Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN

PRAKTIKUM KIMIA ANALISA KLASIK


PENENTUAN KADAR Fe (II) DALAM SAMPEL

Oleh:

NAMA/NIM : ADAM PRAYOGO/20614074


HARI/TANGGAL PERCOBAAN : KAMIS/25 MARET 2021
KELOMPOK : 1 (SATU)
NAMA INSTRUKTUR/DOSEN : ELIS DIANA ULFA, S.Pd., M.Si

PROGRAM STUDI PETRO DAN OLEO KIMIA


POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA
KAMPUS PASER
2021
A. Tujuan Percobaan
Mahasiswa dapat menentukan kadar Fe (II) yang terkandung dalam sampel dengan
titrasi permanganometri

B. Dasar Teori
1. Permanganometri
Permanganometri merupakan titrasi yang dilakukan berdasarkan reaksi oleh
kalium permanganat (KMnO4). Reaksi ini difokuskan pada reaksi oksidasi dan reduksi
yang terjadi antara KMnO4 dengan bahan baku tertentu. Titrasi dengan KMnO 4 sudah
dikenal lebih dari seratus tahun. Kebanyakan titrasi dilakukan dengan cara langsung
atas alat yang dapat dioksidasi seperti Fe2+, asam atau garam oksalat yang dapat larut
dan sebagainya. Beberapa ion logam yang tidak dioksidasi dapat dititrasi secara tidak
langsung dengan permanganometri seperti:
1) Ion-ion Ca, Ba, Sr, Pb, Zn, dan Hg (I) yang dapat diendapkan sebagai oksalat.
Setelah endapan disaring dan dicuci, dilarutkan dalam H 2SO4 berlebih sehingga
terbentuk asam oksalat secara kuantitatif. Asam oksalat inilah yang akhirnya
dititrasi dan hasil titrasi dapat dihitung banyaknya ion logam yang bersangkutan.
2) Ion-ion Ba dan Pb dapat pula diendapkan sebagai garam khromat. Setelah disaring,
dicuci, dan dilarutkan dengan asam, ditambahkan pula larutan baku FeSO 4
berlebih. Sebagian Fe2+ dioksidasi oleh khromat tersebutdan sisanya dapat
ditentukan banyaknya dengan menitrasinya dengan KMnO4.
Prinsip dari titrasi permanganometri adalah berdasarkan reaksi oksidasi dan
reduksi. Permanganometri adalah titrasi yang didasarkan pada reaksi redoks. Dalam
reaksi ini, ion MnO4- bertindak sebagai oksidator. Ion MnO4- akan berubah menjadi ion
Mn2+ dalam suasana asam. Teknik titrasi ini biasa digunakan untuk menentukan kadar
oksalat atau besi dalam suatu sampel. Pada permanganometri, titran yang digunakan
adalah kalium permanganat. Kalium permanganat mudah diperoleh dan tidak
memerlukan indikator kecuali digunakan larutan yang sangat encer serta telah
digunakan secara luas sebagai pereaksi oksidasi selama seratus tahun lebih. Setetes
permanganat memberikan suatu warna merah muda yang jelas kepada volume larutan
dalam suatu titrasi. Warna ini digunakan untuk menunjukkan kelebihan pereaksi.
Kalium permanganat distandarisasikan dengan menggunakan natrium oksalat atau
sebagai arsen (III) oksida standar-standar primer. Reaksi yang terjadi pada proses
pembakuan kalium permanganat menggunakan natrium oksalat adalah:
5C2O4- + 2MnO4- + 16H+ → 10CO2 + 2Mn2+ + 8H2O
Akhir titrasi ditandai dengan timbulnya warna merah muda yang disebabkan kelebihan
permanganat (Rahayu, 2012).
Pada permanganometri, titran yang digunakan adalah kalium permanganat.
Kalium permanganat mudah diperoleh dan tidak memerlukan indikator kecuali
digunakan larutan yang sangat encer serta telah digunakan secara luas sebagai pereaksi
oksidasi selama seratus tahun lebih. Setetes permanganat memberikan suatu warna
merah muda yang jelas kepada volume larutan dalam suatu titrasi. Warna ini
digunakan untuk menunjukkan kelebihan pereaksi (Arga, 2011).

