Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN

KAJIAN JURNAL

MODEL PEMBELAJARAN CCDSR : INOVASI PEMBELAJARAN FISIKA

DI SUSUN OLEH :

NAMA : FERA NUR SAKINAH

NPM : 4120019

PRODI / SEMESTER : PENDIDIKAN FISIKA / SEMESTER 3

MATA KULIAH : KAJIAN JURNAL ILMIAH

DOSEN PENGAMPUH : TRI ARINI, M. Pd. Si.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
(STKIP-PGRI) LUBUKLINGGAU
2021
1.1. IDENTITAS JURNAL

Judul : Model Pembelajaran CCDSR : Inovasi Pembelajaran Fisika

Penulis : CCDSR , Model Pembelajaran, Keterampilan proses, Sains Pembelajaran

Fisika, Sains Pembelajaran Fisika, dan Pembelajaran Ketrampilan Proses

Sains.

Diterima : 14 April 2020 – 15 April 2020

Dipublik : 19 April 2020

1.2. ABSTRAK

Inovasi penelitian ini adalah mengembangkan dan menghasilkan model pembelajaran


CCDSR dengan tujuan utama untuk meningkatkan keterampilan proses sains guru fisika
prajabatan dan memiliki efek pendamping bahwa calon guru dapat meningkatkan cara
mengajar keterampilan proses sains kepada siswa. . Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis validitas model pembelajaran CCDSR. Model pembelajaran CCDSR yang
dikembangkan divalidasi oleh 3 orang ahli dalam forum diskusi yang biasa disebut Focus
Group Discussion (FGD). Hasil penilaian validator menunjukkan bahwa validitas isi dan
konstruk model pembelajaran CCDSR termasuk kriteria sangat valid. Model pembelajaran
CCDSR yang valid berarti memiliki beberapa karakteristik yaitu memenuhi kebutuhan
(need), keadaan (state of the art), memiliki landasan teoritis dan empiris yang kuat, serta
terdapat konsistensi antar komponen model. Implikasi dari penelitian ini, model
pembelajaran CCDSR termasuk dalam kriteria validitas, baik isi maupun konstruk sehingga
dapat digunakan sebagai pedoman dalam menyusun rencana peningkatan pembelajaran SPS
dan SPS bagi siswa calon guru fisika.

Analisis Abstrak:

Kata kunci: .

1.3. PENGANTAR
Salah satu aspek terpenting dalam fisika adalah keterampilan proses sains (In & Tongperm,
2014). Keterampilan proses sains digunakan oleh ilmuwan untuk membangun pengetahuan,
menemukan masalah, dan membuat kesimpulan (Aydin, 2013; Karsli & Ayas, 2014).
Seiring dengan perkembangannya, proses yang terdapat dalam pendekatan saintifik dikemas
lebih sistemik berupa keterampilan yang harus dimiliki oleh guru fisika prajabatan untuk
melakukan pendekatan saintifik. Keterampilan ini disebut keterampilan proses sains (SPS).
Keterampilan proses sains adalah keterampilan prosedural, eksperimental, dan sistemik sains
sebagai dasar sains (Colvill & Pattie, 2002; Dogan & Kunt, 2016; Karsli & ahin, 2009;
Suyidno et al., 2018; Zeidan & Jayosi, 2015) , sehingga penting bagi guru fisika untuk
memiliki pemahaman yang baik tentang proses sains: keterampilan.

Hasil studi pendahuluan oleh (Limatahu, 2016) di Program Studi Pendidikan Fisika
Universitas Khairun menunjukkan bahwa perencanaan pembelajaran fisika oleh calon guru
fisika masih rendah. Hasil wawancara dan observasi terhadap beberapa siswa, guru, dan
dosen di Kota Ternate menemukan bahwa (1) keterbatasan waktu guru dan dosen
mengembangkan model dan perangkat pembelajaran yang menekankan pada perencanaan
pembelajaran; (2) Siswa kurang terlatih dalam membuat perangkat pembelajaran yang
melatih indikator keterampilan proses sains meliputi merumuskan masalah, merumuskan
hipotesis, mengidentifikasi variabel, merumuskan definisi operasional variabel, melakukan
eksperimen, merancang tabel, grafik, menganalisis data, dan merumuskan kesimpulan; (3)
Guru fisika di kota Ternate belum memiliki kemampuan yang optimal dalam menyiapkan
perangkat pembelajaran; (4) Belum ada pedoman standar perangkat pembelajaran yang akan
digunakan dosen untuk mengajar pada guru fisika prajabatan, maka mereka akan mengajar
ke siswa di Sekolah Menengah Atas (Limatahu et al., 2018). Fenomena ini harus ditangani
oleh seorang dosen atau dosen. Sebagai hakikat dari fungsi dosen adalah pendidik dan
ilmuwan profesional dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan
menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi melalui pendidikan, penelitian, dan
pengabdian kepada masyarakat. Pada umumnya siswa harus memperoleh dan mampu
mempelajari keterampilan proses sains yang akan berguna dalam kehidupan nyata.
Perspektif John Dewey (1916), sekolah harus menjadi laboratorium untuk memecahkan
masalah kehidupan nyata (Arends, 2012).

