Anda di halaman 1dari 25

Lompat ke konten

PROTEKSI TANAMAN

Fakultas Pertanian Universitas Jember

Menu

Kearifan Lokal “Gropyokan Tikus” dalam Pengendalian Hama Tikus Sawah Rattus argentiventer

DIPOSKAN PADA NOVEMBER 28, 2020 OLEH PROTEKSI TANAMAN

Gropyokan-Tikus

oleh : Ahmad Mauladi dan Listya Purnamasari

Keadaan ketahanan pangan nasional berpengaruh besar terhadap kehidupan sosial, ekonomi, dan
politik Indonesia. Padi merupakan salah satu komoditi di Indonesia yang masih banyak digeluti oleh
jutaan petani. Ketergantungan rakyat Indonesia pada petani padi sampai saat ini masih tinggi walaupun
diversifikasi pangan lokal lain seperti singkong, sagu, ubi dan lainlainnya sudah mulai digalakkan.
Masyarakat Indonesia masih menganggap beras merupakan makanan pokok utama yang memiliki
gengsi tinggi dibandingkan makanan pokok lain seperti talas, singkong, dan ubi jalar (Manginsela et al,
2018).

Salah satu unsur penting dalam upaya mewujudkan ketahanan pangan nasional adalah dengan
meningkatkan produktivitas tanaman padi. Peningkatan indeks pertanaman padi seperti yang biasa
dilakukan oleh petani yaitu 3 kali dalam setahun dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas padi
namun terkadang menimbulkan permasalahan lain yaitu meningkatnya populasi hama seperti tikus
sawah (Siregar et al., 2020). Keengganan petani melakukan sistem tanam serempak juga mengakibatkan
hama tikus meningkat.

Tikus sawah (Rattus argentiventer) merupakan hama utama tanaman padi dengan efek kerusakan yang
dapat terjadi mulai dari fase persemaian, fase generative hingga fase penyimpanan di gudang, dengan
kerusakan kuantitatif yaitu penurunan bobot produksi akibat dikonsumsi tikus hingga kerusakan
kualitatif yaitu adanya kontaminasi kotoran maupun mikroorganisme lainnya yang terbawa oleh tikus
(Bari, 2017). Rata-rata tingkat kerusakan tanaman padi akibat serangan hama tikus ini mencapai 20-50%
per tahun. Pengendalian hama ini relatif lebih sulit karena sifat biologi dan ekologinya yaitu tubuhnya
yang fleksibel, mudah beradaptasi, mudah berkembangbiak dengan sifat prolifik yaitu beranak lebih dari
5 ekor dengan waktu kebuntingan yang singkat yaitu 21-24 hari (Syamsuddin, 2007) serta memiliki
tempat persembunyian yang sulit dijangkau manusia.

Selain menjadi penyebab kerusakan dan penurunan produktivitas tanaman padi, hama tikus juga
berpotensi menjadi agen penularan beberapa penyakit ke manusia seperti penyakit pes, leptospirosis,
hantaan virus, scrubtypus, murine thypus, dan salmonellosis (Isnani, 2016). Hama tikus selalu
menimbulkan masalah karena pengendalian yang tergolong terlambat. Petani biasanya mulai
mengendalikan atau membasmi setelah terjadi serangan. Selain itu, ledakan populasi tidak dapat
diantisipasi sebelumnya karena monitoring yang lemah sehingga menyebabkan kerugian yang besar. Tak
jarang juga pengendalian dilakukan terbatas, tidak berkelanjutan, dan terkadang terjadi ketidak
kompakan antar petani serta masih melekatnya mitos kedaerahan.

Strategi yang dapat dilakukan dalam pengendalian hama tikus sawah perlu dilakukan pada awal musim
tanam secara intensif dan berkelanjutan sebelum tikus berkembangbiak. Fase generatif yaitu pada masa
tanaman padi bunting merupakan fase awal pemicu perkembangbiakan tikus. Saat padi bunting, tikus
akan memakan dan merusak titik tumbuh atau memotong pangkal batang serta memakan bulir gabah
bahkan terkadang rumpun padi bisa habis dikonsumsi. Pada fase padi bunting, tanaman padi
mengeluarkan aroma tertentu dan bulir padi belum mengalami proses pengerasan fisik pada bagian
kulit sehingga lebih mudah untuk dikonsumsi, selain itu kandungan karbohidrat yang ada pada padi pada
masa transisi dari substansi cairan ke bentuk padat, cenderung lebih disukai oleh tikus (Sudarmaji dan
Herawati, 2017).

Pengendalian hama ini dapat dilakukan dengan berbagai cara. Mulai dari yang murah hingga yang
mahal. Beberapa langkah yang dapat dilakukan diantaranya dengan pengasapan atau pengemposan
dengan alat alfostran yang merupakan alat peledak berbentuk corong yang tertutup diisi dengan
belerang atau solfatara, pembuatan rumah burung hantu sebagai hewan pemangsa tikus sawah,
penggropyokan dengan melakukan kegiatan gotong royong petani dalam memberantas tikus dan
menggunakan umpan beracun atau perangkap tikus. Penggendalian tikus sawah dengan menggunakan
racun atau pengemposan dinilai kurang diminati oleh masyarakat karena biaya yang dikeluarkan
cenderung lebih mahal dibanding dengan penggropyokan.

Kegiatan gropyokan tikus selain memiliki tujuan utama dalam membasmi hama tikus juga memiliki
kebermanfaatan lain. Kearifan lokal ini menumbuhkan sikap gotong royong antar para petani dan
sebagai ajang silaturahmi. Kegiatan ini memang tergolong tradisional dan kuno namun seringkali lebih
bersifat efektif, sederhana, murah serta ramah lingkungan. Pelaksanaan kegiatan gropyokan oleh para
petani dilakukan dengan menggunakan alat-alat yang sederhana seperti kayu, cangkul, besi, ember, dan
lainnya tanpa menggunakan senyawa kimia seperti pestisida. Kegiatan ini sangat mengandalkan
kekompakan dari para petani. Menurut Azizah (2020), kegiatan gropyokan tikus memiliki dimensi moral
karena pelaksanannya tidak dapat dilakukan secara individu sehingga gaya hidup gotongroyong dan
tolong-menolong tergambar dalam etika kearifan lokal petani dalam pemberantasan tikus metode ini.

Untuk itu, dapat disimpulkan bahwa pengendalian tikus sawah dengan kearifan lokal dapat dilakukan
dengan kegiatan gropyokan tikus untuk mengendalikan dampak serangan hama tikus sehingga
produktivitas tanaman padi dapat meningkat serta menghindarkan petani maupun masyarakat sekitar
persawahan dari tertular penyakit yang dibawa oleh tikus. Melalui kegiatan ini, tercermin kearifan
budaya lokal tradisional yang murah, mudah, sederhana, ramah lingkungan dan mempererat silaturahim
antar para petani.

Daftar Pustaka

Azizah, S.N. 2015. Pemberantasan Hama Tikus di Desa Kebalanpelang Kecamatan Babat Kabupaten
Lamongan. Skripsi. Universitas Airlangga.

Bari I.N. 2017. Pengaruh Suara Predator Terhadap Metabolisme Dan Aktivitas Harian Tikus Sawah
(Rattus argentiventter) Di Laboratorium. Jurnal Agrikultura. 28(3): 157-160.

Isnani, T. 2016. Perilaku Masyarakat Pada Pengendalian Tikus Di Daerah Beresiko Penularan
Leptospirosis Di Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. Jurnal Ekologi Kesehatan 15 (2): 107 – 114.

Manginsela, E.P., Porajouw, O, dan Sagay B.A.B. 2018. Ketahanan Pangan Petani Padi Sawah: Sebuah
Penelitian Terapan Untuk Menemukan Model Garis

Ketahanan Pangan Di Sulawesi Utara. Agri-SosioEkonomi 14(3): 193 – 202

Siregar, H.M., Priyambodo, S., dan Hindayana, D. 2020. Preferensi Serangan

Tikus Sawah (Rattus argentiventer) Terhadap Tanaman Padi. Agrovigor, 13(1): 16 – 21.

Sudarmaji, dan Herawati N.A. 2017. Perkembangan Populasi Tikus Sawah Pada

Lahan Sawah Irigasi Dalam Pola Indeks Pertanaman Padi 300. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman
Pangan. 1(2):125-132

2007. Tingkah Laku Tikus Dan Pengendaliannya. In Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI
dan PFI XVIII Komda SulSel. 179–185.
DIPOSKAN DI POSTER

TAG GROPYOKAN TIKUS

Cari untuk:

Cari …

ARTIKEL BERDASARKAN KATEGORI

Artikel Berdasarkan Kategori

Pilih Kategori

BERITA & OPINI TERBARU

Mahasiswa Proteksi Tanaman Universitas Jember Raih Beasiswa di Newyork, USA

Pedoman Pendidikan Program Diploma dan Sarjana Universitas Jember Tahun Akademik 2020/2021

Progam Studi Proteksi Tanaman UNEJ Selenggarakan Internasional Webinar Bertajuk Virus Sebagai
Sahabat Petani

Ciptakan Layanan Edutech, Mahasiswa Proteksi Tanaman Raih Juara 2 Pemilihan Pemuda Pelopor 2020

Teknologi Drone Bioakustik Untuk Pengendalian Hama Burung Dipersawahan

Inovasi Pengendalian S. frugiperda Berbasis PHT pada Tanaman Jagung Menggunakan Agen Hayati M.
anisopliae

Jenis-Jenis Musuh Alami Opt Pada Hama Tanaman

Insektisida Berbasis Fungi Entomopatogen Beauveria bassiana dan Cordycep militaris Untuk
Pengendalian Hama Plutella xylostella

Pestisida Nabati Dari Suku Myrtaceae Koleksi Kebun Raya Cibodas

Pemanfaatan Burung Hantu (Tyto alba) Sebagai Predator Alami Tikus Sawah (Rattus argentiventer)

Copyright © 2021 PROTEKSI TANAMAN – OnePress tema oleh FameThemes

Proses Komunikasi Pertanian yang Efektif


Sebuah proses komunikasi tentunya perlu berjalan dengan efektif supaya isi pesan tersampaikan dengan
baik dan tujuan proses itu dapat tercapai. Begitu juga dengan proses komunikasi pertanian, perlu
dilakukan upaya-upaya agar proses tersebut berjalan dengan efektif.

