir Sistem 90
BAB VIII
Aplikasi Root Cause Analysis (RCA) 101
BAB IX
Learning Organization and Team Learning 122

DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR SINGKATAN
3M: Menguras, menutup, dan mengubur
AI: Artificial Intelligence
APD: Alat Pelindung Diri
BMHP:Bahan Medis Habis Pakai
BPJS: Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial
BPOM: Badan Pengawas Obat dan Makanan
CLR: Categories Legitimate Reservation
CP: Core Problem
CRT: Current Reality Tree
DPJP: Dokter Penanggung Jawab Pasien
EC: Evaporating Cloud
FKTL: Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan
FRT: Future Reality Tree
IGD: Instalasi Gawat Darurat
IO: Intermediate Objectives
IOM: Intermediate Objectives Map
IT: Information Technology
JKN: Jaminan Kesehatan Nasional
K3: Kesehatan dan keselamatan kerja
KMK: Kredit Modal Kerja
LSM: Lembaga Swadaya Masyarakat
PHK: Pemutusan Hubungan Kerja
PM: Personal Mastery
POACE: planning, organizing, actuating, controlling dan evaluating
PRT: Prerequisite Tree
RCA: Root Cause Analysis
Sp.B: Spesialis Bedah
SOP: Standar Operasional Prosedur
STEP: System Thinking Education Program
TOC: Theory of Contraint
TT: Transition Tree
UDE: Undesirable Effect
BAB I
PENDAHULUAN:
KEPEMIMPINAN STRATEGIS
Pengantar
Kepemimpinan Strategis
Kepemimpinan berbeda dengan manajemen. Kepemimpinan adalah tentang do the
right thing, manajemen do the thing right. Kepemimpinan adalah tentang visi,
gambaran besar, dan bernaung dengan perubahan. Manajemen berkaitan dengan
menjalankan misi, mendetailkan visi dan berkaitan dengan fungsi rutinitas
organisasi yang sering disebut dengan POACE (Planning, Organizing, Actuating,
Controlling dan Evaluating).

Manajemen yang baik akan menghasilkan ketenangan dan stabilitas dalam


organisasi sehingga terhindar dari situasi chaos yang mengancam, juga
meningkatkan kualitas serta keuntungan dari pelayanan. Sebaliknya, gambar 1.1 di
bawah ini menjelaskan secara singkat perbedaan dan persamaan antara
kepemimpinan dan manajemen

Manajemen Kepemimpinan
Perencanaan Pengaruh
Komunikasi
Pengorganisasian Motivasi
Penyelesaian Masalah
Kepegawaian Inspirasi
Pengambilan Keputusan
Koordinasi Penciptaan
Kontrol Pendampingan

Gambar 1.1 Persamaan dan perbedaan antara manajemen dan kepemimpinan

Kepemimpinan menjadi semakin penting dalam era


revolusi industri 4.0 karena adanya kondisi global
yang menuntut suatu organisasi untuk semakin
kompetitif dan lincah. Dengan demikian,
mengerjakan sesuatu yang telah dikerjakan disertai
peningkatan yang tidak signifikan belum bisa
dikategorikan dalam sukses. Maka dari itu,
pembelajaran-pembelajaran dalam peningkatan
kapasitas perlu dilakukan oleh seseorang untuk
menjadi pemimpin.

2
Belajar adalah sebuah proses perubahan perilaku yang merupakan hasil dari
interaksi stimulus dan respons atau interaksi individu dengan lingkungannya.
Perubahan yang terjadi tidak hanya dalam pengetahuan, tetapi juga dalam
perbaikan sikap serta perilaku yang lebih adaptif dan terampil. Belajar bukanlah
sebuah proses yang sempurna, melainkan lingkaran proses yang berulang dan
mengandung kesalahan serta ketidak sempurnaan. Pepatah Cina berikut
menjelaskan proses itu dengan baik: dari mana datangnya kebijakan?

Kebijaksanaan datang dari ulangan ulangan keputusan yang baik,


keputusan yang baik datang dari ulangan-ulangan pengalaman,
pengalaman datang dari berbagai kesalahan, kesalahan didapat karena
rangkaian pengambilan keputusan yang buruk

Nilai moral dari pepatah


tersebut yaitu kesalahan adalah
proses pembelajaran.
Mempelajari hal baru adalah
sifat keingintahuan yang wajar
dari manusia, seperti halnya
ketika seorang anak belajar
berdiri dan berjalan. Tidak ada
anak yang langsung berdiri,
tetapi melalui jatuh bangun yang
berulang, dan goyangan ketidak
sempurnaan, kemudian kita
menanggapinya dengan suka cita. Hal ini biasa dikenal sebagai embrace error,
yang berarti menerima tanpa syarat kesalahan sebagai bagian yang tidak terelakkan
dalam sebuah pembelajaran.
Makna substantif dari learning yaitu sebuah proses yang tidak pernah berhenti,
melatih pikiran kita untuk berpikir, berkaitan dengan moral dan etik. Learning itu
tidak ada batasnya, serta merupakan praktik yang secara terus menerus dilakukan
untuk memperluas pengetahuan dan mengasah keterampilan kita. Perubahan
pemahaman, cara berpikir dan persepsi terhadap pengetahuan/pengalaman yang
sebelumnya pernah dimiliki dan mampu merubah perilaku seorang individu serta
dilakukan secara terus menerus mengikuti perkembangan lingkungan merupakan
implementasi dari learning.

3
Organisasi merupakan sebuah struktur dan bagian di mana di dalamnya terdapat
individu, kelompok/tim, serta interaksi atau rangkaian keseluruhan dari
pembelajaran yang terjadi. Pembelajaran yang diraih dapat berada dalam tingkat
individu, tim ataupun organisasi, dan tertanam dalam output yang berbeda, seperti
digambarkan berikut ini.

Bagaimana pembelajaran
Bagaimana Tingkatan bisa terjadi?
pembelajaran bisa pembelajaran
terjadi?
Memori personal
Pembelajaran Pengalaman personal
Akuisisi Pengetahuan
Individu Catatan
Kemampuan individu

Jejaring
Laporan
Distribusi Informasi Pembelajaran Produk
Interpretasi Informasi Kelompok Keahlian spesifik tim
Teknologi
Cerita/Anekdot

Database
Pembelajaran Prosedur
Memori Organisasi Proses
Organisasi
Kompetensi inti
Gambar 1.2 Dari pembelajaran kelompok menuju
pembelajaran organisasi (Huber, 1991)

4
Untuk menuju dari organisasi non pembelajar menjadi organisasi pembelajar
memerlukan suatu transformasi signifikan layaknya sebuah kepompong menjadi
seekor kupu-kupu. Pemahaman dan komitmen untuk memobilisasi subsistem
organisasi pembelajaran perlu dilakukan dengan membuat perencanaan dari
masing-masing komponen organisasi.

Akan tetapi, perlu diingat bahwa


untuk menjadi organisasi pembelajar
bukanlah hanya kondisi semata
karena perubahan adalah hal yang
konstan dan belajar merupakan proses
yang tak pernah selesai. Kutipan
berikut cocok untuk
menggambarkannya:

Organisasi pembelajar adalah organisasi yang secara terus menerus


mengembangkan, menghasilkan, meningkatkan kapasitas untuk menciptakan masa
depan, sehingga organisasi tidak hanya survive atau adaptif, tetapi juga berada di
depan dari perubahan itu sendiri. Gambar berikut menjelaskan dengan cantik:

Organisasi yang mau belajar dengan serius senantiasa mengikuti perubahan


dengan mengumpulkan, mengelola, dan menggunakan pengetahuan guna
mencapai tujuan bersama. Organisasi pembelajar tersebut memberdayakan orang-
orang di dalam maupun di luar organisasi serta menerapkan teknologi untuk
1,2
mengoptimalkan kapasitas yang dimiliki.

Strategi organisasi adalah sebuah proses pembelajaran yang melibatkan lima


elemen, yaitu :

5
Menilai di mana kita, berkaitan dengan pengumpulan informasi
tentang lingkungan organisasi yang kompetitif.
Memahami siapa kita dan ke mana kita akan pergi, yang merujuk kepada
aspirasi organisasi, termasuk visi, misi, dan nilai-nilai inti organisasi.
Belajar tentang bagaimana kita akan menuju ke sana, yang merupakan sebuah
strategi formulasi, termasuk menentukan prioritas.
Membuat sebuah perjalanan dengan melibatkan translasi strategi menjadi
sebuah aksi nyata dengan mengidentifikasi dan mengimplementasi taktik.
Memeriksa progress, sebagai suatu penilaian efektivitas organisasi secara
berkesinambungan, memimpin penilaian ulang untuk level baru performa suatu
organisasi yang telah dicapai dari elemen yang lain. Proses belajar ini akan
terjadi secara terus-menerus.

Strategi merupakan proses pembelajaran yang berimplikasi pada beberapa hal.


Pertama, strategi kempemimpinan lebih menekankan pada penemuan dari pada
penjelasan. Kedua, kepemimpinan strategis tidak hanya diperuntukkan bagi mereka
yang berada di posisi atas. Ketiga, menjadi pemimpin strategis tidak cukup jika
untuk diri sendiri, namun perlu adanya pengembangan yang disampaikan ke orang
lain. Terakhir, pemimpin strategis memadukan antara keterampilan berpikir,
beraksi, dan mempengaruhi untuk mengarahkan pada strategi sebagai proses
pembelajaran dalam organisasinya. 3
Secara umum, kepemimpinan tidak dapat disamakan dengan kepemimpinan
strategis. Kepemimpinan strategis digunakan pada saat keputusan-keputusan dan
aksi dari pemimpin memiliki dampak strategis tidak hanya untuk suatu organisasi,
namun juga di luar organisasi tersebut. Dari segi waktu, tentunya ada tujuan jangka
panjang yang akan dicapai yang sudah tertanam di dalam pikiran,
sembari bekerja mencapai tujuan-tujuan jangka pendek. Akan
tetapi, tidak semua tujuan jangka panjang akan secara terus
menerus diperhitungkan karena memastikan tujuan-tujuan
jangka pendek terlaksana dengan sangat baik perlu dilakukan
oleh pemimpin operasional yang mampu bekerja dengan sangat
baik dan efektif. Dalam kepemimpinan strategis, perubahan
signifikan dapat diciptakan dengan dampak yang cukup terlihat
bukan sekadar penyelesaian tugas sehari-hari secara berulang.3

Sebelum menjadi pemimpin, diperlukan usaha yang keras dan terus belajar
meningkatkan kompetensi diri. Ketika kita berhasil meraihnya, mental serta
semangat belajar yang kita miliki tersebut sebaiknya tidak hilang begitu saja.

6
Sebab sejatinya, belajar merupakan proses seumur hidup yang tidak berkesudahan.
Pemimpin yang berorientasi pada tujuan untuk menjadi "long life learner"
(pembelajar seumur hidup) daripada "long life leader" (pemimpin seumur hidup)
tidak menganggap prestasinya sebagai seorang pemimpin sebagai tujuan akhir,
tetapi sebagai suatu kesempatan dan sumber pembelajaran baru baginya.
Seperti yang kita ketahui, belajar adalah melakukan sesuatu secara berbeda
daripada yang sebelumnya. Bab ini tidak akan membuat seseorang akan dengan
mudah menjadi pemimpin strategis. Menjadi seorang pemimpin strategis tidak
dapat dikembangkan hanya dengan cara membaca buku, menekan tombol, atau
mengisi kotak. Layaknya surfing, kepemimpinan strategis membutuhkan
keseimbangan antara belajar dan mengubah kondisi. Tantangan saat ini adalah
mulai bergerak ke arah efektivitas kepemimpinan strategis dengan
mengembangkan keterampilan berpikir, bertindak, dan memberikan pengaruh baik
dari diri sendiri maupun dari tim. Tentunya hal ini juga akan terjadi dalam peran
utama seseorang untuk memastikan organisasinya mendapatkan kesuksesan.
Kepemimpinan bukan merupakan sebuah peran,
melainkan perilaku individu. Seseorang menjadi
pemimpin karena perbuatannya, bukan karena gelar
atau jabatan yang diemban, bahkan bukanlah
menggunakan kewenangan yang dimiliki melainkan
memberdayakan orang-orang. Konsep tentang
kepemimpinan sekarang sudah mulai bergeser,
followership is a part of leadership. Artinya,
pemimpin yang efektif melihat kepemimpinan dari
perspektif seorang pelayan, bukan seorang pahlawan
atau ahli. Seorang pemimpin harus menjadi
pembelajar/learner (menerima perubahan) untuk selalu
dapat berubah mengikuti perubahan yang terjadi, dan menjadi sumber
pembelajaran bagi orang lain. Sebagai pembelajar, pemimpin harus mampu
meningkatkan komitmen, bukan kepatuhan terhadap sesuatu/seseorang. Selain itu,
pemimpin yang efektif juga melihat kepemimpinan sebagai sebuah kapasitas untuk
menerjemahkan visi menjadi kenyataan.
Ciri-ciri yang menonjol dari seorang pemimpin pembelajar adalah keterbukaannya
terhadap perubahan, siap menerima kritik atau saran dari siapa saja, menjadi
seorang pendengar yang baik, selalu haus akan ilmu pengetahuan dan informasi,
selalu berupaya meningkatkan kemampuan dirinya, fleksibel, dan dinamis. Salah
satu cara untuk menumbuhkan mental pembelajar, yang sebenarnya ada dalam
setiap individu.

7
Seorang pemimpin pembelajar haruslah memiliki kesadaran diri (self-awareness)
bahwa ia masih perlu meningkatkan kapasitasnya, kemudian ia menyadari (self-
acceptance) bahwa dirinya tidak terlepas dari kesalahan dan masih harus banyak
belajar. Kejujuran untuk mengakui kelemahan diri dan mau menerima pelajaran
dari orang lain sangat penting untuk menumbuhkan mental pembelajaran dalam diri
seorang pemimpin.
Dari sekian banyak tantangan yang dihadapi oleh para pemimpin dan manajer,
mengelola perubahan adalah salah satu yang paling sulit. Perubahan adalah
dinamika kepemimpinan, di mana setiap pergantian tampuk kepemimpinan, setiap
anggota organisasi pasti hampir selalu mengharapkan terjadinya perubahan
terhadap organisasi tersebut ke arah yang lebih baik. Menunggu setiap inovasi dan
kreativitas pucuk kepemimpinan untuk membuat sesuatu yang baru yang
meenyegarkan semua. Hal tersebut tentunya tidak akan mampu dihadirkan oleh
pemimpin yang tidak mempunyai kekayaan pemikiran dari proses pembelajaran
dirinya sebagai pemimpin dan tidak akan mampu juga hadir dari pemimpin yang
tidak mempunyai pondasi “keberanian” untuk melakukan perubahan.
Mengutip Rhenald Kasali, “Perubahan membutuhkan
kehadiran pemimpin yang kuat. Pemimpin yang kuat bukan
otoriter tetapi berwibawa, tegas, bersih, dan dapat
dipercaya”, dan diperkuat oleh Daft (2005) yang
menyatakan bahwa “Change is leadership responsibility”
menguatkan bahwa seorang pemimpin haruslah mampu
menjadi pemicu perubahan. Tidak semua pemimpin yang
memegang kekuasaan dan wewenang akan mampu menjadi
pemimpin perubahan. Di mana seorang pemimpin
Rhenald Kasali perubahan selalu menyadari segala sesuatu itu dinamis,

selalu berubah mengikuti perkembangan jaman dan pemikiran, serta tidak ada yang
kekal kecuali Sang Pencipta dan perubahan itu sendiri. Dan harapan akan adanya
perubahan itu adalah suatu keniscayaan.
Kepemimpinan strategis bukan saja mampu menerima perubahan, tapi juga mampu
menciptakan perubahan. Perubahan yang terus terjadi membuat seorang pemimpin
harus terus belajar untuk mengimbanginya. Dibutuhkan para pemimpin yang
dengan tajam mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan: ”Dari mana harus mulai?
Bagaimana menciptakan urgensi sehingga orang bersedia menerima perubahan?
Bagaimana memastikan bahwa proses perubahan akan menjadi peluang untuk
mendapatkan dan justru bukan kehilangan momentum?”. Karena ukuran
kepemimpinan dapat terlihat dari bagaimana dampak pemimpin tersebut ke
masyarakat.
8
Organisasi pembelajar hanya akan didapatkan dari individu yang belajar, meskipun
pada individu yang belajar pun tidak akan menjamin organisasi pembelajar. Akan
tetapi, tanpa individu yang belajar, sebuah organisasi pembelajar tidak akan pernah
ada. Jika seseorang tidak cukup termotivasi dengan tantangan tujuan untuk tumbuh
dan berkembang, maka tidak akan pernah ada pertumbuhan, peningkatan
produktivitas, dan perkembangan.

Berbagai pemahaman tentang kepemimpinan, manajemen, dan peran pemimpin


dalam aspek manajemen dan organisasi pembelajar adalah sesuatu yang dibutuhkan
dan terintegrasi disebut sebagai 5th discipline menurut Peter Senge. Keterampilan
yang perlu dikuasai dalam organisasi pemberlajar meliputi Personal Mastery,
Mental Models, Team Learning, Systems Thinking, dan Shared vision. Karakteristik
organisasi pembelajar dibagi menjadi karakteristik pembelajaran dan organisasi, di
mana karakteristik pembelajaran yaitu mampu berpikir sistem, penguasaan pribadi,
mental models, dan leadership. Sedangkan karakteristik organisasi yaitu team
learning, team work, dan memiliki visi bersama, yang keseluruhannya akan
dibahas dalam buku ini.

Ikhtisar
Belajar atau learning adalah sebuah proses perubahan perilaku yang
merupakan hasil dari interaksi stimulus dan repons atau interaksi individu
dengan lingkungannya yang tidak ada batasnya, serta merupakan praktik
yang secara terus menerus dilakukan untuk memperluas pengetahuan dan
mengasah keterampilan seseorang. Organisasi merupakan struktur dan
bagian di mana individu, kelompok tim, dan keseluruhan pembelajaran
terjadi. Dalam sebuah organisasi pembelajaran, sebuah kepemimpinan
strategis juga diperlukan yang mana seorang pemimpin diharapkan bukan
saja mampu menerima perubahan, tapi juga mampu menciptakan
perubahan. Perubahan yang terus terjadi membuat seseorang pemimpin
harus terus belajar untuk mengimbanginya. Berbagai pemahaman tentang
kepemimpinan, manajemen, dan peran pemimpin dalam aspek manajemen
dan organisasi pembelajar adalah sesuatu yang dibutuhkan dan terintegrasi
disebut sebagai 5th discipline menurut Peter Senge, yaitu personal mastery,
mental models, team learning, system thinking, dan shared vision.

9
AKTIVITAS DAN FASILITAS PEMBELAJARAN

1. Mengapa penting kita mempelajari kepemimpinan strategis?


2. Pelajari dan gali lebih mendalam apa makna pemimpin pembelajar
dan pemimpin "pemupuk perubahan". Jelaskan pula karateristik atau
ciri-ciri kedua jenis pemimpin tersebut. Lalu, bagaimana upaya kita
membentuk diri menjadi pemimpin pembelajar dan pemupuk
perubahan. Lengkapi dengan berbagai bahan bacaan/referensi

REFLEKSI PEMBELAJARAN

Kisah tentang Wortel, Telur, dan Biji Kopi

Panaskan 3 buah panci berisi air di atas api, pada panci yang pertama,
masukkan beberapa buah wortel, pada panci yang kedua, masukkan
beberapa buah telur. Pada panci yang ketiga, masukkan bebrapa biji kopi
yang sudah dihaluskan menjadi bubuk kopi. Panaskan ketiga panci
tersebut selama 15 menit, lalu keluarkan isi dari ketiga panci tersebut

Wortel yang sebelumnya keras, sekarang berubah jadi empuk. Telur yang
sebelumnya lunak (di bagian dalamnya), sekarang menjadi keras. Bubuk
kopi tetap seperti semula (biar tinggal ampasnya). Tapi, air panas sudah
berubah warna mempunyai bau kopi yang sagat harum.

Kita dapat menjadi seperti wortel yang maju dengan kuat dan tegas,
namun keluar dengan lemah dan lunak.

Kita dapat menjadi seperti telur. Kita memulai dengan hati yang tulus dan
sensitif. kita berakhir dengan sangat egois dan cuek

Kita dapat menjadi bubuk kopi. Kita membuat sesuatu yang baik dari
tantangan yang kita hadapi. Kita belajar hal-hal baru.

10
BAB II
BERPIKIR SISTEM
(SYSTEMS THINKING)
Berpikir Sistem
(Systems Thinking)

Melihat yang
tidak terlihat.
Apa yang Anda lihat ketika melihat
gunung es terapung di lautan? Alangkah
besarnya!
Padahal itu hanya bagian yang Anda bisa
lihat. Dibawah laut ada bagian yang tidak
bisa Anda lihat, jauh lebih besar. Sembilan
kali besarnya dari bagian yang bisa dilihat.
Sama seperti jika Anda melihat es batu terapung di segelas capuccino. Bagian yang
Anda bisa lihat hanya 10%. Padahal bagian yang tidak terlihat itu yang lebih sering
menenggelamkan kapal. Sama halnya Anda memandang masalah, bagian masalah
yang Anda bisa lihat, atau Anda mudah pahami adalah hanya sebagian kecil dari
masalah sebenarnya. Jadi kuncinya melihat keseluruhan masalah.

Bagaimana bisa melihat


keseluruhan masalah?
Dengan latihan melihat,
memperhatikan sebab
langsung, berpikir tentang
sebab tidak langsung, dan
sebab mendasar. Masalah yang
terlihat adalah dampak dari
rangkaian sebab langsung,
sebab tidak langsung dan
sebab mendasar yang
berlangsung sejak lama.
Mengatasi masalah yang terlihat, mungkin kelihatannya menyelesaikan masalah,
untuk nanti timbul lagi, karena sebab tidak langsung nya atau bahkan sebab
mendasarnya tidak ditangani dengan tepat.

12
Ketika Anda mendapati tetangga demam, maka obat yang sering Anda berikan
adalah obat pereda demam. Kalau dia sakit perut, maka Anda akan memberikan
obat pereda sakit. Memang demamnya akan turun, atau sakit perutnya mereda.
Tetapi jika demam, atau sakit perutnya karena infeksi kuman, demamnya atau sakit
terutnya akan timbul lagi segera setelah efeknya obatnya habis. Jika Anda
memberikan juga obat anti infeksi, maka tetangga Anda akan sembuh lebih lama.
Tetapi bisa jadi bulan depan akan timbul lagi penyakit yang sama, karena dia
tinggal di lingkungan yang buruk, perkampungan kumuh, yang sanitasi atau
sumber airnya tercemar E-coli. Jadi salah satu kunci berpikir sisem adalah berlatih
melihat keseluruhan sistem, yang sering kali sulit dilihat atau bahkan tidak terlihat
secara fisik.

Structure Influence Behavior


Tema penting dalam berpikir
sistem adalah struktur
mempengaruhi perilaku. Jadi
jangan terpesona pada perilaku
yang terlihat, tetapi fokus pada
struktur yang menyebabkannya.
Ubah strukturnya, maka perilaku
nya akan secara otomatis berubah.

Contoh yang sederhana adalah melihat perilaku orang Indonesia, di negara yang
sistemnya berbeda, contoh negara terdekat kita, Singapura. Kita akan mematuhi
peraturan yang berlaku di negara tersebut. Mereka dengan sangat patuhnya
mengantri, seperti layaknya orang-orang beradab lainnya. Mereka tidak akan
membuang sampah sesukanya. Tidak kalah penting, mampu menahan diri sehingga
tidak merokok di sembarang tempat. Singkatnya, di negara tetangga itu, orang
Indonesia berubah dramatis menjadi warga dunia yang taat asas dan memiliki
disiplin sosial yang tinggi.
Contoh yang sangat dramatis, adalah kita mengubah sistem pemerintahan, dari
sentralisasi menjadi desentralisasi. Dampak ikutannya, sangat dahsyat, tidak hanya
terhadap birokrasi, mekanisme kerja tetapi juga terhadap perilaku pejabat di pusat
maupun di daerah. Ada satu sindiran: satu raja besar menjadi ratusan raja kecil,
yang ada benarnya.

13
Jadi apakah sistem itu?
Sistem pada dasarnya merupakan komponen terdiri dari satu rangkaian atau lebih
yang saling berkaitan erat satu dengan lainnya untuk mencapai tujuan tertentu.
Sistem juga jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang telah ada dan berhubungan
satu sama yang lain bertujuan untuk menyelesaikan kegiatan. Sistem membuat
dimana mengindentifikasi proses-proses dan data yang akan diperlukan oleh sistem
yang baru dan hal ini disebut dengan rancangan pada sistem. Sistem juga memiliki
karakteristiknya, yaitu penghubung, batasan sistem lingkungan luar, masukan,
keluaran, dan tujuan.
Senge (1990) mendefinisikan sistem secara dinamis : Sebuah sistem adalah sesuatu
yang memelihara keberadaannya dan berfungsi sebagai sebuah kesatuan melalui
interaksi antar bagiannya. Jadi jangan berprasangka mengubah sistem itu
sederhana. Mengapa? Karena setiap sistem akan selalu mempertahankan
keberadaannya. Contoh mutakhir adalah Covid-19, virus Corona yang berusaha
mempertahankan keberadaannya, ditengah perubahan lingkungan di dunia akibat
1
perbuatan kita sendiri dan sebagai upaya untuk tetap eksis ditengah keberadaan
vaksin Covid-19 yang baru.
Salah satu ciri kedua yang penting dari sebuah sistem menurut
Senge adalah: Sebuah sistem mempunyai karakteristik di luar
dan lebih dari karakteristik bagian yang membentuknya.
Hal ini disebut sebagai karakteristik kebaruan/emergent
property. Molekul air, mempunyai properti cair, yang tidak
dalam elemen pembentuknya. Vitus Covid-19 yang baru,
mempunyai properti yang berbeda dibanding virus covid-19
sebelumnya.
Jika kita melihat dengan seksama kedalam suatu sistem dan
menganalisis hubungan antar bagiannya, maka kita akan
menemukan kerumitan tak terbatas. Misalnya pada sebuah jam
yang didukung oleh berbagai elemen dan komponen-komponen yang saling
berhubungan dalam suatu pola tertentu. Pada dasarnya, setiap bagian atau
komponen memiliki pengaruh terhadap bagian/komponen lainnya. Pengaruh
tersebut sering kali dipisahkan oleh waktu dan ruang, dan tidak dapat dikenali oleh
mata yang tidak terlatih. Untuk memahami setiap bagian dari sistem-sistem
tersebut diperlukan pemahaman tentang keseluruhan sistem, bukan hanya bagian
tertentu saja. Secara singkat bahwa berpikir sistem adalah kemampuan untuk
melihat melalui lensa yang berbeda.
1 Senge menyebutnya: today’s problems come from yesterday’s solutions

14
Systems thinking dikembangkan dan dipraktikkan di abad 20 dan Peter Senge yang
telah mempopulerkan organisasi pembelajaran. Berpikir Sistem adalah konsep atau
upaya untuk memahami bagaimana hubungan sebab akibat dan umpan balik dalam
memetakan masalah dan menganalisis masalah yang kompleks. Cara berpikir
sistem merupakan pendekatan yang diperlukan untuk memandang permasalahan-
permasalahan yang ada secara menyeluruh sehingga dapat membuat pengambil
keputusan lebih terarah pada sumber permasalahan.
Berpikir sistem adalah pendekatan integrasi yang didasarkan pada pengertian
bahwa bagian-bagian komponen suatu sistem akan bertindak berbeda ketika
berpindah dari lingkungan sistem yang sebelumnya. Berpikir sistem berawal dari
memandang sistem secara holistik. Pemahaman berpikir sistem memungkinkan
untuk menganalisis hubungan dan interaksi antara elemen-elemen yang
membentuk keseluruhan sistem. Pada praktiknya kita didorong untuk
mengeksplorasi inter-relationship (context and connections), perspectives (masing-
masing orang memiliki persepsi unik mereka sendiri tentang situasi), dan
boundaries (menyetujui adanya ruang lingkup, skala dan peningkatan).
Jadi berpikir sistem adalah melihat persoalan sebagai persoalan interaksi antar sub
sistem di dalamnya, dan interaksi dengan sistem yang lebih besar. Berpikir sistem
adalah sebuah framework untuk melihat kesalinghubungan, dan kemampuan kita
untuk melihat berbagai pola perubahan, berpindah dari sekedar reaktif, ke
generatif/sistemtik.

a. Pola Reaktif – perilaku : sikap seseorang yang secara spontan


memberikan tanggapan terhadap sesuatu - siapa melakukan apa kepada
siapa dan mengapa?

b. Pola Responsif – reaksi yang merupakan aksi yang ada (setingkat


solusi) atas permasalahan yang dialami.

c. Pola Generatif – melihat struktur sistemik: apa penyebab dasar dari


pola dan kecenderungan itu?

15
7 KEBUTAAN DALAM BERPIKIR SISTEM :
diambil dari tulisan kelompok 2 Mata Kuliah Kepemimpinan dan Berpikir Sistem Kelas Kajian
Administrasi Rumah Sakit: A.A.I.A. Sri Stuti Damayanti, S.Si., Apt, dr. Maria Wahyu Daruki, dr. I
Nyoman Gede Bayu Wiratama Suwedia dan dr. I Nyoman Gede Semarajana.

Berpikir sistem hanya bisa didapatkan dengan pengakuan seseorang untuk terus
belajar bukan learning yang hanya sebatas studying. Berpikir sistem sangat
penting dimiliki oleh seorang pemimpin namun tidak semua mampu belajar karena
yang terjadi selama ini adalah proses formal studying bukan sekedar learning.
Strategic leader sesungguhnya merupakan arti yang sangat penting adalah leader
as learning yaitu “pemimpin sebagai pembelajar” namun demikian masih sering
dijumpai ketidakmampuan untuk belajar, antara lain ketidakmampuan untuk
melihat berpikir sistem secara utuh disebut dengan7 kebutaan dalam berpikir
sistem. Salah satunya pada 7 kebutaan dalam berpikir sistem yaitu:

1. I am my position

Saya dengan posisi saya” yang dimana saya dengan mempertimbangkan dengan
posisi saya, apabila ini terjadi maka akan terhalangin untuk belajar karena selalu
punya kecenderungan untuk membatasi ruang lingkup berpikir. Sehingga hal ini
dapat berdampak pada tidak maunya dia untuk mempelajari hal baru, kalau hal ini
terus menerus tidak maunya dia untuk mempelajari hal yang baru padahal ilmu
terus berkembang maka ia akan menjadi buta karena bertahan pada posisinya saja.
Hal ini dia akan selalu melihat dari sudut pandang posisi sendiri didalam sistem
dan dunia yang luas tidak terlihat olehnya. Penjelasan seperti yang sudah
dijabarkan terjadi didalam situasi sehari-sehari, sebagaimana studi kasus berikut:

a. Perawat yang tidak mau dipindahkan ke unit lain karena sudah merasa nyaman
di unit yang sekarang dan merasa tidak mampu bekerja di unit yang baru.
b. Seorang perawat tidak mau memberikan penjelasan mengenai administrasi
kepada pasien karena merasa penjelasan mengenai administrasi tersebut
merupakan tugas dari bagian pelayanan pasien.
c. Seorang pejabat di instalasi yang menangani pengadaan hanya memfasilitasi
pengadaan barang barang tertentu yang mendatangkan keuntungan untuk dirinya
sendiri tanpa memperhatikan kebutuhan unit - unit yang melayani pasien.

16
2. Musuh diluar sana

Hal lain yang akan menjadi sebuah kebutaan sistem dan menghalangi orang untuk
belajar adalah adanya pola berpikir atau anggapan “musuh diluar sana” yang
menjadi penyebab masalah ada diluar sana, tetapi bukan saya.
Artinya ini dapat membatasi seseorang untuk belajar
karena ketika ada sebuah masalah yang lebih cepat
dipersalahkan adalah diluar dirinya karena dia enggan
untuk mengatakan saya yang salah. Sebuah kebutaan ini
cenderung untuk selalu mencari kambing hitam misalnya
ketika ada permasalahan sebuah gizi buruk yang terjadi
maka dia akan mengatakan bahwa pemerintah pusat
kurang perhatian kepada kami yang berada di daerah
dengan penggangaran dana yang kurang, sebaliknya dari
pemerintah pusat akan mengatakan bahwa daerah belum
siap untuk desentralisasi karena mereka tidak definitif
menganggarkan untuk pendanaan yang diperlukan pada gizi buruk. Selain itu hal
sama terjadi pada tenaga kesehatan atau provider akan mengatakan masyarakat
bodoh, tidak peduli dengan kesehatanannya tetapi masyarakat pun akan
mengatakan kepada tenaga kesehatan atau provider bahwa mereka tidak empati
dengan keadaan yang terjadi pada masyarakat. Apabila hal ini terus terjadi maka
seseorang akan menjadi buta pada posisinya untuk melihat selalu cenderung untuk
melihat sebab masalah dari luar karena situasi ini membuat dia merasa aman.
Penjelasan tersebut dapat dicontoh dengan studi kasus berikut:
Suatu prosedur/tindakan tidak muncul di rincian biaya, kasir menyalahkan unit VK
karena tidak menginput tindakan. Bidan VK mengatakan di billing system,
prosedur tersebut tidak muncul sehingga tidak diinput. Kejadian pasien umum yang
berobat di IGD kemudian menghilang dengan tidak membayar biaya pengobatan
mengakibatkan saling menyalahkan antara staf kasir dan staf IGD terkait
permasalahan tersebut dan masing- masing unit tidak mau disalahkan mengapa
pasien bisa menghilang. Pasien komplain karena harus menunggu 2 jam setelah
dinyatakan boleh pulang oleh DPJP. Dalam rapat manajemen, kasir disebut sebagai
penyebab keterlambatan, kasir menyalahkan perawat yang belum memasukkan
tindakan secara lengkap sehingga proses cetak billing menjadi terhambat, perawat
menyalahkan petugas farmasi yang lambat dalam menyiapkan obat, petugas
farmasi menyalahkan DPJP yang visit di luar ketentuan yaitu visit sebelum jam 12
siang. Hari itu DPJP visit pada jam 15.00.

17
3. The illusion of taking charge

Selain musuh dari luar yang menjadi salah satu kebutaan


dalam berpikir sistem yaitu kecenderungan mengambil
keputusan dalam pemecahan masalah bersikap reaktif.
Seseorang yang bersikap reaktif adalah orang yang ingin
menyelesaikan masalahnya dengan cepat, tanpa melihat
gejala yang lebih mendasar dan belum terlihat. The
illusion of taking charge menjadi salah satu yang
termasuk dalam kebutaan karena dianggap bertindak
cepat dan “kira-kira” dalam pembuatan keputusan, ini
menjadi kecenderungan membuat keputusan pemecahan masalah tetapi sebenarnya
reaktif. Contoh dari kebutaan ini adalah sebagai berikut:
Bagian marketing menyetujui permintaan kegiatan dari pihak luar tanpa
berkoordinasi dengan manajemen rumah sakit terkait kemampuan pemberian
pelayanan dari kegiatan tersebut.
Permintaan layanan pengobatan gratis yang bernuansa politis diinstruksikan
oleh pimpinan agar dilakukan oleh tim medis. Obat-obatan yang dipakai adalah
obat-obatan di instalasi yang tercatat dalam persediaan. Saat dilakukan audit
BPK ditemukan obat-obat yang dikeluarkan tanpa adanya pemasukan bagi RS
senilai jutaan rupiah. Dan ini dilakukan tanpa didukung regulasi yang jelas.
Karena suatu nama prosedur/tindakan tidak muncul di sistem billing, staf
perawat/bidan langsung mengambil keputusan untuk tidak menginput prosedur
tersebut tanpa koordinasi terlebih dahulu dengan staf IT.

