Anda di halaman 1dari 3

KASUS KOOISTRA AUTOGROUP

Pendahuluan

Kooistra autogroep adalah dealer mobil besar yang berhubungan dengan berbagai merek di
Belanda. Kebanyakan departemen mobil menjual beberapa merek dagang, yang cukup unik
dibandingkan dengan dealer yang biasa di Belanda. Di samping dealership, Kooistra
Autogroep juga termasuk toko reparasi mobil dan sebuah perusahaan sewa mobil.

Pada tahun 2002, seorang manajer umum baru diperkenalkan di Kooistra Autogroep. Mantan
CEO membuat ruang untuk anaknya, Tom, untuk menjalankan bisnis. Sebelum tahun 2002,
keputusan yang dibuat di Kooistra di sentralisasi. Mantan CEO telah membuat sebagian besar
keputusan operasional untuk departemen mobil.

Namun, dari tahun 2002, Tom ingin mengubah keadaan di Kooistra dan membuat keputusan
yang terdesentralisasi. Untuk mendukung perubahan ini, Tom juga memperkenalkan tiga
sistem pengukuran kinerja : pelaporan kinerja, anggaran belanja dan gaji.

Latar Belakang Permasalahan ?

- pay-for-performance adalah fenomena yang relatif tidak dikenal di perusahaan-


perusahaan Belanda. Perusahaan besar dibelanda sedikit yang menerapkan system
pengendalian pay-for-performance, sehingga Kooistra Autogroep menghadapi
skeptisisme besar dari karyawan ketika pertama kali diperkenalkan system tersebut.
- Sebuah survei yang dilakukan oleh konsultan menunjukkan bahwa sebagian besar
karyawan Kooistra lebih menyukai kenaikan gaji daripada bonus, bahkan jika
kenaikan gaji secara signifikan lebih rendah dari bonus yang diharapkan.
- Manager dealer (Edwin) beranggapan bahwa sistem pay for performance tidak
memberikan motivasi yang signifikan karena saat situasi ekonomi yang buruk, banyak
manajer departemen tidak mencapai target dan tidak menerima bonus. Dan saat
kondisi ekonomi yang baik, tingkat bonus terlalu rendah untuk memotivasi untuk
memperoleh target yang diinginkan.
- Menurut TOM (CEO) yakin bahwa sistem pay for performance dapat memberikan
efek motivasi yang kuat, meskipun dia percaya bahwa itu sangat bergantung pada
kemungkinan manajer dapat memenuhi target mereka,
Pembahasan

- Pengendalian pay-for-performance yang diterapkan pada Kooistra Autogroep tidak


memotivasi seluruh pegawai, sebagian pegawai yang lebih memilih kenaikan gaji
daripada pembayaran bonus. Hal itu disebabkan karena bonus antara 8-20%
tergantung pada fungsi. Oleh karena itu sistem bonus tidak memberikan motivasi
ekstrinsik. Motivasi karyawan di kooistra autogroep masih didasarkan pada motivasi
intrinsik, yang berarti bahwa mereka ingin bekerja keras untuk mencapai tujuan
bisnis, bukan tujuan individu. Oleh karena itu dapat dipertanyakan apakah sistem
bonus bekerja di perusahaan di mana budayanya adalah bahwa karyawan bekerja
untuk tujuan bisnis, bukan tujuan individu. Ketika karyawan mendapatkan kenaikan
gaji atas gaji tetap mereka, itu mungkin meningkatkan motivasi, karena mereka
merasa lebih dihargai karena bekerja keras. Sistem bonus hanya memberi Anda
penghargaan ketika Anda bekerja keras setiap waktu, sehingga mungkin akan lebih
terasa seperti hadiah yang diperoleh sendiri daripada diberikan oleh manajer, karena
ia menghargai Anda.

- Sistem insentif tidak melulu selalu efektif sering kali menghasilkan beberapa kerugian
berikut ini:
a. Sering kali sulit untuk menetapkan standar sehingga dapat menimbulkan
ketidakadilan.
b. Kompensasi haruslah memenuhi syarat internal equity dan external equity.
Namun sering kali insentif tidak dapat mencapai standar karena faktor-faktor yang
tidak dapat mereka kendalikan (Misalnya mesin rusak atau permintaan menurun).
c. Insentif sering kali memfokuskan upaya-upaya pada segi pekerjaan saja (output,
penjualan, dan lain-lain) dan mengesampingkan segi-segi lainnya (kualitas, jasa,
tujuan jangka panjang).

- Saran untuk manajer Autogroep Kooistra


o Pemberian insentif seharusnya tidak sepenuhnya berdasarkan kinerja karena
penjualan tidak terlalu tinggi.
o Manajer harus menetapkan target yang realistis yang dapat dicapai atau
dicapai.

Anda mungkin juga menyukai