Anda di halaman 1dari 52

1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyediaan bahan pakan pada dasarnya bertujuan untuk memenuhi

kebutuhan zat makanan yang diperlukan oleh ternak. Pemilihan bahan pakan tidak

akan terlepas dari ketersediaan zat makanan itu sendiri yang dibutuhkan oleh

ternak. Untuk mengetahui berapa jumlah zat makanan yang diperlukan oleh ternak

serta cara menyusun ransum, diperlukan pengetahuan mengenai kualitas dan

kuantitas zat makanan.

Merupakan suatu keuntungan bahwa zat makanan, selain mineral dan

vitamin, tidak mempunyai sifat kimia secara individual. Zat makanan sumber

energi memiliki kandungan karbon, hidrogen dan oksigen, sedangkan protein

terdiri dari asam amino dan mengandung sekitar 16 persen nitrogen.

Secara garis besar jumlah zat makanan dapat dideterminasi dengan analisis

kimia, seperti analisis proksimat dan analisis serat. Zat makanan dapat ditentukan

dengan analisis proksimat, dan terhadap pakan berserat analisis proksimat lebih
dikembangkan lagi menjadi analisis serat.

Kandungan nutrien pangan atau pakan dapat diketahui dengan mengurai

(menganalisis) komponen pangan dan pakan secara kimia. Teknik analisis yang

umum untuk mengetahui kadar nutrien dalam pangan atau pakan adalah Analisis

Proksimat (Proximate analysis) atau metode Weende. Analisis Proksimat

ditemukan sekitar 100 tahun yang lalu di pusat eksperimen Weende (Weende

Experiment Station) Jerman oleh dua ilmuwan Henneberg dan Stohmann. Metode

ini tidak menguraikan kandungan nutrien secara rinci namun berupa nilai

perkiraan sehingga disebut analisis proksimat.


2

Metode Proksimat menggambarkan bahwa analisis dapat dilakukan terhadap

kadar air, abu, lemak atau ether ekstrak, nitrogen total, dan kadar serat. Komponen

bahan ekstrak tanpa nitrogen adalah hasil pengurangan bahan kering dengan

komponen , abu, lemak, nitrogen total, dan serat. Komponen lemak, protein dan

serat sering disebut lemak kasar, protein kasar dan serat kasar.

1.2. Identifikasi Makalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, identifikasi masalah dari

pembuatan laporan akhir praktikum ini adalah sebagai berikut:

1) Berapa kandungan air yang terkandung dalam onggok.

2) Berapa kadar abu yang terkandung dalam onggok.

3) Berapa kadar protein kasar yang terkandung dalam onggok.

4) Berapa kadar lemak kasar yang terkandung dalam onggok.

5) Berapa kadar serat kasar yang terkandung dalam onggok.

6) Berapa energi yang terkandung dalam onggok.

1.3. Tujuan
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, tujuan dari laporan akhir praktikum

ini adalah:

1) Untuk mengetahui kandungan air yang terkandung dalam onggok

menggunakan analisis kadar air.

2) Untuk mengetahui jumlah mineral yang terkandung dalam onggok melalui

analisis kadar abu.

3) Untuk mengetahui kadar protein kasar yang terkandung dalam onggok

melalui analisis protein kasar.

4) Untuk mengetahui kadar lemak kasar yang terkandung dalam onggok

melalui analisis lemak kasar.


3

5) Untuk mengetahui kadar serat kasar yang terdapat dalam onggok melalui

analisis serat kasar.

6) Untuk mengetahui energi yang terkandung dalam onggok melalui analisis

energi.

1.4. Waktu dan Tempat Praktikum

Hari/ Tanggal : Kamis, 6 November 2014 - 20 November 2014

Pukul : 13.30 WIB – 14.30 WIB

Tempat : Laboratorium Nutrisi Ternak dan Kimia Makanan

Ternak.
4

II

DESKRIPSI BAHAN

Onggok adalah sisa giling tapioka yang berasal dari singkong atau ubi

kayu. Dalam bahasa jawa onggok seringkali di sebut gaber. Pada mulanya onggok

hanya dianggap sebagai limbah, terlebih karena bau yang di timbulkan onggok

sangat menyengat. Namun seiring berjalannya perkembangan kebutuhan manusia

akan bahan pengganti pakan ternak dan bahan baku lainnya, maka jadilah onggok

sebagai sumber penghasil tambahan.

Ketersediaan onggok semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya

produksi tapioka. Hal ini diindikasikan dengan semakin meluasnya areal

penanaman dan produksi ubi kayu. Luas areal tanam meningkat dari 1,3 juta

hektar dengan produksi 13,3 juta ton pada tahun 1990 menjadi 1,8 hektar dengan

produksi 19,4 juta ton pada tahun 1995 (BPS, 1996). ENIE (1989) melaporkan

dari setiap ton ubi kayu akan dihasilkan 250 kg tapioka dan 114 kg onggok. Hal

ini yang menyebabkan onggok berpotensi sebagai polutan disekitar pabrik.

Ada 2 jenis onggok yang lazim beredar, yaitu onggok kering dan onggok
basah. Beberapa fungsi dari onggok basah adalah sebagai bahan tambahan pakan

untuk ternak sapi, babi, ataupun ternak lainnya yang mulai kesulitan mencari

hijauan pakan terutama di musim kemarau. Karena harganya yang relatif

terjangkau, jadilah onggok basah sebagai bahan pakan alternatif bagi pakan.

Onggok kering sendiri merupakan onggok basah yang telah melalui proses

pengeringan, baik pengeringan oleh matahari maupun pengeringan oleh oven.

Fungsi onggok kering antara lain sebagai bahan baku saus, bahan baku obat

nyamuk, bahan perekat lem kertas, campuran kecap.


5

Tabel 1. Kandungan Nutrisi pada Onggok


Zat Nutrisi Kandungan Nutrisi
Protein Kasar (%) 2,89
Lemak Kasar (%) 0,38
Serat Kasar (%) 14,73
Abu (%) 1,21
BETN (%) 80,80
Air 20,31
Sumber : Sudarmadji (1996)

Penggunaan onggok sebagai bahan pakan sangat terbatas, terutama bagi

ternak poligastrik. Hal tersebut disebabkan karena kandungan protein kasar

onggok yang cukup rendah dan disertai dengan kandungan serat kasar yang tinggi.
6

ANALISIS AIR
7

III

TINJAUAN PUSTAKA

Air yang dimaksud dalam analisis proksimat adalah semua cairan yang

menguap pada pemanasan dalam beberapa waktu pada suhu 105˚-110˚C dengan

tekanan udara bebas sampai sisa yang tidak menguap mempunyai bobot tetap.

Penentuan kandungan kadar air dari suatu bahan sebetulnya bertujuan untuk

menentukan kadar bahan kering dari bahan tersebut (Kamal, 1998).

Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan pangan

yang dinyatakan dalam persen. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan

kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut. Kadar air yang tinggi

menyebabkan mudahnya bakteri, kapang dan khamir untuk berkembang biak,

sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan (Dwijosepputro, 1994).

Banyaknya kadar air dalam suatu bahan pakan dapat diketahui bila bahan

pakan tersebut dipanaskan pada suhu 105⁰C dalam peranti pemanas, seperti oven.

Metode pengeringan melalui oven sangat memuaskan untuk sebagian besar


makanan, akan tetapi beberapa makanan seperti silase, banyak sekali bahan-bahan

atsiri (bahan yang mudah terbang) yang bisa hilang pada pemanasan tersebut

(Winarno, 1997).

Umur tanaman, kualitas dan lama penjemuran bahan pakan yang akan

dianalisis dapat mempengaruhi data yang dihasilkan (Sutardi, 2009). Kadar air

dalam bahan pakan terdapat dalam bentuk air bebas, air terikat lemah dan air

terikat kuat. Besar kadar air ini bisa bisa dipengaruhi oleh proses pengeringaan

dalam oven atau saat dikering udarakan (Tillman et al., 1998).


8

Kelemahan dalam analisis air ini adalah tidak hanya air yang menguap, tetapi

terdapat juga senyawa-senyawa asam-basa organik sederhana yang ikut menguap

seperti; asam asetat, butirat, propionat, ester atsiri sehingga terhitung sebagai

komponen air. Selain itu, adapula air yang terikat dalam senyawa sukar untuk

menguap, sehingga mengurangi total air.

Rumus yang digunakan untuk menghitung analisis air adalah:

Air (%)= berat awal bahan sebelum dioven (gr)–berat akhir bahan setelah dioven (gr)

Berat awal bahan sebelum dioven


9

IV

ALAT BAHAN DAN PROSEDUR KERJA

4.1. Alat dan Bahan

4.1.1. Alat

1) Oven listrik berfungsi untuk mengeringkan sampel atau memanaskan alat-

alat laboratrium seperti cawan aluminum.

2) Eksikator berfungsi untuk mnyerapa penguapan dan mendinginkan sampel

yang sudah dipanaskan.

3) Cawan alumunium berfungsi untuk menyimpan sampel yang di analisis.

4) Tang penjepit berfungsi untuk memindahkan sampel yang ada di cawan

alumunium.

5) Neraca analitik untuk menimbang berat sampel atau cawan yang

digunakan.
4.1.2. Bahan:

1) Onggok

4.2. Prosedur Kerja

1) Mengeringkan Cawan alumunium dalam oven selama 1 jam pada suhu 100

- 1050 C.

2) Kemudian dinginkan dalam eksikator selama 15 menit dan timbang

beratnya (Catat sebagai A gram)

3) Menambahkan ke dalam cawan alumunium tersebut sejumlah

sampel/bahan lebih kurang 2-5 gram, timbang dengan teliti. Dengan

demikian berat sampel/bahan dapat diketahui dengan tepat (Catat sebagai


10

B gram). Bila menggunakan timbangan analitik digital maka dapat

langsung diketahui berat sampelnya dengan menset zero balans, yaitu

setelah berat alumunium diketahui beratnya dan telah dicatat, kemudian

dizerokan sehingga penunjukan angka menjadi nol, lalu sampel langsung

dimasukan ke dalam cawan dan kemudian timbang beratnya dan catat

sebagai C gram.

4) Memasukan cawan+sampel ke dalam oven selama 3 jam pada suhu 100 -

1050 C sehingga seluruh air menguap. (Atau dapat pula dimasukan dalam

oven dengan suhu 60oC selama 48 jam).

5) Masukkan dalam eksikator selama 15 menit dan timbang. Ulangi

pekerjaan ini dari tahap no 4 dan 5, sampai beratnya tidak berubah lagi.

Catat sebagai D gram.

6) Setiap kali memindahkan cawan alumunium (baik berisi sampel atau tidak,

gunakan tang penjepit).


11

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Pengamatan


Tabel 2. Hasil Pengamatan Onggok
Berat cawan + Berat cawan + Hasil
Berat cawan sampel sebelum sampel setelah di Perhitungan
di oven oven
7,315 gram 11,904 gram 11,524 gram 8,28 %

5.2. Pembahasan
Dalam menentukan kadar air dari onggok, dilakukan penguapan terhadap
sampel onggok dengan cara memanaskannya di dalam oven selama 3 jam dengan
suhu 105oC. Berat sampel + cawan berkurang setelah dioven yaitu dari 11,904 gr
menjadi 11,524 gr dikarenakan air yang terkandung dalam onggok semuanya
menguap menjadi gas dan menyisakan bahan kering dari onggok. Maka dapat
diketahui bahwa berat air pada sampel adalah seisih dari perubahan berat tersebut.
Untuk mengetahui kadar airnya dalam persen adalah dengan membagi berat air
yaitu 0,38 gr dengan berat sampel yang diuji yaitu 4,59 gr dan dikalikan dengan
100% sehingga didapatkan bahwa kadar air onggok adalah 8,28%.

Sedangkan menurut literatur Sudarmadji (1996) kadar air dalam onggok

sebesar 20,31%. Terjadi rentan nilai yang cukup jauh antara hasil perhitungan

dengan literatur. Perbedaan ini dapat disebabkan karena bisa saja tidak hanya air

yang menguap, tetapi terdapat juga senyawa-senyawa asam-basa organik

sederhana yang ikut menguap seperti; asam asetat, butirat, propionat, ester atsiri

sehingga terhitung sebagai komponen air. Selain itu, adapula air yang terikat

dalam senyawa sukar untuk menguap, sehingga mengurangi total air.


12

ANALISIS ABU
13

III

TINJAUAN PUSTAKA

Analisa kadar abu bertujuan untuk memisahkan bahan organik dan bahan

anorganik suatu bahan pakan. Kandungan abu suatu bahan pakan menggambarkan

kandungan total mineral pada bahan tersebut. Abu terdiri dari mineral yang larut

dalam detergen dan mineral yang tidak larut dalam detergen (Cherney,2000).

Dalam proses pengabuan suatu bahan, ada dua macam metode yang dapat

dilakukan, yaitu cara kering (langsung) dan cara tidak langsung (cara basah).

Kandungan abu ditentukan dengan cara mengabukan atau membakar bahan pakan

dalam tanur, pada suhu 400-600oC sampai semua karbon hilang dari sampel,

dengan suhu tinggi ini bahan organik yang ada dalam bahan pakan akan terbakar

dan sisanya merupakan abu (berwarna dari putih sampai abu-abu) yang dianggap

mewakili bagian inorganik makanan. Namun, abu juga mengandung bahan

organik seperti sulfur dan fosfor dari protein, dan beberapa bahan yang mudah

terbang seperti natrium, klorida, kalium, fosfor dan sulfur akan hilang selama

pembakaran. Kandungan abu dengan demikian tidaklah sepenuhnya mewakili


bahan inorganik pada makanan baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif

(Anggorodi, 1994).