2. Kalium Permanganat
Kalium permanganat adalah oksidator kuat. Tidak memerlukan indikator.
Kelemahannya adalah dalam medium HCl. Cl- dapat teroksidasi, demikian juga
larutannya, mempunyai kestabilan yang terbatas. Biasanya digunakan pada medium
asam 0,1 N:
MnO4- + 8 H+ + 5e- → Mn2+ + 4 H2O E° = 1,51 V
Reaksi oksidasi terhadap H2C2O4 berjalan lambat pada temperatur ruang. Untuk
mempercepat perlu pemanasan. Sedangkan reaksinya dengan As(III) memerlukan
katalis. Titik akhir permanganat tidak permanen dan warnanya dapat hilang karena
reaksi:
2 MnO4- + 3 Mn2+ + 2 H2O → 5 MnO2 + 4 H+
ungu tidak berwarna
Larutan dalam air tidak stabil dan air teroksdasi dengan cara:
4 MnO4- + 2 H2O → 4 MnO2 + 3 O2 + 4 OH-
Penguraiannnya dikatalisis oleh cahaya, panas, asam-basa, ion Mn(II) dan
MnO2. MnO2 biasanya terbentuk dari dekomposisinya sendiri dan bersifat
autokatalitik. Untuk mempersiapkan larutan standar KMnO4, harus dihindarkan adanya
MnO2. KMnO4 dapat distandarkan terhadap Na2C2O4.
2 MnO4- + 5 H2C2O4 + 6 H+ → 2 Mn2+ + 10 CO2 + 8 H2O
Hal ini digunakan untuk analisis Fe(II), H 2C2O4, Ca dan banyak senyawa lain
(Khopkar, 1985).
Kalium permanganat jarang dibuat dengan melarutkan jumah-jumlah yang
ditimbang dari zat padatnya yang sangat dimurnikan misalnya proanalisis dalam air,
lebih lazim adalah untuk memanaskan suatu larutan yang baru saja dibuat sampai
mendidih dan mendiamkannya diatas penangas uap selama satu/dua jam lalu
menyaring larutan itu dalam suatu penyaring yang tak mereduksi seperti wol kaca yang
telah dimurnikan atau melalui krus saring dari kaca maser.
Permanganat bereaksi secara cepat dengan banyak agen pereduksi berdasarkan
pereaksi ini, namun beberapa pereaksi membutuhkan pemanasan atau penggunaan
sebuah katalis untuk mempercepat reaksi. Kalau bukan karena fakta bahwa banyak
reaksi permanganat berjalan lambat, akan lebih banyak kesulitan lagi yang akan
ditemukan dalam penggunaan reagen ini sebagai contoh, permanganat adalah agen
unsur pengoksidasi, yang cukup kuat untuk mengoksidasi Mn(II) menjadi MnO2 sesuai
dengan persamaan :
3Mn2+ + 2MnO4- + 2H2O → 5MnO2 + 4H+
Kelebihan sedikit dari permanganat yang hadir pada titik akhir dari titrasi cukup
untuk mengakibatkan terjadinya pengendapan sejumlah MnO2. Tindakan pencegahan
khusus harus dilakukan dalam pembuatan larutan permanganat. Mangan dioksidasi
mengkatalisis dekomposisi larutan permanganat. Jejak-jejak dari MnO 2 yang semula
ada dalam permanganat. Atau terbentuk akibat reaksi antara permanganat dengan
jejak-jejak dari agen-agen produksi di dalam air, mengarah pada dekomposisi.
Tindakan ini biasanya berupa larutan kristal-kristalnya, pemanasan untuk
menghancurkan substansi yang dapat direduksi dan penyaringan melalui asbestos atau
gelas yang disinter untukmenghilangkan MnO2. Larutan tersebutkemudian
distandarisasi dan jika disimpan dalam gelap dan tidak diasamkan konsentrasinya tidak
akan banyak berubah selama beberapa bulan. Penentuan besi dalam biji-biji besi
adalah salah satu aplikasi terpenting dalam titrasi-titrasi permanganat.
Asam terbaik untuk melarutkan biji besi adalah asam klorida dan timah (II)
klorida sering ditambahkan untuk membantu proses kelarutan. Sebelum dititrasi
dengan permanganat setiap besi (III) harus direduksi menjadi besi (II). Reduksi ini
dapat dilakukan dengan reduktorJones atau dengan timah (II) klorida. Reduktor Jones
lebih disarankan jika asam yang tersedia adalah sulfat mengingat tidak ada ion klorida
yang masuk. Jika larutannya mengandung asam klorida seperti yang sering terjadi
reduksi dengan timah (II) klorida akan lebih memudahkan. Klorida ditambahkan
kedalam larutan panas dari sampelnya dan perkembangan reduksi diikuti dengan
memperhatikan hilangnya warna kuning dari ion besi (Asroff, 2012).

