Laporan Analisis Proksimat
Laporan Analisis Proksimat
PENDAHULUAN
kebutuhan zat makanan yang diperlukan oleh ternak. Pemilihan bahan pakan tidak
akan terlepas dari ketersediaan zat makanan itu sendiri yang dibutuhkan oleh
ternak. Untuk mengetahui berapa jumlah zat makanan yang diperlukan oleh ternak
vitamin, tidak mempunyai sifat kimia secara individual. Zat makanan sumber
Secara garis besar jumlah zat makanan dapat dideterminasi dengan analisis
kimia, seperti analisis proksimat dan analisis serat. Zat makanan dapat ditentukan
dengan analisis proksimat, dan terhadap pakan berserat analisis proksimat lebih
dikembangkan lagi menjadi analisis serat.
(menganalisis) komponen pangan dan pakan secara kimia. Teknik analisis yang
umum untuk mengetahui kadar nutrien dalam pangan atau pakan adalah Analisis
ditemukan sekitar 100 tahun yang lalu di pusat eksperimen Weende (Weende
Experiment Station) Jerman oleh dua ilmuwan Henneberg dan Stohmann. Metode
ini tidak menguraikan kandungan nutrien secara rinci namun berupa nilai
kadar air, abu, lemak atau ether ekstrak, nitrogen total, dan kadar serat. Komponen
bahan ekstrak tanpa nitrogen adalah hasil pengurangan bahan kering dengan
komponen , abu, lemak, nitrogen total, dan serat. Komponen lemak, protein dan
serat sering disebut lemak kasar, protein kasar dan serat kasar.
1.3. Tujuan
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, tujuan dari laporan akhir praktikum
ini adalah:
5) Untuk mengetahui kadar serat kasar yang terdapat dalam onggok melalui
energi.
Ternak.
4
II
DESKRIPSI BAHAN
Onggok adalah sisa giling tapioka yang berasal dari singkong atau ubi
kayu. Dalam bahasa jawa onggok seringkali di sebut gaber. Pada mulanya onggok
hanya dianggap sebagai limbah, terlebih karena bau yang di timbulkan onggok
akan bahan pengganti pakan ternak dan bahan baku lainnya, maka jadilah onggok
penanaman dan produksi ubi kayu. Luas areal tanam meningkat dari 1,3 juta
hektar dengan produksi 13,3 juta ton pada tahun 1990 menjadi 1,8 hektar dengan
produksi 19,4 juta ton pada tahun 1995 (BPS, 1996). ENIE (1989) melaporkan
dari setiap ton ubi kayu akan dihasilkan 250 kg tapioka dan 114 kg onggok. Hal
Ada 2 jenis onggok yang lazim beredar, yaitu onggok kering dan onggok
basah. Beberapa fungsi dari onggok basah adalah sebagai bahan tambahan pakan
untuk ternak sapi, babi, ataupun ternak lainnya yang mulai kesulitan mencari
terjangkau, jadilah onggok basah sebagai bahan pakan alternatif bagi pakan.
Onggok kering sendiri merupakan onggok basah yang telah melalui proses
Fungsi onggok kering antara lain sebagai bahan baku saus, bahan baku obat
onggok yang cukup rendah dan disertai dengan kandungan serat kasar yang tinggi.
6
ANALISIS AIR
7
III
TINJAUAN PUSTAKA
Air yang dimaksud dalam analisis proksimat adalah semua cairan yang
menguap pada pemanasan dalam beberapa waktu pada suhu 105˚-110˚C dengan
tekanan udara bebas sampai sisa yang tidak menguap mempunyai bobot tetap.
Penentuan kandungan kadar air dari suatu bahan sebetulnya bertujuan untuk
Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan pangan
yang dinyatakan dalam persen. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan
kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut. Kadar air yang tinggi
Banyaknya kadar air dalam suatu bahan pakan dapat diketahui bila bahan
pakan tersebut dipanaskan pada suhu 105⁰C dalam peranti pemanas, seperti oven.
atsiri (bahan yang mudah terbang) yang bisa hilang pada pemanasan tersebut
(Winarno, 1997).
