Makalah CG Kelompok 3
Makalah CG Kelompok 3
CORPORATE GOVERNANCE
Disusun Oleh:
Kelompok 3
BANJARMASIN
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas
Rahmat dan Hidayah-Nya makalah yang berjudul “GCG di Dunia, Asia dan
Indonesia” dapat terselesaikan dengan tepat waktu. Makalah ini kami susun guna
melengkapi tugas mata kuliah Corporate Governance.
Kelompok 3
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
ii
2.3 Good Corporate Governance di Indonesia...........................................24
3.1.4 Kesimpulan............................................................................................39
3.2 Saran......................................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................40
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1. Untuk mengetahui Good Corporate Governance di dunia.
2. Untuk mengetahui Good Corporate Governance di Asia.
3. Untuk mengetahui Good Corporate Governance di Indonesia.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
5. Dalam banyak kasus auditor yang mengaudit laporan keuangan
perusahaan tidak bekerja di bawah pengawasan langsung dari komite
audit.
4
tentang penyusunan laporan keuangan perusahaan publik, dimana mereka
diharuskan untuk mengungkapkan secara transparan semua transaksi
bisnis yang dilakukan.
2. Pemerintah Inggris membentuk komite – komite corporate governance.
Komite tersebut menyusun laporan – laporan yang memuat pendapat dan
saran bagaimana cara memperbaharui peraturan tentang corporate
governance dan nantinya perusahaan – perusahaan harus mematuhi saran –
saran yang diajukan komite tersebut.
5
2.1.3 Perkembangan GCG di Dunia
Corporate governance sudah bukan merupakan pilihan lagi bagi
pelaku bisnis, tetapi sudah merupakan suatu keharusan dan kebutuhan vital
serta sudah merupakan tuntutan masyarakat. Setiap tindakan memerlukan
pertanggungjawaban yang baik. Penerapan GCG didukung oleh Organisation
for Economic Cooperation and Development dengan penerbitan prinsip
prinsip GCG yang bertujuan untuk membantu negara-negara baik negara
anggota OECD maupun bukan anggota OECD untuk menerapkan GCG di
negaranya terutama untuk dapat menyediakan pedoman dan saran-saran bagi
bursa saham, investor, perusahaan, dan pihak-pihak lain yang memiliki
peranan dalam proses pengembangan GCG.
2.1.4 Contoh Penerapan GCG di Dunia
6
tersebut, PT ME membentuk beberapa komite sebagai penunjang kerja
Dewan Komisaris.
Ketiga pilar tata kelola perusahaan tercantum pada table berikut ini:
7
8
Sumber: OECD (2014)
PENEGAKAN
9
diinformasikan tentang aspek tata kelola perusahaan dan menentukan apakah
ada kebutuhan untuk memperkenalkan langkah-langkah regulasi lebih lanjut.
10
11
Sumber: OECD (2014)
12
2.2.1 Pedoman GCG di Malaysia
Pedoman Good Corporate Governance (The Malaysian Code on
Corporate Governance) ini di terbitkan oleh Bursa Efek Malaysia dan
kewajiban untuk melaksanakan Pedoman inidiatur dalam peraturan tentang
pencatatan efek di bursa efek tersebut. Pedoman ini diterbitkan pada tahun
2007 dan merupakan revisi atas pedoman yang diterbitkan sebelumnya.
1. Metode penerapan Pedoman Good Corporate Governance
13
Salah satu contoh kasus penegakan yang dilakukan oleh Securities
Comission of Malaysia (SCM) adalah adanya tersangka yang ikut serta
dalam memanipulasi saham dari Fountain View Development Bhd. Di
Malaysia didirikan Badan Pencegah Rasuah (BPR), yang bertugas untuk
mencegah terjadinya korupsi di perusahaan sektor swasta maupun publik
a) Bagian 1:
Memuat prinsip-prinsip Good Corporate Governance yang luas
yang berlaku di Malaysia. Tujuan dari prinsip-prinsip ini adalah untuk
memungkinkan fleksibilitas perusahaan dalam menerapkan prinsip-
prinsip sesuai dengan keadaan masingmasing perusahaan.
b) Bagian 2:
Menetapkan praktik-praktik terbaik dalam tata kelola perusahaan.
Mengidentifikasi seperangkat pedoman atau praktek yang dimaksudkan
untuk membantu perusahaan dalam merancang pendekatan mereka
terhadap tata kelola perusahaan yang baik bagi perusahaannya.