Model pembelajaran inkuiri dapat mengatasi permasalahan kelemahan keterampilan proses


sains. Keunggulan model pembelajaran inkuiri adalah (1) Meningkatkan motivasi belajar
siswa, (2) memungkinkan siswa berpikir matang tentang ide, masalah, dan pertanyaan, (3)
Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi secara penuh yang akan
meningkatkan rasa ingin tahunya baik di dalam maupun di luar. Kelas, (4) Mendorong siswa
memiliki jiwa inisiatif, (5) Mendorong kesabaran, kerjasama, persatuan, dan pengambilan
keputusan antar siswa, (6) Meningkatkan pemahaman siswa tentang keterampilan proses
sains, pemahaman konseptual, dan hubungan, dan (7) Memberikan hak pendidikan dan
pengetahuan yang memungkinkan mereka untuk mengeksplorasi lingkungan sosial
(Arabacioglu & Unver, 2016; Berg et al., 2003; Crawford, 2000; Crockett, 2002; Dewi et al.,
2017; Luft, 2001). Model inkuiri ini dapat mengembangkan keterampilan dasar yang
diperlukan untuk bekerja dan dalam kehidupan sehari-hari di abad 21 (Gerald, 2011; Opara
& Oguzor, 2011). Penelitian sebelumnya menemukan bahwa model inkuiri mampu
meningkatkan keterampilan proses sains calon guru, siswa SMA, dan siswa SMP
(Arabacioglu & Unver, 2016; Prahani et al., 2015; Stone, 2014; Sudiarman et al. ., 2015).

Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa masih diperlukan inovasi dari model inkuiri
yang dikembangkan secara khusus untuk meningkatkan keterampilan proses sains bagi guru
fisika prajabatan. Inovasi penelitian ini adalah mengembangkan dan menghasilkan model
pembelajaran CCDSR dengan tujuan utama untuk meningkatkan keterampilan proses sains
guru fisika prajabatan dan memiliki efek pendamping bahwa calon guru dapat meningkatkan
cara mengajar keterampilan proses sains kepada siswa. . Model pembelajaran CCDSR
merupakan pembelajaran fisika dengan pendekatan saintifik dengan pendekatan design
untuk meningkatkan keterampilan proses sains dan pembelajarannya pada guru fisika
prajabatan (Limatahu, 2017) berdasarkan alur proses Modeling by Bandura dan didukung
oleh teori-teori pembelajaran, mereka adalah teori konstruktivis kognitif-sosial, teori belajar
kognitif, teori belajar perilaku, dan teori belajar perilaku dan teori belajar motivasi (Arends,
2012; Moreno, 2010; Slavin, 2011).

Analisis Pengantar :

1.4. FOKUS PENELITIAN

Pada penelitian sebelumnya telah dikembangkan model pembelajaran CCDSR untuk


meningkatkan keterampilan proses sains bagi guru fisika prajabatan. Model CCDSR dirancang
khusus untuk meningkatkan keterampilan keterampilan proses sains bagi guru fisika
prajabatan. Model pembelajaran CCDSR terdiri dari 5 fase, yaitu (1) Kondisi, (2) Konstruksi,
3) Pengembangan, (4) Simulasi, dan (5) Refleksi. Penelitian sebelumnya mengembangkan
perangkat pembelajaran fisika sebagai bentuk operasional dari model CCDSR yang
dikembangkan (Limatahu et al., 2018). Pada penelitian ini, model CCDSR dirancang untuk
meningkatkan keterampilan membuat RPP dan LKS bagi guru fisika prajabatan. Implementasi
model CCDSR yang telah dikembangkan kualitas guru fisika prajabatan. Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk menganalisis validitas dari Model CCDSR.

Analisis Fokus Penelitian :

1.5. METODE PENELITIAN

Model pembelajaran CCDSR yang dikembangkan divalidasi oleh tiga ahli dalam forum diskusi
yang biasa disebut Focus Group Discussion (FGD). FGD adalah diskusi kelompok kecil di
mana peserta menanggapi serangkaian pertanyaan yang terfokus pada satu topik (Marrelli,
2008). Hasil FGD digunakan sebagai acuan untuk merevisi model pembelajaran CCDSR.
Perhitungan reliabilitas dan validasi model pembelajaran CCDSR diperkuat dengan
menggunakan analisis Cronbach's Alpha (Fraenkel, Wallen, & Hyun, 2012; Hinton et al.,
2014; Erika et al., 2018; Pandiangan, et al., 2018).

