Anda di halaman 1dari 42

PEMELIHARAAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT PASIEN

GERIATRI DENGAN RIWAYAT OSTEOARTHRITIS

GERIATRI 2

Disusun Oleh:

Lee Suk Mo (2019-16-001)

Aini Angela (2019-16-002)

Asya Sherina Khansa (2019-16-003)

Iftitah Nurisa (2019-16-004)

Narda Chamoto Daeli (2019-16-005)

Rahma Amalina (2019-16-006)

Pembimbing:

Yufitri Mayasari, drg., M. Kes.

UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO (BERAGAMA)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

JAKARTA

2021
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................

DAFTAR ISI................................................................................................... ii

DAFTAR TABEL........................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR...................................................................................... iv

PENDAHULUAN........................................................................................... 1

TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................. 2

Lansia Usia (Lansia) ............................................................................ 2

Kesehatan Umum Lansia Secara Fisiologis.......................................... 4

Kesehatan Gigi dan Mulut Lansia......................................................... 6

Osteoarthritis........................................................................................ 15

Epidemiologi Osteoarthritis................................................................. 16

Patogenesis Osteoarthritis.................................................................... 17

Faktor Risiko Osteoarthritis................................................................. 18

Perawatan Osteoarthritis...................................................................... 19

Kesehatan Gigi dan Mulut Pasien dengan Osteoarthritis..................... 22

PEMBAHASAN.............................................................................................. 25

Laporan Kasus 1................................................................................... 25

Laporan Kasus 2................................................................................... 27

KESIMPULAN............................................................................................... 32

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 34

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Sepuluh penyakit terbanyak pada lansia tahun 2013……………………….5

Tabel 2. Perbedaan fisiologis mukosa mulut normal dan menua……………………7

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Jaringan flabby pada anterior maksila…………………………………………….7

Gambar 2. Bibir pada pasien lanjut usia dengan xerostomia…………………………………8

Gambar 3. Karies koronal dan akar aktif pada gigi anterior mandibula……………………...9

Gambar 4. Kehilangan gigi posterior rahang bawah kanan…………………………………..9

Gambar 5. Pasien berusia 91 tahun kerusakan periodontal…………………………………10

Gambar 6. Pasien dengan keluhan atrisi gigi………………………………………………..11

Gambar 7. Jenis jenis Lesi mukosa oral, kanan(Fibroma) dan kiri(Leukoplakia)…………..12

Gambar 8. Kanker lidah eksofitik pada pria berusia 68 tahun (kiri) dan Kanker

di dasar mulut pada pria berusia 75 tahun (kanan) …………………………………………..12

Gambar 9. Angular Cheilitis………………………………………………………………...13

Gambar 10. Stomatitis denture………………………………………………………………

14

Gambar 11. CBCT dan rekonstruksi 3D gambar TMJ kontrol sehat (A dan B)

dan TMJOA (C dan D) ………………………………………………………………………15

Gambar 12. (A) Kasus 1. Gambaran CBCT dari TMJ-OA bagian kanan…………………..16

Gambar 13. CT scan pada kunjungan pertama pasien menunjukkan erosi kortikal dan

kista subkondral dari kondilus mandibula kanan (panah putih) ……………………………..25

Gambar 14. CT scan dilakukan 5 bulan setelah kunjungan pertama pasien menunjukkan

erosi tulang dasar tengkorak di fossa mandibula kiri (panah hitam) dan perkembangan

deformasi kondilus kanan (panah putih)

……………………………………………………………..…26

iv
Gambar 15. Oklusi pada interkuspasi kebiasaan maksimum (MHI). Tidak adanya kontak

antara gigi antagonis pada sisi kanan…………………………………………………………

28

Gambar 16. Radiografi Panoramik……………………………………………………….…28

Gambar 17. CT Scan pada TMJ kiri………………………………………………………...28

Gambar 18. Pencitraan MRI pada TMJ kiri……………………………………………….29

Gambar 19. Pencitraan MRI dengan kontras meninjukkan inflamasi pada TMJ kiri……..29

Gambar 20. Plat stabilisasi………………………………………………………………...30

Gambar 21. Overlay removable partial denture (ORPD) ………………………………...30

Gambar 22. Radiografi Transkranial dengan splint oklusal……………………………….31

v
vi
PENDAHULUAN

Manusia secara alamiah akan mengalami proses penuaan atau menjadi tua.1 Menjadi

tua adalah proses kehilangan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri perlahan-lahan.

Manusia yang sudah menjadi tua akan mengalami kemunduran fisik, mental, dan sosial.

Seseorang dikatakan sudah menjadi tua dengan nama lansia yang sudah berusia lebih dari 60

tahun.1 Lansia sebagai populasi berisiko memiliki tiga karakteristik risiko kesehatan yaitu,

risiko biologi termasuk risiko terkait usia, risiko sosial dan lingkungan serta risiko perilaku

atau gaya hidup.2

Populasi lansia meningkat sangat cepat dan menurut World Health Organization,

pada tahun 2020 jumlah lansia diprediksi sudah menyamai jumlah balita. Sebelas persen dari

6,9 milyar penduduk dunia adalah lansia. 2 Populasi penduduk Indonesia Menurut Badan

Pusat Statistik (BPS, 2020). 270,20 juta jiwa pada tahun 2020 dan proporsi penduduk usia 60

tahun ke atas sebesar (5,95%) dari total populasi.3

Geriatri merupakan cabang disiplin ilmu kedokteran yang mempelajari aspek

kesehatan dan kedokteran pada kelompok lanjut usia (lansia) yang berupa promosi,

pencegahan, diagnosis, pengobatan, dan rehabilitasi.4 Kelompok lansia akan mengalami

penurunan derajat kesehatan baik secara alamiah maupun akibat penyakit. Penurunan derajat

Kesehatan ini menyebabkan meningkatnya kerentanan terhadap penyakit.5

Osteoarthritis (OA) merupakan suatu penyakit degeneratif pada persendian yang

disebabkan oleh beberapa faktor.6 Penyakit ini mempunyai karateristik berupa terjadinya

kerusakan pada kartilago (tulang rawan sendi). Kartilago merupakan suatu jaringan keras

bersifat licin yang melingkupi sekitar bagian akhir tulang keras di dalam persendian. 6 Selain

mempengaruhi kesehatan fisik seseorang, OA juga dapat berdampak negatif pada psikologis

seseorang. Berdasarkan hasil penelitian dari Veronese et al pada tahun 2016 tentang

hubungan OA pada ekstremitas bawah dengan insidensi gejala depresi menunjukkan bahwa

1
pasien dengan OA pada ekstremitas bawah memiliki peluang lebih besar untuk memiliki

gejala depresi dibandingkan pasien yang tidak memiliki OA.7 Dari hasil penelitian Williams

et al (2016) didapatkan hasil bahwa insidensi OA pada bahu dan tulang belakang leher lebih

tinggi pada pria dibandingkan wanita.8

Di Indonesia, insidensi OA berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2018, prevalensi

penyakit sendi, penyakit sendi yang dimaksud termasuk osteoarthritis, nyeri akibat asam urat

yang tinggi/hiperurisemia akut maupun kronis, dan rematoid artritis. 6 Prevalensi penyakit

sendi berdasarkan diagnosis dokter di Indonesia 7,30% dan Prevalensi Penyakit Sendi

berdasarkan Diagnosis Dokter pada Penduduk Umur berdasarkan kelompok umur ≥64 tahun

pada indonesia sekitar 19,78%.6

Berdasarkan uraian pada bagian pendahuluan, maka kami akan membahas lebih lanjut

mengenai penyakit sendi yaitu Osteoarthritis untuk kelompok usia lansia yang

mempengaruhi kesehatan gigi dan mulut.

TINJAUAN PUSTAKA

LANJUT USIA (LANSIA)

Menurut Undang-Undang No 13 Tahun 1998 yang disebut kelompok lansia adalah

penduduk yang sudah berusia lebih dari 60 tahun.1 Lansia merupakan salah satu kelompok

atau populasi berisiko (population at risk) yang semakin meningkat jumlahnya.2 Lansia pada

umumnya memiliki lebih dari satu penyakit (multidiagnosa).4 Lansia juga dapat didefinisikan

berdasarkan karakteristik sosial masyarakat, dimana orang yang sudah lanjut usia memiliki

ciri-ciri rambut beruban, kerutan kulit, dan hilangnya gigi.1

Geriatri merupakan cabang disiplin ilmu kedokteran yang mempelajari aspek

kesehatan dan kedokteran pada kelompok lanjut usia (lansia) yang berupa promosi,

pencegahan, diagnosis, pengobatan, dan rehabilitasi.4 Pasien geriatri adalah usila dengan

2
kondisi penyakit yang multipatolog.11 Lansia identik dengan berbagai penurunan status

kesehatan terutama status kesehatan fisik.2 Pasien geriatri adalah pasien lansia dengan multi

penyakit dan atau gangguan akibat penurunan fungsi organ, psikologi, sosial, ekonomi dan

lingkungan yang membutuhkan pelayanan Kesehatan secara terpadu dengan pendekatan

multidisiplin yang bekerja secara interdisiplin.4

WHO mengklasifikasikan Lansia menjadi empat kelompok yaitu middle age (usia

pertengahan dengan kelompok usia 45 – 59 tahun), elderly (usia lanjut dengan kelompok usia

