Anda di halaman 1dari 10

PERILAKU ORGANISASI

TUGAS WEEK 6
Incident 1 : Hiring an Emotionally Intelligent Employee

Kelompok 8 (Penyaji Cluster A) :


1. Nurkhalifah Sumarwan (041611333160)
2. Nuzulia Maghfira Harydar (041811233149)
3. Febby Dwi Nur Amelia (041811233247)
4. Mario Wellington Pakpahan (041811233254)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA

2021
Incident 1 : Hiring an Emotionally Intelligent Employee

A. Analisis Kasus

Kecerdasan emosional adalah kemampuan kita untuk mengidentifikasi dan


mengelola emosi kita. Kualitas ini memberi kita kemampuan untuk membangun
hubungan yang lebih baik, mengelola emosi yang sulit, meningkatkan kreativitas dan
inovasi, dan memimpin orang lain secara efektif.
Orang-orang dipekerjakan oleh organisasi karena tempat mereka kuliah, nilai
ujian dan nilai yang dicapai, keterampilan teknis dan sertifikasi mereka, bukan karena
mereka adalah pemain tim yang efektif atau dapat bergaul dengan orang lain. Menjadi
pintar tidak hanya tentang kecerdasan, dan perusahaan semakin tertarik pada pelamar
kerja yang menunjukkan kecerdasan emosional (EI). Tantangan yang dihadapi
organisasi adalah bagaimana mempekerjakan karyawan yang cerdas secara emosional.
Panduan telah diberikan oleh McKee dalam menjalankan proses ini.
Don’t:
• Gunakan tes kepribadian sebagai alat untuk menguji IE. Tes ini dirancang untuk
menguji ciri dan tipe kepribadian. Tes ini tidak efektif karena tidak mengukur
kemampuan seperti kesadaran diri, orientasi pencapaian, empati, atau kepemimpinan
inspirasional, yang merupakan inti dari kecerdasan emosional.
• Gunakan tes laporan diri. Jenis tes ini bermasalah karena kandidat mungkin
memiliki tingkat kesadaran diri yang rendah dan kemungkinan besar dia akan
merekam apa yang mereka yakini ingin didengar oleh organisasi.
• Gunakan instrumen umpan balik 360 derajat. Meskipun valid dan bahkan jika
mengukur kompetensi IE. Metode umpan balik 360 derajat melibatkan proses di mana
karyawan menerima umpan balik dari mereka yang bekerja dengan mereka. Termasuk
manajer, anggota tim, rekan kerja, dan staf pendukung mereka. Penting untuk proses
bahwa informasi ini anonim dan rahasia. Sistem ini memberikan kesempatan untuk
pengembangan profesional dengan mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan tetapi
bukan evaluasi. Ketika instrumen ini digunakan sebagai metode evaluasi, orang dapat
memilih responden dengan hati-hati dan bahkan mempersiapkan mereka untuk
menilai.
Do:
• Dapatkan referensi dan bicaralah dengan wasit. Surat referensi tidak
memberikan cukup wawasan tentang IE seseorang. Penting untuk benar-benar
berbicara dengan wasit dan menanyakan pertanyaan spesifik tentang kompetensi IE
tertentu. Anda harus mendorong wasit untuk memberi Anda banyak contoh tentang
bagaimana kandidat memperlakukan orang lain. Ketika Anda benar-benar berbicara
dengan seorang wasit, Anda dapat mengajukan pertanyaan spesifik dan tajam tentang
bagaimana kandidat tersebut mendemonstrasikan berbagai kompetensi IE. Mintalah
banyak contoh terutama tentang bagaimana kandidat tersebut memperlakukan orang
lain.
• Wawancara untuk kecerdasan emosional. Banyak pewawancara mengira mereka
sudah melakukan ini dan itu mudah. Pewawancara tidak boleh membiarkan kandidat
memberikan tanggapan yang tidak jelas dan perlu mengajukan pertanyaan tindak
lanjut yang baik. Perlu diingat bahwa orang sering berbicara tentang apa yang
idealnya mereka lakukan dan ingin menjadi apa mereka serta memiliki tingkat
kesadaran diri yang rendah. Untuk mengatasi beberapa tantangan dalam mempelajari
kompetensi kandidat, wawancara acara perilaku harus dilakukan. Pertama, kandidat
harus diadili dan ditanyai beberapa pertanyaan umum. Kemudian mereka harus
ditanyai tentang situasi menantang yang berhasil mereka kuasai. Kandidat harus
diberi tahu untuk menceritakan kisahnya secara singkat dan kemudian ditanyai lebih
jauh tentang apa yang mereka pikirkan, rasakan, dan lakukan selama ini. Proses ini
harus diulangi saat kandidat diminta untuk menceritakan situasi yang tidak berhasil
yang menciptakan pengalaman belajar. Ini mungkin akan diikuti oleh kisah sukses
lainnya saat wawancara ditutup. Saat cerita diceritakan, pewawancara akan
mendapatkan wawasan tentang kesadaran diri, pengaturan diri, kapasitas empati, dan
tingkat IE secara keseluruhan. Ini membantu seseorang untuk "melihat" IE kandidat
melalui lensa pengalaman nyata.
Strategi ini pada dasarnya subyektif tetapi akan membantu dalam memilih
kandidat yang lebih cerdas secara emosional untuk bisnis Anda yang akan lebih baik
dalam mengelola emosi, menjadi lebih produktif, memiliki kesadaran diri yang lebih
besar, memiliki kualitas hubungan yang lebih baik, dan menjadi komunikator yang
lebih efektif
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan kasus diatas, menurut kelompok kami permasalahan yang terjadi adalah
sebagai berikut:
● Orang-orang dipekerjakan oleh organisasi saat ini bukan karena mereka adalah
pemain tim yang efektif atau dapat bergaul dengan orang lain. Namun, karena
tempat mereka kuliah, nilai ujian dan nilai yang dicapai, keterampilan teknis
dan sertifikasi mereka.
● Tantangan yang dihadapi organisasi adalah bagaimana mempekerjakan
karyawan yang cerdas secara emosional.

