Anda di halaman 1dari 16

PERANCANGAN TEKNIK DAN METODE NEED-ASSESSMENT

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Manajemen Bimbingan dan Konseling

Dosen Pembimbing:
Elis Trisnawati, S.Si., M.Pd
Oleh:
Aisyah Azhar Fauziyah (18.02.0007)
Halimah Tusadiah (18.02.0024)
Herriyati (18.02.0026)

PRODI MANAJEMEN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL-QUDWAH DEPOK
2021

1
KATA PENGANTAR

Bismillahhirohmanirohim
Puji dan Syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayahnya,
sehingga kami mampu menyelesaikan makalah yang berjudul “ Perancangan Teknik dan Metode
Need Assessment” ini dapat diselesaikan. Sebagai tugas dari mata kuliah Administrasi dan
Supervisi Pendidikan. Kami mengucapkan terimakasih kepada Ustadzah Elis Trisnawati, S.Si.,
M.Pd. selaku dosen pengampu yang telah memberikan kami kesempatan untuk membuat
makalah ini, sehingga dapat menambah pengatahuan dan wawasan sesuai bidang yang kami
tekuni. Penyusun mohon kepada Bapak Dosen khususnya, dan umumnya kepada para pembaca
apabila menemukan kesalahan atau kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik dari segi
bahasanya maupun isinya, penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
kepada semua pembaca demi lebih baiknya makalah yang akan datang. Atas perhatiannya kami
ucapkan terimakasih

Depok, 21 September 2021

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang....................................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................................................4
1.3 Tujuan Penulisan................................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................................5
2.1 Pengertian Need Assesment................................................................................................................5
2.2 Tahap- Tahap Need Assesment..........................................................................................................6
2.3 Ruang Lingkup Need Assessment......................................................................................................7
2.4 Teknik-Teknik Assesment dalam Bimbingan dan konseling...........................................................8
BAB III PENUTUPAN............................................................................................................................14
3.1 KESIMPULAN..................................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................15

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu di antara masalah besar dalam bidang pendidikan di Indonesia yang banyak
diperbincangkan adalah rendahnya mutu pendidikan yang tercermin dari rendahnya rata-rata prestasi
belajar. Masalah ini dikarenakan adalah bahwa pendekatan need assesment kita kurang dilaksanakan
oleh para pendidik dalam menentukan karakteristik proses pembelajaran terhadap peserta didik
dalam  mengembangkan kemampuan berpikir holistik (menyeluruh), kreatif, objektif, dan logis,
untuk ketuntasan belajar secara individual.
Asesmen merupakan salah satu bagian dari pengukuran. Dalam konteks bimbingan dan
konseling, asesmen yaitu mengukur suatu proses konseling yang harus dilakukan konselor sebelum,
selama, dan setelah konseling tersebut dilaksanakan atau berlangsung.
Dalam rangka perbaikan dan pengembangan  proses pembelajaran, pelaksanaan need assesment
seharusnya diarahkan pada upaya mengembangkan kemampuan peserta didik dalam mengelola
perolehan belajar (kompetensi) yang paling sesuai dengan kondisi masing-masing. Dengan
demikian, proses pembelajaran lebih mengacu kepada bagaimana peserta didik belajar dan bukan lagi
pada apa yang dipelajari.
Sesuai dengan cita-cita dari tujuan pendidikan nasional, guru perlu memiliki beberapa prinsip
mengajar yang mengacu pada peningkatan kemampuan internal peserta didik di dalam merancang
strategi dan melaksanakan pembelajaran. Peningkatan potensi internal itu misalnya dengan
melaksanakan need assesment dalam strategi pembelajaran yang memungkinkan  peserta didik
mampu mencapai kompetensi secara penuh, utuh dan kontekstual.
Pendekatan need asseement adalah salah satu usaha dalam pendidikan yang bertujuan agar
peserta didik mampu mencapai penguasaan (mastery level) terhadap kompetisi tertentu. Dengan
demikian melaksanakan need assesment sebagai salah satu tujuan utama dalam mendukung proses
pembelajaran, berarti keberadaan need assesment merupakan sesuatu yang harus dipahami dan
dilaksanakan dengan sebaik-baik oleh seluruh warga terutama oleh seorang pendidik.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka penulis akan membuat rumusan masalah
sebagai berikut :
1. Apakah pengertian need Assesment?
2. Bagaimanakah tahap-tahap dalam need assessment?
3. Bagaimanakah ruang lingkup dalam need assesment?
4. Bagaimanakah teknik-teknik assesmen dalam bimbingan dan konseling?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Memberikan pemahaman pentingnya melaksanakan mengenai need assessment sebelum
melaksanakan proses pembelajaran.
2. Memberikan alternatif melaksanakan need assessment yang di segelenggarakan oleh satuan
pendidikan dan pendidik sesuai dengan mata pelajaran dan karakteristik pesrta pendidik.