60 – 74 tahun), old (lansia tua dengan kelompok usia 75 – 90 tahun) dan very old (lansia

sangat tua dengan kelompok usia > 90 tahun).9 Sementara itu Departemen Kesehatan

Republik Indonesia dalam Undang-Undang Kesehatan No.13 Tahun 1998 Pasal 1 Ayat 2, 3,

dan 4, mengklasifikasikan lansia menjadi Pra lanjut usia (usia 45-59 tahun), Lanjut usia (usia

60-69 tahun) dan Lanjut usia dengan risiko tinggi (usia 70 tahun atau lebih dengan masalah

kesehatan).9

Menurut Papalia (2001) usia tua sering disebut senescence merupakan periode dari

rentang kehidupan yang ditandai dengan perubahan dan penurunan fungsi tubuh. Ada

beberapa hal yang dapat digunakan untuk memahami usia tua yaitu primary aging dan

secondary aging.9 Primary aging merupakan suatu proses penurunan atau kerusakan fisik

yang terjadi secara bertahap dan bersifat inevitable (tidak dapat dihindarkan). Secondary

aging merupakan hasil dari penyakit, abuse, dan disuse pada tubuh yang seringkali lebih

dapat dihindari dan dikontrol oleh individu dibandingkan dengan primary aging, misalnya

dengan pola makan yang baik, menjaga kebugaran fisik dan lainnya.9

Upaya pemeliharaan usia lanjut harus ditunjukkan dengan menjaga agar tetap hidup

sehat dan produktif secara sosial dan ekonomi.1 Latihan fisik sangat penting bagi lansia dalam

meningkatkan kualitas hidup.2 Permasalahan yang terjadi pada lansia sering ditimbulkan oleh

faktor kesehatan, ekonomi, sosial, psikis dan fisik. Penanganan masalah secara dini akan

3
membantu lansia dalam menangani masalahnya dan dapat beradaptasi untuk kegiatan sehari-

hari.10

Permasalahan yang sering terjadi pada lansia atara lain masalah ekonomi, psikologis,

sosial, fisik dan psikis. Secara ekonomi, penduduk lanjut usia yang lebih dari 60 tahun sudah

tidak lagi produktif. Kemampuan kerja semakin menurun, sehingga jumlah pendapatan pun

semakin menurun atau bahkan hilang sama sekali. Kondisi ini menyebabkan lansia sering

dianggap sebagai beban dari pada sebagai sumber daya.10

Penduduk lanjut usia merupakan suatu kelompok sosial sendiri yang harus menerima

perhatian lebih dan spesifik dari kondisi psikologis yang dimilikinya. 10 Faktor psikologis

yang menyertai lansia antara lain rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan

seksual pada lansia, sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat

oleh tradisi dan budaya, kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya

dan pasangan hidup telah meninggal. 10 Masalah sosial lansia biasanya disebabkan oleh

gangguan fungsional atau kecacatan, gangguan tersebut menyebabkan para lansia merasa

terasing atau diasingkan. Keterasingan menyebabkan lansia merasa depesi dan berperilaku

regresi seperti mudah menangis, mengurung diri, mengumpulkan barang-barang tak berguna

serta merengek-rengek dan menangis bila ketemu orang lain sehingga perilakunya seperti

anak kecil.10

KESEHATAN UMUM LANSIA SECARA FISIOLOGIS

Secara fisik suatu proses natural, penuaan akan terjadi pada semua sistem tubuh

manusia dan tidak semua system akan mengalami kemunduran pada waktu yang sama.11

Lansia merupakan proses alamiah yang tidak dapat dihindarkan. Secara biologis akan terjadi

kemunduran – kemunduran fisik pada lansia, tanda-tanda kemunduran fisik antara lain: kulit

mulai mengendur dan pada wajah timbul keriput serta garis-garis yang menetap, rambut

4
mulai beruban dan menjadi putih, gigi perlahan-lahan mulai tanggal hingga edentulous,

ketajaman penglihatan dan pendengaran berkurang, mudah lelah, gerakan mulai lamban dan

terbatas.12

Kelompok lanjut usia dipandang sebagai kelompok masyarakat yang berisiko

mengalami gangguan kesehatan seperti meningkatnya disabilitas fungsional fisik serta sering

punya masalah dalam hal makan.13 Padahal, meskipun aktivitas menurun sejalan dengan

bertambahkan usia, ia tetap membutuhkan asupan zat gizi lengkap, seperti karbohidrat,

protein, lemak, vitamin, dan mineral. 13 Lanjut usia mengalami masalah kesehatan. Masalah

ini berawal dari kemunduran sel-sel tubuh, sehingga fungsi dan daya tahan tubuh menurun

serta faktor risiko terhadap penyakit pun meningkat. Masalah kesehatan yang sering dialami

lanjut usia adalah malnutrisi, gangguan keseimbangan, kebingungan mendadak, dan lain-lain.

Selain itu, beberapa penyakit yang sering terjadi pada lanjut usia antara lain hipertensi,

gangguan pendengaran dan penglihatan, demensia, osteoporosis, dan sebagainya.14 (Tabel 1)

Tabel 1. Sepuluh penyakit terbanyak pada lansia tahun 201314

5
KESEHATAN GIGI DAN MULUT LANSIA

Pada lansia kehilangan gigi asli dan penyakit mulut kronis, seperti karies gigi,

penyakit periodontal, infeksi mulut, lesi mukosa mulut dan gangguan temporomandibular

sering terjadi, para lansia menderita beberapa penyakit kronis yang dapat mempengaruhi

kemampuan menjaga kebersihan rongga mulut.15 Pada populasi lansia terjadi peningkatan

angka kehilangan gigi, karies gigi, penyakit periodontal, xerostomia dan penyakit mulut.

Tingkat kehilangan gigi pada pasien (edentulisme) meningkat seiring bertambahnya usia,

kehilangan gigi memiliki efek psikososial seperti depresi, kecemasan dan ketakutan. Oleh

karena itu kehilangan gigi dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang dan mempengaruhi

fungsi bicara, defisiensi nutrisi, aspek estetika dan psikososial. 16 Pengenalan perubahan-

perubahan pada mukosa oral yang berhubungan dengan penuaan sangat penting untuk

diketahui. Seiring dengan bertambahnya usia, epitel oral menjadi semakin tipis dan semakin

rapuh. Sel epitel permukaan yang menipis mengakibatkan mukosa oral terlihat lebih halus

dan mengkilap. Atrofi yang bertahap dari kelenjar saliva minor dan aktivitas kelenjar mayor

yang berkurang menyebabkan mukosa oral tampak kurang lembab. Pada penuaan, aktivitas

selular berkurang dan fibrosis meningkat. Kalsifikasi juga ditemukan pada lamina propria

gingiva dan ligamen periodontal. Kemampuan untuk memperbaiki diri berkurang dan

lamanya waktu penyembuhan meningkat. Migrasi apikal gingiva biasanya dihubungkan

dengan penyakit periodontal dan muncul secara rutin pada mukosa oral akibat proses

penuaan.17

Tabel 2. Perbedaan fisiologis mukosa mulut normal dan menua17

6
Flabby Ridge: pada kasus resorpsi tulang alveolar, sering terjadi pada pasien yang sudah

lama kehilangan gigi sehingga mengakibatkan linggir alveolar menjadi datar atau jaringan

lunak sekitarnya menjadi flabby.17 Jaringan flabby merupakan respon dari jaringan ikat yang

mengalami hiperplasia yang awalnya diakibatkan oleh trauma atau luka yang tidak dapat

ditoleransi yang terjadi pada residual ridge. Makin tebal jaringan hiperplastik yang terbentuk,

makin besar pula derajat jaringan flabby. Biasanya terjadi pada penderita yang lama tidak

memakai gigi tiruan atau dapat juga terjadi pada penderita yang menggunakan gigi tiruan

yang tidak pas.17

Gambar 1. Jaringan flabby pada anterior maksila.17

7
Xerostomia: xerostomia (mulut kering) adalah sensasi subjektif dari kekeringan mulut dan

mungkin berhubungan dengan saliva hipofungsi kelenjar (SGH), dan perubahan saliva

komposisi, sering terjadi pada orang tua.17 Pada pasien berusia > 65 tahun dengan mobilitas

kesulitan atau kondisi kesehatan yang rumit, prevalensi xerostomia berkisar antara 17%

sampai 40%. Seiring bertambahnya usia seseorang, perubahan morfologis dan fungsional

pada kelenjar ludah dapat diamati karena kondisi patologis dan obat yang digunakan,

daripada efek fisiologis penuaan.18 Akibat penurunan jumlah saliva, terjadi peningkatan risiko

pembusukan, risiko penyakit periodontal, masalah mengunyah, lesi oral, penurunan

kemampuan pengecapan, kesulitan berbicara dan menelan, peningkatan halitosis, dan rasa

terbakar. sindrom mulut (glossalgia). Pada kondisi mulut kering, mukosa mulut kehilangan

struktur mengkilap dan halus. Struktur jaringan mukosa menjadi kering, sensitif dan rapuh.