14
c) Bagian 3:
Dorongan atau himbauan bagi pihak-pihak selain tersebut di atas
yang bersifat sukarela. Hal ini tidak ditujukan kepada perusahaan yang
terdaftar tetapi untuk investor dan auditor untuk meningkatkan peran
mereka dalam tata kelola perusahaan. Adapun ruang lingkup dari
Pedoman Good Corporate Governance tersebut adalah :
The Board Structure, Duties and Effectiveness (Struktur Dewan,
Tugas dan Efektivitas).
The Audit Committee and its Challenges (Komite Audit
Tantangannya).
Assessing the Risk and Control Environment (Menilai risiko dan
lingkungan pengendalian).
Effective Oversight of Financial Reporting (Pengawasan yang efektif
terhadap laporan keuangan).
Internal and External Audit: “Eyes And Ears” of Audit Committee
(Internal dan Eksternal Audit: “Mata dan Telinga” dari Komite
Audit).
Conflict of Interest and Related Party Transactions (Benturan
Kepentingan dan Transaksi Pihak Terkait).
Nominating Committee (Komite Nominasi).
Remuneration Committee (Komite Remunerasi).
Shareholder Relations (Hubungan Pemegang Saham).
2.2.2 Pedoman GCG di Singapura
1. Metode Penerapan Pedoman Good Corporate Governance
15
didorong untuk melakukan konfirmasi positif tentang pemenuhan prinsip-
prinsip tata kelola dan mengungkapkan setiap ketidak patuhan terhadap
prinsip-prinsip tersebut dalam laporan tahunan perusahaan.
a) Board Matters
b) Remuneration Matters
c) Accountability and Audit
d) Communication with Shareholders
e) Disclosure of Corporate Governance Arrangements
2.2.3 Pedoman GCG di Thailand
1. Metode Penerapan Pedoman Good Corporate Governance
16
harus mengungkapkan penerapan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan
yang baik (Good Corporate Governance) melalui media komunikasi yang
yang paling nyaman bagi Perusahaan, pemegang saham, investor,
stakeholder lainnya dan pihak-pihak terkait. Salah satu saluran yang
disarankan adalah situs web perusahaan.
17
Pedoman ini berlaku untuk perusahaan efek yang tercatat atau
terdaftar, perusahaan penerima izin/lisensi dan perusahaan publik.
Pedoman Good Corporate Governance ini juga berlaku untuk cabang atau
anak perusahaan dari perusahaan asing yang beroperasi di Philipina yang
terdaftar.
1. Metode Penerapan Pedoman Good Corporate Governance
18
2.2.5 Corporate Governance Watch 2020
Terdapat juga survei mengenai corporate governance di asia yang
dilakukan oleh Asian Corporate Governance Association (ACGA) dan
dituangkan dalam 12th Report by Corporate Governance Watch (2020),
dapat dilihat pertumbuhan corporate governance terbaik di pegang oleh
Australia dengan score 74.7, namun jika hanya asia saja di pegang oleh
Hong Kong dengan score 63.5 diikuti oleh Singapore, Taiwan, Malaysia,
Japan, India, Thailand, Korea, China, Philippines, sedangkan Indonesia
berada pada urutan terendah dengan score 33.6.
Faktor-faktor penyebab rendahnya kinerja Indonesia adalah
regulasi dan investor yang masih berada di titik paling rendah di antara
Negara-negara lain yang sedang tumbuh di Negara-negara lain yang
sedang tumbuh di Asia.
19
Skor Berdasarkan Tiap Kategori
20
3). Aturan Corporate Governance
Ini adalah salah satu kategori penilaian yang lebih tinggi dalam
survei kami dan. Australia terus memimpin perolehan skor diikuti oleh
Malaysia dan Thailand, yang terlepas dari tantangan politik mereka
telah lama memiliki seperangkat hukum dan peraturan yang kokoh.
Disusul oleh Hong Kong dan Singapura. AGCA berpendapat bahwa
skor 70% atau lebih telah mewakili hasil yang baik dalam hal kategori
ini, yang berarti bahwa lima negara di atas baik-baik saja. Lalu ada
India, sebesar 69%, hampir mencapai 70%. Taiwan di 66% dan Cina
di 63% masih lebih baik dan memiliki peluang meningkatkan skor
mereka menjadi 70%. Sedangkan negara yang tersisa memiliki lebih
banyak PR yang harus dilakukan. Perlu disoroti, Jepang dan Korea
keduanya di bawah 60%, skor mereka meningkat signifikan
dibandingkan tahun 2018. Dua negara terakhir yaitu Philippines dan
Indonesia yang masing-masing mendapat skor 45 dan 35, sangat perlu
evaluasi dan perbaikan aturan CG karena cukup jauh perbedaannya
menuju skor ideal menurut ACGA yaitu sebesar 70%.