4. The Fixation on Events

Kebutaan ini terjadi karena ketidakmampuan belajar karena seseorang tersebut


terlalu fokus pada kejadian jangka pendek sehingga kejadian yang jangka panjang
menjadikan luput dari perhatian. Kejadian yang menjadi perhatian adalah kejadian
yang tampak jadi kecenderungan dalam menangani masalah hanya pada apa yang
dialami, bukan berdasarkan pada sebab dari apa yang menjadikan penyebab dari
masalah tersebut. Sehingga dapat diistilahkan bahwa seseorang dalam situasi ini
hanya sibuk menata kembali kursi di geladak Titanic yang sedang tenggelam
bukan mencari apa yang menjadi penyebab dari tenggelamnya. Adapun studi kasus
yang mencotohkan dari situasi ini:

18
Kebocoran di salah satu ruang perawatan diselesaikan hanya dengan menaruh
ember untuk menampung kebocoran tersebut.
Kekurangan jumlah tenaga teknis kefarmasian di instalasi farmasi
menyebabkan volume pekerjaan terlalu tinggi sehingga terjadi medication
error.
Kekurangan staf perawat di satu unit diatasi dengan perbantuan dari unit lain.

5. The Parable of Boiled Frog Chronic Insidious Blindness

Pada fase the parable of boiled frog chronic insidious blindness bahwa tidak
menyadari adanya masalah yang muncul perlahan-lahan dan segera
menangulanginya malah cenderung membiarkan masalah yang muncul perlahan-
lahan tersebut dan mengatasi masalah yang akut sehingga terjadi yang namanya
keterlambatan mengatasi masalah yang muncul secara perlahan. Dari implementasi
studi kasus tersebut adalah:

Staf farmasi kurang patuh dalam mengisi


kartu stok, meskipun sudah diingatkan oleh
Penanggung Jawab Farmasi (Apoteker). Hal
ini berulang terus – menerus, sampai suatu
saat ada pemeriksaan dari BPOM dan hal
tersebut menjadi temuan, sehingga RS
mendapat teguran. Kejadian kehilangan
rekam medis di mana hanya fokus pada
masalah mencari rekam medis saat dokter
komplain karena rekam medis hilang, tanpa
berpikir mengenai rekam medis yang hilang
akibat kurangnya ruang penyimpanan rekam
medis.

6. The Delusion of Learning from Experience The Expert Blindness

Kebutaan ini karena merasa berpengalaman dan kecenderungan menggunakan


pengalaman untuk menangani gejala yang dihadapi, namun karena terbatasnya
horizon kehidupan kita sehingga kita tidak sempat melihat dampak dari keputusan
kita. Apalagi masalah masa kini dan masa datang sering kali jauh berbeda dengan
pengalaman yang ada. Dari penjelasan tersebut maka contoh dari fase ini yaitu:

19
Perawat senior melakukan tindakan invasif tanpa APD yang lengkap hingga terjadi
kejadian tidak diharapkan seperti tertusuk jarum, tertular kuman TBC karena tidak
menjalankan sesuai dengan prosedur yang berlaku di rumah sakit. Manajemen RS
kerap mengambil keputusan berdasarkan hal yang terdahulu/kebiasaan. Tenaga
medis dan paramedis senior serta orang-orang yang berpengalaman di ruang
operasi tidak melakukan tahap Sign In, Time Out dan Sign Out sesuai Standar
Prosedur Operasional. Sehingga terjadi kasus kesalahan tempat pembedahan,
instrumen ataupun BMHP tertinggal dalam tubuh pasien, sampai dapat
mengakibatkan perburukan kondisi pasien pasca operasi. Semua kejadian ini
berakibat membahayakan keselamatan pasien karena kebutaan seorang yang
merasa sudah ahli dan berpengalaman di bidangnya.

7. Mitos Tim Manajemen

Pada mitos tim manajemen ini akan menjadi kebutaan karena ketidakmampuan
belajar dari tim manajemen yang menganggap bahwa tim yang solid pasti dapat
menyelesaikan masalah. Hal ini karena anggota tim takut berbeda atau tidak setuju
dalam menyelesaikan masalah yang ada dan akhirnya tim ini akan stagnan diproses
itu saja dan ini pun menyebabkan adanya kompromi yang ada adalah kompromi
ketidaksepakatan yang terselubung. Berikut contoh studi kasus dari penjelasan
tersebut yaitu:

Saat rapat/diskusi, semua peserta rapat kompak mengatakan “setuju”


supaya rapat cepat selesai, padahal inti permasalahan mungkin saja
belum terpecahkan.
Pada saat diskusi penyelesaian suatu masalah, pimpinan diskusi
memotong ide yang disampaikan staf pelaksana pelayanan karena
merasa ide yang disampaikan tidak sependapat dengan kesimpulan
dari tim kerja yang sudah berdiskusi.
Keluhan menipisnya beberapa obat dan Bahan Medis Habis Pakai di
satelit farmasi melalui Kepala Instalasi Farmasi tidak mendapat
respon yang sesuai dari Kepala Instalasi Layanan Pengadaan
sehingga akhirnya terjadi kekosongan stok obat-obat vital dan Bahan
Medis Habis Pakai yang penting pada hari libur.

17
20
Dalam menerapkan berpikir sistem dalam pemecahan masalah maka ada tiga
bentuk representasi, yaitu :
a. Time Series Data
Pada data ini yaitu data yang dalam urutan waktu ini data perilaku yang riil
sistem terjam pada tertentu.
b. Reference Mode Diagram
Ini menggambarkan gerakan dari 3 atau 4 variabel kunci yang saling
berhubungan (sebuah pola perilaku) pada sistem selama jangka waktu tertentu.
Diagram ini didasarkan pada rentang waktu yang cukup untuk melihat struktur
yang membentuk perilaku
c. Structural Diagram
Diagram struktural adalah jaringan hubungan sebab-akibat (cause-and-effect
relationships) yang menentukan perilaku sistem. Diagram struktural ini terdiri
atas link dan loop yang membentuk pola hubungan sebab akibat. Link adalah
hubungan antara dua variabel di dalam sistem. Disebut positif apabila
penambahan pada satu variabel menyebabkan penambahan juga pada variabel
yang lain. Loop adalah satu lingkaran sebab akibat yang terdapat di dalam
sistem. Loop disebut positif apabila penambahan pada satu variabel
menyebabkan penambahan pada sistem tersebut secara global. Sebuah sistem
dapat terdiri atas banyak loop. Sebuah loop yang dominan mempengaruhi
perilaku sistem disebut dominant loop.

Ikhtisar
Sebuah sistem itu adalah sesuatu komponen atau rangkaian atau lebih dan
saling barkaitan erat untuk mencapai tujuan tertentu. Untuk memahami
setiap bagian dari sistem diperlukan pemahaman tentang keseluruhan
sistem, yaitu kemampuan untuk melihat melalui lensa tertentu yang disebut
dengan berpikir sistem.

Systems thinking merupakan kesatuan interaksi sebagai satu kesatuan yang


bekerja sama untuk mencapai tujuan yang sama dengan memiliki beberapa
karakteristik systems thinking yaitu pertama melihat persoalan sebagai
persoalan interaksi antar subsistem di dalamnya, dan interaksi dengan
sistem yang lebih besar, kedua sebuah framework untuk melihat
kesalinghubungan dan yang ketiga sebuah sistem yang mempunyai
karakteristik kebaruan.

21
Berpikir sistem sesungguhnya merupakan strategic leader yang artinya
adalah leader as learning, tetapi pada proses ini masih dijumpai
ketidakmampuan belajar secara utuh disebut dengan 7 kebutaan yaitu: I am
my position, musuh di luar sana, the illusion of taking charge, the fixation
on events, the parable of boiled frog chronic insidious blindness, the
delusion of learning from the expert blindness, dan mitos tim manajemen.

AKTIVITAS DAN FASILITAS PEMBELAJARAN


Buatlah kelompok yang terdiri dari sekitar 4-5 orang untuk
membahas dan mendiskusikan hal berikut:
Pengertian tentang penyakit/kebutaan atau ketidakmampuan belajar.
Berikan contoh konkret kejadian yang ada di tempat Anda sesuai
dengan jenis 7 kebutaan atau ketidakmampuan belajar.
Tipe mana dari ke 7 tersebut yang paling sering terjadi di tempat kerja
anda (Pakai Numbering).
Peserta dibagi dalam 4 kelompok/unit/divisi/bagian dalam sebuah
organisasi.
Setiap kelompok dibagikan 2 lembar kertas bertuliskan X dan Y.
Dalam setiap putaran, masing-masing kelompok diminta mengajukan
1 lembar kertas dengan huruf tertentu (X atau Y), yang bila
dikombinasikan dengan huruf yang diajukan kelompok lain, akan
memiliki konsekuensi skor tertentu.
Masing-masing kelompok di instruksikan mendapatkan skor
sebanyak-banyaknya, tapi juga mengindahkan total skor yang
berpengaruh pada skor secara keseluruhan.
Kemudian apabila masing-masing kelompok ada yang:
Menunjukkan: maka nilai:
1X 3Y X=30 Y=-10
2X 2Y X=20 Y=-20
3X 1Y X=10 Y=-30
4X X=-40
4Y Y= 10
Video yang merefleksikan systems thinking sebagai berikut : Zoom in your
Life .

22
Contoh Karakteristik Sistem sebagai berikut:
Melihat persoalan sebagai persoalan interaksi antar subsistem di dalamnya, dan
interaksi dengan sistem yang lebih besar. Contohnya adalah demam berdarah
pada individu yang bisa disebabkan oleh lingkungan rumah yang tidak bersih,
tidak melaksanakan 3M dan kebiasaan menggantung pakaian. Jika diare
individu meningkat level pandemi demam berdarah maka dibutuhkan
dukungan lingkungan sekitar, dan program regional. Namun, bila pandemi
meningkat menjadi wabah maka harus ada kebijakan nasional untuk
memberantas penyakit demam berdarah.
Sebuah framework untuk melihat kesalinghubungan bukannya hal untuk
melihat pola perubahan. Contoh: Pak Andi adalah seorang anggota DPRD X.
Pak Andi memiliki anak semata wayang yang berumur 5 tahun bernama tina.
Suatu saat tina bermain sepeda dan terjatuh hingga lutut kaki nya berdarah.
Nenek tina melihatnya panik dan menangis sedangkan istri Pak Andi langsung
menelepon Pak Andi untuk memberikan kabar bahwa Tina anak semata
wayangnya jatuh dari sepeda. Pak Andi pun langsung panik sehingga langsung
menelepon RS X agar dokter spesialis bedah datang ke rumahnya, kemudian
istrinya menunggu dokter itu datang. Suara mobil pun terdengar dan berharap
bahwa dokter SpB itu datang untuk menolong Tina. namun yang ada adalah
asisten dokter SpB bersama dengan perawatnya. Asisten dokter SpB
menyampaikan maaf kepada istri Pak Andi bahwa dokter SpB tidak bisa
datang dikarenakan pasien banyak di Poli. Tina pun ditolong dengan
dibersihkan lukanya dan luka ditutup dengan kasa. Asistem dokter SpB
memberitahu bahwa Tina tidak apa-apa dan lukanya akan segera pulih. Istri
Pak Andi pun segera menelepon Pak Andi untuk memberikan kabar bahwa
Tina telah di tangani oleh asisten dokter SpB. Pak Andi marah dan geram
karena yang menolong anaknya adalah asisten dokter SpB, padahal Pak Andi
menginginkan anaknya ditolong oleh dokter SpB. Tak lama kemudian Pak
Andi langsung menelepon pihak rumah sakit dan menyatakan kekecewaaannya
kepada rumah sakit dan akan membawa kasus ini ke Pengadilan.
Sebuah sistem mempunyai karakteristik di luar dan lebih dari karakteristik
bagian yang membentuknya. Hal ini disebut sebagai karakteristik kebaruan/
emergent. Contoh: Mengapa tim sepakbola yang handal kalah dalam World
Cup 2006? Tim yang anggotanya semua bintang belum tentu tim terbaik. Tim
pemenang adalah tergantung dari kualitas interaksi antar pemainnya.
Kompatibilitas dan interaksi antar bagian menciptakan resonansi atau kekuatan
bersama yang jauh lebih besar dari jumlah kekuatan bagiannya.

23
Dalam tatanan sosial, Bila hasil kelompok secara kesatuan lebih jelek dari rata-rata
hasil individu, maka kelompok itu tidak produktif. Bila hasil kelompok secara
kesatuan lebih baik dari rata-rata hasil individunya, maka kelompok itu produktif.
Emergent terjadi bila hasil kelompok secara kesatuan lebih baik bahkan bila
dibandingkan dengan hasil terbaik individu.
Pikirkan dan renungkan pembelajaran systems thinking yang dapat dipelajari
dengan membaca jurnal yang dapat merefleksikannya dengan alamat url:
https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/09581596.2020.1813255

Resources, relationship, and systems thinking should inform


the way community health promotion is funded

Public health yang ditugaskan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat kurang


didukung oleh banyak lembaga-lembaga pendanaan. Secara internasional, promosi
kesehatan didanai dengan berbagai cara dari berbagai sumber. Promosi kesehatan
memerlukan pendanaan yang lebih dari dana yang tersedia untuk penerapannya,
tetapi penggalangan dana lebih untuk penerapan promosi kesehatan ini sangat sulit
untuk pengalokasian dananya. Dana yang diberikan biasanya untuk dalam jangka
pendek sedangkan ada beberapa kegiatan promosi kesehatan yang memerlukan
dana untuk jangka panjang. Dalam penelitian ini mengindetifikasi bagaimana
mekanisme alokasi pendanaan promosi kesehatan dapat sesuai terpenuhi.
Hal ini diusulkan dengan 3 pertimbangan, yaitu:
1. Melegitimasi infrastruktur lebih luas dengan meningkatkan kapasitas anggota
komunitas untuk adanya perubahan
2. Adanya pengakuan social relationships terhadap promosi kesehatan untuk
meningkatkan ketersediaan dan pengelolaan sumber daya di masyarakat.
3. Adanya dukungan masyarakat pada sistem pendanaan untuk mendukung
sistem ini.
Kurangannya pendanaan yang berkelanjutan menjadi realitas pada promosi
kesehatan. Adapun literatur yang dikembangkan untuk menangani permasalahan
pendanaan ini baik tentang penilaian kesiapan masyarakat dan pengembangan
secara teknis tetapi pada dasarnya masyarakat mengambil tanggung jawab penting
dalam melaksanakan program ini. Systems thinking sudah diterapkan untuk
bagaimana promosi kesehatan dalam praktik dan pengevaluasinya, tetapi signifikan
mengubah permasalahan pendanaan. Systems thinking ini belum direspon
sepenuhnya dalam penerapan pendanaan, sedangkan pada intinya harusnya para
praktisi menerapkan ini untuk mendapatkan wawasan yang lebih luas dalam

24
penyelesaian sistem pendanaan. Apabila systems thinking ini diterapkan untuk
mendapatkan wawasan tentang bagaimana dinamika-evolusi yang sedang terjadi,
menemukan cara yang lebih bebas dalam proses pelaporan dengan menggunakan
indikator yang relevan dengan praktik dan lebih netral terhadap “apa” yang didanai.

PENERAPAN PEMBELAJARAN
Pada pemberantasan penyakit di awal tahun 2000-an diaplikasikan pada
masalah-masalah kesehatan seperti tobacco control, obesitas, dan TBC,
digunakan untuk membantu menimimalisir penyebaran virus H5N1 atau flu
burung (Shaked & Schechter, 2017).
1. Pada bidang K3 yaitu dalam proses safety inspection di lokasi
konstruksi berdasarkan penelitian yang dilakukan di Brazil (Saurin,
2016), dan dalam mengevaluasi penerapan K3 pada tingkat mikro, meso
dan makro (Niskanen, Louhelainen, & Hirvonen, 2016).
2. Pada manajemen bencana yaitu dalam menganalisis ketahanan terhadap
bencana pada masyarakat pedesaan di Zimbabwe (Mavhura, 2017).
3. Pada peningkatan penerapan patient safety dengan melakukan
intervensi program pendidikan berfikir sistem (System Thinking
Education Program/STEP) pada perawat di rumah sakit (Tetuan et al.,
2017).

25
BAB III
SHARED VISION
Visi Bersama
(Shared Vision)

Pada Buku “The Fifth Discipline (The Art and Practice of The Learning
Organization)” menjelaskan bahwa ada 5 disiplin yaitu personal mastery, mental
models, team learning, system thinking dan salah satunya yaitu shared vision.
Secara umum visi adalah apa yang saya/kita inginkan dapat terjadi/terwujud atau
tercipta di masa mendatang. Visi pribadi lahir dari pemahaman yang ada di dalam
setiap manusia. Visi pribadi adalah apa yang saya ingin akan terjadi atau ciptakan
sedangkan visi bersama lahir dari pemahaman bersama dan terbangun dari visi
pribadi. Visi bersama adalah apa yang kita ingin akan terjadi atau ciptakan. Secara
ringkas, visi bersama adalah uraian atau gambaran jelas mengenai masa depan yang
ingin dicapai atau diciptakan oleh semua stakeholder atau merupakan sebuah
kesepakatan masa depan dimana setiap anggota organisasi bersedia berkorban
untuk mencapainya. Jadi visi bersama ini menciptakan rasa kebersamaan dalam
berbagai aktivitas yang berbeda dengan mempunyai rasa kepemilikan visi bersama
dan seluruh anggota mempunyai andil untuk perumusan serta pembentukan visi ini.

Istilah yang disebutkan ini memiliki arti dimana visi merupakan gambaran masa
depan yang dipilih dan akan diwujudkan dengan kondisi yang realistik, dapat
dipercaya, meyakinkan, dan mengandung daya tarik sendiri ketika orang lain
membaca visi yang telah dibuat dan menjadi motivasi dari sang pembaca. Visi
bersama bukan hanya menjadi pedoman untuk di awal pembentukan sebuah
organisasi melainkan diterapkan selama organisasi tersebut berdiri. Makna dari visi
ini pun untuk memberi nilai tambah pada individu, kelompok maupun keseluruhan
organisasi seperti menjadi alat gerak maju untuk masa depan yang lebih baik,
mengatasi ketakutan organisasi dalam kegagalan yang mengarah kepada kemajuan
dan perbaikan, serta menantang kelangsungan organisasi dalam mencapai
tujuannya.
Hal itu menjadikan keharusan dalam visi untuk terus dikaji ulang dan dipelihara.
Mempertahankan visi bergantung pada kekuatan pribadi yang diperoleh dari rasa
kepemilikan visi ini dan kepedulian bersama dalam menjaga visi yang telah dibuat.

Suatu visi bersama benar-benar menjadi milik bersama ketika individu dan
organisasi tersebut mempunyai gambaran dan komitmen untuk mencapai tujuan
yang sama. Mewujudkan visi bersama, seorang pemimpin harus berpikir secara
efektif dengan pola berpikir multiple time horizons, ini mengatakan bahwa dalam
mengambil

27
keputusan pemimpin tidak hanya berpikir pada masa ini saja tetapi memikirkan
sampai dengan bagaimana dampak dari keputusan tersebut di masa yang akan
datang serta melihat pengalaman di masa lalu agar tidak mengulangi kegagalan
yang sama lagi dalam mencapai tujuan visi bersama. Jadi, untuk membangun visi
bersama harus memiliki tujuan, sebagai berikut:
1. Mencerminkan apa yang ingin dicapai oleh sebuah organisasi
2. Memberikan arah dan fokus organisasi
3. Menggugah inspirasi setiap anggota untuk berperilaku yang melebihi biasanya
(kreatif, inovatif, ulet dan tangguh, terus belajar).
4. Menjadi perekat dan menyatukan berbagai gagasan strategik
5. Menumbuhkan komitmen seluruh jajaran dalam organisasi
6. Mengintegrasikan resources organisasi (material dan non material resources)
7. Menjamin kesinambungan kepemimpinan organisasi

Setelah mengetahui apa tujuan visi bersama maka selanjutnya strategi membangun
visi bersama hanya satu yaitu menciptakan visi bersama dengan pimpinan bersama
anggota organisasi melalui proses kolaboratif, bersama-sama menciptakan visi
bersama dan melakukan pengembangan. Proses awal pada penentuan visi ini
organisasi akan tampak kesulitan dalam implementasinya, maka diperlukan
kehadiran, kesediaan waktu dan kesabaran pemimpin untuk berbicara,
mendengarkan, dan memberikan mentoring sehingga dapat menyelaraskan
komitmen bersama.

“Kapan visi bersama diperlukan ?”

Pertanyaan ini yang selalu muncul ketika:

Visi bersama yang baik: Strategi membangun visi bersama:


1. Dapat menginspirasi orang 1. Mengatakan (telling)
2. Nyata 2. Menjual (selling)
3. Mendorong orang untuk 3. Menguji (testing)
berbuat 4. Mengkonsultasikan (consulting)
4. Melibatkan semua 5. Menciptakan bersama (co-creating)

28
Menciptakan bersama Penerapan atau
Pimpinan bersama anggota-anggota implementasi
organisasi melalui suatu proses Penerapan kebijakan,
kolaboratif, bersama-sama menciptakan penerapan SOP,
visi bersama dengan cara: penerapan metode,
1. Perlakukan setiap orang sama penerapan fungsi-fungsi
2. Carilah keselarasan manajemen
3. Antar tim, mendorong untuk saling
bergantung dan keragaman
4. Buatlah orang-orang berbicara untuk
mengungkapkan visinya dengan
alasan-alasannya
5. Peliharalah rasa saling menghormati
6. Berfokus pada dialog

Ikhtisar
Visi bersama muncul karena adanya visi pribadi dari masing-masing
kelompok yang memiliki tujuan sama. Visi bersama adalah uraian atau
gambaran jelas mengenai masa depan yang yang ingin dicapai atau
diciptakan oleh semua stakeholder.

29
AKTIVITAS DAN FASILITAS PEMBELAJARAN

Buat Kelompok Belajar (Masing-masing terdiri dari 5-6 anggota).


Beri nama kelompok yang mewakili identitas karakter atau visi
kelompok beserta penjelasan/filosofinya. Buat Motto kelompok.
Boleh ditambah dengan logo kelompok.
Penjelasan dan contoh (cari nama lain)
Nama kelompok: Kepompong, “dari yang kecil menjadi sesuatu
yang lebih besar dan baik” Motto: Kepakkan sayap 5 As. (cerdas,
tangkas, tuntas, bernas, ikhlas). Logo: foto kepompong menjadi
kupu-kupu.
Cendekia, “Pandai memahami situasi dan mecari jalan keluar”.
Motto: Do the right things right.
Pelangi, “Harmoni dalam keberagaman, keindahan sesudah badai
“ Motto: Work smart, stay humble.
Masing-masing kelompok mengerjakan visi bersama (exercise)
menetapkan nilai-nilai terpenting menurut individu dan kelompok
(mulai 10 nilai, lalu 5, 3 dan akhirnya 1). Lakukan
pemilihan/penetapan nilai-nilai penting dalam 2 tahap, yaitu secara
pribadi kemudian berkelompok untuk mendapat kesepakatan.
Kerjakan dalam kelompok yang sama.
Susun visi bersama yang kelompok akan raih dari sebuah
permasalahan kesehatan yang dihadapi. (sesuai dengan lembar kerja).
Anggota kelompok dibagi mewakili antara lain
Orang awam/pasien/keluarga pasien
Komunitas/masyarakat/LSM
Rumah Sakit (pimpinan, dokter, perawat,pegawai lain)/BPJS
Dinas Kesehatan/Kemenkes RI
Organisasi Pemerintah lainnya yang relevan dengan topik anda
Seluruh kerja kelompok dituliskan dalam bentuk Powerpoint.

30
Visi BEM FKM UI
“Terwujudnya BEM IM FKM UI 2017 yang aktif berkolaborasi
untuk memberikan aksi nyata yang positif bagi FKM UI, UI, dan
Indonesia”

Misi BEM FKM UI


1. Membangun solidaritas dan profesionalitas internal BEM IM FKM
UI 2017.
2. Harmonisasi dengan lembaga kemahasiswaan FKM UI, seminat
FKM UI, serta lembaga terkait.
3. Meningkatkan peran serta mahasiswa FKM UI dalam gerakan
mahasiswa.
4. Optimalisasi potensi mahasiswa untuk membangun iklim prestatif
5. Meningkatkan citra positif BEM IM FKM UI 2017.
Kesesuaian visi dan indikator capaian:

Visi Indikator pencapaian visi


(menurut informan)

Terwujudnya BEM IM FKM Tingkat keaktifan anggota


UI 2017 yang aktif BEM dan mahasiswa FKM
berkolaborasi untuk keseluruhan
memberikan aksi nyata yang Lingkup kolaborasi BEM
positif bagi FKM UI, UI, dan FKM UI di skala nasional
Indonesia Banyak event yang
diselenggarakan oleh BEM
FKM UI

31
Kesesuaian misi dan program kegiatan :

Program kegiatan
Misi (menurut informan)
Membangun solidaritas dan Adanya instrument penilaian.
profesionalitas internal BEM IM keaktifan anggota dalam Grand
FKM UI 2017. Design BEM FKM UI : keaktifan
dalam event, publikasi tulisan di
sosial media.

Harmonisasi dengan lembaga Menyelenggarakan kegiatan


kemahasiswaan FKM UI, seminat Pemilihan Dekan FKM UI.
FKM UI, serta lembaga terkait.

Meningkatkan peran serta Program RUJAK (Rumah Belajar


mahasiswa FKM UI dalam gerakan dan Kaka Asuh), Peduli UI, ACDC
mahasiswa (Ada Cinta Di Campus),
pengawalan isu RUU Tembakau,
revisi UU KPK, 3 tahun Jokowi di
Bidang Kesehatan

Optimalisasi potensi mahasiswa Menyelenggarakan kegiatan SPARE


untuk membangun iklim prestatif (Sport and Art Event),

Meningkatkan citra positif BEM IM Mempromosikan BEM dan


FKM UI 2017 kegiatan yang bersentuhan dengan
masyarakat.

Contoh diatas merupakan tugas kelompok dari Mahasiswa Magister


Kesehatan Masyarakat Tahun 2017 (Aderia Rintani, Bastian Ritonga, Dedy
Supriyanto, Siti Ma’rifah, Trikya Tosarani) Mata kuliah Kepemimpinan dan
Berpikir Sistem.

32
PENERAPAN PEMBELAJARAN
Pikirkan dan renungkan pembelajaran yang didapat dengan
menyimak video yang dapat merefleksikan team learning:
a. Could you build a winning team like this
b. Overcoming neerves when giving a presentation
c. The 4 types of team members you can hire

PENERAPAN PEMELAJARAN
Penerapan Shared Vision dalam Project OPBS: Virtuebrick.id

Awal Pembentukan Visi


Untuk memunculkan ide project
Virtuebrick.id, masing-masing dari anggota
menggunakan lensa model mentalnya dan
berpikir sistem dalam melihat
permasalahan yang ada saat ini. Kemudian,
kelompok mendiskusikan visi dan
pandangan masing-masing anggota.
Terdapat salah satu anggota kelompok
kami yang telah membuat PKM tentang
ecobrick dan menemukan bahwa
pembuatan ecobrick dapat mengurangi
sampah dalam kuantitas yang banyak.

Misal, banyak sampah dapat dimasukan ke dalam satu botol sehingga dapat
menjadi alternatif dalam pengurangan sampah plastik.
Kemudian, anggota kelompok lain memberikan pandangan mengenai
kegiatan yang saat ini seluruhnya dilakukan secara online maka tercipta ide
untuk membuat ecobrick secara virtual dan terbentuklah Virtuebrick.id.
Selain itu, anggota kelompok lain juga menambahkan untuk
menyelenggarakan project ini melalui media sosial dikarenakan saat ini
media komunikasi dan penyebaran informasi yang paling

33
efektif adalah media sosial. Dengan adanya shared vision dari masing-
masing anggota kelompok, maka terbentuklah Virtuebrick.id yang
diselenggarakan melalui instagram.

Cara Kolaborasi
Kelompok saling berkolaborasi secara online melalui group chat dan juga
memanfaatkan aplikasi Zoom Cloud Meeting sebagai tempat rapat. Selain
itu, agar kolaborasi dapat berjalan dengan baik, kelompok membahas
seperti ingin membuat project seperti apa, kemudian mencari tahu
mengenai ecobrick agar dapat menentukan sasarannya. Setelah mengetahui
project akan seperti apa dan sasarannya ke arah mana, selanjutnya
kelompok menetapkan visi bersama dengan setiap anggota sehingga dapat
berkomitmen dalam menjalankan tugas untuk mencapai tujuan bersama.
Agar dapat berkolaborasi dengan baik, kelompok membuat rencana dan
timeline untuk dapat melaksanakan project dengan waktu yang efektif.

Hal yang Dilakukan untuk Membuat Project Terlaksana


1. Membuat list kebutuhan divisi dalam pelaksanaan project.
2. Membagi tugas dengan anggota kelompok berdasarkan kemampuan
masing-masing anggota sehingga dapat berjalan lebih efektif.
3. Membuat timeline bersama sehingga dapat melaksanakan project
dengan teratur dan disiplin.
4. Membuat reminder utuk setiap anggota kelompok yang diinisiasi oleh
ketua agar anggota tidak lupa terhadap tanggung jawab yang dimiliki.
5. Membantu anggota kelompok lain apabila mengalami kendala dalam
mengerjakan tugas mereka.

34
BAB IV
MENTAL MODEL
Model Mental
(Mental Models)
Dalam perjalanan kehidupan, individu dengan titik
kebutaan paling sedikit merupakan individu yang
dapat menaklukan dunia. Menghapus titik kebutaan
berarti mampu melihat, berinteraksi dan mendekati
pemahaman realitas dengan berpikir lebih baik.
Berpikir lebih baik adalah menemukan proses
sederhana untuk membantu mengatasi masalah dari
berbagai dimensi dan perspektif, serta memungkinkan
untuk memilih solusi lebih baik sesuai dengan
kepentingan. Keputusan berdasarkan perbaikan
pemahaman akan jauh lebih baik dibandingkan
pemahaman yang didasarkan kepada ketidaktahuan,
karena masalah dalam kehidupan sendiri tidak dapat diprediksi mana yang pasti
akan muncul, ide yang telah teruji oleh waktu dapat dipelajari untuk bersiap
menghadapi berbagai rintangan yang ada di depan.
Peter Bevelin mengatakan “Saya tidak ingin menjadi pemecah masalah yang hebat.
Saya ingin menghindari dan mencegah terjadinya masalah sejak awal”. Itulah
pentingnya memahami bagaimana dunia bekerja, serta menyesuaikan perilaku
untuk mengungkap realitas melalui mental model yang hebat. Peter Bevelin
mengungkapkan mental model yang hebat adalah model yang memiliki kegunaan
terluar diseluruh aspek kehidupan kita. Mental model menggambarkan cara dunia
bekerja, membentuk cara berpikir dan membentuk sebuah keyakinan.

A Definisi
Mental models merupakan salah satu bentuk ide dalam benak individu yang dapat
digunakan untuk mendekripsikan, menjelaskan dan memprediksi suatu fenomena
tertentu. Mental Model merupakan sebuah refleksi, melakukan klarifikasi secara
terus menerus, dan memperbaiki gambaran internal tentang dunia, dan melihat
bagaimana gambaran tersebut berpengaruh pada perilaku. Mental model bisa
dikatakan sebagai konsep diri seseorang, yang dengan konsep diri tersebut dia akan
mengambil keputusan terbaiknya (Suprayogi, 2008). Mental Model merupakan
bagian dari lima disiplin Learning Organization oleh Peter Senge.

36
Peter Senge mendefinisikan mental model sebagai semua asumsi, generalisasi,
bahkan gambaran yang tersimpan kuat dalam pikiran dan perasaan sehingga
mempengaruhi segala tindakan, perilaku dan pandangan tentang kehidupan dan
dunia pada umumnya. Berikut kutipan Peter Senge tentang mental model :

“The discipline of mental models starts with turning the mirror inward;
learning to unearth our internal pictures of the world, to bring them to the
surface and hold them rigorously to scrutiny. It also includes the ability to
carry on “learningful” conversations that balance inquiry and advocacy,
where people expose their own thinking efectively and make that thinking
open to the influence of others”.

Mental Model adalah ‘asumsi yang tertanam, generalisasi, atau bahkan gambar dan
gambar yang mempengaruhi bagaimana kita memahami dunia dan bagaimana kita
mengambil tindakan’. Hal tersebut tergambar pada perilaku kita dan cerminan dari
tindakan kita. Didalam mempelajari mental model dimulai dengan melihat
cerminan diri sendiri, mengembangkan kemampuan diri sendiri dan kemampuan
untuk ‘learningful’, mengungkapkan pemikiran secara efektif dan membuat
pemikiran terbuka untuk mempengaruhi orang lain.
Senge menyatakan These are ‘deeply
ingrained assumptions, generalizations, or
even pictures and images that influence how
we understand the world and how we take
action’ bahwa mental model adalah asumsi
yang sangat melekat umum, atau bahkan
suatu gambaran dari bayangan / citra yang
berpengaruh bagaimana kita memahami
dunia dan bagaimana kita mengambil
tindakan.
Sehingga mental model merupakan lensa (kacamata)
yang digunakan untuk mengamati dan melihat realita yang
ada di kepala kita. Mental model menjadi kerangka pikir /
paradigma / cara pandang dalam menginterpretasikan sebuah realita. Mental model
akhirnya akan menjadi dasar bagi seseorang untuk menentukan pilihan yang akan
diambil atau tindakan yang akan dilakukannya.

37
Konsep model-model mental diciptakan oleh seorang psikolog Skotlandia
Kenneth Craik pada tahun 1940-an. Selanjutnya digunakan oleh para psikolog,
ilmuwan kognitif dan manajer. Menurut beberapa ahli teori kognitif, perubahan-
perubahan dalam model-model mental setiap hari jangka pendek yang terakumulasi
dari waktu ke waktu, secara bertahap akan dicerminkan dalam perubahan-
perubahan keyakinan jangka panjang yang mendalam.
Maka dapat dikatakan Model Mental
adalah : 1) lensa yang kita gunakan untuk
memahami realitas, 2) merupakan
kerangka untuk menginterpretasikan
realitas, 3) merupakan struktur yang
berhadapan dengan realitas. 4) merupakan
dasar bagi pilihan yang kita ambil dan
tindakan yang kita lakukan. Keputusan
“logis” sesungguhnya adalah hasil
pembentukan dari realita kini dan
keinginan masa depan.