Dengan demikian, luka di sudut mulut dan bibir biasanya diamati pada orang tua. Kondisi ini

dapat disertai dengan glossalgia (burning mouth syndrome), nyeri dan infeksi Candida di

lidah.29

Gambar 2. Bibir pada pasien lanjut usia dengan xerostomia18

Karies: Karies lebih sering terjadi pada orang tua. 20 Karies akar lebih sering terjadi pada

orang tua daripada individu yang lebih muda. Lansia yang berusia di ats 65 tahun lebih rentan

terhadap risiko karies sehingga dapat mengakibatkan kehilang gigi atau dentulous. Risiko

karies merupakan risiko infeksi yang berdampak negatif pada kesehatan dan kualitas

8
kehidupan pasien lanjut usia. Perkembangan infeksi yang yang terjadi pada daerah yang tidak

dapat terjangkau (endocarditis), ketidak seimbangan penyakit sistemik (diabetes),

kejengkelan patologi akut (aspiration pneumonia), ketidak nyamanan, nyeri dan kesulitan

mengunyah.20 Selain itu, bertambahnya usia, kapasitas cadangan untuk produksi saliva oleh

kelenjar ludah berkurang, menyebabkan hipofungsi saliva. Hipofungsi atau penurunan fungsi

saliva dapat meningkatkan risiko terjadinya karies, kandidiasis dan menimbulkan rasa tidak

nyaman saat menggunakan gigi tiruan. Sistem kekebalan tubuh juga tidak seaktif dulu ketika

masih berusia lebih muda. Hal ini menyebabkan bakteri lebih mudah menumpuk dan

menyerang rongga mulut di usia tua.21

Gambar 3. Karies koronal dan akar aktif pada gigi anterior mandibula 22

Kehilangan Gigi: Karies gigi dan penyakit periodontal merupakan penyebab utama

kehilangan gigi pada lansia.23 Pada pasien Osteoporosis, risko terjadinya patah tulang dan

kehilangan gigi terbukti lebih tinggi. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa ada hubungan

antara kehilangan gigi dan kepadatan mineral tulang. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa

osteoporosis dan osteopenia dapat mempengaruhi tulang alveolar dan gigi.23

9
Gambar 4. Kehilangan gigi posterior rahang bawah kanan22

Masalah Periodontal: pada beberapa penelitian dilaporkan bahwa ketebalan ligamen

periodontal menurun seiring bertambahnya usia.23 Terjadi pula penurunan jumlah sel ligamen

gingiva dan periodontal, aktivitas mitosis, jumlah serat kolagen dan sintesis kolagen.

Arteriosklerosis, yang sering terlihat pada orang tua, menyebabkan penebalan tulang alveolar

dan dinding pembuluh ligamen periodontal.23 Oleh karena itu, aliran darah berkurang dan

terjadi iskemia pada jaringan di sekitarnya. Peristiwa ini menyebabkan perubahan degeneratif

seperti fibrosis dan kalsifikasi, meningkatkan risiko penyakit periodontal. Resesi gingiva juga

sering ditemukan. Frekuensi dan keparahan penyakit periodontal meningkat seiring

bertambahnya usia. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan secara

statistik antara penuaan dan kejadian penyakit periodontal. Masalah kebersihan mulut

meningkatkan keparahan penyakit periodontal pada orang tua. Tingkat keparahan penyakit

gingiva dan periodontal juga meningkat pada pasien usia lanjut dengan penurunan fungsi

motorik dan kecacatan yang dapat menghambat perawatan mulut, karena kebersihan mulut

yang terganggu.23

10
Gambar 5. Pasien berusia 91 tahun kerusakan periodontal22

Abrasi, Erosi dan Atrisi Gigi: Abrasi permukaan gigi pada tepi potong dan permukaan

oklusal akibat mengunyah dan menutup rahang disebut atrisi. 23 Atrisi adalah kejadian yang

paling umum pada orang tua. Hilangnya jaringan gigi secara tidak normal di daerah servikal

gigi karena kekuatan mekanis seperti menyikat gigi disebut abrasi. Alasan yang paling jelas

adalah penggunaan sikat gigi yang tidak tepat dan pengaplikasian bahan pembersih abrasif

pada permukaan gigi. Akar gingiva sering terbuka sebagai akibat dari resesi gingiva, yang

sering diamati pada orang tua. Oleh karena itu menyikat keras pada lansia menyebabkan

abrasi pada permukaan akar. Gangguan mengunyah biasanya karena kurangnya gigi premolar

dan molar pada orang tua. Tepi insisal atau permukaan oklusal yang terkikis membuat sulit

untuk mengunyah makanan keras. Keadaan ini mempengaruhi kualitas hidup secara negatif

pada pasien lanjut usia dengan menyebabkan keterbatasan mengunyah, gangguan sendi

temporomandibular, nyeri pada otot pengunyah, gangguan bicara dan mengatupkan gigi.23

Gambar 6. Pasien dengan keluhan atrisi gigi.22

11
Lesi Mukosa Oral: Mukosa mulut berfungsi sebagai penghalang terhadap infeksi, dan

trauma kimia, termal dan mekanik dan melindungi jaringan submukosa terhadap faktor-faktor

ini.18 Namun, selama penuaan, mukosa mulut menjadi lebih tipis dan mulut kering lebih

sering diamati. Ini mengurangi resistensi mukosa terhadap iritasi mekanis. Pada lanjut usia,

kerusakan struktur pembuluh darah menyebabkan mukosa menjadi lebih pucat dan

memperlambat proses penyembuhan luka. Indera pengecap juga menurun karena adanya

perubahan degeneratif pada lidah. Beberapa penyakit sistemik, gangguan nutrisi, efek

samping obat dan infeksi mulut merupakan beberapa penyebab lesi pada mukosa mulut.23

(a) (b)

Gambar 7. Jenis jenis Lesi mukosa oral a. Fibroma dan b. Leukoplakia 18

Lesi Prakanker: Lesi prakanker adalah lesi yang laten untuk waktu yang lama tetapi dapat

menjadi kanker. Lesi ini termasuk lichen planus erosif atrofi, leukoplakia (verrucous,

nodular, erosif), eritroplasia, penyakit Bowen, dan melanoma prakanker.referensi Pada orang

tua, lesi prakanker seperti leukoplakia dan eritroplasia sering ditemukan pada jaringan lunak

mulut setelah usia 65 tahun. Penggunaan tembakau dan alkohol jangka panjang adalah faktor

risiko yang paling umum. Pada orang tua, lesi tanpa rasa sakit yang bertahan lama harus

dianggap ganas, sampai mereka sepenuhnya didiagnosis dengan biopsi23

12
Gambar 8. Kanker lidah eksofitik pada pria berusia 68 tahun (kiri) dan Kanker di dasar mulut pada
pria berusia 75 tahun (kanan)22
Ket a dan b aja ya
Angular Cheilitis: Ini adalah kondisi peradangan yang ditandai dengan pembentukan celah

di sudut bibir orang tua yang kebanyakan menggunakan gigi palsu bilateral, dan biasanya

diamati bersama dengan stomatitis prostetik atau glositis. Hal ini terlihat pada 10-25% orang

berusia di atas 65 tahun dan menggunakan prostesis. Faktor-faktor seperti pengurangan

dimensi vertikal wajah, dan kelembapan pada sudut bibir dapat memicu kondisi ini.23

Gambar 9. Angular Cheilitis18

Stomatitis akibat Prostesa: Denture stomatitis (DS) adalah inflamasi pada mukosa yang

tertutup oleh permukaan anatomis gigi tiruan, baik gigi tiruan Sebagian atau gigi tiruan

lengkap. Beberapa istiah denture stomatitis yang banyak digunakan yaitu stomatitis

prostetica, denture sore mouth, inflammatory papillary hyperplasia dan candidiasis

associated denture stomatitis. Faktor – faktor yang menyebabkan denture stomatitis yaitu

trauma dari gigi tiruan dan adanya keterlibatan mikroba umumnya disebabkan oleh jamur

Candida spp atau akibat kedua faktor tersebut.24 Pada umumnya ditemukan pada usia lanjut

13
dan lebih banyak ditemukan pada Wanita. Gambaran klinis pada umumnya berupa makula

eritem, granular atau berbentuk

beberapa nodula. Denture stomatitis dapat disebabkan berbagai faktor yaitu trauma, mikroba

dan factor sistemik. Trauma adalah bentuk cedera atau kerusakan yang disebabkan oleh

mekanis, termal dan kimia pada jaringan mukosa mulut yang dapat menyebabkan inflamasi.

