KAJIAN JURNAL
DI SUSUN OLEH :
NPM : 4120019
Sains.
1.2. ABSTRAK
Analisis Abstrak:
Kata kunci: .
1.3. PENGANTAR
Salah satu aspek terpenting dalam fisika adalah keterampilan proses sains (In & Tongperm,
2014). Keterampilan proses sains digunakan oleh ilmuwan untuk membangun pengetahuan,
menemukan masalah, dan membuat kesimpulan (Aydin, 2013; Karsli & Ayas, 2014).
Seiring dengan perkembangannya, proses yang terdapat dalam pendekatan saintifik dikemas
lebih sistemik berupa keterampilan yang harus dimiliki oleh guru fisika prajabatan untuk
melakukan pendekatan saintifik. Keterampilan ini disebut keterampilan proses sains (SPS).
Keterampilan proses sains adalah keterampilan prosedural, eksperimental, dan sistemik sains
sebagai dasar sains (Colvill & Pattie, 2002; Dogan & Kunt, 2016; Karsli & ahin, 2009;
Suyidno et al., 2018; Zeidan & Jayosi, 2015) , sehingga penting bagi guru fisika untuk
memiliki pemahaman yang baik tentang proses sains: keterampilan.
Hasil studi pendahuluan oleh (Limatahu, 2016) di Program Studi Pendidikan Fisika
Universitas Khairun menunjukkan bahwa perencanaan pembelajaran fisika oleh calon guru
fisika masih rendah. Hasil wawancara dan observasi terhadap beberapa siswa, guru, dan
dosen di Kota Ternate menemukan bahwa (1) keterbatasan waktu guru dan dosen
mengembangkan model dan perangkat pembelajaran yang menekankan pada perencanaan
pembelajaran; (2) Siswa kurang terlatih dalam membuat perangkat pembelajaran yang
melatih indikator keterampilan proses sains meliputi merumuskan masalah, merumuskan
hipotesis, mengidentifikasi variabel, merumuskan definisi operasional variabel, melakukan
eksperimen, merancang tabel, grafik, menganalisis data, dan merumuskan kesimpulan; (3)
Guru fisika di kota Ternate belum memiliki kemampuan yang optimal dalam menyiapkan
perangkat pembelajaran; (4) Belum ada pedoman standar perangkat pembelajaran yang akan
digunakan dosen untuk mengajar pada guru fisika prajabatan, maka mereka akan mengajar
ke siswa di Sekolah Menengah Atas (Limatahu et al., 2018). Fenomena ini harus ditangani
oleh seorang dosen atau dosen. Sebagai hakikat dari fungsi dosen adalah pendidik dan
ilmuwan profesional dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan
menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi melalui pendidikan, penelitian, dan
pengabdian kepada masyarakat. Pada umumnya siswa harus memperoleh dan mampu
mempelajari keterampilan proses sains yang akan berguna dalam kehidupan nyata.
Perspektif John Dewey (1916), sekolah harus menjadi laboratorium untuk memecahkan
masalah kehidupan nyata (Arends, 2012).
Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa masih diperlukan inovasi dari model inkuiri
yang dikembangkan secara khusus untuk meningkatkan keterampilan proses sains bagi guru
fisika prajabatan. Inovasi penelitian ini adalah mengembangkan dan menghasilkan model
pembelajaran CCDSR dengan tujuan utama untuk meningkatkan keterampilan proses sains
guru fisika prajabatan dan memiliki efek pendamping bahwa calon guru dapat meningkatkan
cara mengajar keterampilan proses sains kepada siswa. . Model pembelajaran CCDSR
merupakan pembelajaran fisika dengan pendekatan saintifik dengan pendekatan design
untuk meningkatkan keterampilan proses sains dan pembelajarannya pada guru fisika
prajabatan (Limatahu, 2017) berdasarkan alur proses Modeling by Bandura dan didukung
oleh teori-teori pembelajaran, mereka adalah teori konstruktivis kognitif-sosial, teori belajar
kognitif, teori belajar perilaku, dan teori belajar perilaku dan teori belajar motivasi (Arends,
2012; Moreno, 2010; Slavin, 2011).
Analisis Pengantar :
Model pembelajaran CCDSR yang dikembangkan divalidasi oleh tiga ahli dalam forum diskusi
yang biasa disebut Focus Group Discussion (FGD). FGD adalah diskusi kelompok kecil di
mana peserta menanggapi serangkaian pertanyaan yang terfokus pada satu topik (Marrelli,
2008). Hasil FGD digunakan sebagai acuan untuk merevisi model pembelajaran CCDSR.
