GERIATRI 2
Disusun Oleh:
Pembimbing:
JAKARTA
2021
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... iv
PENDAHULUAN........................................................................................... 1
TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................. 2
Osteoarthritis........................................................................................ 15
Epidemiologi Osteoarthritis................................................................. 16
Patogenesis Osteoarthritis.................................................................... 17
Perawatan Osteoarthritis...................................................................... 19
PEMBAHASAN.............................................................................................. 25
KESIMPULAN............................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 34
ii
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3. Karies koronal dan akar aktif pada gigi anterior mandibula……………………...9
Gambar 8. Kanker lidah eksofitik pada pria berusia 68 tahun (kiri) dan Kanker
14
Gambar 11. CBCT dan rekonstruksi 3D gambar TMJ kontrol sehat (A dan B)
Gambar 12. (A) Kasus 1. Gambaran CBCT dari TMJ-OA bagian kanan…………………..16
Gambar 13. CT scan pada kunjungan pertama pasien menunjukkan erosi kortikal dan
Gambar 14. CT scan dilakukan 5 bulan setelah kunjungan pertama pasien menunjukkan
erosi tulang dasar tengkorak di fossa mandibula kiri (panah hitam) dan perkembangan
……………………………………………………………..…26
iv
Gambar 15. Oklusi pada interkuspasi kebiasaan maksimum (MHI). Tidak adanya kontak
28
Gambar 19. Pencitraan MRI dengan kontras meninjukkan inflamasi pada TMJ kiri……..29
v
vi
PENDAHULUAN
Manusia secara alamiah akan mengalami proses penuaan atau menjadi tua.1 Menjadi
tua adalah proses kehilangan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri perlahan-lahan.
Manusia yang sudah menjadi tua akan mengalami kemunduran fisik, mental, dan sosial.
Seseorang dikatakan sudah menjadi tua dengan nama lansia yang sudah berusia lebih dari 60
tahun.1 Lansia sebagai populasi berisiko memiliki tiga karakteristik risiko kesehatan yaitu,
risiko biologi termasuk risiko terkait usia, risiko sosial dan lingkungan serta risiko perilaku
Populasi lansia meningkat sangat cepat dan menurut World Health Organization,
pada tahun 2020 jumlah lansia diprediksi sudah menyamai jumlah balita. Sebelas persen dari
6,9 milyar penduduk dunia adalah lansia. 2 Populasi penduduk Indonesia Menurut Badan
Pusat Statistik (BPS, 2020). 270,20 juta jiwa pada tahun 2020 dan proporsi penduduk usia 60
kesehatan dan kedokteran pada kelompok lanjut usia (lansia) yang berupa promosi,
penurunan derajat kesehatan baik secara alamiah maupun akibat penyakit. Penurunan derajat
disebabkan oleh beberapa faktor.6 Penyakit ini mempunyai karateristik berupa terjadinya
kerusakan pada kartilago (tulang rawan sendi). Kartilago merupakan suatu jaringan keras
bersifat licin yang melingkupi sekitar bagian akhir tulang keras di dalam persendian. 6 Selain
mempengaruhi kesehatan fisik seseorang, OA juga dapat berdampak negatif pada psikologis
seseorang. Berdasarkan hasil penelitian dari Veronese et al pada tahun 2016 tentang
hubungan OA pada ekstremitas bawah dengan insidensi gejala depresi menunjukkan bahwa
1
pasien dengan OA pada ekstremitas bawah memiliki peluang lebih besar untuk memiliki
gejala depresi dibandingkan pasien yang tidak memiliki OA.7 Dari hasil penelitian Williams
et al (2016) didapatkan hasil bahwa insidensi OA pada bahu dan tulang belakang leher lebih
penyakit sendi, penyakit sendi yang dimaksud termasuk osteoarthritis, nyeri akibat asam urat
yang tinggi/hiperurisemia akut maupun kronis, dan rematoid artritis. 6 Prevalensi penyakit
sendi berdasarkan diagnosis dokter di Indonesia 7,30% dan Prevalensi Penyakit Sendi
berdasarkan Diagnosis Dokter pada Penduduk Umur berdasarkan kelompok umur ≥64 tahun
Berdasarkan uraian pada bagian pendahuluan, maka kami akan membahas lebih lanjut
mengenai penyakit sendi yaitu Osteoarthritis untuk kelompok usia lansia yang
TINJAUAN PUSTAKA
penduduk yang sudah berusia lebih dari 60 tahun.1 Lansia merupakan salah satu kelompok
atau populasi berisiko (population at risk) yang semakin meningkat jumlahnya.2 Lansia pada
umumnya memiliki lebih dari satu penyakit (multidiagnosa).4 Lansia juga dapat didefinisikan
berdasarkan karakteristik sosial masyarakat, dimana orang yang sudah lanjut usia memiliki
kesehatan dan kedokteran pada kelompok lanjut usia (lansia) yang berupa promosi,
pencegahan, diagnosis, pengobatan, dan rehabilitasi.4 Pasien geriatri adalah usila dengan
2
kondisi penyakit yang multipatolog.11 Lansia identik dengan berbagai penurunan status
kesehatan terutama status kesehatan fisik.2 Pasien geriatri adalah pasien lansia dengan multi
penyakit dan atau gangguan akibat penurunan fungsi organ, psikologi, sosial, ekonomi dan
WHO mengklasifikasikan Lansia menjadi empat kelompok yaitu middle age (usia
pertengahan dengan kelompok usia 45 – 59 tahun), elderly (usia lanjut dengan kelompok usia
60 – 74 tahun), old (lansia tua dengan kelompok usia 75 – 90 tahun) dan very old (lansia
sangat tua dengan kelompok usia > 90 tahun).9 Sementara itu Departemen Kesehatan
Republik Indonesia dalam Undang-Undang Kesehatan No.13 Tahun 1998 Pasal 1 Ayat 2, 3,
dan 4, mengklasifikasikan lansia menjadi Pra lanjut usia (usia 45-59 tahun), Lanjut usia (usia
60-69 tahun) dan Lanjut usia dengan risiko tinggi (usia 70 tahun atau lebih dengan masalah
kesehatan).9
Menurut Papalia (2001) usia tua sering disebut senescence merupakan periode dari
rentang kehidupan yang ditandai dengan perubahan dan penurunan fungsi tubuh. Ada
beberapa hal yang dapat digunakan untuk memahami usia tua yaitu primary aging dan
secondary aging.9 Primary aging merupakan suatu proses penurunan atau kerusakan fisik
yang terjadi secara bertahap dan bersifat inevitable (tidak dapat dihindarkan). Secondary
aging merupakan hasil dari penyakit, abuse, dan disuse pada tubuh yang seringkali lebih
dapat dihindari dan dikontrol oleh individu dibandingkan dengan primary aging, misalnya
dengan pola makan yang baik, menjaga kebugaran fisik dan lainnya.9
Upaya pemeliharaan usia lanjut harus ditunjukkan dengan menjaga agar tetap hidup
sehat dan produktif secara sosial dan ekonomi.1 Latihan fisik sangat penting bagi lansia dalam
meningkatkan kualitas hidup.2 Permasalahan yang terjadi pada lansia sering ditimbulkan oleh
faktor kesehatan, ekonomi, sosial, psikis dan fisik. Penanganan masalah secara dini akan
3
membantu lansia dalam menangani masalahnya dan dapat beradaptasi untuk kegiatan sehari-
hari.10
Permasalahan yang sering terjadi pada lansia atara lain masalah ekonomi, psikologis,
sosial, fisik dan psikis. Secara ekonomi, penduduk lanjut usia yang lebih dari 60 tahun sudah
tidak lagi produktif. Kemampuan kerja semakin menurun, sehingga jumlah pendapatan pun
semakin menurun atau bahkan hilang sama sekali. Kondisi ini menyebabkan lansia sering
Penduduk lanjut usia merupakan suatu kelompok sosial sendiri yang harus menerima