Faktor predisposisi lainnya adalah diabetes mellitus, defisiensi nutrisi seperti asam folat dan

B12 dan penggunaan obat – obatan imunosupresif. Tahap pertama perawatan pada kasus DS

yang terkait trauma adalah harus menghilangkan iritan tersebut, yaitu memperbaiki gigi

tiruan atau mengganti gigi tiruan. Lesi biasanya akan sembuh tanpa tindakan bedah, hal ini

tergantung dari ukuran lesi tersebut.24

Gambar 10. Stomatitis denture 18

Temporo Mandibular Joint Disorder: pengurangan jumlah gigi-geligi posterior dan anterior,

terjadi degenerasi, penipisan mukosa, hiposalivasi, penurunan aktivitas dan massa otot, serta

terjadi kemunduran pada banyak fungsi tubuh; salah satu di antaranya yaitu fungsi sendi

temporomandibular (TMJ).25 Selama penuaan, penipisan cakram artikular, perataan

permukaan sendi dan kalsifikasi nodular dapat diamati. Sebagai akibat dari ketidakcocokan

gerakan diskus artikular dan kondilus, suara 'klik' dapat terdengar selama pembukaan mulut,

yang dapat bervariasi dari ringan hingga berat. Pada orang tua, masalah ini mungkin

disebabkan oleh degenerasi jaringan TMJ dari waktu ke waktu dan kehilangan gigi akibat

kehilangan gigi. Selain itu, gigi palsu dan restorasi yang tidak tepat, ketegangan dan relaksasi

14
yang berlebihan pada otot pengunyah dan bruxism dapat menyebabkan masalah TMJ. Telah

dilaporkan bahwa penggunaan gigi tiruan total yang tidak direncanakan dengan benar dapat

menyebabkan disfungsi TMJ hingga 75%.23

Gambar 11. CBCT dan rekonstruksi 3D gambar TMJ kontrol sehat (A dan B) dan TMJOA (C dan
D)26

OSTEOARTHRITIS (OA)

Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif ditandai dengan perubahan

patologik pada struktur sendi, paling sering terjadi pada sendi lutut, pinggul, dan tangan.

umumnya disertai rasa nyeri pada sendi. Hal ini berkaitan dengan kerusakan kartilago,

inflamasi sinovial, tulang subkondral dan kerusakan meniscal.27 Pertumbuhan osteofit pada

tepian sendi dan meregangnya kapsul sendi menimbulkan peradangan yg menyebabkan

terjadinya kelemahan pada otot dan ligamen yang menghubungkan sendi.28 Hubungan antara

OA dengan kondisi kesehatan mulut salah satunya yaitu nyeri sendi di tangan karena

berpengaruh pada kemampuan individu dalam membersihkan gigi secara rutin, selain itu OA

juga bisa terjadi pada sendi temporomandibular yang secara langsung berpengaruh pada

fungsi mulut.29

15
Gambar 12. (A) Kasus 1. Gambaran CBCT dari TMJ-OA bagian kanan (gambar di atasnya:
merupakan gambaran koronal praoperasi; gambar di bawahnya: gambaran koronal paska operasi 1
tahun menunjukan reparative remodelling. (B) Kasus 2. Gambaran CBCT dari TMJ-OA bagian kiri
(gambar di atasnya: merupakan gambaran koronal praoperasi; gambar di bawahnya: gambaran
koronal paska operasi 1 tahun menunjukan reparative remodelling.30

EPIDEMIOLOGI OSTEOARTHRITIS

Osteoarthritis merupakan penyakit degeneratif dan progresif yang biasanya terjadi

pada dua per tiga individu yang berumur lebih dari 65 tahun, dengan prevalensi 60,5% terjadi

pada pria dan 70,5% pada wanita.27 Menurut data dari WHO, terdapat 9,6% laki-laki dan

18,0% wanita di atas usia 60 tahun memiliki OA simtomatik.31 Menurut studi Kohort

Framingham, prevalensi OA simtomatik pada tangan, lutut, dan panggul adalah 6,8%, 4,9%,

dan 4,3%. Sedangkan, OA radiografik ditemukan sebanyak 19,2% pada lutut, 27,2% pada

tangan, dan 19,6% pada panggul.32 Perkiraan prevalensi osteoarthritis bervariasi antara

populasi yang berbeda, di Eropa osteoarthritis terjadi pada lebih dari 40 juta orang.33 Di

Indonesia jumlah penderita osteoarthritis paling banyak berumur lebih dari 50 tahun, 85%

berdasarkan gambaran x-ray dan 35 – 50% hanya mengalami gejala. Prevalensi terjadinya

16
osteoarthritis pada pria di bawah umur 45 tahun dan pada wanita lebih dari 55 tahun. 34 Secara

umum, diperkirakan lebih dari 50 persen orang dewasa yang berusia lebih dari 65 tahun

memenuhi kriteria radiografi untuk osteoarthritis.29

PATOGENESIS OSTEOARTHRITIS

Osteoarthritis selama ini dipandang sebagai akibat dari suatu proses degeneratif yang

tidak dapat dihindari. Namun, hasil penelitian terbaru para pakar menyatakan bahwa OA

ternyata merupakan penyakit gangguan homeostasis dari metabolisme kartilago dengan

kerusakan struktur proteoglikan kartilago yang penyebabnya belum diketahui. 35 Beberapa

penelitian membuktikan bahwa tulang rawan (kartilago) sendi ternyata dapat melakukan

perbaikan sendiri dimana kondrosit akan mengalami replikasi dan memproduksi matriks

baru. Proses perbaikan ini dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan seperti insulin-like growth

factor (IGF-1), growth hormone, transforming growth factor ß (TGF-ß) dan coloni

stimulating factor (CSFs).29

Faktor mekanik dan enzimatik yang menyebabkan hilangnya kinerja kondrosit dan

kerusakan masih belum diketahui penyebabnya. Namun, penelitian yang terbaru telah

menunjukkan aspek inflamasi OA yang mencakup peningkatan aktivitas sejumlah sitokin dan

kemokin dalam jaringan sendi dapat mendorong generasi enzim pendegradasi matriks. 29

Peran Makrofag di dalam cairan sendi juga penting yaitu apabila dirangsang oleh jejas

mekanik, material asing hasil nekrosis jaringan atau CSFs, akan memproduksi sitokin

activator plasminogen (PA) yang disebut katabolin. Sitokin tersebut adalah IL-1, IL-6, TNF-

α dan ß, dan Interferon (IFN) α dan τ. Sitokin-sitokin ini merangsang kondrosit melalui

reseptor permukaan spesifik untuk memproduksi CSFs (Colony Stimulating Factors), yang

sebaliknya akan mempengaruhi monosit dan Plasminogen Activator (PA) untuk

mendegradasi tulang rawan sendi secara langsung.35

17
Pada fase awal perkembangan OA kartilago sendi memiliki metabolisme yang sangat

aktif. Pada proses timbulnya OA, kondrosit yang terstimulasi akan melepaskan aggrekan dan

kolagen tipe dua yang tidak adekuat ke kartilago dan cairan sendi. Aggrekan pada kartilago

akan sering habis serta jalinan-jalinan kolagen akan mudah mengendur.Kegagalan dari

mekanisme pertahanan oleh komponen pertahanan sendi akan meningkatkan kemungkinan

timbulnya OA pada sendi.36

FAKTOR RISIKO OSTEOARTHRITIS

Berbagai faktor risiko OA lutut di antaranya faktor usia, jenis kelamin, obesitas, dan

genetik. Umur merupakan faktor risiko paling kuat. 37 OA hampir tidak pernah terjadi pada

anak-anak, jarang pada umur di bawah 40 tahun dan sering pada umur di atas 60 tahun.35 Hal

ini sesuai dengan teori penurunan kemampuan sel kondrosit yang menghasilkan kolagen dan

extracellular matrix.38 Mekanismenya masih belum jelas, namun sangat berkaitan dengan

proses biologis pada sendi; proses penuaan akan menurunkan jumlah kondrosit di kartilago

sendi dan akan berkorelasi langsung dengan derajat kerusakan kartilago.37

Prevalensi pada wanita lebih besar daripada pria; tingkat keparahan OA juga lebih

besar pada wanita. Penelitian menunjukkan bahwa hormon berperan dalam mekanisme

terjadinya OA.37 Secara keseluruhan, di bawah 45 tahun frekuensi OA kurang lebih sama

pada laki-laki dan wanita, tetapi di atas 50 tahun (setelah menopause) frekuensi OA lebih

banyak pada wanita daripada pria.35 Penelitian terdahulu berusaha membuktikan bahwa

terdapat efek dari estrogen baik secara endogen maupun ekstrogen terhadap terjadinya OA.38

Seseorang dengan obesitas berisiko 2,96 kali lebih tinggi terkena OA daripada orang

dengan indeks massa tubuh normal sedangkan overweight memiliki risiko 2 kali lebih tinggi

terkena OA.37 Kegemukan ternyata tidak hanya berkaitan dengan OA pada sendi yang

menanggung beban, tapi juga pada OA sendi lain. 35 Beban yang berlebihan terhadap sendi

18
lutut dan panggul dapat menyebabkan kerusakan sendi sinovial, kegagalan dukungan

ligamentum dan bagian struktur yang lain.38

Faktor genetik sangat mempengaruhi terjadinya OA pada lutut. Selain itu, juga

mempengaruhi sensitivitas terhadap nyeri OA.37 Faktor herediter juga berperan pada

timbulnya OA, misalnya pada seorang wanita dengan ibu yang mengalami OA pada sendi-

sendi interfalang distal (nodus Herbenden) akan mengalami 3 kali lebih sering OA pada

sendi-sendi tersebut, dibandingkan dengan seorang wanita dengan ibu tanpa OA tersebut.35

PERAWATAN OSTEOARTHRITIS

Pengobatan yang dapat menyembuhkan OA sampai saat ini belum ditemukan.

