Oleh :
2021
EFEK TERAPI KOMBINASI SLOW DEEP BREATHING (SDB) DAN MASSAGE
TERHADAP INTENSITAS NYERI KEPALA AKUT PADA CEDERA KEPALA
RINGAN
A. ABASTRAK
Latar Belakang: Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan
kecacatan utama akibat kecelakaan lalu lintas pada kelompok usia produktif ditinjau
dari dampak yang diakibatkan serta belum efektifnya pelaksanaan terapi latihan dalam
mengatasi nyeri secara non farmakologi khususnya metode latihan dengan relaksasi
Slow deep Breathing dan distraksi dengan massage.Tujuan: Menganalisis efek terapi
kombinasi Slow deep breathing dan massage terhadap intensitas nyeri kepala akut
cedera kepala ringan.Metode. Experimental dengan menggunakan Quasi-
Experimental
melalui pendekatan Pretest-Posttest kontrol Group Design pada kelompok intervensi
23 responden dan kelompok kontrol 23 responden , Populasi adalah pasien cedera
kepala ringan dan mengalami nyeri kepala yang masuk di IGD RSUD Ulin
Banjarmasin
dengan teknik consecutive sampling, alat ukur yang digunakan berupa lembar
kuesioner dan lembar observasi dengan uji statistik Chi-Square. Independent sample
ttest, Dependent sample t-test, , dan Ancova.Hasil. Ada perbedaan yang bermakna
rerata intensitas nyeri kepala akut pada pasien cedera kepala ringan antara kelompok
intervensi dan kelompok kontrol setelah dilakukan latihan terapi kombinasi slow deep
breathing (SDB) dan massage p=0,000, α = 0,05. Terdapat hubungan usia dengan
intensitas nyeri kepala akut pada pasien cedera kepala ringan (p= 0,044), tetapi tidak
ada hubungan antara jenis kelamin, suku, makna nyeri, respon adaptasi, dukungan
orang terdekat, gaya koping dan kecemasan responden terhadap intensitas nyeri
kepala akut pada pasien cedera kepala ringan (berturut-turut p= 0.301, p=0,834,
p=0.550, p=0.252, p= 0.278,p=0.220, p= 0.620, p= 054; α = 0,05). Rekomendasi hasil
penelitian ini adalah latihan terapi kombinasi slow deep breathing dan massage dapat
diterapkan sebagai intervensi keperawatan dengan nyeri kepala akut pada pasien
cedera kepala ringan.
Kata kunci: Cedera kepala ringan, Nyeri kepala akut , Terapi kombinasi.
B. DESKRIPSI SINGKAT
Hasil penelitian Mansyoer, A. (2000) yang menyatakan bahwa cedera
kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama akibat
kecelakaan lalu lintas pada kelompok usia produktif. Komplikasi yang terjadi pada
cedera kepala adalah peningkatan tekanan intrakranial, yaitu tekanan yang terjadi
pada ruang serebral akibat bertambahnya volume otak melebihi ambang toleransi
dalam ruang kranium. Hal ini dapat disebabkan karena edema serebri dan perdarahan
serebral. Salah satu gejala dari peningkatan tekanan intrakranial adalah adanya nyeri
kepala (Hickey, 2003).
Kedua tindakan non farmakologi seperti diuraikan diatas baik Slow deep
breathing maupun distraksi dengan massage terdapat persamaan manfaat dan
efek yang diberikan yaitu memberikan efek relaksasi, melancarkan sirkulasi
darah, terutama darah ke otak sehingga diharapkan oksigenasi adekuat. Supaya
oksigenasi adekuat diperlukan keseimbangan antara suplai oksigen dengan
kebutuhan (demamd) oksigen otak yg dipengaruhi serebral blood flow yang
besarnya berkisar 15-20% dari curah jantung (Black & Hawks, 2009). Jika
Kebutuhan oksigen otak tidak terpenuhi maka metabolisme akan beralih dari
aerob ke metabolisme anerob, pada keadaan ini dihasilkan asam laktat yang
menstimulasi terjadinya nyeri kepala. (Arifin, 2008).
C. ANALISIS PICOT
D. PEMBAHASAN
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pasien nyeri kepala akut pada cedera
kepala ringan yang diberikan latihan terapi kombinasi selama tiga kali setiap latihan
15 menit dan massage 1 kali selama 10 menit memperlihatkan perbedaan yang
bermakna rata-rata intensitas nyeri kepala sebelum dan sesudah latihan terapi
kombinasi (p=0,000; α=0,05). Pada kelompok kontrol, walaupun tidak dilakukan
latihan terapi kombinasi tetapi terjadi penurunan intensitas nyeri kepala yang
signifikan, hal ini terjadi karena faktor pengaruh pemberian obat analgetik dan
perbaikan jaringan serebral seperti adanya pemulihan edema serebri. Namun dilihat
dari perbedaan silisih mean kelompok intervensi dengan kelompok control
menunjukkan nilai yang signifikan. Hal ini berarti terapi analgetik yang dikombinasi
dengan teknik terapi kombinasi lebih efektif menurunkan nyeri kepala akut pada
pasien cedera kepala ringan dibandingkan dengan hanya menggunakan terapi
analgetik saja.