Umur tanaman, kualitas dan lama penjemuran bahan pakan yang akan
dianalisis dapat mempengaruhi data yang dihasilkan (Sutardi, 2009). Kadar air
dalam bahan pakan terdapat dalam bentuk air bebas, air terikat lemah dan air
terikat kuat. Besar kadar air ini bisa bisa dipengaruhi oleh proses pengeringaan
Kelemahan dalam analisis air ini adalah tidak hanya air yang menguap, tetapi
seperti; asam asetat, butirat, propionat, ester atsiri sehingga terhitung sebagai
komponen air. Selain itu, adapula air yang terikat dalam senyawa sukar untuk
Air (%)= berat awal bahan sebelum dioven (gr)–berat akhir bahan setelah dioven (gr)
IV
4.1.1. Alat
alumunium.
digunakan.
4.1.2. Bahan:
1) Onggok
1) Mengeringkan Cawan alumunium dalam oven selama 1 jam pada suhu 100
- 1050 C.
sebagai C gram.
1050 C sehingga seluruh air menguap. (Atau dapat pula dimasukan dalam
pekerjaan ini dari tahap no 4 dan 5, sampai beratnya tidak berubah lagi.
6) Setiap kali memindahkan cawan alumunium (baik berisi sampel atau tidak,
5.2. Pembahasan
Dalam menentukan kadar air dari onggok, dilakukan penguapan terhadap
sampel onggok dengan cara memanaskannya di dalam oven selama 3 jam dengan
suhu 105oC. Berat sampel + cawan berkurang setelah dioven yaitu dari 11,904 gr
menjadi 11,524 gr dikarenakan air yang terkandung dalam onggok semuanya
menguap menjadi gas dan menyisakan bahan kering dari onggok. Maka dapat
diketahui bahwa berat air pada sampel adalah seisih dari perubahan berat tersebut.
Untuk mengetahui kadar airnya dalam persen adalah dengan membagi berat air
yaitu 0,38 gr dengan berat sampel yang diuji yaitu 4,59 gr dan dikalikan dengan
100% sehingga didapatkan bahwa kadar air onggok adalah 8,28%.
sebesar 20,31%. Terjadi rentan nilai yang cukup jauh antara hasil perhitungan
dengan literatur. Perbedaan ini dapat disebabkan karena bisa saja tidak hanya air
sederhana yang ikut menguap seperti; asam asetat, butirat, propionat, ester atsiri
sehingga terhitung sebagai komponen air. Selain itu, adapula air yang terikat
ANALISIS ABU
13
III
TINJAUAN PUSTAKA
Analisa kadar abu bertujuan untuk memisahkan bahan organik dan bahan
anorganik suatu bahan pakan. Kandungan abu suatu bahan pakan menggambarkan
kandungan total mineral pada bahan tersebut. Abu terdiri dari mineral yang larut
dalam detergen dan mineral yang tidak larut dalam detergen (Cherney,2000).
Dalam proses pengabuan suatu bahan, ada dua macam metode yang dapat
dilakukan, yaitu cara kering (langsung) dan cara tidak langsung (cara basah).
Kandungan abu ditentukan dengan cara mengabukan atau membakar bahan pakan
dalam tanur, pada suhu 400-600oC sampai semua karbon hilang dari sampel,
dengan suhu tinggi ini bahan organik yang ada dalam bahan pakan akan terbakar
dan sisanya merupakan abu (berwarna dari putih sampai abu-abu) yang dianggap
organik seperti sulfur dan fosfor dari protein, dan beberapa bahan yang mudah
terbang seperti natrium, klorida, kalium, fosfor dan sulfur akan hilang selama
(Anggorodi, 1994).