Pengobatan lebih ditujukan pada pengurangan nyeri, menjaga atau mempertahankan

mobilitas dan mencegah terjadinya gangguan fungsi, memperbaiki kualitas hidup dan

mencegah terjadinya efek toksik dari obat.35 Sebelum melakukan terapi, edukasi penting pada

pasien OA. Dengan edukasi, pasien mengetahui tujuan terapi OA dan pentingnya perubahan

gaya hidup, latihan, dan pengurangan berat badan yang akan mempengaruhi perjalanan

penyakit.37 Pengelolaan osteoarthritis berdasarkan atas sendi yang terkena dan berat

ringannya osteoarthritis yang diderita.35

PENATALAKSANAAN OSTEOARTHRITIS

Penatalaksanaan osteoarthritis dapat dilakukan dengan beberapa pilihan metode antara lain35:

1. Terapi non-farmakologis: edukasi atau penjelasan kepada pasien perlu dilakukan

agar pasien dapat mengetahui serta memahami tetang penyakit yang dideritanya,

bagaimana agar penyakitnya tidak bertambah semakin parah, dan agar persediannya

dapat tetap digunakan.35 Adapun contoh terapi non-farmakologis antara lain

19
Terapi fisik atau rehabilitasi: terapi ini dilakukan untuk melatih pasien agar

persendiannya tetap dapat dipakai dan melatih pasien untuk melindungi sendi yang

sakit, Penurunan berat badan, Berat badan yang berlebih merupakan faktor yang

memperberat osteoarthritis.35 Latihan fisik dapat berupa latihan aerobik dan bisa

dilakukan di air (water based exercise) dan di darat (land based exercise). Latihan di

darat dapat berupa bersepeda dan berjalan. Sedangkan untuk di air bisa berupa

berenang dan berjalan di dalam air. Latihan di air biasa digunakan pada pasien OA

yang sulit melakukan latihan di darat.37

Terapi Okupasi : terapi okupasi dapat menilai kemampuan fungsional pasien,

menyediakan peralatan yang dapat membantu sesuai kebutuhan dan mengajarkan cara

melindungi sendi dan kemampuan menjaga energi. 34 Misalnya Braces dan orthosis

yang dapat digunakan untuk memperbaiki gait dan membantu meringankan beban

lutut sehingga mengurangi nyeri.36 Fisioterapist akan menilai kekuatan otot, stabilitas

sendi dan keterbatasan fungsi: memberikan rekomendasi penggunaan berbagai

modalitas, seperti pemanasan, memberikan program latihan untuk mempertahankan

atau memperbaiki luas gerak sendi dan meningkatkan kekuatan otot dan menyarankan

penggunaan alat bantu seperti cane,crutches, walker untuk meningkatkan mobilitas.34

2. Terapi Farmakologis: terapi dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri sangat penting

dalam penanganan OA. Obat analgesik berbagai jenis seperti obat anti-inflamasi non-

steroid (OAINS), opiat, dan analgesik lain non-opiat.37 Di Amerika Serikat, krim

Capsaicin terbukti ampuh dalam penanganan nyeri OA yang bekerja lokal dengan

deplesi neurotransmiter substans P. Ketika menggunakan obat topikal atau hasilnya

kurang baik, analgesik murni biasanya dibutuhkan.35 Obat analgesik terdapat berbagai

jenis seperti obat anti-inflamasi non-steroid (OAINS), opiat, dan analgesik lain non-

opiat. OAINS menghambat biosintesis prostaglandin yang terbentuk saat proses

20
radang.37 Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS), Inhibitor COX-2

(Siklooksigenase-2), dan Asetaminofen untuk mengobati rasa nyeri yang timbul pada

Osteoarthritis, penggunaan OAINS dan inhibitor COX-2 dinilai lebih efektif daripada

penggunaan asetaminofen.35 Selain ketiga golongan analgesik di atas, terdapat

golongan nutraceutical, yang merujuk pada makanan atau suplemen makanan yang

memiliki keuntungan kesehatan.37

3. Terapi intra-artikular35, 37:

a. Kortikosteroid: Terapi ini sudah lama digunakan sebagai salah satu pilihan untuk

meredakan nyeri dan memperbaiki fungsi sendi dalam jangka pendek. 37 Terutama

pada rasa nyeri yang sangat; terapi ini juga berguna untuk mengurangi nyeri yang

tidak responsif dengan terapi sistemik optimal.35 Pada penelitian atas 67 pasien,

skor WOMAC pada penerima kortikosteroid menurun signifikan dari 10,8

(SD±3,2) menjadi 8,75 (SD±4,0), sedangkan pada grup plasebo hampir tidak

mengalami perubahan.37 Injeksi intra-artikular pada sendi yang sama lebih dari 3

atau 4 kali setahun tidak dianjurkan karena kekhawatiran efek sampingnya

terhadap kartilago artikular dan struktur sendi yang mengelilinginya.35

b. Hialuronan: Injeksi intra-artikular hialuronan ditujukan sebagai suplementasi

viskous karena dimaksudkan untuk meningkatkan viskositas cairan sinovial pada

OA untuk mengembalikan keadaan mendekati normal.35 Injeksi hialuronan

diperkirakan bisa mengembalikan viskoelastisitas cairan sendi lutut, sehingga

dapat memperbaiki fungsi sendi lutut yang terkena OA. Selain itu, hialuronan juga

dipercaya dapat mengurangi keradangan sinovial, melindungi erosi kartilago, dan

meningkatkan produksi hialuronan.37 Meskipun kontroversi tetap ada mengenai

batasan pengurangan rasa nyeri yang merupakan hasil penggunaan obatini, agak

aman dan ditoleransi baik.35

21
4. Tindakan operasi

Tindakan pembedahan dapat dipertimbangkan jika pasien tidak membaik dengan

tatalaksana konservatif dan modalitas non-farmakologi. 37 Pasien dengan gejala tidak

terkontrol secara adekuat dengan terapi medis dan dengan derajat sedang sampai berat

dan gangguan fungsional harus dipertimbangkan menjalani operasi, terutama pada

lutut atau pinggul yang sendinya bergejala. 35 Pilihan operasi pada OA lutut meliputi

artroskopi, perbaikan kartilago, dan artroplasti.37 Artroplasti telah terbukti

memperbaiki kualitas hidup pasien dengan OA lutut dan pinggul dan merupakan satu

dari beberapa penalaksanaan yang maju dalam 30 tahun terakhir.35

5. Pengobatan Alternatif Dan Komplementer Suplemen Nutrisi

Pada kebanyakan pasien dengan arthritis telah mencoba pengobatan alternatif dan

komplementer (CAM) untuk mengurangi nyerinya. Pada satu penelitian, setidaknya

separuh pasiendengan OA lutut telah digunakan sekurangnya satu macam CAM

dalam 20 minggu sebelumnya.35

Pendekatan terbaru pada terapi osteoarthritis (OA) terus dicari termasuk usaha untuk

mengenali Disease Modifying OA drugs (DMOADs), yaitu teknik memperbaiki jaringan

untuk rekonstitusi kartilgo dan jaringan sendi.34 DMOADs menargetkan jaringan kunci dalam

proses patofisiologi OA dan bertujuan untuk mencegah perkembangan structural. sejumlah

DMOAD diduga sedang dalam pengembangan fase II.38 Selain itu terdapat

Chondroprotective Agent, yaitu obatobatan yang dapat menjaga atau merangsang perbaikan

dari kartilago pada pasien osteoarthritis. Obat-obatan yang termasuk dalam kelompok obat

ini adalah asam hialuronat, konroitin sulfat, glikosaminoglikan, vitamin C, superoxide

dismutase dan sebagainya.34

KESEHATAN GIGI DAN MULUT PASIEN DENGAN OSTEOARTHRITIS

22
Gangguan TMJ pada Pasien Osteoarthritis

Osteoarthritis (OA) merupakan penyebab utama nyeri dan kecacatan di seluruh dunia

yang meningkat seiring bertambahnya usia.40 Osteoarthritis sangat mempengaruhi beberapa

aspek komponen kualitas hidup termasuk, kesehatan fisik, kesejahteraan mental, tingkat

pembatasan olahraga, nyeri, tidur, dan perasaan baik dan penuh energi. 41 OA merupakan

beban penyakit yang sangat besar pada sistem kesehatan, ekonomi, dan masyarakat saat ini

maupun di masa depan. Beberapa penelitian menunjukan hasil bahwa terdapat hubungan

antara OA dan kondisi kesehatan mulut, seperti periodontitis dan gangguan

temporomandibular.40

Pada rongga mulut terdapat jenis lain dari osteoarthritis yaitu Temporo Mandibular

Joint Osteo Arthritis (TMJOA).42 TMJOA dapat mengakibatkan menurunnya kondisi

kesehatan rongga mulut pasien. TMJOA mengakibatkan gangguan pada sendi antara tulang

temporal tengkorak dan mandibula. Gangguan ini menyebabkan terjadinya Temporo

Mandibular Diseases (TMDs).

Pada bagian antara tengkorak dan kondilus mandibula terdapat diskus tulang rawan.