Pertanyaan

1. Apa pengertian dari kecerdasan emosional? Manfaat apa yang dapat


diidentifikasi dari kasus mempekerjakan karyawan yang cerdas secara
emosional?

Menurut Stephen P. Robbins dalam buku Organizational Behavior, Kecerdasan


Emosional adalah kemampuan seseorang merasakan emosi pada diri sendiri dan pada
orang lain, kemudian memahami arti dari emosi ini, dan yang terakhir mengatur
emosi tersebut. Seseorang yang dapat memahami emosi yang dimiliki dan memiliki
kemampuan yang baik dalam membaca isyarat atau tanda dari suatu emosi yang
dirasakan, seperti memahami sebab mengapa ia marah dan bagaimana cara
mengekspresikannya tanpa menimbulkan dampak yang buruk atau negatif,
merupakan seseorang yang dapat menyelesaikan masalahnya dengan efektif.

Seorang karyawan dengan kecerdasan emosional yang tinggi akan dapat


meningkatkan performa perusahaan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Travis Bradberry, 90% dari profesional yang memiliki kinerja tinggi dalam
perusahaan memiliki kecerdasan emosional yang tinggi pula. “High Performance”
yang dimiliki seseorang dengan “High Emotional Intelligence” ini dapat dijelaskan
berdasarkan beberapa skill dalam Emotional Intelligence. Travis menggolongkan skill
dalam Emotional Intelligence menjadi 4 yang dikategorikan berdasarkan 2 hal, yaitu
“personal competence” yang terdiri dari self awareness dan self management; dan
“social competence” yang terdiri dari social awareness dan relationship management.
Personal Competence dibangun dari self awareness dan self management skill
yang lebih berfokus kepada diri sendiri dibandingkan hubungan dengan orang lain.
Personal Competence merupakan kemampuan seorang individu untuk “aware”
dengan emosinya sehingga dapat mengontrol perilakunya. Sedangkan Social
Competence dibangun dari social awareness dan relationship management yang
berarti berfokus kepada kemampuan memahami emosi orang lain sehingga dapat
menciptakan hubungan interpersonal yang baik.