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Need Assesment


Didalam ensiklopedia evaluasi yang disusun oleh Anderson dan kawan-kawan, analisis
kebutuhan diartikan sebagai suatu proses kebutuhan sekaligus menentukan prioritas. Need Assessment
(analisis kebutuhan) adalah suatu cara atau metode untuk mengetahui perbedaan antara kondisi yang
diinginkan/seharusnya (should be / ought to be) atau diharapkan dengan kondisi yang ada (what is).
Kondisi yang diinginkan seringkali disebut dengan kondisi ideal, sedangkan kondisi yang ada, seringkali
disebut dengan kondisi riil atau kondisi nyata. Analisis kebutuhan sebagai suatu proses formal untuk
menentukan jarak atau kesenjangan antara keluaran dan dampak yang nyata dengan keluaran dan dampak
yang diinginkan, kemudian menempatkan deretan kesenjangan ini dalam skala prioritas lalu memilih hal
yang paling penting untuk diselesaikan masalahnya1.
Need Assessment dapat diterapkan pada individu, kelompok atau lembaga (institusi) Asesmen
merupakan merupakan salah satu bagian terpenting dalam seluruh kegiatan yang ada dalam konseling
(baik konseling kelompok maupun konseling individual). Karena itulah asesmen dalam bimbingan dan
konseling merupakan bagian yang terintegral dengan proses terapi maupun semua kegiatan bimbingan
dan konseling itu sendiri. Asesmen dilakukan untuk menggali dinamika dan faktor penentu yang
mendasari munculnya masalah. Hal ini sesuai dengan tujuan assesmen dalam bimbingan dan konseling
yaitu mengumpulkan informasi yang memungkinkan bagi konselor untuk menentukan masalah dan
memahami latar belakang serta situasi yang ada pada masalah klien. Asesmen yang dilakukan sebelum,
selama, dan setelah konseling berlangsung memberikan informasi yang dapat digunakan sebagai alat
untuk menilai keberhasilan sebuah konseling, namun juga dapat digunakan sebagai sebuah terapi untuk
menyelesaikan masalah klien.2
Pelaksanaan asesmen dalam bimbingan dan konseling merupakan hal yang penting dan harus
dilakukan dengan berhati-hati sesuai dengan kaidahnya. Kesalahan dalam mengidentifikasi masalah
karena assesment yang tidak memadai akan menyebabkan gagalnya treatmen yang sudah dilakukan.
Dalam konteks pendidikan kebutuhan dimaksud diartikan sebagai suatu kondisi yang memperlihatkan
adanya kesenjangan antara kenyaataan yang ada dengan kondisi yang diharapkan. “Kebutuhan” diartikan
sebagai jarak antara keluaran yang nyata dengan keluaran yang diinginkan. Penilaian kebutuhan secara
objektif dan secara subjektif.
Mengenai kesenjangan yang menunjukkan pada need itu sendiri dapat berhubungan dengan dua hal yaitu:

- Ukuran objektif yaitu membandingkan antara tingkat penampilan hasil pengukuran dengan
tingkat penampilan yang dipertimbangkan untuk diterima.
- Ukuran subjektif yaitu membandingkan tingkat penampilan hasil pengukuran dengan
pertimbangan kebutuhan di suatu daerah.

Ukuran objektif dalam need assessment biasanya melalui langkah-langkah berikut:

1. Mengidentifikasi wilayah tujuan yang dipandang penting dalam system pendidikan.

1
Appleman, Chery I. (2004). The enrichment teacher. Los Angeles: NETA
2
Armstrong, D.G. & J.J. Denton (1998). Instructional skills handbook. Englewood
Cliffs: Educational Technology Publications.

5
2. Memilih atau menentukan ukuran atau indicator untuk wilayah tujuan tersebut.
3. Menentukan tingkat ukuran.
4. Mengadministrasikan pengukuran.
5. Membandingkan tingkat yang diperoleh dengan tingkat yang diterima sebagai ketentuan.
Ukuran subjektif dalam need assessment biasanya berisi sejumlah langkah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi tujuan yang dipandang penting dalam system pendidikan.
2. Mempertimbangkan pilihan: memilih atau mengembangkan ukuran untuk wilayah tujuan atau
mengadministrasikannya.
3. Menyusun rating scale untuk mempertimbangkan tingkatan penampilan yang ada dari setiap
tujuan yang ditentukan.