3. Standar-standar Primer untuk Permanganat


1) Natrium Oksalat
Senyawa ini, Na2C2O4 merupakan standar primer yang baik untukpermanganat
dalam larutan asam. Senyawa ini dapat diperoleh dengan tingkat kemurnian tinggi,
stabil pada saat pengeringan, dan nonhigroskopis. Reaksinya dengan permanganat
agak sedikit rumit dan berjalan lambat pada suhu ruangan, sehingga larutan biasanya
dipanaskan sampai sekitar 60°C. Bahkan pada suhu yang lebih tinggi reaksinya mulai
dengan lambat, namun kecepatannya meningkat ketika ion mangan(II) terbentuk.
Mangan(II) bertindak sebagai katalis, dan reaksinya disebut autokatalitik, karena
katalisnya diproduksi di dalam reaksi itu sendiri. Ion tersebut dapat memberikan efek
katalitiknya dengan cara bereaksi dengan cepat dengan permanganat untuk membentuk
mangan berkondisi oksidasi menengah (+3 atau +4), di mana pada gilirannya secara
cepat mengoksidasi ion oksalat, kembali ke kondisi divalen. Persamaan untuk reaksi
antara oksalat dan permanganat adalah
5C2O42- + 2MnO4- + 16H+→ 2Mn2+ + 10CO2 + 8H2O
Hal ini digunakan untuk analisis Fe (II), H2C2O4, Ca dan banyak senyawa lain.
Selama beberapa tahun analisis-analisis prosedur yang disarankan oleh McBride, yang
mengharuskan seluruh titrasi berlangsung perlahan pada suhu yang lebih tinggi dengan
pengadukan yang kuat. Belakangan, Fowler dan Brightmenyelidiki secara menyeluruh
reaksinya dan menganjurkan agar hampir semua permanganate ditambahkan secara
tepat ke larutan yang diasamkan pada suhu ruangan. Setelah reaksinya selesai, larutan
tersebut dipanaskan sampai 60°C dan titrasi diselesaikan pada suhu ini. Prosedur ini
mengeliminasi kesalahan apa pun yang disebabkan oleh pembentukan hidrogen
peroksida.

2) Besi
Kawat besi dengan tingkat kemurnian yang tinggi dapat dijadikan sebagai
standar primer. Unsur ini larut dalam asam klorida encer, dan semua besi(III) yang
diproduksi selama proses pelarutan direduksi menjadi besi (II). Oksidasi dari ion
klorida oleh permanganat berjalan lambat pada suhu ruangan. Namun demikian,
dengan kehadiran besi, oksidasi akan berjalan lebih cepat. Meskipun besi (II) adalah
agen pereduksi yang lebih kuat daripada ion klorida, ion yang belakangan disebut ini
teroksidasi secara bersamaan dengan besi. Kesulitan semacam ini tidak ditemukan
dalam oksidasi dari As2O3 ataupun Na2C2O4 dalam larutan asam klorida.
Suatu larutan dari mangan (II) sulfat, asam sulfat dan asam fosfat, disebut
larutan “pencegah”, atau larutan Zimmermann-Reinhardt, dapat ditambahkan ke dalam
larutan asam klorida dari besi sebelum dititrasi dengan permanganat. Asam fosfat
menurunkan konsentrasi dari ion besi (III) dengan membentuk sebuah kompleks,
membantu memaksa reaksi berjalan sampai selesai, dan juga menghilangkan warna
kuning yang ditunjukkan oleh besi (III) dalam media klorida. Kompleks fosfat ini tidak
berwarna, dan titik akhirnya lebih jelas (Abdillah, 2012).