Skill pertama dalam kecerdasan emosional adalah “Self Awareness”. Self


Awareness merupakan kemampuan menyadari emosi yang dirasakan secara tepat dan
memahami maksud dari emosi yang dirasakan pada suatu keadaan tertentu. Self
Awareness fondasi dari seluruh skill dalam kecerdasan emosional. Dengan
meningkatnya self awareness, tingkat kinerja seseorang juga meningkat. Berdasarkan
survey yang dilakukan Travis 83% individu yang memiliki self awareness yang tinggi
merupakan seorang “Top Performers” dalam profesinya. Keterkaitannya adalah ketika
self awareness seseorang tinggi, maka ia dapat mengambil kesempatan yang tersedia
dengan benar, dapat mencurahkan energi yang dimiliki untuk bekerja secara efektif
dan efisien dan dapat mengontrol emosinya, bukan emosi yang mengontrolnya.

Skill kedua adalah self management. Self management adalah bagaimana


tindakan yang akan dilakukan seorang individu jika ia berada dalam suatu keadaan
positif atau negatif yang akan mempengaruhi emosi individu tersebut.

Skill ketiga adalah social awareness. Social awareness memiliki kesamaan


dengan self awareness, bedanya kemampuan social awareness diterapkan kepada
orang lain buka kepada diri sendiri. Berusaha mengerti perasaan orang lain dan
melihat bagaimana pandangan orang lain terhadap sesuatu tanpa merubah pandangan
yang telah dimiliki.

Skill keempat sekaligus yang terakhir adalah relationship management.


Relationship management merupakan kemampuan menggunakan kesadaran dari
perasaan sendiri dan orang lain untuk mempertahankan hubungan yang baik.
Kemampuan ini menjamin komunikasi yang baik dan keefektifan dalam
menyelesaikan konflik. Relationship management tidak akan didapat jika skill-skill
sebelumnya tidak dikuasai karena seseorang akan menghindari konflik dengan alasan
sulit mengkomunikasikan apa yang dipikirkan walaupun itu merugikannya, Begitu
pula sebaliknya, seseorang akan menumpahkan berbagai emosi yang dirasakan
kepada rekannya dengan cara yang salah sehingga menjadikan hubungan keduanya
menjadi buruk setelahnya.

Maka dari itu berdasarkan pembahasan mengenai skill yang dipelajari dalam
Kecerdasan Emosional dapat diambil kesimpulan bahwa Kecerdasan Emosional
merupakan sebuah faktor yang penting dalam pengambilan keputusan HRD untuk
merekrut karyawan, mengingat lingkungan kerja merupakan lingkungan yang penuh
dengan hal yang tidak terduga, seseorang dengan IQ yang tinggi saja belum cukup
untuk dapat menyesuaikan diri dengan ketidakpastian yang akan dihadapi di dalam
dunia kerja.

2. Berikan komentar terkait rekomendasi McKee tentang apa hal yang tidak boleh
dilakukan saat menggunakan EI sebagai sarana seleksi karyawan!

Berikut merupakan konsep McKee mengenai hal apa saja yang tidak boleh
dilakukan saat menggunakan EI sebagai sarana seleksi karyawan:

a. Tidak boleh menggunakan tes kepribadian sebagai alat untuk menguji


kecerdasan emosional.