Ketika diskus tulang rawan ini berdegenerasi, efeknya dapat menyebabkan iritasi sendi atau

oklusi yang berubah dan rasa sakit yang terkait pada mandibula. Pasien dengan gangguan

temporomandibular mengalami tanda-tanda klinis seperti suara klik pada saat sendi bergerak

yang menimbulkan ketidaknyamanan. Hal ini membuat keterbatasan pasien dalam membuka

mulut.42 Studi lain menyimpulkan bahwa orang tua dengan beberapa gangguan

muskuloskeletal memiliki risiko lebih besar untuk memperburuk kesehatan mulut mereka.43

Penelitian lain menunjukan adanya kaitan antara OA dengan penurunan kemampuan

fungsional.43 Adanya penurunan kemampuan fungsional pada pasien OA di tangan

menyebabkan pasien kesulitan dalam menjaga kebersihan rongga mulutnya. Hambatan ini

mengakibatkan penumpukan plak dan kalkulus yang meningkatkan risiko terjadinya karies

23
gigi dan penyakit periodontal.43 Pada kasus periodontitis dapat dilihat tingkat keparahan

periodontalnya secara radiografis. Misalnya, di satu sisi periodontitis ditemukan terkait

dengan keberadaan dan keparahan tanda radiografi OA, di sisi lain pasien yang menderita OA

biasanya mengalami kesulitan untuk mengelola dan menjaga kebersihan mulut dan gigi

mereka. Hubungan dua arah antara kesehatan mulut dan OA ini menunjukkan bahwa

keduanya saling mempengaruhi sehingga perlu diperhatikan dengan baik kondisi rongga

mulut pasies OA.hasil dari kedua kondisi termasuk hasil yang dilaporkan pasien akan

dipengaruhi satu sama lain. Kesehatan mulut adalah komponen penting dari kesehatan umum

dan membutuhkan lebih banyak lagi perhatian pada pasien osteoarthritis.40

Berdasarkan laporan kasus oleh ?? (tahun) ditemukan kondisi tidak berkontaknya gigi

geligi pada sisi yang terkena OA. Tidak berkontaknya gigi dengan kontak antagonisnya dapat

dilihat dari pemeriksaan relasi sentris, terdapat kesulitan menggerakan rahang sehingga gigi

sulit menyentuh kontak dengan gigi antagonisnya.44 Hal ini disebabkan Ta?? (cari lagi

penyebabnya)

Pada pasien TMJOA biasanya juga ditemukan oklusi yang buruk karena gigi-geligi

pada sisi yang terkena OA tidak ada yang kontak dengan gigi antagonisnya. Pada

pemeriksaan relasi sentris dapat ditemukan kekakuan yang mencegah penelilaian sentris.44

Selain itu, beberapa obat yang digunakan untuk mengobati osteoarthritis seperti

kortikosteroid dan obat antiinflamasi nonsteroid dapat menekan sistem kekebalan tubuh.

(REFERENSI) Hal ini berpotensi mempengaruhi jaringan rongga mulut dengan

meningkatkan risiko penyembuhan luka yang tertunda, waktu perdarahan yang panjang dan

risiko infeksi jamur.45

Keterbatasan mobilitas yang disebabkan oleh osteoarthritis, terutama di ekstremitas

bawah, dapat mempersulit pasien untuk datang ke dokter gigi sehingga pasien sulit untuk

melakukan kontrol rutin serta sulit untuk mendapatkan perawatan untuk gigi yang bermasalah

24
. untuk mendapatkan serta mempersulit pasien dalam menjaga kebersihan dan perawatan gigi

sehari-hari.41 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh ?? (tahun) pada ….sampelnya

didapatkan hasil Sebuah studi nasional besar di Australia menemukan bahwa orang yang

melaporkan menderita osteoarthritis lebih kecil kemungkinannya untuk mengunjungi dokter

gigi dalam 2 tahun terakhir dibandingkan orang tanpa radang sendi pada populasi umum. 46

Dari hasil penelitian di Australia konsisten dengan penelitian lain yang ditemukan bahwa

penurunan status fungsional dan kesehatan yang buruk pada pasien OA juga berkaitan dengan

penurunan penggunaan layanan gigi. Pasien dengan OA lebih banyak membutuhkan

perawatan ekstraksi dan penambalan dibandingkan pasien yang tidak menderita OA.47Selain

itu perawatan restoratif dan prostodontik (pembuatan gigi tiruan, reparasi gigi tiruan, serta

pembersihan gigi tiruan) banyak dibutuhkan oleh pasien dengan OA.47

PEMBAHASAN

LAPORAN KASUS 1

Sebuah kasus mengenai Distonia Oromandibular yang berhubungan dengan

Osteoarthritis Temporomandibular Joint dilaporkan oleh Matsuda et al pada tahun 2018.

Dalam laporan kasus tersebut, seorang wanita berusia 80 tahun dirujuk ke Departemen

Kedokteran Gigi dan Bedah Mulut, Unit Kedokteran Sensorik dan Lokomotor, Divisi

Kedokteran, Fakultas Ilmu Kedokteran, Universitas Fukui, Jepang. Pasien dirujuk dengan

keluhan trismus selama 6 bulan. Tidak adanya trauma wajah oromandibular dan pasien tidak

seddang melakukan prosedur perawatan gigi. Pada pemeriksaan fisik menunjukkan kontraksi

ritmik berulang yang tidak disengaja dari otot masseter dan temporalis bilateral. Pembukaan

interinsisal maksimum adalah 15 mm. Pada pemeriksaan laboratorium tidak menunjukkan

kelainan. Computed tomography (CT) scan pada kunjungan pertama menunjukkan erosi

kortikal dan kista subkondral dari kondilus mandibula kanan. Pemeriksaan EMG permukaan

25
menunjukkan kontraksi bilateral otot digastrik dan otot masseter selama istirahat,

mengatupkan gigi, membuka mulut, dan mengunyah. Pasien kemudian didiagnosis dengan

OMD oleh ahli saraf. Pasien menolak pengobatan untuk OMD, termasuk pengobatan dan

injeksi toksin botulinum. Tindak lanjut CT scan dilakukan 5 bulan setelah kunjungan pertama

dan menunjukkan erosi tulang dasar tengkorak di fossa mandibula kiri dan perkembangan

deformasi kondilus kanan. Pasien meninggal karena penyakit lain selama masa tindak

lanjut.48

Gambar 13. CT scan pada kunjungan pertama pasien menunjukkan erosi kortikal dan kista
subkondral dari kondilus mandibula kanan (panah putih). 48

Gambar 14. CT scan dilakukan 5 bulan setelah kunjungan pertama pasien menunjukkan erosi tulang
dasar tengkorak di fossa mandibula kiri (panah hitam) dan perkembangan deformasi kondilus kanan
(panah putih).48

OA didefinisikan sebagai perubahan morfologi yang berhubungan dengan kondisi

artritis inflamasi rendah. Meskipun etiologi TMJ OA tidak sepenuhnya dipahami, kelebihan

beban pada TMJ telah dianggap sebagai salah satu penyebab utamanya. Dalam kasus ini, CT

scan pada kunjungan pertama menunjukkan erosi kortikal dan kista subkondral yang

merupakan karakteristik temuan pencitraan radiografi OA TMJ. Selanjutnya, CT scan

lanjutan menunjukkan erosi tulang dasar tengkorak di fossa mandibula dan perkembangan

deformasi kondilus kanan. Hal ini dianggap bahwa OA TMJ mungkin berhubungan dengan

gejala OMD. Kasus ini menyarankan bahwa pengobatan OMD seperti pengobatan oral atau

suntikan toksin botulinum harus dimulai segera setelah diagnosis ditegakkan. Intervensi

26
perawatan gigi, seperti terapi splint untuk mencegah perkembangan atau progresi OA TMJ

terkait distonia OMD, perlu dipertimbangkan secara bersamaan. Intervensi pengobatan ini

harus dilakukan dengan mempertimbangkan waktu munculnya gejala OMD dan dokter harus

memperhatikan perubahan oklusi.48

LAPORAN KASUS 2

Cunha pada tahun 2016 melaporkan sebuah kasus mengenai pendekatan dental pada

pasien osteoarthritis unilateral dari sendi temporomandibular. Seorang perempuan berusia 69

tahun, menghadiri Layanan Gangguan Temporomandibular dan Nyeri Orofasial di School of

Dentistry of Ribeirão Preto (FORP / USP). Pasien mengeluhkan perubahan dalam menggigit,

ketidakmampuan mengunyah dan kesulitan membuka mulut, namun pasien tidak mengeluh

sakit. Selama pendataan, pasien melaporkan bahwa keluhannya sudah berlangsung kurang

lebih 12 bulan. Selain itu, pasien melaporkan sudah mencari profesional gigi lainnya,

otorhinolaryngologist, dan psikolog. Dalam pertemuan sebelumnya, beberapa terapi telah

diuji, seperti penggantian diskus artikular dan beberapa obat yang diresepkan antara lain

benzodiazepin dan antidepresan trisiklik.44

Berdasarkan anamnesis, pasien memiliki kebiasaan bruxism pada siang dan malam

hari. Keluhan rasa tidak nyaman akibat gigitan selalu berulang serta pasien mengaku adanya

tekanan emosional yang hebat terkait dengan masalah keluarga yang ada sehingga

memerlukan konseling psikologis. Pada evaluasi awal, pembukaan mulut aktif adalah 39 mm

tanpa rasa sakit, lateral kanan 2 mm, kiri 4 mm, dan protrusi 2 mm. Selama pembukaan

mandibula, terdapat pergeseran kiri dan suara sendi: krepitasi dan klik dari kiri ke kanan,

yang dikonfirmasi oleh elektrovibratografi (SonoPAK QS-System - BioReserch, Inc.,

Milwaukee, Wisconsin).44

27
Pada pemeriksaan klinis intra oral, rongga mulut dalam keadaan baik. Oklusi pasien

buruk karena gigi-gelgi sebelah kanan tidak ada yang kontak dengan gigi antagonisnya.

Selama pemeriksaan relasi sentris, ditemukan kekakuan yang mencegah penelilaian sentris.