Proses penyampaian pesan dalam komunikasi pertanian perlu memperhatikan berbagai aspek seperti
sikap, pemikiran, dan perasaan penerima pesan untuk dapat melakukan penyamaan makna. (Baca juga:
Pola Komunikasi Organisasi)

Pada dasarnya, proses komunikasi pertanian (terutama pada penyuluhan pertanian) memiliki beberapa
tahap, yaitu:

Menciptakan kesadaran, yaitu upaya yang dilakukan untuk menarik perhatian dan menimbulkan
kesadaran para penerima pesan (petani) mengenai adanya sesuatu yang baru. (Baca juga: Sistem
Komunikasi Indonesia)

Menggugah perasaan, yaitu upaya untuk menimbulkan perasaan terbuka pada petani akan sesuatu yang
baru, yang sudah disadari pada tahap sebelumnya. Sehingga para petani memiliki kemauan untuk
mengetahui dan belajar lebih banyak.

Membangkitkan keinginan, yaitu upaya untuk menumbuhkan keinginan dalam diri para petani untuk
melakukan hal-hal baru yang disampaikan dalam kegiatan penyuluhan pertanian. (Baca juga: Hambatan-
Hambatan Komunikasi)

Meyakinkan, yaitu upaya untuk meyakinkan para petani untuk yakin, tidak ragu, dan tidak takut untuk
melakukan hal-hal baru.

Menggerakkan, yaitu upaya yang dilakukan untuk mendorong para petani melakukan cara atau hal baru
yang diajarkan, dan dapat mempraktekkannya secara berkelanjutan. (Baca juga: Komunikasi Visual)

Setelah menjalani tahapan dalam komunikasi pertanian tersebut, perlu diperhatikan lebih lanjut
bagaimana cara pendekatan yang dilakukan agar proses komunikasi berjalan efektif. Berikut adalah
metode pendekatan yang dapat dilakukan agar komunikasi pertanian berjalan dengan efektif:

Metode pendekatan kelompok, yaitu metode memberikan penyuluhan pertanian dengan


mengelompokkan para petani berdasarkan lokasi tempat tinggal, atau hamparan sawah yang dimiliki.
(Baca juga: Filsafat Komunikasi)
Metode pendekatan massa, yaitu metode pemberian penyuluhan yang dilakukan massal dan dapat
menjangkau target yang lebih luas dengan menggunakan media massa seperti televisi, surat kabar, dan
lain sebagainya. (Baca juga: Komunikasi Gender)

Metode pendekatan individu, yaitu metode pendekatan dengan melakukan komunikasi langsung kepada
sasaran seperti berdialog dengan para petani. Dengan begitu, informasi yang disampaikan lebih tepat
sasaran dan terarah meski tidak bisa langsung menjangkau banyak orang. (Baca juga: Teori Media Baru)

Setelah melakukan proses komunikasi yang disesuaikan dengan metode pendekatannya, kita dapat
menilai apakah proses komunikasi yang telah dilakukan berjalan efektif atau tidak. Keefektifan proses
komunikasi pertanian dapat dilihat dari beberapa faktor berikut:

Pemahaman, Apakah para sasaran atau petani sudah memahami dengan jelas isi pesan dan informasi
yang disampaikan dalam proses penyuluhan pertanian? (Baca juga: Komunikasi Persuasif)

Kesenangan, Apakah para petani merasa senang setelah mengetahui informasi yang diberikan?

Pengaruh pada sikap. Apakah sikap dan perilaku para petani mengalami perubahan setelah diberikan
informasi mengenai hal-hal baru? (Baca juga: Etika Komunikasi)

Hubungan yang membaik, Apakah hubungan yang terjalin antara petani dan pemberi penyuluhan
semakin baik setelah pemberian informasi tersebut?

Tindakan, Apakah ada tindakan lebih lanjut yang dilakukan petani setelah diberikan pemahaman dan
informasi penyuluhan pertanian? (Baca juga: Komunikasi yang Efektif)

BERANDA PERTANIAN

Praktikum Penyuluhan Pertanian

Agustus 20, 2013

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Kegiatan Praktikum


Penyuluhan adalah proses aktif yang memerlukan interaksi antara penyuluh dan yang disuluh agar
terbangun proses perubahan “perilaku”. Dengan kata lain, kegiatan penyuluhan tidak terhenti pada
“penyebarluasan informasi”, dan “memberikan penerangan”. Tetapi merupakan proses yang dilakukan
secara terus menerus, sekuat tenaga dan pikiran, memakan waktu dan melelahkan, sampai terjadinya
perubahan perilaku yang ditunjukkan oleh penerima manfaat penyuluhan yang menjadi klien
penyuluhan.

Seorang petani sangat membutuhkan penyuluh yang dapat memberikan infomasi melalui kegiatan
penyuluhan mengenai cara perbaikan lahan pertanian dengan berbagai teknologi modern yang akan
diperkenalkan kepada petani agar petani dapat menggunakan teknologi baru tersebut untuk
mempermudah dan memperlancar kegiatan pertanian. Adapun arti dari penyuluhan yaitu proses
penyebarluasan informasi yang berkaitan dengan upaya perbaikan cara-cara bertani dan berusahatani
demi tercapainya peningkatan produktivitas. Telah lama dipahami bahwa penyuluhan merupakan
proses pendidikan, tetapi dalam sejarah penyuluhan pertanian di Indonesia, terutama selama periode
pemerintahan Orde Baru, kegiatan penyuluhan lebih banyak dilakukan dengan pendekatan kekuasaan
melalui kegiatan yang berupa pemaksaan, sehingga muncul gurauan dipaksa, terpaksa, akhirnya
terbiasa. Terhadap kenyataan seperti itu, semua insan penyuluhan harus kembali untuk menghayati
makna penyuluhan sebagai proses pendidikan.

Seorang mahasiswa Fakultas Pertanian perlu mengetahui kegiatan dalam lingkup pertanian yaitu melalui
proses kegiatan Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian agar dapat menambah wawasan dan
keterampilan mahasiswa dalam menyampaikan berbagai inovasi baru. Melalui proses penyuluhan yang
baik, akan semakin banyak petani yang melakukan dan menerapkan informasi yang telah diterimanya
melalui kegiatan penyuluhan. Kegiatan praktikum yang dilaksanakan mahasiswa Pertanian, nantinya
dapat melahirkan penyuluh yang berkualitas, yang memberikan banyak informasi penting mengenai
cara bercocok tanam kepada pertanian sehingga petani dapat meningkatkan produksi hasil pertanian
untuk mensejahterakan masyarakat petani melalui upaya peningkatan hasil usaha tani maka akan
meningkatkan pendapatan bagi Negara melalui ekspor beras ke luar negeri. Bagi mahasiswa Fakultas
Pertanian pada khususnya, dilaksanakan untuk meningkatkan wawasan dan informasi mengenai
kegiatan penyuluhan pertanian.

B. Tujuan Praktikum

Tujuan dilaksanakannya praktikum Penyuluhan Pertanian adalah agar mahasiswa mempunyai


kemampuan sebagai berikut:

1 1. Mengetahui secara langsung praktik kegiatan penyuluhan pertanian yang dilakukan oleh
Penyuluh Pertanian Lapang (PPL).

2. Mampu menyusun materi penyuluhan secara tepat berdasarkan kebutuhan sasaran, lengkap
dengan alat bantu dan alat peraganya.

C. Manfaat Praktikum
Praktikum Penyuluhan Pertanian di Desa Kemasan, Kecamatan Polakarto, Kabupaten Sukoharjo
diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:

1. Bagi Mahasiswa

Manfaat diadakannya praktikum Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian bagi mahasiswa adalah
sebagai berikut:

a. Mahasiswa lebih terampil dalam menyampaikan analisis, penjelasan-penjelasan dan evaluasi


kepada sasaran.

b. Mahasiswa mampu berpikir kritis terhadap permasalahan yang dihadapi sasaran penyuluhan.

c. Mahasiswa dapat meningkatkan kualitas usaha pertanian pada tempat pelaksanaan praktikum
sehingga dapat menigkatkan kualitas hidup petani sesuai dengan tujuan dari penyuluhan.

d. Mahasiswa dapat membantu tugas pemerintah daerah dalam melakukan peningkatan kualitas
hidup masyarakat terkait fungsi pengabdian masyarakat.