Selain itu, mental model berasal dari pengamatan dengan pengetahuan,


informasi-informasi membentuk skema sehingga terbentuklah mindset atau yang
disebut mental model. Salah satu teori dasar pembentukan mental model adalah
yang disampaikan oleh Chris Argyris yaitu tangga Argyris. Tangga Argyris
merupakan suatu proses seperti tangga dalam mengambil sebuah keputusan.
Menurut teori ini ada tingkatan dalam mengambil keputusan yaitu :

a. Reality and fact


(kenyataan dan fakta)
b. Selected reality
(kenyataan yang terseleksi)
c. Interpreted reality
(kenyataan yang
diinterprestasikan)
d. Assumtion (asumsi)
e. Conclutions
(kesimpulan-kesimpulan)
f. Beliefs (keyakinan)
g. Action (bertindak)

38
Dalam kehidupan sehari-hari
terkadang ada sebuah kejadian yang
terjadi begitu cepat, terlihat masuk akal
dan menarik kesimpulan dengan mudah.
Mengapa demikian? Karena adanya chris
argyris sebagai leap of abstraction yaitu
lompatan simpulan. Sebagai contoh, pada
sebuah forum besar ada seorang kepala
departemen membawakan presentasi dan
dihadiri oleh pimpinan dan rekan-rekan
yang mempunyai jabatan setara.
Presentasi sedang berlangsung, akan tetapi seorang kepala departemen lain
beberapa kali terlihat menguap, melayangkan pandang keluar, mencoret-coret buku
dan tak sekalipun bertanya atau menanggapi. Disaat akhir presentasi beliau berkata
“harusnya kita mendapatkan pelaporan dengan data lengkap tentang itu…”.
Menanggapi hal tersebut apa kemudian yang terlintas dan dirasakan sebagai
seseorang yang membawakan presentasi dalam forum tersebut? Secara spontan
mungkin akan terasa kesal, marah, kecewa, terlintas pikiran ia ingin menjatuhkan
dan menyimpulkan ia ingin bersaing dengan menyengaja bersikap seperti itu
didepan pimpinan, sehingga timbul akan melakukan pembalasan dilain
kesempatan. Chris Argyris mengatakan bahwa penarikan kesimpulan berawal dari
lensa dengan pemikiran di kepala dan dapat terjadi putaran refleksif untuk
melompat menuju jenjang kesimpulan karena data yang dipilih adalah data yang
diamati saja, data tersebut ditambahi makna, asumsi dibuat berdasarkan makna
yang ditambahkan, sehingga ditarik kesimpulan dan kesimpulan diadopsi sebagai
sebuah keyakinan.

Dari contoh di atas, dapat dianalisis sebagai berikut:


Data yang diamati yaitu menguap, memandang keluar, mencoret-coret, tidak
sekalipun bertanya dan diakhir presentasi berkomentar terkait kelengkapan
data
Data ditambahi makna yaitu menguap dimaknai dengan mengantuk dan bosan,
tidak bertanya dimaknai dengan tidak memperhatikan dan tidak tertarik dengan
presentasi.
Asumsi dibuat berdasarkan makna yang ditambahkan yaitu mengantuk, bosan,
tidak memperhatikan, tidak tertarik dengan presentasi diasumsikan tidak
merespon presentasi secara positif.

39
Penarikan kesimpulan yaitu ia sengaja ingin menjatuhkan dipertegas dengan
statement “harusnya kita mendapatkan pelaporan dengan data lengkap tentang
itu…” diakhir presentasi.
Kesimpulan diadopsi sebagai sebuah keyakinan yaitu timbulnya keinginan
untuk membalas tindakan tersebut di suatu kesempatan.
Runtutan kejadian tersebut terlihat masuk akal, akan tetapi tidak ada ruang
untuk menguji antara realitas yang ada di kepala dengan realitas sesungguhnya dan
sudah melompat dari penambahan makna menjadi dasar pengambilan tindakan.
Merespon symptomps dan mencari kausa merupakan hal penting yang seharusnya
ditindaklanjuti dengan memilih data dan mengujikannya terlebih dahulu dengan
checking atau bertanya. Dengan menerapkan ladder interfence akan membantu
terhindar dari penarikan kesimpulan yang salah dan mengabaikan fakta-fakta.

B Tahap Pembentukan Mental Model


Proses terbentuknya mental model terdiri dari beberapa tahap, yaitu:

a. Penghapusan
Memilih dan menyaring, menutupi beberapa bagian (blocking out some part).
Sebagai contoh, tahapan penghapusan seringkali terjadi dalam kehidupan kita
ketika teman, kerabat ataupun keluarga melakukan hal-hal yang dianggap salah
oleh kita, maka disaat itu kita melupakan kebaikan yang pernah diperbuatnya.

b. Pembentukan
Mencari pola dan makna hal yang semu
(tidak ada/nyata), misalnya eksperimen;
menambah atau merekayasa fakta.
Sebagai contoh, seorang pasien
kemoterapi yang ditanya keadaannya
oleh dokter saat visitasi memberikan
jawaban “oh tidak apa-apa, sudah
mendingan” padahal sesungguhnya
penyakit kanker yang diderita terus
menjalar didalam tubuhnya.

40
c. Distorsi
Mengubah (twisting) pengalaman, mengurangi
dan melengkapi bagian, memberikan arti yang
berbeda dengan kenyataan. Sebagai contoh, saat
kita sedang berjalan dan bertemu seorang teman
yang tidak menyapa, maka membuat
kesimpulan bahwa ia sombong. Hal ini
bukanlah sesuatu yang benar ataupun salah,
baik ataupun buruk, melainkan bagaimana kita
menempatkan diri karena ada banyak
kemungkinan. Ketika teman tidak menyapa bisa
saja pada saat itu ia tidak melihat keberadaan kita, alangkah seharusnya kita
memulai untuk menyapa dahulu.

d. Generalisasi
Menciptakan sesuatu dari pengalaman dan menggeneralisasikan untuk semua.
Sebagai contoh, saat sedang memotong buah menggunakan pisau tangan kita
tergores dan berdarah, sehingga menimbulkan luka yang pedih. Kejadian ini
membuat kita berhati-hati ketika melihat benda tajam seperti silet dan lainnya. Hal
ini sangat mempermudah untuk membuat kesimpulan, sehingga proses berpikir
menjadi lebih sederhana.
Upaya mental model perlu terus dilakukan oleh setiap orang dalam organisasi
karena: pertama, mental model mempengarui setiap keputusan yang diambil;
kedua, bila keputusan diambil atas dasar mental model yang tidak sesuai dengan
realitas objektif dan substansi keputusan, maka keputusan tersebut tidak benar dan
akan merugikan orang lain; ketiga, mental model ideal adalah mental model yang
sesuai atau mendekati gambaran realitas objektif substansinya. Dengan mental
model yang sesuai dengan realitas objektif, maka keputusan yang diambil dapat
menjadi lebih baik dan lebih efektif.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi


C Mental Models Pemimpin, yaitu :

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pemimpin yang dilhat dari segi mental
models yaitu :

41
a. Deception
Deception atau tipuan adalah salah satu hal yang perlu diwaspadai. Deception ada
tiga hal yaitu :

1. Self-Deception
Ada sementara orang yang berpendapat bahwa dirinya sudah tidak bisa berubah.
Hal ini sebenarnya merupakan salah satu bentuk penipuan pada diri sendiri. Pada
kenyataannya, setiap hari kita pasti mengalami perubahan, misalnya perubahan
umur, perubahan dalam hal makan. Atau ada juga orang yang selalu mengatakan :

"Ya….apa
boleh buat, Ini adalah contoh
mungkin ini lain dari self-
memang sudah deception .
nasib saya, Sekalipun
kondisi sudah mungkin kondisi
tidak dapat yang dialami
diubah lagi". masih tetap sama,
tetapi seorang pemimpin harus mampu mengubah cara berfikirnya dengan
mengatakan bahwa kondisi ini masih sangat mungkin untuk berubah. Pemimpin
harus memiliki mental model bahwa segala sesuatu buatan manusia pada dasarnya
masih dapat diubah/berubah.

2. Deceiving Others
Membohongi, apa pun bentuknya, adalah suatu tindakan yang merugikan orang
lain dan bahkan diri sendiri. Demi untuk mencapai keuntungan pribadi, orang
sering harus melakukan tindakan ‘membohongi orang lain.’ Atau untuk supaya
tidak menyakiti orang lain, orang terpaksa melakukan apa yang disebut sebagai
‘white lie’ . Ditinjau dari arti kata yang digunakan, white lie is a lie . A lie atau
sebuah kebohongan tetap selalu mempunyai nilai negatif. Seorang pemimpin tidak
semestinya melakukan ‘white lie’, apa pun alasannya.

3. Deceived by Others
Ditipu oleh orang lain, demikianlah kira-kira terjemahan dari deceived by others.
Jika menipu orang lain merupakan hal yang sebaiknya tidak dilakukan oleh
pemimpin, maka ditipu oleh orang lain juga menjadi satu hal yang mestinya tidak
boleh terjadi pada seorang pemimpin.

42
Dalam hal ini, seorang pemimpin harus memiliki kepekaan tinggi untuk
mengantisipasi orang lain yang berusaha untuk menipu atau mencari keuntungan
dengan memanfaatkan kelemahannya.

b. Boundaries atau Pembatas


Dalam membangun sebuah hubungan antar
manusia, selalu ada boundaries yang harus
dipasang. Boundaries diperlukan untuk
melindungi diri sendiri. Setiap orang perlu
membuat boundaries terhadap orang lain.
Siapa pun tidak perlu merasa tersinggung
ketika orang lain menunjukkan boundaries-
nya . Seorang pemimpin yang tidak membuat
boundaries akan repot sendiri dan kehabisan
waktu karena harus menanggapi semua orang
yang mendatanginya.

c. Making Decision
Setiap orang dalam setiap hari diharuskan untuk membuat banyak keputusa.
Tingkatan keputusan yang dibuat sangat bervariasi: sangat penting, penting, kurang
penting. Saat membuat keputusan pun dapat bervariasi: tergesa-gesa, dengan
pertimbangan yang matang, atau ada juga yang penting membuat keputusan.
Seorang pemimpin tentu saja diharapkan dapat membuat keputusan seakurat
mungkin, karena keputusan yang dibuat akan berdampak pada orang lain. Meyer
dalam artikelnya yang berjudul ‘ Unplug the flow of forgiveness’ mengatakan
bahwa kehidupan kita hari ini merupakan hasil dari keputusan yang dibuat
sebelumnya dan bahwa salah satu keputusan penting yang dapat meringankan
hidup seseorang adalah keputusan untuk memberi maaf secara tulus. Dengan
demikian, sebenarnya setiap hari orang harus selalu dalam keadaan ‘sadar’, karena
setiap hari selalu ada keputusan yang harus dibuat. Sebagai seorang pemimpin,
jangan sampai ia membuat keputusan dalam keadaan setengah sadar.

d. Obedience or disobedience, both are costly


Obedience diartikan sebagai patuh atau tunduk, tetapi patuh atau tunduk untuk hal
yang bersifat positif. Obedience di sini juga tidak semata-mata ditujukan pada
orang, tetapi bisa pada peraturan, atau ketentuan, misalnya: patuh dalam
menegakkan kejujuran dan keadilan.

43
Sekilas kelihatannya patuh atau tunduk memberatkan, tetapi kalau ditinjau lebih
dalam lagi, ketidakpatuhan justru lebih memberatkan. Contoh: kepatuhan seseorang
dalam menegakkan kejujuran di bidang keuangan mungkin akan mendapatkan
reaksi yang keras di kalangan tertentu, tetapi ketidakpatuhannya dalam hal yang
sama juga akan memiliki dampak yang tidak enak, bahkan mungkin lebih tidak
enak.

e. Memiliki mental model yang positif


Ketika seorang pemimpin memiliki mental model yang positif, maka akan lebih
mudah baginya dalam mempengaruhi bawahannya untuk memiliki mental model
yang positif pula. Memiliki mental model yang positif, menjadi salah satu modal
dalam mencapai keberhasilan. Dengan demikian, sangat penting bagi seorang
kepala Puskesmas untuk menekankan pentingnya mengembangkan mental model
yang positif. Kepala puskesmas sebagai seorang pemimpin dengan mental models
yang baik akan menciptakan keberhasilan dari dalam terlebih dahulu sebelum
akhirnya keberhasilan itu benar-benar menjadi kenyataan.

D Bagaimana Mengubah Mental Model?


Menyadari bahwa dalam mengambil sebuah keputusan, maka mental model adalah
faktor yang sangat mempengaruhi ketepatan dan kebenaran keputusan yang akan
diambil. Mental model merupakan suatu citra, image, gambaran yang tertanam kuat
dalam pikiran, dilatarbelakangi oleh pengalaman dan mempengaruhi cara pandang
atau persepsi terhadap segala aspek kehidupan di dunia ini. Citra, image, gambaran
mempunyai sifat tertutup (tacit), dibawah alam sadar (below awareness) dan tidak
terliat (invisible). Mental model mempengaruhi tindakan teradap realitas. Tindakan
akan produktif apabila mental model sesuai atau mendekati realitas. Oleh karena
itu, individu dalam menyesuaikan dan menumbuhkembangkan mental model yang
sesuai dengan realitas kolektif dapat diasah dengan cara :
Ladder of Interfence, yaitu urutan berpikir dalam menanggapi suatu
kejadian. Dalam hal ini jangan terlalu cepat menyimpulkan (leap of
abstraction), yaitu terlalu cepat berpindah dari pengamatan langsung
(concrete data) kepada kesimpulan tanpa pengujian
Left Hand Column, yaitu kemampuan mengungkapkan hal-hal yang
bersifat tacit. Dalam hal ini tidak mengatakan sesuatu yang berbeda
dengan apa yang ada dalam pikiran. Tidak sedikit pemimpin yang
berujar manis di bibir (lip service) untuk mengatakan suatu hal akan
tetapi tindak nyata tidak sesuai dengan apa yang dikatakan.

44
Komitmen yang dibangun adalah kejujuran, keterbukaan, kepercayaan, dan
integritas. Integritas merupakan sebuah kualitas yang tidak dapat diperoleh
namun harus dimiliki. Tanpa integritas seorang pemimpin tidak akan
berfungsi. Dalam konteks kepemimpinan, integritas terwujud dengan cara
seorang pemimpin berbicara, mengarahkan dan bereaksi terhadap
lingkungannya. Memimpin dengan integritas akanmenghasilkan ketulusan-
kepercayaan (trustworthiness) dari para pengikutnya. Dengan kepercayaan,
pemimpin akan mendapatkan dukungan terutama dari pihak yang terkait
dengan perubahan.
Mempersempit jarak antara Teori dengan Praktek (Expoused Theory
Versus TheoryIn-Use) artinya kesamaan antara teori yang diucapkan
dengan teori yang digunakan.
Sebagai contoh, teori yang diucapkan “saya percaya pada setiap orang”, sedangkan
prakteknya sulit untuk meminjamkan uang kepada orang lain. Dengan adanya
proses personal mastery dan team learning maka akan tercapai kesesuaian praktik
dengan teori menjadi “tidak sulit untuk meminjamkan uang kepada orang lain”.

Mental model memungkinkan individu bekerja dengan lebih cepat, namun dalam
sebuah organisasi yang terus menerus berubah dan bersifat dinamis, mental model
terkadang tidak berfungsi dengan baik dan menghambat adaptasi yang dibutuhkan.
Jika organisasi adalah untuk mengembangkan kapasitas bekerja dengan mental
model maka akan diperlukan bagi individu untuk belajar keterampilan baru dan
mengembangkan orientasi baru. Mental model dapat membantu membentuk
perilaku dan menetapkan pendekatan untuk memecahkan masalah, karena mental
model representasi dari realitas eksternal yang mempunyai peran dalam kognisi
penalaran dan pengambilan keputusan, sehingga menjadi hal penting bagi individu
terus melatih mental model dan menyesuaikan dengan realitas yang ada. Namun,
lebih penting lagi adalah bagaimana mengembangkan mental model bersama untuk
mencapai tujuan organisasi.
Salah satu tindakan yang harus dilakukan untuk membangun mental model secara
efektif adalah mengembangkan keterbukaan terhadap kritik dari sesama anggota
organisasi. Keterbukaan terhadap kritik tidak hanya berlaku bagi pimpinan, tetapi
bagi seluruh anggota organisasi.
Mental model secara tidak sadar mempengaruhi dan membentuk bagaimana
individu bertindak dan memandang suatu kejadian yang ada di sekeliling. Dua
individu yang berbeda mental model akan menggambarkan suatu kejadian yang
sama secara berbeda. Cara mental model membentuk persepsi amatlah penting
dalam sebuah manajemen.

45
Mental model yang sudah melekat tentunya akan menghambat beragam perubahan-
perubahan dalam individu dan organisasi. Dengan mempelajari mental model
menjadi modal utama untuk senantiasa menjernihkan lensa dalam membentuk
persepsi secara obyektif.

E Contoh Mental Model di Puskesmas


Puskesmas sebagai sebuah institusi/organisasi yang memiliki struktur organisasi
yang jelas dimana terdapat kepala puskesams beserta staf yang bertanggungjawab
bersama-sama untuk mencapai tujuan dari Puskesmas itu sendiri. Puskesmas
sebagai ujuk tombak pelayanan kesehatan, menjadi pelayanan primer dalam rangka
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khusunya di wilayah kerjanya.
Puskesmas akan dapat menjalankan fungsinya jika pemimpinnya memiliki model
kepemimpinan dengan mental models yang positif.
Agar Puskesmas dapat menjalankan fungsi dan programnya dibutuhkan
pemimpin yang memiliki kepemimpinan dengan mental models yang positif.
Pemimpin yang mampu meningkatkan motivasi dari stafnya dan menjadi contoh
perilaku yang baik, seperti disiplin masuk kantor, berkomunikasi yang baik,
kepemimpinan yang jujur penuh keikhlasan dan lain sebagainya.
10 Mental Models yang harus dimiliki oleh kepala Puskesmas sebagai
penjabaran dari Mental Model seorang Pemimpin:

Jujur. Menampilkan ketulusan dan integritas dalam semua


tindakannya. Dalam hal ini perilaku manipulatif tidak akan
menumbuhkan kepercayaan;
Kompeten . Merupakan tindakan para pemimpin yang berbasis
pada akal-fikiran, sikap dan prinsip-prinsip moral. Atau tidak
membuat keputusan berdasarkan keinginan, perasaan, atau
faktor emosional lainnya yang bersifat terlalu subyektif;
Berpandangan ke depan. Memiliki tujuan dan visi masa depan.
Pemimpin yang efektif membayangkan (memiliki obsesi dan
imajinasi) apa yang mereka inginkan dan bagaimana
mendapatkannya. Mereka biasanya memilih prioritas yang
berasal dari nilai-nilai dasar mereka. Suatu visi harus dimiliki
oleh totalitas organisasi;

46
Menginspirasi. Mampu menunjukkan kredibilitas dan
orijinalitas dalam segala hal yang ia lakukan. Menunjukkan
keteladanan dan ketahanan dalam mental, fisik, dan stamina
spiritual, yang dengan bekal kredibilitas ini seorang pemimpin
akan mudah menginspirasi orang lain untuk meraih puncak
prestasi baru, dan akan mempertaruhkan reputasinya bila
diperlukan;
Cerdas. Gemar dan rakus membaca, haus belajar, dan senantiasa
mencari tugas yang menantang;
Adil (fairness). Mampu menunjukkan perlakuan yang adil bagi
semua orang. Menyadari bahwa prasangka adalah musuh
keadilan.Bersikap empati dan peka terhadap perasaan, nilai-
nilai, kepentingan, dan kesejahteraan orang lain;
Berwawasan luas. Menyukai keragaman, kaya perspektif dan
memiliki pandangan jauh kedepan;
Berani. Memiliki ketekunan untuk mencapai tujuan, meski
menghadapi risiko atau rintangan yang berat. Selalu
menampilkan ketenangan dan kepercayaan diri meski dalam
kondisi stres;
Lugas. Memiliki penilaian yang baik tentang berbagai
persoalan, dan menggunakannya untuk membuat keputusan
yang terbaik pada waktu yang tepat; dan
Imajinatif. Mampu melakukan perubahan pada waktu yang
tepat, dengan menggunakan pemikiran, rencana, dan metode
yang tepat pula. Juga mampu menampilkan kreativitas dengan
menciptakan tujuan baru yang lebih baik, sekaligus menemukan
ide inovatif dan solusi atau resolusi baru untuk memecahkan
masalah.

Sepuluh karakter model mental yang positif tersebut, bila diterapkan oleh
Kepala Puskesmas maka akan bisa memotivasi bawahannya untuk bekerja dan
menghasilkan kinerja yang maksimal dengan tingkat kepuasan kerja yang baik.
Dalam konsep kepemimpinan, pemimpin yang mampu memotivasi bawahannya
untuk menjalankan hal yang positif demi tercapainya tujuan organisasi dinamakam
Kepemimpinan Transformasional.

47
1. Konsep Kepemimpinan Transformasional
Konsep awal tentang Kepemimpinan Transformasional ini dikemukakan oleh
Burn yang menjelaskan bahwa kepemimpinan transformasional adalah sebuah
peroses dimana pimpinan dan para bawahannya berusaha untuk mencapai tingkat
moralitas dan motivasi yang lebih tinggi. Untuk memperjelas posisi kepemimpian
transformasional (mentransformasi nilai-nilai) ia membedakannya dengan
kepemimpinan transaksional (jual beli nilai-nilai). Dalam pengertian lainnya,
pemimpin transformasional mencoba untuk membangun kesadaran para
bawahannya dengan menyerukan cita-cita yang besar dan moralitas yang tinggi
seperti kejayaan, kebersamaan dan kemanusiaan.
Seorang pemimpin dikatakan transformasional diukur dari tingkat
kepercayaan, kepatuhan, kekaguman, kesetiaan dan rasa hormat para pengikutnya.
Para pengikut pemimpin transformasional selalu termotivasi untuk melakukan hal
yang lebih baik lagi untuk mencapai sasaran organisasi.
Kepemimpinan transformasional didefinisikan sebagai kepemimpinan
yang melibatkan perubahan dalam organisasi (dipertentangkan dengan
kepemimpinan yang dirancang untuk memelihara status quo). Kepemimpinan ini
juga didefinisikan sebagai kepemimpinan yang membutuhkan tindakan memotivasi
para bawahan agar bersedia bekerja demi sasaran-sasaran "tingkat tinggi" yang
dianggap melampaui kepentingan pribadinya pada saat itu.

Lebih lanjut, kepemimpinan transformasional lebih mengandalkan


pertemuan visi kedepan yang dibangun berdasarkan konsesus bersama antara
pemimpin dan anggota. Oleh karena itu pemimpin tidak lagi menjadi satu-satunya
orang yang bertugas untuk memberikan visi gerakan dan kemudian
mendiseminasikan kepada anggotanya; peminpin justru menjadi interpreter
(penerjemah) visi bersama para anggotanya untuk di transformasikan dalam bentuk
kerja nyata kolektif yang mutual.

2. Model Pendekatan Kepemimpinan


Transformasional di Puskesmas
Terkait kepemimpinan Transformasional di Puskesmas, sebuah
penelitian yang dilakukan oleh DR.dr. Sri Ramadhany Karim, M.Kes. Penelitian
yang dilakukan pada tahun 2012, pada Puskesmas di 5 Kabupaten di Sulawesi
Selatan yakni Kabupaten Tana toraja, Barru, Soppeng, Takalar dan Jeneponto, hasil
didapatkan bahwa dibutuhkan pola kepemimpinan Kepala Puskesmas yang baik
untuk

48
membangun motivasi kerja dan meningkatkan kepuasaan kerja pegawai untuk
mencapai tujuan pemberian pelayanan kesehatan yang berkualitas. Kepemimpinan
Kepala Puskesmas mempunyai peran penting dalam peningkatan kepuasan kerja
pegawai Puskesmas. Proses kepemimpinan merupakan salah satu kunci
keberhasilan yang sangat penting dalam menjalankan visi dan misi sebuah institusi
atau organisasi, kepemimpinan merupakan kunci utama dari sebuah organisasi.
Direkomendasikan bahwa Pemimpin di Puskesmas dalam hal ini Kepala
Puskesmas menggunakan pola kepemimpinan Transformasional. Gaya
Transformasional selalu memberi motivasi bagi para bawahannya sehingga
bawahannya dapat senantiasa memberikan kinerja terbaiknya demi kemajuan
institusi.
Sementara pemimpin yang mampu menumbuhkan motivasi adalah
pemimpin dengan Mental Models yang positif seperti yang telah dibahas
sebelumnya. Gaya kepemimpinan Transformasional adalah gaya yang paling baik
diterapkan di Puskesmas sebagai manifestasi dari konsep New Leadership.

Ikhtisar

Mental model adalah Lensa (kacamata) yang kita gunakan untuk


mengamati dan melihat realita yang ada. Persepsi kita akan realita amat
bergantung pada lensa. Mental model adalah struktur atau pola tentang
realita yang ada di kepala kita. Cara pengambilan keputusan dari mental
model adalah: Data dan pengalaman yang saya amati, kemudian saya
memilih “Data” dari yang saya amati, menambahkan budaya dan makna-
makna yang terjadi, membuat asumsi-asumsiberdasarkan makna-makna
yang saya tambahkan, menarik kesimpulan, adopsi keyakinan–
keyakinan, dan mengambil tindakan berdasarkan keyakinan.

49
PENERAPAN NILAI PEMBELAJARAN MENTAL MODEL
1.Data dan pengalaman yang saya amati:
Di IGD sedang terbaring 3 pasien di stretcher karena penyakit tertentu. Di
IGD tersebut ada dokter dan tenaga kesehatan lainnya yang sedang
melayani pasien dan terlihat kewalahan. Keluarga pasien marah-marah di
IGD karena merasa tidak dilayani dengan cepat padahal ia merasa
keluarganya yang sedang terbaring di stretcher IGD sangat memerlukan
pertolongan secepatnya sementara dokter dan perawat hanya sibuk
menolong pasien lain.Dokter dan perawat di IGD sebetulnya sudah
melakukan triage (anamnesa dan pemeriksaan fisik singkat), namun
karena ada pasien IGD yang lebih membutuhkan pertolongan maka dokter
dan perawat lebih memprioritaskan pasien yang lebih gawat.

2. Saya memilih “Data” dari yang saya amati:


Beberapa data yang saya dapati dari kejadian tersebut adalah:
a) Keluarga pasien marah-marah ke petugas IGD;
b) Petugas IGD yang sedang melayani pasien;
c) Beberapa pasien IGD yang sedang membutuhkan pertolongan

3. Menambahkan budaya dan makna-makna yang terjadi


Dalam melayani pasien di IGD, tenaga kesehatan dituntut untuk selalu
siaga, tangkas dan teliti dalam melayani pasien. Adapun poin-poin kritikal
yang dapat kita petik dari KMK 856 tentang standar Pelayanan IGD
adalah
a. Kemampuan life saving (Resusitasi, stabilisasi).
b. Pasien Gawat Darurat harus ditangani dokter paling lambat 5 menit
setelah sampai di IGD.
c. Pelayanan IGD Rumah Sakit harus memberikan pelayanan 24 jam
sehari dan 7 hari dalam seminggu.
Selain itu dalam memberikan pelayanan kegawat daruratan tenaga kesehatan
di IGD harus menentukan prioritas pelayanan yang dikenal dengan triase.
Singkatnya dengan triase, prioritas pelayanan IGD dapat di pilah-pilah sesuai
kegawatannya. Pasien yang masuk IGD dengan penyakit yang mengancam
nyawa (misal: cedera kepala berat, gagal jantung, Syok hipovolemik dan
membutuhkan life saving) akan menjadi fokus pelayanan di banding pasien
yang cenderung tidak gawat (demam, batuk, diare ringan).

50
Namun terkadang prinsip triase ini tidak dipahami oleh pasien. Keluarga
pasien datang mengantar pasien berobat ke IGD dengan penyakit yang
menurut dokter IGD bukan merupakan penyakit yang harus diprioritaskan
dibanding pasien lainnya, sehingga menimbulkan kesan “penelantaran” oleh
dokter IGD. Tak jarang pula “miss persepsi” ini menimbulkan tindakan keras
dari pihak keluarga pasien terhadap tenaga medis yang bertugas di IGD.
Disisi lain tenaga kesehatan yang bertugas di IGD sering mengesampingkan
pentingnya penjelasan, edukasi, Informed Consent kepada pasien/keluarga
pasien dengan dalih “yang penting layani pasien secepatnya”. Sehingga
menimbulkan ketidak-tahuan dan kebingungan pasien terhadap pelayanan
seperti apa yang akan ia dapatkan.

4. Membuat asumsi-asumsi berdasarkan makna-makna yang saya


tambahkan
Dari kejadian tersebut, dapat diasumsikan bahwa terdapat kesenjangan
persepsi antara harapan pasien yang berobat ke IGD dengan prosedur
pelayanan di IGD. Terkadang penilaian derajat kegawatan versi tenaga
medis tidak sama dengan versi pasien. Pasien yang menderita penyakit
tertentu dan tidak mampu ditanggulangi secara mandiri tentu secara
naluri akan mencari pertolongan baik medis maupun non medis dan
berharap agar penyakitnya dapat ditanggulangi dan di obati secepatnya.
Di sisi lain dokter dan tim medis yang bertugas di sebuah IGD selalu
dituntut untuk bertugas secara efisien. Satu hal yang termasuk dalam
kategori efisien ini adalah menentukan pasien mana yang menjadi
prioritas dalam mendapatkan pertolongan medis.

5. Menarik kesimpulan
Dari kejadian ini dapat kita simpulkan bahwa masih banyak pasien, dan
keluarga pasien yang belum mengerti prosedur-prosedur pelayanan di
IGD. Atau kemungkinan lain adalah pasien dan keluarga pasien mengerti
prosedur pelayanan di IGD namun ketika terjadi suatu penyakit yang
menimpa dirinya dan keluarganya, mereka cenderung lupa atau
mengabaikan bahwa dalam melayani pasien di IGD, terdapat prosedur
yang harus dipatuhi demi keselamatan dan penanganan terhadap pasien.

51
6. Adopsi keyakinan-keyakinan tentang dunia
Berdasarkan simpulan yang telah disebutkan diatas, kemungkinan untuk
merubah cara pandang pasien terhadap prosedur di IGD masih terbuka
luas. Sikap saling mempercayai harus ditumbuhkan dalam hubungan
dokter-pasien. Dengan demikian diharapkan pelayanan di IGD dapat
berjalan dengan maksimal. Selain itu, edukasi dan pemberian informasi
yang baik dan benar harus diberikan oleh dokter kepada pasien dan
keluarganya sehingga pasien akan paham prosedur dan pelayanan seperti
apa yang akan ia hadapi.

7. Mengambil tindakan berdasarkan keyakinan


a. Meningkatkan pemahaman terhadap pelayanan di IGD
Pasien yang paham dengan prosedur pelayaan yang akan ia terima
tentunya akan memaklumi. Hal ini dapat ditempuh dengan beberapa
tindakan seperti: pembuatan banner alur pelayanan, menyiapkan petugas
informasi di IGD, dan sosialisasi menggunakan media massa, media
sosial, dan lainnya.
b. Membatasi akses keluarga pasien di IGD
Pada titik tertentu pasien boleh didampingi oleh keluarga, namun pada
bagian tertentu pendampingan tersebut harus dibatasi sehingga tenaga
kesehatan dapat bertugas dengan lebih fokus, aman dan terhindar dari
intervensi.
c. Pelatihan komunikasi efektif tenaga kesehatan yang bertugas di IGD
Menyampaikan informasi melalui komunikasi verbal harus dilakukan
dengan baik, dan menggunakan intonasi yang lembut. Sehingga pasien
yang menerima informasi dapat menerima, memaklumi dan memahami
pelayanan yang akan ia terima. Bila diibaratkan informasi sebagai emas,
orang tidak akan menghargai dan cenderung merespon secara negatif bila
kita memberikan emas tersebut dengan cara melemparkannya ke
wajahnya. Sebaliknya dengan cara yang baik dan menjelaskan kegunaan
dari benda yang akan kita berikan, akan lebih dihargai itu meskipun
hanya sebuah batu kerikil. (Contoh ini diambil dari mahasiswa E-
learning atas nama Muhamad Firdaus tugas Mata kuliah Kepemimpinan
dan Berpikir Magister Kajian Administrasi Rumah Sakit FKM UI).

52
A Day of Learning Journey
(Pentingnya Cermin/Lensa dalam Mental Model)

1. Lakukan perjalanan pembelajaran, tetapkan keinginan untuk memulai


petualangan pembelajaran (berkeliling kampus FKM/ lingkungan UI)
2. Pilih 1 topik tertentu yang telah kita pelajari di kelas dan perdalam
pemahaman topik tertentu dengan melakukan eksplorasi, berkeliling,
melihat, bertanya, mendengar, mengamati, merasakan, menggali,
bahkan mensimulasi atau mempraktikkan
3. Boleh memotret, boleh wawancara, boleh mengikuti sebuah akitivitas,
boleh mengundang, membuat aktivitas, boleh apa saja yang
bermanfaat untuk menggali pemahaman tentang 1 topik (misal tentang
makna kepemimpinan, tentang dialog, tentang interaksi antar sub
sistem, tentang pentingnya cermin/lensa dalam mental model, tentang
emergent propoerties, tangga Criss Argyris, tentang tema Structure
influence behavior, tentang IK IK syndrome, apa saja , tidak harus
topik besar, boleh sebuah pengertian yang akan digali lebih lanjut,
atau dilihat penerapannya keseharian

Pada hari itu, Sabtu tanggal 24 Oktober 2015 Pukul 14.00 kami memulai perjalanan
pembelajaran menuju Balairung UI dan lingkungan sekitarnya. Pada saat itu, di
Balairung UI bertepatan sedang berlangsung sebuah acara yang diselenggarakan
oleh mahasiswa Departemen Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Indonesia, yaitu Pesta Rakyat Fisika 2015. Sebelum memulai
perjalanan pembelajaran, kami sudah menentukan topik yang akan kami ambil.
Kami memutuskan untuk mengambil topik pentingnya cermin/lensa dalam mental
model pada perjalanan pembelajaran kami. Kaitannya dengan acara tersebut, kami
ingin mencoba melihat mental model dari orang-orang yang mengikuti acara
tersebut, baik yang terlibat secara langsung atau tidak. Pada intinya, kami ingin
mengetahui kerangka pikir/ paradigma/ cara pandang masing-masing orang
terhadap acara tersebut. Kami melakukan wawancara terhadap orang-orang yang
terlibat acara tersebut dengan peran yang berbeda-beda, yaitu :

53
Panitia penyelenggara (mahasiswa Pengisi stand (penjual
FMIPA UI) makanan/minuman)
Peserta (siswa sekolah) Pengunjung
Pendamping peserta (guru sekolah) Petugas keamanan
Pendamping peserta (orang tua) Petugas kebersihan
Pendamping peserta (teman-teman Pengemudi rental mobil
sekolah peserta)
Kerangka pikir/paradigma/cara pandang dipengaruhi oleh mental model mereka
masing-masing. Mental model ini dibentuk atas peran mereka di dalam acara
tersebut. Asumsi yang bisa diambil adalah peran yang berbeda tentu berbeda pula
kerangka pikir/paradigma/cara pandang mereka terhadap acara tersebut. Dari
pembelajaran di kelas, berikut kami sampaikan penjelasan tentang mental model
secara umum:
1. Mental model adalah Lensa (kacamata) yang kita gunakan untuk mengamati
dan melihat realita yang ada persepsi kita akan realita amat bergantung pada
lensa
2. Mental model adalah struktur atau pola tentang realita yang ada di kepala kita
3. Mental model menjadi kerangka pikir/paradigma/cara pandang dalam
menginterpretasikan sebuah realita
4. Mental model akhirnya akan menjadi dasar bagi seseorang untuk menentukan
pilihan yang akan diambil atau tindakan yang akan dilakukannya

I. Panitia penyelenggara (Mahasiswa FMIPA UI)

Dari hasil wawancara, kami


mendapatkan informasi bahwa panitia
memandang acara ini sangat penting
bagi perkembangan ilmu Fisika dan
untuk meningkatkan minat siswa -
siswa sekolah untuk mencintai ilmu
Fisika. Lensa yang mereka pakai
dalam memandang acara ini adalah
lensa sebagai panitia yang sangat
Foto : Proses wawancara dengan panitia penyelenggara
mengetahui substansi acara.