perhatian lebih dan spesifik dari kondisi psikologis yang dimilikinya. 10 Faktor psikologis
yang menyertai lansia antara lain rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan
seksual pada lansia, sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat
oleh tradisi dan budaya, kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya
dan pasangan hidup telah meninggal. 10 Masalah sosial lansia biasanya disebabkan oleh
gangguan fungsional atau kecacatan, gangguan tersebut menyebabkan para lansia merasa
terasing atau diasingkan. Keterasingan menyebabkan lansia merasa depesi dan berperilaku
regresi seperti mudah menangis, mengurung diri, mengumpulkan barang-barang tak berguna
serta merengek-rengek dan menangis bila ketemu orang lain sehingga perilakunya seperti
anak kecil.10
Secara fisik suatu proses natural, penuaan akan terjadi pada semua sistem tubuh
manusia dan tidak semua system akan mengalami kemunduran pada waktu yang sama.11
Lansia merupakan proses alamiah yang tidak dapat dihindarkan. Secara biologis akan terjadi
kemunduran – kemunduran fisik pada lansia, tanda-tanda kemunduran fisik antara lain: kulit
mulai mengendur dan pada wajah timbul keriput serta garis-garis yang menetap, rambut
4
mulai beruban dan menjadi putih, gigi perlahan-lahan mulai tanggal hingga edentulous,
ketajaman penglihatan dan pendengaran berkurang, mudah lelah, gerakan mulai lamban dan
terbatas.12
mengalami gangguan kesehatan seperti meningkatnya disabilitas fungsional fisik serta sering
punya masalah dalam hal makan.13 Padahal, meskipun aktivitas menurun sejalan dengan
bertambahkan usia, ia tetap membutuhkan asupan zat gizi lengkap, seperti karbohidrat,
protein, lemak, vitamin, dan mineral. 13 Lanjut usia mengalami masalah kesehatan. Masalah
ini berawal dari kemunduran sel-sel tubuh, sehingga fungsi dan daya tahan tubuh menurun
serta faktor risiko terhadap penyakit pun meningkat. Masalah kesehatan yang sering dialami
lanjut usia adalah malnutrisi, gangguan keseimbangan, kebingungan mendadak, dan lain-lain.
Selain itu, beberapa penyakit yang sering terjadi pada lanjut usia antara lain hipertensi,
5
KESEHATAN GIGI DAN MULUT LANSIA
Pada lansia kehilangan gigi asli dan penyakit mulut kronis, seperti karies gigi,
penyakit periodontal, infeksi mulut, lesi mukosa mulut dan gangguan temporomandibular
sering terjadi, para lansia menderita beberapa penyakit kronis yang dapat mempengaruhi
kemampuan menjaga kebersihan rongga mulut.15 Pada populasi lansia terjadi peningkatan
angka kehilangan gigi, karies gigi, penyakit periodontal, xerostomia dan penyakit mulut.
Tingkat kehilangan gigi pada pasien (edentulisme) meningkat seiring bertambahnya usia,
kehilangan gigi memiliki efek psikososial seperti depresi, kecemasan dan ketakutan. Oleh
karena itu kehilangan gigi dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang dan mempengaruhi
fungsi bicara, defisiensi nutrisi, aspek estetika dan psikososial. 16 Pengenalan perubahan-
perubahan pada mukosa oral yang berhubungan dengan penuaan sangat penting untuk
diketahui. Seiring dengan bertambahnya usia, epitel oral menjadi semakin tipis dan semakin
rapuh. Sel epitel permukaan yang menipis mengakibatkan mukosa oral terlihat lebih halus
dan mengkilap. Atrofi yang bertahap dari kelenjar saliva minor dan aktivitas kelenjar mayor
yang berkurang menyebabkan mukosa oral tampak kurang lembab. Pada penuaan, aktivitas
selular berkurang dan fibrosis meningkat. Kalsifikasi juga ditemukan pada lamina propria
gingiva dan ligamen periodontal. Kemampuan untuk memperbaiki diri berkurang dan
dengan penyakit periodontal dan muncul secara rutin pada mukosa oral akibat proses
penuaan.17
6
Flabby Ridge: pada kasus resorpsi tulang alveolar, sering terjadi pada pasien yang sudah
lama kehilangan gigi sehingga mengakibatkan linggir alveolar menjadi datar atau jaringan
lunak sekitarnya menjadi flabby.17 Jaringan flabby merupakan respon dari jaringan ikat yang
mengalami hiperplasia yang awalnya diakibatkan oleh trauma atau luka yang tidak dapat
ditoleransi yang terjadi pada residual ridge. Makin tebal jaringan hiperplastik yang terbentuk,
makin besar pula derajat jaringan flabby. Biasanya terjadi pada penderita yang lama tidak
memakai gigi tiruan atau dapat juga terjadi pada penderita yang menggunakan gigi tiruan
7
Xerostomia: xerostomia (mulut kering) adalah sensasi subjektif dari kekeringan mulut dan
mungkin berhubungan dengan saliva hipofungsi kelenjar (SGH), dan perubahan saliva
komposisi, sering terjadi pada orang tua.17 Pada pasien berusia > 65 tahun dengan mobilitas
kesulitan atau kondisi kesehatan yang rumit, prevalensi xerostomia berkisar antara 17%
sampai 40%. Seiring bertambahnya usia seseorang, perubahan morfologis dan fungsional
pada kelenjar ludah dapat diamati karena kondisi patologis dan obat yang digunakan,
daripada efek fisiologis penuaan.18 Akibat penurunan jumlah saliva, terjadi peningkatan risiko
kemampuan pengecapan, kesulitan berbicara dan menelan, peningkatan halitosis, dan rasa
terbakar. sindrom mulut (glossalgia). Pada kondisi mulut kering, mukosa mulut kehilangan
struktur mengkilap dan halus. Struktur jaringan mukosa menjadi kering, sensitif dan rapuh.
Dengan demikian, luka di sudut mulut dan bibir biasanya diamati pada orang tua. Kondisi ini
dapat disertai dengan glossalgia (burning mouth syndrome), nyeri dan infeksi Candida di
lidah.29
Karies: Karies lebih sering terjadi pada orang tua. 20 Karies akar lebih sering terjadi pada
orang tua daripada individu yang lebih muda. Lansia yang berusia di ats 65 tahun lebih rentan
terhadap risiko karies sehingga dapat mengakibatkan kehilang gigi atau dentulous. Risiko
karies merupakan risiko infeksi yang berdampak negatif pada kesehatan dan kualitas
8
kehidupan pasien lanjut usia. Perkembangan infeksi yang yang terjadi pada daerah yang tidak
kejengkelan patologi akut (aspiration pneumonia), ketidak nyamanan, nyeri dan kesulitan
mengunyah.20 Selain itu, bertambahnya usia, kapasitas cadangan untuk produksi saliva oleh
kelenjar ludah berkurang, menyebabkan hipofungsi saliva. Hipofungsi atau penurunan fungsi
saliva dapat meningkatkan risiko terjadinya karies, kandidiasis dan menimbulkan rasa tidak
nyaman saat menggunakan gigi tiruan. Sistem kekebalan tubuh juga tidak seaktif dulu ketika
masih berusia lebih muda. Hal ini menyebabkan bakteri lebih mudah menumpuk dan
Gambar 3. Karies koronal dan akar aktif pada gigi anterior mandibula 22
Kehilangan Gigi: Karies gigi dan penyakit periodontal merupakan penyebab utama
kehilangan gigi pada lansia.23 Pada pasien Osteoporosis, risko terjadinya patah tulang dan
kehilangan gigi terbukti lebih tinggi. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa ada hubungan
antara kehilangan gigi dan kepadatan mineral tulang. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa
9
Gambar 4. Kehilangan gigi posterior rahang bawah kanan22
periodontal menurun seiring bertambahnya usia.23 Terjadi pula penurunan jumlah sel ligamen
gingiva dan periodontal, aktivitas mitosis, jumlah serat kolagen dan sintesis kolagen.