2.2 Tahap- Tahap Need Assesment


Analisis kebutuhan dilakukan secara bertahap; persiapan, pengumpulan data, analisis data dan
interpretasi, deseminasi dan pembuatan laporan. 3
1. Persiapan
a. Mengidentifikasi dan mendeskripsikan tentang audien dan target populasi.
b. Mengklarifikasi tujuan analisis kebutuhan yaitu meliputi alasan yang dinyatakan (stated
reason) yaitu antara lain seleksi perseorangan atau group untuk berpartisipasi dalam
program, alokasi dana, dll. dan alasan yang tidak dinyatakan (unstated reason).
c. Menetapkan cakupan dan tempat analisis kebutuhan.
d. Menentukan orang yang akan terlibat di dalam pelaksanaan analisis kebutuhan yang
meliputi keterlibatan anggota, menjalin komunikasi dengan group tersebut sepanjang
studi4
e. Mengembangkan dan memperhatikan isu-isu politik yang urgen yaitu meliputi pelibatan
individu dan grup kunci dalam lingkungannya, komunikasi secara terus-menerus,
mengidentifikasi dan pendekatan terhadap orang-orang yang berada dalam lingkungan
birokrasi.
f. Mengidentifikasi dan menjelaskan informasi yang dibutuhkan yang meliputi keadaan,
program, biaya, kerangka konsep dan dasar filosofi serta indicator keberhasilan.
2. Pengumpulan Data
a. Mengumpulkan sumber informasi yang relevan.
b. Menentukan sampel.
c. Menentukan prosedur pengumpulan data dan instrument
d. Menetapkan rencana implementasi dan prosedur observasi.
e. Mendokumentasi dan menyimpan informasi.

3. Analisis Data dan Interpretasi


a. Meriview dan memperbaharui informasi yang telah dikumpulkan.
3
Atwi Suparman (2001). Desain instruksional: Program pengembangan
ketrampilan dasar teknik instruksional (PEKERTI) untuk dosen muda.
Jakarta:UT, PPAI-PAU.
4
Gagne, Robert M. and Leslie J. Briggs. (1979). Principles of instructional design.
New York: Rinehart and' Winston

6
b. Mereview informasi dengan grup yang relevan.
c. Melakukan analisis deskriptik sesuai dengan tipe informasi.
d. Menilai informasi yang tersedia.
e. Melakukan analisis.
4. Deseminasi Hasil Analisis dan Pembuatan Laporan
Data yang telah dianalisis dipresentasikan dan dirumuskan dalam bentuk kebijakan,
sebagai rekomendasi. Hasil yang dipresentasikan dalam forum seminar disebut dengan diseminasi
hasil evaluasi, dengan peserta, para perencana dan pelaksana program, pimpinan lembaga, pihak
sponsor, masyarakat yang terkena program dan stake holder. 5
Adapun standar yang digunakan untuk mereview dan mengevaluasi rencana laporan berdasarkan
Standar Evaluasi Analisis Kebutuhan antara lain:
a. Standar Kegunaan yaitu meliputi antara lain: identifikasi audiens, kredibilitas penilai,
cakupan informasi, interpretasi penilaian, kejelasan laporan, diseminasi laporan, jadwal
laporan dan dampak dari evaluasi.
b. Standar Feasibility (Kelayakan) yaitu meliputi prosedur praktis, pengakuan secara politis dan
efisiensi biaya.
c. Standar Perilaku, yaitu meliputi kewajiban formal, konflik kepentingan, keterbukaan kepada
public, HAM, interaksi manusia, laporan secara seimbang antara pusat, daerah, individual
dan instansi, serta tanggung jawab atas anggaran.
d. Standar Akurasi/Ketepatan, yaitu meliputi identifikasi obyek, analisis konteks,
menggambarkan tujuan dan prosedur, kebenaran sumber informasi, pengukuran yang valid
dan reliable, control data secara sistematis, analisis informasi kuantitatif, analisis data
kualitatif, kesimpulan secara adil dan laporan yang objektif.