4). Perusahaan Tercatat
Survei ACGA menilai dari berbagai bidang tata kelola, termasuk
pelaporan perusahaan tentang metrik keuangan utama, tata kelola,
serta pengungkapan tentang praktik dewan seperti pelatihan, evaluasi
dewan, kebijakan remunerasi, dan sebagainya.
5). Investor
Kategori ini termasuk dalam skor terendah, hanya dua negara yang
menonjol yaitu Australia dan Jepang. Artinya, institusi dalam suatu
negara perlu menunjukkan bahwa mereka serius tentang “investasi
yang bertanggung jawab”, dan bahwa mereka memiliki rencana untuk
mengelola risiko dalam portofolio mereka, mereka memiliki kapasitas
untuk terlibat dengan perusahaan di bidang lingkungan, sosial, dan
masalah pemerintahan, demi menarik minat investor baik asing
maupun lokal.
21
6). Auditor & Regulator audit
Ini adalah kategori skor tertinggi dalam survei kami karena ACGA
menilai berbagai standar dan praktik yang diikuti oleh semua negara
atau setidaknya diikuti, yaitu standar internasional tentang akuntansi
dan audit, penciptaan independen regulator audit (sering disebut
"dewan pengawasan audit" atau AOB), dorongan untuk audit kualitas
yang lebih tinggi, dan serta transparansi proses audit yang akuntabel.
7). Masyarakat Sipil & Media
Tak herankan bahwa Australia dan India melakukannya dengan
baik dalam kategori ini, mengingat semangat sektor nirlaba mereka,
lembaga profesional dan badan industri, dan media terbuka mereka.
Singapura, Jepang, Taiwan dan Hong Kong juga memiliki masyarakat
sipil yang cukup kuat, dengan non-kelompok pemerintah memainkan
peran penting dalam mempromosikan CG, melakukan pelatihan, dan
berkontribusi pada konsultasi peraturan.
Taiwan adalah negara dengan peningkatan skor terbesar di sini.
Sayangnya, ACGA melihat beberapa kemunduran di Malaysia dan
Thailand karena alasan yang diberikan di atas, sementara Indonesia
dan Filipina juga tergelincir. Meskipun peringkatnya rendah, Korea
cukup membaik. Lalu skor China tetap tidak berubah.
Adapun media, ACGA memiliki kekhawatiran serius tentang ini.
Tidak ada negara yang mendapat peningkatan skor tentang seberapa
aktif media yang tidak memihak dalam liputan acara CG.
Gambarannya bahkan lebih buruk dalam hal seberapa terampil liputan
media tentang masaalah CG.
2.2.6 Contoh Penerapan GCG di Asia
Standar laporan keuangan di negara Singapura sudah menggunakan
standar internasional yaitu Singapore Financial Reporting Standards (SFRS)
yang sudah mengikuti International Financial Reporting Standards (IFRS),
sehingga baik standar dan praktik laporan keuangan sudah baik jika
dibandingkan dengan standar internasional.
22
Di Singapura sesuai kode yang dikeluarkan akan tata kelola
perusahaan dimana perusahaan wajib mengungkapkan praktik tata kelola
dengan referensi khusus serta mengungkapkan dan menjelaskan setiap
perbedaan pelaksanaan dalam laporan tahunan perusahaan sehingga standar
dan praktik laporan non keuangan sudah baik.
Untuk Singapura tidak ada peraturan yang mengatur perlunya
melaporkan laporan tahunan yang telah diaudit dalam waktu 60 hari akan
tetapi perusahaan-perusahaan di Singapura sudah mempraktikkan cara ini
sehingga laporan tahunan yang telah diaudit dilaporkan dalam waktu 60 hari.
Di Singapura tidak diatur dalam peraturan-peraturan tetapi telah
disebutkan pada kode tata kelola perusahaan yang baik sehingga pada
praktiknya mereka menerapkan dalam mengungkap kepemilikan saham 68
bagi pihak-pihak yang memiliki saham 5% dan ke atas di laporan tahunan
mereka.