Analisis Metode penelitian :

1.6. HASIL DAN DISKUSI

Fisika merupakan cabang ilmu pengetahuan alam yang mendasari perkembangan teknologi
maju dan konsep hidup selaras dengan alam. Sebagai ilmu yang mempelajari fenomena alam,
Fisika juga memberikan pelajaran yang baik bagi manusia untuk hidup harmonis berdasarkan
hukum alam (Rosyid, 2015). Dalam proses pembelajaran setelah transfer of knowledge
dikembangkan siswa mengikuti kesiapan kognitifnya masing-masing, sehingga memiliki nilai
tambah (Lin, 2015; Ding, 2011; Suyono & Harianto, 2011). Pembelajaran yang berkualitas
mencerminkan keinginan siswa untuk belajar. Pembelajaran fisika pada hakikatnya merupakan
transformasi dari pengetahuan fisik. Pembelajaran fisika diharapkan dapat memberikan
kesempatan untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dibutuhkan dalam
kehidupan modern. Pembelajaran fisika tidak lepas dari proses inkuiri ilmiah yang sistematis
dan membutuhkan keterampilan proses sains. Pembelajaran fisika harus menekankan pada
penguasaan SPS dan kompetensi untuk aplikasi produktif dari pengetahuan yang diperoleh
untuk menghasilkan kesejahteraan manusia.

Peran guru dalam proses pembelajaran dianggap sangat penting (Dewan Riset Nasional, 1996),
karena guru berperan penting dalam merencanakan apa yang diajarkan di kelas dan bagaimana
mengajarkannya (Abell, 2007). Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi
tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi Bagian Keempat Standar Proses Pembelajaran
Pasal 11 Ayat (5) Ilmiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyatakan bahwa prestasi
belajar lulusan dicapai melalui pembelajaran. Proses yang mengutamakan pendekatan saintifik
untuk menciptakan lingkungan akademik yang berlandaskan pada sistem nilai, norma dan
prinsip keilmuan serta menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan kebangsaan (Dikti, 2015).

Guru berkewajiban merencanakan pembelajaran dan melaksanakan proses pembelajaran yang


berkualitas, menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran; meningkatkan, mengembangkan
kualifikasi dan kompetensi akademik secara berkesinambungan sejalan dengan perkembangan
ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (UURI No. 14/2005 Pasal 20). Hal ini menunjukkan
pentingnya penguasaan keterampilan merencanakan pembelajaran SPS bagi calon guru fisika
sebelum mengajar di sekolah. Pembelajaran pada kurikulum 2013 menggunakan pendekatan
saintifik atau pendekatan berbasis proses ilmiah. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 65 Tahun 2013 tentang standar proses disebutkan bahwa standar proses
pembelajaran di K-13 menggunakan pembelajaran dengan pendekatan saintifik, tematik, dan
tematik terpadu.