2. Bagi Petani

Manfaat diadakannya praktikum Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian bagi petani adalah sebagai
berikut:

a. Petani mendapat informasi baru tentang pertanian sehingga dapat menyelesaikan masalah yang
dihadapinya saat ini.

b. Petani dapat meningkatkan penghasilannya sehingga kualitas hidup petani pun dapat ikut naik.

c. Petani dapat saling sharing dengan petani lain dan juga penyuluh.

d. Memacu masyarakat petani untuk lebih berani mencoba teknologi baru demi meningkatkan hasil
pertanian mereka.

3. Bagi Pemerintah

Manfaat diadakannya praktikum Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian bagi pemerintah adalah sebagai
berikut:

a. Tugas pemerintah dalam usaha meningkatkan kesejahteraan petani, dapat terbantu dengan
kegiatan penyuluhan ini.

b. Pemerintah dapat mengetahui permasalahan apa yang dihadapi oleh masyarakat terkhusus petani
di desa tersebut.

c. Pendapatan pemerintah dapat bertambah karena kualitas hidup masyarakat meningkat.

d. Membantu melancarkan program penyuluhan pertanian.


II. LANDASAN TEORI

A. Penyuluhan Pertanian

Penyuluh pertanian yang profesional adalah penyuluh yang tahu secara mendalam tentang materi apa
yang disuluhkan, cakap dalam cara menyuluhnya (metodologis) sehingga efektif, efisien dan
berkepribadian baik. Agar penyuluhan pertanian menjadi jabatan profesi dan para penyuluh pertanian
menjadi profesional maka seorang penyuluh pertanian diharapkan mampu berperan sebagai: (1) agen
perubahan dan pembaharuan sosial di lingkungan masyarakat, (2) organisator, fasilitator pembelajaran
masyarakat tani, (3) bertanggungjawab secara professional untuk secara terus menerus meningkatkan
kompetensinya/kecakapannya baik kompetensi substantive, metodologis dan sosial. Untuk mewujudkan
itu semua penyuluh pertanian dituntut untuk selalu belajar secara mandiri maupun mengikuti diklat
(pendidikan dan pelatihan) (Nuning, 2013).

Penyuluhan pertanian merupakan upaya pemberdayaan petani dan keluarganya beserta masyarakat
pelaku Agribisnis melalui kegiatan pendidikan non formal dibidang pertanian, agar mampu menolong
dirinya sendiri baik dibidang ekonomi, sosial maupun politik, sehingga mampu meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan keluarganya. Sedang menurut Undang-Undang No.16 Tahun 2006
tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (SP3K), bahwa pengertian penyuluhan
merupakan proses pembelajaran bagi pelaku utama pertanian serta pelaku usaha agar mau dan mampu
menolong serta mengorganisasikan pelaku-pelaku tersebut dalam mengakses informasi-informasi pasar,
teknologi, permodalan dan sumber daya lainnya sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas,
efisiensi usaha, pendapatan dan kesejahteraannya serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian
fungsi lingkungan hidup (Suradisastra, 2006).

Peran penyuluh pertanian merupakan ilmu terpakai yang mengemukakan teori-teori, prosedur dan cara-
cara tertentu dalam menyampaikan inovasi yang diperoleh dari hasil penelitian kepada para petani
melalui proses pendidikan non formal. Melalui penyuluhan dibekali pengetahuan praktis guna
menghadapi tantangan yang akan sedang mereka hadapi. Peran penyuluhan pertanian adalah
perubahan perilaku petani melalui pendidikan, proses perkembangan dirinya sebagai individu, hingga
memungkinkan dirinya berpartisipasi dalam kehidupan sosial untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat pada umumnya

(Risna et al., 2012).

Penyelenggaraan penyuluhan pertanian saat ini diharapkan mampu menjembatani fenomena yang
terjadi di lingkungan petani dengan perkembangan ilmu pengetahuan, baik sifatnya temporer maupun
tetap. Penyuluh pertanian sebagai ujung tombak penyelenggaraan pembangunan pertanian diharapkan
mampu menterjemahkan kebijakan pemerintah dengan keinginan masyarakat tani dan tentunya
disesuaikan dengan kondisi geografisnya. Untuk itu, sudah sepatutnya para penyuluh pertanian dan
calon-calon penyuluh pertanian dibekali dengan ilmu-ilmu pengetahuan teori aplikatif dan terkini
dengan harapan dapat memajukan pertanian Indonesia pada akhirnya (Abubakar dan Amelia, 2010).

Penyuluh pertanian sebagai “ujung tombak” pembangunan pertanian memiliki tingkat pengetahuan
tertentu, dan untuk keperluan kegiatannya mungkin masih memerlukan tambahan pengetahuan atau
masukan baru. Masukan baru tersebut antara lain berupa informasi teknologi hasil penelitian yang
dapat diperoleh dari berbagai media penyebarluasan informasi. Dengan demikian, media tersebut
merupakan sumber informasi bagi penyuluh untuk mendukung kegiatannya, antara lain menyusun
programa dan rencana penyuluhan, membuat petunjuk teknis, serta menyusun materi penyuluhan atau
materi pengajaran pada kursus tani. Seseorang akan memilih alur penyampaian informasi yang paling
memenuhi kebutuhannya, paling menyenangkan baginya, dan paling cepat. Dengan demikian, penyuluh
akan memilih media yang sesuai dengan kebutuhannya, dalam arti informasi sesuai dengan kebutuhan
atau mendukung tugasnya (Heryati, 2004).

Penyuluhan sebagai proses pembelajaran (pendidikan nonformal) yang ditujukan untuk petani dan
keluarganya memiliki peran penting di dalam pencapaian tujuan pembangunan bidang pertanian.
Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) sebagai komunikator pembangunan diharapkan dapat bermain
multiperan, sebagai guru, pembimbing, penasehat, penyampai informasi dan mitrapetani. Karena itu,
peningkatan kinerja PPL sangat penting di dalam mempertahankan kelangsungan program penyuluhan
di tingkat lapangan (Aida dan Hubeis, 2007).

B. Metode dan Teknik Penyuluhan

Metode penyuluhan pertanian dapat diartikan sebagai cara atau teknik penyampaian materi
penyuluhan kepada pelaku utama dan pelaku usaha beserta keluarganya baik secara langsung maupun
tidak langsung agar mereka lebih mudah memahami dan dapat mempermudah penerapan suatu
inovasi. Dengan metode penyuluhan, penyampaian materi penyuluhan dapat dilakukan secara
sistematis, sehingga materi tersebut dapat dimengerti dan diterima sasaran. Pemilihan metode
penyuluhan harus berdasarkan pada kemampuan seseorang karena kemampuan seseorang untuk
mempelajari sesuatu berbeda-beda, demikian juga terhadap perkembangan mental mereka, keadaan
lingkungan dan kesempatannya berbeda-beda. Oleh karena itu perlu ditetapkan suatu metode
penyuluhan pertanian yang berdaya guna dan berhasil guna (Totok, 2009).

Metode Penyuluhan Pertanian adalah cara penyampaian materi (isi pesan) penyuluhan pertanian oleh
penyuluh pertanian kepada petani beserta anggota keluarganya baik secara langsung maupun tidak
langsung agar mereka tahu, mau dan mampu menggunakan inovasi baru. Tujuan pemilihan metode
penyuluhan adalah agar penyuluh pertanian dapat menetapkan suatu metode atau kombinasi beberapa
metode yang tepat dan berhasil guna, agar kegiatan penyuluhan pertanian yang dilaksanakan untuk
menimbulkan perubahan yang dikehendaki yaitu perubahan perilaku petani dan anggota keluarganya
dapat berdaya guna dan berhasil guna (Erwin, 2011).

Komunikasi dan metode penyuluhan yang dipakai merupakan hal terpenting dalam suatu kegiatan
penyuluhan agar terciptanya kondisi yang diharapkan dari kegiatan penyuluhan tersebut. Namun dalam
proses penyuluhan ini dibutuhkan keahlian dan keterampilan berkomunikasi bagi seorang penyuluh
dalam mensosialisasikan program-program yang ingin dijalankan. Penyuluh harus mempunyai metode
komunikasi penyuluhan yang efektif bagi kegiatan penyuluhan itu sendiri serta tingkat pendidikan
seorang penyuluh sangat mempengaruhi efektivitas penyuluh (Anuar, 2012).

Pemilihan metode dan teknik penyuluhan pertanian didasari tingkat kemampuan penerimaan panca
indera dan tahapan adopsi yang meliputi kesadaran, minat, menilai, mecoba dan menerapkan. Dasar
pertimbangan pemilihan metode dan teknik penyuluhan pertanian meliputi keadaan sasaran, sumber
daya penyuluhan, keadaan wilayah dan kebijakan pembangunan pertanian. Ragam metode dan teknik
penyuluhan dapat didasari dari pendekatan jenis komunikasi, psikososial dan panca indera. Teknik
komunikasi yang bisa dilakukan pada umumnya ada tiga yaitu teknik komunikasi informasi adalah proses
penyampaian pesan yang sifatnya “memberi tahu” atau memberikan penjelasan kepada orang lain.
Komunikasi ini dapat dilakukan secara lisan maupun tertulis, misalnya melalui papan pengumuman,
pertemuan-pertemuan kelompok juga media massa, kedua yaitu teknik komunikasi persuasi, istilah
“persuasi” atau dalam bahasa Inggris “persuation” berasal dari kata latin persuasion, yang secara harfiah
berarti hal membujuk atau meyakinkan, dan yang ketiga adalah teknik komunikasi coersive (koersif)
adalah proses penyampaian pesan dari seseorang kepada orang lain dengan cara yang mengandung
paksaan agar melakukan suatu tindakan atau kegiatan tertentu (Suprapto et al., 2004).

