Anda di halaman 1dari 3

Berstatus BUMN, nasib PT Garuda Indonesia Tbk (Persero) berada di ambang

kebangkrutan. Kondisi keuangan maskapai flag carrier ini tengah berdarah-darah. Selain terjerat
utang menggunung hingga Rp 70 triliun, perusahaan juga menderita kerugian. Pandemi Covid-
19 yang diperkirakan masih akan berlangsung lama bakal membuat kinerja keuangan Garuda
Indonesia semakin babak belur. Kementerian BUMN menyebutkan, salah satu biang kerok
kerugian Garuda Indonesia adalah kesepakatan harga pesawat dari perusahaan lessor. Terlebih,
menurut Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo, Garuda Indonesia juga menyewa pesawat
terlalu banyak namun tak diimbangi dengan okupansi penumpang yang mencukupi. Memang
jenis pesawat yang di sewa di masa lalu itu terlalu banyak dan sewanya kemahalan. Ini tentunya
penyakit masa lalu Garuda, di mana cost structure-nya (struktur biaya) jauh melebihi dari
maskapai-maskapai sejenis,"
Mantan Dirut Bank Mandiri itu berujar, solusi dari Kementerian BUMN adalah meminta Garuda
Indonesia menegosiasikan ulang perjanjian sewa pesawat dengan perusahaan-perusahaan lessor.
"Tentunya dengan kondisi Covid-19, pendapatan (Garuda Indonesia) menurun dan kondisi ini
sudah berjalan setahun lebih. Oleh karena itu, memang selama ini yang dilakukan adalah
penundaan pembayaran. Beberapa waktu belakangan kondisi Garuda Indonesia memang
semakin memburuk, lantaran lessor yang ditunda pembayarannya akhirnya menarik
mengungkapkan, saat ini memang sudah banyak pesawat Garuda Indonesia yang di grounded
oleh para lessor dan tidak bisa lagi dipakai. Sehingga saat ini maskapai pelat merah tersebut
beroperasi dengan jumlah pesawat yang minimum sehingga saat ini Garuda beroperasi minimum
dengan 50 pesawat.
Kondisi kritis tersebut membuat Kementerian BUMN memutuskan mengambil tindakan drastis
dengan melakukan restrukturisasi utang secara dalam. Sebab jika tidak, Garuda Indonesia akan
berhenti beroperasi karena arus kas (cash flow) yang sangat terbatas, bahkan minus setiap
bulannya. Berdasarkan data Kementerian BUMN, beban biaya Garuda Indonesia mencapai 150
juta dollar AS per bulan, namun pendapatan yang dimiliki hanya 50 juta dollar AS. Artinya,
perusahaan merugi 100 juta dollar AS atau sekitar 1,43 triliun (kurs Rp 14.300 per dollar AS)
setiap bulannya. Sekarang sedang lakukan kajian-kajian, dan melibatkan para adviser bagaimana
tindakan-tindakan yang bisa dilakukan bersama kreditur dan lessor. Menteri BUMN Erick
Thohir menyebutkan ada indikasi lessor nakal yang memberikan tarif sewa lebih mahal pada
Garuda Indonesia dibandingkan tarif pasaran. Praktik ini bisa saja terjadi karena ada
kongkalikong antara perusahaan penyewa dengan lessor. Pihaknya akan melakukan negosiasi
keras terhadap para lessor atau pemberi sewa ke Garuda Indonesia yang sudah masuk dan
bekerja sama dalam kasus yang dibuktikan koruptif. Erick Thohir mengatakan sejak awal
Kementerian BUMN meyakini salah satu masalah terbesar di Garuda Indonesia mengenai lessor.
Di Garuda Indonesia ada 36 lessor yang memang harus dipetakan ulang, mana saja lessor yang
sudah masuk kategori dan bekerja sama di kasus yang sudah dibuktikan koruptif. Namun
mengakui bahwa ada lessor yang tidak ikut atau terlibat kasus yang terbukti koruptif. Tetapi pada
hari ini kemahalan mengingat kondisi sekarang, itu yang kita juga harus lakukan negosiasi ulang.
Beban terberat saya rasa itu," kata Erick Thohir. Utang menggunung Garuda Indonesia tercatat
memiliki utang 4,9 miliar dolar AS atau setara Rp 70 triliun. Angka tersebut meningkat sekitar
Rp 1 triliun setiap bulan karena terus menunda pembayaran kepada pemasok. Perusahaan
memiliki arus kas negatif dan utang minus Rp 41 triliun. Tumpukan utang tersebut disebabkan
pendapatan perusahaan yang tidak bisa menutupi pengeluaran operasional.