Pembelajaran fisika tidak lepas dari proses inkuiri ilmiah yang sistematis. Seiring dengan
perkembangannya, proses-proses yang terdapat dalam inkuiri ilmiah dikemas lebih sistematis
dalam bentuk keterampilan yang harus dimiliki seseorang untuk melakukan penyelidikan
ilmiah, keterampilan tersebut disebut sebagai “Science Process Skills (SPS)”. SPS merupakan
inkuiri sains yang prosedural, eksperimental, dan sistematis sebagai dasar literasi sains (Colvill
& Pattie, 2002; Dogan & Kunt, 2016; Zeidan & Jayosi, 2015), sehingga guru perlu memiliki
pemahaman SPS yang baik. Guru harus menguasai SPS dalam pembelajaran fisika. The
Science - A Process Approach (SAPA) dikelompokkan menjadi keterampilan proses dasar dan
keterampilan terintegrasi. Keterampilan proses dasar, ada delapan SPS dasar sebagai landasan
pembelajaran; mengamati, menggunakan hubungan ruang-waktu, mengelompokkan,
menggunakan angka, pengukuran, menarik kesimpulan, komunikasi, dan memprediksi.
Keterampilan proses terintegrasi terdiri dari mengendalikan variabel, menafsirkan data,
menyusun hipotesis, mendefinisikan variabel operasional, dan melakukan eksperimen
(Abdullah, 2015; Dogan & Kunt, 2016). Hal ini menunjukkan bahwa SPS sangat diperlukan
dalam pembelajaran IPA. Pembelajaran IPA harus memfasilitasi bagaimana memperoleh
informasi ilmiah, bagaimana sains dan teknologi bekerja dalam membentuk pengetahuan
prosedural, termasuk kebiasaan kerja ilmiah, yang selalu mengacu pada teknik investigasi
terhadap suatu fenomena, memperoleh pengetahuan baru, atau mengoreksi dan
mengintegrasikan pengetahuan sebelumnya (Orlich, 2010). ). SPS memiliki berbagai indikator
kinerja menurut pengembangnya. Banyak ahli yang mengembangkan indikator kinerja terkait
SPS. Menurut Limatahu dkk. (2018), baik keterampilan proses sains dasar maupun
keterampilan proses sains terpadu harus dilatihkan kepada siswa agar siswa tidak hanya
menjadi penerima informasi, tetapi juga dapat mencari informasi terkait hal-hal yang dipelajari.
Penelitian ini menggunakan indikator SPS yang meliputi merumuskan masalah, merumuskan
hipotesis, mengidentifikasi variabel, mendefinisikan variabel operasional, melaksanakan
prosedur eksperimen, melakukan analisis data, dan merumuskan kesimpulan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ketika SPS awal rendah (Dogan & Kunt, 2016; Rosa, 2015), akan
menghambat proses pembelajaran fisika di kelas. Hal ini menunjukkan bahwa pentingnya SPS
harus dimiliki oleh calon siswa guru fisika dan digunakan dalam pembelajaran fisika. Oleh
karena itu dosen dituntut untuk melatih dan meningkatkan SPS kepada calon mahasiswa guru
fisika sebagai bekal dalam proses pembelajaran fisika. Model pembelajaran CCDSR dirancang
khusus dengan ciri-ciri sebagai berikut: 1) model pembelajaran CCDSR untuk membekali dan
meningkatkan keterampilan proses sains dan perencanaan pembelajaran bagi calon guru fisika
2) Sintaks model pembelajaran CCDSR disusun untuk memberikan pengalaman kepada siswa
guru fisika bekerja dalam kelompok/kelas besar yang terdiri dari 3-4 kelompok. 3) Model
pembelajaran CCDSR dirancang agar siswa calon guru fisika memiliki keterampilan
merencanakan pembelajaran SPS dan keterampilan dalam melaksanakan pembelajaran SPS.
Model pembelajaran CCDSR yang dikembangkan peneliti dikatakan valid jika memenuhi
kebutuhan (need), state of the art, memiliki landasan teoritis dan empiris yang kuat, serta
terdapat konsistensi antar komponen model (Nieveen et al., 2007). Karakteristik model
pembelajaran CCDSR mengacu pada 5 (lima) komponen utama dalam model, yaitu: (1)
sintaksis, (2) sistem sosial, (3) prinsip reaksi, (4) sistem pendukung, dan (5) dampak
instruksional. dan dampak pengiring (Joyce et al., 2009) dijelaskan sebagai berikut. (1) Sintaks
model pembelajaran CCDSR terdiri dari 5 fase, yaitu (a) mengkondisikan siswa (condition),
(b) menyusun SPS (konstruksi), (c) mengembangkan perangkat berorientasi (pengembangan)
SPS, (d) praktik sains pembelajaran berbasis keterampilan proses melalui kegiatan simulasi
(simulation), dan (e) proses pembelajaran merefleksikan konstruksi, dan simulasi (reflection).
(2) Sistem sosial menyatakan peran dan hubungan antara dosen dan mahasiswa. Siswa proaktif
dalam kegiatan pembelajaran dengan memberikan kontribusi keterampilan proses sains dalam
kelompok kerjanya. Dosen berperan sebagai pembimbing, moderator, fasilitator, konsultan,
dan mediator dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan keterampilan proses sains dan
pembelajaran. (3) Prinsip reaksi ini berkaitan dengan bagaimana dosen memperhatikan dan
memperlakukan mahasiswa, termasuk dosen, menanggapi pertanyaan, jawaban, tanggapan,
atau apa yang dilakukan mahasiswa.

Dalam model pembelajaran CCDSR, cara dosen memperhatikan dan memperlakukan


mahasiswa seharusnya dengan cara memotivasi dosen dan mengingatkan mahasiswa untuk
selalu menekankan pada keterampilan proses sains dan pembelajaran. (4) Sistem pendukung
suatu model pembelajaran adalah semua alat, bahan, dan perangkat untuk
mengimplementasikan model pembelajaran CCDSR. Adapun fasilitas penunjang model
pembelajaran CCDSR berupa fisik adalah sebagai berikut. (a) Alat pembelajaran. (b)
Tersedianya kebutuhan pembelajaran berupa peralatan laboratorium, dan media TIK beserta
sistem pendukung seperti laptop, LCD dan kelancaran jaringan internet, Fasilitas non fisik
antara lain: lingkungan belajar yang kondusif, kesiapan dosen dan calon dosen guru fisika
untuk melaksanakan pembelajaran agar terjadi komunikasi timbal balik yang baik.