Perhitungan reliabilitas dan validasi model pembelajaran CCDSR diperkuat dengan
menggunakan analisis Cronbach's Alpha (Fraenkel, Wallen, & Hyun, 2012; Hinton et al.,
2014; Erika et al., 2018; Pandiangan, et al., 2018).
Fisika merupakan cabang ilmu pengetahuan alam yang mendasari perkembangan teknologi
maju dan konsep hidup selaras dengan alam. Sebagai ilmu yang mempelajari fenomena alam,
Fisika juga memberikan pelajaran yang baik bagi manusia untuk hidup harmonis berdasarkan
hukum alam (Rosyid, 2015). Dalam proses pembelajaran setelah transfer of knowledge
dikembangkan siswa mengikuti kesiapan kognitifnya masing-masing, sehingga memiliki nilai
tambah (Lin, 2015; Ding, 2011; Suyono & Harianto, 2011). Pembelajaran yang berkualitas
mencerminkan keinginan siswa untuk belajar. Pembelajaran fisika pada hakikatnya merupakan
transformasi dari pengetahuan fisik. Pembelajaran fisika diharapkan dapat memberikan
kesempatan untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dibutuhkan dalam
kehidupan modern. Pembelajaran fisika tidak lepas dari proses inkuiri ilmiah yang sistematis
dan membutuhkan keterampilan proses sains. Pembelajaran fisika harus menekankan pada
penguasaan SPS dan kompetensi untuk aplikasi produktif dari pengetahuan yang diperoleh
untuk menghasilkan kesejahteraan manusia.
Peran guru dalam proses pembelajaran dianggap sangat penting (Dewan Riset Nasional, 1996),
karena guru berperan penting dalam merencanakan apa yang diajarkan di kelas dan bagaimana
mengajarkannya (Abell, 2007). Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi
tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi Bagian Keempat Standar Proses Pembelajaran
Pasal 11 Ayat (5) Ilmiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyatakan bahwa prestasi
belajar lulusan dicapai melalui pembelajaran. Proses yang mengutamakan pendekatan saintifik
untuk menciptakan lingkungan akademik yang berlandaskan pada sistem nilai, norma dan
prinsip keilmuan serta menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan kebangsaan (Dikti, 2015).
Pembelajaran fisika tidak lepas dari proses inkuiri ilmiah yang sistematis. Seiring dengan
perkembangannya, proses-proses yang terdapat dalam inkuiri ilmiah dikemas lebih sistematis
dalam bentuk keterampilan yang harus dimiliki seseorang untuk melakukan penyelidikan
ilmiah, keterampilan tersebut disebut sebagai “Science Process Skills (SPS)”. SPS merupakan
inkuiri sains yang prosedural, eksperimental, dan sistematis sebagai dasar literasi sains (Colvill
& Pattie, 2002; Dogan & Kunt, 2016; Zeidan & Jayosi, 2015), sehingga guru perlu memiliki
pemahaman SPS yang baik. Guru harus menguasai SPS dalam pembelajaran fisika. The
Science - A Process Approach (SAPA) dikelompokkan menjadi keterampilan proses dasar dan
keterampilan terintegrasi. Keterampilan proses dasar, ada delapan SPS dasar sebagai landasan
pembelajaran; mengamati, menggunakan hubungan ruang-waktu, mengelompokkan,
menggunakan angka, pengukuran, menarik kesimpulan, komunikasi, dan memprediksi.
Keterampilan proses terintegrasi terdiri dari mengendalikan variabel, menafsirkan data,
menyusun hipotesis, mendefinisikan variabel operasional, dan melakukan eksperimen
(Abdullah, 2015; Dogan & Kunt, 2016). Hal ini menunjukkan bahwa SPS sangat diperlukan
dalam pembelajaran IPA. Pembelajaran IPA harus memfasilitasi bagaimana memperoleh
informasi ilmiah, bagaimana sains dan teknologi bekerja dalam membentuk pengetahuan
prosedural, termasuk kebiasaan kerja ilmiah, yang selalu mengacu pada teknik investigasi
terhadap suatu fenomena, memperoleh pengetahuan baru, atau mengoreksi dan
mengintegrasikan pengetahuan sebelumnya (Orlich, 2010). ). SPS memiliki berbagai indikator
kinerja menurut pengembangnya. Banyak ahli yang mengembangkan indikator kinerja terkait
SPS. Menurut Limatahu dkk. (2018), baik keterampilan proses sains dasar maupun
keterampilan proses sains terpadu harus dilatihkan kepada siswa agar siswa tidak hanya
menjadi penerima informasi, tetapi juga dapat mencari informasi terkait hal-hal yang dipelajari.