Hukum efek di Singapura dibahas di chapter 9 Interested Person
Transaction dimana jika ada transaksi dari pihak dalam yang dilakukan maka
perlu adanya pengungkapan transaksi dalam 3 hari kerja atau setelah
terjadinya transaksi jika tidak maka transaksi akan ditahan atau dibatalkan.
Berdasarkan Singapore Exchange (SGX) setiap adanya transaksi
material yang dilakukan oleh perusahaan maka perlu diumumkan kepada
publik dan Singapore Exchange (SGX) sendiri karena Singapore Exchange
(SGX) sudah mengikuti standar internasional dimana transaksi material akan
sangat berpengaruh bila tidak diumumkan dalam perdagangan efek yang
terjadi di bursa.
Di Singapura tidak diperkenankan untuk menuntut pihak yang
melakukan kecurangan dalam perusahaan akan tetapi untuk tata kelola
perusahaan masih bersifat sukarela sehingga tidak ada tuntutan hukum
tentang tata kelola perusahaan.
Singapura juga memiliki kode nasional sendiri tentang tata kelola
perusahaannya sendiri. Singapore Exchange (SGX) dan Monetary Authority
of Singapore (MAS) bersama-sama mengelola kode nasional tersebut dan
dengan nama The Singapore Code of Good Corporate Governance di tahun
23
2005 walaupun belum bersifat wajib tapi emiten atau 69 perusahaan perlu
mengungkapkan praktik tata kelola perusahaan dan penjelasan akan
penyimpangan kode dalam laporan tahunan.
Definisi atas direksi independen telah disampaikan dengan cukup jelas
di dalam setiap kode. Dalam kode di Singapura disebutkan bahwa perlu
adanya komisaris independen yang sekurang-kurangnya berjumlah sepertiga
dari jumlah anggota dewan. Adapun yang dimaksud dengan komisaris
independen adalah orang yang tidak memiliki hubungan dengan perusahaan
maupun afiliasinya seperti anak perusahaan atau induk perusahaan karena jika
memiliki hubungan maka dapat mempengaruhi penilaian dari keputusan yang
diambil.
Dalam The Singapore Code of Good Corporate Governance
pengungkapan remunerasi haruslah jelas tentang kebijakan remunerasi,
tingkat dan komponen remunerasi dan prosedur untuk pengaturan remunerasi
dalam laporan tahunan perusahaan. Perusahaan harus melaporkan kepada
pemegang saham setiap tahun tentang remunerasi anggota dewan yang
produktif dengan nama untuk 5 top eksekutif, rincian untuk remunerasi
karyawan yang memiliki hubungan dengan direksi atau komisaris dan rincian
skema saham karyawan yang memungkinkan pemegang saham dapat menilai
manfaat dan potensial yang diperlukan perusahaan.
Berdasarkan kode tata kelola perusahaan di Singapura menyatakan
bahwa masing-masing perusahaan perlu memiliki komite audit. Di 70
Singapura, dewan perlu membuat komite audit dan menyusun kerangka acuan
tertulis yang menjelaskan wewenang dan tugas komite yang sedikitnya
beranggotakan tiga komisaris dimana mayoritas merupakan komisaris
independen serta dewan perlu memastikan bahwa anggota komite audit telah
memenuhi persyaratan yang diperlukan untuk memenuhi tanggung jawab dan
memiliki keahlian atau pengalaman di bidang akuntansi atau keuangan.
Dari peraturan serta kode tata kelola perusahaan dan praktik yang
dilakukan oleh perusahaan-perusahaan perbankan Singapura tidak ada hak
khusus bagi pemegang saham minoritas untuk mencalonkan kandidat direktur
24
independen. Singapura pemegang saham minoritas tidak memiliki hak
memesan saham yang baru diterbitkan perusahaan terlebih dahulu.
Singapura mengikuti Monetary Authority of Singapore (MAS) Act 10
dimana jika karyawan melakukan fraud atau tindakan kriminal yang
merugikan perusahaan maka bukan hanya terkena sanksi tetapi juga dapat
dicabut dari posisinya yang sekarang. Di Singapura sesuai dengan Singapore
Exhange (SGX) dan Companies Act, maka perusahaan perlu memberikan
pemberitahuan akan mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham kepada
Singapore Exhange (SGX) dalam waktu kurun dari 21 hari sebelum rapat.