C. Alat Bantu dan Alat Peraga Penyuluhan Pertanian

Alat bantu penyuluhan adalah alat-alat atau sarana penyuluhan yang diperlukan oleh seorang penyuluh
guna memperlancar proses mengajarnya selama kegiatan penyuluhan dilaksanakan. Folder merupakan
barang cetakan yang dibagi-bagikan kepada sasaran penyuluhan. Poster merupakan barang cetakan
dengan ukuran relatif besar untuk ditempel di tembok, pohon atau direntangkan di pinggir atau tengah
jalan (Arip, 2009).

Alat bantu penyuluhan dapat membantu dalam proses penyuluhan karena dengan adanya alat bantu
akan memperlancar proses penyuluhan. Dalam penyuluhan pertanian terdapat dua macam alat bantu
penyuluhan yaitu alat bantu yang berhubungan dengan tempat (kursi, tikar, penerangan dan lain-lain)
serta alat bantu yang berhubungan dengan penyajian pelajaran seperti visual, audio, audiovisual dan
lain-lain (Suradisastra, 2006).

Alat peraga adalah alat atau benda yang dapat diamati, diraba atau dirasakan oleh indera manusia, yang
berfungsi sebagai alat untuk memeragakan dan atau menjelaskan uraian yang disampaikan secara lisan
oleh penyuluh guna membantu proses belajar mengajar sasaran penyuluhan agar materi penyuluhan
lebih mudah diterima dan dipahami oleh sasaran penyuluhan yang bersangkutan. Macam alat peraga,
benda yang digolongkan lagi seperti sampel, model, specimen, barang cetakan (pamflet, leaflet, brosur,
booklet, poster), gambar yang diproyeksikan (transparansi sheet, slide film, film strip), lambang grafika,
grafik (line, bar, histogram), diagram, bagan/skema (Totok, 2003).

Pertimbangan sarana dan biaya didasarkan atas bagaimana ketersediaanya sarana yang akan digunakan
sebagai alat bantu dan alat peraga penyuluhan pertanian. Sebagai contoh, disuatu daerah yang tidak
ada listrik, tentunya sulit melakukan penyuluhan dengan menggunakan OHP (Over Head Pprojector)
atau menggunakan LCD/Komputer dan pemutaran film kecuali jika disediakan generator listrik. Biaya
diperlukan untuk mendanai kegiatan, misalnya dari segi efisiensinya kursus tani lebih mahal daripada
pertemuan umum, namun lebih murah daripada melakukan kunjungan rumah atau usaha tani. Jadi
ketersediaan biaya akan sangat menentukan alternatif kombinasi pemilihan metoda penyuluhan
pertanian. Persiapan sarana penyuluhan terutama alat peraga sangat membantu sasaran dalam
menerima materi yang diajarkan oleh penyuluh. Oleh sebab itu, alat peraga sangat perlu di dalam
penyuluhan. Pemilihan alat peraga ini harus disesuaikan dengan kondisi masyarakat sasarannya serta
alat peraga ini juga akan mempengaruhi proses belajar dalam penyuluhan tersebut (Rohman, 2008).

Di dalam penyuluhan dikenal beragam alat peraga di antaranya adalah benda, alat peraga semacam ini
terutama dimaksudkan untuk mempengaruhi pengetahuan dan ketrampilan sasaran dalam tahapan
minat, menilai dan mencoba. Barang cetakan, pamlet atau selebaran, yaitu barang cetakan berupa
selembar kertas bergambar atau bertulisan dan dibagi-bagikan secara langsung oleh penyuluh kepada
sasaran, ke jalan raya atau disebarkan dari udara melalui pesawat terbang atau helikopter. Alat peraga
ini dimaksudkan untuk menumbuhkan kesadaran sasarannya (Aziz, 2009)

D. Materi Penyuluhan Pertanian

Menurut pengertian bahasa materi berarti segala sesuatu yang tampak. Dalam pengertian yang lebih
luas materi sering diartikan sesuatu yang menjadi bahan untuk diujikan, dipikirkan, dibicarakan,
dikarangkan, atau disampaikan. Dibidang penyuluhan pertanian materi penyuluhan diartikan sebagai
pesan yang akan disampaikan oleh penyuluh kepada sasaran penyuluhan. Pesan penyuluhan dapat
berupa pesan kognitif, afektif, psikomotorik maupun pesan kreatif. Pesan penyuluhan ada yang bersifat
anjuran (persuasif), larangan (instruktif), pemberitahuan (informatif) dan hiburan (entertainment).
Dalam bahasa teknis penyuluhan, materi penyuluhan seringkali disebut sebagai informasi pertanian
(suatu data/bahan yang diperlukan penyuluh, petani-nelayan, dan masyarakat tani). Materi penyuluhan
antara lain dapat berbentuk pengalaman misalnya pengalaman petani yang sukses mengembangkan
komoditas tertentu, hasil pengujian/hasil penelitian, keterangan pasar atau kebijakan yang dikeluarkan
pemerintah (Erwin, 2011).

Materi penyuluhan adalah segala sesuatu yang disampaikan dalam penyuluhan pertanian. Dalam bahasa
teknis penyuluhan, materi penyuluhan seringkali disebut sebagai informasi pertanian (suatu data/bahan
yang diperlukan penyuluh, petani-nelayan, dan masyarakat tani). Materi yang akan disampaikan harus
disesuaikan dengan kebutuhan petani

(Wastutiningsih dan Sri, 2009).

Apapun materi penyuluhan yang disampaikan oleh seorang penyuluh, pertama-tama harus diingat
bahwa materi tersebut harus senantiasa mengacu kepada kebutuhan yang telah dirasakan oleh
masyarakat sasarannya. Tetapi di dalam praktiknya seringkali penyuluh menghadapi kesulitan untuk
memilih dan menyajikan materi yang benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat sasarannya. Halini
disebabkan oleh karena keragaman sasaran yang dihadapi, sehingga menuntut keragaman kebutuhan
yang berbeda atau keragaman materi yang harus disampaikan pada saat yang sama. Kesulitan lain juga
dapat muncul manakala pemahaman tentang sasaran dan waktu menjadi pembatas
(Anonim, 2011).

Menurut dalam modul Pendidikan dan Pelatihan Fungsional Penyuluh Pertanian bahwa materi
penyuluhan diartikan sebagai pesan yang akan disampaikan oleh penyuluh kepada sasaran penyuluhan.
Apapun materi penyuluhan yang disampaikan oleh seorang penyuluh, pertama-tama harus diingat
bahwa materi tersebut harus senantiasa mengacu kepada kebutuhan yang telah dirasakan oleh
masyarakat sasarannya. Tapi tentunya dalam prakteknya di lapangan tidaklah mudah untuk menentukan
materi penyuluhan benar-benar mengacu pada kebutuhan sasaran, karena adanya faktor-faktor
pembatas dalam memilih materi (Kementan, 2013).

III. PELAKSANAAN PRAKTIKUM

A. Observasi (Pengamatan) Kegiatan Penyuluhan Pertanian

1. Waktu, Lokasi, dan Setting (penataan) Tempat Kegiatan Penyuluhan

Penyuluhan pertanian merupakan upaya pemberdayaan petani dan keluarganya beserta masyarakat
pelaku Agribisnis melalui kegiatan pendidikan non formal dibidang pertanian, agar mampu menolong
dirinya sendiri baik dibidang ekonomi, sosial maupun politik, sehingga mampu meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan keluarganya. Penyuluhan pada desa Kemasan, Kecamatan Polokarto,
Sukoharjo yang salah satu kelompok taninya Bacak pada kelompok tani ini, penyuluhan biasanya
dilaksanakan setiap Rabu kliwon (selapanan), pada jam 10.00 pagi hingga jam 12.00 siang. Pemilihan
waktu pagi hari dengan pertimbangan waktu kerja petani, sedangkan pemilihan hari rabu kliwon
dikarenakan anggota kelompok tani yang umumnya berusia diatas 50 tahun yang umunya masih
menggunakan perhitungan jawa. Selain pada hari yang ditentukan seperti itu, terkadang penyuluhan
dilakukan secara mendadak atau tidak ditentukan waktunya. Seperti saat grebek tikus yakni gotong
royong petani mengejar dan menangkap tikus disawah.

Penyuluhan yang dilaksanakan tiap rabu kliwon, biasanya dilaksanakan di rumah ketua kelompok tani
Bacak. Pemilihan rumah ketua kelompok tani berdasarkan persetujuan dari seluruh anggota kelompok
tani. Memilih rumah sebagai lokasi penyuluhan karena penggunaan notebook atau laptop dan proyektor
sebagai alat bantu penyuluhan yang membutuhkan listrik. Selain dirumah ketua kelompok tani,
penyuluhan juga dilakukan di gubuk penyuluhan atau sekolah lapang untuk petani yang diselenggarakan
tiap satu musim tanam.

Penyuluhan pada kelompok tani Bacak bersifat non formal. Karena baik petani maupun penyuluh duduk
bersama bercampur dalam satu ruang tanpa ada perbedaan tempat duduk maupun posisi duduk.
Petani dan penyuluh duduk menghadap ke alat bantu LCD sehingga penyuluh menjelaskan materi
dengan mudah ke petani dan petani mudah memahaminya.