Penelitian ini menggunakan indikator SPS yang meliputi merumuskan masalah, merumuskan
hipotesis, mengidentifikasi variabel, mendefinisikan variabel operasional, melaksanakan
prosedur eksperimen, melakukan analisis data, dan merumuskan kesimpulan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ketika SPS awal rendah (Dogan & Kunt, 2016; Rosa, 2015), akan
menghambat proses pembelajaran fisika di kelas. Hal ini menunjukkan bahwa pentingnya SPS
harus dimiliki oleh calon siswa guru fisika dan digunakan dalam pembelajaran fisika. Oleh
karena itu dosen dituntut untuk melatih dan meningkatkan SPS kepada calon mahasiswa guru
fisika sebagai bekal dalam proses pembelajaran fisika. Model pembelajaran CCDSR dirancang
khusus dengan ciri-ciri sebagai berikut: 1) model pembelajaran CCDSR untuk membekali dan
meningkatkan keterampilan proses sains dan perencanaan pembelajaran bagi calon guru fisika
2) Sintaks model pembelajaran CCDSR disusun untuk memberikan pengalaman kepada siswa
guru fisika bekerja dalam kelompok/kelas besar yang terdiri dari 3-4 kelompok. 3) Model
pembelajaran CCDSR dirancang agar siswa calon guru fisika memiliki keterampilan
merencanakan pembelajaran SPS dan keterampilan dalam melaksanakan pembelajaran SPS.
Model pembelajaran CCDSR yang dikembangkan peneliti dikatakan valid jika memenuhi
kebutuhan (need), state of the art, memiliki landasan teoritis dan empiris yang kuat, serta
terdapat konsistensi antar komponen model (Nieveen et al., 2007). Karakteristik model
pembelajaran CCDSR mengacu pada 5 (lima) komponen utama dalam model, yaitu: (1)
sintaksis, (2) sistem sosial, (3) prinsip reaksi, (4) sistem pendukung, dan (5) dampak
instruksional. dan dampak pengiring (Joyce et al., 2009) dijelaskan sebagai berikut. (1) Sintaks
model pembelajaran CCDSR terdiri dari 5 fase, yaitu (a) mengkondisikan siswa (condition),
(b) menyusun SPS (konstruksi), (c) mengembangkan perangkat berorientasi (pengembangan)
SPS, (d) praktik sains pembelajaran berbasis keterampilan proses melalui kegiatan simulasi
(simulation), dan (e) proses pembelajaran merefleksikan konstruksi, dan simulasi (reflection).
(2) Sistem sosial menyatakan peran dan hubungan antara dosen dan mahasiswa. Siswa proaktif
dalam kegiatan pembelajaran dengan memberikan kontribusi keterampilan proses sains dalam
kelompok kerjanya. Dosen berperan sebagai pembimbing, moderator, fasilitator, konsultan,
dan mediator dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan keterampilan proses sains dan
pembelajaran. (3) Prinsip reaksi ini berkaitan dengan bagaimana dosen memperhatikan dan
memperlakukan mahasiswa, termasuk dosen, menanggapi pertanyaan, jawaban, tanggapan,
atau apa yang dilakukan mahasiswa.
Model pembelajaran CCDSR disusun berdasarkan ketentuan tersebut dan diwujudkan dalam
bentuk buku model pembelajaran CCDSR. Model pembelajaran CCDSR yang telah divalidasi
dan direvisi berdasarkan saran validator terdapat pada Lampiran buku model pembelajaran
CCDSR. Model pembelajaran hipotetik CCDSR yang dikembangkan perlu divalidasi baik
secara isi maupun secara konstruktif sebelum diujicobakan. Validasi isi menggambarkan
kebutuhan dan kebutuhan akan state of the art dan validasi konstruk menggambarkan
konsistensi antara model pembelajaran CCDSR dan teori pendukung serta konsistensi antar
model komponen (Nieveen et al., 2007). Validasi isi dan konstruk model pembelajaran CCDSR
dilakukan oleh tiga orang ahli dalam kegiatan Focus Group Discussion (FGD) di Pascasarjana
Universitas Negeri Surabaya. FGD model pembelajaran CCDSR dilaksanakan pada tanggal 14
Oktober 2016. Validator model pembelajaran CCDSR terdiri dari tiga ahli pendidikan yaitu
ahli pembelajaran, ahli materi fisika dan ahli evaluasi.