Tes kepribadian memiliki tujuan utama yaitu untuk mengetahui karakteristik


individu, seperti gaya kerja, gaya komunikasi, dan perilaku yang muncul
ketika berada dalam tekanan. Dengan mengetahui karakteristik individu, maka
akan mudah untuk mengetahui bagaimana seseorang berinteraksi dan
bekerjasama dengan orang lain. Maka dari itu, tes kepribadian ini banyak
digunakan untuk membentuk dan meningkatkan efektivitas sebuah tim. Jadi

menurut kelompok kami, dengan menggunakan tes kepribadian sebagai alat


untuk menguji kecerdasan emosional akan cukup efektif, karena dengan
adanya hasil tes kepribadian oleh calon karyawan maka dapat dijadikan bukti
fisik untuk melakukan pertimbangan nilai pada saat seleksi karyawan. Dalam
tes kepribadian, tentunya mencangkup kelebihan dan kelemahan yang dimiliki
oleh calon karyawan. Dengan hasil data tersebut, maka manajer dapat
mengatur terkait hal apa yang harus mereka lakukan untuk menciptakan
toleransi di dalam sebuah perusahaan. Sehingga dalam proses bekerja atau
melakukan kegiatannya dapat berjalan dengan komunikasi yang baik dan
efektif. Tetapi memang terkadang dalam menggunakan tes kepribadian itu bisa
saja hasilnya tidak sesuai dengan kepribadian yang mereka miliki secara asli.
Sehingga dalam proses seleksi karyawan juga diperlukan konfirmasi ulang
atau review kembali secara fisik atau melihat secara langsung apakah memang
hasil tes kepribadian yang mereka kerjakan itu sesuai dengan aslinya.

b. Tidak boleh menggunakan tes laporan diri (self-report)

Menurut kelompok kami, penggunaan self-report akan efektif karena dapat


menunjukkan bahwa seseorang memiliki kecerdasan emosional yang baik.
Menurut Stephen P. Robbin and Timothy A. dalam buku organizational
behavior menyatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan
seseorang untuk menilai emosi yang dimiliki pada dirinya sendiri dan pada
orang lain. Dari definisi tersebut, dapat dikatakan bahwa seseorang yang
mengenali dirinya sendiri dengan baik adalah orang yang memiliki kecerdasan
emosional yang baik. Dengan adanya self-report justru akan membantu
recruiter dalam menentukan calon karyawan yang dianggap sesuai dengan
kebutuhan perusahaan, karena dengan self-report calon karyawan dapat
menggambarkan dirinya sendiri dan recruiter pun dapat mengetahui seberapa
baiknya calon karyawan mengenali dirinya sendiri. Karena yang paling
mengetahui akan emosi diri adalah dirinya sendiri.

c. Tidak boleh menggunakan instrumen umpan balik 360 derajat.

Metode umpan balik 360 derajat mengacu pada sebuah metode penilaian
terhadap suatu masalah dengan memperhatikan feedback dari berbagai macam
aspek dan tingkat dimensional (Manajer, Karyawan, dan sesama rekan). Dari
makna tersebut, memang akan tidak relevan ketika seorang manajer harus
memberi feedback kepada calon karyawan yang belum mereka kenal
sepenuhnya. Namun, metode ini tetap bisa digunakan pada saat proses
perekrutan. Kembali ke definisi awal menurut Stephen P.Robbin and Timothy
A. Judge dalam buku organizational behavior, kecerdasan emosional adalah
kemampuan seseorang untuk (1) menilai emosi dalam diri sendiri dan orang
lain, (2) memahami makna emosi, (3) mengontrol emosi diri secara teratur.
Dalam proses recruitment, tentu metode ini dapat digunakan untuk
mengetahui seberapa baik kecerdasan emosional seseorang yang dilihat dari
bagaimana mereka memberikan feedback terhadap perusahaan. Orang yang
memiliki kecerdasan emosional yang baik, tentu akan paham bagaimana cara
memberikan feedback dengan baik dan penuh respect, artinya orang tersebut
memiliki kemampuan interpersonal yang baik. Ketika seseorang memiliki
kemampuan interpersonal yang baik, maka orang tersebut mampu berinteraksi
dan menumbuhkan hubungan yang baik terhadap lingkungannya artinya ia
mampu menilai dan memahami emosi seseorang untuk kemudian menciptakan
lingkungan kerja yang positif. Kemudian, orang yang memiliki kecerdasan
emosional yang baik biasanya memiliki kontrol emosi yang baik. Dalam
metode umpan balik 360 derajat, ketika memberikan feedback terhadap
perusahaan calon karyawan yang memiliki kecerdasan emosional yang baik
tentu akan memberikan feedback yang masuk akal. Artinya orang tersebut
mampu mengontrol emosinya dengan baik. Ketika seseorang berada pada
tekanan (interview dalam recruitment juga menjadi salah satu tekanan yang
diterima oleh calon karyawan), maka orang yang memiliki kecerdasan
emosional yang rendah tentu tidak dapat mengontrol emosinya dengan baik
ketika berada di bawah tekanan dan cenderung memberikan jawaban atau
feedback yang tidak masuk akal. Sebaliknya, berbeda dengan orang yang
memiliki kecerdasan emosional yang baik, mereka cenderung pintar dalam
mengontrol emosinya sehingga dapat memberikan feedback yang memang
diperlukan oleh perusahaan yang justru juga akan memberikan perspektif baru
bagi perusahaan untuk melakukan evaluasi. Dengan demikian metode umpan
balik 360 derajat bisa digunakan ketika recruiter sedang menjalankan proses
recruitment kepada calon karyawan yang ada.