4. Kelebihan dan Kekurangan Titrasi Permanganometri


Titrasi permanganometri ini lebih mudah digunakan dan efektif, karena reaksi
ini tidak memerlukan indicator, hal ini dikarenakan larutan KMnO 4 sudah berfungsi
sebagai indicator, yaitu ion MnO4- berwarna ungu, setelah direduksi menjadi ion Mn 2+
tidak berwarna, dan disebut juga sebagai autoindikator.
Sumber-sumber kesalahan pada titrasi permanganometri, antara lain terletak
pada: Larutan pentiter KMnO4 pada buret Apabila percobaan dilakukan dalam waktu
yang lama, larutan KMnO4 pada buret yang terkena sinar akan terurai menjadi MnO 2
sehingga pada titik akhir titrasi akan diperoleh pembentukan presipitat coklat yang
seharusnya adalah larutan berwarna merah rosa. Penambahan KMnO4 yang terlalu
cepat pada larutan seperti H2C2O4. Pemberian KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan
H2C2O4 yang telah ditambahkan H2SO4 dan telah dipanaskan cenderung menyebabkan
reaksi antara MnO4- dengan Mn2+.
MnO4- + 3Mn2+ + 2H2O → 5MnO2 + 4H+
Penambahan KMnO4 yang terlalu lambat pada larutan seperti H2C2O4.
Pemberian KMnO4 yang terlalu lambat pada larutan H 2C2O4 yang telah ditambahkan
H2SO4 dan telah dipanaskan mungkin akan terjadi kehilangan oksalat karena
membentuk peroksida yang kemudian terurai menjadi air.
H2C2O4 + O2 → H2O2+ 2CO2↑
H2O2 → H2O + O2↑
Hal ini dapat menyebabkan pengurangan jumlah KMnO4 yang diperlukan untuk titrasi
yang pada akhirnya akan timbul kesalahan titrasi permanganometri yang dilaksanakan
(Arga, 2011).
5. Aplikasi Analisa Permanganometri “Pengujian Air Secara Asam”
Kecenderungan pemakaian air minum isi ulang (AMIU) oleh masyarakat
terutama di perkotaan semakin meningkat. Namun demikian kualitasnya masih perlu
dikaji dalam rangka pengamanan kualitas airnya yang mempengaruhi kesehatan
masyarakat. Oleh karena itu telah dilakukan penelitian kualitas air minum dari depot
air minum isi ulang di Jakarta, Tangerang dan Bekasi. Tujuan: adalah untuk
mengetahui proses pengolahan air minum di depot AMIU, kualitas air minum isi ulang
dari depot AMIU yang banyak beredar saat ini dan mengetahui kondisi kesehatan
lingkungan dan jumlah konsumsi serta pendapat konsumen terhadap air minum dari
depot AMIU. Metodologi: Jumlah sampel depot air minum adalah 38, sedangkan
untuk sampel air setiap depot diambil 1 sampel air baku dan 1 sampel air minum
sehingga jumlah sampel air seluruhnya adalah 76. Parameter kualitas air yang
diperiksa meliputi parameter fisik, kimia, dan bakteriologi sesuai dengan Permenkes
416 tahun 1990 untuk air baku (air bersih) dan Kepmenkes 907 tahun 2002 untuk air
minum. Pemeriksaan sampel air berdasarkan Standard Method for Examination Water
and Wastewater dilakukan di laboratorium Balai Teknik Kesehatan Lingkungan
(BTKL) Jakarta (Syambas, 2014).