25
2.3.1 Tahap-tahap Penerapan GCG
Salah satu tujuan utama ditegakannya good corporate governance
ialah untuk menciptakan sistem yang dapat menjaga keseimbangan dalam
pengendalian perusahaan sedemikian rupa sehingga mampu mengurangi
peluang terjadinya kesalahan mengelola (miss management), menciptakan
insentif bagi manajer untuk memaksimumkan produktivitas penggunaan aset
sehingga menciptakan nilai tambah perusahaan yang optimal.
Dalam pelaksanaan penerapan GCG di perusahaan adalah penting
bagi perusahaan untuk melakukan pentahapan yang cermat berdasarkan
analisis atas situasi dan kondisi perusahaan, dan tingkat kesiapannya,
sehingga penerapan GCG dapat berjalan lancar dan mendapat dukungan dari
seluruh unsur di dalam perusahaan. Beberapa tahapan dalam menerapkan
GCG yaitu:
1. Tahap Persiapan
Tahap ini terdiri atas tiga langkah utama yaitu:
Awareness Building
Awareness Building merupakan langkah sosialisasi awal untuk
membangun kesadaran mengenai arti pentingnya GCG dan komitmen
bersama dalam penerapannya. Upaya ini dapat dilakukan dengan
meminta bantuan tenaga ahli independen dari luar perushaan. Kegiatan
dapat dilakukan melalui seminar, lokakarya, dan diskusi kelompok.
GCG Assessment
GCG Assessment merupakan upaya untuk mengukur atau
memetakan kondisi perusahaan dalam penerapan GCG saat ini. Langkah
ini perlu guna memastikan titik awal atau level penerapan GCG dan
untuk mengidentifikasi langkah-langkah yang tepat guna mempersiapkan
infrastruktur dan struktur perusahaan yang kondusif bagi penerapan GCG
secara efektif.
GCG Manual Building
GCG Manual Building adalah langkah berikutnya setelah GCG
Assessment dilakukan. Berdasarkan hasil pemetaan tingkat kesiapan
26
untuk kesiapan perusahaan dan upaya identifikasi prioritas penerapannya,
penyusunan manual atau pedoman implementasi GCG dapat disusun
2. Tahap Implementasi
Tahap ini terdiri atas tiga langkah utama yaitu:
Sosialisasi
Sosialisasi diperlukan untuk memperkenalkan kepada seluruh
perusahaan berbagai aspek yang terkait dengan implementasi GCG
khususnya mengenai pedoman penerapan GCG. Upaya sosialisasi perlu
dilakukan dengan suatu tim khusus yang dibentuk untuk itu, langsung
berada dibawah pengawasan Direktur Utama.
Implementasi
Implementasi adalah kegiatan yang dilakukan sejalan dengan
pedoman GCG yang ada, berdasarkan roadmap yang telah disusun.
Implementasi harus bersifat top down approach yang melibatkan Dewan
Komisaris dan Direksi perusahaan.
Internalisasi
Internalisasi mencakup upaya-upaya untuk memperkenalkan
GCG di dalam seluruh proses bisnis perusahaan melalui berbagai
prosedur operasi, sistem kerja, dan berbagai peraturan perusahaan.
Dengan upaya ini dapat dipastikan bahwa penerapan GCG bukan sekadar
dipermukaan atau sekadar suatu kepatuhan yang bersifat superficial,
tetapi benar-benar tercermin dalam seluruh aktivitas perusahaan.
3. Tahap Evaluasi
Tahap evaluasi adalah tahap yang perlu dilakukan secara teratur
dari waktu ke waktu untuk mengukur sejauh mana efektifitas penerapan
GCG telah dilakukan dengan meminta pihak independen melakukan
audit implementasi dan scoring atas praktek GCG yang ada. Dalam hal
membangun GCG, dan terkait dengan pengembangan sistem, yang
diharapkan akan mempengaruhi perilaku setiap individu dalam
perusahaan yang pada gilirannya akan membentuk kultur perusahaan
yang bernuansa GCG, maka diperlukan langkah-langkah berikut:
27
1. Menetapkan visi, misi, rencana strategis, tujuan perusahaan, serta
sistem operasional pencapaiannya secara jelas;
2. Mengembangkan suatu struktur yang menjaga keseimbangan peran
dan fungsi organ perusahaan (check and balance);
3. Membangun sistem informasi, baik untuk keperluan proses
pengambilan keputusan maupun keperluan keterbukaan informasi
material dan relevan mengenai perusahaan;
4. Membangun sistem audit yang handal, yang tak terbatas pada
kepatuhan terhadap peraturan dan prosedur operasi standar, tetapi juga
mencakup pengendalian risiko perusahaan;
5. Membangun sistem yang melindungi hak-hak pemegang saham secara
adil dan setara diantara pemegang saham;
6. Membangun sistem pengembangan SDM, termasuk pengukuran
kinerjanya.