Dalam hal ini, kandungan abunya dan kadar air bahan. Bahan-bahan yang kering
biasanya 2-5 gram, seperti biji-bijian dan pakan ternak. Untuk bahan yang
kandungan airnya tinggi, jumlah bahan yang diabukan adalah cukup tinggi sekitar
10-50 gram karena saat dipanaskan maka air dalam bahan akan menguap dan
bahan menjadi mengalami susut berat sehingga apabila sampel yang dianalisis
terlalu sedikit, kemungkinan sisa zat tertinggal yang akan ditimbang tidak ada
Bahan yang mengandung kadar air tinggi perlu dioven terlebih dahulu
sebelum diabukan agar proses pengabuan tidak berlangsung terlalu lama. Bahan
yang berlemak banyak dan mudah menguap harus diabukan menggunakan suhu
mula-mula selama beberapa saat lalu baru dinaikkan ke suhu pengabuan agar
komponen volatil bahan tidak cepat menguap dan lemak tidak rusak karena
teroksidasi. Sedangkan untuk bahan yang dapat membuih perlu dikeringkan dalam
oven terlebih dahulu dan ditambahkan zat antibuih, seperti olive atau parafin lalu
bisa mulai diabukan. Hal ini dilakukan karena timbulnya banyak buih dapat
Jumlah abu dalam bahan pakan hanya penting untuk menentukan perhitungan
Kelemahan dari analisis abu adalah tidak seluruhnya unsur utama pembentuk
senyawa dapat terbakar dan berubah menjadi gas. Oksigen ada yang masih tinggal
dalam abu sebagai oksida misalnya; karbon sebagai karbonat. Juga ada sebagian
mineral tertentu berubah menjadi gas, seperti; sulfut sebagai H2S, SO2, SO3.
IV
4.1.1. Alat:
1) Crussible porselen 30 ml
2) Kompor listrik
3) Tanur listrik
4) Eksikator
5) Tang penjepit
4.1.2. Bahan:
1) Onggok
105oC.
gram.
3) Crussible porselen masih di atas piringan timbangan, lalu pijit tombol zero
lebih kurang 2-5 gram, timbangan dengan teliti. Catat berat sampel sebagai
B garam.
4) Panaskan crussible porselen + sampel dengan hot plate atau kompor listrik
putih betul.
16
6) Masukan dalam eksikator kurang lebih 30 menit dan timbang dengan teliti,
4.2. Pembahasan
Analisa kadar abu bertujuan untk memisahkan bahan organik dan bahan
anorganik yang terdapat dalam onggok. Kandungan abu yang di dapat akan
menggambarkan total mineral yang terkandung dalam onggok. Onggok di bakar
dalam tanur dengan suhu 600-700oC selama 6-8 jam, hingga tersisa bahan mineral
yang berwarna putih hingga abu-abu. Dalam analisis abu ini tidak digunakan
cawan alumunium tetapi crusible porselen, hal ini di karenakan suhu di dalam
tanur yang sangat tinggi, jika digunakan cawan alumunium, dikhawatirkan cawan
akan hancur (lebur) dalam tanur.
Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan, kandungan mineral
dalam onggok sebesar 1,518%. Sedangkan menurut literatur Sudarmadji (1996)
kandungan mineral dalam onggok sebesar 1,21%. Terjadi rentan nilai yang relatif
kecil berdasarkan hasil perhitungan dan literatur. Adanya perbedaan ini dapat
terjadi di karenakan tidak seluruhnya asam organik yang ikut terbakar dalam
analisis ubu dan tidak berubah menjadi gas. Ada oksigen yang masih tinggal
Co3 ¿
dalam abu sebagai oksida (misal CaO) dan karbon sebagai karbonat ( ,
sehingga nilai kadar abu kurang dari kadar abu sesungguhnya. Hasil fraksi dari
analisis abu salah satunya adalah mineral, misalnya Natrium (Na), Klor (Cl),
Belerang (S), Posphor (P). Bisa saja sebagian mineral tertentu ikut menguap
H2 S SO 2 SO 3 ¿
menjadi gas (Mis: Sulfur sebagai , , . Sehingga kadar
III
TINJAUAN PUSTAKA
Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh, karena
zat ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi
sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein adalah sumber asam-asam amino
atau karbohidrat. Molekul protein mengandung pula fosfor, belerang, dan ada
jenis protein yang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga.