54
Mental model yang terbentuk adalah bagaimana kerangka pikir/ paradigma/ cara
pandang dan tindakan yang mereka lakukan agar acara tersebut dapat berlangsung
dengan sukses dan mencapai tujuan yang diharapkan, yaitu mengenalkan fisika
pada masyarkat luas dan membuktikan bahwa fisika bukanlah pelajaran yang
menakutkan, akan tetapi bisa sangat menyenangkan dan aplikatif dalam kehidupan
sehari-hari.

II. Peserta (Siswa Sekolah)

Dari hasil wawancara, kami


mendapatkan informasi bahwa
peserta memandang acara ini
sangat menarik, terlihat dari
antusiasme mereka mengikuti
acara tersebut. Lensa yang mereka
pakai dalam memandang acara ini
adalah lensa sebagai peserta.
Mental model yang terbentuk Foto : Proses wawancara dengan peserta kegiatan

adalah bagaimana kerangka pikir/paradigma/cara pandang dan tindakan yang


mereka lakukan yakni mereka bisa bersenang-senang, mengaplikasikan pelajaran
Fisika yang mereka dapatkan di sekolah serta memperoleh pengalaman dan ilmu
yang sebanyak-banyaknya dari berbagai pameran/perlombaan yang
diselenggarakan dalam acara tersebut.

III. Pendamping peserta (Guru Sekolah)

Dari hasil wawancara, kami


mendapatkan informasi bahwa
pendamping peserta (guru sekolah)
memandang acara ini bagus karena
bagian dari kurikulum belajar
mengajar di sekolah. Jadi, siswa tidak
hanya praktikum di laboratorium di
Foto : Proses wawancara dengan pendamping peserta (guru sekolah)

sekolah tapi juga praktikum melalui acara yang mereka ikuti ini. Lensa yang
mereka pakai dalam memandang acara ini adalah lensa sebagai guru sekolah.

55
Mental model yang terbentuk adalah bagaimana kerangka pikir/paradigma/cara
pandang dan tindakan yang mereka lakukan bahwa mereka memastikan anak-anak
didiknya mengikuti acara ini dengan baik, senang dan antusias, memperoleh
pengalaman dan ilmu yang sejalan dengan pelajaran Fisika yang mereka ajarkan di
sekolah.

IV. Pendamping Peseta (Orang Tua Siswa)

Dari hasil wawancara, kami mendapatkan informasi bahwa pendamping peserta


(orang tua) memandang acara ini bagus karena merupakan ajang implementasi dari
pelajaran yang mereka dapatkan di sekolah. Lensa yang mereka pakai dalam
memandang acara ini adalah lensa sebagai orang tua siswa.
Dari hasil wawancara,
kami mendapatkan
informasi bahwa
pendamping peserta
(orang tua) memandang
acara ini bagus karena
merupakan ajang
implementasi dari
pelajaran yang mereka
Foto : Proses wawancara dengan pendamping peserta (orang tua siswa)

dapatkan di sekolah. Lensa yang mereka pakai dalam memandang acara ini adalah
lensa sebagai orang tua siswa. Mental model yang terbentuk adalah bagaimana
kerangka pikir/ paradigma/cara pandang dan tindakan yang mereka lakukan yaitu
selain memantau kegiatan anak-anak mereka, mereka juga ingin mengetahui
perkembangan ilmu Fisika pada masa sekarang yang mungkin belum ada pada
masa mereka dahulu belajar. Ada kesan negatif yang juga disampaikan terkait
penyelenggaraan acara karena tidak tersedianya ruang tunggu yang nyaman bagi
pendamping peserta, sehingga mereka memandang lebih nyaman berada di rumah
dibanding mengikuti acara tersebut.

56
V. Pendamping Peserta (Teman-Teman Sekolah Peserta)

Dari hasil wawancara,


kami mendapatkan
informasi bahwa teman-
teman sekolah peserta
memiliki cara pandang
yang sama dengan
kegiatan yang diadakan
tersebut, walaupun capek
dan lelah mereka tetap
senang dengan adanya
acara yang diadakan.
Foto : Proses wawancara dengan Pendamping peserta (teman sekolah peserta)

VI. Pengisi Stand (Penjual Makanan dan Minuman)

Dari hasil wawancara, kami mendapatkan informasi bahwa pengisi stand (penjual
makanan/minuman) memandang acara ini bagus dan perlu sering diselenggarakan
agar mereka bisa berjualan dan mendapatkan keuntungan dari makanan dan
minuman yang mereka jual.

Lensa yang mereka pakai


dalam memandang acara
ini adalah lensa sebagai
penjual makanan/minuman
di mana mereka tidak
mengetahui substansi dan
tujuan penyelenggaraan
acara tersebut. Proses wawancara dengan pengisi stand bazaar

Mental model yang terbentuk adalah bagaimana kerangka pikir/ paradigma/cara


pandang dan tindakan yang mereka lakukan yaitu mereka tidak memikirkan apakah
acara tersebut berlangsung dengan sukses atau tidak, mencapai tujuan yang
diharapkan atau tidak. Bagi mereka yang paling penting adalah dapat berjualan
makanan/minuman dan mendapatkan keuntungan yang besar.

57
VII. Pengunjung

Dari hasil wawancara, kami mendapatkan informasi bahwa pengunjung yang kami
wawancarai sama sekali tidak mengetahui acara apa yang sebenarnya sedang
berlangsung. Hal yang mereka tahu adalah banyak stand yang diisi oleh penjual
makanan/minuman, sehingga mereka menyebut acara ini “festival makanan”
(sangat jauh dari substansi acara sesungguhnya.
Lensa yang mereka pakai
dalam memandang acara ini
adalah lensa sebagai
pengunjung, itupun sebatas
mengunjungi stand makanan
dan tidak mengunjungi
pameran/perlombaan yang
ada dalam acara tersebut.
Mental model yang terbentuk
adalah bagaimana Proses wawancara dengan pengunjung

kerangka pikir/ paradigma/ cara pandang dan tindakan yang mereka lakukan yaitu
mereka datang ke tempat tersebut karena tertarik melihat ada keramaian dan stand
makanan/minuman. Mereka tidak mengetahui dan cenderung tidak mau tahu acara
apa yang sebenarnya sedang berlangsung. Hal yang terpenting bagi mereka adalah
mereka bisa bersenang- senang, makan-makan dan melihat-lihat lingkungan
sekitar.

VIII. Petugas Keamanan


Dari hasil wawancara, kami
mendapatkan informasi bahwa
petugas keamanan memandang
acara ini sebagai acara yang
memang biasa diselenggarakan
oleh mahasiswa. Lensa yang
mereka pakai dalam memandang
acara ini adalah lensa sebagai
petugas keamanan dimana
mereka tidak mengetahui
Proses wawancara dengan petugas keamanan substansi dan tujuan
penyelenggaraan acara tersebut.

58
Mental model yang terbentuk adalah yaitu bagaimana kerangka pikir/ paradigma /
cara pandang dan tindakan yang mereka lakukan bahwa mereka dapat memastikan
acara tersebut berlangsung dengan sukses, aman, dan terkendali. Hal yang paling
penting bagi mereka adalah mereka dapat melaksanakan tugas yang diberikan oleh
komandan keamanan dan mereka bisa mendapatkan penghasilan tambahan berupa
uang jasa dari penyelenggaraan acara tersebut.

IX. Petugas Kebersihan

Dari hasil wawancara, kami mendapatkan informasi bahwa sama


seperti halnya petugas keamanan, petugas kebersihan memandang
acara ini sebagai acara yang
memang biasa diselenggarakan
oleh mahasiswa. Lensa yang
mereka pakai dalam memandang
acara ini adalah lensa sebagai
petugas kebersihan di mana
mereka tidak mengetahui
substansi dan tujuan
penyelenggaraan acara tersebut.
Proses wawancara dengan petugas kebersihan

Mental model yang terbentuk adalah bagaimana kerangka pikir/ paradigma/ cara
pandang dan tindakan yang mereka lakukan bahwa mereka memastikan acara
tersebut berlangsung dengan sukses dan pengisi acara maupun pengunjung merasa
nyaman dengan tempat yang bersih baik sebelum, pada saat, maupun setelah
pelaksanaan acara. Hal yang paling penting bagi mereka adalah mereka dapat
melaksanakan tugas yang diberikan oleh koordinator kebersihan dan mereka
mendapatkan penghasilan tambahan berupa uang jasa dari penyelenggaraan acara
tersebut.

X. Pengemudi Rental Mobil

Dari hasil wawancara, kami mendapatkan informasi bahwa sama halnya seperti
pengunjung, pengemudi rental mobil sama sekali tidak mengetahui acara apa yang
sebenarnya sedang berlangsung. Hal yang mereka tahu adalah mereka diminta
mengantarkan rombongan siswa untuk mengikuti lomba. Lensa yang mereka pakai
dalam memandang acara ini adalah lensa sebagai pengemudi rental mobil.

59
Mental model yang terbentuk
adalah bagaimana kerangka
pikir/ paradigma/ cara
pandang dan tindakan yang
mereka lakukan yaitu mereka
melaksanakan tugas dari
perusahaan rental tempat
mereka bekerja untuk
mengantarkan penumpang
yang menyewa mobil mereka. Proses wawancara dengan pengemudi rental mobil

Mereka tidak mengetahui dan cenderung tidak mau tahu acara apa yang sebenarnya
sedang berlangsung. Hal yang terpenting bagi mereka adalah mereka dapat
menjalankan tugas dengan baik, mengantarkan penumpang sampai tempat tujuan
dan kembali ke tempat tinggal untuk kemudian mendapatkan uang jasa penyewaan
mobil yang akan mereka setorkan ke perusahaan rental mobil tempat mereka
bekerja.

PENUTUP
Sebelum kami melaksanakan perjalanan pembelajaran ini, kami sempat bertanya-
tanya tentang kegiatan yang diselenggarakan di Balairung UI pada siang hari itu.
Pada saat kami sedang di kelas, suara musik yang agak keras yang berasal dari arah
Balairung UI mengganggu konsentrasi kami yang sedang belajar, kebetulan kelas
kami tidak jauh dari Balairung UI. Pada awalnya kami berfikir kegiatan tersebut
hanya semacam pameran-pameran biasa yang tentunya ramai oleh pengunjung.

Setelah kami melakukan perjalanan dan mencoba melihat lebih dekat, ternyata
kegiatan tersebut memiliki banyak manfaat bagi orang lain, setidaknya bagi diri
kami sendiri. Bagi orang lain yang merupakan partisipan, kegiatan tersebut
memiliki manfaat untuk menambah wawasan dan pengetahuan keilmuan,
menambah pendapatan serta pengalaman mereka. Sedangkan bagi diri kami sendiri,
setidaknya ada hal baru dan unik yang menambah pengetahuan kami.

Salah satu acara dalam kegiatan tersebut adalah perlombaan roket air yang bahan
dasarnya menggunakan botol air mineral bekas. Hal tersebut memberikan pelajaran
bagi kami bahwa hal yang sangat sederhana, kecil, dan bahkan mungkin kita
anggap sepele (botol bekas) dapat dikreasikan menjadi sesuatu yang dapat
menambah wawasan ilmu pengetahuan.

60
Bisa jadi dari hal yang sangat sederhana tersebut (roket air), dikembangkan dengan
ilmu dan teknologi yang lebih canggih, dapat menghasilkan sesuatu yang lebih
bermanfaat bagi kehidupan banyak orang.

Dengan lebih mendalami sesuatu, maka kita dapat mengetahui hal-hal yang
tersembunyi di dalamnya dan bisa jadi bermanfaat bagi kita. Tanpa upaya untuk
mencoba mengetahui lebih dalam, mungkin hal tersebut akan terasa tidak penting
dan tidak bermanfaat bagi kita.

(diambil dari tugas kelompok mahasiswa S2 IKM UI, Dewi Erma Latifah,
Masrulloh, M. Arafat Patria. Mata kuliah Kepemimpinan dan Berpikir Sistem)

TUGAS PRIBADI DAN KELOMPOK

A Day of Learning Journey

1. Cari pasangan atau kelompok, maksimum 3 orang


2. Lakukan perjalanan pembelajaran, tetapkan keinginan untuk memulai
petualangan pembelajaran (berkeliling kampus FKM/ lingkungan UI)
3. Pilih 1 topik tertentu yang telah kita pelajari di kelas dan perdalam
pemahaman topik tertentu dengan melakukan eksplorasi, berkeliling,
melihat, bertanya, mendengar, mengamati, merasakan, menggali,
bahkan mensimulasi atau mempraktikkan
4. Boleh memotret, boleh wawancara, boleh mengikuti sebuah
akitivitas, boleh mengundang, membuat aktivitas, boleh apa saja
yang bermanfaat untuk menggali pemahaman tentang satu topik
(misal tentang makna kepemimpinan, tentang dialog, tentang
interaksi antar subsistem, tentang pentingnya cermin/lensa dalam
mental model, tentang emergent properties, tangga Criss Argyris,
tentang tema structure influence behaviour, tentang IK IK syndrome,
apa saja, tidak harus topik besar, boleh sebuah pengertian yang akan
digali lebih lanjut, atau dilihat penerapannya keseharian. Lengkapi
dengan bukti bahwa telah dilakukan perjalanan pembelajaran (foto,
rekaman suara, dsb).

61
TUGAS PRIBADI DAN KELOMPOK

Bagaimana dengan pelayanan kesehatan?


Carilah fenomena atau keadaan/kondisi/peristiwa pelayanan kesehatan di
Indonesia dan kaitkanlah dengan mental model yang ada didalamnya

REFLEKSI PEMBELAJARAN

Pikirkan dan renungkan pembelajaran yang didapat dengan menyimak


video yang dapat merefleksikan mental model:
The Window

62
BAB V
MENTAL MODEL & DIALOGUE
Model Mental dan Dialog
(Mental Model and Dialogue)

Pada bab sebelumnya telah dibahas topik yang berkaitan dengan mental model.
Mental model adalah lensa (kacamata) digunakan untuk mengamati dan melihat
realita yang ada sehingga persepsi seseorang akan realita amat bergantung pada
lensa. Mental model dihasilkan salah satunya dari adanya dialog. Dialog adalah
percakapan antara dua orang atau lebih yang mengangkat suatu topik percakapan.
Dalam proses dialog masing-masing individu memiliki mental model yang berbeda
terkait topik percakapan yang diangkat.

Kata “Dialogue” berasal dari Bahasa Latin berupa dialogos. Logos berarti kata,
yang dalam hal ini bermaksud “makna sebuah kata”. Sedangkan dia berarti
“melalui”, tidak selalu berarti “dua”. Dengan kata lain, dialog dapat terjadi antara
beberapa orang, tidak hanya dua orang. Gambaran dialog sebagai “stream of
meaning flowing through”, mengarahkan pada arus makna yang mengalir di antara
dan melalui kita. Dalam dialog, tidak ada satupun orang yang mencoba untuk
menang karena jika seseorang memenangkan15dialog, maka semua orang yang
terlibat dalam dialog itu juga menang. Singkat kalimat, dalam dialog setiap orang
menang.

Dialogue is intense, high level, high quality communications,


listening, and sharing requires the free and creative
exploration of subtle issues, a deep listening to one another
and the suspending of one’s own views.

(Dialog adalah komunikasi yang mendalam dan berkualitas tinggi


sekaligus mencakup kemampuan untuk mendengarkan serta saling
berbagi pandangan. Komunikasi mendalam tersebut menuntut
kemampuan untuk secara bebas dan kreatif memahami isu-isu dengan
peka, menuntut kemampuan untuk saling menyimak secara seksama
pendapat yang berbeda dari pihak lain, serta menunda untuk cepat
memberikan pendapat kita sendiri). Tidak peduli betapa inginnya
seseorang untuk berdialog, kita tidak bisa memaksakan dialog terjadi.

64
Tujuan utama dari komunikasi adalah untuk mendapatkan pesan, membentuk
perilaku orang lain, atau mengajarkan informasi baru sebagai tradisi pengajaran dan
penelitian tentang topik yang sering disarankan. Percakapan merupakan metode
komunikasi untuk aksi sosial dan sebagai media untuk menyampaikan pertanyaan
ataupun pernyataan. Akar dari kata ‘percakapan’ berarti bahwa orang saling
berbicara sehingga mereka, baik secara sadar maupun tidak sadar menyampaikan
perbedaan pandangan dan kemudian menemukan sesuatu kesepakan yang mereka
setujui atau tidak setujui. Percakapan merupakan, secara alamiah, bersifat
relasional baik itu berbentuk dialog, diskusi, debat, atau ceramah yang dilakukan
secara terdesain.

Pemikiran memproduksi sebuah hasil opini dan asumsi dari orang-orang dengan
latar belakang yang berbeda. Perbedaan pandangan tersebut krusial karena
memiliki makna kolektif yang lebih kuat jika dibandingkan dengan pemikiran
secara individu. Dialog merefleksikan “proses belajar mendalam” sebagai bagian
dari “wilayah perubahan abadi” yang artinya semangat belajar (learning) dan
kesediaan untuk berubah atau melahirkan “tindakan”. Dapat pula dikatakan bahwa
dialog merupakan ruh dari learning organization dan hakekat dari wilayah
perubahan baik pada skala individu dan kemudian organisasi serta komunitas.
Dialog merupakan sebuah “keahlian dan kemampuan” yang akan melahirkan
“kepekaan-kesadaran”, dan pada gilirannya menumbuhkan “sikap-keyakinan”
melahirkan pemikiran dan ‘tindakan bersama” (collective action).

Proses dialog mendorong seseorang untuk mengembangkan tujuan dan nilai


bersama (shared goal, shared meaning) dengan semangat untuk mencari (inquiry).
Jadi dialog tidak sejak awal dimaksudkan untuk mengambil suatu keputusan,
karena akan memangkas aliran bebas dan mendalam pencarian. Kata “keputusan”
berasal dari kata decidere dalam bahasa Latin yang secara harfiah berarti
“mematikan alternatif-alternatif”. Oleh karena itu dalam dialog, peserta dialog tidak
mengatakan apa yang sedang dilakukan, melainkan mengatakan apa yang sedang
dipikirkan. Dalam dialog, pembicaraan dilakukan dengan cara-cara mengkatalisasi
pemahaman dan mengungkapkan proses berpikir. Sasaran dialog adalah untuk
membuka landasan baru dengan menciptakan “wadah” (container) atau “medan”
untuk bertanya. Suatu kesepakatan di mana seseorang menjadi lebih sadar akan
keadaan sekitar pengalamannya, dan dari proses-proses pikiran serta perasaan yang
berkaitan dengan pengalaman tersebut.

65
Walaupun didasari dengan percakapan, tidak semua komunikasi dapat
dikategorikan sebagai dialog. Dialog lebih dari sekedar pesan interaksi dua arah
sederhana. Dialog adalah eksplorasi bersama untuk mencapai pengertian, koneksi,
atau kemungkinan yang lebih besar. Dialog melewati proses-proses tertentu dalam
komunikasi yang berkualitas, yang mempertemukan pandangan-pandangan para
pelaku dialog sehingga dapat berubah/diubah. Hal tersebut dikarenakan dialog akan
memperlebar percakapan tentang nilai, etika, hubungan, refleksivitas, dan performa
hubungan yang saling menggantungkan, serta memperlebar cakupan komunitas dan
tanggung jawab. Sifat dialog adalah transformatif, yang dapat dipahami sebagai
suatu percakapan atau ceramah, berkonteks pada perasaan tertentu dibersamai
dengan keberadaan nilai dan kepercayaan secara intens dan mendalam. Dalam
setiap aspek pendidikan, dialog merupakan hal yang vital karena berguna untuk
kesadaran masing-masing yang sebelumnya tidak percaya mengenai hal – hal yang
diungkapkan oleh lawan bicara.

Debat merupakan sebuah diskusi formal mengenai suatu isu dalam pertemuan
umum atau parlemen. Dalam debat terdapat dua atau lebih pembicara yang
mengekspresikan dua pandangan berbeda dari suatu topik. Pembahasan dan
pertukaran pikiran mengenai topik dalam debat saling disertai alasan dan argumen
terstruktur untuk mempertahankan masing-masing pendapat, dan masing-masing
orang harus mempelajari keterampilan untuk memenangkan argumennya. Apabila
terdapat obrolan yang bukan dalam ranah formal, tanpa adanya kelompok
pendukung atau afirmatif dan kelompok kontra, dan membicarakan sesuatu
bersama orang lain atau sekelompok orang dengan tujuan untuk mengambil
keputusan atau kesimpulan, maka aktivitas tersebut disebut juga dengan diskusi.
Sedangkan percakapan biasa hanya berdasarkan pikiran, perasaan, dan ekspresi ide,
bertanya, menjawab pertanyaan, atau bertukar berita. Pada umumnya, dialog
berbeda dengan diskusi yang memiliki akar ‘perkusi’ dan ‘konkusi’ yang berarti,
ide yang dimiliki digunakan untuk memenangkan kompetisi.

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa makna dialog berbeda


dengan diskusi, debat dan percakapan biasa. Perbedaannya adalah bahwa diskusi
merupakan percakapan yang bertujuan untuk mengambil sebuah kesepakatan atau
kesimpulan, debat bertujuan untuk mengambil sebuah kesimpulan berdasarkan
argumen, di mana kelompok yang memiliki argumen lebih kuatlah yang ditentukan
sebagai pemenang, dan percakapan biasa memiliki kecenderungan untuk tidak
mengisyaratkan adanya tujuan khusus dalam menyelesaikan konflik atau
menciptakan satu pemahaman tentang suatu perbedaan.

66
Sedangkan dialog bertujuan untuk mengeksplorasi sebuah topik hingga lebih
mendalam dengan menambah atau berbagi ilmu pengetahuan maupun pengalaman
yang didapatkan dari lawan bicara agar tercapai satu pemahaman atau harmoni.
Dialog berjalan secara mengalir dan egaliter, saling mendengarkan pendapat dan
pandangan serta ide orang lain secara terbuka.

Karakter Kunci Dialog

Dialog telah dipelajari secara luas pada disiplin akademik, termasuk ilmu bahasa,
psikologi, sosiologi, antropologi, filosofi, ilmu komunikasi, dan artificial
intelligence (AI). Dialog juga dipelajari pada area aplikatif seperti ilmu
manajemen, resolusi konflik dan hubungan antar budaya sebagai metode untuk
mempromosikan negosiasi dan diskusi untuk sudut pandang yang berbeda.
Beberapa poin di bawah ini merupakan karakter kunci sebuah dialog, yaitu:

a.Dialog sebagai sebuah percakapan


Sebuah dialog yang koheren akan menunjukkan sebuah fenomena berupa
percakapan yang mana interpretasinya tergantung pada konteks dialog. Untuk
berpartisipasi dalam sebuah dialog perlu tetap sejalur dengan elemen ini.
Apabila terjadi sebuah perubahan topik, perlu konsistensi menjaga alur topik
sebelumnya agar tidak terhenti sehingga masih tetap dapat kembali ke topik
tersebut.

b.Dialog sebagai sebuah aktivitas yang bertujuan


Seseorang terikat pada dialog untuk tujuan yang lebih luas, termasuk fungsi
transaksional seperti meminta, menjanjikan, mempengaruhi dan
menginformasikan, serta fungsi interpersonal seperti menjaga dan mengatur
hubungan sosial.

c.Dialog sebagai aktivitas kolaboratif


Dialog merupakan aktivitas bersama antara dua atau lebih peserta yang
berkolaborasi. Kolaborasi tidak selalu berimplikasi bahwa peserta harus
menyetujui pandangan satu sama lain, meskipun dalam suatu dialog terdapat
ketidak setujuan yang amat kuat dari proses tertentu oleh peserta. Peserta
dalam percakapan dialog terlibat dalam aliran percakapan.

67
Karakteristik/Komponen Dasar dan Protokol Dialog

1. Bersifat Individu dan Bersama


Beberapa kontribusi paling hebat terhadap suatu percakapan bersama bisa berasal
dari orang-orang yang belajar untuk mendengarkan, bukan hanya mendengarkan
kelompok, melainkan juga mendengarkan diri mereka sendiri. Dalam kasus itu,
suara dalam hati, pikiran dan tubuh mereka sedang mengatakan sesuatu, karena
dialog bersama sedang terjadi di sekeliling mereka. Apakah mereka sedang
membangkitkan persepsi yang baru ini? Ataukah makna bersama dari kelompok ini
sedang mengekspresikan dirinya sendiri melalui mereka? Dari perspektif dialog,
keduanya sedang terjadi. Bagaimana saya dapat mendengarkan apa yang sedang
dikatakan dalam dialog sini? Apakah saya hadir ‘kini dan di sini’? Siapakah saya
dalam dialog ini sebagai individu dan bagian dari kelompok?

2. Undangan
Proses undangan dimulai untuk membangun suatu wadah dan orang-orang harus
diberi pilihan untuk berpartisipasi.

3. Mendengarkan yang Bersifat Membangkitkan

Mendengarkan sepenuhnya berarti memberikan perhatian penuh pada apa yang


sedang dikatakan di balik kata-kata. Anda tidak hanya mendengarkan “musiknya”,
melainkan setiap hakikat dari pembicaraan orang lain.

4. Mengamati Pengamat

Ketika kita mengamati pikiran-pikiran berbagai orang yang akan menentukan


bagaimana cara kita memandang dunia, kita mulai mengubah dan mentransformasi
diri kita sendiri dan hal ini berlaku untuk suatu tim sebagaimana untuk seorang
individu.

Menahan Asumsi-Asumsi

Dialog mendorong orang untuk menahan atau “menggantung” asumsi-asumsi


mereka untuk menahan diri agar tidak memaksakan pandangan mereka pada orang
lain dan menghindar agar tidak memaksakan atau menahan apa yang ada dalam
pikirkan mereka.

68
1. Tidak bersikap defensif. “Pertimbangan Defensif akan menghalangi kita
dari belajar mengenai benar/tidaknya pandangan kita”. Dalam dialog, kita
akan belajar megutarakan pandangan kita.
2. Tidak menargetkan untuk mencapai kesepakatan dalam setiap dialog.
3. Sebaiknya menampung pendapat lain yang terkait dengan pokok masalah.
4. Memperhatikan pandangan-pandangan yang berlawanan.
5. Sebaiknya tidak mencela, melainkan mendengarkan pembicaraan sampai
selesai.
6. Sebaiknya tidak mencemooh pandangan orang lain; melainkan menyimak
apa yang dimaksud oleh orang tersebut.
7. Terbuka untuk menerima pandangan orang lain.
8. Dapat menunda desakan hati untuk menilai orang lain.
9. Sebaiknya kita menguji, baik asumsi sendiri maupun asumsi orang lain.
10. Sebaiknya kita menanggalkan unsur senioritas dalam berdialog.
11. Ketidak-sepakatan sebaiknya dipandang sebagai sumber-pemikiran baru.
12. Sebaiknya kita menjelaskan kepada peserta lain alasan, pola pikir dan
tindakan kita.

Kaitan Konsep dan Pembelajaran tentang Dialog


(Evolusi Dialog dan Relasi Intersubyek)

Evolusi Dialog

69
Konsep dan pembelajaran dialog mengenai evolusi dialog terdiri dari beberapa fase
seperti undangan, yang mana setiap orang memiliki pilihan untuk ikut serta dalam
dialog tersebut. Setelah terbentuk kelompok orang, percakapan dapat terjadi yang
kemudian mengalir menjadi topik spesifik, yang ketika percakapan tersebut terjadi,
setiap orang mendengarkan pendapat satu sama lain dan menahan asumsi-asumi
agar tidak memaksakan pandangan mereka pada lawan bicaranya. Setelah itu, akan
muncul pertimbangan-pertimbangan yang kemudian memunculkan krisis awal.
Pada fase tersebut, pandangan kita sedang diuji. Setelah krisis awal berupa
perbedaan pendapat tersebut terbentuk, ada dua aliran dalam percakapan yang perlu
ditempuh yaitu, antara diskusi dan penangguhan. Ketika aliran pembicaraan
mengarah ke diskusi dan berkembang menjadi diskusi yang terampil dengan
menggunakan analisis logika, maka percakapan tersebut dapat berkembang menjadi
perdebatan yang bisa saja saling menjatuhkan karena tidak dapat saling
berkompromi. Akan tetapi, jika arah percakapan tersebut mengarah ke
penangguhan, maka dapat berevolusi menjadi sebuah dialog. Saat berdialog, para
peserta dialog tersebut mengalirkan makna-makna pembicaraan yang dapat
bergerak menjadi makna bersama.

Dari dialog, setiap orang seakan-akan memulai untuk melihat arus aliran di tepi
sungai yang kemudian mulai untuk berpartisipasi pada ‘kolam arti yang umum’,
sehingga mampu untuk memberikan perkembangan dan perubahan secara konstan.
Melalui dialog pula, setiap orang dapat membantu satu sama lain untuk lebih peduli
terhadap pemikiran satu sama lain sehingga terkumpulah pemikiran-pemikiran
yang berhubungan, berurutan, konsisten, indah, dan harmoni. Setiap orang bekerja
bersama untuk menjadi lebih peka terhadap kontradiksi dan kebingungan yang
merupakan konsekuensi dari pikiran. Hal-hal tersebut menginisiasi pemikiran
bahwa peserta dialog merupakan kolega dan teman, sehingga seiring dengan
berkembangnya suatu dialog, rasa pertemanan atau persahabatan akan berkembang
pula. Namun, pertemanan tersebut tidak berarti bahwa kita perlu setuju atau
memiliki pandangan yang sama. Justru dengan perbedaan pandangan itu, kekuatan
untuk melihat satu sama lain sebagai kolega memerankan peran penting karena
perbedaan pendapat antar kolega dapat memberikan keuntungan yang besar.

Berkaitan dengan relasi intersubyek, pemaparan di atas menjelaskan bahwa


memang dalam berdialog, perlu melepaskan atribut mengenai senioritas.

70
Relasi antar subyek yang dapat berkembang dengan dialog akan sia-sia dan sulit
terbentuk apabila dalam dialog tersebut tidak bersikap egaliter dan tidak berusaha
untuk membuka diri serta mendengarkan pandangan lawan bicara dengan lebih
baik. Dengan kata lain, masing-masing peserta dialog yang merupakan subyek
pembicaraan tidak akan merasa bahwa dirinya outsider pembicaraan dan mereka
siap untuk belajar menerima pandangan dan pendapat orang lain tanpa
menghakiminya. Sikap tersebut dapat menciptakan relasi yang harmonis antar tiap-
tiap peserta dialog.

Hubungan dengan Makna dan Penerapan


Learning, Mental Model dan System Thinking

Organisasi pembelajar yang ideal memiliki motivasi untuk belajar secara adaptif
untuk berubah pada kondisi dinamis. Kondisi itu meningkat ketika ada perubahan
dari pemikiran terfragmen menuju ke pemikiran secara sistem dan adanya
klarifikasi visi personal, serta kenyataan dipastikan secara obyektif. Di sisi lain,
kompetisi dalam suatu kelompok juga dapat berubah menjadi korporasi untuk
saling membantu satu sama lain, adanya perubahan sikap reaktif menjadi proaktif,
dan berpikiran terbuka untuk mempengaruhi orang lain juga merupakan ciri dari
organisasi pembelajar. Dalam organisasi ini, dialog memiliki peran penting untuk
pelaksanaan shared vision atau berbagi pandangan agar mampu memiliki
pemikiran yang terbuka.

Pembelajaran secara personal dan dalam organisasi merupakan komitmen yang


saling berhubungan dalam semangat yang dilakukan oleh para pembelajar.
Kedisiplinan pembelajaran dalam tim ini dimulai dengan sebuah dialog, yang mana
kapasitas anggota tim ataupun organisasi ini menunda untuk mengungkapkan
asumsi-asumsinya dan mulai berpikir bersama. Dialog merupakan penyampaian
pandangan yang mengalir yang dilakukan oleh kelompok. Disiplin dialog
melibatkan pembelajaran untuk mengenali pola interaksi yang dapat merusak
proses belajar dalam tim, seperti sikap defensif yang tidak dikenali. Namun, apabila
sikap defensif tersebut dikenali dan dihadapi secara kreatif, maka hal-hal yang
mulanya dapat merusak akan dapat mempercepat proses belajar.

71
Tantangan dialog ada pada perubahan mental model, lama percakapan, dan
menghilangkan resistensi sehingga muncul sharing kowledge atau berbagi pendapat
serta belajar dari pengalaman satu sama lain. Mental model merupakan kemampuan
untuk mengubah respon adaptif baik dari nilai, perilaku, atau kebiasaan yang
didapatkan dari hasil kesadaran bahwa belajar memang diperlukan. Mental model
membantu kita untuk memahami suatu situasi secara cepat. Akan tetapi, mental
model tidak akurat dan kadang mengarahkan kita untuk melihat ke arah pola yang
sebenarnya tidak ada. Sehingga apabila mental model tersebut mengarahkan kita
untuk membuat koneksi yang tidak ada, maka kita tidak berpikir untuk
menanyakan tentang asumsi-asumsi kita, tetapi terus mencoba menemukan solusi
yang tidak sesuai dengan konteksnya. Perubahan paradigma tersebut dapat terjadi
dengan tujuan yang disebabkan oleh adanya proses aktif learning dan unlearning.

Dengan demikian, terdapat hubungan antara dialog dengan makna dan penerapan
learning, mental model, serta system thinking. Hubungan itu berada pada titik di
mana dialog dapat menjadi sebuah alternatif dalam sebuah kelompok organisasi
yang sedang mengalami konflik akibat perbedaan pemikiran masing- masing
anggotanya. Setiap anggota memiliki paparan dan sejarah yang tidak sama dalam
hidup mereka sehingga membentuk mental model yang juga berbeda dengan kita.
Maka dari itu, untuk membentuk sebuah sistem yang sehat dalam organisasi, perlu
menerapkan pola pikir secara sistem dan persamaan persepsi atau paradigma yang
bisa diterapkan dengan belajar. Belajar yang dilakukan bisa dimulai dari berdialog
untuk mengetahui apa yang sedang dipikirkan dan dirasakan oleh anggota tim yang
lain dengan lebih banyak mendengar agar dapat berbagi pandangan dan belajar
bersama-sama untuk mencapai ‘sesuatu’ yang baru.