Arteriosklerosis, yang sering terlihat pada orang tua, menyebabkan penebalan tulang alveolar
dan dinding pembuluh ligamen periodontal.23 Oleh karena itu, aliran darah berkurang dan
terjadi iskemia pada jaringan di sekitarnya. Peristiwa ini menyebabkan perubahan degeneratif
seperti fibrosis dan kalsifikasi, meningkatkan risiko penyakit periodontal. Resesi gingiva juga
bertambahnya usia. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan secara
statistik antara penuaan dan kejadian penyakit periodontal. Masalah kebersihan mulut
meningkatkan keparahan penyakit periodontal pada orang tua. Tingkat keparahan penyakit
gingiva dan periodontal juga meningkat pada pasien usia lanjut dengan penurunan fungsi
motorik dan kecacatan yang dapat menghambat perawatan mulut, karena kebersihan mulut
yang terganggu.23
10
Gambar 5. Pasien berusia 91 tahun kerusakan periodontal22
Abrasi, Erosi dan Atrisi Gigi: Abrasi permukaan gigi pada tepi potong dan permukaan
oklusal akibat mengunyah dan menutup rahang disebut atrisi. 23 Atrisi adalah kejadian yang
paling umum pada orang tua. Hilangnya jaringan gigi secara tidak normal di daerah servikal
gigi karena kekuatan mekanis seperti menyikat gigi disebut abrasi. Alasan yang paling jelas
adalah penggunaan sikat gigi yang tidak tepat dan pengaplikasian bahan pembersih abrasif
pada permukaan gigi. Akar gingiva sering terbuka sebagai akibat dari resesi gingiva, yang
sering diamati pada orang tua. Oleh karena itu menyikat keras pada lansia menyebabkan
abrasi pada permukaan akar. Gangguan mengunyah biasanya karena kurangnya gigi premolar
dan molar pada orang tua. Tepi insisal atau permukaan oklusal yang terkikis membuat sulit
untuk mengunyah makanan keras. Keadaan ini mempengaruhi kualitas hidup secara negatif
pada pasien lanjut usia dengan menyebabkan keterbatasan mengunyah, gangguan sendi
temporomandibular, nyeri pada otot pengunyah, gangguan bicara dan mengatupkan gigi.23
11
Lesi Mukosa Oral: Mukosa mulut berfungsi sebagai penghalang terhadap infeksi, dan
trauma kimia, termal dan mekanik dan melindungi jaringan submukosa terhadap faktor-faktor
ini.18 Namun, selama penuaan, mukosa mulut menjadi lebih tipis dan mulut kering lebih
sering diamati. Ini mengurangi resistensi mukosa terhadap iritasi mekanis. Pada lanjut usia,
kerusakan struktur pembuluh darah menyebabkan mukosa menjadi lebih pucat dan
memperlambat proses penyembuhan luka. Indera pengecap juga menurun karena adanya
perubahan degeneratif pada lidah. Beberapa penyakit sistemik, gangguan nutrisi, efek
samping obat dan infeksi mulut merupakan beberapa penyebab lesi pada mukosa mulut.23
(a) (b)
Lesi Prakanker: Lesi prakanker adalah lesi yang laten untuk waktu yang lama tetapi dapat
menjadi kanker. Lesi ini termasuk lichen planus erosif atrofi, leukoplakia (verrucous,
nodular, erosif), eritroplasia, penyakit Bowen, dan melanoma prakanker.referensi Pada orang
tua, lesi prakanker seperti leukoplakia dan eritroplasia sering ditemukan pada jaringan lunak
mulut setelah usia 65 tahun. Penggunaan tembakau dan alkohol jangka panjang adalah faktor
risiko yang paling umum. Pada orang tua, lesi tanpa rasa sakit yang bertahan lama harus
12
Gambar 8. Kanker lidah eksofitik pada pria berusia 68 tahun (kiri) dan Kanker di dasar mulut pada
pria berusia 75 tahun (kanan)22
Ket a dan b aja ya
Angular Cheilitis: Ini adalah kondisi peradangan yang ditandai dengan pembentukan celah
di sudut bibir orang tua yang kebanyakan menggunakan gigi palsu bilateral, dan biasanya
diamati bersama dengan stomatitis prostetik atau glositis. Hal ini terlihat pada 10-25% orang
dimensi vertikal wajah, dan kelembapan pada sudut bibir dapat memicu kondisi ini.23
Stomatitis akibat Prostesa: Denture stomatitis (DS) adalah inflamasi pada mukosa yang
tertutup oleh permukaan anatomis gigi tiruan, baik gigi tiruan Sebagian atau gigi tiruan
lengkap. Beberapa istiah denture stomatitis yang banyak digunakan yaitu stomatitis
associated denture stomatitis. Faktor – faktor yang menyebabkan denture stomatitis yaitu
trauma dari gigi tiruan dan adanya keterlibatan mikroba umumnya disebabkan oleh jamur
Candida spp atau akibat kedua faktor tersebut.24 Pada umumnya ditemukan pada usia lanjut
13
dan lebih banyak ditemukan pada Wanita. Gambaran klinis pada umumnya berupa makula
beberapa nodula. Denture stomatitis dapat disebabkan berbagai faktor yaitu trauma, mikroba
dan factor sistemik. Trauma adalah bentuk cedera atau kerusakan yang disebabkan oleh
mekanis, termal dan kimia pada jaringan mukosa mulut yang dapat menyebabkan inflamasi.