C. Alat Dan Bahan


Alat yang digunakan
1. Erlenmeyer 250 mL
2. Buret 50 mL
3. Bulp
4. Neraca digital
5. Pipet volume 10 mL
6. Pipet ukur 10 mL
7. Botol semprot
8. Beaker gelas 250 mL
9. Spatula
10. Kaca arloji
11. Labu ukur 100 mL
12. Hot plate + magnetic stirrer
13. Corong
14. Statif
15. Gelas ukur 100 mL
Bahan yang digunakan
 Sampel (FeSO4.7H2O)
 Larutan KMnO4 0,1 N
 Larutan H2SO4 4 N
 Hablur asam oksalat (H2C2O4)
 Aquadest

2. Prosedur Kerja
Pembuatan larutan KMnO4 0,1 N
1. Menimbang dengan tepat KMnO4 sebanyak 3,1606 gram, masukkan dalam
gelas beker 1000 mL. Menambahkan aquadest sampai volume 1000 mL. Aduk
hingga larut. 
2. Memanaskan larutan tersebut hingga mendidih selama 15 - 30 menit.
3. Mendinginkan pada suhu kamar, kemudian saring dengan krus gooch.
4. Menyimpan dalam wadah coklat/gelap dan beri label.

Standarisasi larutan KMnO4 dengan Asam Oksalat H2C2O4.2H2O


1. Menimbang dengan teliti ± 0,500 gram hablur asam poksalat, membilas
dengan air suling ke dalam labu ukur 100 mL, larutkan dan impitkan hingga
tanda batas.
2. Memipet larutan dari labu ukur sebanyak 10 mL dan dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 250 mL, tambahkan 10 mL larutan H2SO4 4N dan encerkan hingga
100 mL.
3. Memanaskan larutan hingga 145oC (hot plate) sambil mengaduk dengan
magnetik stirrer dan titrasi dengan KMnO4 0,1 N (dalam keadaan panas)
hingga terjadi perubahan warna dari tidak berwarna hingga menjadi merah
muda.
4. Lakukan secara duplo.
5. Menghitung konsentrasi KMnO4
Cara 1
mg asamoksalat
Normalitas KMnO4 =
fp x V x 63
volume total
fp=
volume titrasi
Keterangan
V = volume sampel (mL)
fp = faktor pengenceran
63 = berat ekuivalen (BE) asam oksalat

Cara 2
mol ekuivalen KMn O4 =mol ekuivalen H 2 C2 O 4
N x V ( KMn O4 )=N x V ( H 2 C2 O4 )
N x V ( H 2 C 2 O4 )
N KMnO 4=
V KMn O 4

Penentuan Kadar Fe (II) dalam sampel


1) Mendidihkan 100 mL aquadest dan dinginkan
2) Menimbang ± 500 mg sampel besi sulfat, masukkan sampel ke dalam
Erlenmeyer 250 mL dan tambahkan 100 mL aquadest yang telah dingin.
3) Menambahkan 25 mL H2SO4 4 N dan titrasi dengan KMnO4 hingga terjadi
perubahan warna menjadi merah muda.
4) Lakukan secara duplo.
5) Menghitung kadar Fe (II) dalam sampel.
V x N x BM Fe
Kadar Fe ( II )= x 100 %
mg sampel
Keterangan
V = volume KMnO4 (mL)
N = normalitas KMnO4 (N)
BM Fe = 56 g/mol

Diagram alir
1) Pembuatan larutan KMnO4 0,1 N

3,1606 gram KMnO4


Masukkan dalam gelas beker 1000 ml
+ aquadest hingga volume 1000 ml
larutan KMnO4 0,1 N

2) Standarisasi larutan KMnO4 dengan Asam Oksalat H2C2O4.2H2O

500 mg H2C2O4.2H2O

+ 100 ml aquades

Larutan H2C2O4

+ 10 ml H2C2O4 4 N diencerkan dengan


aquades dipanaskan (70oC)
Titrasi dengan KMnO4 0,1 N (tidak
berwarna→merah muda

Catat volume KMnO4

3) Penentuan Kadar Fe (II) dalam sampel

500 mg FeSO4.7H2O

+ 100 ml aquadest (dipanaskan lalu


lalu didinginkan)
+ 25 ml H2SO4
+ titrasi KMnO4 0,1 N
Catat volume KMnO4
D. Data Pengamatan
Tabel 1 Standarisasi larutan KMnO4 dengan H2C2O4
Massa Volume Volume Volum Volume Hasil pengamatan
No. H2C2O4 H2SO4 4 N H2C2O4 KMnO4 KMnO4
(mg) (mL) (mL) (mL) (rata-rata)
(mL)
1. 0,5045 10 10 7,5 7,5 Tidak berwarna menjadi
merah muda
2. 0,5045 10 10 7,5 Tidak berwarna menjadi
merah muda