2. Materi Penyuluhan

Lembar Perencanaan Penyuluhan tidak bisa kami sajikan dalam laporan praktikum Penyuluhan
Pertanian ini, karena dari pihak Penyuluh Desa Kemasan, Kecamatan Polakarto tidak memberikannya
sebab memang ia tidak mempunyai Lembar Perencanaan Penyuluhan. Sehingga laporan praktikum
Penyuluhan Pertanian ini disajikan tanpa tabel LPP.

Materi pertama yang disajikan adalah mengenai pemutaran video bagaiman acara memelihara burung
hantu (penangkaran buruh hantu dalam suatu gedung), video ini berbahasa inggris dimana
narasumbernya adalah Clayton Lutz (Wildlife Diversity Biologist). Dalam video ditampilkan bagaimana
skema kehidupan burung hantu yang sebenarnya dan cara menangkarkan burung hantu. Dalam
penangkaran burung hantu, dilakukan beragam perlakuan, seperti pemasangan cincin pada kaki burung,
pertama burung hantu dimasukkan kedalam lubang pipa yang berdiameter sedikit lebih besar seperti
tubuh burung hantu tersebut, kemudian dipasangkan cincin dengan menggunakan alat gunting dan
tang. Sayap burung hantu diukur secara vertikal dengan menggunakan penggaris, kemudian ditimbang
berat badannya menggunakan kantung besar kain putih yang digantungkan timbangan khusus. Bulu
burung bagian dadanya juga dicabut, kemudian bulu tersebut dimasukkan dalam suatu kantung, terakhir
burung hantu tersebut dimasukkan kedalam tas putih. Materi kedua pemutaran video Liputan 6 SCTV
mengenai penggerak desa percontohan di wilayah Demak, Jawa Tengah, Desa Tlogoweru. Video ini
mengisahkan desa yang maju berkat seorang ibu, Elizabeth Philips selaku ibu rumah tangga dan
motivator. Dalam pemutaran video ini, suara kurang keras sehingga tidak banyak info yang didapatkan.

Materi ketiga adalah penyampaian mengenai burung hantu (Tyto alba) lewat power point, yang
disampaikan oleh bapak Iksa selaku PPL bulakrejo. Isi materi tersebut adalah mengenai cerita sukses
petani Bulakrejo yang sukses panen padahal selama beberapa periode tidak pernah panen akibat
serangan hama tikus, kini bisa panen akibat sudah melakukan penangkaran burung hantu sejak tahun
2009 yang didampingi lurah setempat yakni bapak Tejo. Kini jumlah burung hantu yang sudah di
penangkaran Bulakrejo mencapai 400 ekor. Pak Iksa mengharapkan agar para petani mengubah mindset
pemikirannya terhadap beragam situasi yang terjadi saat ini, termasuk serangan tikus yang terjadi baru-
baru ini. Kini saatnya bukan hanya menggambar pemandangan gunung jika disuruh menggambar, tapi
harus lebih kreatif seperti menggambar pemandangan berupa seorang wanita yang meminum susu
langsung dari sapinya, sapi sedang kawin, dan wanita seksi. Penampilan gambar tersebut dimaksudkan
agar para petani dapat mengingat lama materi penyuluhan tersebut, karena menurut penelitian indra
penglihatan mampu merespon dan mengingat materi sebesar 82 %, dibanding dengan indra penciuman
hanya 1%, indra perasa 2.5%, indra peraba 3.5% dan indra pendengaran 11%.

Hama dan penyakit yang sangat umum menyerang padi adalah wereng batang coklat, penggerek batang
(sundep), hawar daun kresek/BLB, dan tikus. Mengenai hama tikus, petani biasanya melakukan
pemberantasan dengan cara gropyokan tikus, pemberian umpan dengan racun pengemposan,
menggunakan jarring dan baru-baru ini dengan pemakaian bensin. Diantara cara-cara tersebut dapat
menimbulkan kerusakan lingkungan maka itu dibutuhkan cara alami agar panen terselamatkan dan
kelestarian juga terjaga, cara alami yang paling efektif adalah dengan menggunakan hewan predator
tikus, seperti penggunaan hewan ular, kucing, garangan, anjing, dan burung hantu. Penggunaan ular
sebagai predator memiliki kekurangan seperti dapat membahayakan kehidupan para petani dan
penduduk sekitar, sedang kucing saat ini sudah mengalami kemunduran dalam berburu tikus, anjing
yang harus ditemani majikannya ketika berburu dan merupakan hewan najis bagi penganut agama
islam. Penggunaan burung hantu dirasakan paling tepat karena memiliki beberapa keunggulan seperti:
predator utama tikus karena sekitar 99,41% makanan utama burung hantu adalah tikus, setiap hari
dapat memakan 2 – 3 ekor tikus untuk burung hantu kecil dan 3 – 5 ekor tikus untuk burung hantu yang
sudah dewasa, memiliki adaptasi yang bagus pada intensitas cahaya rendah (kemampuan berburu yang
handal), mudah beradaptasi dengan lingkungan baru (tidak mudah stress), mampu bertahan hidup di
dataran tinggi dan dataran rendah, cepat berkembangbiak, dan ramah lingkungan.

Saat ini tercatat 222 jenis burung hantu, biasa tinggal di flavon sekolah, gedung, balai desa, pohon, dll.
Untuk mengetahui keberadaannya dapat mengamati lingkungan sekitar jika terdapat kotoran cair
berwarna putih dan tulang belulang dan kulit sisa tikus, berarti disana terdapat burung hantu. Pada
pukul 6 malam burung hantu keluar berburu mangsa sampai jam 11 malam, kemudian berkumpul
dengan kawanannya untuk membuat suara gaduh sampai jam 1 atau 2 pagi, jam 2 pagi sampai jam 4
pagi kembali berburu, setelah jam 5 pagi keatas kembali ke sarangnya. Sikulus perkembangannya terdiri
dari pada bulan Januari – Febuari adalah musim kawin bagi burung hantu, biasanya burung hantu betina
akan menghampiri burung hantu jantan di pohon-pohon, bulan Maret adalah masa pengeraman telur,
bulan April adalah masa pembesaran anak-anak, burung hantu bertelur tidak secara total, tapi bertahap
selang 2 – 3 hari, jadi besar anakan tidak sama. Kasus pada petani di Bulakrejo, daya tetas burung hantu
tinggi namun daya hidupnya rendah karena dari 8 – 10 telur yang menetas, yang mampu bertahan hidup
sekitar 2- 3 ekor saja. Hal ini disebabkan oleh adanya pemberantasan tikus dengan penggunaan
insektisida berbahaya pada tikus, sehingga jika dimakan burung hantu, burung hantu turut keracunan,
juga disebabkan adanya penembkan burung hantu oleh warga sekitar.

Kesimpulan pada materi ini adalah penyuluh mengajak warga agar mau membuat tim Tyto alba yang
aktivitasnya meliputi melakukan investigasi indik-indik (anakan burung hantu perlu dipantau
keberlangsungannya), amankan lokasi dari perburuan liar, melakukan adopsi, membuat rubuha (rumah
buatan burung hantu), dan membuat aturan larangan berburu seperti peraturan UU RI No. 05 tahun
1990, PP No. 08 tahun 1999, Perdes No. 04 tahun 2011, apabila melanggar wajib dikenakan sanksi.
Penyuluh juga memaparkan mengenai karakteristik ragam petani yang merespon suatu program baru
yang disuluhkan, 50% akan mendukung, 30% merupakan kalangan intelek, 15% wong ela-elo, dan 5%
radio berubah. Tak lupa penyuluh memberikan statement terakhir yaitu kalimat “ Selamat mencoba dan
sukses, berikanlah anak cucumu warisan Tyto alba, jangan kau berikan tikus”.

Materi terakhir adalah mengenai teknik pembuatan rubuha dengan menggunakan power point, disini
dijelaskan pentingnya membuat rubuha karena burung hantu tidak dapat membuat rumahnya sendiri
jadi perlu dibuatkan rumah, burung hantu merupakan tipe makhluk yang berumah satu, rubuha dapat
dijadikan tempat mengintai tikus dan melindungi kejatuhan telur burung hantu karena jika burung hantu
tinggal di tempat yang tak terkontrol dapat menyebabkan telur burung hantu jatuh akibat kondisi yang
tidak memungkinkan. Macam-macam rubuha ada dua yaitu rubuha permanen yang dicor,
menghabiskan dana 1 - 2 juta dan rubuha sederhana yang dapat terbuat dari bambu dan kayu, biasanya
menghabiskan dana Rp 500.000,-. Aturan pembuatan rubuha sederhana yaitu dengan panjang 60 cm,
lebar 40 cm dan tinggi 40 cm, lebar pintu masuk sebesar 15 cm dan tinggi 12 cm, untuk teras depan
dengan bentuk persegi panjang biasa dengan panjang 60 cm dan lebar 20 cm. Ditampilkan pula video
pembuatan rubuha dan penampakan fisik rubuha agar petani lebih dapat menyerap informasi. Kandang
rubuha tidak perlu dibersihkan sehingga burung hantu tidak sakit.
3. Alat Bantu Penyuluhan

Beberapa alat bantu penyuluhan yang digunakan dalam penyuluhan mengenai pentingnya memelihara
burung hantu sebagai pemberantas hama tikus adalah sebagai berikut:

a. Tikar

Tikar digunakan untuk alas tempat duduk para petani, ketua kelompok tani, penyuluh pertanian dan
mahasiswa-mahasiswa jurusan Agroteknologi dan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas
Maret. Penggunaan tikar ini disebabkan tidak adanya bangku untuk duduk, sehingga tikar dapat
dijadikan alas duduk lesehan, jadi tidak membuat pakaian kotor karena sudah teralasi dengan tikar. Tikar
yang digunakan berjumlah 12 tikar besar, ada yang berwarna hijau, merah dan biru dengan motif
kembang-kembang.