2.3 Ruang Lingkup Need Assessment


Hood dan Jhonson (1993) menjelaskan ruang lingkup dalam asesmen (Assesment need areas)
dalam bimbingan dan konseling ada lima, yaitu:
a. System Assesment
Yaitu assesment yang dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai status dari suatu sistem,
yang membedakan antara apa ini (what is it) dengan apa yang diinginkan (what is desired) sesuai dengan
kebutuhan dan hasil konseling serta tujuan yang sudah dituliskan, ditetapkan serta diharapkan dalam
proses konseling.
Proses konseling dilaksanakan untuk mengetahui kemauan serta keinginan seorang konseli.
Seorang konselor perlu mendapatkan informasi secara detail agar tidak terjadi ketimpangan dalam
menyusun suatu program yang menjadi salah satu media pelayananan dalam proses konseling .
b. Program planning
Yaitu perencanaan program untuk memperoleh informasi-informasi yang dapat digunakan untuk
membuat keputusan dan untuk menyeleksi bagian-bagian program yang efektif dalam pertemuan-

5
Atwi Suparman (2001). Desain instruksional: Program pengembangan
ketrampilan dasar teknik instruksional (PEKERTI) untuk dosen muda.
Jakarta:UT, PPAI-PAU.

7
pertemuan antara konselor dengan klien, untuk mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan khusus pada tahap
pertama. Disinilah muncul fungsi evaluator dalam asesmen yang memberikan informasi-informasi nyata
yang potensial. Konselor merencanakan program yang dijadikan sebagai media atau alat untuk
memperoleh informasi atau untuk mengembangkannya.6
c. Program Implementation
Yaitu bagaimana asesmen dilakukan untuk menilai pelaksanaan program dengan memberikan
informasi-informasi nyata yang menjadikan program-program tersebut dapat dinilai sesuai dengan
pedoman yang ada.
d. Program Improvement
Yaitu asesmen dapat digunakan dalam perbaikan program, diantaranya adalah yang berkenaan
dengan:
1) Evaluasi terhadap informasi-informasi yang nyata
2) Tujuan yang akan dicapai dalam program
3) Program-program yang berhasil
4) Informasi-informasi yang mempengaruhi proses pelaksanaan program-program yang lain.
e. Program Certification
Yaitu merupakan tahap dari akhir kegiatan. Menurut Center for the study of evaluation (CSE),
program sertifikasi merupakan suatu program evaluasi sumatif. Hal ini memberikan makna bahwa pada
akhir kegiatan akan dilakukan evaluasi akhir sebagai dasar untuk memberikan sertifikasi kepada klien.
Dalam hal ini evaluator berfungsi sebagai pemberi informasi mengenai hasil evaluasi yang akan
digunakan sebagai dasar untuk mengambil keputusan. 7

2.4 Teknik-Teknik Asesmen dalam Bimbingan dan konseling


Asesmen lingkungan dan diri diperlukan dalam program bimbingan dan konseling komprehensif.
Kebutuhan data lingkungan dan diri berisi sejumlah data yang lengkap mengenai diri dan lingkungan
konseling yang direkam/diases dengan teknik asesmen diri yaitu teknik non tes dan teknik tes. Rekaman
data yang lengkap tentang diri konseling mencakup: identitas diri, keluarga, riwayat kesehatan, riwayat
pendidikan, kecerdasan,bakat, minat, kepribadian, pengalaman dan lingkungan sosial, harapan dan cita-
cita, hobi dan kebiasaan, serta masalah-masalah dan kebutuhan.
Pengumpulan data ini bisa dilakukan dengan dua teknik, yakni tes dan non-tes. Menurut Sudijono
A. (2006:65) “tes adalah alat atau prosedur yang dipergunakan dalam rangka pengukuran dan penilaian”.
Sedangkan dengan “teknik non tes pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara pengamatan secara
sistematis (observation), melakukan wawancara (interview), menyebarkan angket (questionnaire), dan
memeriksa atau meneliti dokumen-dokumen (documentary analysis)” (Sudijono A., 2006:76). Adapun
beberapa jenis alat pengumpulan data non-tes, yakni:

A. Teknik Observasi

6
Amti, E.. & Prayitno. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta.
7
Andori. 2011. Aplikasi Penyusunan Program Bimbingan dan Konseling. (VCD versi
3.7). Yogyakarta: Paramitra Publishing.