Tabel 2 Penentuan Kadar Fe (II) dalam sampel


No. Massa sampel (mg) Volume KMnO4 (mL) Perubahan warna
1. 0,5011 18,2 Kuning muda menjadi merah
muda
2. 0,5078 18,2 Kuning muda menjadi merah
muda

Perhitungan
1. Menentukan massa KMnO4 0,1 1000 ml
N = a.m
m 1000
= × ×a
mr v
m 1000
0,1 = × ×5
158,034 1000
0,1× 158,034 ×1000
m=
1000× 5
= 3,1606 gra
2. Menentukan volume larutan H2SO4 4 N 250 ml
ρ× 10 × P
M=
mr
1,84 ×10 ×9,8
=
98
= 18,4 M
4
N = a.M→ M = =2M
2
4 = 2.M
M1.V1 = M2.V2
500
V1 =
18,4
= 27 ml

3. Menentukan normalitas KMnO4


504,5
N KMnO4 =
10× 7,5× 63
= 0,1 N
4. Menentukan kadar Fe (II) dalam sampel
18,2× 0,1× 56
Kadar Fe = ×100 %
507,8
= 20,3 %

E. Pembahasan
Permanganometri merupakan titrasi yang dilakukan berdasarkan reaksi oleh
kalium permanganat (KMnO4). Reaksi ini difokuskan pada reaksi oksidasi dan reduksi
yang terjadi antara KMnO4 dengan bahan baku tertentu. Titrasi dengan KMnO 4 sudah
dikenal lebih dari seratus tahun. Kebanyakan titrasi dilakukan dengan cara langsung
atas alat yang dapat dioksidasi seperti Fe2+, asam atau garam oksalat yang dapat larut
dan sebagainya. Paktikum ini bertujuan untuk menentukan kadar Fe(II) dalam
sampeng dengan titrasi permanganometri.
Standarisasi larutan KMnO4 dengan Asam Oksalat H2C2O4.2H2O
Larutan KMnO4 yang telah dibuat harus distandarisasi menggunakan larutan
asam oksalat untuk memastikan bahwa larutan KMnO4 yang dibuat memiliki
normalitas 0,1 N. Pada standarisasi larutan KMnO4 tidak memerlukan indikator karena
kalium permanganat termasuk oksidator kuat. Kelebihan Mn2+ dapat diketahui pada
perubahan warna dari tidak berwarna menjadi merah muda. Reaksi ini akan
berlangsung baik jika dilakukan pada suasana asam spesifik, yaitu menambahkan
larutan encer H2SO4 4N. Hal ini diperlukana agar perubahan warna yang terjadi dapat
diketahui.
MnO4- + 8 H+ + 5e- → Mn2+ + 4 H2O E° = 1,51 V
Reaksi akan memberikan hasil yang berbeda pada larutan HCl. Cl - dapat
teroksidasi, demikian juga larutannya, mempunyai kestabilan yang terbatas. Biasanya
digunakan pada medium asam 0,1 N. Berikut reaksi KMnO4 dalam HCl:
2MnO42+ + 10Cl- + 18H+ → 2Mn2+ + 5Cl2 + 4H2O