b. Meja

Meja yang digunakan untuk menopang sebuah laptop berwarna hitam, lcd (proyektor) berwarna hitam
dan juga beberapa suguhan makanan dan minuman untuk penyuluh pertanian. Meja ini berjumlah satu
dengan bentuk persegi panjang yang cukup besar dan terbuat dari kayu yang cukup kuat. Meja ini dialasi
sebuah taplak meja dengan motif bunga, penggunaan taplak meja ini agar laptop dan lcd tidak kotor
terkena debu yang menempel pada meja.

c. LCD (Proyektor)

Sebuah lcd berwarna hitam juga digunakan sebagai alat bantu pada kegiatan penyuluhan pertanian ini.
Penggunaan lcd berfungsi untuk menampilkan gambar-gambar, video-video dan presentasi power point
yang ada pada laptop. Gambar –gambar yang ditampilkan akan diproyeksikan pada tembok yang
disemen halus sebagai layarnya.

d. Lampu

Lampu digunakan sebagai penerangan, walaupun kegiatan penyuluhan dilakukan pada siang hari
dengan intensitas cahaya matahari yang cukup kuat, namun dalam ruangan ini intensitas cahaya
matahari cukup redup sehingga diperlukan lampu sebagai penerangan agar pencahayaan lebih baik
sehingga mata dapat melihat dengan baik. Lampu yang menyala berjumlah satu, lampu yang digunakan
berpijar berwarna putih yang berbentuk silinder tabung panjang. Lampu ini digantungkan di tengah-
tengah ruangan pada tiang penyangga rumah yang berada diatas dekat genting.

e. Roll listrik

Alat ini juga digunakan pada kegiatan penyuluhan ini, berfungsi sebagai penyedia listrik untuk laptop
dan lcd. Roll listrik ini berbentuk bulat berwarna hitam dengan kabel yang cukup panjang sehingga dapat
menjangkau colokan listrik yang cukup jauh dari meja penyuluh yaitu di samping kanan pada tembok sisi
rumah. Roll colokan listrik ini mempunyai 4 colokan listrik yang dapat digunakan.

4. Alat Peraga

Beberapa alat peraga yang digunakan penyuluh dalam kegiatan penyuluhan adalah sebagai berikut:

a. Laptop

Laptop berisi gambar-gambar, foto-foto, video-video dan presentasi dalam bentuk power point. Dimana
isi materi tersebut dapat meningkatkan kemampuan menyerap informasi bagi para petani karena
dibantu dengan pengkomunikasian secara visual dan audio. Tampilan-tampilan yang disajikan dapat
memberikan gambaran bagi para petani mengenai karakteristik burung hantu (Tyto alba), budidaya
burung hantu, dan teknik pembuatan rumah buatan untuk burung hantu.

b. Video

Proses kegiatan penyuluhan pertanian saat itu menggunakan video-video yang berisis tentang cara-cara
mebuat kandang Tyto alba (burung hantu), pengalaman suatu desa yang telah menerapkan budidaya
beternak Tyto alba.

c. Power Point

Salah satu software dari Microsoft ini juga digunakan saat proses penyuluhan pertanian. Alat peraga ini
digunakan oleh penyuluh agar memudahkan penyuluh untuk menyampaikan isi materi penyuluhannya.

5. Teknik Komunikasi Penyuluh

Teknik komunikasi yakni cara yang digunakan oleh penyuluh untuk menyampaikan materi kepada
penerima manfaat (petani). Dengan metode pendekatan kelompok dan individu, penyuluh di desa
Kemasan, Kecamatan Polokarto, Sukoharjo menyampaikan materi penyuluhan. Pendekatan-pendekatan
itu berupa:

a. Pendekatan kelompok yang berupa pertemuan dengan ceramah dan dengan demonstrasi.

b. Pendekatan individu yang berupa kunjungan dan pelatihan.

Tabel di atas menunjukkan bahwa metode penyuluhan pertanian di Desa Kemasan, Kecamatan
Polokarto, Kabupaten Sukoharjo yakni terdapat metode pendekatan kelompok dan pendekatan individu.
Teknik pelaksanaan pendekatan kelompok melalui pertemuan dengan ceramah dan demonstrasi, yang
dilakukan penyuluh dengan petani biasanya dilaksanakan secara langsung dirumah ketua kelompok tani
Bacak, gubuk penyuluhan maupun sekolah lapang. Dengan media terproyeksi dan lisan yang ditujukan
kepada seluruh anggota kelompok tani. Dalam pertemuan tersebut materi yang disampaikan biasanya
berupa saran dan informasi yang dibutuhkan oleh petani untuk menyelesaikan permasalahan yang
sedang dihadapinya. Pertemuan biasanya juga diselingi kegiatan lain seperti arisan. Kemudian juga
dengan demonstrasi. Demonstrasi yang dilakukan penyuluh dengan petani biasanya dilaksanakan secara
langsung. Dengan menggunakan media terproyeksi dan lisan penyuluh mendemonstrasikan materi
berupa cara budidaya tanaman, cara pembasmian hama dan sebagainya. Demonstrasi juga terkadang
dengan pemberian contoh di lapangan (sawah).

Sedangkan untuk pendekatan individu dilakukan dengan kunjungan dan pelatihan. Kunjungan lapangan
yang dilakukan penyuluh biasanya dilaksanakan dengan kelompok tani langsung bersama-sama turun
kesawah. Contohnya dengan praktik secara langsung oleh penyuluh dan para petani dalam
memberantas hama tikus di sawah.

6. Deskripsi Kegiatan Penyuluhan dari Awal sampai Akhir

Penyuluhan dilaksanakan pada hari Rabu, 5 juni 2013, pukul 10.00-12.00 WIB. Dilaksanakan di rumah
kelompok tani dengan didampingi oleh 3 penyuluh yakni bu Nurul dan bu Lastri penyuluh Desa Kemasan
dan pak Ihsan penyuluh dari desa Bulakrejo sebagai penyaji materi. Kedatangan pak Ihsan di kelompok
tani ini untuk menyampaikan tentang solusi penanganan hama tikus yang menyerang Kabupaten
Sukoharjo yakni dengan budidaya burung hantu. Penyuluhan diawali dengan pembukaan dari sekretaris
kelompok tani yang kemudian dilanjutkan dengan sambutan dari ketua kelompok tani, bu Nurul, bu
Lastri, serta pak Ikhsan. Kemudian pengumpulan uang arisan serta pengumuman penerima arisan. Dan
kemudian sekretaris kelompok tani mempersilahkan pak Ihsan untuk menyuluh.

Materi yang disampaikan yakni alasan menggunakan burung hantu sebagai pemberantas tikus,
memperlihatkan contoh desa yang sukses dengan burung hantu, habitat burung hantu, cara hidup
burung hantu, siklus perkembangan reproduksi, cara membudidayakan sekaligus melestarikan burung
hantu dan cara pembuatan rubuha. Dengan menggunakan notebook dan proyektor pak Ihsan
menyampaikan materi. Metode penyuluhan yang digunakan adalah metode kelompok sedangkan teknik
yang digunakan dengan ceramah untuk mengubah petani dengan alat bantu video dan gambar serta
contoh desa sukses. Pemilihan materi ini dikarenakan serangan tikus di sawah petani. Petani yang
datang terlihat tertarik dengan penggunaan burung hantu karena penyampaian dari pak Ikhsan yang
komunikatif dan mudah ditangkap oleh petani.

Petani yang datang pada penyuluhan kemarin terdapat 20-an orang dan mahasiswa yang mengikuti
penyuluhan dari jurusan Agribisnis dan Agroteknologi. Dengan beralaskan tikar, duduk bersila
membentuk setengah lingkaran. Dan saat di tengah-tengah penyampaian materi kami dan lainnya
disuguhi dengan minuman dan makanan ringan. Saat penyuluhan, posisi penyuluh dengan petani
berdampingan membentuk setengah lingkaran menghadap ke layar proyektor. Karena tempat yang
kurang luas, sebagian dari petani berada diluar ruang namun tetap menyatu. Petani pria maupun wanita
tak bersekat seperti pada acara perkumpulan umum pada masyarakat jawa dikarenakan keterbatasan
tempat atau ruang di rumah ketua kelompok tani. Setelah materi selesai disampaikan, dilanjutkan
dengan penutupan dari pak Ihsan. Kemudian penutupan dari sekretaris kelompok tani. Setelah selesai
kami, petani dan penyuluh meninggalkan rumah ketua kelompok tani.
B. Materi dan Perlengkapan Penyuluhan

Kerusakan dan penurunan hasil produksi padi sangat besar akibat dari serangan hama tikus dan susah
untuk dikendalikan. Hal ini disebabkan tikus beraktifitas pada malam hari. Tikus adalah musuh petani,
dari tahun ketahun yang selalu menjadi permasalahan dalam bercocok tanam adalah serangan hama
tikus. Sekitar ± 25% dari hasil petani hilang disebabkan oleh serangan tikus.jika hal ini tidak dikendalikan
maka petani akan mengalami kerugian dan tentu akan berakiba tpada penurunan produksi hasil panen.