8
Teknik observasi sebagai salah satu teknik merekam data tingkah laku individu melalui proses
pengamatan oleh orang lain baik langsung dan/atau tidak langsung dalam suatu kegiatan untuk
memperoleh gambaran observable behavior (Cartwright, 1984).
Observasi lazim dikenal dengan proses pengamatan yang senantiasa melibatkan indera mata, telinga
dan indera rasa dengan memperhatikan setting (tempat) tertentu, obyek tertentu, serta waktu tertentu.
Observasi atau pengamatan bermanfaat untuk memahami diri konseli serta berguna bagi penyusunan
program bimbingan dan konseling. Adapun manfaat observasi untuk pemahaman individu/konseling,
dengan rincian:
a. Diperoleh data perilaku spontan secara natural,
b. Diketahui intensitas perilaku secara detail, dan
c. Diketahui penyebab munculnya perilaku.
Di samping bermanfaat bagi pemahaman diri observasi dapat digunakan sebagai tolak ukuran menyusun
program bimbingan dan konseling komprehensif, lazim dinamakan need assessment.
Sebagai ahli dalam layanan bimbingan dan konseling, Guru BK atau konselor perlu memiliki
keterampilan mengobservasi. Selama mengobservasi seorang observer. Guru BK atau konseor perlu
memahami dan terampil memilah-milah perilaku tampak (observable behavior) dan perilaku tidak tampak
(unobservable behavior). Perlu puladitanamkan bahwa perilaku yang tampak identik dengan kata-kata
aktif dan menggambarkan aktivitas contoh: menulis, membaca, berjalan, dsb. Upaya mengembangkan
keterampilan mengobservasi, terlebih dahulu observer menemukan dan memilah istilah-istilah pada
kategori observable behavior dan unobservable behavior untuk setiap bidang bimbingan—belajar,
pribadi, sosial, dan karir.8
B. Wawancara (Interview)
Wawancara merupakan alat pengumpul data berupa proses percakapan yang bersifat profesional,
sebaliknya bukan percakapan yang lazim digunakan sehari-hari. Proses percakapan bersifat langsung
karena dilakukan secara face to face kepada konseli serta mengandung tujuan bimbingan (Stewart, 1978).
Percakapan dapat pula bersifat tidak langsung, karena dilakukan kepada subyek/responden yang mewakili
seperti:
Orangtua dan/atau anggota keluarga, guru, dan teman. Ada sifat wawancara yang lain yaitu wawancara
insidentil, bilamana dilakukan sewaktu-waktu jika diperlukan.
a. Manfaat Wawancara
Berbagai manfaat wawancara untuk kepentingan pemahaman diri konseli di antaranya adalah:
1. Mengungkap langsung pandangan, sikap, dan pendapat individu/konseling,
2. Mengungkap struktur kognitif dan makna kehidupan individu, dan
3. Mengeksplorasi informasi personal individu

b. Mengembangkan Keterampilan Wawancara


Dalam memahami individu, maka keterampilan wawancara ini menempati posisi penting. Oleh
karena itu pewawancara (interviewer) penting memiliki modal dasar, yaitu: pengetahuan, keterampilan,

8
Gibson, R. L & Mitchell M. H. 2011. Bimbingan dan Konseling. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar

9
dan sikap. Pengetahuan interviewer yang luas damendalam mendukung tujuan wawancara. Keterampilan
wawancara merupakan salah satu modal yang dikuasai oleh interviewer seperti:
a. Keterampilan berkomunikasi (misal: menjalin hubungan baik (rapport), menumbuhkan rasa
aman, nyaman, percaya (trust), dihargai, diterima, memberi perhatian, kerja sama konseli,
mengembangkan topik netral), keterampilan mengolah data dan menafsirkanya, keterampilan
memaknai respon konseling/interview, dan keterampilan mengambil sebuah keputusan.
Sedangkan sikap yang dikembangkan bagi interviewer seperti: warm, unconditioning positive
regard, empathy, genuiness, questioning, dsb. Pewawancara/interviewer diharapkan dapat
menciptakan suasana yang bebas, terbuka, dan menyenangkan, menggali jawaban lebih jauh
dan mencatatnya. Oleh karena itu persyaratan seorang pewawancara ialah keterampilan
mewawancarai, motivasi yang tinggi dan rasa aman. Keberhasilan pengumpulan data dengan
teknik ini bergantung pula pada peran pewawancara, yaitu:
1. mampu menciptakan hubungan baik dengan konseli/siswa (responden) atau mengadakan
rapport ialah suatu situasi psikologis yang menunjukkan bahwa responden bersedia
bekerjasama, bersedia menjawab pertanyaan dan memberi informasi sesuai dengan
pikirannya dan keadaan yang sebenarnya;
2. mampu menyampaikan semua pertanyaan dengan baik dan tepat;
3. mampu mencatat semua jawaban lisan konseli/siswa (responden) dengan teliti dan jelas;
4. mampu menggali tambahan informasi dengan menyampaikan pertanyaan yang tepat dan
netral, karena itu digunakan teknik probing.
Selain modal tersebut, selama proses wawancara perlu diperhatikan faktor-faktor yang
mempengaruhi yaitu: konseli/siswa (responden), pedoman wawancara, dan situasi wawancara.
Konseli/siswa (responden), dalam hal ini adalah siswa turut mempengaruhi proses wawancara, utamanya
kemampuan menangkap pertanyaan dan kemampuan menjawab pertanyaan. Pedoman wawancara
hendaknya tersusun pertanyaanpertanyaan pokok yang akan diajukan dan tersedia tempat untuk mencatat
jawabannya, sehingga dapat difahami dan dapat dijawab dengan baik oleh siswa. Pada dasarnya situasi
wawancara perlu juga diperhatikan selama proses wawancara, seperti: waktu, tempat, ada tidaknya pihak
ketiga. Oleh karena itu, infrastruktur mendukung sekali terciptanya proses wawancara sesuai dengan
tujuan, seperti ruangan yang dilengkapi dengan one way mirror. Teknik wawancara yang perlu
dikembangkan adalah teknik bertanya danmenjawab, mencatat, probbing, paraphrase, di samping pula
dipertimbangkan nada suara, volume, dan gaya bicara (Stewart, 1978).
b. Pengadministrasian Wawancara
Selama mengadministrasikan pedoman wawancara, maka ada tiga 3 tahap yang lazim di tempuh,
yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap analisis hasil. Tahap persiapan/merancangbangun
mencakup langkah-langkah berikut:
a. penetapan topik,
b. penentuan variabel,
c. penentuan indikator,
d. penentuan prediktor, dan
e. penyusunan pernyataan/item.
Tahap pelaksanaan, mencakup langkah-langkah berikut:
a. mempersiapkan pedoman wawancara,
b. menetapkan kapan dan dimana wawancara dilaksanakan, dan