Jumlah sampel yang akan diabukan bergantung pada keadaan bahannya.

Dalam hal ini, kandungan abunya dan kadar air bahan. Bahan-bahan yang kering

biasanya 2-5 gram, seperti biji-bijian dan pakan ternak. Untuk bahan yang

kandungan airnya tinggi, jumlah bahan yang diabukan adalah cukup tinggi sekitar

10-50 gram karena saat dipanaskan maka air dalam bahan akan menguap dan

bahan menjadi mengalami susut berat sehingga apabila sampel yang dianalisis

terlalu sedikit, kemungkinan sisa zat tertinggal yang akan ditimbang tidak ada

sehingga analisis bisa terganggu.


14

Bahan yang mengandung kadar air tinggi perlu dioven terlebih dahulu

sebelum diabukan agar proses pengabuan tidak berlangsung terlalu lama. Bahan

yang berlemak banyak dan mudah menguap harus diabukan menggunakan suhu

mula-mula selama beberapa saat lalu baru dinaikkan ke suhu pengabuan agar

komponen volatil bahan tidak cepat menguap dan lemak tidak rusak karena

teroksidasi. Sedangkan untuk bahan yang dapat membuih perlu dikeringkan dalam

oven terlebih dahulu dan ditambahkan zat antibuih, seperti olive atau parafin lalu

bisa mulai diabukan. Hal ini dilakukan karena timbulnya banyak buih dapat

menimbulkan potensi ledakan yang cukup membahayakan (Apriantono, 1989).

Jumlah abu dalam bahan pakan hanya penting untuk menentukan perhitungan

bahan ekstrak tanpa nitrogen (Soejono, 1990).

Kelemahan dari analisis abu adalah tidak seluruhnya unsur utama pembentuk

senyawa dapat terbakar dan berubah menjadi gas. Oksigen ada yang masih tinggal

dalam abu sebagai oksida misalnya; karbon sebagai karbonat. Juga ada sebagian

mineral tertentu berubah menjadi gas, seperti; sulfut sebagai H2S, SO2, SO3.

Rumus yang digunakan untuk perhitungan analisis abu adalah:

Abu (%)= Berat abu (gram) x 100

Berat awal bahan sebelum dibakar


15

IV

ALAT BAHAN DAN PROSEDUR KERJA

4.1. Alat dan Bahan

4.1.1. Alat:

1) Crussible porselen 30 ml

2) Kompor listrik

3) Tanur listrik

4) Eksikator

5) Tang penjepit

4.1.2. Bahan:

1) Onggok

4.2. Prosedur Kerja

1) Keringkan crussible porselen ke dalam oven selama 1 jam pada suhu

105oC.

2) Dinginkan dalam eksikator selama 15 menit dan timbang, catat sebagai A

gram.
3) Crussible porselen masih di atas piringan timbangan, lalu pijit tombol zero

pada alat timbangan digital sehingga angka pengukuran menjadi nol.

Tambahkan ke dalam crussible porselen tersebut sejumlah sampel/bahan

lebih kurang 2-5 gram, timbangan dengan teliti. Catat berat sampel sebagai

B garam.

4) Panaskan crussible porselen + sampel dengan hot plate atau kompor listrik

sampai tidak berasap lagi.

5) Masukan crussible porselen + sampel ke dalam tanur listrik dengan

temperatur 600-700oC. Biarkan beberapa lama sampai bahan menjadi abu

putih betul.
16

6) Masukan dalam eksikator kurang lebih 30 menit dan timbang dengan teliti,

catat sebagai C gram.

7) Hitung kadar abunya.


17

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengamatan


Tabel 3. Hasil Pengamatan Onggok
Berat Berat cawan + sampel Berat cawan + sampel Hasil
crusible sebelum di tanur setelah di tanur Perhitungan
20,475 21,792 20,495 1,518

4.2. Pembahasan
Analisa kadar abu bertujuan untk memisahkan bahan organik dan bahan
anorganik yang terdapat dalam onggok. Kandungan abu yang di dapat akan
menggambarkan total mineral yang terkandung dalam onggok. Onggok di bakar
dalam tanur dengan suhu 600-700oC selama 6-8 jam, hingga tersisa bahan mineral
yang berwarna putih hingga abu-abu. Dalam analisis abu ini tidak digunakan
cawan alumunium tetapi crusible porselen, hal ini di karenakan suhu di dalam
tanur yang sangat tinggi, jika digunakan cawan alumunium, dikhawatirkan cawan
akan hancur (lebur) dalam tanur.
Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan, kandungan mineral
dalam onggok sebesar 1,518%. Sedangkan menurut literatur Sudarmadji (1996)
kandungan mineral dalam onggok sebesar 1,21%. Terjadi rentan nilai yang relatif
kecil berdasarkan hasil perhitungan dan literatur. Adanya perbedaan ini dapat
terjadi di karenakan tidak seluruhnya asam organik yang ikut terbakar dalam
analisis ubu dan tidak berubah menjadi gas. Ada oksigen yang masih tinggal

Co3 ¿
dalam abu sebagai oksida (misal CaO) dan karbon sebagai karbonat ( ,

sehingga nilai kadar abu kurang dari kadar abu sesungguhnya. Hasil fraksi dari
analisis abu salah satunya adalah mineral, misalnya Natrium (Na), Klor (Cl),
Belerang (S), Posphor (P). Bisa saja sebagian mineral tertentu ikut menguap

H2 S SO 2 SO 3 ¿
menjadi gas (Mis: Sulfur sebagai , , . Sehingga kadar

abunya bernilai lebih tinggi dari kadar sebenarnya.


18

ANALISIS PROTEIN KASAR


19

III

TINJAUAN PUSTAKA

Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh, karena

zat ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi

sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein adalah sumber asam-asam amino

yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak

atau karbohidrat. Molekul protein mengandung pula fosfor, belerang, dan ada

jenis protein yang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga.

Protein digunakan sebagai bahan bakar apabila keperluan enegi dalam tubuh

tidak terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak. Protein ikut pula mengatur berbagai

proses tubuh, baik langsung maupun tidak langsung dengan membentuk zat-zat

pengatur proses dalam tubuh. Protein mengatur keseimbangan cairan dalam

jaringan dan pembuluh darah. Sifat amfoter protein yang dapat bereaksi dengan

asam dan basa dapat mengatur keseimbangan asam-basa dalam tubuh (Winarno,

1990).

Metode Kjeldahl merupakan salah satu dari uji kadar protein yang memiliki
tingkat kepercayaan lebih tinggi dalam menentukan kandungan nitrogen (N).