Faktor predisposisi lainnya adalah diabetes mellitus, defisiensi nutrisi seperti asam folat dan
B12 dan penggunaan obat – obatan imunosupresif. Tahap pertama perawatan pada kasus DS
yang terkait trauma adalah harus menghilangkan iritan tersebut, yaitu memperbaiki gigi
tiruan atau mengganti gigi tiruan. Lesi biasanya akan sembuh tanpa tindakan bedah, hal ini
Temporo Mandibular Joint Disorder: pengurangan jumlah gigi-geligi posterior dan anterior,
terjadi degenerasi, penipisan mukosa, hiposalivasi, penurunan aktivitas dan massa otot, serta
terjadi kemunduran pada banyak fungsi tubuh; salah satu di antaranya yaitu fungsi sendi
permukaan sendi dan kalsifikasi nodular dapat diamati. Sebagai akibat dari ketidakcocokan
gerakan diskus artikular dan kondilus, suara 'klik' dapat terdengar selama pembukaan mulut,
yang dapat bervariasi dari ringan hingga berat. Pada orang tua, masalah ini mungkin
disebabkan oleh degenerasi jaringan TMJ dari waktu ke waktu dan kehilangan gigi akibat
kehilangan gigi. Selain itu, gigi palsu dan restorasi yang tidak tepat, ketegangan dan relaksasi
14
yang berlebihan pada otot pengunyah dan bruxism dapat menyebabkan masalah TMJ. Telah
dilaporkan bahwa penggunaan gigi tiruan total yang tidak direncanakan dengan benar dapat
Gambar 11. CBCT dan rekonstruksi 3D gambar TMJ kontrol sehat (A dan B) dan TMJOA (C dan
D)26
OSTEOARTHRITIS (OA)
patologik pada struktur sendi, paling sering terjadi pada sendi lutut, pinggul, dan tangan.
umumnya disertai rasa nyeri pada sendi. Hal ini berkaitan dengan kerusakan kartilago,
inflamasi sinovial, tulang subkondral dan kerusakan meniscal.27 Pertumbuhan osteofit pada
terjadinya kelemahan pada otot dan ligamen yang menghubungkan sendi.28 Hubungan antara
OA dengan kondisi kesehatan mulut salah satunya yaitu nyeri sendi di tangan karena
berpengaruh pada kemampuan individu dalam membersihkan gigi secara rutin, selain itu OA
juga bisa terjadi pada sendi temporomandibular yang secara langsung berpengaruh pada
fungsi mulut.29
15
Gambar 12. (A) Kasus 1. Gambaran CBCT dari TMJ-OA bagian kanan (gambar di atasnya:
merupakan gambaran koronal praoperasi; gambar di bawahnya: gambaran koronal paska operasi 1
tahun menunjukan reparative remodelling. (B) Kasus 2. Gambaran CBCT dari TMJ-OA bagian kiri
(gambar di atasnya: merupakan gambaran koronal praoperasi; gambar di bawahnya: gambaran
koronal paska operasi 1 tahun menunjukan reparative remodelling.30
EPIDEMIOLOGI OSTEOARTHRITIS
pada dua per tiga individu yang berumur lebih dari 65 tahun, dengan prevalensi 60,5% terjadi
pada pria dan 70,5% pada wanita.27 Menurut data dari WHO, terdapat 9,6% laki-laki dan
18,0% wanita di atas usia 60 tahun memiliki OA simtomatik.31 Menurut studi Kohort
Framingham, prevalensi OA simtomatik pada tangan, lutut, dan panggul adalah 6,8%, 4,9%,
dan 4,3%. Sedangkan, OA radiografik ditemukan sebanyak 19,2% pada lutut, 27,2% pada
tangan, dan 19,6% pada panggul.32 Perkiraan prevalensi osteoarthritis bervariasi antara
populasi yang berbeda, di Eropa osteoarthritis terjadi pada lebih dari 40 juta orang.33 Di
Indonesia jumlah penderita osteoarthritis paling banyak berumur lebih dari 50 tahun, 85%
berdasarkan gambaran x-ray dan 35 – 50% hanya mengalami gejala. Prevalensi terjadinya
16
osteoarthritis pada pria di bawah umur 45 tahun dan pada wanita lebih dari 55 tahun. 34 Secara
umum, diperkirakan lebih dari 50 persen orang dewasa yang berusia lebih dari 65 tahun
PATOGENESIS OSTEOARTHRITIS
Osteoarthritis selama ini dipandang sebagai akibat dari suatu proses degeneratif yang
tidak dapat dihindari. Namun, hasil penelitian terbaru para pakar menyatakan bahwa OA
penelitian membuktikan bahwa tulang rawan (kartilago) sendi ternyata dapat melakukan
perbaikan sendiri dimana kondrosit akan mengalami replikasi dan memproduksi matriks
baru. Proses perbaikan ini dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan seperti insulin-like growth
factor (IGF-1), growth hormone, transforming growth factor ß (TGF-ß) dan coloni
Faktor mekanik dan enzimatik yang menyebabkan hilangnya kinerja kondrosit dan
kerusakan masih belum diketahui penyebabnya. Namun, penelitian yang terbaru telah
menunjukkan aspek inflamasi OA yang mencakup peningkatan aktivitas sejumlah sitokin dan
kemokin dalam jaringan sendi dapat mendorong generasi enzim pendegradasi matriks. 29
Peran Makrofag di dalam cairan sendi juga penting yaitu apabila dirangsang oleh jejas
mekanik, material asing hasil nekrosis jaringan atau CSFs, akan memproduksi sitokin
activator plasminogen (PA) yang disebut katabolin. Sitokin tersebut adalah IL-1, IL-6, TNF-
α dan ß, dan Interferon (IFN) α dan τ. Sitokin-sitokin ini merangsang kondrosit melalui
reseptor permukaan spesifik untuk memproduksi CSFs (Colony Stimulating Factors), yang
17
Pada fase awal perkembangan OA kartilago sendi memiliki metabolisme yang sangat
aktif. Pada proses timbulnya OA, kondrosit yang terstimulasi akan melepaskan aggrekan dan
kolagen tipe dua yang tidak adekuat ke kartilago dan cairan sendi. Aggrekan pada kartilago
akan sering habis serta jalinan-jalinan kolagen akan mudah mengendur.Kegagalan dari
Berbagai faktor risiko OA lutut di antaranya faktor usia, jenis kelamin, obesitas, dan
genetik. Umur merupakan faktor risiko paling kuat. 37 OA hampir tidak pernah terjadi pada
anak-anak, jarang pada umur di bawah 40 tahun dan sering pada umur di atas 60 tahun.35 Hal
ini sesuai dengan teori penurunan kemampuan sel kondrosit yang menghasilkan kolagen dan
extracellular matrix.38 Mekanismenya masih belum jelas, namun sangat berkaitan dengan
proses biologis pada sendi; proses penuaan akan menurunkan jumlah kondrosit di kartilago
Prevalensi pada wanita lebih besar daripada pria; tingkat keparahan OA juga lebih
besar pada wanita. Penelitian menunjukkan bahwa hormon berperan dalam mekanisme
terjadinya OA.37 Secara keseluruhan, di bawah 45 tahun frekuensi OA kurang lebih sama
pada laki-laki dan wanita, tetapi di atas 50 tahun (setelah menopause) frekuensi OA lebih
banyak pada wanita daripada pria.35 Penelitian terdahulu berusaha membuktikan bahwa
terdapat efek dari estrogen baik secara endogen maupun ekstrogen terhadap terjadinya OA.38
Seseorang dengan obesitas berisiko 2,96 kali lebih tinggi terkena OA daripada orang
dengan indeks massa tubuh normal sedangkan overweight memiliki risiko 2 kali lebih tinggi
terkena OA.37 Kegemukan ternyata tidak hanya berkaitan dengan OA pada sendi yang
menanggung beban, tapi juga pada OA sendi lain. 35 Beban yang berlebihan terhadap sendi
18
lutut dan panggul dapat menyebabkan kerusakan sendi sinovial, kegagalan dukungan
Faktor genetik sangat mempengaruhi terjadinya OA pada lutut. Selain itu, juga
mempengaruhi sensitivitas terhadap nyeri OA.37 Faktor herediter juga berperan pada
timbulnya OA, misalnya pada seorang wanita dengan ibu yang mengalami OA pada sendi-
sendi interfalang distal (nodus Herbenden) akan mengalami 3 kali lebih sering OA pada