72
PRAKTIK DIALOG DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI

Contoh dialog yang dikutip dari tugas mahasiswa Magister Kajian


Administrasi Rumah Sakit FKM UI yang bernama Handi Wirawan.

Di Rumah Sakit tempat saya bekerja, saya kepala unit farmasi. Salah seorang staf
farmasi saya saat itu melakukan kesalahan yang cukup fatal. Saat itu saya meminta
staf saya tersebut untuk datang ke ruangan saya.

Staf saya saat itu belum mengetahui kesalahan apa yang dilakukannya. Tapi saat
staf saya mengetuk pintu dan masuk ke ruangan, dia kelihatan sedikit takut dan
tidak nyaman. Saya memintanya duduk di hadapan saya. Saat itu padahal saya
hanya ingin meluruskan permasalahan saja, tapi kelihatan sekali staf saya saat itu
nampak ketakutan.

Saya menahan diri untuk tidak berpikir hal-hal yang buruk tentang staf saya dan
mengajaknya berbicara baik-baik. Walaupun memang saya tahu dia telah
melakukan kesalahan yang cukup besar, tapi saya tahu ini adalah kesalahan
pertamanya. Jadi saya hanya ingin berbicara saja dengannya tanpa menghakimi
ataupun memberikan hukuman.

Ia nampak ketakutan. “Maaf, Pak. Saya tahu saya salah. Saya teledor dalam
menginput dan tidak mengecek ulang penginputan apakah sudah dilakukan atau
tidak.” Sambil dengan mata berkaca-kaca ia berbicara menjelaskan pada saya
waktu itu.

“Saya benar-benar tidak marah. Rumah Sakit memang rugi dengan adanya
kesalahan ini, tapi saya minta kamu datang bukan untuk memarahai kamu. Jika ada
masalah, ayo kita selesaikan bersama. Kita diskusikan masalah dan kesalahannya
dimana. Saya tidak pernah ingin mencari siapa yang benar dan salah. Saya ingin
tahu apakah kamu bisa menilai kesalahan yang kamu lakukan sendiri atau tidak.
Dan jika ada yang bermasalah, mari kita selesaikan.”

“Pak, saya minta maaf. Saat itu saya tidak kontrol ulang mengenai penginputan
data obat makanya terjadi kesalahan itu.” Jelasnya. Saya mengangguk. “Ada
masalah apa? Saya kenal sekali dengan cara kerja kamu. Saya tahu kamu tidak
mungkin teledor."

73
“Waktu itu anak saya sakit. Tidak ada yang jaga di rumah Pak. Dan saya pun tidak
ada yang menggantikan di kantor. Makanya saya bingung dan cemas, jadi semua
terbengkalai. Maaf ya pak.”ujarnya. Dia nampak menyesal.

“Sekarang anaknya bagaimana? Sudah dibawa ke dokter? Kenapa tidak bilang


waktu itu. Kalau memang ada masalah di rumah dan memang tidak bisa diganggu,
coba dilaporkan ke saya. Jika tidak dipaksakan kan tidak akan ada masalah di
kantor juga. Dan masalah di rumah juga tertangani.”saya menjelaskan waktu itu.
“Keluarga juga butuh diperhatikan. Apalagi kamu itu seorang ibu. Harus
mendampingi anak. Di sini kita kerja seperti keluarga jika ada masalah diskusikan.
Selama kinerja baik, pasti kita akan mengerti.”lanjut saya.

Barulah saat itu dia menangis. “Saya takut Pak. Apalagi kondisi seperti sekarang.
Habis gempa, banyak yang berhenti jadi kita kekurangan orang di lapangan. Saya
takut kalau saya ijin terus-terusan nanti malah rumah sakit menganggap saya cuma
mencari alasan saja. Saya sudah bersyukur Pak, di masa sulit seperti sekarang
masih bisa tetap bekerja sementara RS lain ada yang melakukan PHK besar-
besaran.”

Mental Model:
Mental model staf saya adalah selalu berburuk sangka pada atasan.
Jika dipanggil menghadap pasti dikira akan mendapatkan hukuman
sehingga selalu mengira bahwa atasan tidak mau mengerti.

Realita:
Selama atasan mengenal kinerja dan cara kerja staf, atasan selalu
memberikan ruang diskusi jika ada masalah. Tidak selamanya
teguran yang akan diberikan oleh atasan. Kadang kala diskusi
dibutuhkan untuk dapat melihat dan mengetahui adanya masalah
atau kendala dalam menjalankan pekerjaan.

Hikmah:
Di masa seperti sekarang, bagi saya merupakan suatu kebahagiaan saat
mendengar ada orang-orang yang begitu bersyukur karena diberikan
kesempatan untuk bekerja dan dengan sepenuh hati mengabdi terhadap
tempat kerjanya. Karena bagi saya RS itu maju maka di masa mendatang
pun akan ikut menyukseskan orang-orang yang bekerja di dalamnya.

74
AKTIVITAS DAN FASILITAS PEMBELAJARAN

1. Apa yang membedakan komunikasi dialog dan non dialog


2. Mengapa kita membutuhkan dialog?
3. Lakukan dialog (dengan memperhatikan prinsip-prinsip dialog,
dsb), tuliskan pengalaman dialog anda tersebut. Jelaskan dan
berikan argumentasi mengapa itu dapat disebut sebagai dialog.

75
BAB VI
PERSONAL MASTERY
Penguasaan Pribadi
(Personal Mastery)

Pendapat Senge (1990) bahwa ada lima disiplin (pilar) yang membuat suatu
organisasi menjadi learning organization, yaitu: Personal Mastery yang
merupakan prinsip bagi seseorang untuk secara terus menerus memperdalam visi
pribadi, fokus pada kekuatan diri sendiri, mengembangkan kesabaran diri serta
melihat realita secara objektif, sehingga dengan adanya pengembangan dari
masing-masing individu dapat meningkatkan kinerja organisasi. Pilar kedua adalah
Mental Model yang memegang konsep bercermin, dan peningkatan gambaran
tentang dunia luar, dan melihat bagaimana mereka membentuk keputusan dan
tindakan kita. Pilar ketiga Shared Vision adalah membangun rasa komitmen dalam
suatu kelompok dengan menggambarkan visi perusahaan menjadi visi pribadi
karyawan. Pilar keempat Team Learning adalah kelompok berbagi wawasan atau
pengalamaan, sehingga dapat mengembangkan otak dan kemempuan berpikir. Pilar
terakhir adalah System Thinking merupakan prinsip tentang mengaamati seluruh
sistem dan tidak hanya fokus pada individu
Proses membangun strategic leadership
merupakan sebuah proses yang memerlukan waktu
dan pendekatan yang komprehensif. Ada berbagai
hal yang perlu digali dengan fokus peningkatan
diri individu, ada juga yang harus dibangun
bersama-sama sebagai sebuah sistem melalui team
learning, system thinking, dan shared vision. Salah
satu yang dikemukakan oleh Peter Senge yang
berfokus pada peningkatan kapasitas diri adalah
dimilikinya personal mastery sebagai sebuah
kemampuan untuk terus menjadikan dirinya
lebih baik hari ini dibandingkan kemarin dan esok lebih baik dari hari ini. Seorang
individu sebagai pemimpin juga merupakan seseorang yang terus belajar. Tidak
akan pernah bisa berhenti belajar dengan mengatakan “I know everything” karena
ilmu terus berkembang. Berbagai permasalahan yang dipelajari kemarin, akan terus
berkembang dalam sebuah kompleksitas yang dinamis yang membuat kita
tertinggal untuk bisa menguasai hal tersebut jika tidak terus menerus belajar.

77
Personal mastery merupakan suatu
disiplin untuk seseorang secara terus
menerus mendalami dan memperjelas
visi pribadi, memfokuskan energi,
membangun kesabaran, dan melihat
realitas secara obyektif. Personal mastery
adalah pengembangan kemampuan diri
untuk menciptakan hasil yang terbaik dan
diinginkan dalam hidup. Intinya,
personal mastery adalah sebuah proses–
bukan sesuatu yang sudah anda miliki
(Peter Senge).
Seseorang dengan tingkatan personal mastery yang tinggi adalah yang memiliki
kemampuan menciptakan visi pribadi dan mampu secara akurat menilai realita
yang ada. Kesenjangan antara realita saat ini dan visi pribadi mendorong kita untuk
terus maju. Kesenjangan ini sering disebut sebagai “tegangan kreatif”. Untuk
mengenali seseorang yang memiliki tingkatan personal mastery tinggi diketahui
dari beberapa karakteristik kemampuan personal mastery yaitu memiliki tujuan,
mampu menilai realita yang dihadapi saat ini dengan secara cepat menyadari
asumsi-asumsi yang tidak akurat, mampu menggunakan tegangan kreatif sebagai
inspirasi untuk melangkah maju, melihat perubahan sebagai sebuah peluang,
memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, memprioritaskan hubungan personal tanpa
bersikap individualis, serta berpikir sistem artinya menempatkan diri sebagai
bagian dari sistem yang besar. Seseorang dengan personal mastery yang ada akan
terus mengembangkan kapasitas diri untuk menciptakan masa depan yang
diinginkan (Marty Jacobs, 2007) :

1. Visi Pribadi
Visi pribadi berasal dari dalam diri sendiri. Sebagian besar orang hanya memiliki
sedikit visi yang nyata. Tentu setiap orang memiliki tujuan dalam hidup, namun itu
bukanlah sebuah visi. Memahami visi nyata tiap individu tidak terpisah dari
gagasan tentang tujuan hidup atau bahkan tujuan melakukan sesuatu. Pada
dasarnya, visi berbeda dari tujuan. Tujuan serupa dengan arah, sedangkan visi ada
sesuatu yang ingin dicapai atau gambaran masa depan yang diinginkan. Tujuan
bersifat abstrak, sedangkan visi merupakan hal yang konkrit. Tujuan tanpa visi
tidak memiliki arti atau makna. Visi memiliki banyak aspek, di antaranya aspek

78
material seperti pertanyaan “dimana kita ingin tinggal?”, “berapa banyak uang yang
kita inginkan?”, aspek pribadi seperti kesehatan, kebebasan, dan kejujuran yang ada
pada diri kita, aspek layanan seperti membantu orang lain dan berkontribusi
terhadap suatu bidang pekerjaan tertentu. Semua hal tersebut adalah sesuatu yang
kita ingin lakukan. Sangat penting untuk memperjelas visi yang kemudian menjadi
aspek penting dari personal mastery. Kemampuan untuk fokus pada keinginan
utama, tidak hanya pada tujuan sekunder, merupakan landasan dari personal
mastery.

2. Tegangan Kreatif

Tegangan kreatif merupakan inti dari personal mastery yang mengintegrasi semua
elemen dalam lima disiplin. Tegangan kreatif dapat menarik kita dari realitas
menuju visi yang kita idamkan, dengan kata lain melihat realitas secara obyektif.
Memahami visi dan realitas merupakan awal dari ketegangan kreatif yang
mendorong usaha untuk maju. Kesenjangan antara visi dan realitas saat ini
menimbulkan tegangan kreatif. Tegangan kreatif adalah energi untuk mewujudkan
visi, berangkat dari realitas saat ini. Ketika tegangan kreatif pada seseorang yang
memiliki visi berbeda dengan realitas saat ini, maka gap antara kedua hal tersebut
dapat diselesaikan dengan dua cara yaitu dengan menarik realitas kearah visi
(solusi mendasar) dan menarik visi kearah realita. Walaupun untuk mengubah hal
tersebut membutuhkan waktu. Inilah yang dapat menyebabkan frustasi dan
ketegangan emosional dalam proses tersebut agar sejalan dengan realitas saat ini.

79
Dinamika ketegangan emosional berada di semua level aktivitas manusia.
Tegangan emosional sering membuat seseorang terbawa perasaaan. Misalnya rasa
sedih, khawatir, merasa tak berdaya dan lain sebagainya. Solusi untuk
menghindarkan diri dari tegangan emosinal adalah dengan mengubah atau
mengganti visi menjadi lebih dekat dengan realitas yang ada (akomodatif).

3. Konflik Struktural : Kekuatan dari Ketidakberdayaan

Kebanyakan orang menganut salah satu dari dua keyakinan kontradiktif yang
membatasi kemampuan diri untuk menciptakan hal yang benar-benar kita inginkan.
Pada umumnya adalah keyakinan terhadap ketidakberdayaan – ketidakmampuan
untuk mewujudkan semua hal yang kita inginkan. Keyakinan lain adalah berpusat
pada ketidaklayakan – bahwa kita tidak pantas mendapatkan apa yang benar-benar
kita inginkan.
Sistem yang ada di lingkungan sekitar juga ikut terlibat dalam konflik struktur,
misalnya keyakinan bekerja untuk mencapai visi sebagai sebuah sistem. Bayangkan
ketika Anda bergerak menuju visi Anda, ada karet gelang yang melambangkan
tegangan kreatif yang menarik Anda kearah yang diinginkan. Tapi bayangkan juga
karet gelang kedua berada pada keyakinan terhadap ketidakberdayaan atau
ketidaklayakan. Sama seperti karet gelang pertama yang mencoba menarik Anda
kearah visi Anda, yang kedua pun menarik Anda kembali ke keyakinan mendasar
bahwa Anda tidak bisa atau tidak layak memiliki hal yang menjadi visi Anda.

Sistem melibatkan tegangan yang menarik kita kearah tujuan dan tegangan
menambatkan kita pada keyakinan yang mendasari “konflik struktural” yang saling
bertentangan – menarik kita secara bersamaan kearah dan jauh dari apa yang kita
inginkan. Dalam keyakinan pada ketidakberdayaan atau ketidaklayakan, konflik
struktural menyiratkan bahwa kekuatan sistem turut menghalangi keberhasilan kita
dalam mencapai visi.

80
Namun, terkadang seseorang dapat berhasil mencapai visi yang diinginkan.
Terdapat tiga strategi umum yang dapat digunakan untuk mengatasi
kekuatan konflik struktural yang masing-masing memiliki keterbatasan. Pertama,
membiarkan visi Anda terkikis. Kedua, konflik manipulasi yaitu dengan mencoba
memanipulasi diri sendiri dengan berupaya lebih keras untuk mendapatkan apa
yang kita inginkan dengan fokus menghindari sesuatu yang tidak kita inginkan.
Ketiga, kemauan keras untuk mengatasi segala hambatan untuk mencapai visi.

Aplikasi Personal Mastery

Personal mastery secara terus-menerus mempertajam fokus. Dalam


prakteknya personal mastery adalah mengklarifikasi visi pribadi, Mempertahankan
tegangan kreatif (holding creative tention), dan menentukan pilihan (making
choice) dengan cara mengakomodasikan antara visi pribadi dengan realita. Personal
mastery merupakan Fifth Dicipline. Visi bersama (shared vision) dibentuk dari visi
pribadi yang merupakan inti dari personal mastery. Mental model akan
mempengaruhi personal mastery seseorang. Team learning dibentuk dari individu
yang belajar dan yang memiliki personal mastery.
Dalam jurnal berjudul Exploring the Personal Mastery of Educational
Leaders: Field TransFormation and its Validation in the Austrian Leadership
Academy oleh (Gregorzewski, Schratz & Wiesner 2018) untuk memperkenalkan
model inovatif Field Trans Formation untuk mengeksplorasi personal mastery para
pemimpin pendidikan dan untuk mempresentasikan temuan empiris dari aplikasi
eksplorasi dalam kepemimpinan di Austria.

1. Leadership Based Self Assesment Model

Dengan pendekatan yang berbeda yang telah dikembangkan untuk menilai


kompetensi kepemimpinan dari perspektif teoritis dan praktis yang berbeda. Dua di
antaranya adalah disajikan secara jelas dengan mengilustrasikan dan
mengeksplorasi perilaku manusia secara umum dalam kerangka holistik. Disisi
lain bagaimana menilai kompetensi yang relevan di sekolah manajemen yang lebih
spesifik. Kedua model tersebut bertujuan untuk menilai kompetensi tersebut dalam
kepemimpinan pendidikan. Berikut merupakan model dari Role Diagrammatic
Approach (RDA) :

81
Field TransFormation (FTF) didasarkan pada teori pola interaksional, patologi dan
paradoks, psikologi mendalam, metode dengan model yang menjelaskan
percakapan dalam konflik dalam kerangka kerja profesional lalu dikombinasikan
dengan hasil pemeriksaan analitik interpersonal komunikasi dalam pendidikan
dengan penguasaan pribadi serta dari sudut pandang yang lebih organisasi menuju
kapasitas pembelajaran organisasi secara keseluruhan, organisasi pembelajaran.
Oleh karena itu, personal mastery diartikan sebagai sesuatu yang lebih berbasis
nilai, intrinsik dan pernyataan motivasi pada individu pada tingkat organisasi.
Berikut merupakan model Field TransFormation (FTF) :

82
Model Field TransFormation (FTF)
yang dapat diaplikasikan dan
digunakan untuk mengeksplorasi
personal mastery para pemimpin
pendidikan melalui kuesioner.
Melakukan penelitian dengan ciri-ciri
personal mastery yang berdasarkan data
dan fakta berlaku pada model FTF360
karena memberikan wawasan tentang kepemimpinan pedagogis. Model Field
TransFormation (FTF) memberikan umpan balik terperinci, yang dapat membantu
peserta untuk mencari indikator yang efektif dan berhasil tentang kondisi sekolah
dan proses pengembangan kualitas, juga dengan membandingkan pada data yang
ada. Namun, terdapat beberapa kekurangan pada model FTF ini seperti 16 bidang
pada gambar model diatas. Pembentukan bidang-bidang ini didasarkan pada
tinjauan literatur yang luas dan pengalaman profesional yang panjang dalam teori
kepemimpinan pendidikan, akan tetapi tidak semua aktivasi dari 16 bidang dapat
terlihat karena kompleksitas konsep personal mastery. Seharusnya memiliki
pengaruh yang relevan pada evaluasi kualitas dalam sumbu di antaranya stabilitas
dan perkembangan, analisis faktual yang wajar dan komunitas koperasi dan
pengembangan nilai bersama. Kekurangan lainnya ialah terjadi jika salah satu dari
bidang menerima terlalu banyak penekanan, yang menyebabkan hilangnya
keseimbangan. Seperti dengan empat skala, itu bisa mewakili gerakan dinamis
dengan mudah mempertahankan ketidakseimbangan tetapi tampak relatif stabil
dengan bobot yang tinggi.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh (Bui, Ituma & Antonacopoulou 2013)
dalam “Antecedents And Outcomes Of Personal Mastery: Cross-Country Evidence
In Higher Education” personal mastery menggunakan konsep model anteseden dan
outcomes dari beberapa hipotesis secara sistematis. Diakui bahwa ada banyak
konsep yang berpotensi mempengaruhi personal mastery, terdapat tujuh konsep
dan lima konsep dari hasil teoritis dan empiris dalam literatur. Oleh karena itu
personal mastery dipengaruhi oleh seperangkat anteseden seperti nilai kompetensi,
nilai-nilai pribadi, visi pribadi, motivasi, pembelajaran individu, pelatihan dan
pengembangan, dan budaya organisasi. Pada gambar dibawah ini dijelaskan bahwa
adanya penggabungan secara sistematis dalam tingkat analisis individu, organisasi
dan masyarakat yang digambarkan dalam model konseptual dibawah ini :

83
Antecedents
Outcomes

Gambar 1. Model hipotesis antecendents dan


outcomes pada personal mastery

Penelitian yang dilakukan oleh (Retna 2011) bahwa kepemimpinan dalam sekolah
sangat penting untuk manajemen dalam peningkatan sekolah yang efektif. Dalam
penelitian ini berfokus pada bagaimana kepemimpinan sekolah mempengaruhi
individu dalam manajemen sekolah yang efektif. Berdasarkan temuan empiris,
penelitian ini menegaskan bahwa kepala sekolah memandang personal mastery
memiliki peran penting dalam meningkatkan kepemimpinan di sekolah. Temuan
menunjukkan bahwa kepala sekolah memiliki refleksivitas diri, yaitu faktor paling
berpengaruh yang berkontribusi pada kemampuan untuk mengatasi perannya yang
sangat menuntut seperti kepala sekolah. Penelitian ini menyimpulkan bahwa
personal mastery dapat menjadi pusat relevansi bagi kepala sekolah sebagai upaya
mereka untuk memenuhi peran mereka secara efektif dan berhasil dan itulah
refleksivitas diri merupakan kunci dari proses ini.
Misalnya, konsep 'komitmen terhadap kebenaran' adalah terjalin tidak hanya
dengan mengetahui diri sendiri tetapi juga dengan menilai realitas saat ini,
pertumbuhan pribadi dan refleksivitas diri. Selanjutnya dalam menyandingkan teori
dengan temuan, wawasan yang lebih besar ke dalam teori Peter Senge, misalnya
mendemonstrasikan hubungan antara personal mastery seorang pemimpin dan
kemampuannya menjadi panutan seperti yang disarankan dalam teori tersebut.

84
Secara lebih luas, seseorang dapat mulai mengamati menghubungkan antara
'belajar' melalui personal mastery di tingkat sekolah individu kepemimpinan dan
potensi pembelajaran organisasi sekolah di mana ini personal mastery sedang
berlangsung. Meskipun penelitian ini memiliki beberapa kekuatan, ia juga memiliki
keterbatasan. Tujuannya adalah untuk fokus pada isu-isu mengenai kepemimpinan
sekolah dan untuk memeriksa bidang pengembangan kepemimpinan ini menuju
kontribusi efektif secara maksimal. Meski demikian, penelitian menunjukkan
bahwa personal mastery adalah dasar untuk pengembangan pribadi dan profesional
kepemimpinan sekolah yang efektif.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Marcuse on Senge: Personal Mastery,


The Child’s Mind, And Individual Transformation”. Inisiatif ini dipahami sebagai
"Organization Learning". Organization learning telah digambarkan sebagai sistem
pembaruan diri yang berkelanjutan di mana "Perubahan" adalah proses rutin
daripada hasil atau keadaan akhir (Marshall et al., 1995), organisasi pembelajaran
mendorong eksperimen, pengambilan risiko, keterbukaan, sistem pemikiran,
kreativitas, keaslian, imajinasi dan inovasi (Kofman dan Senge, 1993; McGill dan
Slocum, 1993; McGill dkk., 1992). Akibatnya, Organization Learning dipahami
bertentangan dengan praktik manajemen konvensional karena berisiko, tampak
mengganggu rutinitas organisasi, pekerjaan yang menantang secara psikologis dan
politik.
Senge dan Marcuse memiliki tujuan umum yang sama yaitu untuk
menghasilkan hubungan dan pengaturan kerja yang berbeda dengan mengubah cara
orang dalam mendekati pekerjaan tersebut. Keduanya memahami bahwa
transformasi individu sebagai cara mendekati pekerjaan sebagai usaha yang lebih
bebas dan kreatif, dan keduanya menggunakan ingatan akan ketidakmampuan masa
lalu sebagai sarana untuk melakukan hal tersebut. Marcuse dan Senge memiliki
komitmen yang sama dengan kebutuhan dialektis dari transformasi individu.
Marcuse berpendapat bahwa
sensibilitas baru, saat orang tersebut
memasuki dan mengubah komunitas.
Begitupun juga menurut Senge, baik
individu maupun strukturnya harus
berubah secara substantif transformasi.
Diakui bahwa beberapa pendapat Senge
kurang terbarukan untuk

85
personal mastery termasuk memanfaatkan alam bawah sadar, mengintegrasikan
akal dan intuisi - yang, jika yang terakhir dapat dipahami sebagai keinginan, akan
berdiri sebagai ciri khas dari sensibilitas baru, dan akhirnya akan terlihat
keterhubungannya.
Poin teoritis nya ialah perlunya menanamkan disiplin Organization Learning
dan Personal Mastery dengan menggunakan subjektivitas sehingga dapat
mencapai hasil yang diinginkan. Personal Mastery harus mencakup potensi
erotisasi kerja serta kebebasan yang membuat adanya penguasaan. Hasil penelitian
ini sebagai langkah pertama ke hubungan antara kecerdasan emosional pemimpin
dan disiplin personal mastery mereka. Hasilnya ialah adanya dukungan untuk
hubungan positif antara disiplin penguasaan pribadi pemimpin dan kompetensi
kecerdasan emosional tertentu, yaitu kesadaran diri, kompetensi yang berkaitan
dengan manajemen diri, sosial, kesadaran, dan manajemen hubungan. Temuan dari
penelitian ini berimplikasi pada praktik, termasuk nilai pemimpin yang
mengembangkan kesadaran diri dan kebutuhan. Studi ini juga memperkuat
kebutuhan para pemimpin untuk memiliki disiplin praktik personal mastery yang
teratur dan konsisten untuk meningkatkan kesadaran diri dan kapasitas kompetensi
kecerdasan emosional (Michael Bokeno 2009).

86
REFLEKSI PERSONAL MASTERY
Sinmen Takezo pastinya tak pernah menyangka bahwa namanya akan
dikenang terus hingga melewati masa yang sangat panjang dan jauh dari
tanah kelahirannya di Desa Mimaska Prefectur Miyamoto, Jepang. Lahir
dari keluarga samuari pedesaan yang tidak terkenal, namun kemudian
langkah kecilnya untuk terus belajar dan memperbaki yagn tiada henti
telah mengantarkannya menjadi Miyamoto Mushasi sebagai seorang
samurai bebas (ronin) yang paling terkenal dalam sejarah Jepang hingga
sekarang dan mungkin ke depan. Apa yang bisa kita pelajari dari
seorang Takezo muda sampai kemudian bertransformasi menjadi
seorang Miyamoto Mushasi yang terkenal jurus 2 pedang samurai
niten ichi ryu dan berbagai seni perang dan jalan pedang
"samurai"? Salah satu kebiasaan yang selalu dia sebut-sebutkan dalam
monolog Takezo muda adalah dirinya harus fokus untuk mengerahkan
energi mencapai tujuan hidupnya untuk menjadi samurai terbaik
walaupun tanpa guru formal (otodidak). Bahkan, ketika memasuki
ruangan tahanan yang gelap di Puri Himeji - Osaka selama 3 tahun
Takezo menenggelamkan diri untuk membaca berbagai buku dan karya
tulis kuno yang di ruangan tahanan itu. Setelah masa tahanannya berakhir
maka Takezo pun betransfrormasi menjadi Miiyamotio Mushasi (Sang
Samurai dari Miyamoto) muda yang terus menerus ingin
menyempurnakan hidupnya di jalan pedang dan meraih berbagai tujuan
hidup lainnya. Usia Miyamoo Mushashi memang hanya 62 tahun
kematian telah menjemputnya pada pertengahan abad 17. Namun sampai
hari ini karya-karyanya masih bisa dinikmati dalam bentuk lukisan,
kaligrafi huruf Jepang, jurus-jurus dan priinsip beladiri samurai, dan tentu
saja 2 buku yang menjadi rujukan dan bacaan para pimpinan perusahaan
di Jepang maupun di Amerika yaitu "Go RIn No Sho atau The Book of
Five Rings" dan "Dokkōdō atau he Path of Aloneness". Kedua buku itu
telah menginspirasi tentang pilihan strategi efektif dalam hal survival dan
pengembangan personal dan bahkan orgnisasi yang terkadang sangat
uniik untuk setiap orang ataupun orgnaisasi.

87
Itulah gambaran singkat bagaimana transformasi bocah lugu Shinmen
Takezo yang punya cita-cita besar dan akhirnya bertransformasi menjadi
Miyamoto Mushasi yang terkenal hingga sekarang dan masa yang akan
datang. Seberapa efektif efek Mushashi dalam hidup kita? perhatikan
salah satu quote jalan pedang dalam Kitab Lima Lingkaran "The Book of
Five Rings". "Tidak penting pedang apa yang kau bawa, karena
sesungguhnya tujuan hidup jalan pedang (samurai) adalah memenangkan
setiap pertarungan! Bukan mati dengan memegang pedang yang bagus!".
Mungkin dalam konteks kekinian Mushashi sedang menyindir kita
"Tidak penting jabatan atau posisi apapun yang kita pegang, karena
itu pasti ada akhirnya! yang paling penting justru manfaat apa yang
kita dan orang peroleh dengan jabatan atau posisi yang kita emban
itu!"

Ikhtisar
Personal mastery merupakan Fifth Diciplin
Visi bersama (shared vision) dibentuk dari visi pribadi yg merupakan
inti dari personal mastery
Mental model akan memengaruhi personal mastery seseorang.
Team Learning dibentuk dari individu yang belajar dan yang memiliki
personal mastery.
Personal mastery merupakan suatu disiplin untuk secara terus
menerus mendalami dan memperjelas visi pribadi kita, memfokuskan
energi kita, membangun kesabaran, dan melihat realitas secara
obyektif dengan cara komitmen terus-menerus terhadap pertumbuhan
pribadi melalui belajar tentang kenyataan sebenarnya – melihat
realitas secara obyektif.

88
AKTIVITAS DAN FASILITAS PEMBELAJARAN
Sifat : Kelompok

1. Buatlah 4 kelompok kemudian pilihlah masing-masing kelompok, satu


judul Film (tidak boleh sama filmnya)
2. Rincian Film: The Lord Made Something, Top Secret Bilioner,
Remember the titans dan Everest
3. Siapa tokoh-tokoh dari film tersebut?
4. Cari contoh-contoh dari 5 disiplin lain dalam film itu.
5. Apa pelajaran yang anda dapatkan?
6. Apa yang bisa anda terapkan di lingkungan anda: keluarga dan tempat
kerja?
7. Ambil potongan film/gambar yang menunjukkan hal-hal yang anda
anggap penting
8. Buat penyajiannya secara menarik di dalam PPT (sertakan foto pribadi
di depan silde awal PPT beserta nama kelompok ex: Kelompok 1,
Kelompok 2 dst)

PENERAPAN PEMBELAJARAN
Contoh Aplikasi Personal Mastery
Sekiranya seorang manusia dipanggil sebagai seorang penyapu sampah, hendaklah
ia menyapu seperti halnya Michelangelo melukis atau Beethoven memainkan
musiknya, ataupun Shakespeare menulis puisinya. Ia harus menyapu dengan begitu
baik sekali sehingga semua yang ada di surga dan buana akan terpana & berkata:
disinilah tempat tinggal seorang penyapu sampah yang paling hebat, yang telah
melakukan kerjanya dengan baik sekali.
REFLEKSI PEMBELAJARAN
Pikirkan dan renungkan pembelajaran yang didapat dengan menyimak video
yang dapat merefleksikan personal mastery sebagai berikut:

1. Nick-Vujivic-Motivasi-Video
2. zizou.mpeg
3. fedex kuno

89
BAB VII
THEORY OF CONSTRAINT (TOC)
SEBAGAI PENERAPAN
BERPIKIR SISTEM
Theory of Constraint
(TOC) sebagai Penerapan
Berpikir Sistem

Penjelasan bab-bab sebelumnya tentang sistem yang menyatakan bahwa aplikasi


sistem dalam kehidupan, baik kehidupan sehari-hari seorang individu di dunia
industri, dunia pekerjaan merupakan sesuatu yang sangat relevan, sebagaimana
misalnya sebuah konsep atau teori yang dikemukakan oleh Goldratt tentang Theory
of Constraint. Theory of Constraints merupakan filosofi yang muncul yang
bertumpu pada dua asumsi yaitu pemikiran sistem dan kendala. Theory of contraint
(TOC) merupakan suatu proses berpikir secara logis, sistematis dan terstruktur.
Pada teori ini dijelaskan bahwa kinerja suatu organisasi akan dibatasi oleh minimal
satu kendala atau lebih, akan tetapi dengan adanya kendala dapat membatasi apa
yang dapat kita lakukan dalam situasi apapun serta akan menemukan solusi untuk
memahami mengapa hal tersebut terjadi serta dapat menentukan langkah untuk
memperkecil kendala yang dihadapi (Pyzdek,2000). Menurut Goldartt, contraint
atau kendala ialah segala hal yang membatasi sistem dalam mencapai tujuan
organisasi. Setiap organisasi memiliki keterbatasan sumber daya dalam setiap
proses kegaiatan dalam mencapai tujuan oleh, keterbatasan yang dimaksud ialah
contraints. Pendekatan Theory of Constraints didasarkan pada sistem berpikir,
dengan demikian lebih mempertimbangkan kinerja sistem secara keseluruhan
daripada berfokus pada peningkatan. Organisasi harus terus bertransformasi dan
beradaptasi dengan perubahan yang terus-menerus agar dapat bertahan hidup dan
berkembang.

Goldratt mendefinisikan proses Lima Langkah Pemfokusan sederhana (Five


Focusing Steps/5FS) untuk mencapai perbaikan terus-menerus dan perubahan
langkah yang juga akan mencegah kesalahan, kelalaian, serta kesalahan deteksi dan
koreksi. Organisasi dapat dilihat sebagai sebuah rantai sehingga kinerja organisasi
dibatasi oleh "rantai terlemah" atau batasan sistemnya. Goldratt mengusulkan cara
mengatasi rantai terlemah adalah dengan upaya-upaya peningkatan kinerja yang
dilaksanakan di dalam kerangka konsep manajerial. Untuk meningkatkan kinerja
organisasi, manajemen harus memfokuskan waktu dan sumber daya mereka yang
terbatas untuk menemukan cara untuk "memperkuat rantai terlemah."

91
Jika di Langkah Sebelumnya
Kendala Telah Rusak, Kembali ke
Menyerahkan Segala
Langkah 1, jangan biarkan inersia
Identifikasi Sesuatu kepada
menyebabkan batasan sistem.
Kendala Sistem Keputusan di Atas

Putuskan Bagaimana Tingkatkan


Memanfaatkan Kendala Sistem Kendala Sistem

Gambar 7.1. 5FS (Five Focusing Steps)

Pemimpin yang berfikir sistem akan mampu mengenali constraint. Ketika


menemukan constraint, pemimpin tersebut akan melakukan langkah-langkah 5FS:

1. Identifikasi Kendala Sistem

Setiap manusia memiliki intuisi untuk mengenali apa yang bisa berjalan dan apa
yang menjadi kendala, maka cara mengenali constraint di dalam sistem adalah
dengan menggunakan intuisi tersebut. Menemukan sebuah constraint atau kendala
di dalam sebuah sistem sesungguhnya telah menjadi sebuah kemampuan yang
natural atau alami, sesuatu yang by default melekat pada diri kita semua dan karena
itu intuisi menjadi satu hal yang penting untuk didengarkan. Intuisi akan menjadi
kekuatan ketika kita mampu dengan tajam mendengarkan dan memperjelas isyarat
dari bisik hati atau alarm yang berdering di dalam diri kita saat memperhatikan
sebuah sistem berjalan dan interaksinya. Saat intuisi mengatakan bahwa kita sudah
mengetahui hal yang benar, namun jika tidak diungkapkan, maka kita menjadi
tidak mempercayai diri sendiri dan melakukan hal yang berlawanan.
Bagaimana cara mendengarkan intuisi yang benar? Identifikasi kendala dan
putuskan apa yang menjadi kendala di dalam suatu sistem. Di dalam sistem,
kendala adalah ketika kita menetapkan rantai terlemah (the weakest link) karena
sistem dianalogikan sebagai sebuah rantai. Mengidentifikasi kendala bukanlah
sesuatu yang sulit, bukanlah sesuatu yang mekanik atau memerlukan analisis yang
sangat panjang karena kita bisa menggunakan intuisi kita. Contohnya, ketika kita
asyik membaca sambil menikmati kudapan ringan, kita tidak lihat bahwa langit
sudah mendung dan awan menghitam. Kita baru terkejut ketika mendengar ada
suara ‘tes’ yang ternyata air yang jatuh mengenai bacaan, lalu kita melihat ke atas,
ke arah atap.