2.3.2 Penerapan GCG di Indonesia
Krisis ekonomi yang menghantam Asia yang terjadi beberapa tahun
lalu. ternyata berdampak luas teutama dalam merontokkan rezim-rezim
politik yang berkuasa di Korea Selatan, Thailand, dan Indonesia. Ketiga
Negara yang diawal tahun 1990-an dipandang sebagai “the Asian tiger”,
harus mengakui bahwa pondasi ekonomi mereka rapuh, yang pada akhirnya
merambah pada krisis politik.
Setelah itu, sejak krisis tersebut melanda, kita sekarang dapat melihat
pertumbuhan kembali Negara-negara yang amat terpukul oleh krisis tersebut.
Korea Selatan yang pernah terjangkit kejahatan financial yang melibatkan
para eksekutif puncak perusahaan-perusahaan blue-chip, kini telah pulih.
Perkembangan yang sama juga terlihat dengan Thailand maupun
Negara-negara ASEAN lainnya. Bagaimana dengan Indonesia?. Era
pascakrisis ditandai dengan goncangan ekonomi berkelanjutan. Mulai dari
restrukturisasi sektor perbankan, pelelangan asset para konglomerat, yang
berakibat pada penurunan iklim berusaha (Bakrie,2003).
Kajian yang dilakukan oleh Asian Development Bank (ADB)
menunjukkan beberapa faktor yang memberi kontribusi pada krisis di
28
Indonesia. Pertama, konsentrasi kepemilikan perusahaan yang tinggi; kedua,
tidak efektifnya fungsi pengawasan dewan komisaris, ketiga; inefisiensi dan
rendahnya transparansi mengenai prosedur pengendalian merger dan akuisisi
perusahaan; keempat, terlalu tingginya ketergantungan pada pendanaan
eksternal; dan kelima, ketidak memadainya pengawasan oleh para kreditor.
Tantangan terkini yang dihadapi masih belum dipahaminya secara
luas prinsip-prinsip dan praktek good corporate governance oleh kumunitas
bisnis dan publik pada umumnya (Daniri, 2005). Akhirnya komunitas
internasional masih menempatkan Indonesia pada urutan bawah rating
implementasi GCG sebagaimana dilakukan oleh Standard & Poor, CLSA,
Pricewaterhouse Coopers, Moody`s Morgan, and Calper`s.
Kajian Pricewaterhouse Coopers yang dimuat di dalam Report on
Institutional investor Survey (2002) menempatkan Indonesia di urutan paling
bawah bersama China dan India dengan nilai 1,96 untuk transparansi dan
keterbukaan. Jika dilihat dari ketersediaan investor untuk memberi premium
terhadap harga saham perusahaan publik di Indonesia, hasil survey tahun
2002 menunjukkan kemajuan dibandingkan hasil survey tahun 2000.
Pada tahun 2000 investor bersedia membayar premium 27%, sedang
di tahun 2002 hanya bersedia membayar 25% saja. Hal ini menunjukkan
persepsi investor terhadap resiko tidak dijalankannya GCG, menjadi lebih
baik. Laporan tentang GCG oleh ACGA (2020), menempatkan Indonesia di
urutan terbawah dengan total skor 33.6.
Faktor-faktor penyebab rendahnya kinerja Indonesia adalah investor
dan regulasi yang masih berada di titik paling rendah di antara Negara-negara
lain yang sedang tumbuh di Asia. Fakta ini menunjukkan bahwa
implementasi GCG di Indonesia membutuhkan evaluasi dan pendekatan yang
komprehensif dan penegakan regulasi yang lebih nyata.
29
Sumber: ACGA (2020)
30
undang pendaftaran perusahaan, serta undang-undang kepailitan yang saat ini
masih sedang dalam proses penyelesaian.
31
perhatian pemerintah. Aspek baru dalam implementasi GCG di lingkungan
BUMN adalah kewajban untuk memiliki statement of corporate intent (SCI).