Berdasarkan pendapatan Mei 2021 Garuda Indonesia hanya memperoleh sekitar 56 juta
dolar AS dan pada saat bersamaan masih harus membayar sewa pesawat 56 juta dolar AS,
perawatan pesawat 20 juta dolar AS, bahan bakar avtur 20 juta dolar AS, dan gaji pegawai 20
juta dolar AS. Sementara jika berdasarkan data laporan keuangan terakhir yang dirilis Garuda
Indonesia pada kuartal III 2020, BUMN penerbangan itu mempunyai utang sebesar Rp 98,79
triliun yang terdiri dari utang jangka pendek Rp 32,51 triliun dan utang jangka panjang sebesar
Rp 66,28 triliun. Sebelum pandemi Covid-19, perseroan sempat membukukan keuntungan
hampir mencapai Rp 100 miliar pada 2019. Namun, pandemi yang melanda Indonesia pada awal
2020 hingga sekarang telah memukul keuangan perusahaan. Pada kuartal III 2019, Garuda
Indonesia membukukan laba bersih sebanyak Rp 1,73 triliun, lalu merugi hingga Rp 15,19 triliun
pada kuartal III 2020 akibat dampak pandemi Pendapatan Garuda Indonesia tercatat turun dari
awalnya Rp 50,26 triliun pada kuartal III 2019 menjadi hanya Rp 16,04 triliun pada kuartal III
2020. Perseroan lantas menawarkan program pensiun dini untuk para karyawan hingga 19 Juni
2021 mendatang demi menyelamatkan keuangan perusahaan yang tertekan akibat rugi dan utang.
Sejauh ini, sudah ada lebih dari 100 karyawan yang mengajukan pensiun dini. Selain
pensiun dini, sejumlah aksi yang turut dilakukan Garuda Indonesia di antaranya memaksimalkan
kerja sama dengan mitra usaha guna mendorong peningkatan pendapatan. Sementara itu dari
pihak pemerintah berencana memangkas jumlah komisaris Garuda Indonesia hingga mengubah
orientasi bisnis perseroan yang semula melayani rute penerbangan internasional menjadi hanya
berfokus domestik. PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk melakukan percepatan pengembalian
lebih awal armada yang belum jatuh tempo masa sewanya. Hal ini sebagai upaya intensif
pemulihan kinerja keuangan perseroan yang tengah terpuruk. Langkah strategis ditandai dengan
pengembalian dua armada B737-800 NG kepada salah satu lessor atau perusahaan penyewa
pesawat. Percepatan pengembalian itu dilakukan setelah adanya kesepakatan bersama antara
Garuda Indonesia dan pihak lessor pesawat, di mana salah satu syarat pengembalian pesawat
adalah dengan melakukan perubahan kode registrasi pesawat terkait. Pengembalian armada
yang belum jatuh tempo merupakan langkah penting yang perlu dilakukan Garuda Indonesia di
tengah tekanan kinerja usaha imbas pandemi Covid-19. Kini fokus utama maskapai pelat merah
ini adalah penyesuaian terhadap proyeksi kebutuhan pasar di era kenormalan baru.

Anda mungkin juga menyukai