Prinsip penentuan kadar protein kasar dengan menggunakan metode ini adalah

penetapan nilai protein kasar dilakukan secara tidak langsung yaitu dengan

menghitung kandungan N dan kemudian dikonversikan ke nilai protein dengan

dikalikan dengan 6,25. Nilai 6,25 didapatkan dari asumsi protein memiliki

nitrogen sebanyak 16% sehingga rasio protein : nitrogen adalah 100 : 16 atau

lebih disederhanakan menjadi 6,25 : 1.

Untuk menentukan kadar protein, terdapat tiga tahap analisis kimia yaitu

destruksi atau tahap penghancuran molekul-molekul yang ada dalam bahan

menjadi lebih sederhana, destilasi atau tahap pemisahan nitrogen dari unsur
20

lainnya yang ada pada bahan, dan tahap titrasi atau tahap penetapan nilai

nitrogennya.

Kelebihan metode ini adalah sederhana, akurat, dan universal juga

mempunyai kebolehulangan (Reproducibility) yang cukup baik, akan tetapi

metode ini bukannya tidak memiliki kekurangan. Kekurangannya adalah nitrogen

tidak hanya terkandung dalam protein, tapi terkandung juga pada senyawa Non-

Protein Nitrogen. Karena senyawa non protein nitrogen ikut terhitung pada fraksi

protein, maka komponen pada fraksi protein kasar adalah protein, asam amino

bebas, amine sitrat, glikosida mengandung nitrogen, vitamin B, asam nukleat,

HCN, Alkaloid, dan urea. Kekurangan lainnya dari analisis ini adalah, nilai 6,25

sebagai konversi nitrogen ke protein tidak selalu tetap. Umumnya, nitrogen pada

protein nabati kadarnya kurang dari 6,25 sedangkan pada protein hewani kadarnya

lebih dari 6,25 (Juiati dan Sumardi, 1981).

Rumus untuk menentukan kadar protein kasar adalah:

Volume HCl x N HCl x 14 x 0,001 x 6,25


Kadar Protein Kasar ( )= x 100
Berat awal bahan
21

IV

ALAT BAHAN DAN PROSEDUR KERJA

4.1. Alat dan Bahan

4.1.1. Alat:

1) Labu kjedahl 300 ml.

2) Satu set alat destilasi

3) Erlenmeyer 250 cc

4) Buret 50 cc skala 0,1 ml

5) Timbangan analitik

4.1.2. Bahan:

1) Onggok

4.1.3. Zak kimia:

1) Asam sulfat pekat

2) Asam chorida (yang sudah diketahui normalitasnya)

3) Natrium hydroxida 40 %

4) Katalis campuran (yang dibuat dari CuSO4.5H2O dan K2SO4 dengan


perbandingan 1:5)

5) Asam borax 5%

6) Indikator campuran (Borm cresol green; Methyl merah = 4:5. Sebanyak

0,9 gram campuran dilarutkan dengan alkohol 100ml).

4.2. Prosedur Kerja

Destruksi

1) Timbang contoh sampel kering oven sebanyak ± 1 gram. (Catat sebagai

A gram)

2) Masukan ke dalam labu kjedahl dengan hati-hati, dan tambahkan 6

gram katalis campuran.


22

3) Tambah 20 ml asam sulfat pekat.

4) Panaskan dalam nyala api kecil di lemari asam. Bila sudah tidak

berbuih lagi destruksi diteruskan dengan nyala api yang besar.

5) Destruksi sudah dianggap selesai bila larutan sudah berwarna hijau

jernih, setelah itu dinginkan.

Destilasi

1) Siapkan alat destilasi selengkapnya, pasang dengan hati-hati jangn lupa

labu didih, vaselin dan tali pengaman.

2) Pindahkan larutan hasil destruksi ke dalam labu didih, kemudian bilas

dengan aquades sebanyak kurang lebih 50 ml.

3) Pasangkan erlenmeyer yang sudah diisi asam borax 5% sebanyak 15 ml

untuk menangkap gas amonia, dan telah diberi indikator campuran

sebanyak 2 tetes.

4) Basahkan larutan bahan dan destruksi dengan menambah 40 -60 ml

NaOH 40% melalui corong samping. Tutup kran corong segera setelah

larutan tersebut masuk ke labu didih.

5) Nyalakan pemanas bunsen dan alirkan kedalam pendingin tegak.


6) Lakukan destilasi sampai semua N dalam larutan diangggap telah

tertangkap oleh asam borax yang di tandai dengan menyusutnya larutan

dalam labu didih sebanyak 2/3 bagian.

Titrasi

1) Erlenmeyer berisi sulingan tadi diambil (jangan lupa membulas yang

tertinggal di dalam sulingan).

2) Kemudian titrasi dengan HCl yang sudah diketahui normalitasnya catat

sebagai B garam. Titik titrasi dicapai dengan ditandai dengan perubahan

warna hijau ke abu-abuan menjadi. Catat jumlah larutan HCl yang

dipakai sebagai C ml.


23

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Pengamatan


Tabel 7. Hasil Pengamatan Onggok
Volume Hasil
Berat Sampel Normalitas HCL
HCL perhitungan
0,619 0,1232 1,8 3,134

5.2. Pembahasan

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, didapatkan kandungan

protein kasar yang terdapat dalam onggok adalah sebesar 3,134%. Menurut

literatur Sudarmadji (1996) kandungan protein kasar dalam onggok adalah 2,89%.

Adanya perbedaan hasil perhitungan dengan literatur dapat disebabkan oleh

adanya penambahan pupuk urea saat onggok (sampel) ditanam, yang akan

menyebabkan terjadinya perbedaan kandungan protein kasar. Selain itu dapat juga

disebabkan oleh N yang mengikat pada NH2NO3.

Onggok memiliki kandungan protein kasar yang sangat rendah sedangkan

kandungan serat kasar yang sanggat tinggi, hal ini menyebabkan onggok kurang

cocok jika dijadikan pakan untuk ternak monogastrik.


24

ANALISIS LEMAK KASAR


25

III

TINJAUAN PUSTAKA

Kandungan lemak suatu bahan pakan dapat ditentukan dengan metode soxhlet,

yaitu proses ekstraksi suatu bahan dalam tabung soxhlet (Soejono, 1990). Lemak

yang didapatkan dari analisis lemak ini bukan lemak murni. Selain mengandung

lemak sesungguhnya, ekstrak eter juga mengandung waks (lilin), asam organik,

alkohol, dan pigmen, oleh karena itu fraksi eter untuk menentukan lemak tidak

sepenuhnya benar (Anggorodi, 1994).

Penetapan kandungan lemak dilakukan dengan larutan heksan sebagai pelarut.