sendi-sendi tersebut, dibandingkan dengan seorang wanita dengan ibu tanpa OA tersebut.35
PERAWATAN OSTEOARTHRITIS
mobilitas dan mencegah terjadinya gangguan fungsi, memperbaiki kualitas hidup dan
mencegah terjadinya efek toksik dari obat.35 Sebelum melakukan terapi, edukasi penting pada
pasien OA. Dengan edukasi, pasien mengetahui tujuan terapi OA dan pentingnya perubahan
gaya hidup, latihan, dan pengurangan berat badan yang akan mempengaruhi perjalanan
penyakit.37 Pengelolaan osteoarthritis berdasarkan atas sendi yang terkena dan berat
PENATALAKSANAAN OSTEOARTHRITIS
Penatalaksanaan osteoarthritis dapat dilakukan dengan beberapa pilihan metode antara lain35:
agar pasien dapat mengetahui serta memahami tetang penyakit yang dideritanya,
bagaimana agar penyakitnya tidak bertambah semakin parah, dan agar persediannya
19
Terapi fisik atau rehabilitasi: terapi ini dilakukan untuk melatih pasien agar
persendiannya tetap dapat dipakai dan melatih pasien untuk melindungi sendi yang
sakit, Penurunan berat badan, Berat badan yang berlebih merupakan faktor yang
memperberat osteoarthritis.35 Latihan fisik dapat berupa latihan aerobik dan bisa
dilakukan di air (water based exercise) dan di darat (land based exercise). Latihan di
darat dapat berupa bersepeda dan berjalan. Sedangkan untuk di air bisa berupa
berenang dan berjalan di dalam air. Latihan di air biasa digunakan pada pasien OA
menyediakan peralatan yang dapat membantu sesuai kebutuhan dan mengajarkan cara
melindungi sendi dan kemampuan menjaga energi. 34 Misalnya Braces dan orthosis
yang dapat digunakan untuk memperbaiki gait dan membantu meringankan beban
lutut sehingga mengurangi nyeri.36 Fisioterapist akan menilai kekuatan otot, stabilitas
atau memperbaiki luas gerak sendi dan meningkatkan kekuatan otot dan menyarankan
2. Terapi Farmakologis: terapi dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri sangat penting
dalam penanganan OA. Obat analgesik berbagai jenis seperti obat anti-inflamasi non-
steroid (OAINS), opiat, dan analgesik lain non-opiat.37 Di Amerika Serikat, krim
Capsaicin terbukti ampuh dalam penanganan nyeri OA yang bekerja lokal dengan
kurang baik, analgesik murni biasanya dibutuhkan.35 Obat analgesik terdapat berbagai
jenis seperti obat anti-inflamasi non-steroid (OAINS), opiat, dan analgesik lain non-
20
radang.37 Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS), Inhibitor COX-2
(Siklooksigenase-2), dan Asetaminofen untuk mengobati rasa nyeri yang timbul pada
Osteoarthritis, penggunaan OAINS dan inhibitor COX-2 dinilai lebih efektif daripada
golongan nutraceutical, yang merujuk pada makanan atau suplemen makanan yang
a. Kortikosteroid: Terapi ini sudah lama digunakan sebagai salah satu pilihan untuk
meredakan nyeri dan memperbaiki fungsi sendi dalam jangka pendek. 37 Terutama
pada rasa nyeri yang sangat; terapi ini juga berguna untuk mengurangi nyeri yang
tidak responsif dengan terapi sistemik optimal.35 Pada penelitian atas 67 pasien,
(SD±3,2) menjadi 8,75 (SD±4,0), sedangkan pada grup plasebo hampir tidak
mengalami perubahan.37 Injeksi intra-artikular pada sendi yang sama lebih dari 3
dapat memperbaiki fungsi sendi lutut yang terkena OA. Selain itu, hialuronan juga
batasan pengurangan rasa nyeri yang merupakan hasil penggunaan obatini, agak
21
4. Tindakan operasi
terkontrol secara adekuat dengan terapi medis dan dengan derajat sedang sampai berat
lutut atau pinggul yang sendinya bergejala. 35 Pilihan operasi pada OA lutut meliputi
memperbaiki kualitas hidup pasien dengan OA lutut dan pinggul dan merupakan satu
Pada kebanyakan pasien dengan arthritis telah mencoba pengobatan alternatif dan
Pendekatan terbaru pada terapi osteoarthritis (OA) terus dicari termasuk usaha untuk
untuk rekonstitusi kartilgo dan jaringan sendi.34 DMOADs menargetkan jaringan kunci dalam
DMOAD diduga sedang dalam pengembangan fase II.38 Selain itu terdapat
Chondroprotective Agent, yaitu obatobatan yang dapat menjaga atau merangsang perbaikan
dari kartilago pada pasien osteoarthritis. Obat-obatan yang termasuk dalam kelompok obat
22
Gangguan TMJ pada Pasien Osteoarthritis
Osteoarthritis (OA) merupakan penyebab utama nyeri dan kecacatan di seluruh dunia
aspek komponen kualitas hidup termasuk, kesehatan fisik, kesejahteraan mental, tingkat
pembatasan olahraga, nyeri, tidur, dan perasaan baik dan penuh energi. 41 OA merupakan
beban penyakit yang sangat besar pada sistem kesehatan, ekonomi, dan masyarakat saat ini
maupun di masa depan. Beberapa penelitian menunjukan hasil bahwa terdapat hubungan
temporomandibular.40
Pada rongga mulut terdapat jenis lain dari osteoarthritis yaitu Temporo Mandibular
kesehatan rongga mulut pasien. TMJOA mengakibatkan gangguan pada sendi antara tulang
Pada bagian antara tengkorak dan kondilus mandibula terdapat diskus tulang rawan.
Ketika diskus tulang rawan ini berdegenerasi, efeknya dapat menyebabkan iritasi sendi atau
oklusi yang berubah dan rasa sakit yang terkait pada mandibula. Pasien dengan gangguan
temporomandibular mengalami tanda-tanda klinis seperti suara klik pada saat sendi bergerak
yang menimbulkan ketidaknyamanan. Hal ini membuat keterbatasan pasien dalam membuka
mulut.42 Studi lain menyimpulkan bahwa orang tua dengan beberapa gangguan
muskuloskeletal memiliki risiko lebih besar untuk memperburuk kesehatan mulut mereka.43
menyebabkan pasien kesulitan dalam menjaga kebersihan rongga mulutnya. Hambatan ini
mengakibatkan penumpukan plak dan kalkulus yang meningkatkan risiko terjadinya karies
23
gigi dan penyakit periodontal.43 Pada kasus periodontitis dapat dilihat tingkat keparahan
dengan keberadaan dan keparahan tanda radiografi OA, di sisi lain pasien yang menderita OA
biasanya mengalami kesulitan untuk mengelola dan menjaga kebersihan mulut dan gigi
mereka. Hubungan dua arah antara kesehatan mulut dan OA ini menunjukkan bahwa
keduanya saling mempengaruhi sehingga perlu diperhatikan dengan baik kondisi rongga
mulut pasies OA.hasil dari kedua kondisi termasuk hasil yang dilaporkan pasien akan
dipengaruhi satu sama lain. Kesehatan mulut adalah komponen penting dari kesehatan umum
Berdasarkan laporan kasus oleh ?? (tahun) ditemukan kondisi tidak berkontaknya gigi
geligi pada sisi yang terkena OA. Tidak berkontaknya gigi dengan kontak antagonisnya dapat
dilihat dari pemeriksaan relasi sentris, terdapat kesulitan menggerakan rahang sehingga gigi
sulit menyentuh kontak dengan gigi antagonisnya.44 Hal ini disebabkan Ta?? (cari lagi
penyebabnya)
Pada pasien TMJOA biasanya juga ditemukan oklusi yang buruk karena gigi-geligi
pada sisi yang terkena OA tidak ada yang kontak dengan gigi antagonisnya. Pada
pemeriksaan relasi sentris dapat ditemukan kekakuan yang mencegah penelilaian sentris.44
Selain itu, beberapa obat yang digunakan untuk mengobati osteoarthritis seperti
kortikosteroid dan obat antiinflamasi nonsteroid dapat menekan sistem kekebalan tubuh.