10
c. merekap hasil wawancara.
Tahap analisis hasil, mencakup langkah- langkah berikut:
a. pengelompokan variabel yang akan ditabulasi,
b. penyekoran jawaban,
c. kesimpulan, dan
d. pengiterpretasian hasil.

C. Quesiner
Quesioner adalah alat pengumpul data yang berupa serangkaian pertanyaan tertulis yang diajukan
kepada konseli (responden) untuk memperoleh jawaban secara tertulis.
9

a. Manfaat Konsainer
Beberapa manfaat angket/quesioner dalam pengumpulan data adalah Untuk menjamin validitas
informasi yang diperoleh dengan teknik lain, bahan pembuatan evaluasi program, dan untuk
mengambil sampling sikap dan pendapat dari responden.
D. IKMS
IKMS (Identifikasi Kebutuhan dan Masalah Siswa) merupakan salah satu alat pengumpul data siswa
yang banyak digunakan guru BK dalam menganalisis kebutuhan siswa. Menurut Andori dkk (2011),
dalam panduan program IKMS. IKMS adalah “sebuah alat yang digunakan untuk mengidentifikasi
masalah-masalah yang mengganggu siswa berkaitan dengan tugas perkembangan peserta didik tingkat
Sekolah Menengah Atas (SMA) yang berhubungan dengan masalah-masalah pribadi, sosial, belajar dan
karier”.
Pengertian IKMS
Sehubungan dengan alat pengumpulan data, adapun teknik yang biasa digunakan oleh guru BK
yakni teknik non-tes yakni sebuah teknik yang menggunakan alat bukan test. Teknik pengumpulan data
ini dilakukan untuk mengetahui berbagaimacam kebutuhan yang dibutuhkan oleh setiap individu/siswa.
alat pengumpulan data yang dapat mengetahui berbagai macam kebutuhan individu adalah IKMS.
Menurut Andori dkk (2011), dalam panduan program IKMS, “IKMS® adalah sebuah alat yang
digunakan untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang mengganggu siswa berkaitan dengan tugas
perkembangan peserta didik tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) yang berhubungan dengan masalah-
masalah pribadi, sosial, belajar dan karier”. 10
Tujuan IKMS
Dalam IKMS ada berbagai macam tujuan atau sifat-sifat yang ada pada IKMS. dalam panduan
program IKMS, secara umum” tujuan penyusunan sebuah program adalah agar seluruh kegiatan dapat
terorganisasi dan terkoordinasi secara sistematis, sehingga dapat berjalan dengan lancar, efisien, dan
efektif kearah pencapaian suatu tujuan. Secara khusus, perangkat IKMS ini bertujuan untuk membantu
para konselor didalam menyusunprogram BK baik program tahunan, semesteran, bulanan sampai pada

9
Moleong, L. J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
10
Lesmana, J. M. 2006. Dasar-Dasar Konseling. Jakarta: UI Press