Pasien tidak merasakan sakit pada palpasi sistem stomatognatik.44

Gambar 15. Oklusi pada interkuspasi kebiasaan maksimum (MHI). Tidak adanya kontak
antara gigi antagonis pada sisi kanan.44

Pemeriksaan penunjang seperti radiografi panoramik, tomografi transcranial dan MRI

juga dilakukan untuk mengamati keausan pada kondilus kiri dengan perpindahan dan

perubahan structural pada permukaan diskus. Terdapat torsi yang oleh intrusi kondilus

mandibula kiri yang menyebabkan tidak adanya kontak antagonis gigi di sisi kanan.44

Gambar 16. Radiografi Panoramik44

28
Gambar 17. CT Scan pada TMJ kiri44

Selain evaluasi yang telah dilakukan oleh dokter gigi, pasien dirujuk ke ahli

Reumatologi untuk membantu dalam menegakkan diagnosis yang benar. Hasil interpretasi

MRI yang dilakukan dengan meningkatan kadar gadolinium menunjukan terjadinya

peradangan di TMJ kiri yang terkait dengan proses degeneratif. Hal ini membantu

menegakkan diagnosis sekunder osteoarthritis unilateral sisi kiri.44

Gambar 18. Pencitraan MRI pada TMJ kiri44

29
Gambar 19. Pencitraan MRI dengan kontras menunjukan inflamasi pada TMJ kiri 44

Terapi dental yang diberikan berupa penerapan Transcutaneous Electric Nerve

Stimulation (TENS) dan Low Level Laser Therapy (LLLT) untuk meningkatkan jangkauan

gerakan mandibula dan manipulasi mandibula pasien Protokol TENS (TENS digital med IV -

CARCI - São Paulo, Brazil) digunakan dengan menerapkan tegangan 100 Hz, pada frekuensi

150 Hz selama 35 menit selama empat minggu. LLLT diterapkan sebagai protokol standar

dari Temporomandibular Disorders and Orofacial Pain Service (FORP). Laser Gallium-

Aluminium-Arsenik (GaAlAs - TWIN LASER MMOptics Ltd., São Carlos, São Paulo)

dengan 780 nm, dengan penerapan 75 J/ cm2 (60mW/50 s) pada 5 titik yaitu pusat, superior,

inferior, anterior dan sisi posterior TM Pada otot wajah, aplikasi laser adalah 30J/cm2

(60mW/20 s) pada tiga wilayah otot masseter superfacial (sepertiga atas, tengah dan bawah)

dan ikatan otot anterior temporalis.44

30
Gambar 20. Plat stabilisasi44

Gambar 21. Overlay removable partial denture (ORPD)44

Splint oklusal yang dibuat dengan resin akrilik dilakukan untuk memberikan distribusi

beban yang lebih baik pada gigi dan meminimalkan beban pada TMJ selama tidur.

Selanjutnya, Overlay Removable Partial Denture (ORPD) dipasang pada lengkung bawah

yang menghasilkan kontak gigi di MHI pada semua gigi dan memfasilitasi pengunyahan. Plat

yang berfungsi menstabilkan digunakan pada malam hari untuk menginduksi keseimbangan

neuromuskular dan ORPD digunakan pada siang hari untuk meningkatkan fungsi

pengunyahan makanan. Plat yang berfungsi menstabilkan dibentuk oleh posisi TMJ yang

lebih menguntungkan, dibuktikan dengan radiografi transkranial. Selain semua modalitas

perawatan gigi yang digunakan, pasien dirujuk untuk perawatan dengan rheumatologist,

untuk menghentikan proses inflamasi TMJ kiri mencegah perkembangan perubahan

degeneratif.44

31
Gambar 22. Radiografi Transkranial dengan splint oklusal44

Dalam laporan kasus ini, osteoarthritis didiagnosis hanya di TMJ kiri, tetapi diketahui

bahwa dalam beberapa kasus dapat mempengaruhi kedua sendi. Literatur mengungkapkan

prevalensi yang lebih tinggi terjadi pada wanita. Kondisi ini ditandai dengan adanya

perubahan yang terjadi pada reseptor estrogen sehingga menyebabkan wanita lebih rentan

terhadap penyakit degeneratif.44

Osteoarthritis memiliki etiologi yang kompleks dan multifaktorial. Di dalam kasus ini

terlihat melalui MRI infeksi pada TMJ kiri. Infeksi menjadi faktor etiologi utama dari semua

proses degenerative (termasuk menegakan diagnosis sekunder osteoarthritis). Hal diperberat

oleh clenching yang dilakukan oleh pasien karena pengaruh aspek psikologis dan

emosional.44

Kedua pendekatan klinis dari osteoarthritis dan rasa tidak nyaman pasien terhadap

fungsi pengunyahan yang disebabkan karena keterbatasan pembukaan mulut dan kekakuan

daerah mandibula berdampak pada kualitas hidupnya. Dalam laporan kasus ini, pengobatan

penyebab etiologis memiliki kompetensi medis sehingga pasien dirujuk ke ahli reumatologi

yang mendiagnosis osteoarthritis TMJ. Pasien diberikan obat anti-inflamasi yang diresepkan

untuk menghentikan proses inflamasi dan mencegah tahap baru kerusakan TMJ kiri.

Pemasangan stabilizer plate dalam kasus ini untuk menciptakan keseimbangan

neuromuskular karena pasien memiliki keterbatasan dalam gerakan membuka, lateral dan

protrusi; serta menangani kekakuan otot yang besar. Memasang ORPD pada pasien untuk

mengkompensasi tidak adanya kontak posterior dianggap sebagai pilihan pengobatan terbaik
32
dengan mempertimbangkan usia pasien dan tujuan mengembalikan fungsi pengunyahan.

Dengan adanya kontak bilateral dan simultan setelah pemasangan ORPD, fungsi sistem

stomatognatik sekarang seimbang, sehingga dapat memfasilitasi fragmentasi makanan dan

menelan.44

Pentingnya diagnosis yang benar harus ditekankan dalam menghadapi osteoarthritis

sekunder. Penentuan diagnosis untuk mendapatkan rencana perawatan yang tepat harus

melibatkan banyak tenaga ahli dari berbagai bidang. Dalam hal ini, terapi konservatif mampu

meningkatkan kualitas hidup secara signifikan dengan menghilangkan atau menunda indikasi

teknik yang lebih invasif seperti prosedur bedah yang terkait dengan pembuatan prostesis

kondilektomi (rekonstruksi sendi total).44

KESIMPULAN

Osteoarthritis merupakan penyakit degeneratif dan progresif ditandai dengan

perubahan patologik pada struktur sendi yang biasanya sering terjadi pada orang lansia yang

berumur lebih dari 65 tahun.27,31 Pada kasus pertama, seorang wanita berusia 80 tahun

mengalami keluhan trismus selama 6 bulan dengan gejala tidak didahului oleh adanya trauma

wajah oromandibular dan prosedur gigi. Pada CT scan menunjukkan erosi kortikal dan kista

subkondral yang merupakan karakteristik temuan pencitraan radiografi OA TMJ dan keluhan

erosi tulang dasar tengkorak di fossa mandibula dan perkembangan deformasi kondilus

kanan. Hal ini dianggap bahwa OA TMJ mungkin berhubungan dengan gejala OMD. Untuk

perawatan, pasien disarankan bahwa pengobatan OMD, seperti pengobatan oral atau suntikan

toksin botulinum tetapi, Pasien menolak pengobatan untuk OMD, pasien meninggal karena

penyakit lain selama masa tindak lanjut. Kasus ini menyarankan bahwa pengobatan OMD

harus dimulai segera setelah diagnosis ditegakkan. 48 Pada kasus kedua Seorang perempuan

berusia 69 tahun didiagnosis, osteoarthritis hanya di TMJ kiri dan memiliki faktor etiologi

33
utama dari semua proses degeneratif, yang menegakkan diagnosis sekunder osteoarthritis, hal

ini diperberat oleh clenching yang dilakukan oleh pasien di bawah pengaruh aspek psikologis

dan emosional. osteoarthritis dan rasa tidak nyaman pasien terhadap fungsi pengunyahan

yang disebabkan karena keterbatasan pembukaan mulut dan kekakuan daerah mandibula

berdampak pada kualitas hidupnya. Pasien diberikan obat anti-inflamasi yang diresepkan

untuk menghentikan proses inflamasi dan mencegah tahap baru kerusakan TMJ kiri.