92
Biasanya yang kita lakukan adalah menaruh ember dan menggeser posisi duduk
kita, lalu kita lanjutkan lagi membaca. Padahal kita tahu bahwa yang kita lakukan
adalah sesuatu yang sementara, respons terhadap symptom saja, walau kita sudah
mengetahui bahwa kausanya adalah genteng yang bocor tadi. Jadi, sebenarnya kita
sudah mengetahui mana yang sekedar symptom (undesired effect) dan mana yang
menjadi kausa. Akar penyebabnya adalah genteng bocor yang mengakibatkan air
menetes. Kita tidak menyukai tetesan air bocor tersebut saat mengenai buku bacaan
kita dan kita juga tahu sumber utamanya adalah retaknya genteng namun yang kita
lakukan adalah mengatasi tetesannya saja. Contoh lainnya adalah rumah sakit
sebagai fasilitas kesehatan. Biasanya yang menjadi kendala adalah ruang operasi,
ruang pemulihan, unit gawat darurat, mesin CT/MRI, dokter gigi, laboratorium
(Wadhwa, 2010) dimana terjadi antrian atau penumpukan pasien. Kita tidak akan
menganggap sebuah kendala untuk sesuatu yang given atau pemberian dari Tuhan,
misal musim hujan dimana biasanya terjadi banjir. Yang menjadi kendala bukanlah
hujan, namun sistem pengawasan (surveillance) lingkungan yang tidak baik ketika
hujan terjadi atau karena sanitasi yang tidak terjaga.

Selain intuisi, praktik terbaik pun tidak dapat menjawab pertanyaan mengenai cara
yang benar untuk mengidentifikasi kendala, tidak adanya cara standar untuk
menentukan tindakan yang dibutuhkan dan tidak memadainya standar untuk
memfokuskan perbaikan (Goldratt, 2010). Pendekatan yang biasa dilakukan adalah
menyusun daftar masalah, mengukur kesenjangan. Masalah yang ada di daftar
paling atas diambil sebagai target untuk perbaikan. Namun hal ini hanya mengarah
pada perbaikan marjinal, karena yang menjadi dasar pendekatan ini adalah asumsi
yang keliru bahwa kesenjangan tidak saling bergantung, ketika saling
ketergantungan itu diperhitungkan, menjadi jelas bahwa kesenjangan tersebut
merupakan efek yang tidak diinginkan (undesirable effects/UDE) dari penyebab
yang jauh lebih dalam (Goldratt, 2010). Pada satu waktu, bisa saja kita akan
menemukan beberapa kendala, maka penting melakukan suatu prioritas.

2. Kelola/Intervensi Kendala Sistem

Dengan "mengeksploitasi” berarti kita harus mengerahkan seluruh kemampuan dan


sumber daya yang ada untuk memaksimalkan kendala tanpa melakukan perubahan
atau peningkatan yang berpotensi mahal (Dettmer, 2007).

93
Lakukan rekonfigurasi” hambatan kunci maka kita bisa menemukan solusi internal
tanpa tambahan sumber daya baru, melakukan evaluasi visi bersama dan berpikir
sistem, merestrukturisasi mental model, teamwork dan team learning, membuka
peluang untuk berbagai usaha dan menciptakan iklim organisasi yang kondusif.
Goldratt mencontohkan sekelompok pasukan pramuka sedang mendaki dan
dipimpin oleh Alex Rogo. Tujuan pasukan yaitu sampai ke perkemahan dalam
jangka waktu yang wajar dengan menjaga kelompok tetap dapat diawasi orang
dewasa. Herbie adalah seorang anak laki-laki yang paling lambat bergerak dalam
pasukan sehingga banyak antrian anak laki-laki di belakangnya. Alex Rogo
mencoba mendorong Herbie namun "eksploitasi" ini tidak cukup untuk mencapai
tujuan. Lalu Alex membuat pasukan menyesuaikan kecepatan berjalan Herbie,
walau kelompok tetap bersama, tetapi tetap tidak cukup untuk mencapai tujuan.
Alex kemudian melakukan analisis sebab dan akibat untuk meningkatkan kendala
dan memilih akar penyebab "ransel berat" (Goldratt, 2016). Dia kemudian
memecahkan masalah dengan mendistribusikan persediaan Herbie di antara para
pendaki yang lebih cepat. Alex tetap waspada untuk mengevaluasi kendala baru,
namun tetap Herbie yang menjadi kendala tetapi peningkatan kapasitasnya cukup
untuk memenuhi tujuan. Di kisah ini, Alex melakukan realokasi atau rekonfigurasi
terlebih dahulu sebelum melakukan solusi eksternal seperti meminta
bantuan/menunggu donor.

3. Rekonfigurasi dan Realokasi

Setelah melakukan identifikasi kendala (Langkah 1) dan memutuskan apa yang


harus dilakukan (Langkah 2), maka lakukan realokasi sumber daya agar komponen
terlemah (hambatan kunci) berfungsi optimal, merubah distribusi sumber daya
yang ada (internal) dengan desentralisasi, mengatur kembali alokasi, membagi
sumber daya dan privatisasi. Kita mungkin harus "menghilangkan" beberapa
bagian dari sistem, sementara "meningkatkan" yang lain. Setelah menundukkan
non-batasan, hasil tindakan harus dievaluasi, apakah batasan masih membatasi
kinerja sistem? Jika tidak, maka kendala telah hilang dan melompatlah ke Langkah
5. Jika kendala belum hilang, maka lanjutkan ke Langkah 4 (Dettmer, 2007).
Jika kita melakukan Langkah 4, itu berarti bahwa Langkah 2 dan 3 tidak cukup
untuk menghilangkan kendala. Kita harus melakukan sesuatu yang lebih, gagasan

94
tentang perubahan besar pada sistem — reorganisasi, divestasi, peningkatan modal,
atau modifikasi sistem substansial lainnya. Langkah ini dapat melibatkan investasi
yang cukup besar dalam waktu, energi, uang dengan cara menerima donasi,
melakukan pinjaman, menjual aset, meminta anggaran yang baru atau sumber daya
lainnya, jadi kita harus yakin bahwa kita tidak dapat memecahkan kendala dalam
tiga langkah pertama.

Tidak jarang organisasi yang tidak memahami teori kendala untuk langsung
melompat dari Langkah 1 (Identifikasi) ke Langkah 4 (Tinggikan). “Mengangkat”
kendala berarti bahwa kita mengambil tindakan apapun yang diperlukan untuk
menghilangkan kendala tersebut. Ketika langkah ini selesai, batasan awal menjadi
hilang, tetapi beberapa faktor baru, di dalam atau di luar sistem, menjadi batasan
sistem baru (Dettmer, 2007).

4. Kembali Ke Langkah 1, Namun Waspadai 'Inersia'

Jika kendala hilang pada Langkah 3 atau 4 kita harus kembali ke Langkah 1 dan
memulai siklus lagi, mencari hal berikutnya yang menghambat kinerja kita. Kehati-
hatian tentang inersia mengingatkan kita bahwa kita tidak boleh berpuas diri; siklus
tidak pernah berakhir maka kendala harus terus dicari (Dettmer, 2007).
Menurut Barnard (2010), kerangka kerja (framework) dari perspektif Theory of
Constraints (TOC) memanfaatkan desain perbaikan berkelanjutan dan proses audit
di dalam sebuah organisasi. Jika perbaikan yang dilakukan tidak bisa meningkatkan
performa organisasi secara keseluruhan, maka
perbaikannya bersifat lokal, bukan menyeluruh dan berkelanjutan. Kerangka kerja
terdiri dari 5 pertanyaan utama, yaitu:

why change (mengapa berubah) untuk menjawab permasalahan yang


tidak ada ujungnya, seperti vicious cycle, terkait dengan perbaikan
berkelanjutan yang dilaksanakan secara tradisional (hanya melihat
masalah utama) dan kesalahan audit.
what to change (apa yang harus diubah) berdasarkan konflik dan
asumsi yang mendasar yang perlu dijawab.
to what to change (untuk apa yang harus diubah) dijawab dengan
menentukan kriteria, arah dan rincian solusi untuk memecahkan
konflik ini dan mencegah efek baru yang tidak diinginkan.

95
dan akhirnya bagaimana untuk mengatasi kendala implementasi (how
to cause the change) sehingga dapat menerapkan solusi perbaikan dan
audit berkelanjutan yang berdasarkan TOC.
Sebuah proses perbaikan yang berkelanjutan (A Process of Ongoing
Improvement/POOGI) menjadi motto TOC, yaitu kinerja yang meningkat seiring
berjalannya waktu, yang digambarkan dengan dua kurva yang berbeda secara
konseptual — kurva merah adalah laju peningkatan yang mengarah ke
pertumbuhan eksponensial dan merupakan kurva yang diharapkan oleh sebuah
organisasi, sedangkan kurva hijau menggambarkan laju peningkatan yang menurun
yang merupakan cermin dari kondisi riil (Goldratt, 2010, Barnard, 2010).

Scoggin et.al menunjukkan bahwa implementasi akan berhasil bila ada perubahan
pada organisasi yang positif serta membutuhkan manajer yang memiliki
kemampuan untuk : (1) mengukur, menilai dan menganalisis situasi sejalan dengan
tujuan organisasi, (2) merumuskan rencana tindakan yang relevan secara efektif
mengatasi masalah organisasi, dan (3) berhasil mengelola implementasi dalam
merumuskan rencana aksi. Lima langkah
fokus dari Theory of Constraints
memberikan pendekatan
untuk terus-menerus
menyelesaikan masalah
sistem dan karenanya dapat
meningkatkan kinerja
organisasi. Tool of Thinking
Process menyediakan
kerangka kerja untuk
memahami situasi yang ada
dalam sistem,
mengidentifikasi strategi
yang efektif untuk mencapai tujuan Gambar 1.1 Roadmap Theory Of Constraint

dan menerapkan perbaikan dalam sistem. Mabin (1999) menggambarkan alat


berpikir sistem sebagai roadmap yang digunakan melalui proses penataan dan
identifikasi masalah, pengembangan solusi untuk masalah, mengidentifikasi
hambatan yang mungkin dihadapi saat menerapkan solusi, dan akhirnya
menerapkan solusi tersebut.

96
Alat Proses Berpikir terdiri dari rangkaian lima diagram pohon sebab-akibat dan
alat tambahan yang dibangun mengikuti aturan logika yang diwakili oleh situasi
(Mabin dan Balderstone, 2003; Kim et al., 2008; Inman et al., 2009). Theory of
Constraints digunakan untuk melakukan hal berikut; (1) untuk mengidentifikasi
gejala bermasalah, yang disebut efek yang tidak diinginkan (UDEs), yang bertindak
sebagai indikator kinerja yang buruk dari suatu sistem relatif terhadap tujuannya,
(2) untuk menemukan penyebabnya UDE, (3) untuk menentukan apa yang harus
dilakukan untuk menghilangkan penyebab, (4) untuk memastikan dampak
intervensi yang dirancang untuk menghilangkan penyebab, dan (5) untuk
memetakan jalan ke depan tentang bagaimana caranya mengelola proses perubahan
yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja sistem (Sanjika, 2010).
Current Reality Tree merupakan alat Theory of Constraints dalam berpikir sistem
yang digunakan untuk mengidentifikasi masalah inti dalam sistem (Scoggin et
al.,2003). Salah satu proses berpikir dalam teori kendala, pohon realitas saat ini
(CRT) adalah cara menganalisis banyak sistem atau masalah organisasi sekaligus.
Current Reality Tree biasanya digunakan sebagai langkah pertama dalam berbasis
berpikir sistem karena menggunakan logika sebab-akibat yang dimana dapat
mengidentifikasi masalah inti yang dapat dilihat dari diagram pohon. Proses
manajemen perubahan dan dirancang untuk mengidentifikasi apa yang perlu diubah
membawa peningkatan terbesar dalam keseluruhan kinerja sistem serta dapat juga
dijadikan alat yang efektif saat menghadapi kendala kebijakan (Kim et al.,2008).

Keterangan :
UDE : Undesirable
effect (gejala/penyebab
umum yang paling inti)

97
CRT secara konseptual dianggap memiliki bentuk seperti V dengan UDE teratas
dan banyak UDE di atas, UDE lain yang merupakan penyebab dari UDE teratas
dan penyebabnya sendiri, dan seterusnya hingga ke beberapa akar penyebab kritis,
yang biasanya terletak ( dekat atau) di dasar CRT. Setelah pohon selesai dibuat,
pohon itu dapat dibaca dari atas ke bawah atau dari bawah ke atas. Konstruksinya
selalu dari atas ke bawah, mulai dari gejala hingga penyebab hingga akar penyebab
kritis. CRT terbuat dari entitas yang merupakan kotak bersudut bundar yang berisi
deskripsi singkat tentang fakta dalam bentuk sekarang. Entitas adalah penyebab
atau konsekuensi dan kebanyakan dari keduanya adalah keduanya. Dengan
mengidentifikasi akar penyebab umum untuk sebagian besar atau semua masalah,
CRT dapat sangat membantu perbaikan sistem yang terfokus.

Ikhtisar
Dalam suatu organisasi seperti layaknya suatu sistem pasti memiliki
hambatan dalam menjalankan suatu organisasi. Sistem digambarkan
seperti suatu rantai. Rantai yang kokoh diibaratkan sebuah organisasi
yang memiliki tujuan yang sama sehingga menghasilkan kinerja
organisasi yang optimal sedangkan rantai yang mudah rapuh
merupakan rantai yang diibaratkan dalam suatu organisasi tersebut
(individu dalam organisasi) belum memiliki tujuan yang sama. Maka
rantai yang mudah rapuh tersebut diibaratkan hambatan dalam suatu
organisasi. Langkah mengatasi hambatan tersebut adalah: identifikasi
hambatan kunci, rekonfigurasi hambatan kunci, realokasi sumber daya
agar komponen terlemah (hambatan kunci) berfungsi optimal dan
tambahkan sumber daya baru.

98
AKTIVITAS DAN FASILITAS PEMBELAJARAN

1. Dikerjakan secara berkelompok 2-3 orang.


2. Pelajari dari bahan yang ada mengenai teori hambatan dan 5 “whys” dan
referensi lain yang kalian cari. Tugasnya adalah identifikasi masalah sistem
serta buat langkah-langkah strategis untuk mengatasi masalah sistem tersebut.
Gunakan cara berpikir dengan pendekatan TOC. Boleh ambil contoh masalah
yang ada di institusi tempat anda bekerja. Dibuat dalam bentuk ppt.

AKTIVITAS DAN FASILITAS PEMBELAJARAN

Contoh:
3 orang pramuka mendaki gunung.
a. Rekonfigurasi: Tempatkan Herbie di depan
b. Realokasi sumber daya: bagi beban yang dibawa oleh
Herbie kepada dua orang lainnya
c. Tambah sumber daya baru: sewa truk untuk mengangkat
para pramuka

PENERAPAN PEMBELAJARAN

Penelitian tahun 2018 oleh Alissa Sita Pertiwi dan Thinni Nurul Rochmah
mengenai Implementasi Theory of Constraint pada Waktu Tunggu
Pelayanan Resep Obat bertujuan memeriksa aliran peredaran obat,
mengidentifikasi bagaimana sistem peracikan obat bekerja serta mengkaji
sumber daya organisasi yang menjadi kendali. Peneliti menemukan
kendala lima dari enam langkah layanan, distribusi beban kerja yang tidak
merata dan staf yang kurang disiplin (Pertiwi & Rochmah, 2019).

99
Penerapan Theory of Constraints di Rumah Sakit

Credential link pasti terkait akreditasi. Saat ini standar fasilitas sedang dalam
proses revisi, standar tarif akan berbeda walau sama-sama kelas A karena bagi RS
yang akan menghadapi proses akreditasi (yang memakan biaya sangat besar), akan
diperhitungkan sebagai unit cost dalam penetapan tarif. Rumah Sakit kami
mulanya menetapkan kelas 3 tadinya tidak menggunakan pendingin ruangan (AC),
namun saat ada gubernur DKI meminta untuk menggunakan AC, akhirnya kelas 3
di RS kami juga menggunakan AC, sehingga biaya meningkat, masyarakat
kemudian protes. RS tidak boleh menolak pasien, pemegang Jamkesmas dan
sebagainya, padahal terkait Unit Cost: contoh untuk Operasi by pass 1 minggu
biaya 68 juta tapi Askes bayar 60 juta. Ganti 2 katup 191 juta, tapi DKI bayar 120
juta, sisanya RS bayar sendiri. Semua cukup membawa FC KTP dan FC KK, RS
kalau dg FC KTP dan FC KK, apakah Pak Ahok mau membayar? Pak Jokowi
hanya melihat ujungnya dan tidak melihat prosesnya. Jamkesmas itu lancar
pembayarannya, tapi bayarnya hanya 70-80% dari cost kita, tak apa yang penting
lancar. Yang susah Jamkesda DKI selalu terlambat membayar RS Tarakan
piutangnya 40M karena rigid sekali. Belum perbedaan pelayanan, Tarakan hanya 1
minggu sementara di Harkit 1 bulan, akibatnya pasien kembali ke Harkit.
Keterlambatan ini mengganggu sistem keuangan RS dan juga pembayaran ke
dokter. Kalau IDI di DPR mempermasalahkan remunerasi dokter, itu wajar. SJSN
dengan fee for service tidak bisa, harus dengan sistem remunerasi yang jelas. Jadi
dokter bisa tenang dan sistem remunerasi itu ditangani rumah sakit.

100
BAB VIII
APLIKASI ROOT CAUSE
ANALYSIS (RCA)
Pengantar
Aplikasi Root Cause Analysis (RCA)

Bab sebelumnya kita telah membahas tentang Theory of Constraints (TOC) dimana
teori tersebut mengidentikasi rantai terlemah dari suatu sistem. Untuk mengatasi
Theory of Constraints (TOC) salah satunya adalah dengan aplikasi Root Cause
Analysis (RCA) yang merupakan suatu struktur yang menggambarkan keadaan
realitas sebagaimana yang terjadi. Root Cause Analysis (RCA) merefleksikan
rantai “sebab-akibat” antara dua atau lebih petunjuk atau indikasi yang paling
mungkin, spesifik dan satu kesatuan keadaan dalam suatu sistem. Dengan mengacu
pada proses berpikir Theory of Constraints yang mengidentifikasi solusi proses
berpikir cara TOC dan memetakan mata rantai logis—hubungan sebab akibat—
sebagai diagram pohon untuk menggambarkan efek-efek yang tidak dikehendaki
(undesirable effects/UDEs) karena karena sebagian besar efek yang tidak
dikehendaki di dalam sistem disebabkan oleh beberapa akar penyebab kritis. Jika
kita menghapuskan UDE, maka hanya memberikan rasa aman yang palsu karena
kita mengabaikan akar penyebab kritis yang mendasarinya. Solusi yang melakukan
hal ini cenderung hanya sementara, maka dengan menghilangkan akar penyebab
kritis secara bersamaan, akan menghilangkan semua UDE yang dihasilkan dan
mencegahnya muncul kembali (Dettmer, 2007).

Kebanyakan yang terlihat dalam sistem dan kita tidak berkenan bukanlah
“problem/masalah”, tetapi indikator yang tidak diinginkan (UDE/undesirable
effects). Mereka adalah efek resultante dari penyebab terselubung yang disebut: key
constraint. Saat kita mengatasi UDE maka kita mengobati gejala, mengarahkan kita
kepada tindakan-tindakan yang tidak seharusnya diambil (Goldratt, 2010). Ibarat
membalut luka, tidak menghilangkan infeksi yang menjadi penyebab dasar, yang
bisa terjadi berulang. Setelah menemukan solusi pun, kita tetap melakukan proses
perbaikan yang berkelanjutan agar selalu diperbaharui serta menjaga efisiensi-
efektifitas dari solusi (Dettmer, 2007).

Fungsi Root Cause Analysis (RCA)

1. Memberi gambaran sistem yang kompleks.


2. Mengidentifikasi efek yang tidak diharapkan (undesirable effects) yg menjadi
hambatan sistem.

102
3. Menghubungkan UDEs melalui rantai “sebab-akibat” dengan akar penyebab
(Root Cause).
4. Mengidentifikasi “masalah inti”(Core Problem).
5. Menetapkan pada akar penyebab mana yang merupakan masalah utama (CP)
yang berada pada “span of control” atau “sphere of influence”.
6. Memfokuskan perhatian pada hambatan-hambatan yang berpengaruh pada
peningkatan/perbaikan sistem.

Ernawati et.al (2015) melakukan penelitian di Rumah Sakit “X” di Malang


mengenai kepatuhan hand hygiene perawat ruang rawat inap rumah sakit yang
hasilnya masih rendah (35%). Angka kepatuhan yang tinggi ditemukan pada
momen sesudah kontak atau melakukan tindakan sedangkan kepatuhan cuci tangan
sebelum kontak sangat rendah bahkan nol pada momen sebelum kontak dengan
pasien. Analisis akar masalah menunjukkan faktor pengetahuan dan penguatan
monitoring dalam bentuk audit, media pengingat, tidak adanya mekanisme sangsi
dan penghargaan merupakan determinan kepatuhan hand hygiene.

Langkah Menyusun RCA

Langkah 1: Mengawali dengan Menentukan Area Masalah yang


Akan Diselesaikan
Pilih “pertanyaan kunci”(“Key Question.”) yang dimulai dengan kata “Mengapa
……… ”( “Why …? ). Hal ini mendorong kita untuk menyusun Pohon Realitas.
Contoh: “Mengapa orang sakit banyak yang tidak memanfaatkan pelayanan
kesehatan pemerintah? “ Benarkah ?

Langkah 2: Mengidentifikasi UDEs


1.Pilih pernyataan negatif yang berhubungan dengan pertanyaan kunci yang
kita anggap menjadi perhatian saat ini (mengapa banyak orang sakit tidak
memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan pemerintah). Misalnya:
Banyaknya pengobatan alternatif dan swasta .
Mutu pelayanan kesehatan pemerintah rendah.
Tenaga kesehatan pemerintah kurang terlatih, dll.
2. Siapkan minimal 10 UDEs
3. Periksa apakah kondisi/pernyataan tersebut negatif? Jika tidak sebenarnya
tidak ada masalah. Apabila ya maka pernyataan tersebut adalah UDEs.
4. Uji keabsahan UDEs tersebut.

103
Bagaimana mengidentifikasi dan menguji UDEs
1. Apakah pernyataan memperburuk keadaan saat ini (mutu pelayanan kesehatan
dasar di puskesmas rendah, dll).
2. Apakah ada orang lain dalam kelompok atau organisasi setuju dengan efek
negatif tsb dan dirasakan oleh mereka (misal: waktu tunggu lama, petugas
kurang disiplin, dsb).
3. Apakah masyarakat yg lebih luas juga merasakan atau setuju adanya efek negatif
tersebut.
4. Pernyataan tsb penting bagi pembuat Pohon Realitas (tree builders) dan apakah
merupakan deviasi yg tidak diinginkan.
5. Apakah UDEs tersebut memperburuk kinerja sistem.
6. Bila semua jawaban “ya” maka anda memiliki satu UDE.

Mengapa menekankan pada UDEs?


1. UDEs adalah suatu keadaan yang negatif.
2. Kita berkeinginan untuk menghilangkan kondisi/keadaan tersebut.
3. Keadaan itu membuat kita merasa tidak enak/terganggu.
4. Memulai dari UDE akan mempercepat proses analisis.
5. UDE merupakan pintu masuk untuk menemukan masalah inti (core problem).

Contoh Menetapkan UDEs dalam RCA


1. Berawal dari “Pertanyaan Kunci” yang dimulai dengan “Mengapa" Contoh,
“Mengapa banyak masyarakat masih mengkonsumsi garam tidak beryodium ?
2. Apakah ada indikator yang mendukung pernyataan anda tentang contoh
tersebut?
Banyaknya garam non beryodium beredar.
Garam berjodium lebih enak rasanya.
Pedagang di pasar tidak peduli pada garam apapun yang dijual.
3. Tentukan apakah kondisi yang terjadi benar benar negatif. Jika tidak, sebenarnya
tidak ada masalah.

Langkah 3: Menyiapkan Rantai Sebab Akibat untuk Memulai


Pohon Realitas

Diskusikan dan pilih 5 yang terburuk dari 10 UDEs yang telah disiapkan. Tulis
pada kertas Post-It dan susun secara horizontal.

104
Langkah 4: Menghubungkan UDEs

1. Lihat hubungan antar UDEs dengan aturan “sebab-akibat”. Tentukan apakah


satu elemen disebabkan oleh elemen yang lain.
2. Uji apakah ini merupakan penyebab sebenarnya, apakah ada yang tertinggal
atau hilang (penyebab antara).
3. Pilih 2 UDEs yang berhubungan sebab-akibat, dan letakkan dibawahnya.
4. Gunakan CLR untuk menentukan apakah ada sebab tambahan atau sebab lain
pendukung sebab awal.

Langkah 5: Ulang Proses yang Sama untuk Seluruh UDEs dan


Susun dengan Rantai Sebab-Akibat ke Bawah

1. Hubungkan UDEs yang tinggal dengan semua kemungkinan.


2. Hubungkan ke jalur pertama atau membuat jalur baru.
3. Uji semua hubungan dengan CLR.

Langkah 6: Membangun Pohon Realitas dengan Rantai Sebab-


Akibat

1. Hubungkan setiap cabang dan rantai sebab akibat ke bawah.


2. Tambahkan elemen-elemen lain sebagai sebab antara (bila perlu).
3. Periksa sampai seluruh UDEs dan cabang apakah sudah terhubungkan.
4. Cek kembali hubungan sebab akibat dengan menggunakan CLR.
5. Amati kembali kemungkinan ada hubungan lateral.

Langkah 7: Review dan Memastikan UDEs yang Benar

1. Periksa kembali ke 5 UDEs, apakah semuanya memenuhi syarat untuk


ditentukan sebagai akibat yang tidak diinginkan (UDE). Bila tidak, buang
tanda yang menyatakan sebagai UDE.
2. Periksa apakah ada UDE yang tidak relevan dengan kenyataan hidup.
3. Periksa kembali rantai sebab akibat setiap cabang sampai ujung akhir UDE
yang terendah. Amati mengapa ini terjadi. Bila ada jawaban, berarti ini masih
merupakan UDE. Periksa kembali kemungkinan ada UDE baru.

105
Langkah 8: Menentukan Root Cause (RC) dan Core Problem
(CP)
1. Perhatikan letak RC (akar masalah) dan hitung berapa jumlah UDEs yang
berhubungan dengan setiap RC.
2. Perhatikan apakah ada RC yang berhubungan dengan 70% atau lebih UDEs.
Bila ada maka RC ini adalah Core Problem (masalah inti atau hambatan
kunci). Bila tidak ada kemungkinan ada hubungan yang hilang. Teruskan
langkah 9.
Menguji validitas Core Problem
1. Apakah rantai sebab-akibat berhubungan dengan 70 % atau lebih UDEs
2. Apakah menurut intuisi kita CP tersebut benar-benar merupakan sumber
kesulitan dalam sistem.
3. Apakah CP itu betul-betul merupakan masalah besar dan merangsang kita
untuk melakukan sesuatu.
4. Apakah setelah diadakan koreksi masalah tsb tidak akan muncul lagi.

Langkah 9 : Menentukan Root Cause yang Akan Diintervensi


1. Perhatikan Core Problem yang sudah diidentifikasi pada langkah sebelumnya
dan uji keabsahannya.
2. Gambar area yang berada dibawah kontrol anda (span of control) untuk
mengetahui elemen yang menjadi kekuasaan anda.
3. Gambar area “sphere of influence” untuk mengetahui elemen-elemen yang bisa
dipengaruhi.
4. Pilih CP yang berada dalam area pengaruh anda.
5. Bila CP diluar area pengaruh, pilihlah RC yang ada di area pengaruh dan
merupakan akar masalah yang paling berat.

Langkah Teknis menyusun RCA :


Pilih 1 isu/masalah yang penting.
Buat 5-10 gejala/simtom/UDE dari isu.
Buat hubungan antar UDE tersebut. Bila perlu kotak penyebab baru.
Jumlah penyebab baru tgt kebutuhan.
Diluar 5-10 UDE, ada penyebab apa saja yang anda tambahkan.
Apa saja RC nya?
Mana yang anda sebut sebagai CP. Mengapa ?
Kalau CPnya adalah tersebut di atas, jelaskan secara ringkas mengenai
pemecahan masalahnya (Rencana Tindak Lanjut).

106
Selain sistem seperti mata rantai, sistem juga dapat dimisalkan sebagai sebuah
pohon yang memiliki cabang pohon. Interaksinya diserupakan dengan dahan dan
ranting sehingga ketika melihat sistem seperti melihat sebuah konteks riil tetapi di
dalam sebuah pohon.
TOC memiliki alat perangkat logis, yaitu Thinking Process yang terdiri dari enam
pohon logika yang berbeda dengan “aturan logika” yang mengatur konstruksi
setiap pohon tersebut. Pohon-pohon tersebut adalah Intermediate Objectives Map
(IOM), Current Reality Tree (CRT), the Evaporating Cloud (EC), the Future
Reality Tree (FRT), the Prerequisite Tree (PRT), and the Transition Tree (TT).
Peta Intermediate Objectives (IO) adalah “pencari tujuan”. Stephen R. Covey
berpendapat bahwa seseorang harus selalu memulai usaha apapun dengan tujuan
akhir. Hal ini dimulai dengan pernyataan tujuan yang jelas, tegas, dan dan beberapa
faktor penentu keberhasilan yang diperlukan untuk mewujudkannya. Elemen-
elemen ini disusun dalam sebuah pohon yang merepresentasikan situasi normatif
sistem — apa yang seharusnya terjadi, atau apa yang kita inginkan terjadi. Peta IO
memberikan tolak ukur untuk menentukan seberapa besar deviasi antara apa yang
terjadi di sistem dan apa yang seharusnya terjadi (Dettmer, 2007).

Gambar 8.2. Peta IO (Adopsi dari Dettmer 2007)

Current Reality Tree (CRT) adalah alat analisis kesenjangan yang membantu
memeriksa logika sebab-akibat di balik situasi saat ini dan menentukan mengapa
situasi tersebut berbeda dari keadaan yang kita inginkan, seperti yang diungkapkan
dalam Peta IO. CRT dimulai dengan efek yang tidak diinginkan yang kita lihat di
sekitar kita — perbandingan langsung antara realitas yang ada dan hasil akhir yang
diekspresikan dalam Peta IO. CRT memberi tahu kita apa yang harus diubah —
satu perubahan paling sederhana yang harus dilakukan yang akan memiliki efek
positif terbesar pada sistem kita (Dettmer, 2007).

107
Gambar 8.3: Current Reality Tree

Untuk memulai melakukan Analisis Pohon Realitas terhadap suatu masalah, dua
pertanyaan di bawah ini perlu dijawab dengan “Ya”:
1. Apakah anda memiliki kedalaman intuisi tentang keadaan yang terjadi ?
2. Apakah anda mampu mengamati dan memahami pola dan interaksi sistem?

108
Gambar 1. Contoh Pohon Realitas

Fungsi Pohon realita untuk User


1. Mengidentifikasi mata rantai terlemah dalam suatu proses atau sistem
2. Mengidentifikasi kemungkinan jalur penyebab permasalahan dan merintis
sampai ke ujung akhir akar penyebab permasalahan
3. Menerapkan serangkaian cara untuk menguji logika hubungan antar elemen

Pada saat menyusun Current Reality Tree, sesungguhnya kita perlu kecermatan
untuk memastikan pohon yang kita susun sungguh-sungguh menggambarkan
secara tepat kondisi realitas dalam kompleksitas interaksi subsistemnya. Oleh
karena itu, untuk memastikan ada beberapa hal yang bisa menjadi “indikator”
untuk mengecek ketepatan atau keabsahan pohon realitas yang dibangun.

Goldratt merancang Evaporating Cloud (EC), yang merupakan diagram resolusi


konflik, untuk menyelesaikan konflik tersembunyi yang biasanya melanggengkan
masalah kronis. EC didasarkan pada gagasan bahwa sebagian besar masalah inti
terjadi karena beberapa tarik-menarik yang mendasari, atau konflik, mencegah
solusi langsung dari masalah; jika tidak, masalah akan terpecahkan sejak lama. EC
juga bisa menjadi "mesin kreatif", sebuah penghasil ide yang memungkinkan kita
menemukan solusi "terobosan" baru untuk masalah yang mengganggu seperti itu.
Akibatnya, EC menjawab bagian pertama dari pertanyaan, apa yang harus diubah
(Dettmer, 2007).

109
Gambar 8.4 Evaporating Cloud

Future Reality Tree (FRT) memiliki dua tujuan. Pertama, untuk memverifikasi
bahwa tindakan yang ingin dilakukan akan memberikan hasil akhir yang
diinginkan. Kedua, hal itu memungkinkan kita untuk mengidentifikasi konsekuensi
baru yang tidak menguntungkan dan menghentikannya sejak awal. Fungsi ini
memberikan dua manfaat penting. Kita secara logis dapat "menguji" keefektifan
tindakan yang kita usulkan sebelum menginvestasikan banyak waktu, energi, atau
sumber daya di dalamnya, dan kita dapat menghindari membuat situasi menjadi
lebih buruk daripada ketika kita mulai. Alat ini menjawab bagian kedua dari
pertanyaan — apa yang harus diubah — dengan memvalidasi konfigurasi sistem
baru. FRT juga bisa menjadi alat perencanaan strategis yang sangat berharga
(Dettmer, 2007).

Gambar 8.5 Future Reality Tree

110
Setelah memutuskan suatu tindakan, Prerequisite Tree (PRT) membantu
menerapkan keputusan. Hal ini memberi tahu kita urutan yang kita butuhkan untuk
menyelesaikan aktivitas diskrit dalam menerapkan keputusan, mengidentifikasi
hambatan implementasi dan menyarankan cara terbaik untuk mengatasi hambatan
tersebut. PRT memberikan bagian pertama dari jawaban atas pertanyaan terakhir,
bagaimana cara berubah (Dettmer, 2007).

Gambar 8.6. Prerequisite Tree

Yang terakhir dari enam alat logika adalah Pohon Transisi (TT) yang dirancang
untuk memberikan petunjuk langkah demi langkah yang terperinci untuk
mengimplementasikan suatu tindakan. Ini memberikan langkah-langkah yang
harus diambil (secara berurutan) dan alasan untuk setiap langkah. TT dapat
dianggap sebagai peta jalan yang rinci untuk mencapai tujuan kami. Ini menjawab
bagian kedua dari pertanyaan, bagaimana cara berubah (Dettmer, 2007).