Selisih rata-rata intensitas nyeri kepala akut setelah dilakukan terapi
kombinasi berbeda secara signifikan antara kelompok intervensi dengan kelompok
kontrol (nilai p=0,000; α=0,05). Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam penelitian
ini, terlihat bahwa latihan terapi kombinasi mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap penurunan intensitas nyeri kepala akut pada pasien cedera kepala ringan.
Peneliti berkeyakinan bahwa latihan kombinasi memberikan pengaruh yang
signifikan dalam menurunkan intensitas nyeri kepala akut pasien cedera kepala ringan
dalam penelitian ini dengan beberapa alasan, diantaranya penelitian ini menggunakan
desain kuasi eksperiman dengan pre and post with control group, variabel
karakteristik responden setara (homogen) antara kelompok intervensi dengan
kelompok kontrol, dan variabel rata-rata intensitas nyeri kepala akut sebelum
intervensi setara antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
Latihan terapi kombinasi antara slow deep breathing dan massage juga
merupakan tindakan yang secara tidak langsung dapat menurunkan asam laktat
dengan cara meningkatkan suplai oksigen dan menurunkan kebutuhan oksigen otak,
sehingga diharapkan terjadi keseimbangan oksigen otak. Slow deep breathing dan
massage yang dapat menstimulasi respons saraf otonom melalui pengeluaran
neurotransmitter endorphin yang berefek pada penurunan respons saraf simpatis dan
peningkatkan respons parasimpatis. Stimulasi saraf simpatis meningkatkan aktivitas
tubuh, sedangkan respons parasimpatis lebih banyak menurunkan ativitas tubuh atau
relaksasi sehingga dapat menurukan aktivitas metabolik (Velkumary & Madanmohan,
2004). Stimulasi saraf parasimpatis dan penghambatan stimulasi saraf simpatis pada
slow deep breathing juga berdampak pada vasodilatasi pembuluh darah otak yang
memungkinkan suplai oksigen otak lebih banyak sehingga perfusi jaringan otak
diharapkan lebih adekuat (Denise, 2007; Downey, 2009).
Manfaat dari efek terapi kombinasi slow deep breathing (sdb) dan massage
terhadap intensitas nyeri kepala akut pada cedera kepala ringan adalah efek yang
diberikan yaitu memberikan efek relaksasi, melancarkan sirkulasi darah, terutama
darah ke otak sehingga diharapkan oksigenasi adekuat.
http://journal.akperkesdam6tpr.ac.id/index.php/JOJS/article/view/16
A. ABSTRAK
Cedera kepala adalah cedera mekanis baik langsung maupun tidak
langsung yang mengakibatkan luka pada kulit kepala, patah tulang tengkorak,
robekan selaput otak, dan kerusakan otak, dan kelainan saraf. Metode dasar
untuk melindungi otak dari cedera kepala pasien membebaskan jalan nafas dan
memberikan oksigenasi yang adekuat. Memberi oksigen dan peninggian kepala
30 ° dari kepala adalah tindakan yang tepat untuk klasifikasi cedera kepala
sedang untuk meluncurkan perfusi oksigen otak dan untuk meningkatkan tingkat
kesadaran. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk tentukan GCS sebelum dan
sesudah pemberian oksigenasi dengan dan posisi 30° kepala dan untuk
menganalisis pengaruh pemberian oksigen dan elevasi kepala 30° kepala untuk
mengubah tingkat kesadaran cedera kepala sedang pasien. Penelitian ini
merupakan penelitian Quasi-Eksperimental dengan 10 penelitian responden. Tes
yang digunakan adalah Paired Sample T-test Test. Hasil menunjukkan bahwa ada
pengaruh pemberian oksigen dan elevasi headv 30 ° kepala ke arah untuk
mengubah tingkat kesadaran cedera kepala sedang pasien. Nilai rata-rata GCS
sebelumnya adalah 10,10 dan rata-rata GCS setelah 12,90 nilai p value 0,000.
maka dapat disimpulkan bahwa Hipotesis diterima yaitu ada pengaruh pemberian
oksigen dan head peningkatan 30º ke tingkat kesadaran pada pasien dengan
kepala sedang cedera di Rumah Sakit Grandmed Lubuk Pakam pada tahun 2019.
Kata kunci: Tingkat Kesadaran GCS, Cedera Kepala Sedang, Posisi 30 ° Kepala.