meningkatkan risiko penyembuhan luka yang tertunda, waktu perdarahan yang panjang dan
bawah, dapat mempersulit pasien untuk datang ke dokter gigi sehingga pasien sulit untuk
melakukan kontrol rutin serta sulit untuk mendapatkan perawatan untuk gigi yang bermasalah
24
. untuk mendapatkan serta mempersulit pasien dalam menjaga kebersihan dan perawatan gigi
didapatkan hasil Sebuah studi nasional besar di Australia menemukan bahwa orang yang
gigi dalam 2 tahun terakhir dibandingkan orang tanpa radang sendi pada populasi umum. 46
Dari hasil penelitian di Australia konsisten dengan penelitian lain yang ditemukan bahwa
penurunan status fungsional dan kesehatan yang buruk pada pasien OA juga berkaitan dengan
perawatan ekstraksi dan penambalan dibandingkan pasien yang tidak menderita OA.47Selain
itu perawatan restoratif dan prostodontik (pembuatan gigi tiruan, reparasi gigi tiruan, serta
PEMBAHASAN
LAPORAN KASUS 1
Dalam laporan kasus tersebut, seorang wanita berusia 80 tahun dirujuk ke Departemen
Kedokteran Gigi dan Bedah Mulut, Unit Kedokteran Sensorik dan Lokomotor, Divisi
Kedokteran, Fakultas Ilmu Kedokteran, Universitas Fukui, Jepang. Pasien dirujuk dengan
keluhan trismus selama 6 bulan. Tidak adanya trauma wajah oromandibular dan pasien tidak
seddang melakukan prosedur perawatan gigi. Pada pemeriksaan fisik menunjukkan kontraksi
ritmik berulang yang tidak disengaja dari otot masseter dan temporalis bilateral. Pembukaan
kelainan. Computed tomography (CT) scan pada kunjungan pertama menunjukkan erosi
kortikal dan kista subkondral dari kondilus mandibula kanan. Pemeriksaan EMG permukaan
25
menunjukkan kontraksi bilateral otot digastrik dan otot masseter selama istirahat,
mengatupkan gigi, membuka mulut, dan mengunyah. Pasien kemudian didiagnosis dengan
OMD oleh ahli saraf. Pasien menolak pengobatan untuk OMD, termasuk pengobatan dan
injeksi toksin botulinum. Tindak lanjut CT scan dilakukan 5 bulan setelah kunjungan pertama
dan menunjukkan erosi tulang dasar tengkorak di fossa mandibula kiri dan perkembangan
deformasi kondilus kanan. Pasien meninggal karena penyakit lain selama masa tindak
lanjut.48
Gambar 13. CT scan pada kunjungan pertama pasien menunjukkan erosi kortikal dan kista
subkondral dari kondilus mandibula kanan (panah putih). 48
Gambar 14. CT scan dilakukan 5 bulan setelah kunjungan pertama pasien menunjukkan erosi tulang
dasar tengkorak di fossa mandibula kiri (panah hitam) dan perkembangan deformasi kondilus kanan
(panah putih).48
artritis inflamasi rendah. Meskipun etiologi TMJ OA tidak sepenuhnya dipahami, kelebihan
beban pada TMJ telah dianggap sebagai salah satu penyebab utamanya. Dalam kasus ini, CT
scan pada kunjungan pertama menunjukkan erosi kortikal dan kista subkondral yang
lanjutan menunjukkan erosi tulang dasar tengkorak di fossa mandibula dan perkembangan
deformasi kondilus kanan. Hal ini dianggap bahwa OA TMJ mungkin berhubungan dengan
gejala OMD. Kasus ini menyarankan bahwa pengobatan OMD seperti pengobatan oral atau
suntikan toksin botulinum harus dimulai segera setelah diagnosis ditegakkan. Intervensi
26
perawatan gigi, seperti terapi splint untuk mencegah perkembangan atau progresi OA TMJ
terkait distonia OMD, perlu dipertimbangkan secara bersamaan. Intervensi pengobatan ini
harus dilakukan dengan mempertimbangkan waktu munculnya gejala OMD dan dokter harus
LAPORAN KASUS 2
Cunha pada tahun 2016 melaporkan sebuah kasus mengenai pendekatan dental pada
Dentistry of Ribeirão Preto (FORP / USP). Pasien mengeluhkan perubahan dalam menggigit,
ketidakmampuan mengunyah dan kesulitan membuka mulut, namun pasien tidak mengeluh
sakit. Selama pendataan, pasien melaporkan bahwa keluhannya sudah berlangsung kurang
lebih 12 bulan. Selain itu, pasien melaporkan sudah mencari profesional gigi lainnya,
diuji, seperti penggantian diskus artikular dan beberapa obat yang diresepkan antara lain
Berdasarkan anamnesis, pasien memiliki kebiasaan bruxism pada siang dan malam
hari. Keluhan rasa tidak nyaman akibat gigitan selalu berulang serta pasien mengaku adanya
tekanan emosional yang hebat terkait dengan masalah keluarga yang ada sehingga
memerlukan konseling psikologis. Pada evaluasi awal, pembukaan mulut aktif adalah 39 mm
tanpa rasa sakit, lateral kanan 2 mm, kiri 4 mm, dan protrusi 2 mm. Selama pembukaan
mandibula, terdapat pergeseran kiri dan suara sendi: krepitasi dan klik dari kiri ke kanan,
Milwaukee, Wisconsin).44
27
Pada pemeriksaan klinis intra oral, rongga mulut dalam keadaan baik. Oklusi pasien
buruk karena gigi-gelgi sebelah kanan tidak ada yang kontak dengan gigi antagonisnya.
Selama pemeriksaan relasi sentris, ditemukan kekakuan yang mencegah penelilaian sentris.