111
Gambar 8.7. Transition Tree

Menurut Goldratt’s di dalam Theory of Constraints A Systems Approach to


Continuous Improvement oleh H. William Dettmer, Categories Legitimate
Reservation (CLR) adalah "perekat logis" yang menyatukan pepohonan. Pada
dasarnya, ini adalah delapan aturan, atau pengujian, logika yang mengatur
konstruksi dan tinjauan pohon. Agar terdengar logis, pohon harus mampu melewati
tujuh tes pertama ini. Delapan CLR tersebut antara lain:

1. Kejelasan (Clarity)

Kejelasan selalu menjadi syarat pertama yang harus dipertimbangkan ketika


mempertanyakan logika sebab dan akibat karena bukan berbasis logika. Kejelasan
dimunculkan terlebih dahulu sehingga kesalahpahaman apa pun yang diakibatkan
oleh komunikasi yang tidak akurat atau tidak lengkap dari sebuah ide dihilangkan
sebelum logikanya diperiksa. Sebagian besar konflik dalam situasi apa pun
melibatkan gangguan komunikasi sampai batas tertentu sehingga kejelasan

112
membantu meredakan potensi konflik antara pembicara dan pendengar di awal
proses pemeriksaan dan membantu menjaganya pada tingkat profesional.
Berusahalah untuk memahami sebelum berusaha untuk dipahami. Dengan
mengikuti protokol ini, kami memastikan bahwa komunikasi yang tidak efektif
tidak mengganggu logika.

Reservasi kejelasan berarti pendengar tidak memahami pembicara. Pastikan bahwa


Anda dan pembicara sepakat tentang arti pernyataan pembicara, bukan persetujuan.
Beberapa indikasi atau contoh gangguan komunikasi:
Pendengar tidak memahami arti dari pernyataan pembicara.
Pendengar tidak melihat pentingnya pernyataan pembicara.
Pendengar tidak memahami arti atau konteks kata atau frasa tertentu dalam
pernyataan pembicara.
Pendengar tidak mengenali hubungan yang wajar antara sebab yang dinyatakan
dan akibat yang dinyatakan.
Pendengar tidak melihat beberapa langkah perantara yang disiratkan oleh
pembicara tetapi tidak dinyatakan secara eksplisit. (Dalam pohon sebab-akibat,
ini terkadang disebut sebagai "panah panjang".)

2. Elemen (Entity)

Untuk tujuan pemeriksaan logis, entitas adalah gagasan lengkap yang diungkapkan
sebagai pernyataan. Paling sering ide ini adalah sebab atau akibat yang
direpresentasikan dalam pohon logika, tetapi dalam penerapan yang lebih luas dari
aturan logika ini juga bisa menjadi pernyataan yang dibuat dalam percakapan,
diskusi, ceramah, atau tulisan. Keberadaan entitas adalah reservasi yang diajukan
oleh pendengar ketika dia mendeteksi salah satu dari tiga kondisi yang
memengaruhi pernyataan:
Pernyataan itu adalah gagasan yang tidak lengkap. Biasanya, ini berarti
pernyataan tersebut tidak diekspresikan dalam kalimat yang benar secara tata
bahasa.
Pernyataan tersebut tidak masuk akal secara struktural; artinya ini
mengekspresikan banyak ide dalam satu entitas, atau berisi pernyataan "jika-
maka" yang tertanam di dalamnya.
Pernyataan, pada nilai nominal, tampaknya tidak valid bagi pendengar.

113
Kelengkapan
Ide yang lengkap biasanya dikomunikasikan menggunakan kalimat yang benar
secara tata bahasa. Dalam membangun pohon logika, kalimat lengkap sangat
penting. Minimal, harus ada subjek dan kata kerja; seringkali ada obyek juga. Agar
efektif dalam pohon logika, entitas harus masuk akal saat dibaca dengan "jika" atau
"maka" sebelumnya.
Struktur
Reservasi keberadaan entitas berdasarkan struktur berkaitan secara eksklusif
dengan mekanisme kalimat. Kepatuhan pada aturan struktural untuk entitas
diperlukan untuk mencegah kebingungan, memastikan kesederhanaan
penggambaran, dan mencapai pohon yang rapat atau "kering" secara logis. Dua
aturan struktural untuk entitas adalah:
Tidak ada entitas gabungan. Entitas tunggal tidak boleh berisi lebih dari satu
gagasan. Misalnya, “Cuaca panas” adalah entitas yang hanya berisi satu ide.
Kalimat yang berbunyi, "Cuaca panas sehingga sehingga membuat sawah
kering” akan menjadi entitas gabungan.
Tidak ada pernyataan “jika – maka”.

3. Keberadaan Hubungan Sebab


Akibat (Causality Existence)

Keberadaan Hubungan Sebab Akibat meliputi beberapa pertanyaan sebagai berikut:


1. Hubungan logik antara sebab dan akibat
2. Hubungan “bila-maka” terlihat jelas seperti tertulis?
3. Sebab menimbulkan akibat?
4. Apakah penyebab terukur?
5. Penyebab Tidak Cukup (Cause Insufficiency) meliputi beberapa pertanyaan
sebagai berikut:
Dapatkah satu penyebab menimbulkan akibat tersebut?
Penyebab terpenting kurang?
Cukup ampuh menimbulkan efek?
Perlu elips?
Contoh dalam program?
Efek hanya dapat timbul oleh kumpulan lebih dari satu sebab.

114
4. Cause Insufficiency

Dunia adalah jaringan sistem yang rumit dan kompleks, penyebab ketidakcukupan
adalah kekurangan yang paling umum ditemukan dalam pohon logika atau dialog
manusia. Dalam interaksi yang kompleks, efek yang relatif sedikit cenderung
memiliki penyebab tunggal yang tegas. Seringkali, efek tertentu akan memiliki
beberapa faktor dependen yang menyebabkannya, atau mungkin lebih dari satu
penyebab independen sepenuhnya. Beberapa faktor dependen bergabung untuk
menghasilkan penyebab kecukupan, dan bagaimana mengetahui kapan ada
penyebab ketidakcukupan. Penyebab tambahan dibahas di bagian selanjutnya.
Reservasi penyebab ketidakcukupan dimunculkan saat pendengar percaya bahwa
penyebab yang dinyatakan penyaji tidak cukup dengan sendirinya, untuk
menghasilkan efek yang dinyatakan. Seperti halnya keberadaan kausalitas, sebab
ketidakcukupan lebih memfokuskan perhatian pada panah daripada pada entitas.

Bagaimana beberapa penyebab dependen diekspresikan dalam pohon logika?


Dalam menggambarkan hubungan seperti itu, entitas yang berkontribusi ditautkan
ke efek yang dihasilkan dengan panah yang melewati elips. Terkadang elips ini
dideskripsikan sebagai gerbang "DAN", atau, karena bentuknya, lensa atau
"pisang". Fungsi elips adalah untuk mengidentifikasi dan menyertakan penyebab
utama yang cukup menyatu tetapi tidak sendirian untuk menghasilkan efek.

115
5. Sebab Tambahan (Additional Cause)

Terkadang lebih dari satu sebab yang independen dapat menghasilkan efek yang
serupa. Misalnya, suhu tubuh manusia di atas normal dapat diakibatkan oleh infeksi
internal atau aktivitas fisik pada hari musim panas. Tidak tergantung pada
keberadaan yang lain. Kata kuncinya adalah "baik" dan "atau". Sedangkan reservasi
penyebab ketidakcukupan menantang kondisi "dan" yang tidak lengkap, reservasi
penyebab tambahan menandakan kondisi "hilang atau". Dengan reservasi penyebab
tambahan, pendengar atau pengamat tidak menggugat penyebab yang dinyatakan
oleh penyaji. Dia hanya menyarankan bahwa ada hal lain yang, dengan sendirinya,
dapat menghasilkan efek yang sama.

Agar reservasi penyebab tambahan menjadi valid, penyebab tambahan yang


disarankan harus menghasilkan efek yang dinyatakan setidaknya sebesar penyebab
yang dinyatakan sebelumnya oleh penyaji. Misalnya, penjualan setiap orang
mungkin turun 10 persen dalam ekonomi yang sedang menurun, tetapi jika
penjualan Anda menurun 20 persen, mungkin ada penyebab tambahan yang
menghitung 10 persen lainnya. Jika efek yang ditimbulkan oleh penyebab
tambahan yang disarankan relatif kecil jika dibandingkan dengan penyebab asli
yang dinyatakan, hal itu tidak boleh dianggap sebagai penyebab tambahan. Seperti
halnya reservasi penyebab ketidakcukupan, besarnya efek adalah panggilan
penilaian pribadi. Sebuah kausalitas magnitudinal menyiratkan penambahan.
Dalam contoh sebelumnya tentang penurunan penjualan, lebih dari satu penyebab
independen menghasilkan efek yang meningkat besarnya karena masing-masing
ditambahkan ke kausalitas. Setiap penyebab secara independen menjelaskan
beberapa tingkat efek, tetapi dalam kombinasi keduanya menghasilkan efek total
yang lebih besar. Karena penyebab magnitudinal adalah variasi unik dari penyebab
tambahan dasar, maka diperlukan penggambaran yang berbeda. Tes tercepat untuk
kondisi sebab tambahan adalah dengan mengajukan pertanyaan, "Jika saya
menghilangkan penyebab yang dinyatakan, apakah ada keadaan lain di mana
tingkat efek yang sama akan terjadi?"

116
6. Pembalikan Sebab Akibat
(Cause and Effect Reversal)

Reservasi pembalikan sebab-akibat didasarkan pada perbedaan halus: mengapa


muncul efek versus bagaimana kita mengetahuinya. Terkadang perbedaan ini
hilang saat hubungan sebab-akibat dituliskan atau digambarkan secara grafis. Cara
lain untuk mengungkapkan kekhawatiran ini adalah dengan mengajukan
pertanyaan, "Apakah penyebab yang dinyatakan adalah sumber dari akibat, atau
apakah efek tersebut benar-benar sumber dari penyebab?" Tampaknya ini adalah
kesalahan yang jelas untuk dideteksi, tetapi tidak selalu demikian. Ada dua cara
untuk mendeteksi pembalikan sebab-akibat:
Apakah tampaknya panah antara sebab dan akibat menunjuk ke arah yang
salah? Ini kemungkinan besar adalah "firasat" dan firasat pertama yang
Anda miliki bahwa ada sesuatu yang tidak beres.
Bisakah penyebab yang dinyatakan benar-benar menjadi indikator, bukan
sumber?

7. Eksistensi Efek yang Diprediksi

Keberadaan efek yang diprediksi berarti bahwa jika hubungan sebab-akibat yang
diusulkan valid, beberapa efek tak tersurat lainnya juga akan diharapkan. Misalnya,
"Saya menderita radang usus buntu" mungkin ditawarkan sebagai penyebab efek
"Saya merasa sakit di perut saya." Namun jika penyebabnya benar-benar valid, kita
mungkin juga akan melihat beberapa efek lain seperti: "Saya demam" dan "Jumlah
sel darah putih saya meningkat." Reservasi keberadaan efek yang diprediksi tidak
berdiri sendiri. Itu selalu digunakan untuk mendukung reservasi untuk keberadaan
kausalitas. Eksistensi efek yang diprediksi menjadi bukti bahwa reservasi
keberadaan kausalitas itu — atau tidak — valid. Akibatnya, reservasi keberadaan
efek yang diprediksi dapat digunakan baik oleh presenter untuk mendukung
kausalitas, atau oleh pengamat untuk membantah kausalitas.

8. Tautologi

Tautologi adalah nama lain untuk logika sirkuler: Efek ditawarkan sebagai alasan
keberadaan penyebab karena kausalitas harus dipertanyakan sebelum masalah
tautologi dapat diangkat, tautologi, seperti adanya efek yang diprediksi, tidak

117
pernah dapat berdiri sendiri. Ini harus didahului oleh reservasi kausalitas lain —
biasanya keberadaan kausalitas. Akibatnya, seperti keberadaan efek yang
diprediksi, reservasi tautologi tidak benar-benar dapat diamati oleh pengamat
sampai setelah hubungan kausal diucapkan oleh pembangun pohon dan kausalitas
salah satu koneksi dipertanyakan. Tautologi menjadi jelas ketika alasan
penyebabnya dipertanyakan. Tautologi kemungkinan besar akan muncul ketika
keberadaan kausalitas dipertanyakan dan penyebabnya tidak berwujud. Jika tidak
ada efek tambahan yang diprediksi ditawarkan, selain yang dinyatakan, untuk
membuktikan penyebab tak berwujud, menjadi mudah untuk mengabaikan
pemeriksaan kausalitas yang lebih ketat dan membiarkan efek memberikan alasan
untuk penyebabnya.

Focus Group Discussion:


Pengasuh Penyandang Gangguan Psikotik

Seorang peneliti di rumah sakit komunitas dengan bagian gawat darurat psikiatri
ingin melakukan penilaian kebutuhan (need assessment) terhadap pengasuh dan
kerabat dekat mereka dengan gangguan psikotik. Secara khusus, peneliti tertarik
untuk mempelajari tentang kebutuhan keluarga yang memberikan dukungan
kepada penderita dengan gangguan jiwa (misalnya penderita psikosis, depresi
berat, bipolar, dll).

Peneliti tertarik untuk mempelajari bagaimana anggota keluarga memberikan


dukungan selama gejala kejiwaan yang mungkin memburuk, menyebabkan rawat
inap, dan bagaimana mereka mempelajarinya. Peneliti juga tertarik mempelajari
bagaimana anggota keluarga mengidentifikasi tanda-tanda peringatan, dan
bagaimana mereka mendiskusikan topik ini dalam kelompok.

Peneliti mengusulkan beberapa pengelompokan kecil yang terdiri dari empat atau
lima orang dari keluarga yang berbeda untuk membahas: 1) Jenis kewaspadaan
(dalam hal kegiatan sehari-hari, kewaspadaan pengasuh, dll); 2) Bagaimana cara
mendeteksi gejala yang memburuk sebelum menjadi terlalu parah; dan 3)
Informasi atau pendidikan apa yang diperlukan untuk membantu dalam manajemen
gejala dini? Seorang dokter dengan pengalaman konseling pengasuh dan keluarga

118
pasien psikiatri akan memfasilitasi kelompok fokus dengan bantuan peneliti junior
dan mahasiswa kedokteran. Kelompok akan bertemu selama 1½ - 2 jam, di mana
fasilitator akan menggunakan beberapa pertanyaan terbuka untuk memandu
jalannya percakapan.
Selama proses persetujuan, dan sebelum awal diskusi, peserta akan diinstruksikan
untuk menggunakan etiket partisipasi kelompok terarah yang sesuai dan diberi tahu
bahwa sementara kelompok akan bersama-sama mengakui dan menegaskan privasi
diskusi kelompok, tidak ada jaminan privasi yang dapat diberikan. terbuat. Tidak
ada dana untuk penelitian ini dan para partisipan tidak akan diberi kompensasi atas
waktunya. Peneliti bermaksud untuk mempublikasikan penelitian tersebut dalam
jurnal peer-review.
Pertanyaan
1. Bagaimana proses menyaring dan merekrut peserta studi?
2. Apa kualifikasi / pelatihan fasilitator?
3. Pertanyaan apa yang akan ditanyakan?
4. Bagaimana percakapan grup diatur?
5. Langkah apa yang akan diambil jika anggota menjadi gelisah atau kesal?
6. Bagaimana jika peserta melaporkan pelecehan orang tua, penyerangan,
pelecehan anak, atau bahaya yang akan segera terjadi pada diri sendiri
atau orang lain?
7. Bagaimana persyaratan pelaporan wajib diungkapkan kepada peserta
studi?
8. Apakah akan ada survei de-briefing atau pasca-diskusi (misalnya waktu
untuk memungkinkan responden menunjukkan apakah mereka merasa
dapat mendiskusikan pendapat mereka secara terbuka)?
9. Apakah peserta akan diberi informasi tentang sumber daya / bantuan yang
tersedia?
10. Apakah ini metode yang tepat untuk mendapatkan informasi ini?
Bagaimana Anda akan menjamin kerahasiaan dalam pengaturan
kelompok? Bisakah ini diperoleh melalui wawancara tanpa banyak risiko
(sambil tetap mendapatkan data penelitian yang berguna bagi peneliti)?
11. Berapa ukuran sampelnya? Apakah cukup untuk mencapai kejenuhan?
12. Apakah kelompok fokus akan direkam?
13. Apa yang akan terjadi jika peserta berbagi informasi tentang anggota
keluarga yang tidak menyetujui studi penelitian ini?
14. Apakah anggota keluarga harus diberi tahu tentang partisipasi subjek
dalam penelitian?

119
Untuk mengatasi Theory of Constraints (TOC) salah satunya adalah dengan
aplikasi Root Cause Analysis (RCA). Root Cause Analysis (RCA) adalah suatu
struktur yang menggambarkan keadaan realitas sebagaimana yang terjadi.Langkah
aplikasi RCA sebagai berikut:

Langkah 1: Mengawali dengan menentukan area masalah


yang akan diselesaikan.
Langkah 2: Mengidentifikasi UDEs
Langkah 3: Menyiapkan rantai sebab akibat untuk memulai
Pohon Realitas
Langkah 4: Menghubungkan UDEs
Langkah 5: Ulang proses yang sama untuk seluruh UDEs dan
susun dengan rantai sebab-akibat ke bawah
Langkah 6: Membangun Pohon Realitas dengan rantai sebab-
akibat
Langkah 7: Review dan memastikan UDEs yang benar

Dengan adanya reformasi pelayanan kesehatan 1 Januari 2014 (era JKN), terjadi
perubahan sistem pembayaran dari Fee for Service menjadi Prospective Payment
System, dimana besaran jumlah biaya perawatan sudah diketahui di awal sesuai
dengan pengelompokan diagnosis penyakit. Besaran pembayaran dari BPJS
Kesehatan ke rumah sakit selaku FKTL (Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan)
menggunakan tarif INA-CBGs. Sesuai dengan Perpres Nomor 82 Tahun 2018,
BPJS Kesehatan wajib mengeluarkan berita acara kelengkapan berkas klaim dalam
waktu 10 hari sejak klaim diajukan oleh FKTL dan diterima oleh BPJS Kesehatan.
BPJS Kesehatan wajib melakukan pembayaran ke rumah sakit paling lambat 15
hari kerja sejak diterbitkannya berita acara kelengkapan berkas klaim. Dengan
Prospective Payment System maka diharapkan provider dapat melakukan cost
containment, mendorong efisiensi, serta membatasi pelayanan kesehatan yang
tidak diperlukan berlebihan atau under use. Banyak RS yang mengalami gangguan
cashflow sehingga menimbulkan permasalahan lain, seperti keterlambatan
pemberian jasa medis, keterlambatan gaji, termasuk keterlambatan pembayaran
hutang RS. Sementara itu RS juga tetap harus mengeluarkan biaya untuk membeli
obat maupun bahan medis habis pakai untuk perawatan pasien.

120
Gambar 8.9 Root Cause Analysis (RCA)

Root Cause:
Tidak ada checklist untuk kelengkapan berkas klaim BPJS
Dokter spesialis terburu – buru
Koder jarang diikutkan dalam pelatihan koding
Mengikuti amanat Undang – undang
Kurangnya sosialisasi mengenai BPJS Kesehatan oleh BPJS dan Nakes
Masyarakat dengan penyakit kronis berbondong – bondong berobat
menggunakan JKN
Kurangnya sosialisasi mengenai sistem pembiayaan JKN kepada staf RS

Core Problem:
Tidak ada, karena tidak ditemukan RC yang terhubung dengan 70% atau lebih
UDEs. Kemungkinan ada hubungan yang hilang.

Rencana Tindak Lanjut:


Membuat checklist kelengkapan untuk berkas klaim BPJS yang akan
digunakan sebagai acuan, sehingga perawat dapat memastikan berkas mana
saja yang harus dilengkapi/diisi untuk klaim ke BPJS.
Meningkatkan kemampuan koder dengan mengikutkan dalam pelatihan
koding, maupun dengan studi banding ke RS lain.
Senantiasa memberi penjelasan kepada pasien dan memastikan kembali
bahwa pasien sudah memahami tentang JKN/BPJS Kesehatan.
Menyamakan persepsi dengan para staf RS mengenai sistem pembiayaan
JKN, baik melalui pertemuan, sosialisasi, pembuatan kebijakan, maupun
SPO tertentu sehingga staf memiliki pengetahuan dan visi yang sama dalam
melayani pasien JKN dalam hal efisiensi.

121
(diambil dari A.I.A. Sri Stuti Damayanti, Maria Wahyu Daruki, I Nyoman Gede
Bayu Wiratama Suwedia, I Nyoman Gede Semarajana, Meike Magnasofa dan Ni
Putu Deni Adi, Mata Kuliah Kepemimpinan dan Berpikir Sistem. Kelas Kajian
Administrasi Rumah Sakit).

AKTIVITAS DAN FASILITAS PEMBELAJARAN

Susun RCA kelompok Anda berdasarkan materi yang telah


disampaikan dikelas.

Dibuat dalam bentuk PPT dan diperbolehkan untuk dilink ke


word jika dirasa perlu. Bahan untuk acuan dalam menyusunnya
sudah di upload di scele.

121
BAB IX
LEARNING ORGANIZATION
AND TEAM LEARNING
Learning Organization
dan Team Learning

Learning Organization adalah suatu konsep dimana organisasi dianggap


memberikan pembelajaran berkelanjutan secara mandiri, dan organisasi memiliki
kecepatan berpikir serta bertindak dalam merespon setiap perubahan (M.M,
Tahmir, & Nawawi, 2016). Learning organization sebagai upaya untuk
meningkatkan kapasitas dalam tindakan organisasi yang efektif melalui
pengetahuan dan pemahaman. Organisasi dapat menjadi sebuah ruang inisiatif yang
akan dikelola untuk dapat membangun sebuah sistem dan struktur dengan
lingkungan yang ramah sehingga orang-orang yang berada disebuah organisasi
dapat beradaptasi dengan baik (Lawler & Worley, 2006).
Tim perlu menemukan formula mereka sendiri untuk sukses secara teratur.
Pembelajaran tim adalah proses pembelajaran kolektif yang membantu tim yang
efektif dalam melakukannya; satu alat umum yang digunakan adalah agenda
pembelajaran. Kerja tim adalah proses bekerja secara kolektif untuk mencapai
tujuan bersama dalam suatu kelompok. Dalam konteks organisasi pembelajaran,
anggota tim cenderung berbagi pengetahuan dan saling melengkapi keterampilan
masing-masing. Jika tidak ada komitmen dan upaya dari anggota tim, maka bekerja
dan belajar dari kerja tim mungkin gagal.(Decuyper, 2010)

Keragaman meningkatkan potensi pembelajaran tim, tetapi membutuhkan


identifikasi tim yang kuat. (Van Der Vegt, 2005) Pembelajaran tim juga dikaitkan
dengan pemimpin tim yang dapat didefinisikan sebagai berikut: Seorang pemimpin
tim adalah seseorang yang memberikan bimbingan, instruksi, arahan dan
kepemimpinan kepada sekelompok individu lain (tim) untuk tujuan mencapai hasil
utama atau kelompok hasil yang selaras. Pemimpin tim melapor kepada manajer
proyek (mengawasi beberapa tim). Pemimpin tim memantau hasil kuantitatif dan
kualitatif yang ingin dicapai. (Thompson, 2011)
Pemimpin sering bekerja di dalam tim, sebagai anggota, menjalankan peran yang
sama tetapi dengan tanggung jawab 'pemimpin' tambahan (sebagai lawan
manajemen tingkat yang lebih tinggi yang sering memiliki peran pekerjaan yang
terpisah sama sekali).

123
Agar tim berfungsi dengan sukses, pemimpin tim juga harus memotivasi tim untuk
"menggunakan pengetahuan dan keterampilan mereka untuk mencapai tujuan
bersama." Ketika seorang pemimpin tim memotivasi tim, anggota kelompok dapat
berfungsi dengan sukses dan berorientasi pada tujuan.

Scouller (2011) mendefinisikan tujuan seorang pemimpin (termasuk pemimpin tim)


sebagai berikut: "Tujuan seorang pemimpin adalah untuk memastikan ada
kepemimpinan untuk memastikan bahwa keempat dimensi kepemimpinan
[ditangani]."
Keempat dimensi tersebut adalah:
1. tujuan atau visi atau tujuan tim yang dibagikan, memotivasi
2. tindakan, kemajuan, dan hasil
3. kesatuan kolektif atau semangat tim
4. perhatian pada individu.

Terdapat lima disiplin ilmu (The Fifth


Discipline) utama yang membentuk hati dan
jiwa dalam berorganisasi. Lima disiplin ini
tidak berkaitan satu dengan yang lainnya
melainkan bergabung bersama untuk
menciptakan persyaratan organisasi
pembelajaran. Disiplin ini didasarkan pada
premis bahwa orang dan organisasi dapat
berubah dan menjadi lebih efektif melalui komunikasi terbuka, pemberdayaan, dan
membangun budaya kolaborasi (Senge, 2006).

124
Berikut merupakan penjelasan lima disiplin ilmu dalam Learning Organization
(Jensen, 2017) :

1. System Thinking
Sistem berpikir menganggap organisasi lengkap sebagai satu organisme hidup yang
bertentangan dengan serangkaian fungsi individu. Selain itu, pemikiran sistem
merupakan bagian penting dari organisasi pembelajaran, karena ia mengakui saling
ketergantungan semua unit organisasi dan aktivitas di luar atribut sebab-akibat itu
lazim dalam pemikiran manajemen yang lebih tradisional (Fillion, Koffi, &
Ekionea, 2015; Marquardt, 2011).
Ini merupakan disiplin yang mengintegrasikan orang lain, menggabungkan mereka
menjadi suatu tubuh yang koheren antara teori dan praktek. Kemampuan sistem
teori untuk memahami dan mengatasi keseluruhan, dan untuk memeriksa
keterkaitan antara bagian-bagian yang menyediakan, baik insentif dan sarana untuk
mengintegrasikan disiplin ilmu. Orang cenderung untuk berfokus pada bagian
parsial daripada melihat keseluruhan, dan gagal untuk melihat organisasi sebagai
proses dinamis. Padahal orang perlu melihat masalah sistem, dan dibutuhkan kerja
untuk dasar dari teori sistem, dan menerapkannya pada organisasi.

2. Personal Mastery
Penguasaan Pribadi melibatkan menjadi lebih realistis, fokus untuk menjadi orang
terbaik, dan berjuang untuk rasa komitmen dan kegembiraan dalam karir untuk
memfasilitasi realisasi potensi.
Organisasi pembelajar hanya terjadi melalui individu yang belajar. Pembelajaran
individu tidak menjamin pembelajaran organisasi. Tapi tanpa itu tidak terjadi
pembelajaran organisasi. Penguasaan pribadi adalah disiplin terus memperjelas dan
memperdalam visi pribadi kita, memfokuskan energi kita, mengembangkan
kesabaran, dan melihat realitas obyektif. Visi adalah panggilan bukan hanya
sekedar ide yang baik. Orang dengan penguasaan pribadi tingkat tinggi hidup
dalam modus belajar terus menerus. Tapi penguasaan pribadi bukanlah sesuatu
yang Anda miliki. Ini adalah sebuah proses dan disiplin seumur hidup.

125
Orang dengan penguasaan pribadi tingkat tinggi sangat sadar akan kebodohan
mereka, ketidakmampuan mereka, daerah pertumbuhan mereka, namun mereka
sangat percaya diri untuk dapat melakukan perubahan. Kualifikasi semua anggota
organisasi saling mempengaruhi dan menentukan maju mundurnya organisasi.

3. Mental Models
Mental model adalah gambaran internal yang mendalam tentang bagaimana dunia
bekerja. Hal ini didasarkan pada pengalaman hidup dan asumsi yang telah
diperkuat di sepanjang kehidupan.

Ini adalah ‘asumsi yang tertanam, generalisasi, atau bahkan gambar yang
mempengaruhi bagaimana kita memahami dunia dan bagaimana kita mengambil
tindakan’. Hal ini juga termasuk kemampuan untuk melakukan ‘learningful’, di
mana orang mengungkapkan pemikiran mereka sendiri secara efektif dan membuat
berpikir terbuka terhadap pengaruh orang lain. Jika organisasi adalah untuk
mengembangkan kapasitas bekerja dengan model mental, maka orang akan perlu
belajar keterampilan baru dan mengembangkan orientasi baru untuk dapat
melakukan perubahan. Akan sangat sulit untuk melakukan perubahan terhadap
mental model kurang baik yang sudah tertanam kuat.

4. Building Shared Visions.


Visi bersama bukan sekadar ide, tetapi kekuatan internal di hati orang-orang yang
mengikat bersama oleh aspirasi bersama. Visi bersama menciptakan dukungan dan
memotivasi orang untuk mencapai misi dan visi organisasi.
Visi itu memiliki kekuatan untuk meningkatkan iman dan untuk mendorong
eksperimentasi dan inovasi. Senge berpendapat bahwa itu juga dapat
menumbuhkan kekuatan jangka panjang. Praktek visi bersama melibatkan
keterampilan menggali bersama ‘gambar masa depan’ bahwa komitmen adalah
motivasi dasar manusia bukan hanya karena kepatuhan seseorang.
Visi menyebar karena ada proses penguatan. Ada peningkatan kejelasan,
antusiasme dan komitmen yang menular pada orang lain dalam organisasi. Dimana
organisasi dapat melampaui cara pikir linier dan memahami sistem pemikiran yang
luas maka ada kemungkinan membawa visi ke sebuah hasil.

126
5. Team Learning
Pembelajaran tim bisa sangat menantang. Setiap saat sekelompok individu berbeda-
beda dengan berbeda latar belakang dan pengalaman hidup, menemukan konsensus
bisa tampak menakutkan. Pembelajaran yang signifikan terjadi dalam tim. Tiga
dimensi kritis tim pembelajaran meliputi kebutuhan untuk berpikir secara
mendalam tentang masalah yang kompleks, kebutuhan untuk berinovasi,
terkoordinasi tindakan, dan kebutuhan untuk terus membina tim belajar lainnya.

Pembelajaran dapat dianggap sebagai ‘proses menyelaraskan dan mengembangkan


kapasitas tim untuk menciptakan hasil yang diinginkan’. Ini didasarkan pada
penguasaan pribadi dan visi bersama dan juga harus mampu untuk bertindak
bersama-sama. Ketika tim belajar bersama, tidak hanya akan ada hasil yang baik
bagi organisasi, anggota akan tumbuh lebih cepat dari yang bisa saja terjadi
sebaliknya. Disiplin belajar tim dimulai dengan ‘dialog’, kapasitas anggota tim
untuk menangguhkan asumsi dan masuk ke dalam suatu kesatuan berpikir bersama.

Pembelajaran organisasi muncul sebagai


konsep karena lingkungan yang berubah
dengan cepat, kebutuhan akan inovasi
sangat dibutuhkan dalam melakukan
pembelajaran. Faktor utama yang
mempengaruhinya ialah efisiensi dan
produktivitas organisasi dan inovasi.
Sebagai contoh, rumah sakit sebagai
organisasi yang memiliki informasi
medis dan tenaga kerja jasa. Rumah sakit
merupakan organisasi tempat informasi
asimetri antara dokter dan pasien yang
dapat diamati.
Ciri khas lainnya ialah pekerja dalam sektor kesehatan harus terbuka untuk belajar,
berubah dan berinovasi. Faktor terpenting yang menunjukkan pentingnya
pembelajaran dan informasi di sektor rumah sakit yaitu menawarkan layanan yang
berkaitan dengan kesehatan individu (Haluk Sengun and Kerem Sahin, 2017).

127
Pembelajaran organisasi yakni proses peningkatan pengetahuan dan inovasi
rutinitas kerja melalui interaksi tersebut tindakan dan refleksi yang lebih luas dari
pelatihan dan pengulangan yang berfokus secara individual. Pembelajaran
organisasi yang efektif didukung oleh budaya nilai-nilai keterbukaan dan
keunggulan. Mekanisme pembelajaran yang mendorong arus informasi, menantang
asumsi, dan pemikiran sistem bantuan, dan komitmen sumber daya.

Berikut merupakan skema pada Five


norms of Learning Organization:

Sumber : Barutcugil, 2004.


Keterampilan Pribadi (Personal Skill) : Landasan infrastruktur dalam pembelajaran
organisasi, yang merupakan relevansi dari personal seseorang seperti ambisi,
kesabaran, fokus pada tujuan, mengembangkan tekad dan melihat kebenaran secara
objektif.
Model Pikiran (Mind Models) : Didefinisikan sebagai berpikiran terbuka terhadap
efek dan saran dari individu lain sementara menentukan ide dan metode investigasi.
Model pikiran adalah pendekatan filosofis yang menentukan bagaimana
keuntungan dunia berarti. Pada saat yang sama mereka mengarah pada tindakan
individu.
Visi Bersama (Shared Vision) : Berperan untuk menyatakan yang direncanakan
pada tujuan yang dibangun dengan kontribusi bersama dari anggota organisasi ke
dalam nilai-nilai dan keyakinan bersama untuk dihubungkan ke dalam organisasi
dan secara aktif berperan di dalamnya.

Belajar sebagai sebuah tim (Learning As a Team) : Menghilangkan konflik,


pertahanan atau interaksi negatif lainnya sebagai kelompok atau individu yang
mencegah pembelajaran dan mengembangkan kebiasaan dan keterampilan untuk
berkontribusi

128
Pemikiran Sistem (System Thougt) : Kegiatan membangun sistem dan memperjelas
semua yang mempengaruhi satu sama lain untuk mengembangkan keterampilan,
ide utama dan sistem yang menggabungkan norma-norma organisasi.
Menurut Senge (1990) penting untuk membentuk lima norma untuk menciptakan
pembelajaran organisasi. Pada gambar 1.1 menunjukkan yang diekspresikan secara
skematis dalam mengevaluasi lima norma. Dimensi mengintegrasikan disiplin ilmu
terwakili secara skematis. Tapi aplikasinya dan integrasi disiplin ilmu merupakan
proses yang sulit (Senge, 1990).

Sub Dimensi Ekspansi

Pembelajaran diintegrasikan ke dalam


Menciptakan pekerjaan yang dilakukan, karyawan belajar
peluang ketika mereka bekerja dan peluang diciptakan
pembelajaran dengan pendidikan dan pertumbuhan yang
konstan.

Budaya organisasi mendukung untuk


Support dialog
mengajukan pertanyaan, umpan balik dan
dan menjawab eksperimen serta dapat mengembangkan
pertanyaan ekspresi dan keterampilan bertanya.

Pekerjaan dibangun menurut tim untuk


Membantu dan
menangkap proses berpikir yang berbeda.
mendukung belajar
Diharapkan kelompok itu bekerja sama,
sebagai tim
belajar bersama dan bekerja sama

Membangun sistem Sistem teknologi dibangun, diintegrasikan ke


untuk berbagi dalam pekerjaan untuk berbagi pembelajaran
pembelajaran dan akses ke sistem diaktifkan dan dilindungi.