Fungsi dari heksan adalah untuk mengekstraksi lemak atau untuk melarutkan

lemak, sehingga merubah warna dari kuning menjadi jernih (Mahmudi, 1997).

Analisis lemak yang umum dilakukan pada bahan makanan dapat digolongkan

dalam 3 kelompok tujuan, yaitu penentuan kuantitatif, penentuan kualitatif, dan

penentuan sifat fisik kimia yang khas.

Ekstraksi merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar lemak dalam

suatu bahan. Sebagai senyawa hidrokarbon lemak dan minyak pada umumnya
tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik. Fospolipid yang bersifat

polar dan asam akan mudah larut dalam kloroform yang sedikit polar dan basa.

Heksana adalah bahan pelarut lemak nonpolar yang paling banyak digunakan

karena harganya relatif murah, kurang berbahaya terhadap kebakaran dan ledakan

serta lebih selektif untuk lemak nonpolar (Srihartini, 2013).

Kelemahan dari analisis lemak ini adalah tidak hanya lemak yang dapat larut

dalam pelarut lemak, tetapi terdapat pula komponen senyawa organik lain yang

bukan lemak larut dalam pelarut ini, seperti; pigmen, klorofil, sterol, vitamin

ADEK. Lemak dengan bobot molekul besar serta kompleks seperti fospolipid dan
26

lipoprotein sulit larut dalam eter, sehingga bahan yang demikian harus didestruksi

terlebih dahulu agar bisa larut.

Rumus yang digunakan untuk menghitung lemak kasar adalah:

Lemak Kasar (%)= Berat lemak (gram) x 100

Berat awal bahan (gram)


27

IV

ALAT BAHAN DAN PROSEDUR KERJA

4.1. Alat dan Bahan

4.1.1. Alat:

1) Satu set alat soxhlet

2) Kertas saring bebas lemak.

3) Kapas dan biji hekter

4) Eksikator

5) Timbangan analitik

4.1.2. Bahan:

1) Onggok

2) Kloroform

4.2. Prosedur Kerja

1) Siapkan kertas saring yang telah kering oven (gunakan kertas saring

bebas lemak) .

2) Buatlah selongsong penyaring yang dibuat dari kertas saring, timbang


dan catat beratnya sebagai A gram. Masukkan sampel sekitar 2 – 5 gram

dalam selongsong kemudian timbang dan catat beratnya sebagai B gram.

Tutup dengan kapas kemudian dihekter, lalu timbang dan catat beratnya

sebagai C gram. Berat sampel = (B - A) gram.

3) Selongsong penyaring berisi sampel dimasukkan ke dalam alat soxhlet.

Masukan pelarut lemak (Kloroform) sebnayak 100 – 200 ml ke dalam

labu didihnya. Lakukan ekktarksi (Nyalakan pemanas hot plate dan

alirkan air pada bagian kondensornya).

4) Ekstraksi dilakukan selama lebih kurang 6 jam. Ambil selongsong yang

berisi sampel yang telah diekstraksi dan keringkan didalam oven selama
28

1 jam pada suhu 1050 C. kemudian masukan ke dalam eksikator 15

menit dan kemudian timbang, dan catat beratnya sebagai D gram.

5) Kloroform yang terdapat dalam labu didih, dildestilasi sehinga

tertampung di penampung sokhlet. Kloroform yang tertampung disimpan

untuk digunakan kembali.


29

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Pengamatan


Tabel. 4 Hasil Pengamatan Onggok
Dalam gram
Berat Selongsong 0,888
Berat selongsong + sampel 1,758
Berat selongsong + sampel + biji hekter 1,771
sebelum diekstraksi
Berat selongsong + sampel + biji hekter 1,761
setelah diekstraksi
Hasil Perhitungan 1,149%

5.2. Pembahasan

Setelah melakukan perhitungan didapatkan kadar lemak kasar pada onggok

adalah 1,149 % untuk mencari nilai tersebut dapat dilakukan dengan cara berat

sampel sebelum diekstraksi dikurangi berat sampel setelah diekstraksi dibagi berat

awal sampel dikali 100 %. Sedangkan menurut literatur Sudarmadji (1996)

kandungan lemak kasar yang terdapat dalam onggok adalah 0,38%. Terjadi rentan

nilai yang cukup jauh antara hasil perhitungan dengan literatur. Faktor yang

mempengaruhi perbedaan hasil kadar lemak kasar antara sampel yang kami teliti

dengan literatur yaitu :

1) Kemampuan dalam fotosintesis dari bahan pakan tersebut tidak sama.

2) Kandungan unsur hara dalam setiap tanah tidak selalu sama.

3) Penggunaan jenis singkong bisa jadi tidak sama.

4) Kesalahan orang yang meneliti dalam melakukan penelitian bahan tersebut.


30

ANALISIS SERAT KASAR


31

III

TINJAUAN PUSTAKA

Serat kasar adalah zat non gizi sebagai sisa-sisa selektal sel-sel tanaman yang

tahan terhadap hidrolisa oleh enzim-enzim pencernaan manusia. Serat makanan

yang disebut juga unavailable carbohydrate sedangkan yang tergolong available

carbohydrate adalah gula, pati, dan dekstrin, karena zat-zat tersebut dapat

dihidrolisa dan diabsorbsi manusia yang kemudian di dalam tubuh diubah menjadi

glukosa dan akhirnya menjadi energi atau disimpan dalam bentuk lemak. Serat

makanan ini terdiri dari dinding sel tanaman yang sebagian besar mengandung 3

polisakarida yaitu selulosa, hemiselulosa, dan lignin (Pilrang dan Djojoesobagio,

2002)

Istilah dari serat makanan harus dibedakan dengan istilah serat kasar yang

biasa digunakan dalam analisis proksimat bahan pangan atau pakan. Serat kasar

adalah bagian dari pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh asam atau basa kuat,

bahan-bahan kimia yang digunakan untuk menentukan serat kasar yaitu asam

sulfat (1,25%) dan natrium hidroksida (1,25%). Dengan pemanasan asam-basa


kuat yang ada akan menjadi rusak dan dapat diketahui komposisi kimia tiap-tiap

bahan yang menagandung dinding sel. (Pilrang dan Djojoesobagio, 2002)

Serat kasar sangat penting dalam penilaian kualitas bahan makanan karena

angka ini merupakan indeks dan menentukan nilai gizi makanan tersebut. Selain

itu, kandungan serat kasar dapat digunakan untuk mengevaluasi suatu proses

pengolahan (Hermayanti dan Eli, 2006).


32

Serat kasar mengandung senyawa selulosa, lignin dan zat lain yang belum

dapat diidentifikasi dengan pasti. Yang disebut serat kasar disini adalah senyawa

yang tidak dapat dicerna dalam organ pencernaan manusia ataupun hewan. Dalam

analisa penentuan serat kasar diperhitumgkan banyaknya zat-zat yang larut dalam

asam encer ataupun basa encer dengan kondisi tertentu.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisa adalah :

1) Defatting, yaitu menghilangkan lemak yang terkandung dalam sampel

menggunakan pelarut lemak.