Gambar 15. Oklusi pada interkuspasi kebiasaan maksimum (MHI). Tidak adanya kontak
antara gigi antagonis pada sisi kanan.44
juga dilakukan untuk mengamati keausan pada kondilus kiri dengan perpindahan dan
perubahan structural pada permukaan diskus. Terdapat torsi yang oleh intrusi kondilus
mandibula kiri yang menyebabkan tidak adanya kontak antagonis gigi di sisi kanan.44
28
Gambar 17. CT Scan pada TMJ kiri44
Selain evaluasi yang telah dilakukan oleh dokter gigi, pasien dirujuk ke ahli
Reumatologi untuk membantu dalam menegakkan diagnosis yang benar. Hasil interpretasi
peradangan di TMJ kiri yang terkait dengan proses degeneratif. Hal ini membantu
29
Gambar 19. Pencitraan MRI dengan kontras menunjukan inflamasi pada TMJ kiri 44
Stimulation (TENS) dan Low Level Laser Therapy (LLLT) untuk meningkatkan jangkauan
gerakan mandibula dan manipulasi mandibula pasien Protokol TENS (TENS digital med IV -
CARCI - São Paulo, Brazil) digunakan dengan menerapkan tegangan 100 Hz, pada frekuensi
150 Hz selama 35 menit selama empat minggu. LLLT diterapkan sebagai protokol standar
dari Temporomandibular Disorders and Orofacial Pain Service (FORP). Laser Gallium-
Aluminium-Arsenik (GaAlAs - TWIN LASER MMOptics Ltd., São Carlos, São Paulo)
dengan 780 nm, dengan penerapan 75 J/ cm2 (60mW/50 s) pada 5 titik yaitu pusat, superior,
inferior, anterior dan sisi posterior TM Pada otot wajah, aplikasi laser adalah 30J/cm2
(60mW/20 s) pada tiga wilayah otot masseter superfacial (sepertiga atas, tengah dan bawah)
30
Gambar 20. Plat stabilisasi44
Splint oklusal yang dibuat dengan resin akrilik dilakukan untuk memberikan distribusi
beban yang lebih baik pada gigi dan meminimalkan beban pada TMJ selama tidur.
Selanjutnya, Overlay Removable Partial Denture (ORPD) dipasang pada lengkung bawah
yang menghasilkan kontak gigi di MHI pada semua gigi dan memfasilitasi pengunyahan. Plat
yang berfungsi menstabilkan digunakan pada malam hari untuk menginduksi keseimbangan
neuromuskular dan ORPD digunakan pada siang hari untuk meningkatkan fungsi
pengunyahan makanan. Plat yang berfungsi menstabilkan dibentuk oleh posisi TMJ yang
perawatan gigi yang digunakan, pasien dirujuk untuk perawatan dengan rheumatologist,
degeneratif.44
31
Gambar 22. Radiografi Transkranial dengan splint oklusal44
Dalam laporan kasus ini, osteoarthritis didiagnosis hanya di TMJ kiri, tetapi diketahui
bahwa dalam beberapa kasus dapat mempengaruhi kedua sendi. Literatur mengungkapkan
prevalensi yang lebih tinggi terjadi pada wanita. Kondisi ini ditandai dengan adanya
perubahan yang terjadi pada reseptor estrogen sehingga menyebabkan wanita lebih rentan
Osteoarthritis memiliki etiologi yang kompleks dan multifaktorial. Di dalam kasus ini
terlihat melalui MRI infeksi pada TMJ kiri. Infeksi menjadi faktor etiologi utama dari semua
oleh clenching yang dilakukan oleh pasien karena pengaruh aspek psikologis dan
emosional.44
Kedua pendekatan klinis dari osteoarthritis dan rasa tidak nyaman pasien terhadap
fungsi pengunyahan yang disebabkan karena keterbatasan pembukaan mulut dan kekakuan
daerah mandibula berdampak pada kualitas hidupnya. Dalam laporan kasus ini, pengobatan
penyebab etiologis memiliki kompetensi medis sehingga pasien dirujuk ke ahli reumatologi
yang mendiagnosis osteoarthritis TMJ. Pasien diberikan obat anti-inflamasi yang diresepkan
untuk menghentikan proses inflamasi dan mencegah tahap baru kerusakan TMJ kiri.
neuromuskular karena pasien memiliki keterbatasan dalam gerakan membuka, lateral dan
protrusi; serta menangani kekakuan otot yang besar. Memasang ORPD pada pasien untuk
mengkompensasi tidak adanya kontak posterior dianggap sebagai pilihan pengobatan terbaik
32
dengan mempertimbangkan usia pasien dan tujuan mengembalikan fungsi pengunyahan.
Dengan adanya kontak bilateral dan simultan setelah pemasangan ORPD, fungsi sistem
menelan.44
sekunder. Penentuan diagnosis untuk mendapatkan rencana perawatan yang tepat harus
melibatkan banyak tenaga ahli dari berbagai bidang. Dalam hal ini, terapi konservatif mampu
meningkatkan kualitas hidup secara signifikan dengan menghilangkan atau menunda indikasi
teknik yang lebih invasif seperti prosedur bedah yang terkait dengan pembuatan prostesis
KESIMPULAN
perubahan patologik pada struktur sendi yang biasanya sering terjadi pada orang lansia yang
berumur lebih dari 65 tahun.27,31 Pada kasus pertama, seorang wanita berusia 80 tahun
mengalami keluhan trismus selama 6 bulan dengan gejala tidak didahului oleh adanya trauma
wajah oromandibular dan prosedur gigi. Pada CT scan menunjukkan erosi kortikal dan kista
subkondral yang merupakan karakteristik temuan pencitraan radiografi OA TMJ dan keluhan
erosi tulang dasar tengkorak di fossa mandibula dan perkembangan deformasi kondilus
kanan. Hal ini dianggap bahwa OA TMJ mungkin berhubungan dengan gejala OMD. Untuk
perawatan, pasien disarankan bahwa pengobatan OMD, seperti pengobatan oral atau suntikan
toksin botulinum tetapi, Pasien menolak pengobatan untuk OMD, pasien meninggal karena
penyakit lain selama masa tindak lanjut. Kasus ini menyarankan bahwa pengobatan OMD
harus dimulai segera setelah diagnosis ditegakkan. 48 Pada kasus kedua Seorang perempuan
berusia 69 tahun didiagnosis, osteoarthritis hanya di TMJ kiri dan memiliki faktor etiologi
33
utama dari semua proses degeneratif, yang menegakkan diagnosis sekunder osteoarthritis, hal
ini diperberat oleh clenching yang dilakukan oleh pasien di bawah pengaruh aspek psikologis
dan emosional. osteoarthritis dan rasa tidak nyaman pasien terhadap fungsi pengunyahan
yang disebabkan karena keterbatasan pembukaan mulut dan kekakuan daerah mandibula
berdampak pada kualitas hidupnya. Pasien diberikan obat anti-inflamasi yang diresepkan
untuk menghentikan proses inflamasi dan mencegah tahap baru kerusakan TMJ kiri.
neuromuskular karena pasien memiliki keterbatasan dalam gerakan membuka, lateral dan
protrusi.44
DAFTAR PUSTAKA
2. Kiik SM, Sahar J, Permatasari H. Peningkatan Kualitas Hidup Lanjut Usia (Lansia) di
Kota Depok dengan Latihan Keseimbangan. Jurnal Keperawatan Indonesia.
2018; 21(2): 109-116
34
10. Kuswardhani RAT. Perlindungan Hukum dan Dignity dalam Pelayanan Kesehatan
Geriatri. Dalam: Aryana IGPS, Astika N [Editor] Geriatric Opinion 2018. Denpasar:
Udayana University Press; 2018. Hal 1-12
11. Fatmawati V, Imron MA. Perilaku Koping pada Lansia yang Mengalami Penurunan
Gerak dan Fungsi. Intuisi Jurnal Psikologi Ilmiah. 2017; 9(1): 26-39.
12. Senjaya AA. Gigi Lansia. Jurnal Skala Husada. 2016; 13(1): 72 – 80.
13. Sofiana L, Khusna AN. Peningkatan Edukasi bagi Lansia Sehat dan Produktif. Jurnal
Berdikari. 2019; 7(2): 148-153
14. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Keperawatan Gerontik. 2016.
15. Wong FMF, Ng Yanies TY, Leung WK. Oral Health and Its Associated Factors
Among Older Institutionalized Residents—A Systematic Review. Int. J. Environ. Res.