Kegiatan FGD ini dilaksanakan selama 2 jam dan dipimpin oleh seorang moderator. Prosedur
FGD terdiri dari tiga tahap, yaitu pendahuluan, inti dan penutup. Pengenalan dilakukan selama
20 menit dengan kegiatan presentasi oleh peneliti menjelaskan model pembelajaran CCDSR
yang dikembangkan. Kegiatan inti dilaksanakan selama 90 menit, kegiatannya berupa diskusi
dan tanya jawab antara peneliti dan pakar. Pertanyaan ahli meliputi: model rasional, landasan
teori dan prosedur empiris pembentukan model pembelajaran CCDSR, sintaks model
charmodel, sistem sosial, prinsip reaksi, sistem pendukung dan instru. 5/11 dampak pengiring,
Perencanaan pembelajaran, lingkungan belajar, c.. manajemen dan sistem evaluasi model
pembelajaran CCDSR. Kegiatan penutup dilakukan selama 10 menit, oleh moderator dan
sebelum ditutup hasil FGD sementara disampaikan dalam bentuk rekomendasi dari pakar
pendidikan. Validasi (pengisian instrumen validasi) dilakukan oleh ahli setelah saran yang
diberikan pada saat FGD dilakukan.
Rangkuman hasil analisis validitas isi model pembelajaran CCDSR ditunjukkan pada Tabel 1.
Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa skor validitas isi berdasarkan rata-rata untuk setiap
komponen model berada pada rentang skor 3,00 4.00, validitas isi model pembelajaran CCDSR
yaitu perlunya pengembangan model pembelajaran CCDSR, model pembelajaran CCDSR
dirancang berdasarkan pengetahuan saat ini, dukungan teori model pembelajaran CCDSR,
perencanaan dan pelaksanaan CCDSR model pembelajaran, pengelolaan lingkungan belajar,
dan penggunaan teknik evaluasi terkini, semuanya memenuhi kriteria valid dan sangat valid
dengan skor masing-masing 3,58; 4.00; 4.00; 4.00; 3,00; dan 4.00.
Rangkuman hasil analisis validitas konstruk model ditunjukkan pada Tabel 2. Data pada Tabel
2 menunjukkan bahwa skor validitas konstruk berdasarkan modus untuk setiap komponen
model berada pada rentang skor 3,00 sampai 4,00. Validitas konstruk model pembelajaran
CCDSR yaitu perlunya pengembangan model, model dirancang berdasarkan pengetahuan
terkini, model pendukung empiris, perencanaan dan implementasi model, pengelolaan
lingkungan belajar, dan penggunaan teknik evaluasi lanjutan semuanya valid dan sangat valid.
Kriteria dengan skor masing-masing 4,00; 3.50; 4.00; 4.00; 3,00; dan 3.00.
KESIMPULAN
Dengan demikian hasil penilaian validator menunjukkan bahwa validitas isi dan konstruk
model pembelajaran CCDSR termasuk kriteria sangat valid. Model pembelajaran CCDSR yang
valid berarti memiliki beberapa karakteristik yaitu memenuhi kebutuhan (need), keadaan (state
of the art), memiliki landasan teoritis dan empiris yang kuat, serta terdapat konsistensi antar
komponen model. Implikasi dari penelitian ini, Model pembelajaran CCDSR termasuk dalam
kriteria validitas, baik isi maupun konstruk sehingga dapat digunakan sebagai pedoman dalam
menyusun rencana peningkatan pembelajaran SPS dan SPS bagi siswa calon guru fisika.
Terima kasih kepada Universitas Khairun yang telah mendukung dan mendanai penelitian ini.
REFERENSI
Abdullah, C., Parris, J., Lie, R., Guzdar, A., & Tour, E. (2015). Analisis kritis literatur utama di
kelas master: Efek pada kemampuan diri dan keterampilan proses sains, CBE-Life Sciences
Education, 14, 1-13.