129
Sub Dimensi Ekspansi

Perkuat individu Individu berperan dalam menciptakan,


untuk visi bersama memiliki dan menerapkan visi bersama.

Membangun Individu mengambil bantuan dari orang lain


hubungan antar untuk melihat pengaruhnya terhadap
organisasi organisasi. Individu mengamati lingkungan
dan lingkungan dan berbagi apa yang telah mereka pelajari.
sekitar

Pemimpin membentuk model pembelajaran,


Pemimpin teladan
mendukung pembelajaran dan menggunakan
yang mendukung pembelajaran saat menentukan strategi
pembelajaran terkait dengan pekerjaan.

Ide utama dari organisasi pembelajar adalah belajar sebanyak Anda bisa belajar.
Organisasi-organisasi ini terus mencari cara belajar dan karena alasan itulah para
pemangku kepentingan selalu berhubungan dan mengembangkan hubungan belajar
dan mengajar. Tanggung jawab dari para manajer dalam organisasi pembelajaran
adalah untuk membuat sebuah lingkungan untuk mendukung pembelajaran dan
mempertahankan lingkungan Hidup. Ketika organisasi belajar dibandingkan
dengan mengetahui, memahami dan memikirkan organisasi yang utama perbedaan
adalah sikap terhadap perubahan. Belajar organisasi menganggap perubahan
sebagai peristiwa yang berkelanjutan. Untuk itu alasan perubahan dianggap sebagai
masukan utama untuk pedoman pembelajaran dan pencipta peluang. Karyawan
telah menjadi bagian dari proses pembelajaran dan mereka menciptakan visi
organisasi bersama (Luthans,1995).

Mengapa organisasi perlu belajar?

1. Kompetisi, 2. Perubahan, 3. Sinergi

130
Contoh Learning Organization di Puskesmas
Organisasi pembelajar merupakan ciri Puskemas yang mengimplementasikan
struktur, proses, dan budaya organisasi yang bermanfaat bagi pembelajaran
individu, kelompok, dan organisasi. Hal ini dapat menyebabkan perubahan
permanen dalam perilaku dan proses akreditasi, termasuk :

1. Menciptakan kesempatan belajar yang berkelanjutan


2. Mempromosikan inkuiri dan dialog
3. Mendorong kolaborasi dan pembelajaran tim
4. Membangun sistem untuk menangkap dan berbagi pembelajaran
5. Memberdayakan orang menuju visi kolektif
6. Menghubungkan organisasi dengan lingkungannya
7. Menyediakan kepemimpinan strategis untuk pembelajaran
(Robbins, 2013).

Budaya organisasi dapat digambarkan sebagai nilai, norma yang diterima oleh
anggota organisasi sebagai iklim organisasi yang akan mempengaruhi strategi
organisasi, struktur dan sistem organisasi (Amdani et al. 2019). Puskesmas
memberikan akses dan sistem bagi pembelajaran karyawan dan memerintahkan
suatu sistem dan teknologi untuk berbagi informasi terkait akreditasi. Puskesmas
Sememi secara rutin menggunakan komunikasi dua arah berupa rapat koordinasi,
roll-call pagi hari, kelompok media sosial untuk melaporkan setiap kegiatan yang
dilakukan di Puskesmas. Setiap komputer di Puskesmas Sememi dapat dengan
mudah diakses oleh karyawan untuk mendapatkan informasi seperti evaluasi
program.

Ini adalah kondisi dimana Puskesmas memfasilitasi karyawannya untuk mengamati


lingkungan dan menggunakan informasi untuk menyesuaikan dengan tugasnya,
serta membantu karyawan menentukan dampak pekerjaannya terhadap Puskesmas.
Di Puskesmas Sememi, proses membutuhkan peran lintas sektor. Dalam
mengembangkan program inovasi, Puskesmas Sememi menyesuaikan diri dengan
permasalahan kesehatan yang ada di sekitar lingkungan kerja masyarakat
Puskesmas Sememi (Wijayanti, 2020).

131
Oleh karena itu, karyawan dibimbing oleh Kepala Puskesmas dalam membuat
program inovasi dan diperlukan kesepakatan dari semua pihak termasuk Puskesmas
dan masyarakat agar program tersebut berjalan dengan baik. Ini adalah kondisi
dimana Puskesmas memiliki strategi untuk mendukung karyawan untuk terus
belajar dan dimana kepemimpinan menempatkan dirinya sebagai teladan. Untuk
mencapai tujuan penting dari kelangsungan hidup berkelanjutan dan keunggulan
kompetitif (Rahmadani et al. 2020).

Ikhtisar
Learning Organization (LO) adalah sebuah organisasi, tempat dimana
orang-orang yang berada didalamnya secara terus menerus
mengembangkan kapasitasnya untuk mencapai hasil yang benar-benar
mereka inginkan. Pembelajaran tim adalah proses pembelajaran kolektif
yang membantu tim yang efektif dalam melakukannya; satu alat umum
yang digunakan adalah agenda pembelajaran. Kerja tim adalah proses
bekerja secara kolektif untuk mencapai tujuan bersama dalam suatu
kelompok. Dalam konteks organisasi pembelajaran, anggota tim
cenderung berbagi pengetahuan dan saling melengkapi keterampilan
masing-masing, jika tidak ada komitmen dan upaya dari anggota tim,
maka bekerja dan belajar dari kerja tim mungkin gagal.

132
Praktik

10 Tema Dalam Learning Organization

Dalam pembelajaran Learning Organization terdapat 10 tema sebagai berikut:

To Change others we may Structure influences


Have to change ourselves fisrt Behavior
Learn to listen, listen To do what is right, you
To learn Need to know what is
TEAM (Together Everyone Focus demands sacrifice
Achieves More Quality costs less
Shared vision allows Leaders are clock
Ordinary people to do builders, not a Time Tellers
extraordinary things Embrace Error

Ada 5 pilar atau Personal Mastery


komponen (Penguasaan pribadi)
utama yang harus Model Mental
dimiliki dalam Shared Vision (Visi bersama)
strategic Team Learning (Pembelajaran tim)
leadership yaitu : System Thinking (Berpikir sistem)

Untuk dapat menguasai lima pilar tersebut ada hal – hal yang harus dilakukan,
yaitu :
1. Keahlian pribadi diperlukan karena kita tidak bisa mengubah orang lain
sebelum diri kita sendiri berubah.
2. Model mental mengutamakan kemampuan melakukan dialog dengan benar
dimana kita belajar untuk mendengarkan dan mendengar untuk belajar.

133
3. Belajar tim agar bisa bekerjasama dalam suatu tim yang baik karena dengan
bersama –sama seseorang dapat mencapai sesuatu yang lebih baik, dan ada
transfer skill dan pengetahuan antar anggota.
4. Visi bersama membuat seseorang yang biasa saja bisa melakukan sesuatu yang
luar biasa.
5. Berpikir sistem karena struktur dalam suatu sistem bisa mempengaruhi
perbuatan kita.
Dalam penerapannya di organisasi, ada kerangka kerja yang bisa dijadikan acuan
untuk menjadi learning organization, yaitu :

Analisis Desain Strategi Pengembangan Strategi

Implementasi dan Akuntabilitas Evaluasi

Keterangan dari kerangka kerja tersebut adalah sebagai berikut :


1. Analisis yang cermat diperlukan untuk dapat melakukan hal yang benar.
2. Dalam mendesain strategi harus tetap fokus dalam hal yang penting meskipun
hal itu memerlukan suatu pengorbanan.
3. Strategi yang baik dikembangkan agar dapat menghasilkan kualitas yang baik
pula. Dengan kualitas yang baik pada akhirnya biaya yang dikeluarkan menjadi
lebih murah.
4. Dalam implementasi dari strategi organisasi dan akuntabilitasnya diperlukan
pemimpin yang benar – benar memahami langkah – langkahnya, bukan
pemimpin yang hanya bisa bicara tanpa melakukan sesuatu.
5. Melakukan evaluasi untuk merangkum kesalahan yang dilakukan dan
melakukan koreksi.
Agar bisa menjadi organisasi pembelajar maka kita harus bisa menghilangkan
hambatan – hambatan dalam belajar baik sebagai individu maupun hambatan dalam
organisasi itu sendiri. Learning organization membutuhkan pemimpin yang
memiliki pandangan baru tentang kepemimpinan.

Paradigma lama bahwa belajar itu harus duduk dengan serius dikelas dan menjadi
wajib karena sudah diperintahkan oleh HRD harus diubah dengan paradigma baru
bahwa belajar itu menyenangkan dan bisa dilakukan dimana saja dengan
memanfaatkan teknologi. Belajar bukan tanggung jawab HRD melainkan tanggung

134
jawab bersama dan merupakan kebutuhan masing – masing personal. Tiap orang
dalam organisasi bekerja bukan hanya karena kewajiban tetapi karena dengan
bekerja mereka dapat bebas untuk berkreasi mengekpresikan diri untuk kemajuan
organisasi.
Pemimpin organisasi memberikan kesempatan kepada anggotanya untuk terus
menerus bertumbuh, berkembang dan memperbesar kapasitas dirinya. Anggota
organisasi dapat berkreasi mengembangkan ide-idenya untuk mencapai visi
organisasi yang juga ditetapkan bersama. Akan tetapi mereka juga bertanggung
jawab untuk menilai dan mengevaluasi apa yang telah dikerjakan. Tidak ada
anggota yang disalahkan karena melakukan kekeliruan.

Karena bekerja tim untuk mencapai visi bersama maka bila ada suatu kesalahan hal
itu merupakan kesalahan bersama yang harus diperbaiki bersama. Pemimpin harus
bisa menempatkan anggota sebagai partner dalam mengembangkan organisasi,
bukan sebagai bawahan. Oleh sebab itu membentuk suatu learning organization
memerlukan komitmen yang kuat dari top manajemen karena untuk menjadi
organisasi pembelajar perlu sistem yang mendukung untuk belajar, kompetisi antar
bawahan / anggota organisasi untuk mencapai yang lebih baik serta adanya budaya
belajar dalam organisasi tersebut.
(diambil dari tugas mahasiswa S2 Kajian Administrasi Rumah Sakit. Mata kuliah
Kepemimpinan dan Berpikir Sistem. Ni Nyoman Dwi S, Yekti W Agustini, Nurlaili,
Sri Lenita, Jimmy Agung Pambudi).

AKTIVITAS DAN
FASILITAS PEMBELAJARAN
Lakukan diskusi bersama kelompok anda
mengenai materi pertemuan kali ini.
1. Apa pendapat anda tentang 10 tema ini?
2. Sejauh mana anda mengerti tema
tersebut?
3. Tema mana yang anda paling
menyentuh/sukai/ positif/ membangun
kekuatan diri anda?

135
AKTIVITAS DAN FASILITAS PEMBELAJARAN
Dear all, lakukan diskusi bersama kelompok Anda mengenai materi dari awal
perkuliahan sampai sesi terakhir ini.
1. Apa pendapat anda tentang semua tema tersebut?
2. Sejauh mana anda mengerti tema tersebut?
3. Tema manakah yang menurut Anda paling
menyentuh/sukai/positif/membangun kekuatan diri anda?

Refleksi Pembelajaran

Pikirkan dan renungkan pembelajaran yang didapat dengan menyimak


video yang dapat merefleksikan learning organization adalah :
WIAL Learning Organization

Upaya Memahami Sistem dan


Interaksinya dalam Learning Organziation
Kita berada dalam sebuah sistem yang tergolong dalam sistem mesin. Hal tersebut
dikarenakan sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan terdekat kita,
contohnya yaitu lingkungan keluarga. Dalam keluarga, mayoritas orang tua
memiliki kendali penuh dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan
keluarga. Hal ini mungkin terjadi karena orang tua sudah memiliki banyak
pengalaman hidup sehingga mereka merasa berhak untuk memutuskan yang
terbaik untuk keluarga. Misalnya adalah peraturan jam malam, mengatur minat dan
bakat anak, mengatur masa depan anak, kepercayaan agama/budaya tertentu yang
dikaitkan dalam kehidupan. Sedangkan interaksi sistem yang diharapkan yaitu
interaksi sistem sosial.

(Tugas mahasiswa S1 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Mata Kuliah Organisasi


Pembelajar dan Berpikir Sistem: Inayah, Adinda Tri Wulandari, Ariqa Salsabila,
Harun Al Rosyid, Nindya Nuriesta Prilly, Retia Rismawati , Sri Karina)

136
Cara Menghadapi Difficult Person dalam Tim

1. Mendekati orang tersebut agar dapat tau cara memperilakukan dia


dengan baik dan sesuai.
2. Mengusahakan agar orang tersebut nyaman dengan kelompok.
3. Menghargai pendapat orang tersebut.
4. Memberikan tugas yang penting agar dia merasa dibutuhkan dalam
kelompok.
5. Memberikan kesempatan pada orang yang difficult untuk melihat
sesuatu dari perspektifnya.
6. Menggunakan mental model dengan lensa yang jernih.
(Tugas mahasiswa S1 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Mata Kuliah
Organisasi Pembelajar dan Berpikir Sistem: Adinda Tri Wulandari,
Aulia Anisya , Baiq Nurlusi Alvina, Fanesya Nuur Haniifah , Hunafa Nur
Izzati, Khanza Nadhifa, Lia Permata Br Kar, Nabilatus Syarifah, Sri
Karina)

Dalam hidup yang harus anda atau tim anda hadapi, kompetisi adalah nyata dan
perubahan itu suatu hal yang pasti. Sebuah tim dalam organisasi atau perusahaan
perlu untuk terus belajar agar tetap bisa berkompetisi dan membuat perubahan
yang berdampak baik. Dalam learning organization, organisasi akan memfasilitasi
anggotanya secara terus menerus untuk aktif belajar, adaptif terhadap tantangan
perubahan dan dinamis dalam merespon setiap hal. Akumulasi dari setiap individu
yang tidak berhenti belajar itulah yang disebut team learning dan proses ini
membuat kapasitas individu dalam tim berkembang dengan cepat serta
kemampuan organisasi dalam memecahkan masalah menjadi lebih baik. Kenapa?
Karena setiap individu mendapatkan hal baru dari belajar yang merangsang daya
pikirnya dan akses kepada pengetahuan kepakaran semakin luas.

Bank BTPN mungkin hanya akan dikenal sebagai bank pensiunan jika mereka
tidak mau belajar dan berkembang, menyerah pada perubahan yang dinamis dan
kompetisi yang nyata, hingga mereka mengeluarkan Jenius. Jenius yang menarik
hati para millennials karena kemudahan pembukaan rekening, fitur-fitur menarik
yang kekinian juga desain yang eye catching dan memberi warna baru.

137
Tak hanya disebabkan oleh kompetisi dan perubahan, bersinergi juga menjadi
alasan sebuah organisasi perlu untuk terus belajar. Dalam penanganan Covid-19,
Sumatera Barat termasuk daerah yang berhasil menekan angka kasus Covid-19,
perlahan namun pasti. ‘Kuncinya ada disitu. Tracing, diswab kemudian sampelnya
dites di labor. Ada yang positif ditracing lagi, diswab dan diperiksa lagi. Begitu
seterusnya,’ kata dr. Andani Eka Putra (Kutipan Berita Kompas, 11/07/2020).
Pada ajang penghargaan Indonesia Award 2020, saat dr Andani mendapatkan
penghargaan kategori professional, dr. Andani menyampaikan ‘terakhir, yang
paling saya hormati, yang paling saya sayangi adalah tim kita di laboratorium,
Tim Covid Hunter Pusat Diagnostik dan Riset Penyakit Infeksi Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas, kita bekerja hampir 24 jam, mulai dari 200
sampel, 2000 sampel, 3000 sampel dan terakhir kita bisa menyelesaikan 5400
sampel per hari. Ini adalah suatu yang kita dasarkan pada semangat bagaimana
kita membayangkan membutuhkan hasil yang sangat cepat, hasil yang banyak
sehingga upaya kita dalam memutus mata rantai itu (Covid 19) dapat terlaksana
dengan baik.’ Keberhasilan dr. Andani dan timnya meningkatkan jumlah
spesimen yang dapat diperiksa adalah bukti sebuah learning organization, terlihat
dari kesatuan visi yang disampaikan dengan jelas oleh pemimpin tim tersebut,
mental model yang dibangun dan kerjasama tim yang dilakukan dengan baik.
Upaya-upaya itu pada akhirnya

Tantangannya adalah terbatasnya waktu dan kesempatan mengumpulkan ke enam


infinity stones tersebut. Kerja sama tim dan rasa saling percaya antar anggota
diperlukan saat itu agar tugas selesai dengan cepat dan efisien. Percaya bahwa
masing-masing dari mereka akan kembali dengan membawa infinity stone yang
mereka cari. Jika ada banyak asumsi dan praduga yang tidak diklarifikasi, satu
sama lain tidak akan pernah puas dengan pekerjaan teman lainnya, pekerjaan akan
semakin lama selesai dan belum tentu tujuan dapat digapai.

Tidak mudah memang menyatukan para superhero yang memiliki latar belakang,
karakter dan kemampuan berbeda-beda. Masing-masing dari mereka percaya diri
dengan kemampuannya dan mengesampingkan ego bukanlah hal yang mudah.
Perbedaan kebiasaan sebelumnya terkadang memicu perselisihan yang harus
segera diatasi. Dalam kasus The Avengers, terpecah dua kubu yaitu kubu Tony
Stark dan kubu Captain America. Captain America yang terbiasa berkoordinasi

138
berseteru dengan Tony Stark yang terbiasa bekerja sendiri. Namun, ketika muncul
masalah yang lebih besar yaitu Thanos, keduanya mampu mengesampingkan ego
mereka untuk bersatu dan bahu-membahu melawan Thanos. Mereka berhenti untuk
saling menonjolkan diri sendiri demi pemecahan masalah bersama. Meskipun
saling berbeda, mereka mulai untuk saling percaya, membawa nilai-nilai bersama,
berbagi visi bersama dan berbesar hati untuk bergerak sebagai sebuah tim.

Dalam sebuah tim yang anda berada didalamnya, setiap anggota berangkat dengan
ide dan mimpinya masing-masing, maka mulailah untuk berbagi mimpi, membuka
dialog tentang ide-ide kreatif, berceritalah. Saling berbicara akan memutus rantai
asumsi yang akan menjadi penghalang sebuah tujuan besar bersama. Jernihkan
lensa pandang anda dalam melihat sebuah realita dan merespon sebuah perubahan.

PENERAPAN PEMBELAJARAN 1
Kepatuhan terhadap penggunaan masker. Masyarakat cenderung masih abai dalam
memenuhi protokol kesehatan penggunaan masker saat beraktifitas diluar rumah
yang dicanangkan oleh pemerintah sebagai bentuk proteksi diri dalam masa
pandemi Covid-19. Dilihat dari sisi shared vision, masyarakat dan pemerintah
belum memiliki kejelasan visi bersama dalam penanggulangan pandemi Covid-19
melalui kebijakan penggunaan masker saat keluar rumah. Hal ini diperkuat dengan
pernyataan dari Menteri Kesehatan yang sempat menyatakan “siapa suruh beli
masker mahal-mahal yang diperuntukkan orang sakit?” dan WHO berulang kali
mengubah kebijakan standar masker yang dapat dipergunakan oleh masyarakat
dalam situasi Covid 19.
Dilihat dari sisi mental model, ketidakpatuhan ini dapat terjadi karena lensa yang
dipakai adalah lensa yang belum jernih, belum memiliki tanggung jawab bersama
dan saling tunjuk-menunjuk. Masyarakat menunjuk pemerintah karena tidak
memberikan kejelasan informasi tipe masker dan pemerintah menganggap
masyarakat tidak tunduk terhadap regulasi. Dilihat dari berpikir sistem,
ketidakpatuhan adalah dampak dari sebuah proses dimana sejak awal seorang
pemimpin tidak bersikap tegas terhadap upaya preventif yang sederhana dimulai
dari penggunaan masker sehingga informasi ini gagal dipahami oleh masyarakat
dan berakibat terhadap sikap atau perilaku yang diambil oleh masyarakat di
Indonesia. Seorang pemimpin dapat menjadi contoh bagi pengikutnya dengan

139
mengedukasi masyarakat melalui perbuatan dan tutur kata, sehingga nantinya
masyarakat mampu mencerna informasi dengan tepat dan mematuhi kebijakan
penggunaan masker.

Tingginya angka kematian akibat Covid-19 pada tenaga


medis Indonesia menempati urutan pertama positive rate
tertinggi di Asia. Dilihat dari sisi shared vision, bagaimana
Indonesia mengambil langkah untuk
menanggulangi pandemi Covid-19 ini apakah
memprioritaskan kepentingan kesehatan atau
menyelaraskan dengan kepentingan ekonomi.
Dilihat dari berpikir sistem, apabila ingin menekan
angka kematian Covid-19 pada tenaga medis yang
merupakan outcome atau impact dari sebuah proses
yang dimulai dari input, maka proses dan inputnya
menjadi hal penting untuk dipertimbangkan.
Penyebutan tenaga medis adalah garda terdepan merupakan
suatu kesalahan dimana seharusnya kekuatan promotif preventif
melekat pada masyarakat dapat menjadi ujung tombak.
Penyebutan tenaga medis adalah garda terdepan merupakan suatu
kesalahan dimana seharusnya kekuatan promotif dan preventif melekat pada
masyarakat dapat menjadi ujung tombak. Dilihat dari sisi mental model, angka
kematian Covid-19 pada tenaga medis dapat terjadi karena lensa yang digunakan
pemerintah maupun masyarakat Indonesia untuk memandang adalah lensa yang
belum jernih, belum memiliki rasa tanggung jawab bersama, masyarakat
menyalahkan tenaga medis dan begitu pula sebaliknya, pemerintah pusat
menyalahkan pemerintah daerah dengan segala kebijakan-kebijakannya. Salah satu
contohnya hal yang terjadi antara pemerintah pusat dengan pemerintah DKI
Jakarta. Hal tersebut dapat terjadi karena tidak adanya dialog antara kedua belah
pihak. Seharusnya kedua pihak berdialog dan membangunnya sebagai sebuah
personal mastery dan seharusnya dalam koordinasi dikuatkan work as a team.
Dengan demikian, secara bersama-sama dapat menganalisis akar permasalahan
timgginya angka kematian Covid-19 pada tenaga medis berdasarkan Root Cause
Analysis.

140
PENERAPAN PEMBELAJARAN 2
Menerapkan Prinsip Team Learning & Learning Organization
dalam Project OPBS: Pilahmakanmu.id

Pilahmakanmu.id merupakan suatu project


edukasi kesehatan mengenai fenomena
makanan dan perilaku makan serta
kaitannya terhadap kejadian penyakit tidak
menular di masyarakat. Project ini
diinisiasi oleh 6 orang mahasiswa dan
menggunakan platform Instagram sebagai
media edukasi. Pilahmakanmu.id berawal
dari keresahan sekelompok mahasiswa
akan meningkatnya masyarakat yang
menderita penyakit tidak menular dan tak
jarang salah satu penyebabnya berasal dari
pola makan yang tidak seimbang sehingga
mereka berharap dengan adanya project ini
mereka dapat membantu mencerdaskan
masyarakat agar lebih bijak dalam memilih makanan yang dikonsumsi melalui
konten-konten yang telah diberikan.
Dalam menggerakkan project ini, kelompok juga menerapkan salah satu disiplin
ilmu Peter Senge, yakni team learning. Project ini bermula dari diskusi interaktif
yang dilakukan oleh kelompok untuk membentuk ide, konsep, materi konten, dan
pembagian peran untuk setiap anggota secara online dengan memaksimalkan
penggunaan group chat (mengirim pesan secara daring) dan group call (bercakap-
cakap dari jarak jauh) untuk menyelaraskan dan menggali setiap pandangan tiap
anggota. Lalu, kelompok menentukan satu orang untuk menjadi pemimpin project
untuk membimbing kelompok mulai dari diskusi awal hingga terciptanya konten
dan desain secara bertanggung jawab dengan secara aktif mendengarkan pendapat
anggota kelompok. Beberapa anggota kelompok yang lain belajar menjadi anggota
yang kooperatif, dengan interaktif memberikan pendapat, menghargai pendapat
teman yang lain dan tidak memotong pembicaraan, menciptakan atmosfer saling
mendukung agar individu yang tadinya tertutup dapat turun serta untuk aktif
mencari ide-ide yang kreatif dan bermanfaat sehingga diskusi yang dilakukan

141
dapat terlaksana secara interaktif. Walaupun dalam keadaan pandemi, seluruh
anggota kelompok tetap mengoptimalkan peran dan mengerjakan bagian masing-
masing dengan maksimal agar tujuan kelompok dapat terpenuhi. Kelompok juga
tetap mengusahakan pengembangan kapasitas dan kualitas tim agar dapat
menciptakan kebermanfaatan bagi masyarakat melalui proses pembelajaran dan
tantangan yang dihadapi oleh kelompok selama project berlangsung.

PENERAPAN PEMBELAJARAN 3

Kelompok Tani Ternak yang berada di


dusun Timuk Belimbing, Pringgasela
Timur, kecamatan Pringgasela,
Lombok Timur, jauh dari Mataram,-
mencapai hingga 50 km dari pusat
ibukota provinsi Nusa Tenggara Barat
(NTB)-, sekilas terlihat biasa saja dan
tidak ada hal istimewa yang
membedakan dengan kelompok tani
lainnya. Kelompok Tani ini mungkin
tidak mendapatkan pembelajaran
formal mengenai cara berorganisasi dan
mengelola sebuah perkumpulan.
Namun ternyata mereka memiliki jiwa dan semangat untuk terus menerus
melakukan perbaikan di desanya, bahkan dengan cara-cara dan pendekatan yang
lazimnya dilakukan oleh mahasiswa yang mengenyam pendidikan di sebuah
perguruan tinggi. Pembelajaran dapat dilakukan dimanapun, kapanpun dan oleh
siapapun. Struktur organisasi yang dibentuk sederhana, rapih dan ramping yang
menandakan keefektifan sebuah organisasi dan mudah beradaptasi dalam
melakukan sebuah inovasi. Kelompok Tani Ternak Kebon Telaga sedang
mempelajari sebuah inovasi teknologi pembiakan “Satu Induk Satu Anak Satu
Tahun” yang bertujuan untuk meningkatkan produksi dan produktivitas sapi
potong agar dapat meningkatkan pendapatan peternak. KTT Kebun Telaga menjadi
sebuah kelompok percontohan untuk melakukan demonstrasi di Lombok Timur
(Bardono, 2020).

142
Focus Group Discussionini luar
biasa, dapat mengubah sumber
daya non-materi menjadi tindakan
nyata dengan kualitas pidato dan
bercerita oleh ketua kelompok
yang dengan cara yang sederhana
dan rendah hati, kita bisa merasa
kecil sebagai penonton yang
menyaksikan jalan yang
mencerahkan untuk kebaikan
bersama.
Seorang akademisi yang bernama Dr NH pun turut kagum dengan Pak Kadis yang
membuatnya terharu. Hal tersebut merupakan softskil yang tidak bisa kita dapatkan
hanya dengan belajar dari guru ataupun dosen, namun juga dengan pengembangan
diri, praktik, peka dan peduli dengan lingkungan sekitar.

Walau sederhana dan berada di


sebuah dusun, foto yang
memperlihatkan adanya 3 laptop
dengan layar terkembang penanda
level yang berbeda, menghadirkan
magnitudo gejolak kesibukan yang
dahsyat didampingi oleh kacang
dan singkong rebus serta kopi
menambah asyiknya rapat di lokasi
tersebut.

143
DAFTAR PUSTAKA
American Debate League. What is Debate? [Internet]. [cited 2019 Oct 17]. Available from:
http://www.americandebateleague.org/what-is-debate.html.
Anderson R, Baxter LA, Cissna KN. (2004). Dialogue: Theorizing Difference in Communication
Studies. United Kingdom: Sage Publication.
Anoop R.Menon.(2017). Rationalizing Outcomes : MentalModel-Guided Learning in Competitive
Marke : Harvard Bussiner School
Barnard, A. (2010). Continuous Improvement and Auditing. Di dalam J. F. Cox III & J. G. Schleier
Jr (Eds.), Theory of Consraints Handbook (pp. 404): McGraw Hill.
Bass BM, Bass R. (2008). The Bass Handbook of Leadership [Internet]. Fourth Edi. Free Press.
Available from: ‫ﻓﺮﻫﻨﮓ‬ ‫و‬ ‫رﺳﺎﻧﻪ‬ ‫=ﻫﺎی‬http://www.ghbook.ir/index.php?name
option=com_dbook&task=readonline&book_id=13650&page=73&chk&‫ﻧﻮﯾﻦ‬
hashk=ED9C9491B4&Itemid=218&lang=fa&tmpl=component
Bass, B.M & Riggio,R.E.(2006).Transformational leadership. New Jersey: LEA. Publlisers Marwah
Bass, B.M.(1990). Bass & Stogdill’s : Handbook of leadership. Theory,research & managerial
application”. 3 rd Ed. New York : The Free Press : A division of Macmillan, Inc.
Bertocci, David I. (2009). Leadership in Organizations: There Is a Difference between Leaders and
Managers. New York: University Press of America.
Bohm, Saral. (2004). David Bohm on Dialogue. Routledge. New York.
Cambridge Dictionary. Conversation [Internet]. [cited 2019 Oct 17]. Available from:
https://dictionary.cambridge.org/dictionary/english/conversation.
Chris Argyris. (2017). Integrating The Individual and The Organization. New York: Taylor &
Francis.
Decuyper, S., Dochy, F., & Van Den Bossche, P. (2010). Grasping The Dynamic Complexity of
Team Learning: An Integrative Model for Effective Team Learning in Organizations. Educational
Research Review. 5 (2): 111–133. doi:10.1016/j.edurev.2010.02.002.
Dettmer, H. W. (2007). The logical thinking process. A Systems Approach to Complex Problem
Solving. American Society for Quality.
Doggett, A. M. (2005). Root Cause Analysis: A Framework for Tool Selection. Quality
Management Journal, 12(4), 34-45.
Douglas J.Gilan.(2018). Mental Models: Structural Differences and the Role of Experience: Journal
Of Cognitive EngineeringAnd Decision Making Vol 12, Issue 4, 2018
Ernawati, E., Rachmi, A. T., & Wiyanto, S. (2014). Penerapan hand hygiene perawat di ruang rawat
inap rumah sakit. Jurnal Kedokteran Brawijaya, 28(1), 89-94.
Gharajedaghi J. (2012). System Thingking: Managing Chaos and Complexity. Vol. 66. Elsevier.
37–39 p.
Goldratt, E. M. (2010). Introduction to TOC-My Perspective. Di dalam J. F. Cox III & J. G.
Schleier Jr (Eds.), Theory of Consraints Handbook (pp. 3-9): McGraw Hill.
Goldratt, E. M., & Cox, J. (2016). The goal: A process of ongoing improvement. Routledge.
Goldratt, EM. (1999). Theory of Constraint.
Goleman, daniel; boyatzis, Richard; Mckee A. Leadership for A Better World. Vol. 53. Journal of
Chemical Information and Modeling. San Fransisco: 2019. 1689–1699 p.
Hughes, Richard L., Beatty, Katherine Colarelli. (2005). Becoming a Strategic Leader: Your Role in
Your Organization’s Enduring Success. Jossey-Bass. USA.
Indi Young. (2008). Mental Models: Aligning Design Strategy with Human Behavior. New York:
Rosenfeld Media.
Jacobus.(2016). Leading in a VUCA World. Contributions to Management Science
Jenlink PM, Banathy BH. (2008). Dialogue as a Collective Means of Design Conversation. 1–385
KBBI. Debat [Internet]. [cited 2019 Oct 17]. Available from: https://kbbi.web.id/debat.
KBBI. Diskusi [Internet]. Available from: https://www.kbbi.web.id/diskusi
Laura Edgar, EdD, CAE. Better Decision-Making: Shared Mental Models and the Clinical
Competency Committee
Marquardt, Michael J. (2002). Building the Learning Organization: Mastering the 5 Elements for
Corporate Learning. USA: Davies-Black Publishing, Inc.
Masa Magzan. (2012). Mental Models For Leadership Effectiveness: Building Future Different
Than The Past. Journal Of Engineering Management And Competitiveness (Jemc) Vol. 2. No. 2.
2012. 57-63 p.
Master Facilitator Journal. Evolution of Dialogue [Internet]. (2001). [cited 2019 Oct 17]. Available
from: http://www.masterfacilitatorjournal.com/dialogue.html
Mc Tear, Michael F. (2004). Spoken Dialogue Technology: Toward the Conversational User
Interface. Ireland: Springer.
Natalie A. Jones, Mental Models: An Interdisciplinary Synthesis of Theory and Methods. Ecology
and Society16 (1): 46. [online] Available from: http://www.ecologyandsociety.org/vol16/iss1/art46/
Oxford Learning Dictionary. Debate [Internet]. [cited 2019 Oct 17]. Available from:
https://www.oxfordlearnersdictionaries.com/definition/english/debate_.
Oxford Learning Dictionary. Debate [Internet]. [cited 2019 Oct 17]. Available from:
https://www.oxfordlearnersdictionaries.com/definition/english/debate_1
Oxford. (2020). Constraint. Retrieved from
https://www.oxfordlearnersdictionaries.com/definition/english/constraint
Pertiwi, A. S., & Rochmah, T. N. (2019). Implementation of Theory of Constraint on Waiting Time
of Prescription Service. Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia, 7(1), 1-8.
Scouller, J. (2011). The Three Levels of Leadership: How to Develop Your Leadership Presence,
Knowhow and Skill. Cirencester: Management Books 2000.
Senge P. The Fifth Discipline: The Art and Practice of The Learning Organization. Vol. 66. (2012).
37–39 p.
Senge, P. M. (2014). The fifth discipline field book: Strategies and tools for building a learning
organization. Currency.
Senge, Peter M. (1990). The Fifth Discipline: The Art and Practice of The Learning Organization.
Currency Doubleday. New York.
Senge, Peter M. (2004). The Fifth Discipline: The Art and Practice of the Learning Organization.
New York: Doubleday.
Shane Parrish. (2019). The Great Mental Models: General Thinking Concepts. Ottawa: Latticework
Publishing Inc.
Suprayogi, R. A. (2008). Mentransformasikan Organisasi menjadi Leanrning Organizations,
www.sditalqalam.wordpress.com
The Co Intelligence Institute. Dialogue [Internet]. (2003). [cited 2019 Oct 16]. Available from:
https://www.co-intelligence.org/P-dialogue.html.
Thompson, Leigh. (2011). Making the team. Chapter II Performance and Productivity: Team
Performance Criteria and Threats to Productivity."
Van Der Vegt, Gerben; Bunderson, J. Stuart. (2005). "Learning and Performance in
Multidisciplinary Teams: The Importance of Collective Team Identification" (PDF). Academy of
Management Journal. 48 (3): 532–547. doi:10.5465/AMJ.2005.17407918. [Accessed on October 12
2015].
Wadhwa, G. (2010). Viable Vision for Health Care Systems. Di dalam J. F. Cox III & J. G. Schleier
Jr (Eds.), Theory of Consraints Handbook (pp.906-9): McGraw Hill.

Anda mungkin juga menyukai