32
regulasi pasar modal. Sedangkan terkait dengan kewajiban untuk memiliki
direktur independen, dalam sistem two tier yang kita anut, justru akan lebih
efektif bilamana bursa mewajibkan perusahaan untuk memiliki komite
nominasi dan remunerasi.
1. Kendala Hukum.
33
terbatas. Begitu juga halnya dengan sistem kepailitan dan pengadilan
yang memiliki kelemahan telah membuat para kreditur hanya memiliki
pengaruh yang kecil terhadap para debitur mereka.
2. Kendala Budaya.
3. Kendala Politik.
34
keputusan bisnis di BUMN sangat diintervensi oleh pemerintah dan
dalam kasus yang lain BUMN justru dieksploitasi oleh para politisi
(Prasetiantono dalam Nugroho dan Siahaan 2005). Dalam beberapa
kasus, hal ini juga terjadi pada perusahaanperusahaan swasta. Kondisi
lain yang mungkin dapat menjadi perhatian adalah bahwa peranan
lembaga pasar modal (Bapepam begitu juga JSX) sebagai lembaga
pengatur masih belum cukup kuat dalam menutupi kelemahan yang ada
di pengadilan.
5. Kendala Lainnya.
35
sehingga pada akhirnya menimbulkan masalah dalam pengembaliannya
kemudian (kredit macet).
36
memandang implementasi good corporate governance sebagai upaya
membangun budaya korporasi yang baru, suatu program yang sulit
terlaksanakan tanpa kepemimpinan organisasi yang memadai. Lebih lanjut,
mereka memandang bahwa good corporate governance semacam transformasi
kultural atau proses perubahan kultural. Mereka juga menunjukkan bahwa
kepemimpinan transformasional adalah tipe kepemimpinan yang paling
sesuai untuk melaksanakan proses perubahan ini.
Terlepas dari semua itu, good corporate governance bukanlah suatu
opsi melainkan suatu keharusan bagi perusahaan-perusahaan publik di
Indonesia, karena penerapan good corporate governance di semua
perusahaan publik ini akan bermanfaat baik negara dalam menurunkan
tingkat country risk dalam upaya memulihkan dan menstabilkan
perekonomian nasional maupun bagi perusahaan itu sendiri dalam
meningkatkan value of the firm.
Penerapan good corporate governance bisa dilihat sebagai tantangan
sebab membutuhkan semua hal yang harus diperbaiki (legal, ekonomi,
politik, budaya, dan sebagainya) dalam waktu bersamaan, yang bila dikaji
dalam konteks kondisi Indonesia pasca krisis dan waktu yang sangat
mendesak tentu menimbulkan beban berat atau mungkin frustasi karena
terlampau berat untuk dilalui. Tetapi bila dilihat sebagai kesempatan, dimana
pada saat ini good corporate governance bukan saja dirasakan sebagai
pressure di Indonesia tetapi juga di semua belahan dunia, maka bila
perusahaan di Indonesia dapat lebih cepat dan tepat bertindak dari pesaing-
pesaing mereka (terlepas masih banyaknya kekurangan-kekurangan secara
makro) maka mereka dapat mempertahankan keberadaan dan meningkatkan
kinerja serta menjaga sustainability usaha yang berkualitas di Indonesia.
2.3.5 GCG di Lingkungan Perbankan
Dalam undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan, secara
umum telah diatur ketentuan yang terkait dengan GCG baik yang termasuk
governance structure, governance process, maupun governance outcome.
Governance structure terdiri atas (LAN dan BPKP,2000) : pertama, uji
kelayakan dan kepatutan, (fit and proper test), yang mengatur perlunya
37
peningkatan kompetensi dan integritas manajemen perbankan melalui uji
kelayakan dan kepatutan terhadap pemilik, pemegang saham pengendali,
dewan komisaris, direksi, dan pejabat eksekutif bank dalam aktivitas
pengelolaan bank.
Kedua, independensi manajemen bank, di mana para anggota dewan
komisaris dan direksi tidak boleh memiliki hubungan kekerabatan atau
memiliki hubungan financial dengan dewan komisaris dan direksi atau
menjadi pemegang saham pengendali di perusahaan lain.