Model pembelajaran CCDSR disusun berdasarkan ketentuan tersebut dan diwujudkan dalam
bentuk buku model pembelajaran CCDSR. Model pembelajaran CCDSR yang telah divalidasi
dan direvisi berdasarkan saran validator terdapat pada Lampiran buku model pembelajaran
CCDSR. Model pembelajaran hipotetik CCDSR yang dikembangkan perlu divalidasi baik
secara isi maupun secara konstruktif sebelum diujicobakan. Validasi isi menggambarkan
kebutuhan dan kebutuhan akan state of the art dan validasi konstruk menggambarkan
konsistensi antara model pembelajaran CCDSR dan teori pendukung serta konsistensi antar
model komponen (Nieveen et al., 2007). Validasi isi dan konstruk model pembelajaran CCDSR
dilakukan oleh tiga orang ahli dalam kegiatan Focus Group Discussion (FGD) di Pascasarjana
Universitas Negeri Surabaya. FGD model pembelajaran CCDSR dilaksanakan pada tanggal 14
Oktober 2016. Validator model pembelajaran CCDSR terdiri dari tiga ahli pendidikan yaitu
ahli pembelajaran, ahli materi fisika dan ahli evaluasi.

Kegiatan FGD ini dilaksanakan selama 2 jam dan dipimpin oleh seorang moderator. Prosedur
FGD terdiri dari tiga tahap, yaitu pendahuluan, inti dan penutup. Pengenalan dilakukan selama
20 menit dengan kegiatan presentasi oleh peneliti menjelaskan model pembelajaran CCDSR
yang dikembangkan. Kegiatan inti dilaksanakan selama 90 menit, kegiatannya berupa diskusi
dan tanya jawab antara peneliti dan pakar. Pertanyaan ahli meliputi: model rasional, landasan
teori dan prosedur empiris pembentukan model pembelajaran CCDSR, sintaks model
charmodel, sistem sosial, prinsip reaksi, sistem pendukung dan instru. 5/11 dampak pengiring,
Perencanaan pembelajaran, lingkungan belajar, c.. manajemen dan sistem evaluasi model
pembelajaran CCDSR. Kegiatan penutup dilakukan selama 10 menit, oleh moderator dan
sebelum ditutup hasil FGD sementara disampaikan dalam bentuk rekomendasi dari pakar
pendidikan. Validasi (pengisian instrumen validasi) dilakukan oleh ahli setelah saran yang
diberikan pada saat FGD dilakukan.

Rangkuman hasil analisis validitas isi model pembelajaran CCDSR ditunjukkan pada Tabel 1.
Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa skor validitas isi berdasarkan rata-rata untuk setiap
komponen model berada pada rentang skor 3,00 4.00, validitas isi model pembelajaran CCDSR
yaitu perlunya pengembangan model pembelajaran CCDSR, model pembelajaran CCDSR
dirancang berdasarkan pengetahuan saat ini, dukungan teori model pembelajaran CCDSR,
perencanaan dan pelaksanaan CCDSR model pembelajaran, pengelolaan lingkungan belajar,
dan penggunaan teknik evaluasi terkini, semuanya memenuhi kriteria valid dan sangat valid
dengan skor masing-masing 3,58; 4.00; 4.00; 4.00; 3,00; dan 4.00.

Tabel 1. Validitas isi model pembelajaran CCDSR


No Komponen Model Skor Kriteria Alpha cronbach Keandalan
Pembelajaran CCDSR validitas

1 Perlunya 3.58 Valid


pengembangan Model
pembelajaran
2 Model Pembelajaran 4.00 Sangat valid
CCDSR Dirancang
Berbasis Pengetahuan
Lanjutan
3 Dukungan untuk teori 4.00 Sangat valid
Model Pembelajaran
CCDSR
4 Model Perencanaan dan 4.00 Sangat valid
Implementasi
5 Pengolahan 3.00 Valid
Lingkungan belajar
6 Penggunaan teknik 4.00 Sangat Valid
Evaluasi Terbaru
Skor masing-masing komponen model pembelajaran CCDSR dapat ditentukan untuk mencari
reliabilitas validitas isi model pembelajaran CCDSR. Data pada Tabel 1 menunjukkan
reliabilitas berdasarkan koefisien Alpha Cronbach sebesar 97 termasuk kriteria reliabilitas
tinggi yang menunjukkan bahwa hasil validasi isi model pembelajaran CCDSR reliabel. Hasil
penilaian validator menunjukkan bahwa validitas isi model pembelajaran CCDSR termasuk
kriteria sangat valid. Model pembelajaran CCDSR telah memenuhi kriteria validitas isi yaitu
memenuhi kebutuhan (need) dan state of the art (Nieveen et al., 2007).