Protein digunakan sebagai bahan bakar apabila keperluan enegi dalam tubuh
tidak terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak. Protein ikut pula mengatur berbagai
proses tubuh, baik langsung maupun tidak langsung dengan membentuk zat-zat
jaringan dan pembuluh darah. Sifat amfoter protein yang dapat bereaksi dengan
asam dan basa dapat mengatur keseimbangan asam-basa dalam tubuh (Winarno,
1990).
Metode Kjeldahl merupakan salah satu dari uji kadar protein yang memiliki
tingkat kepercayaan lebih tinggi dalam menentukan kandungan nitrogen (N).
Prinsip penentuan kadar protein kasar dengan menggunakan metode ini adalah
penetapan nilai protein kasar dilakukan secara tidak langsung yaitu dengan
dikalikan dengan 6,25. Nilai 6,25 didapatkan dari asumsi protein memiliki
nitrogen sebanyak 16% sehingga rasio protein : nitrogen adalah 100 : 16 atau
Untuk menentukan kadar protein, terdapat tiga tahap analisis kimia yaitu
menjadi lebih sederhana, destilasi atau tahap pemisahan nitrogen dari unsur
20
lainnya yang ada pada bahan, dan tahap titrasi atau tahap penetapan nilai
nitrogennya.
tidak hanya terkandung dalam protein, tapi terkandung juga pada senyawa Non-
Protein Nitrogen. Karena senyawa non protein nitrogen ikut terhitung pada fraksi
protein, maka komponen pada fraksi protein kasar adalah protein, asam amino
HCN, Alkaloid, dan urea. Kekurangan lainnya dari analisis ini adalah, nilai 6,25
sebagai konversi nitrogen ke protein tidak selalu tetap. Umumnya, nitrogen pada
protein nabati kadarnya kurang dari 6,25 sedangkan pada protein hewani kadarnya
IV
4.1.1. Alat:
3) Erlenmeyer 250 cc
5) Timbangan analitik
4.1.2. Bahan:
1) Onggok
3) Natrium hydroxida 40 %
5) Asam borax 5%
Destruksi
A gram)
4) Panaskan dalam nyala api kecil di lemari asam. Bila sudah tidak
Destilasi
sebanyak 2 tetes.
NaOH 40% melalui corong samping. Tutup kran corong segera setelah
Titrasi
5.2. Pembahasan
protein kasar yang terdapat dalam onggok adalah sebesar 3,134%. Menurut
literatur Sudarmadji (1996) kandungan protein kasar dalam onggok adalah 2,89%.
adanya penambahan pupuk urea saat onggok (sampel) ditanam, yang akan
menyebabkan terjadinya perbedaan kandungan protein kasar. Selain itu dapat juga
kandungan serat kasar yang sanggat tinggi, hal ini menyebabkan onggok kurang
III
TINJAUAN PUSTAKA
Kandungan lemak suatu bahan pakan dapat ditentukan dengan metode soxhlet,
yaitu proses ekstraksi suatu bahan dalam tabung soxhlet (Soejono, 1990). Lemak
yang didapatkan dari analisis lemak ini bukan lemak murni. Selain mengandung
lemak sesungguhnya, ekstrak eter juga mengandung waks (lilin), asam organik,
alkohol, dan pigmen, oleh karena itu fraksi eter untuk menentukan lemak tidak
Fungsi dari heksan adalah untuk mengekstraksi lemak atau untuk melarutkan
lemak, sehingga merubah warna dari kuning menjadi jernih (Mahmudi, 1997).