2) Digestion, terdiri dari 2 tahapan yaitu pelarutan dengan asam dan pelarutan

dengan basa. Kedua macam proses digesti ini dilakukan dalam keadaan

tertutup pada suhu terkontrol (mendidih) dan sedapat mungkin dihilangkan

dari pengaruh luar.

Penyaringan harus segera dilakukan setelah digetion selesai, karena terjadi

perusakan serat lebih lanjut oleh bahan kimia yang dpakai. Untuk bahan yang

mengandung banyak protein sering mengalami kesulitan dalam penyaringan,

maka sebaiknya dilakukan digesti pendahuluan dengan menggunakan enzim

proteolitik.
Sampel yang sudah bebas lemak dan telah disaring dipakai untuk

mendapatkan serat kasar. Sampel bila ditambah larutan asam sulfat dan

dipanaskan, kemudian residu disaring. Residu yang diperoleh dalam pelarutan

menggunakan asam dan basa merupakan serat kasar yang mengandung ± 97 %

selulosa dan lignin, dan sisanya adalah senyawa lain yang belum dapat

diidentifikasi dengan pasti.

Serat kasar sangat penting dalam penilaian kualitas pakan makanan, karena

angka ini merupakan indeks dan menentukan nilai gizi bahan makanan tersebut.

Selain itu kandungan serat kasar dapat digunakan untuk mengevaluasi suatu

proses pengolahan, misalnya proses penggilingan atau proses pemisahan kulit dan
33

kotiledon, dengan demikian persentase serat kasar dapat dipakai untuk

menentukan kemurnian bahan atau efisiensi suatu proses.

Rumus yang digunakan untuk menghitung serat kasar adalah:

Serat kasar (%) = Berat residu (gram) – Berat abu (gram) x 100

Berat awal bahan


34

IV

ALAT BAHAN DAN PROSEDUR KERJA

Analisis Serat Kasar

4.1. Alat:

4.1.1. Alat:

1) Gelas piala khusus 600 ml

2) Cawan porselen 30 ml

3) Corong Buchner 4.5 cm

4) Satu set alat pompa vakum

5) Eksikator

6) Kertas Saring bebas abu (Merek Whatman No 41)

7) Tanur listrik

8) Hot plate

9) Tang penjepit

10) Timbangan analitik

4.1.2. Bahan:
1) Onggok

2) H2SO4 1.25 %

3) NaOH 1.25 %

4) Aseton

5) Aquades panas

4.2. Prosedur Keraja

1) Siapkan kertas saring kering oven dengan diameter 4,5 cm, catat sebagai

A gram.

2) Siapkan cawan porselen kering oven.


35

3) Residu/sisa ekstraksi lemak di masukkan kedalam gelas piala khusus

sebanyak ± 1 gram, Catat sebagai B gram.

4) Tambah asam sulfat 1,25 % sebanyak 100 ml kemudian pasang pada alat

pemanas khusus tepat dibawah kondensor (reflux).

5) Alirkan airnya dan nyalakan pemanas listrik tersebut.

6) Didihkan selama 30 menit dihitung saat mulai mendidih.

7) Setelah cukup pemanasan, ambil dan saring dengan mempergunakan

corong buchner yang telah dipasang kertas saring (kertas saring ini tidak

perlu diketahui beratnya.

8) Penyaringan menggunakan pompa Vacum (pompa isap) dan cuci/bilas

dengan mempergunakan aquades panas sebanyak 100 ml.

9) Residu yang terdapat dalam corong buchner dikembalikan kepada beaker

glass semula.

10) Tambahkan NaOH 1,25% sebanyak 100 ml kemudian pasang kembali

pada alat pemanas khusus seperti semula.

11) Lakukan seperti pada 6–7. Tetapi menggunakan kertas saring yang telah

diketahui beratnya (lihat no 1).


12) Pada penyaringan ini cuci/bilas berturut – turut dengan :

13) Air panas 100 ml

14) Asam sulfat panas 0.3 N (1.25%) 50 ml

15) Air panas 100 ml

16) Aceton 50 ml

17) Kertas saring dan isinya (residu) dimasukkan ke dalam cawan porselen

dengan menggunakan pinset.

18) Keringkan dalam oven 1000-1050C selama 1 jam.

19) Dinginkan dalam eksikator selama 15 menit lalu timbang, catat sebagai

C gram).
36

20) Panaskan dalam hot plate sampai tidak berasap lagi, kemudian masukan

dalam tanur listrik 6000-7000C selama 3 jam sampai abunya berwarna

putih. Di sini serat kasar di bakar sampai habis.

21) Dinginkan dalam eksikator selama 30 menit lalu timbang dan catat

sebagai D gram.
37

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Pengamatan


Tabel 5. Hasil Pengamatan Onggok
Berat kertas Berat Hasil
Berat sampel Berat abu
saring residu Perhitungan
0,523 0,228 19,695 19,39 14,72

5.2. Pembahasan

Setelah melakukan perhitungan didapatkan kadar serat kasar pada onggok

adalah 14,72% untuk mencari nilai tersebut dapat dilakukan dengan cara jumlah

dari residu dikurangi abu dibagi sampel awal. Kekurangan dari serat kasar adalah

terdapat bahan organic yang mudah larut dalam asam basa encer. Menurut

literatur Sudarmadji (1996) kandungan serat kasar yang terdapat dalam onggok

adalah sebesar 14,72%. Terdapat rentai nilai yang sangat kecil sekali antara hasil

perhitungan dan literatur.

Faktor yang mempengaruhi perbedaan hasil kadar serat kasar antara sampel

yang kami teliti dengan yang di literatur yaitu :

1) Kemampuan dalam fotosintesis dari bahan pakan tersebut tidak sama .

2) Kandungan unsur hara dalam setiap tanah tidak selalu sama.

3) Penggunaan jenis singkong bisa jadi tidak sama.


38

ANALISIS ENERGI
39

III

TINJAUAN PUSTAKA

Karbohidrat, lemak, dan protein dalam makanan digunakan hewan untuk

membangun jaringan lunak tubuh, mensintesa hasil hewan, dan menyediakan

energi yang dibutuhkan untuk melaksanakan fungsi normal tubuh. Makanan

dioksidasi untuk menyediakan energi kimia ang dapat diubah menjadi energi

mekanik atau diubah menjadi bentuk lain. Bila energi kimia dari makanan

digunakan untuk kerja otot dan kimia yang perlu untuk pemeliharaan hewan yang

tak bekerja, energi diubah menjadi panas untuk memelihara temperatur suhu

tubuh. Bila hewan diberi makan protein dan energi yang dihasilkan melebihi

kebutuhan hidup pokoknya, maka hewan tersebut akan menggunakan kelebihan

zat makanan tersebut untuk pertumbuhan dan produksi. Maka dari itu,

kemampuan makanan atau ransum untuk menyediakan energi adalah penting guna

menentukan nilai makanannya (Tillman et al., 1989).

