Anda di halaman 1dari 3

D.

Larangan Terhadap Transaksi yang Tidak Sah Akatnya

Industri keuangan non-bank syariah (IKNB Syariah) memiliki prinsip dalam menjalankan operasional
usahanya. Prinsip-prinsip ini harus ditaati dalam rangka menjaga ke-syariah-an kegiatan dan institusi
tersebut.

Dalam kehidupan kita sehari-hari, banyak sekali transaksi yang kita lakukan demi menunjang kelancaran
pemenuhan kebutuhan rumah tangga hingga kelancaran bisnis kita. Ada transaksi yang dilarang ada
transaksi yang diperbolehkan, baik dari sisi legalitas hukum positif maupun sisi syariat Islam.

Transaksi yang dilarang oleh hukum positif sudah pasti juga dilarang oleh syariat Islam. Namun transaksi
yang dilarang oleh syariat Islam belum tentu dilarang oleh hukum positif. Merujuk dari buku
“Membongkar Rahasia Bank Syariah” yang disusun oleh Ahmad Ifham (2016) mari kita bahas beberapa
hal terkait transaksi terlarang dalam syariat Islam.

Di dalam syariat Islam, transaksi terlarang terdiri dari haram zat, haram transaksi, dan tidak sah akadnya.
Yang dimaksud haram zat adalah haram dari sisi obyek transaksinya, misalnya daging babi, khamr
(alkohol), bangkai, darah, dan lainnya. Kemudian yang termasuk haram transaksi adalah transaksi yang
didalamnya mengandung unsur penipuan (tadlis), ketidakpastian (gharar), manipulasi permintaan,
manipulasi penawaran, riba, suap, zero sum game.

Sedangkan yang termasuk tidak sahnya akad adalah tidak terpenuhinya rukun dan syarat akad, dua jual
beli dalam satu jual beli, dan lain-lain.

• Transaksi penipuan (tadlis) terjadi ketika ada informasi yang tidak diketahui pihak lain secara adil dan
fair.

• Transaksi ketidakpastian (gharar) terjadi jika ada ketidakpastian dari kedua belah pihak yang
bertransaksi terkait kuantitas, kualitas, harga, dan waktu.
• Ihtikar atau rekayasa pasar dalam supply (penawaran) terjadi bila seseorang penjual mengambil
keuntungan di atas keuntungan normal dengan cara mengurangi supply agar harga jual produk naik.
Terjadi penimbunan barang.

• Bay’ Najasy atau rekayasa pasar dalam demand (permintaan) terjadi apabila produsen/pembeli
menciptakan permintaan palsu agar harga barang di pasar naik.

• Riba Pinjaman terjadi jika pinjaman di awal disyaratkan ada kelebihan pada saat pengembalian atas
pinjaman tersebut.

• Riba utang piutang. Jika hutang dibayar secara tempo/angsuran dan saat pemilik hutang telat
membayar dikenakan kelebihan pembayaran.

• Riba jual beli. Jika transaksi jual beli dibayar secara tempo atau angsuran dan saat pembeli telat
membayar dikenakan kelebihan pembayaran.

• Riba barang ribawi. Barang ribawi ada 6 yaitu emas, perak, gandum, jewawut, kurma, dan garam.
Pertukaran barang ribawi sejenis (emas dengan emas, perak dengan perak, dan seterusnya) harus sama
timbangan atau takarannya serta dilakukan secara tunai, jika tidak maka riba. Pertukaran barang ribawi
yang tidak sejenis boleh tidak sama timbangannya dan harus dilakukan secara tunai, jika tidak maka riba.

• Zero Sum Game atau judi (maisir) adalah permainan yang menempatkan salah satu pihak harus
menanggung beban pihak lain akibat permainan tersebut.

• Suap (risywah) adalah memberi sesuatu kepada pihak lain untuk mendapatkan sesuatu yang bukan
haknya.

• Transaksi zhalim yaitu transaksi yang tidak pada tempatnya, ada pihak yang tersakiti, dirugikan, dan
tidak adil.
Zat haram tetaplah haram. Namun, transaksi haram bisa dihalalkan dengan cara menempatkan kembali
transaksi sebagaimana yang seharusnya sesuai rukun, syarat, skema, dan risikonya. Apabila sudah tidak
dapat disesuaikan dengan syariat Islam berarti transaksi tetap haram.(*)

Tulisan ini merujuk dari buku 'Membongkar Rahasia Bank Syariah' (Ahmad Ifham, 2016)

Anda mungkin juga menyukai