Analisis lemak yang umum dilakukan pada bahan makanan dapat digolongkan
Ekstraksi merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar lemak dalam
suatu bahan. Sebagai senyawa hidrokarbon lemak dan minyak pada umumnya
tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik. Fospolipid yang bersifat
polar dan asam akan mudah larut dalam kloroform yang sedikit polar dan basa.
Heksana adalah bahan pelarut lemak nonpolar yang paling banyak digunakan
karena harganya relatif murah, kurang berbahaya terhadap kebakaran dan ledakan
Kelemahan dari analisis lemak ini adalah tidak hanya lemak yang dapat larut
dalam pelarut lemak, tetapi terdapat pula komponen senyawa organik lain yang
bukan lemak larut dalam pelarut ini, seperti; pigmen, klorofil, sterol, vitamin
ADEK. Lemak dengan bobot molekul besar serta kompleks seperti fospolipid dan
26
lipoprotein sulit larut dalam eter, sehingga bahan yang demikian harus didestruksi
IV
4.1.1. Alat:
4) Eksikator
5) Timbangan analitik
4.1.2. Bahan:
1) Onggok
2) Kloroform
1) Siapkan kertas saring yang telah kering oven (gunakan kertas saring
bebas lemak) .
Tutup dengan kapas kemudian dihekter, lalu timbang dan catat beratnya
berisi sampel yang telah diekstraksi dan keringkan didalam oven selama
28
5.2. Pembahasan
adalah 1,149 % untuk mencari nilai tersebut dapat dilakukan dengan cara berat
sampel sebelum diekstraksi dikurangi berat sampel setelah diekstraksi dibagi berat
kandungan lemak kasar yang terdapat dalam onggok adalah 0,38%. Terjadi rentan
nilai yang cukup jauh antara hasil perhitungan dengan literatur. Faktor yang
mempengaruhi perbedaan hasil kadar lemak kasar antara sampel yang kami teliti
III
TINJAUAN PUSTAKA
Serat kasar adalah zat non gizi sebagai sisa-sisa selektal sel-sel tanaman yang
carbohydrate adalah gula, pati, dan dekstrin, karena zat-zat tersebut dapat
dihidrolisa dan diabsorbsi manusia yang kemudian di dalam tubuh diubah menjadi
glukosa dan akhirnya menjadi energi atau disimpan dalam bentuk lemak. Serat
makanan ini terdiri dari dinding sel tanaman yang sebagian besar mengandung 3
2002)
Istilah dari serat makanan harus dibedakan dengan istilah serat kasar yang
biasa digunakan dalam analisis proksimat bahan pangan atau pakan. Serat kasar
adalah bagian dari pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh asam atau basa kuat,
bahan-bahan kimia yang digunakan untuk menentukan serat kasar yaitu asam
Serat kasar sangat penting dalam penilaian kualitas bahan makanan karena
angka ini merupakan indeks dan menentukan nilai gizi makanan tersebut. Selain
itu, kandungan serat kasar dapat digunakan untuk mengevaluasi suatu proses
Serat kasar mengandung senyawa selulosa, lignin dan zat lain yang belum
dapat diidentifikasi dengan pasti. Yang disebut serat kasar disini adalah senyawa
yang tidak dapat dicerna dalam organ pencernaan manusia ataupun hewan. Dalam
analisa penentuan serat kasar diperhitumgkan banyaknya zat-zat yang larut dalam
2) Digestion, terdiri dari 2 tahapan yaitu pelarutan dengan asam dan pelarutan
dengan basa. Kedua macam proses digesti ini dilakukan dalam keadaan
perusakan serat lebih lanjut oleh bahan kimia yang dpakai. Untuk bahan yang
proteolitik.