B. DESKRIPSI SINGKAT
Data World Health Organization (WHO) tentang cedera kepala
menunjukkan 40-50% mengalami kecacatan permanen atau disabilitas. Oleh
karena itu, seseorang yang datang ke rumah sakit dengan cedera kepala
membutuhkan penanganan yang cepat dan tepat agar pasien terhindar dari
kecacatan dan kematian. Cedera kepala akibat trauma lebih sering dijumpai di
lapangan. Setiap tahunnya kejadian cedera kepala di Dunia diperkirakan
mencapai
500.000 kasus dari jumlah di atas 10% penderita meninggal sebelum tiba di
rumah sakit dan lebih dari 100.000 penderita menderita berbagai tingkat
kecacatan akibat cedera kepala (Kemenkes RI, 2013).
Cedera Kepala yang didefinisikan sebagai sebuah proses patofisiologis
kompleks yang mempengaruhi otak, yang disebabkan oleh kekuatan biomekanik.
Seseorang didiagnosis menderita Cedera Kepala umumnya mengalami setidaknya
satu dari efek samping berikut: somatik (mis. Sakit kepala), kognitif (mis.
perasaan dalam kabut, vertigo), emosional (mis. labilitas), fisik (mis. LOC,
amnesia, kelelahan), perilaku (mis. Lekas marah), kognitif (mis. merasa dalam
kabut), atau tidur gangguan (mis. insomnia). Berdasarkan gejala-gejala ini,
beberapa alat diagnostik gegar otak telah dikembangkan (Ruff RM dkk, 2016;
McCrory P, Meeuwisse HM dkk ,2013).
C. ANALISIS PICOT
D. PEMBAHASAN
Tingkat kesadaran pada pasien cedera kepala sedang sebelum dilakukan
pemberian oksigen dan elevasi kepala 30º di Rumah Sakit Grandmed Lubuk
Pakam Tahun 2019. Hasil analisis tingkat kesadaran pada pasien cedera kepala
sedang sebelum dilakukan pemberian oksigen dan elevasi kepala 300 yaitu 10.10
dengan Standart Deviasi 0,876.
Nilai rata-rata tingkat kesadaran didapatkan data yang homogen, dapat
diartikan bahwa seluruh pasien cedera kepala mengalami gangguan tingkat
kesadaran sebelum diberikan perlakuan. Nilai GCS cedera kepala sedang (9 - 12)
dinilai seberapa besar gawat keadaan pasien tersebut dan penanganan yang
dilakukan. Pasien cedera kepala cenderung mengalami penurunan kesadaran
akibat perdarahan pada kepala disertai dengan kekurangan suplai oksigen,
peningkatan tekanan intracranial ditandai dengan nyeri kepala, tekanan darah
meningkat ,mual muntah dan perubahan perilaku.
Oksigen yang merupakan kebutuhan tubuh paling berperan
dalam metabolisme sel,Tanpa oksigen sel-sel tubuh akan mengalami
kerusakan menetap. Pada penelitian ini tingkat kesadaran pada pasien cedera
kepala sedang memiliki nilai skor sebelum perlakuan yang dikategorikan
sebagai pemenuhan kebutuhan oksigen tidak terpenuhi dan terjadi peningkatan
tekanan intrakranial.
Skor rata-rata tingkat kesadaran sebelum dilakukan pemberian oksigen
dan elevasi kepala 30º banyak mengalami pemenuhan oksigen, nyeri
kepala, dan peningkatan tekanan darah yang belum teratasi, hal ini disebabkan
karena terjadinya hipoksia tidak terpenuhi secara maksimal oksigen ke otak dan
trauma yang hebat yang menyebabkan peningkatan tekanan intra kranial. Tingkat
kesadaran pada pasien cedera kepala sedang sesudah dilakukan pemberian
oksigen dan elevasi kepala 30º di Rumah Sakit Grandmed Lubuk Pakam Tahun
2019. Hasil analisis tingkat kesadaran pada pasien sesudah dilakukan pemberian
oksigen dan elevasi kepala 30º yaitu 2.90 dengan Standard Deviasi (SD) 1.190.
Pasien dengan cedera kepala sedang membutuhkan oksigen dan elevasi kepala
30º dalam peningkatan kesadaran.