3. Identifikasi saat Anda berhasil menyelesaikan tugas dan catat apa yang Anda
pikirkan, bagaimana perasaan Anda dan apa yang Anda lakukan saat ini.
Kemudian lakukan hal yang sama untuk tugas yang tidak berhasil Anda
selesaikan. Apa wawasan El Anda yang diberikan pengalaman ini kepada Anda?

Setelah seseorang berhasil dalam menyelesaikan tugas, mereka akan merasa


puas atau senang ketika tugas telah diselesaikan. Tapi tergantung bagaimana tingkat
kesulitan tugas tersebut. Seseorang bisa menjadi depresi atau bahkan stress ketika
telah selesai mengerjakannya. Misalnya tugas kuliah yang banyak dengan deadline
yang singkat. Pasti mahasiswa akan merasakan yang namanya stress meskipun tugas
tersebut telah diselesaikan. Itu merupakan reaksi umum pada semua orang ketika
menghadapi situasi yang menekan. Biasanya seseorang akan memberikan reward
kepada diri sendiri karena telah menyelesaikan tugas untuk meredakan atau
mengurangi stress tersebut.

Selanjutnya, sebagian orang merasa bahwa ketidakberhasilan dalam


menyelesaikan tugas menjadi tantangan tersendiri. Orang tersebut akan mengevaluasi
apa yang menyebabkan kegagalan dan mencari cara untuk menyelesaikannya. Orang
itu akan merasa bersemangat sampai tugas terselesaikan. Kemudian, pandangan EI
yang diberikan menurut kelompok kami adalah self-management, yaitu ketika kita
dapat mengontrol perasaan dan perilaku impulsif, mengelola emosi dengan cara yang
sehat, mengambil inisiatif, dan beradaptasi dengan keadaan yang berubah. Ketika
seseorang sedang mengalami stress karena banyak tugas, apa yang bisa dilakukan
sesuai dengan self-management adalah mengubah cara otak dalam merespon suatu
kondisi. Stress sendiri adalah cara tubuh kita merespons peristiwa yang mengancam
atau menantang kita. Maka kita harus mengubah respon otak dalam menanggapi
bahwa banyak tugas merupakan sebuah tantangan yang harus diselesaikan.

Jumlah kata: kata


Daftar Pustaka

Robbins, Stephen P. and Timothy A Judge, 2019. Organizational Behavior: 18 th

Edition. Pearson.

Bradberry, Travis and Jean Greaves, 2009. Emotional Intelligence 2.0

Anda mungkin juga menyukai