Sampel yang sudah bebas lemak dan telah disaring dipakai untuk
mendapatkan serat kasar. Sampel bila ditambah larutan asam sulfat dan
selulosa dan lignin, dan sisanya adalah senyawa lain yang belum dapat
Serat kasar sangat penting dalam penilaian kualitas pakan makanan, karena
angka ini merupakan indeks dan menentukan nilai gizi bahan makanan tersebut.
Selain itu kandungan serat kasar dapat digunakan untuk mengevaluasi suatu
proses pengolahan, misalnya proses penggilingan atau proses pemisahan kulit dan
33
Serat kasar (%) = Berat residu (gram) – Berat abu (gram) x 100
IV
4.1. Alat:
4.1.1. Alat:
2) Cawan porselen 30 ml
5) Eksikator
7) Tanur listrik
8) Hot plate
9) Tang penjepit
4.1.2. Bahan:
1) Onggok
2) H2SO4 1.25 %
3) NaOH 1.25 %
4) Aseton
5) Aquades panas
1) Siapkan kertas saring kering oven dengan diameter 4,5 cm, catat sebagai
A gram.
4) Tambah asam sulfat 1,25 % sebanyak 100 ml kemudian pasang pada alat
corong buchner yang telah dipasang kertas saring (kertas saring ini tidak
glass semula.
11) Lakukan seperti pada 6–7. Tetapi menggunakan kertas saring yang telah
16) Aceton 50 ml
17) Kertas saring dan isinya (residu) dimasukkan ke dalam cawan porselen
19) Dinginkan dalam eksikator selama 15 menit lalu timbang, catat sebagai
C gram).
36
20) Panaskan dalam hot plate sampai tidak berasap lagi, kemudian masukan
21) Dinginkan dalam eksikator selama 30 menit lalu timbang dan catat
sebagai D gram.
37
5.2. Pembahasan
adalah 14,72% untuk mencari nilai tersebut dapat dilakukan dengan cara jumlah
dari residu dikurangi abu dibagi sampel awal. Kekurangan dari serat kasar adalah
terdapat bahan organic yang mudah larut dalam asam basa encer. Menurut
literatur Sudarmadji (1996) kandungan serat kasar yang terdapat dalam onggok
adalah sebesar 14,72%. Terdapat rentai nilai yang sangat kecil sekali antara hasil
Faktor yang mempengaruhi perbedaan hasil kadar serat kasar antara sampel
ANALISIS ENERGI
39
III
TINJAUAN PUSTAKA
dioksidasi untuk menyediakan energi kimia ang dapat diubah menjadi energi
mekanik atau diubah menjadi bentuk lain. Bila energi kimia dari makanan
digunakan untuk kerja otot dan kimia yang perlu untuk pemeliharaan hewan yang
tak bekerja, energi diubah menjadi panas untuk memelihara temperatur suhu
tubuh. Bila hewan diberi makan protein dan energi yang dihasilkan melebihi
zat makanan tersebut untuk pertumbuhan dan produksi. Maka dari itu,
kemampuan makanan atau ransum untuk menyediakan energi adalah penting guna
berupa karbon dioksida, air, dan gas-gas lainnya disertai dengan energi panas.
Energi yang dihasilkan tersebut disebut energi bruto (Murtidjo, 1987).
Untuk menentukan besar dari energi bruto pada bahan makanan digunakan
dalamnya sehingga akan terbentuk gas-gas dan energi berbentuk kalor dimana
energi kalor tersebut akan memanaskan air pada alat tersebut dan suhunya akan
diukur dengan termometer yang terpasang pada alat. Selisih waktu tertinggi yang
dihasilkan dengan suhu awal sebelum pembakaran dikonversi ke nilai kalori dan
dibagi dengan berat bahan yang dibakar, sehingga di dapat nilai energi bruto
dengan satuan kalori per gram (Murtidjo, 1987). Dengan kata lain
cal T 2−T 1
Energi Bruto ( )
g
=
Berat bahan(g)
x 2417
40
IV
4.1.1. Alat:
1) Wadah
Katup inlet
Katup outlet
Cawan/mangkuk pembakaran
Sumbu pembakar
Drat pengunci
3) Bejana air
Wadah
Tutup yang dilengkapi
- Elektromotor
- Thermometer
4.1.2. Bahan:
1) Onggok
2) Oksigen
41
pengunci.