Ketiga, ketentuan bagi direktur kepatutan dan peningkatan fungsi
audit bank publik. Dalam standar penerapan fungsi internal audit bank publik,
bank diwajibkan untuk menunjuk direktur kepatuhan yang bertanggung jawab
atas kepatuhan bank terhadap regulasi yang ada. Strategi dan rencana Bank
Indonesia mewajibkan bank untuk memikili rencana dan anggaran jangka
panjang dan menengah dalam bentuk keputusan dewan direksi bank
Indonesia tahun 1995, yang dimaksudkan bagi bank untuk memiliki strategi
korporasi dan yang tertuang dengan jelas, termasuk nilai-nilai yang harus
dikomunikasikan kepada seluruh tingkatan di dalam organisasi dan
resikoresiko pengendalian.
Mengenai governance outcome, Bank Indonesia juga telah
mengeluarkan beberapa peraturan, antara lain transparansi mengenai kondisi
keuangan bank dan peningkatan peran auditor eksternal. Bank diwajibkan
untuk mengungkapkan non performing loan (NPL), pemegang saham
pengendali dan afiliasinya, praktik manajemen resiko dalam pelaporan
keuangan.
2.3.6 Peran BAPEPAM
BAPEPAM secara langsung maupun tidak langsung telah mendorong
implementasi prinsip-prinsip GCG di Indonesia, dengan menerbitkan
peraturan dan kebijakan yang terkait dengan GCG. Peraturanperaturan
tersebut antara lain menyangkut keputusan Bapepam mengenai prinsip
transparansi yang mewajibkan perusahaan untuk mengungkapkan informasi
kepada publik, disclosure mengenai beberapa aspek yang terkait dengan
pemegang saham, transaksi material, dan perubahan dalam aktivitas bisnis
38
inti, keputusan mengenai merger dan akuisisi perusahaan publik, serta
ketentuan tentang pengungkapan mengenai apakah suatu perusahaan tengah
dalam proses peradilan kepailitan.
2.3.7 Contoh Penerapan GCG di Indonesia
PT ANTAM (Persero) Tbk
Semenjak menjadi perusahaan publik di Indonesia pada tahun 1997
dan mencatatkan saham di Australia pada tahun 1999, tata kelola perusahaan
(Good Corporate Governance, GCG) telah menjadi salah satu elemen penting
bagi Antam di dalam mempertahankan keberlanjutan pertumbuhan dan juga
menjadi perusahaan pertambangan internasional. Lebih jauh, sebagai salah
satu BUMN terbesar dan berpengaruh, Antam memiliki komitmen untuk
terlibat dalam pertumbuhan Indonesia dengan berkontribusi secara signifikan
terhadap perekonomian Indonesia dan menjadi contoh bagi perusahaan lain,
terutama BUMN lain, dalam hal implementasi GCG.
Dewan Komisaris, Komite-komite di tingkat Dewan Komisaris,
Direksi, dan manajemen senior terus meningkatkan kapabilitas di dalam
proses pengawasan dan pengelolaan perusahaan, sesuai dengan tugas dan
tanggungjawab masing-masing. Semua pihak juga berupaya untuk
memperkuat hubungan kerja yang harmonis serta kerjasama diantara organ-
organ tata kelola, manajemen dan staf untuk mempertahankan dan
meningkatkan praktik GCG di Antam secara berkelanjutan. Untuk
mendukung fungsi pengawasan, Dewan Komisaris telah membentuk lima
Komite di tingkat Dewan Komisaris yakni Komita Audit, Komite Nominasi,
Remunerasi dan Pengembangan SDM (NRPSDM), Komite Manajemen
Risiko, Komite GCG dan Komite CSR dan Pasca Tambang.
39
BAB III
PENUTUP
3.1.4 Kesimpulan
Di era persaingan global ini, dimana batas-batas negara tidak lagi
menjadi penghalang untuk berkompetisi, hanya perusahaan yang menerapkan
Good Corporate Governance (GCG) yang mampu memenangkan persaingan.
GCG merupakan suatu keharusan dalam rangka membangun kondisi
perusahaan yang tangguh dan sustainable. Ia diperlukan untuk menciptakan
sistem dan struktur perusahaan yang kuat sehingga mampu menjadi
perusahaan kelas dunia
3.2 Saran
Kami menyadari penulisan makalah ini masih banyak terdapat
kesalahan maupun kekurangan yang perlu diperbaiki. Maka dari itu, kami
mengharapkan kritik dan saran kepada setiap pembaca agar makalah ini bisa
lebih baik. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami dan para
pembaca.
40
DAFTAR PUSTAKA
41