Reaksi oksidasi terhadap H2C2O4 berjalan lambat pada temperatur ruang. Untuk
mempercepat perlu pemanasan pada suhu 60oC-70oC. Untuk mempersiapkan larutan
standar KMnO4, harus dihindarkan adanya MnO2. KMnO4 dapat distandarkan terhadap
Na2C2O4.
2 MnO4- + 5 H2C2O4 + 6 H+ → 2 Mn2+ + 10 CO2 + 8 H2O
Sebelum standarisasi KMnO4 dengan asam oksalat, larutan asam oksalat
dipanaskan hingga mencapai suhu 70oC. Hal ini dilakukan agar permanganat bereaksi
secara cepat dengan banyak agen pereduksi berdasarkan pereaksi ini, namun beberapa
pereaksi membutuhkan pemanasan atau penggunaan sebuah katalis untuk
mempercepat reaksi. Kalau bukan karena fakta bahwa banyak reaksi permanganat
berjalan lambat, akan lebih banyak kesulitan lagi yang akan ditemukan dalam
penggunaan reagen ini sebagai contoh, permanganat adalah agen unsur pengoksidasi,
yang cukup kuat untuk mengoksidasi Mn(II) menjadi MnO 2 dan untuk beberapa
pereaksi yang yang membutuhkan pemanasan salah satunya adalah asam oksalat.
Berdasarkan data pengamatan dapat diketahui bahwa normalitas KMnO4 yang dibuat
adalah 0,1N dan sesuai dengan perhitungan.
Penentuan Kadar Fe (II) dalam sampel
Kadar Fe (II) dalam sampel (FeSO4.7H2O) ditentukan dengan metode titrasi
permanganometri. Sampel ditambahkan asam sulfat encer dan aquadest yang sudah
dipanaskan lalu didinginkan. Penambahan asam sulfat encer untuk memberikan
suasana asam dan mengetahui perubahan warna saat titik akhir titrasi tercapai, yaitu
dari kuning muda menjadi merah muda. Sebelum dititrasi dengan permanganat setiap
besi (III) harus direduksi menjadi besi (II). Reduksi ini dapat dilakukan dengan
reduktor Jones atau dengan timah (II) klorida. Reduktor Jones lebih disarankan jika
asam yang tersedia adalah sulfat mengingat tidak ada ion klorida yang masuk.
Aquadest yang ditambahkan harus dipanaskan dan didinginkan agar tidak ada ion-ion
atau senyawa penggangu sehingga yang terdapat pada larutan tersebut hanya ion
Fe(II). Berdasarkan data pengamatan dan perhitungan diperoleh kadar Fe(II) dalam
sampel sebesar 20,3 %.
Kadar besi maksimum yang diperbolehkan ada di dalam air minum menurut
Permenkes Nomor 32 Tahun 2017 sebesar 1 mg/liter (Permenkes RI, 2017). Senyawa
besi dalam jumlah kecil di dalam tubuh manusia berfungsi sebagai pembentuk sel-sel
darah merah, dimana tubuh memerlukan 7-35 mg/hari yang sebagian diperoleh dari air.
Kadar Fe (II) yang diperoleh dalam praktikum memiliki nilai yang sangat tinggi
sehingga air tersebut tidak layak untuk dikonsumsi dan untuk kebutuhan cuci dan
mandi. Dampak negatif kandungan Fe (II) berlebih dalam air adalah rusaknya dinding
usus. Kematian seringkali disebabkan oleh rusaknya dinding usus ini, kadar Fe (II)
yang lebih dari 1 mg/L akan menyebabkan terjadinya iritasi pada mata dan kulit.
F. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang dilakukan dan pembahasan di atas dapat
disimpulkan bahwa kadar Fe (II) pada sampel adalah 20,3 %.

G. Daftar Pustaka
Anonim. 2013. Titrasi. http://dzali.nolanterprise.com/pengertian-Titrasi. 27/3/2021.
14.13.
Anonim. 2010. Asam oksalat. http://id.wikipedia.org/wiki/asam-oksalat. 27-3-2021.
14.15.
Basset. 1994. Permangananometri. http://annisanfushie.wordpress.com. 27-3-2021.
14.20
Brady. 1999. Permanganometri. http://annisanfushie.wordpress.com. 27-3-2021.
14.25.
Day. 1999. Permanganometri. http://annisanfushie.wordpress.com. 27-3-2021.
14.30.
Khopkar. 1990. Permanganometri. http://annisanfushie.wordpress.com. 27-3-2021.
14.35.
Rivai. 1995. Iodometri dan iodimetri. http://annisanfushie.wordpress.com. 17-3-
2021. 14.40.
Svehla. 1995. Permanganometri. http://annisanfushie.wordpress.com. 27-3-2021.
14.45.
Underwood, A1. 1986. Analisa Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga. 27-3-2021.
14.50
Vogel. 1990. Analisa Anorganik Kuantitatif. Jakarta: Kalman Media
Pustaka.http://mylifebunga.blogspot.com/2011/06/10/reaksi-redoks/ 27-3-
2021. 14.55.

Anda mungkin juga menyukai