Bahan makanan yang dibakar sempurna, reaksinya akan menghasilkan oksida

berupa karbon dioksida, air, dan gas-gas lainnya disertai dengan energi panas.
Energi yang dihasilkan tersebut disebut energi bruto (Murtidjo, 1987).

Untuk menentukan besar dari energi bruto pada bahan makanan digunakan

alat yang disebut bomb-calorimeter dimana bahan makanan dibakar sempurna di

dalamnya sehingga akan terbentuk gas-gas dan energi berbentuk kalor dimana

energi kalor tersebut akan memanaskan air pada alat tersebut dan suhunya akan

diukur dengan termometer yang terpasang pada alat. Selisih waktu tertinggi yang

dihasilkan dengan suhu awal sebelum pembakaran dikonversi ke nilai kalori dan

dibagi dengan berat bahan yang dibakar, sehingga di dapat nilai energi bruto

dengan satuan kalori per gram (Murtidjo, 1987). Dengan kata lain
cal T 2−T 1
Energi Bruto ( )
g
=
Berat bahan(g)
x 2417
40

IV

ALAT BAHAN DAN PROSEDUR KERJA

4.1. Alat dan Bahan

4.1.1. Alat:

1) Wadah

2) Tutup yang dilengkapi

 Elektroda dan kabel elektroda

 Katup inlet

 Katup outlet

 Cawan/mangkuk pembakaran

 Sumbu pembakar

 Drat pengunci

3) Bejana air

4) Jacket yang terdiri dari

 Wadah
 Tutup yang dilengkapi

- Batang pengaduk air

- Elektromotor

- Thermometer

5) Tabung gas oksigen yang dilengkapi regulator dan selang inlet

6) Statif/ standar untuk jacket atau tutup bejana

7) Catu daya 23 volt

4.1.2. Bahan:

1) Onggok

2) Oksigen
41

3) Kawat sumbu pembakar

4.2. Prosedur Kerja

1) Menghubungkan ujung elektroda dengan kawat sumbu pembakar.

2) Menimbang 1 gram sampel dan masukan kedalam mangkuk pembakar

kemudian simpan dart di bawah sumbu pembakar.

3) Masukan tutup bomb ke wadahnya, lalu dikencangkan dengan dart

pengunci.

4) Isi bejana bomb dengan oksigen sebesar 30 atm melalui katup selang

inlet ke katup inlet.

5) Isi bejana air dengan aquades sebanyak 2 kg.

6) Masukan bejana bomb ke bejana air yang telah diisi aquades.

7) Masukan bejana air berisi bejana bomb ke dalam wadah jacket, lalu tutup

dengan penutup jaketnya.

8) Sambungkan kabel elektroda ke catu daya 23 volt.

9) Jalankan motor llistrik yang akan menjalankan pengaduk air yang

terhubung ke bejana air.

Pengadukan dilakukan 5 menit. Pada menit ke enam, catat suhunya


sebagai T1.

10) Tekan tombol catu daya, sebagai pemicu pembakaran di dalam bomb.

11) Amati perubahan suhu hingga suhu konstan dan catat sebagai T2.

12) Matikan tombol elektromotor dan lepaskan kabel belt.

13) Angkat tutup dan simpan di atas statifnya.

14) Cabut kabel elektroda ke catu daya.

15) Keluarkan bejana air dan bejana bomb.

16) Keluarkan gas pembakaran dalam bejana bomb melalui katup outlet

valve.

17) Buka pengunci dan buka tutup bomb.


42

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Pengamatan Onggok


Tabel 6. Hasil Pengamatan Onggok
Berat sampel T1 T2 Hasil perhitungan
0,751 29,02 30,22 3.862,050 kal/gram

5.2. Pembahasan

Prinsip dari penentuan energi bruto adalah untuk menentukan kadar energi

bruto dalam bahan yaitu gaplek dengan cara sampel dimasukkan bejana bomb dan

dibakar sempurna di dalam bejana air sehingga panas yang timbul akan

memanaskan air dalam bejana air.

Setelah dilakukan perhitungan, nilai energi bruto dalam onggok adalah

3.862,050 cal/gram, didapatkan dengan memasukkan sampel sebanyak 0,751 g ke

bejana bomb yang kemudian diisi dengan oksigen sebesar 30 atmosfir dan bejana

air diisi air sebanyak 2 kg. Setelah itu bejana bomb dimasukkan ke bejana air

yang fungsinya untuk menstabilkan suhu dan meredam bejana bomb sewaktu

pembakaran. Sebelum dibakar, bejana air berisi bejana bomb dimasukkan ke


dalam wadah jaket dan kemudian ditutup dengan penutup jaket yang harus

dipastikan tertutup. Daya yang digunakan dalam pembakaran yaitu 23 volt. Suhu

awal dicatat pada saat menit ke 6 dinyalakannya pengaduk air yang terhubung ke

bejana air yaitu sebesar 29,02oC. Lalu suhu akhir di catat pada saat suhu tertinggi

dan konstan sebesar 30,22oC. Setelah dilakukan pembakaran dan mencabut kabel

elektroda ke catu daya, angkat tutup jaket, keluarkan bejana air dan bejana bomb

lalu keluarkan gas hasil pembakaran melalui katup outlet dan buka drat pengunci

dan kemudian tutup bomb. Suhu yang konstan tersebut dikurangi dengan suhu

yang dicatat pada menit ke 6 untuk mengetahui kenaikan suhu yang terjadi saat

dibakar yang menunjukan energi panas yang dihasilkan dan didapat angka 1,2 oC
43

sebagai kenaikan suhunya. Kenaikan suhu tersebut dikonversikan ke dalam kalori

dengan cara mengalikannya dengan 2417 dan kemudian dibagi dengan berat

sampel yang dibakar sehingga di dapat nilai energi bruto pada onggok.
44

VI

KESIMPULAN DAN SARAN

Maka dapat disimpulkan bahwa berdasarkan analisis proksimat dan energi


bruto:
1) Kadar air yang terkandung dalam onggok adalah 8,28%
2) Kadar abu yang terkandung dalam onggok adalah 1,518%
3) Kadar protein kasar pada onggok adalah 3,134%
4) Kadar lemak kasar yang terkandung dalam onggok adalah 1,149%
5) Kadar serat kasar yang terkandung dalam onggok adalah 14,72%
6) Besar energi bruto yang terkandung dalam onggok adalah 3.862,050 cal/g
45

DAFTAR PUSTAKA

Deskripsi Bahan
Sudarmadji, S. B.Haryono, dan Suhardi. 2003. Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian. Penerbit Liberty Yogyakarta Bekerja Sama dengan Pusat antar
Universitas Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Analisis Air

Dwijosepputro, D.1994.Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan.Jakarta.