Tikus dapat merusak secara langsung yaitu mencari makan pada saat tanaman sudah mulai berbuah
sedangkan secara tidak langsung yaitu tikus merusak batang tanaman padi hanya untuk mengasah gigi
depannya. Kerusakan yang ditimbulkan oleh hama tikus dapat dilihat pada batang padi yang terpotong
dan membentuk sudut 45o serta masih mempunyai sisa bagian batang yang tak terpotong. Dengan
kondisi kerusakan dan cepatnya peningkatan populasi tikus akan menurunkan hasil produksi secara
drastis. Adapun berikut ini sifat - sifat tikus dan siklus kehidupannya berdasarkan hasil praktikum
Penyuluhan Pertanian:

1. Sebagai binatang pengerat.

2. Kemampuan berjalan dari lubang sarang ke tempat mencari bahan makanan mencapai ± 2000
meter

3. Bila makanan tidak tersedia, populasi tikus akan berpindah ketempat yang terdekat dengan sumber
air, berdiam di pohon-pohon dan semak belukar.

4. Pada keadaan lingkungan ynag tidak sesuai tikus dapat berpindah secara ekplosit (dalam jumlah
besar) dan dapat menyerang tanaman dalam waktu singkat.

5. Tikus merupakan binatang yang memiliki jiwa sosial tinggi karena jika ada sumber makanan ia akan
memberitahukan kepada sesama tikus lainnya.

6. Dalam pengembaraannya tikus menggunakan satu jalan yang diirintis dan akan merintis jalan lain
jika jalan yang awal diganggu.

7. Tikus memiliki indera penciuman yang sangat peka.

8. Aktifitas tikus terjadi pada saat malam hari pukul 19.00 - 20.00 WIB dan pada dini hari pukul 04.00 -
05.00 WIB.

9. Perkembangbiakannya sangat cepat dan dari sepasang tikus dewasa akan menghasilkan anak ±
2.048 ekor dalam setahun.

Berdasarkan yang dialami oleh petani di Desa Kemasan, Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo
bahwa tanaman yang mereka budidayakan hasilnya tidak selalu mencapai hasil maksimal. Hal ini
disebabkan oleh serangan tikus yang sulit mereka kendalikan. Petani mengaku bahwa untuk mengatasi
masalah ini mereka menggunakan perangkap tikus (perangkap plastik) pada tempat-tempat masuknya
tikus dan melakukan pembersihan di sekitar tempat penanaman. Namun usaha tersebut tidak dapat
mengurangi serangan hama tikus, sehingga petani menggunakan pestisida kimia yang diperoleh dengan
harga yang mahal, tetapi hasilnya pun nihil karena petani menggunakan pestisida kimia dengan dosis
yang berlebihan dengan anggapan bahwa semakin banyak dosis yang diberikan semakin cepat
mengendalikan hama tikus. Tetapi ternyata dengan dosis seperti itu akan membuat hama tikus menjadi
resisten, dapat menyebabkan keracunan pada hasil panen dan dapat menimbulkan hama baru bagi
tanaman. Kedua cara tersebut tidak mampu mengurangi serangan hama tikus sehingga diperlukan
pengendalian yang alami yang memanfaatkan bahan-bahan yang ada di alam.

Pestisida nabati adalah pestisida yang dibuat dengan memanfaatkan bahan-bahan alami yang ada
disekitar kita untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman, seperti tumbuhan. Pestisida nabati
memiliki keuntungan: relative aman, ramah lingkungan, murah dan mudah didapatkan, tidak
menyebabkan keracunan dan tidak akan menyebabkan hama menjadi resisten. Sedangkan
kekurangannya yaitu penggunaanya harus berulang-ulang, tidak tanah lama, daya kerjanya lambat dan
tidak membunuh hama secara langsung.

Dalam pengendalian tikus diperlukan strategi yang dapat memadukan semua teknik pengendalian yang
kompatibel menjadi satu kesatuan program, sehingga populasi hama tikus selalu berada pada tingkat
yang tidak menimbulkan kerugian ekonomi, menghasilkan keuntungan optimal bagi produsen serta
aman bagi produsen, konsumen dan lingkungan. Mengingat kerugian hasil panen padi yang disebabkan
oleh adanya serangan hama tikus setiap musim tanam atau setiap tahunnya cukup tinggi, maka
perhatian terhadap upaya pengendalian hama tikus tersebut dapat lebih ditingkatkan lagi. Untuk itu,
diperlukan langkah-langkah gerakan pengendalian hama tikus sebagai berikut:

1. Pembentukan dan pengorganisasian kelompok gerakan pengendalian hama tikus terpadu di tingkat
lapangan/desa. Demikian halnya di tingkat Kecamatan, Kabupaten, Propinsi hingga ke tingkat Pusat.

2. Perencanaan yang sistematis dan terkoordinasi, dengan melibatkan semua unsur terkait dan aparat
pemerintah dalam melaksanakan gerakan pengendalian sesuai dengan hasil peramalan serangan hama
tikus serta situasi dan kondisi lapangan sejak pra tanam hingga panen.

3. Gagasan pengendalian hama tikus harus muncul dari petani sendiri sehingga petani mempunyai
kepentingan dan tanggungjawab yang sama dalam hal pengendalian tikus.

4. Koordinasi antar kelompok gerakan pengendalian hama tikus terpadu mulai dari tingkat lapangan
sampai ke tingkat propinsi, mengingat perkembangan hama tikus tidak mengenal batas administrasi,
tempat dan waktu.

5. Penyediaan sarana dan prasarana pengendalian hama tikus di tingkat lapangan sesuai dengan
perencanaan, yang didukung oleh kesiapan petani sebagai tenaga pelaksana operasional di lapangan.

6. Pelaksanaan operasional pengendalian hama tikus di lapangan secara serempak dan


berkesinambungan, kontinyu, terus menerus sesuai dengan jadwal gerakan.
7. Evaluasi hasil pelaksanaan operasional setiap gerakan pengendalian hama tikus terpadu di setiap
tingkatan kelompok gerakan untuk mengidentifikasi berbagai kendala dan permasalahan yang timbul di
lapangan.

8. Untuk mendukung efektivitas pelaksanaan gerakan perlu dilaksanakan Sekolah Lapangan


Pengendalian Hama Terpadu Hama Tikus (SLPHT- Tikus).

Komponen-komponen PHT yang dapat dipadukan dalam pengendalian hama tikus antara lain:

1. Sanitasi Lingkungan, dilakukan dalam bentuk membersihkan semak-semak dan rerumputan,


membongkar liang dan sarang serta tempat perlindungan lainnya. Dengan lingkungan yang bersih, tikus
akan merasa kurang mendapat tempat berlindung.

2. Fisik dan Mekanis, usaha pengendalian secara fisik maupun mekanis meliputi semua cara secara
fisik langsung membunuh tikus seperti dengan pukulan, diburu dengan anjing, menggunakan perangkap
tikus, penggunaan pagar plastik dan lain sebagainya. Cara pengendalian ini biasanya memberikan hasil
yang memuaskan. Beberapa langkah praktis yang dapat dilakukan secara mekanis antara lain:

a. Gropyokan. Gropyokan dilakukan secara massal dilengkapi dengan alat pemukul, cangkul,
emposan tikus dengan cara menggali liang, mengempos asap belerang ke liang dan menggalinya. Di
beberapa daerah ada yang melakukan dengan bantuan regu anjing yang telah terlatih untuk berburu
tikus, senapan angin, yang dinilai cukup efektif sesuai spesifik lokasi. Kegiatan gropyokan dilakukan
setelah panen hingga persemaian.

b. Pembongkaran liang yang dilakukan pada saat bera atau persiapan tanam, sekaligus membersihkan
dan memperbaiki pematang sawah.

c. Perangkap bubu, dilakukan pada persemaian yang dikombinasikan dengan pagar plastik, yang
diprioritaskan pada daerah endemis.

d. Perangkap bambu 5-10 buah/ha dengan panjang 2 meter, diletakkan pada pematang sawah yang
tersebar pada jalur pergerakan tikus, saat kondisi pertanaman stadia vegetatif hingga generatif.

e. Tanaman perangkap menggunakan varietas padi yang genjah dengan luas berkisar 27 x 75 m2
dengan waktu tanam 20 hari lebih awal dan kemudian di pasang pagar plastik yang dikombinasikan
dengan bubu perangkap.

f. Perangkap bubu linier yang dapat dipasang pada waktu pertanaman padi mulai dari persemaian
hingga panen. Teknologi ini sangat efektif digunakan untuk menangkap tikus dari arah habitat tikus yang
berbatasan dengan tanaman padi sehingga menghambat migrasi tikus. Idealnya perdesa memiliki
minimal 5 unit LTBS (1 unit/50 meter).

3. Mengatur waktu tanam. Dengan mengatur waktu tanam, jangka waktu tersedianya makanan yang
disukai tikus akan terbatas dan diselingi dengan masa yang kurang menguntungkan bagi
perkembangbiakan tikus. Pengaturan waktu tanam ini dilaksanakan dengan menanam dalam waktu
singkat untuk wilayah yang cukup luas (tanam serentak).

Diupayakan agar waktu tanam dengan selang < 10 hari dalam areal yang luas, sehingga masa generatif
hampir serentak. Dengan demikian masa perkembangbiakan tikus hanya berlangsung dalam waktu yang
singkat. Karena daya jelajah tikus sampai + 2 km, maka penanaman serentak hendaknya meliputi areal
paling sedikit seluas + 300 ha. Mengurangi ukuran pematang di sekitar sawah, sehingga mempersulit
tikus membuat liang. Pematang sebaiknya berukuran < 30 cm. Bersihkan rumput-rumput, semak-semak
serta tumpukan jerami, yang biasanya menjadi tempat persembunyian tikus.