11
program mingguan, dengan memanfaatkan teknologi komputer”. Dengan program excel, kita lebih
mudah didalam mengumpulkan data, menganalisa sampai pada penyusunan program.
D. Sosiometri
Teknik sosiometri merupakan alat untuk meneliti struktur sosial sekelompok individu dengan dasar
penelaahan terhadap relasi sosial, status sosial dari masing-masing anggota kelompok yang bersangkutan.
Sosiometri dapat juga dikatakan sebagai alat yang digunakan untuk mengumpulkan data tentang dinamika
kelompok. Selain itu, sosiometri dapat juga digunakan untuk mengetahui popularitas seseorang dalam
kelompoknya serta untuk meneliti kesulitan hubungan seseorang terhadap teman-temannya dalam
kelompok, baik dalam kegiatan belajar, bermain, bekerja, dan kegiatan-kegiatan kelompok lainnya.
b. Manfaat Teknik sosiometri
Teknik sosiometri bermanfaat sebagai berikut:
1. untuk memperbaiki hubungan insani (human relationship),
2. untuk menentukan kelompok kerja tertentu,
3. untuk meneliti kemampuan memimpin seseorang dalam kelompok pada suatu kegiatan tertentu,
4. untuk mengatur tempat duduk dalam kelas, dan
5. untuk mengetahui kekompakan dan perpecahan anggota kelompok.

c. Prosedur Pengadministrasian Sosiometri


Selama mengadministrasikan sosiometri, maka ada tiga 3 tahap yang lazim di tempuh, yaitu tahap
persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap analisis hasil. Tahap persiapan mencakup langkah-langkah
berikut:
a. Menetukan kelompok siswa yang diselidiki,
b. Memberikan informasi tentang tujuan diselenggarakannya sosiometri, dan
c. Mempersiapkan angket sosiometri/kartu pilihan sosiometri.
Tahap pelaksanaan mencakup langkah-langkah berikut:
a. Membagikan dan mengisi angket sosiometri, dan
b. Mengumpulkan kembali dan memeriksa kelengkapan pengisisan angket.
Tahap analisis hasil, mencakup langkah-langkah berikut:
a. Memeriksa kelengkapan hasil angket sosiometri,
b. Membuat tabulasi yang berupa matrik sosiometri,
c. Membuat sosiogram,
d. menghitung indeks pilihan, dan
e. kesimpulan dan pengiterpretasian hasil

E. Daftar Cek Masalah (DCM)


Daftar cek masalah adalah sebuah daftar kemungkinan masalah yang disusun untuk merangsang atau
memancing pengutaraan masalah yang pernah atau sedang dialami oleh seseorang, yang menyangkut

12
keadaan pribadi, seperti: sikap, minat, kondisi jasmaniah, hubungan sosial kejiwaan, kondisi rumah dan
keluarga, dan lain-lain. Di dalam kegiatan bimbingan, DCM ini sangat besar kegunaannya, isinyapun
mencakup beberapa aspek yang lebih luas, disesuaikan permasalahan-permasalahan yang ada dalam
jangkauan pelayanan bimbingan dan konseling.11
Daftar Cek Masalah ini dibuat dan digunakan karena beberapa pertimbangan-pertimbangan faktor
tertentu : Efisiensi, Intensifikasi, dan Validitas dan reliabilitas. Efisiensi, karena dengan DCM ini dapat
diperoleh banyak data tentang masalah siswa dalam waktu singkat. Intensif, sebab data masalah yang
diperoleh dengan DCM itu detil, mendalam, dan luas. Intensitas ini kurang dipenuhi oleh teknik-teknik
lain seperti: observasi, otobiografi, interview, dan sebagainya.
Manfaat Daftar Cek Masalah (DCM)
a. untuk melengkapi data yang sudah ada,
b. untuk mengenal individu yang perlu segera memperoleh bimbingan khusus, sebagai pedoman
penyusunan program bimbingan kelompok pada umumnya, dan
c. untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang individu maupun kelompok.