Public Health. 2019; 16: 4132
16. Oktaria I, Shen R. The Prosthodontics Care For Geriatric Patients Nowadays. Journal
of Indonesian Dental Association. 2019; 2(1): 43-48.
17. Tarigan AP. Proses Penuaan dari Aspek Kedokteran Gigi. Medan: Oriza Press; 2017.
18. Friedman BK. Geriatric Dentistry Caring for Our Aging Population. Pondicherry:
Wiley Blackwell; 2014.
19. Liu YW, Chuang YC, Chien CW, Tung TH. Oral health diseases among the older
people: a general health perspective. J Mens Health. 2021; 17(1): 7-15
20. Rapp L, Maret D, Diemer F, Lacoste FMH. Dental Caries in Geriatric Dentistry: An
Update for Clinicians. Int J Oral Dent Health. 2019; 5:080
21. Vasthare R, Ankola AV, Ran ALY, Mansingh P. Geriatric oral health concerns, a
dental public health narrative. Int J Community Med Public Health. 2019;6(2):883-888
22. Holm-Pedersen P, Walls A, Ship J. Textbook of Geriatric Dentistry. Ed 3. Chennai:
Willey Blackwell; 2015.
23. Tufekci N. Selected Health Science Research with Multidisciplinary Approach. Turki:
Strategic Research Academy; 2018.
24. Herawati, E., & Novani, D. Laporan Kasus Denture Stomatitis Terkait Trauma :
Gambaran Klinis dan Tatalaksananya Denture Stomatitis related to Trauma :
Clinical Feature and Treatment. Jurnal Kedokteran Gigi, (2017)29(4), 23–26.
25. Gabrila J, Tendean L, Zuliari K. Gambaran Temporomandibular Disorders pada
Lansia Di Kecamatan Wanea. Jurnal e-GiGi (eG). 2016; 4 (2); 90-95
26. Shi J, Lee S, Pan HC, Mohammad A, Lin A, Guo W, Chen E, Ahn A, Li J, Ting K,
Kwak JH. Association of Condylar Bone Quality with TMJ Osteoarthritis.
Journal of Dental Research. 2017; 96(8): 888–894.
27. Pratiwi AI. Diagnosis and Treatment Osteoarthritis. J Majority. 2015; 10-17
28. Mattioli S, Graziosi F, Curti S, Bonfiglioli R, Argentino A, Violante FS. Knee
Osteoarthritis in a Chestnut Farmer – Case Report. Annals of Agricultural and
Environmental Medicine. 2017; 24(1): 148–150
29. Shehata M. The Link between Osteoarthritis and Oral Health-related Quality of Life-
Descriptive Analyses of a Data from an Austrian Multi-center Osteoarthritis
Registry [Thesis]. Wina: Medizinischen Universität Wien; 2019
30. Lin SL, Tsai CC, Wu SL, Ko SY, Chiang WF, Yang JW. Effect of Arthrocentesis
Plus Platelet-rich Plasma and Platelet-rich Plasma Alone in the Treatment of
Temporomandibular Joint Osteoarthritis. Medicine. 2018; 97: 16-23
31. World Health Organization. Chronic rheumatic conditions. 2017. Diunduh
dari: http://www.who.int/chp/topics/rheumatic/en/. Diakses tanggal 10 September
2017
32. Zhang Y, Jordam J. Epidemiology of Osteoarthritis. Clin Geriatr Med.
2010;26(3):355– 369
35
33. Vina ER, Kwoh CK. Epidemiology of Osteoarthritis: Literature Update. Curr Opin
Rheumatol. 2018; 30(2): 160-167.
34. Yuswatiningsih E. Pengaruh Penyuluhan Kesehatan terhadap Sikap Lansia tentang
Perawatan Osteoarthritis (Studi di Posyandu Lansia Desa Tembelang Kecamatan
Tembeleng Jombang). Jurnal Insan Cendikia. 2017; 6(1): 20-27
35. Winangun. Diagnosis dan Tatalaksana Komprehensif Osteoarthritis. Jurnal
Kedokteran. 2019; 5(1): 125-142
36. Felson DT. Osteoarthritis. Dalam: Fauci A, Hauser LS, Jameson JL, Ed.
HARRISON’s Principles of Internal Medicine Seventeenth Edition. New York, United States
of America: McGraw-Hill Companies Inc. 2008: 2158-2165
37. Wijaya S. Osteoarthritis Lutut. CDK-265. 2018; 45(6): 424-429
38. Sasono B, Aulia N, Nyoman D. Faktor Dominan Pada Penderita Osteoarthritis Di
Rsud Dr. Mohamad Soewandhie, Surabaya, Indonesia. Jurnal Medika Udayana.
2020; 9(11): 1-7
39. Ghouri A, Conaghan PG. Update on Novel Pharmacological Therapies for
Osteoarthritis. Ther Adv Musculoskel Dis. 2019; 11: 1-11
40. Omara M, Ritschl V, Bekes K, Steiner G, Laky M, Mosor E, Steinecker-Frohnwieser
B, Kloppenburg M, Sautner J, Dragoi R, Spellitz P, Resch-Passini J, Aletaha D,
Duxneuner-Nell V, Stamm T. Tackling Oral Health Outcomes of Osteoarthritis
Patients in Austria: Data from a Multi-center Osteoarthritis Registry.
Osteoarthritis and Cartilage 28. 2020; 28(1): 459
41. Nakata K, Tsuji T, Vietri J, Jaffe DH. Work impairment, osteoarthritis, and health
related quality of life among employees in Japan. Health Qual Life Outcomes.
2018; 16(1): 64-75
42. Aryaei A, Vapniarsky N, Hu JC, Athanasiou KA. Recent Tissue Engineering
Advances for the Treatment of Temporomandibular Joint Disorders. Curr Osteoporos
Rep. 2016;14(6): 269-279
43. Kelsey JL, Lamster IB. Influence of Musculoskeletal Conditions on Oral Health
Among Older Adults. American Journal of Public Health. 2008; 98(7): 1177-
1183
44. Cunha CW, Rodrigues CA, Magri LV, Matos BHF, Bataglion C, Mazzetto MO.
Dental approach in unilateral osteoarthritis of temporomandibular joint: case report.
Braz Dent Sci. 2016; 19(2): 132-138.
45. Perrota FM, Scriffignano S, De Socio A, Lubrano E. An Assessment of Hand Erosive
Osteoarthritis: Correlation of Radiographic Severity with Clinical, Functional and
Laboratory Findings. Rheumatol Ther. 2019; 6: 125-133
46. Cachon T, Frykman O, Innes J, Lascelles B, Okumura M, Sousa P, Staffieri F,
Steagall PV, and Van Ryssen B. Face validity of a proposed tool for staging
canine osteoarthritis: Canine Osteoarthritis Staging Tool (COAST). The Veterinary
Journal. 2018; 235: 1-8
47. Loughrey DG, Kelly ME, Kelly GA, Brennan S, Lawlor BA. Association of age-
related hearing loss with cognitive function, cognitive impairment, and dementia: a
systematic review and metaanalysis. JAMA Otolaryngology-Head and Neck
Surgery. 2017; 144(2): 115-126
48. Matsuda S, Yoshimura H, Sano K. Oromandibular Dystonia–Related
Temporomandibular Joint Osteoarthritis: A Case History Report. The
International Journal of Prosthodontics. 2018; 31(3): 206-207
36