4. Konservasi dan Pemanfaatan Musuh Alami. Banyak dijumpai musuh alami tikus di lapangan .
Namun demikian banyak pula yang kehidupannya semakin terdesak oleh ulah manusia karena
masyarakat kurang mengerti tentang kegunaan musuh alami tersebut. Upaya yang diperlukan terutama
menumbuhkan opini masyarakat tentang arti pentingnya kehidupan musuh alami tikus yang ada di
lapangan. Salah satu contoh musuh alami yang dapat memberikan prospek yang baik adalah burung
hantu (Tyto alba) seperti yang dibahas pada materi penyuluhan oleh Bapak Ikhsan, karena daya
membunuhnya yang tinggi dan dapat dikembangbiakan. Musuh alami lainnya adalah ular, kucing dan
anjing. Khususnya ular populasinya sudah semakin sedikit akibat seringnya di bunuh oleh manusia. Oleh
sebab itu usaha konservasinya perlu ditingkatkan melalui kegiatan penyuluhan baik bagi petani maupun
masyarakat lainnya.

5. Penerapan Pengaturan. Mengingat upaya pengendalian hama tikus yang khas maka di tingkat
lapang penerapannya harus dikuatkan melalui kebijakan dari instansi terkait dalam hal ini adalah
Pemda setempat. Kebijakan/regulasi yang diperlukan (dapat berupa instruksi, keputusan Perda, dsb) di
bidang perlindungan tanaman seperti larangan perburuan terhadap satwa pemangsa (predator) hama
tikus, pembentukan regu pengendalian, kewaspadaan terhadap timbulnya serangan dll.

6. Penggunaan Bahan kimiawi. Pengendalian tikus dengan bahan kimia adalah menggunakan racun
tikus (rodentisida) dan gas beracun (fumigasi). Berdasarkan cara penggunaannya rodentisida terdiri dari
dua jenis yaitu rodentisida yang harus dicampurkan dengan umpan yang disenangi tikus (seperti; beras,
jagung, ketela pohon dan ubi jalar) dan rodentisida siap pakai yaitu umpan yang telah mengandung
racun. Penggunaan rodentisida didasarkan atas adanya aktivitas tikus yaitu dengan adanya pengamatan
atas jejak tikus, kotoran tikus atau gejala serangan tikus. Berdasarkan cara kerjanya, rodentisida dapat
dibagi menjadi dua jenis yaitu rodentisida akut dan rodentisida kronis (anti koagulan). Rodentisida akut
bekerja cepat, kematian biasanya terjadi 3-14 jam setelah peracunan. Kelemahan rodentisida akut
adalah dapat menimbulkan jera umpan, sedangkan rodentisida kronis adalah racun yang daya bunuhnya
lambat dan tidak menimbulkan jera umpan. Kematian terjadi beberapa hari kemudian setelah memakan
umpan racun kronis tersebut. Untuk melindungi umpan dari hujan dan agar tidak termakan hewan
peliharaan, gunakan tempat umpan yang diletakkan di galengan dekat dengan tempat-tempat tikus
bersembunyi atau dekat dengan liang-liang tikus serta di jalan-jalan/tempat-tempat yang biasanya
dilewati tikus. Jarak antara tempat umpan + 50 meter. Masing-masing tempat umpan di isi 10-15 g.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil pengamatan terhadap kegiatan Peyuluhan Pertanian di Desa Kemasan, Kecamatan Polokarto
dan hasil analisis materi penyuluhan pertanian, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Kegiatan Penyuluhan Pertanian di Desa Kemasan, Kecamatan Polokarto, Sukoharjo biasa


dilaksanakan pada hari Rabu Kliwon pukul 10.00 – 12.00 WIB dan bersifat rutin.

2. Kegiatan Penyuluhan Desa Kemasan diadakan di rumah ketua Kelompok Tani (Bacak) diikuti oleh
kelompok tani bacak, mahasiswa Agroteknologi UNS, mahasiswa Agribisnis UNS, dan beberapa petani.

3. Materi Penyuluhan yang disampaikan menggunakan metode pendekatan kelompok yaitu dengan
mengumpulkan para anggota kelompok tani kemudian memberikan penyuluhan.

4. Materi penyuluhan yang diangkat berdasarkan masalah para petani yang sedang menjadi krisis
penting dan mendesak.

5. Para petani dalam kelompok tani di desa tersebut rata-rata sudah berumur 50 tahun keatas,
namun tetap dapat menerima materi penyuluhan dengan baik. Terlihat dari feedback mereka saat
menanggapi pembicaraan penyuluhan.

6. Hama tikus merupakan musuh alami yang paling merajalela di daerah Polokarto.

7. Budidaya Tyto alba tidaklah mudah, namun para petani antusias ingin mempraktekkannya setelah
diberi penyuluhan. Ini menandakan penyuluh berhasil mengajak para sasaran atau penerima manfaat.

8. Ada cara baru dalam membasmi hama tikus, yaitu dengan memberikan bensin di lubang-lubang
pematang sawah yang sebelumnya diberi air.

B. Saran

Berdasarkan hasil pembahasan yang diperoleh dari Praktikum Penyuluhan Pertanian, maka dapat
dijadikan sebagai pertimbangan perbaikan antara lain:

1. Masyarakat petani diharapkan mempertahankan sikap terbukanya dalam menerima inovasi yang
diberikan oleh penyuluh agar dapat membantu terwujudnya program ataupun kebijakan penyuluhan
pertanian.
2. Pemerintah diharapkan lebih memperhatikan kegiatan Penyuluhan, seperti memberikan sarana
dan prasarana yang dapat menunjang kegiatan Penyuluhan Pertanian.

3. Waktu pelaksanaan praktikum diharapkan lebih ditinjau lagi, agar tidak bentrok dengan jam kuliah
sehingga tidak ada lagi mahasiswa yang meninggalkan perkuliahan.

DAFTAR PUSTAKA

Abubakar dan Siregar AN. 2010. Kualitas Pelayanan Penyuluh Pertanian dan Kepuasan Petani dalam
Penanganan dan Pengolahan Hasil Ubi Jalar (Ipomoea batatas l.). J. Penyuluhan Pertanian 5 (1): 1-15.

Anonim. 2011. Menyusun Materi Penyuluhan. http://www.informasi-budidaya.blogspot.com. Diakses


pada tanggal 9 Juni 2013.

Diamin E. 2011. Metode Penyuluhan Pertanian. http://munalakanti.wordpress.com. Diakses pada


tanggal 20 Mei 2013.

Diamin E. 2011. Teknik Menyusun Materi Penyuluhan Pertanian. http://teknologi.kompasiana.com.


Diakses pada tanggal 20 Mei 2013.

Istiyowati N. 2013. Pengembangan Profesi Penyuluhan Pertanian. http://pertanian.jombangkab.go.id.


Diakses pada tanggal 18 Mei 2013.

Kementan. 2013. Modul Pendidikan dan Pelatihan Fungsional Penyuluh Pertanian. Kementerian
Pertanian Badan Pengembangan SDM Pertanian Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian.

Mardikanto T. 2009. Sistem Penyuluhan Pertanian. Surakarta: UNS PRESS.

Rasyid A. 2012. Metode Komunikasi Penyuluhan pada Petani Sawah. J. Ilmu Komunikasi 1 (1): 31-35.

Risna, Rosni M, dan Mariani. 2012. Peran Penyuluhan Pertanian terhadap Pengendalian Hama Terpadu
pada Tanaman Padi Berdasarkan Kelas Kemampuan Kelompok Tani di Kecamatan Labuan Amas Selatan
Kabupaten Hulu Sungai Tengah. J. Agribisnis Perdesaan 2 (3): 214-228.

Rohman, Moch. Khayatul. 2008. Penyuluhan dan Sistem Penyuluhan. Yogyakarta: UNY Press.

Suprapto, Tommy dan Fahrianoor. 2004. Komunikasi Penyuluhan dalam Teori dan Praktek. Yogyakarta:
Arti Bumi Intaran.

Suradisastra. 2006. Revitalisasi Kelembagaan untuk Mempercepat Pembangunan Sektor Pertanian


dalam Otonomi Daerah. Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian 1 (3): 22 – 31.

Suryantini H. 2004. Pemanfaatan Informasi Teknologi Pertanian oleh Penyuluh Pertanian. J.


Perpustakaan Pertanian 13 (1):17-23.
Turindra A. 2009. Komunikasi Efektif dalam Penyuluhan Pertanian. http://azisturindra.wordpress.com.
Diakses pada tanggal 20 Mei 2013

Mardikanto T. 2003. Redefinisi dan Revitalisasi Penyuluhan Pembangunan, dalam Membentuk Pola
Perilaku Manusia Pembangunan. Bogor: IPB Press

Vitalaya A dan S. Hubeis. 2007. Motivasi, Kepuasan Kerja dan Produktivitas Penyuluh Pertanian
Lapangan. J. Penyuluhan 3 (2): 90-99.

Wastutiningsih, Sri Peni. 2009. Dasar-Dasar Penyuluhan Pertanian. http:// subejo.staff.ugm.ac.id.


Diakses tanggal 20 Mei 2013

Wijianto A. 2009. Alat Peraga Penyuluh Pertanian. http://masarip.blog.friendster.com. Diakses pada


tanggal 20 Mei 2013.

Anda mungkin juga menyukai