11
Sugiyo. 2011. Manajemen Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Semarang:
Widyakarya.

13
BAB III

PENUTUPAN

3.1 KESIMPULAN

Asesmen merupakan merupakan salah satu bagian terpenting dalam seluruh kegiatan yang ada dalam
konseling (baik konseling kelompok maupun konseling individual). Karena itulah asesmen dalam
bimbingan dan konseling merupakan bagian yang terintegral dengan proses terapi maupun semua
kegiatan bimbingan dan konseling itu sendiri. Asesmen dilakukan untuk menggali dinamika dan faktor
penentu yang mendasari munculnya masalah. Hal ini sesuai dengan tujuan assesmen dalam bimbingan
dan konseling yaitu mengumpulkan informasi yang memungkinkan bagi konselor untuk menentukan
masalah dan memahami latar belakang serta situasi yang ada pada masalah klien. Asesmen yang
dilakukan sebelum, selama, dan setelah konseling berlangsung memberikan informasi yang dapat
digunakan sebagai alat untuk menilai keberhasilan sebuah konseling, namun juga dapat digunakan
sebagai sebuah terapi untuk menyelesaikan masalah klien.
Manfaat needs assessment :
a. Mengurangi Pemborosan Waktu dan Biaya,
b. Mengidentifikasi Kesulitan dan Masalah yang Dihadapi Organisasi atau Karyawan.
c. Meningkatkan Keterlibatan Karyawan
d. Mengidentifikasi Training Objective
e. Mengidentifikasi Standard Pengukuan dalam Evaluasi Pelatihan.
Banyak teknik yang dapat digunakan seorang guru dalam melaksanakan need assessment bagi peserta
didik, antara lain menggunakan tes, wawancara, pengamatan, dsb dengan tujuan untuk mengukur
kemampuan setiap peserta didik sebelum melaksanakan proses pembelajaran . Memang berat rasanya
untuk dapat melaksanakan need assessment bagi peserta didik ini dengan sempurna. Namun dengan
menyadari bahwa tugas seorang guru adalah tugas nan mulia, Insya Allah semua dapat dilaksanakan
dengan sebaik-baiknya. Awal dari sebuah pembaharuan memang terasa sulit, namun harus dimulai
sehingga pada saatnya jika tugas yang dirasa berat itu sudah biasa dilakukan, maka akan menjadi terasa
ringan.

14
DAFTAR PUSTAKA

Appleman, Chery I. (2004). The enrichment teacher. Los Angeles: NETA

Armstrong, D.G. & J.J. Denton (1998). Instructional skills handbook. Englewood Cliffs: Educational
Technology Publications.

Atwi Suparman (2001). Desain instruksional: Program pengembangan ketrampilan dasar teknik
instruksional (PEKERTI) untuk dosen muda. Jakarta:UT, PPAI-PAU.

Gagne, Robert M. and Leslie J. Briggs. (1979). Principles of instructional design. New York: Rinehart
and' Winston

Amti, E.. & Prayitno. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta. Andori. 2011.
Aplikasi Penyusunan Program Bimbingan dan Konseling. (VCD versi 3.7). Yogyakarta: Paramitra
Publishing.

Gibson, R. L & Mitchell M. H. 2011. Bimbingan dan Konseling. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar

Moleong, L. J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Sugiyo. 2011. Manajemen Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Semarang: Widyakarya

15
LAMPIRAN

1. Pertanyaan oleh, Tajudin Siraj


Pengumpulan data terdiri dari Wawancara, Quesioner, Sosiometri dan IKMS. Bentuk dari IKMS
itu seperti apa?

Dijawab oleh, Herriyati


IKMS atau Identifikasi Kebutuhan dan Masalah Siswa dapat dibagi kedalam dua bentuk, yaitu
aktual obyektif dan asumtif prediktif, dirasakan dan dihadapi oleh peserta didik. Aktual obyektif
bisa diperoleh dengan memberikan aplikasi instrumentasi berupa tes dan non tes, sedangkan
asumtif prediktif dapat dilakukan dengan cara menganalisis hasil pelaksanaan pelayanan
bimbingan dan konseling yang telah lalu, kemudian dimasukkan layanan-layanan yang sekiranya
dibutuhkan oleh peserta didik.

2. Pertanyaan oleh, Muji Heri Hermawan


Dalam Program Certification terdapat program evaluasi sumatif, apakah yang dimaksud dengan
sumatif?

Dijawab oleh, Herriyati


Termasuk kedalam salah satu Model Pendidikan, yaitu Model Pendidikan yang menunjukan
adanya tahapan dan lingkup objek yang dievaluasi, yaitu evaluasi yang dilakukan pada waktu
program masih berjalan (disebut evaluasi formatif) dan ketika program sudah selesai atau
berakhir (disebut evaluasi sumatif). Evaluasi sumatif dilakukan setelah program berakhir. Tujuan
dari evaluasi sumatif adalah untuk mengukur ketercapaian program. Fungsi evaluasi sumatif
dalam evaluasi program pembelajaran dimaksudkan sebagai sarana untuk mengetahui posisi atau
kedudukan individu didalam kelompoknya.

16

Anda mungkin juga menyukai