4) Isi bejana bomb dengan oksigen sebesar 30 atm melalui katup selang
7) Masukan bejana air berisi bejana bomb ke dalam wadah jacket, lalu tutup
10) Tekan tombol catu daya, sebagai pemicu pembakaran di dalam bomb.
11) Amati perubahan suhu hingga suhu konstan dan catat sebagai T2.
16) Keluarkan gas pembakaran dalam bejana bomb melalui katup outlet
valve.
5.2. Pembahasan
Prinsip dari penentuan energi bruto adalah untuk menentukan kadar energi
bruto dalam bahan yaitu gaplek dengan cara sampel dimasukkan bejana bomb dan
dibakar sempurna di dalam bejana air sehingga panas yang timbul akan
bejana bomb yang kemudian diisi dengan oksigen sebesar 30 atmosfir dan bejana
air diisi air sebanyak 2 kg. Setelah itu bejana bomb dimasukkan ke bejana air
yang fungsinya untuk menstabilkan suhu dan meredam bejana bomb sewaktu
dipastikan tertutup. Daya yang digunakan dalam pembakaran yaitu 23 volt. Suhu
awal dicatat pada saat menit ke 6 dinyalakannya pengaduk air yang terhubung ke
bejana air yaitu sebesar 29,02oC. Lalu suhu akhir di catat pada saat suhu tertinggi
dan konstan sebesar 30,22oC. Setelah dilakukan pembakaran dan mencabut kabel
elektroda ke catu daya, angkat tutup jaket, keluarkan bejana air dan bejana bomb
lalu keluarkan gas hasil pembakaran melalui katup outlet dan buka drat pengunci
dan kemudian tutup bomb. Suhu yang konstan tersebut dikurangi dengan suhu
yang dicatat pada menit ke 6 untuk mengetahui kenaikan suhu yang terjadi saat
dibakar yang menunjukan energi panas yang dihasilkan dan didapat angka 1,2 oC
43
dengan cara mengalikannya dengan 2417 dan kemudian dibagi dengan berat
sampel yang dibakar sehingga di dapat nilai energi bruto pada onggok.
44
VI
DAFTAR PUSTAKA
Deskripsi Bahan
Sudarmadji, S. B.Haryono, dan Suhardi. 2003. Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian. Penerbit Liberty Yogyakarta Bekerja Sama dengan Pusat antar
Universitas Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Analisis Air
Analisis Abu
Tillman, D.A., et al. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
Winarno F.G. 1990. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
47
LAMPIRAN
11,904 −11,524
= 11,904−7,315
0,385
= 4,59 x 100
= 8,28 %
20,495−20,475
x 100
= 21,792−20,475
0,02
x 100
= 1,317
= 1,518 %
= 3,134 %
49
Lk ( % ) =
berat
( berat selongsong+ sampel +h ekter sebelum ekstraksi ) – (¿ selongsong+sampel +h ekter setela h diek
( berat selongsong+ sa mpel )−( berat selongsong )
1,77−1,761
x 100
= 1,758
0,01
x 100
= 0,87
= 1,149 %
residu−berat abu
x 100
Sk ( % ) = berat sampel
19,695−19,39−0,228
x 100
= 0,523
= 14,72 %
T 2−T 1
Energi = berat sampel x 2417
30,22−29,02
x 100
= 0,751
= 3.862,050 cal/gram
50
Mencari BETN
= 71,199 %
51
Diketahui :
Diketahui :
Diketahui :
Diketahui :