Kamal, M. 1998. Nutrisi Ternak 1. Rangkuman. Laboratorium Makanan Ternak.


Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. UGM.
Yogyakarta.

Tillman, A. D, H. Hartadi, S. Reksohadiprojo, dan S. Prawirokusumo.1998. Ilmu


Makanan Ternak Dasar. Universitas Gadjah Mada Press.Yogyakarta.

Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit : PT Gramedia Pustaka


Utama. Jakarta.

Analisis Abu

Anggorodi. R. 2005. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gadjah Mada University


Press. Yogyakarta.

Apriyantono, A., D. Fardiaz, N. L. Puspitasari, Sedamawati, dan S.


Budiyanto.1989. Analisis Pangan. PAU Pangan dan Gizi. IPB Press.
Bogor.
46

Cherney, D. J. R. 2000. Characterization of Forage by Chemical Analysis. Dalam


Given, D. I., I. Owen., R. F. E. Axford., H. M. Omed. Forage Evaluation
in Ruminant Nutrition. Wollingford: CABI Publishing.

Soejono, M. 1990. Pengenalan dan Pengawasan Kualitas Bahan Baku dan


Pakan. Dirjen Peternakan.Bina Produksi. Jakarta.

Analisis Lemak Kasar

Anggorodi. R. 2005. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gadjah Mada University


Press. Yogyakarta.

Pilrang, W.G. dan S. Djojosoebagio.2002. Fisiologi Nutrisi. IPB Press :Bogor .

Analisis Serat Kasar


Hermayanti, Yeni, Eli Gusti.2006. Modul Analisis Proksimat. SMAN 3 Padang.
Padang.

Pilrang, W.G. dan S. Djojosoebagio.2002. Fisiologi Nutrisi. IPB Press. Bogor.

Sudarmadji, Slamet. Etal.1996. Prosedur Analisa Bahan Makanan dan Pertanian.


Liberty. Yogyakarta .

Analisis Energi Bruto


Murtidjo, Bambang Agus. 1987. Pedoman Meramu Pakan Unggas. Kanisius.
Yogyakarta.

Tillman, D.A., et al. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.

Analisis Protein Kasar


Julianti, J dan Sumardi. 1981. Sedikit Modifikasi Dalam Metode Analisa N
(Protein) Dalam Bahan Makanan Dengan Cara Kjeldahl. Seminar
Nasional Metode Analisa Kimia. Bandung.

Winarno F.G. 1990. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
47

LAMPIRAN

Pengolahan Data Analisis Air pada Onggok


berat awal−berat ahir
x 100
Air ( % ) = berat sampel

11,904 −11,524
= 11,904−7,315

0,385
= 4,59 x 100

= 8,28 %

Pengolahan Data Analisis Abu pada Onggok

( berat crusible+ sampel setelah ditanur ) – ( berat crusible )


x 100
Abu ( %) = ( berat crusible + sampel sebelum ditanur )−(berat crusible )

20,495−20,475
x 100
= 21,792−20,475

0,02
x 100
= 1,317

= 1,518 %

Pengolahan Data Analisis Protein kasar pada Onggok

ml HCl x N HCl x 14 x 0,001 x 6,25


x 100
PK ( % ) = berat sampel
48

1,8 x 0,1232 x 14 x 0,001 x 6,25


x 100
= 0,619

= 3,134 %
49

Pengolahan Data Analisis Lemak kasar pada Onggok

Lk ( % ) =

berat
( berat selongsong+ sampel +h ekter sebelum ekstraksi ) – (¿ selongsong+sampel +h ekter setela h diek
( berat selongsong+ sa mpel )−( berat selongsong )

1,77−1,761
x 100
= 1,758

0,01
x 100
= 0,87

= 1,149 %

Pengolahan Data Analisis Serat kasar pada Onggok

residu−berat abu
x 100
Sk ( % ) = berat sampel

19,695−19,39−0,228
x 100
= 0,523

= 14,72 %

Pengolahan Data Analisis Energi pada Onggok

T 2−T 1
Energi = berat sampel x 2417

30,22−29,02
x 100
= 0,751

= 3.862,050 cal/gram
50

Mencari BETN

BETN = 100%- ( % air + % abu + % lk + % sk + % pk )

= 100% - ( 8,28 % + 1,518 % + 1,149 % + 14,72 % + 3,134 % )

= 71,199 %
51

Konversi kadar abu dalam kondisi bahan kering ke asfeed

Diketahui :

 Kadar air pada kondisi asfeed = 8,28 %


 Kadar bahan kering pada kondisi asfeed = 100 % - 8,28 % =
91,72 %
 Kadar abu dalam kondisi bahan kering = 1,51 %

Abu pada Bk Abu pada Asfeed


=
Kadar Bk pada Bk Kadar Bk pada Asfeed
1,51 Abu pada Asfeed
=
100 91,72

Abu pada Asfeed ¿ 1,384

Konversi kadar Protein kasar dalam kondisi bahan kering ke


asfeed

Diketahui :

 Kadar air pada kondisi asfeed = 8,28 %


 Kadar bahan kering pada kondisi asfeed = 100 % - 8,28 % =
91,72 %
 Kadar protein kasar dalam kondisi bahan kering = 3,134 %
PK pada Bk PK pada Asfeed
=
Kadar Bk pada Bk Kadar Bk pada Asfeed
3,134 PK pada asfeed
100 = 91,72

Kadar PK pada asfeed = 2,874 %


52

Konversi kadar lemak kasar dalam kondisi bahan kering ke


asfeed

Diketahui :

 Kadar air pada kondisi asfeed = 8,28 %


 Kadar bahan kering pada kondisi asfeed = 100% - 8,28 % =
91,72 %
 Kadar lemak kasar dalam kondisi bahan kering = 1,149 %
LK pada Bk LK pada Asfeed
=
Kadar Bk pada Bk Kadar Bk pada Asfeed
1,149 LK pada asfeed
=
100 91,72

Kadar LK pada asfeed = 1,053 %

Konversi kadar Serat kasar dalam kondisi bahan kering ke asfeed

Diketahui :

 Kadar air pada kondisi asfeed = 8,28 %


 Kadar bahan kering pada kondisi asfeed = 100 % - 8,28 % =
91,72 %
 Kadar serat kasar dalam kondisi bahan kering = 14,72 %
SK pada Bk SK pada Asfeed
=
Kadar Bk pada Bk Kadar Bk pada Asfeed
14,72 SK pada asfeed
=
100 91,72

Kadar SK pada asfeed = 13,501 %

Anda mungkin juga menyukai