Rangkuman hasil analisis validitas konstruk model ditunjukkan pada Tabel 2. Data pada Tabel
2 menunjukkan bahwa skor validitas konstruk berdasarkan modus untuk setiap komponen
model berada pada rentang skor 3,00 sampai 4,00. Validitas konstruk model pembelajaran
CCDSR yaitu perlunya pengembangan model, model dirancang berdasarkan pengetahuan
terkini, model pendukung empiris, perencanaan dan implementasi model, pengelolaan
lingkungan belajar, dan penggunaan teknik evaluasi lanjutan semuanya valid dan sangat valid.
Kriteria dengan skor masing-masing 4,00; 3.50; 4.00; 4.00; 3,00; dan 3.00.

TABEL 2. Validitas konstruk

Skor masing-masing komponen model pembelajaran CCDSR dapat ditentukan dengan


reliabilitas validitas isi model pembelajaran CCDSR. Data pada Tabel 1 menunjukkan
reliabilitas berdasarkan koefisien Alpha Cronbach sebesar 98 tergolong kriteria reliabilitas
tinggi yang menunjukkan bahwa hasil validasi isi model pembelajaran CCDSR reliabel. Hasil
penilaian validator menunjukkan bahwa validitas konstruk model pembelajaran CCDSR
termasuk kriteria sangat valid. Model pembelajaran CCDSR memenuhi kriteria validitas
konstruk, yaitu memenuhi konsistensi antar komponen model (Nieveen et al., 2007).
Berdasarkan uraian beberapa paragraf di atas dan hasil penelusuran model rasional yang
terdapat pada buku model pembelajaran CCDSR dan item yang divalidasi dalam model
pembelajaran CCDSR sebagaimana terdapat pada validitas isi dan konstruk pada Tabel 1 dan
Tabel 2 dapat disintesiskan tentang kebaruan dan konsistensi model pembelajaran CCDSR.
State of the art dan kebutuhan (need) menunjukkan bahwa model pembelajaran CCDSR valid
secara isi, sedangkan konsistensi antara bagian-bagian model dan konsistensi antara model
dengan teori yang mendasarinya menunjukkan bahwa model pembelajaran CCDSR valid secara
konstruktif. Model pembelajaran CCDSR yang dikembangkan berfokus pada desain lingkungan
belajar yang sejalan dengan teori belajar dan menjelaskan proses belajar serta bagaimana
lingkungan belajar itu diciptakan. Validasi dilakukan untuk melihat kesesuaian teori yang
berkaitan dengan kegiatan pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, dan cara mengajar
(Gravemeijer & Cobb, 2006). Model pembelajaran CCDSR yang valid dapat digunakan sebagai
pedoman bagi praktisi dalam merencanakan program pembelajaran. Hasil penelitian ini sejalan
dengan pendapat Arends (2012) yang menyatakan bahwa dalam model pembelajaran adalah
pendekatan komprehensif dalam pembelajaran. Perlunya model pembelajaran CCDSR terkait
dengan perlunya peran model pembelajaran CCDSR untuk meningkatkan keterampilan proses
sains, perencanaan pembelajaran, dan keterampilan dalam melaksanakan pembelajaran
keterampilan proses sains yang merupakan tuntutan di abad 21. Hal ini mengikuti validitas isi
model pembelajaran CCDSR pada Tabel 1. Validitas isi model pembelajaran CCDSR
dinyatakan valid karena dianggap memenuhi kebutuhan model pembelajaran yang akan
digunakan untuk mengantisipasi dan meningkatkan SPS, perencanaan pembelajaran ,
keterampilan belajar SPS, yang menjadi tuntutan di abad 21. Peran model pembelajaran
CCDSR dalam melatih salah satu keterampilan abad 21 dan pendukungnya menunjukkan
bahwa siswa merasakan keterampilan proses sains, keterampilan perencanaan pembelajaran,
keterampilan dalam melaksanakan pembelajaran SPSnya meningkat setelah pembelajaran SPS
menggunakan model pembelajaran CCDSR. Berdasarkan uraian di atas, tinjauan terhadap
seluruh aspek validasi menunjukkan bahwa model pembelajaran CCDSR termasuk dalam
kriteria validitas, baik konten maupun konstruk sehingga dapat digunakan sebagai pedoman
dalam menyusun rencana peningkatan keterampilan proses sains dan pembelajaran.
keterampilan proses sains bagi siswa calon guru fisika. Hasil tersebut juga mendukung hasil
penelitian yang baru-baru ini dilakukan oleh Astutik & Prahani (2018); Alfin dkk (2019);
Evendi dkk (2018); Hunaidah dkk (2018); Jatmiko dkk (2018); Madeali & Prahani (2018);
Pandiangan dkk (2017); Purwaningsih dkk (2018); Sunarti dkk (2018); Suyidno dkk (2017);
Sari et al (2018) yang menyatakan bahwa pembelajaran, model, dan media yang valid dapat
digunakan untuk meningkatkan dan mencapai tujuan pembelajaran.
Analisis Hasil dan Pembahasan :