Pemasangan stabilizer plate dalam kasus ini untuk menciptakan keseimbangan

neuromuskular karena pasien memiliki keterbatasan dalam gerakan membuka, lateral dan

protrusi.44

DAFTAR PUSTAKA

1. Kusumawardani D, Andanawarih P. Peran Posyandu Lansia terhadap Kesehatan


Lansia di Perumahan Bina Griya Indah Kota Pekalongan. Jurnal SIKLUS. 2018; 7(1):
273-277

2. Kiik SM, Sahar J, Permatasari H. Peningkatan Kualitas Hidup Lanjut Usia (Lansia) di
Kota Depok dengan Latihan Keseimbangan. Jurnal Keperawatan Indonesia.
2018; 21(2): 109-116

3. Badan Pusat Statistik Indonesia. Hasil Sensus Penduduk 2020. 2021.

4. Mulyani T, Rukminingsih F. Evaluasi Peresepan pada Pasien Geriatri di Klinik


Penyakit Dalam Instalasi Rawat Jalan RSUD KRMT Wongsonegoro Semarang.
Jurnal Riset Kefarmasian Indonesia. 2020; 2(2): 89-96
5. Afrilianto MB, Syamsi N, Asrinawati AN. Identifikasi Interaksi Obat pada Pasien
Lanjut Usia Instalasi Rawat Jalan di Rumah Sakit Umum Daerah Madani Palu.
Jurnal Kesehatan Takulado. 2020; 6(1): 28-31
6. Mutmainah S, Makmun A. Manajemen Pasien Osteoarthritis Secara Holistik,
Komprehensif dengan Menggunakan Pendekatan Kedokteran Keluarga di Puskesmas
Sudiang Raya Makassar. UMI Mendical Journal. 2019; 4(1): 141- 153
7. Veronese N, Stubbs B, Solmi M. Association between lower limb osteoarthritis and
incidence of depressive symptoms: data from the osteoarthritis initiative. Age
Ageing. 2016.
8. Williams VF, Clark LL, Oh GT. Update: Osteoarthritis and spondylosis, active
component, U.S. Armed Forces, 2010-2015. Msmr. 2016; 23:14–22.
9. Pindobilowo. Pengaruh Oral Hygiene terhadap Malnutrisi pada Lansia (Kajian
Pustaka). JITEKGI. 2018; 14(1): 1-5

34
10. Kuswardhani RAT. Perlindungan Hukum dan Dignity dalam Pelayanan Kesehatan
Geriatri. Dalam: Aryana IGPS, Astika N [Editor] Geriatric Opinion 2018. Denpasar:
Udayana University Press; 2018. Hal 1-12
11. Fatmawati V, Imron MA. Perilaku Koping pada Lansia yang Mengalami Penurunan
Gerak dan Fungsi. Intuisi Jurnal Psikologi Ilmiah. 2017; 9(1): 26-39.
12. Senjaya AA. Gigi Lansia. Jurnal Skala Husada. 2016; 13(1): 72 – 80.
13. Sofiana L, Khusna AN. Peningkatan Edukasi bagi Lansia Sehat dan Produktif. Jurnal
Berdikari. 2019; 7(2): 148-153
14. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Keperawatan Gerontik. 2016.
15. Wong FMF, Ng Yanies TY, Leung WK. Oral Health and Its Associated Factors
Among Older Institutionalized Residents—A Systematic Review. Int. J. Environ. Res.
Public Health. 2019; 16: 4132
16. Oktaria I, Shen R. The Prosthodontics Care For Geriatric Patients Nowadays. Journal
of Indonesian Dental Association. 2019; 2(1): 43-48.
17. Tarigan AP. Proses Penuaan dari Aspek Kedokteran Gigi. Medan: Oriza Press; 2017.
18. Friedman BK. Geriatric Dentistry Caring for Our Aging Population. Pondicherry:
Wiley Blackwell; 2014.
19. Liu YW, Chuang YC, Chien CW, Tung TH. Oral health diseases among the older
people: a general health perspective. J Mens Health. 2021; 17(1): 7-15
20. Rapp L, Maret D, Diemer F, Lacoste FMH. Dental Caries in Geriatric Dentistry: An
Update for Clinicians. Int J Oral Dent Health. 2019; 5:080
21. Vasthare R, Ankola AV, Ran ALY, Mansingh P. Geriatric oral health concerns, a
dental public health narrative. Int J Community Med Public Health. 2019;6(2):883-888
22. Holm-Pedersen P, Walls A, Ship J. Textbook of Geriatric Dentistry. Ed 3. Chennai:
Willey Blackwell; 2015.
23. Tufekci N. Selected Health Science Research with Multidisciplinary Approach. Turki:
Strategic Research Academy; 2018.
24. Herawati, E., & Novani, D. Laporan Kasus Denture Stomatitis Terkait Trauma :
Gambaran Klinis dan Tatalaksananya Denture Stomatitis related to Trauma :
Clinical Feature and Treatment. Jurnal Kedokteran Gigi, (2017)29(4), 23–26.
25. Gabrila J, Tendean L, Zuliari K. Gambaran Temporomandibular Disorders pada
Lansia Di Kecamatan Wanea. Jurnal e-GiGi (eG). 2016; 4 (2); 90-95
26. Shi J, Lee S, Pan HC, Mohammad A, Lin A, Guo W, Chen E, Ahn A, Li J, Ting K,
Kwak JH. Association of Condylar Bone Quality with TMJ Osteoarthritis.
Journal of Dental Research. 2017; 96(8): 888–894.
27. Pratiwi AI. Diagnosis and Treatment Osteoarthritis. J Majority. 2015; 10-17
28. Mattioli S, Graziosi F, Curti S, Bonfiglioli R, Argentino A, Violante FS. Knee
Osteoarthritis in a Chestnut Farmer – Case Report. Annals of Agricultural and
Environmental Medicine. 2017; 24(1): 148–150
29. Shehata M. The Link between Osteoarthritis and Oral Health-related Quality of Life-
Descriptive Analyses of a Data from an Austrian Multi-center Osteoarthritis
Registry [Thesis]. Wina: Medizinischen Universität Wien; 2019
30. Lin SL, Tsai CC, Wu SL, Ko SY, Chiang WF, Yang JW. Effect of Arthrocentesis
Plus Platelet-rich Plasma and Platelet-rich Plasma Alone in the Treatment of
Temporomandibular Joint Osteoarthritis. Medicine. 2018; 97: 16-23
31. World Health Organization. Chronic rheumatic conditions. 2017. Diunduh
dari: http://www.who.int/chp/topics/rheumatic/en/. Diakses tanggal 10 September
2017
32. Zhang Y, Jordam J. Epidemiology of Osteoarthritis. Clin Geriatr Med.
2010;26(3):355– 369

35
33. Vina ER, Kwoh CK. Epidemiology of Osteoarthritis: Literature Update. Curr Opin
Rheumatol. 2018; 30(2): 160-167.
34. Yuswatiningsih E. Pengaruh Penyuluhan Kesehatan terhadap Sikap Lansia tentang
Perawatan Osteoarthritis (Studi di Posyandu Lansia Desa Tembelang Kecamatan
Tembeleng Jombang). Jurnal Insan Cendikia. 2017; 6(1): 20-27
35. Winangun. Diagnosis dan Tatalaksana Komprehensif Osteoarthritis. Jurnal
Kedokteran. 2019; 5(1): 125-142
36. Felson DT. Osteoarthritis. Dalam: Fauci A, Hauser LS, Jameson JL, Ed.
HARRISON’s Principles of Internal Medicine Seventeenth Edition. New York, United States
of America: McGraw-Hill Companies Inc. 2008: 2158-2165
37. Wijaya S. Osteoarthritis Lutut. CDK-265. 2018; 45(6): 424-429
38. Sasono B, Aulia N, Nyoman D. Faktor Dominan Pada Penderita Osteoarthritis Di
Rsud Dr. Mohamad Soewandhie, Surabaya, Indonesia. Jurnal Medika Udayana.
2020; 9(11): 1-7
39. Ghouri A, Conaghan PG. Update on Novel Pharmacological Therapies for
Osteoarthritis. Ther Adv Musculoskel Dis. 2019; 11: 1-11
40. Omara M, Ritschl V, Bekes K, Steiner G, Laky M, Mosor E, Steinecker-Frohnwieser
B, Kloppenburg M, Sautner J, Dragoi R, Spellitz P, Resch-Passini J, Aletaha D,
Duxneuner-Nell V, Stamm T. Tackling Oral Health Outcomes of Osteoarthritis
Patients in Austria: Data from a Multi-center Osteoarthritis Registry.
Osteoarthritis and Cartilage 28. 2020; 28(1): 459
41. Nakata K, Tsuji T, Vietri J, Jaffe DH. Work impairment, osteoarthritis, and health
related quality of life among employees in Japan. Health Qual Life Outcomes.
2018; 16(1): 64-75
42. Aryaei A, Vapniarsky N, Hu JC, Athanasiou KA. Recent Tissue Engineering
Advances for the Treatment of Temporomandibular Joint Disorders. Curr Osteoporos
Rep. 2016;14(6): 269-279
43. Kelsey JL, Lamster IB. Influence of Musculoskeletal Conditions on Oral Health
Among Older Adults. American Journal of Public Health. 2008; 98(7): 1177-
1183
44. Cunha CW, Rodrigues CA, Magri LV, Matos BHF, Bataglion C, Mazzetto MO.
Dental approach in unilateral osteoarthritis of temporomandibular joint: case report.
Braz Dent Sci. 2016; 19(2): 132-138.
45. Perrota FM, Scriffignano S, De Socio A, Lubrano E. An Assessment of Hand Erosive
Osteoarthritis: Correlation of Radiographic Severity with Clinical, Functional and
Laboratory Findings. Rheumatol Ther. 2019; 6: 125-133
46. Cachon T, Frykman O, Innes J, Lascelles B, Okumura M, Sousa P, Staffieri F,
Steagall PV, and Van Ryssen B. Face validity of a proposed tool for staging
canine osteoarthritis: Canine Osteoarthritis Staging Tool (COAST). The Veterinary
Journal. 2018; 235: 1-8
47. Loughrey DG, Kelly ME, Kelly GA, Brennan S, Lawlor BA. Association of age-
related hearing loss with cognitive function, cognitive impairment, and dementia: a
systematic review and metaanalysis. JAMA Otolaryngology-Head and Neck
Surgery. 2017; 144(2): 115-126
48. Matsuda S, Yoshimura H, Sano K. Oromandibular Dystonia–Related
Temporomandibular Joint Osteoarthritis: A Case History Report. The
International Journal of Prosthodontics. 2018; 31(3): 206-207

36

Anda mungkin juga menyukai