G. DAFTAR PUSTAKA
https://ejournal.medistra.ac.id/index.php/JKF/article/view/319
IMPLEMENTASI CLINICAL GOVERNANCE: PENGEMBANGAN
INDIKATOR
KLINIK CEDERA KEPALA DI INSTALASI GAWAT DARURAT
A. ABSTRAK
Penelitian ini menerapkan prinsip tata kelola klinis dengan menggunakan
risiko pendekatan manajemen, dengan fokus pada unit darurat. Fokusnya adalah pada
area indikator klinis 1 waktu tunggu dalam skala triase berdasarkan indikator klinis di
unit gawat darurat berdasarkan di Sekolah Tinggi untuk Pengobatan Darurat Australia
(ACEM). Tujuannya adalah untuk mengurangi morbiditas angka, angka rujukan dan
angka kematian penderita cedera kepala di IGD Panti Nugroho RSUD. Metode dan
Analisis: Penelitian ini menggunakan studi observasional untuk implementasi klinis
tata kelola dengan pendekatan manajemen risiko klinis pengembangan indikator klinis
untuk kepala cedera di unit gawat darurat Rumah Sakit Panti Nugroho. Desain
penelitian adalah studi prospektif. Kemudian data dianalisis secara kualitatif. Hasil
dan Pembahasan: Pengukuran waktu tunggu cedera kepala berat adalah 0,66 menit
(standar <5 menit), cedera kepala sedang 3,2 menit (standar <10 menit), kepala ringan
cedera 3,1 menit (standar <15 menit), angka rujukan (13%), angka kematian (5%) dan
nol kematian untuk pasien yang merawat secara observatif dan operatif.
Implementasi pendekatan manajemen risiko klinis melalui pengembangan waktu
tunggu dalam skala triase merangsang pengembangan alat terintegrasi, diagnosis
klinis pada GCS dan nilai prediktif, penerapan triase, sistem keperawatan dengan
manajemen asuhan keperawatan oleh tim agar prosedur pasien cedera kepala lebih
cepat, ketepatan dan keamanan untuk menurunkan morbiditas, angka rujukan dan
mortalitas pasien cedera kepala Unit Gawat Darurat RS Panti Nugroho. Kesimpulan:
Pengembangan indikator klinis fokus pada pengukuran peningkatan waktu tunggu
kinerja hasil klinis dari manajemen kasus cedera kepala. Indikator klinis adalah
bagian dari pendekatan manajemen risiko klinis menjadi tata kelola klinis yang baik
di unit gawat darurat Panti Rumah Sakit Nugroho.
Kata kunci: tata kelola klinis, indikator klinis, waktu tunggu, cedera kepala
B. DESKRIPSI SINGKAT
Trauma kepala merupakan salah satu penyebab utama kematian pada kasus-
kasus kecelakaan lalu lintas. Di Inggris misalnya, setiap tahun sekitar 100.000
kunjungan pasien ke rumah sakit berkaitan dengan trauma kepala yang 20% di
antaranya terpaksa memerlukan rawat inap.
Perubahan paradigma pelayanan kesehatan menuju “Clinical governance”
mengisyaratkan bahwa setiap rumah sakit di samping harus lebih akuntabel dan
berorientasi pada pasien juga perlu senantiasa mengupayakan peningkatan mutu dan
profesionalisme secara berkesinambungan. Dalam konteks “clinical governance”
maka penanganan pasien dengan cedera kepala selain harus mempertimbangkan
ketepatan waktu serta akurasi penegakan diagnosis juga harus diikuti dengan
penatalaksanaan yang akurat dan didasarkan pada bukti-bukti ilmiah yang valid.
Salah satu komponen utama clinical gover nance yang relevan untuk
diterapkan dalam penatalaksanaan cedera kepala adalah menajemen risiko klinik.
Melalui manajemen risiko klinik ini morbiditas dan mortalitas penderita cedera kepala
diharapkan dapat diminimalkan sehingga tercapai outcome pelayanan klinik yang
baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan konsep manajemen risiko klinik
dalam upaya meminimalkan risiko akibat penatalaksanaan medik pada penderita
cedera kepala di RS Panti Nugroho.
C. ANALISIS PICOT
D. PEMBAHASAN
Trauma kepala banyak terjadi dalam kehidupan sehari-hari, di seluruh dunia
tiap 12 menit ada yang meninggal karena trauma dan lebih dari 60% diantaranya
disebabkan oleh trauma kepala. Cedera kepala di Yogyakarta belum ada laporan
angka kejadian yang pasti tetapi diperkirakan cukup tinggi karena kasus kecelakaan
lalu lintas.
Penelitian ini memberikan data awal insidensi cedera kepala di kabupaten
Sleman bahwa lebih dari separuh penderita cedera kepala di RS Panti Nugroho
beralamat di kabupaten Sleman 64 (86%). Hal ini menggambarkan pengaruh
pengembangan kota yang pesat di Sleman yaitu sarana jalan, pasar, rumahsakit,
sarana pendidikan, pekerjaan (pabrik-pabrik) berpengaruh terhadap bertambah
padatnya lalu lintas kendaraan bermotor dan risiko terjadinya cedera kepala.
G. DAFTAR PUSTAKA
http://i-lib.ugm.ac.id/jurnal/detail.php?dataId=8972