KESIMPULAN

Dengan demikian hasil penilaian validator menunjukkan bahwa validitas isi dan konstruk
model pembelajaran CCDSR termasuk kriteria sangat valid. Model pembelajaran CCDSR yang
valid berarti memiliki beberapa karakteristik yaitu memenuhi kebutuhan (need), keadaan (state
of the art), memiliki landasan teoritis dan empiris yang kuat, serta terdapat konsistensi antar
komponen model. Implikasi dari penelitian ini, Model pembelajaran CCDSR termasuk dalam
kriteria validitas, baik isi maupun konstruk sehingga dapat digunakan sebagai pedoman dalam
menyusun rencana peningkatan pembelajaran SPS dan SPS bagi siswa calon guru fisika.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih kepada Universitas Khairun yang telah mendukung dan mendanai penelitian ini.

REFERENSI

Abdullah, C., Parris, J., Lie, R., Guzdar, A., & Tour, E. (2015). Analisis kritis literatur utama di
kelas master: Efek pada kemampuan diri dan keterampilan proses sains, CBE-Life Sciences
Education, 14, 1-13.

Abel, S.K. 2007. Penelitian tentang pengetahuan guru IPA. Di S.K. Abell & N.G.Lederman
(Eds.), Buku Pegangan penelitian tentang pendidikan sains, New Jersey: Lawrence Erlbaum.

Alfin, J., Fuad, A.Z., Nur, M., Yuanita, L., & Prahani, B.K. (2019). Pengembangan model
pembelajaran IPA kelompok (GSL) untuk meningkatkan keterampilan pemecahan masalah
kolaboratif, proses sains, dan kepercayaan diri calon guru sekolah dasar. Jurnal Instruksi
Internasional, 12(1), 1-18.

Arabacioglu, S., & Unver, A.O. (2016). Mendukung, praktik laboratorium berbasis inkuiri
dengan pembelajaran bergerak untuk meningkatkan keterampilan proses siswa dalam
pendidikan sains. Jurnal Pendidikan Sains Baltik, 15(2), 216-230.

Arends, RI (2012). Belajar mengajar. New York: Mc. Graw-Hill.

Astutik, S., & Prahani, B.K. (2018). Kepraktisan dan keefektifan model pembelajaran
kreativitas kolaboratif (CCL) dengan menggunakan simulasi PhET untuk meningkatkan
kemampuan belajar siswa Kreativitas ilmiah. Jurnal Instruksi Internasional, 11(4), 409-424.
Aydin, A. (2013). Representasi keterampilan proses sains dalam kurikulum kimia untuk kelas
10, 11 dan 12 Turki. Jurnal Pendidikan dan Praktik Internasional, 1(5), 51 63.

Berg, C.A.R., Bergendahl, V.C.B., & Lundberg, B.K.S. (2003). Manfaat dari eksperimen
terbuka? Perbandingan sikap terhadap, dan hasil dari, ekspositori versus versi penyelidikan
terbuka dari eksperimen yang sama. Jurnal Internasional Pendidikan Sains, 25(3), 112-121.

Christensen, T.K. (2008). Peran teori dalam desain instruksional: Beberapa pandangan dari
seorang praktisi ID. Peningkatan Kinerja, 47(4), 25-32. Colvill, M., & Pattie, I. (2002). Blok
bangunan untuk literasi ilmiah. Australia Jurnal Sains Dasar & Junior, 18(3), 20-30.

Crawford, BA (2000). Merangkul esensi penyelidikan: Peran baru bagi guru sains. Jurnal
Penelitian dalam Pengajaran Sains, 37(9), 916-937.

Crockett, MD (2002). Inkuiri sebagai pengembangan profesional: Menciptakan dilema melalui


pekerjaan guru. Pengajaran dan Pendidikan Guru, 18(5), 609-624.

Dewi, N.L., Poedjiastoeti, S., & Prahani, B.K. (2017). Model pembelajaran ELSII berbasis
kearifan lokal untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi ilmiah
siswa. Jurnal Pendidikan dan Penelitian Internasional, 5(1), 107-118.

Dikti, P. R. (2015). Peraturan menteri riset, teknologi, dan pendidikan tinggi Republik
Indonesia. Nomor 44 tahun 2015. Tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi. Jakarta:
Kemenristekdikti.

Ding, L., Reay, N., Lee, A., & Bao, L. (2011). Menjelajahi peran scaffolding konseptual dalam
memecahkan masalah sintesis. Tinjauan Fisik Topik Khusus-Penelitian Pendidikan Fisika, 7(2),
020109.

Dogan, I., & Kunt, H. (2016). Penetapan IPA calon guru PAUD Keterampilan proses. Jurnal
Pendidikan Eropa, 6 (1), 32-42. Erika, F., Prahani, B.K., Supardi, Z.A.I., & Tukiran (2018).
Pengembangan model pembelajaran argumentasi berbasis organisator grafis (GOAL) untuk
meningkatkan kemampuan Berargumentasi dan efikasi diri calon guru kimia. Trans Dunia aktif
Pendidikan Teknik dan Teknologi, 16(2), 179-185.

Evendi, Susantini, E., Wasis, & Prahani, B.K. (2018). Meningkatkan keterampilan bertanya
ilmiah siswa melalui penerapan model pembelajaran question web based. Jurnal Fisika: Seri
Konferensi, 1108, 012037.
Fraenkel, J.R., Wallen, N.E., & Hyun, H.H. (2012). Bagaimana merancang dan mengevaluasi
penelitian di Pendidikan. New York: McGraw-Hill. Gerald, F. L. (2011). Tujuan kembar dari
inkuiri terbimbing: Membimbing inkuiri siswa dan Praktik berbasis bukti. Pindai, 30(1), 26-41.

Gravemeijer, K. & Cobb, P. (2006). Rancang bentuk penelitian dalam perspektif desain
pembelajaran. Dalam: Van den Akker, J., Gravenmeijer, K, McKenney, S. & Nieveen, N.
(Eds). Penelitian Desain Pendidikan. London: Routledge, 17-51.

Hinton, PR, McMurray, I., & Brownlow, C. (2014). SPSS menjelaskan; Edisi kedua. Baru
York: Routledge.

Hunaidah, Susantini, E., Wasis, Prahani, B.K., & Mahdiannur, M.A. (2018). Meningkatkan
kemampuan berpikir kritis kolaboratif mahasiswa pendidikan fisika melalui penerapan model
pembelajaran CinQASE. Jurnal Fisika: Seri Konferensi, 1108, 012101.

Dalam, K.N., & Thongperm, O. (2014). Pengajaran keterampilan proses sains dalam konteks
Thailand:

Status, dukungan dan hambatan. Procedia-Sosial dan Ilmu Perilaku, 141(1), 1324 1329,

Jatmiko, B., Prahani, B.K., Munasir, Supardi, Z.A.L., Wicaksono, I., Erlina, N., Pandiangan, P.,
Althaf, R., & Zainuddin. (2018). Perbandingan efektivitas model pembelajaran OR-IPA dan
model problem based learning untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis guru fisika
prajabatan. Jurnal Pendidikan Ilmu Baltik, 17(2), 1-22.

Joyce, B., Weil, M. & Calhoun, E. (2009). Model pengajaran, delapan edisi. New York:
Pendidikan Pearson.

Karsli, F., & Ayas, A. (2014). Mengembangkan kegiatan laboratorium dengan menggunakan
model pembelajaran 5e pada pembelajaran siswa tentang faktor-faktor yang mempengaruhi laju
reaksi dan peningkatan keterampilan proses ilmiah. Procedia-Sosial dan Ilmu Perilaku, 143,
663-668.

Karsli, F., & Sahin, C. (2009). Mengembangkan lembar kerja berdasarkan keterampilan proses
sains: Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan. Forum Asia-Pasifik tentang Pembelajaran
dan Pengajaran Sains,10(1), 1-16.
Limatahu, I., Wasis, Suyatno, S., & Prahani, B.K. (2018). Pengembangan model pembelajaran
CCDSR untuk meningkatkan keterampilan proses sains guru fisika prajabatan. Jurnal
Pendidikan Sains Baltik, 17(5), 812-827.

Limatahu, 1. (2016). Pengembangan model perangkat pembelajaran fisika menerapkan MPBM


untuk mendukung program PPL II mahasiswa FKIP unkhair ternate. Prosiding Seminar
Nasional Pendidikan Sains Tahun 2016, Surabaya: 545-553.

Limatahu, I. (2017). Makalah seminar hasil: Pengembangan model pembelajaran CCDSR untuk
meningkatkan keterampilan proses sains calon guru fisika. Surabaya: Universitas Negeri
Surabaya.

Model creative responsibility based teaching (CRBT) pada pembelajaran fisika dasar untuk

Meningkatkan kreativitas dan tanggung jawab ilmiah siswa. Jurnal Pendidikan Sains Baltik,
17(1), 136-151.

Suyono & Hariyanto, (2011). Belajar dan pembelajaran: teori dan konsep dasar. Bandung
Remaja Rosdakarya.

Zeidan, A.F., & Jayosi, MR (2015). Keterampilan proses sains dan sikap terhadap sains

Kalangan Palestina. Jurnal Pendidikan Dunia, 5(1), 13-24.

Anda mungkin juga menyukai