Abel, S.K. 2007. Penelitian tentang pengetahuan guru IPA. Di S.K. Abell & N.G.Lederman
(Eds.), Buku Pegangan penelitian tentang pendidikan sains, New Jersey: Lawrence Erlbaum.
Alfin, J., Fuad, A.Z., Nur, M., Yuanita, L., & Prahani, B.K. (2019). Pengembangan model
pembelajaran IPA kelompok (GSL) untuk meningkatkan keterampilan pemecahan masalah
kolaboratif, proses sains, dan kepercayaan diri calon guru sekolah dasar. Jurnal Instruksi
Internasional, 12(1), 1-18.
Arabacioglu, S., & Unver, A.O. (2016). Mendukung, praktik laboratorium berbasis inkuiri
dengan pembelajaran bergerak untuk meningkatkan keterampilan proses siswa dalam
pendidikan sains. Jurnal Pendidikan Sains Baltik, 15(2), 216-230.
Astutik, S., & Prahani, B.K. (2018). Kepraktisan dan keefektifan model pembelajaran
kreativitas kolaboratif (CCL) dengan menggunakan simulasi PhET untuk meningkatkan
kemampuan belajar siswa Kreativitas ilmiah. Jurnal Instruksi Internasional, 11(4), 409-424.
Aydin, A. (2013). Representasi keterampilan proses sains dalam kurikulum kimia untuk kelas
10, 11 dan 12 Turki. Jurnal Pendidikan dan Praktik Internasional, 1(5), 51 63.
Berg, C.A.R., Bergendahl, V.C.B., & Lundberg, B.K.S. (2003). Manfaat dari eksperimen
terbuka? Perbandingan sikap terhadap, dan hasil dari, ekspositori versus versi penyelidikan
terbuka dari eksperimen yang sama. Jurnal Internasional Pendidikan Sains, 25(3), 112-121.
Christensen, T.K. (2008). Peran teori dalam desain instruksional: Beberapa pandangan dari
seorang praktisi ID. Peningkatan Kinerja, 47(4), 25-32. Colvill, M., & Pattie, I. (2002). Blok
bangunan untuk literasi ilmiah. Australia Jurnal Sains Dasar & Junior, 18(3), 20-30.
Crawford, BA (2000). Merangkul esensi penyelidikan: Peran baru bagi guru sains. Jurnal
Penelitian dalam Pengajaran Sains, 37(9), 916-937.
Dewi, N.L., Poedjiastoeti, S., & Prahani, B.K. (2017). Model pembelajaran ELSII berbasis
kearifan lokal untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi ilmiah
siswa. Jurnal Pendidikan dan Penelitian Internasional, 5(1), 107-118.
Dikti, P. R. (2015). Peraturan menteri riset, teknologi, dan pendidikan tinggi Republik
Indonesia. Nomor 44 tahun 2015. Tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi. Jakarta:
Kemenristekdikti.
Ding, L., Reay, N., Lee, A., & Bao, L. (2011). Menjelajahi peran scaffolding konseptual dalam
memecahkan masalah sintesis. Tinjauan Fisik Topik Khusus-Penelitian Pendidikan Fisika, 7(2),
020109.
Dogan, I., & Kunt, H. (2016). Penetapan IPA calon guru PAUD Keterampilan proses. Jurnal
Pendidikan Eropa, 6 (1), 32-42. Erika, F., Prahani, B.K., Supardi, Z.A.I., & Tukiran (2018).
Pengembangan model pembelajaran argumentasi berbasis organisator grafis (GOAL) untuk
meningkatkan kemampuan Berargumentasi dan efikasi diri calon guru kimia. Trans Dunia aktif
Pendidikan Teknik dan Teknologi, 16(2), 179-185.
Evendi, Susantini, E., Wasis, & Prahani, B.K. (2018). Meningkatkan keterampilan bertanya
ilmiah siswa melalui penerapan model pembelajaran question web based. Jurnal Fisika: Seri
Konferensi, 1108, 012037.
Fraenkel, J.R., Wallen, N.E., & Hyun, H.H. (2012). Bagaimana merancang dan mengevaluasi
penelitian di Pendidikan. New York: McGraw-Hill. Gerald, F. L. (2011). Tujuan kembar dari
inkuiri terbimbing: Membimbing inkuiri siswa dan Praktik berbasis bukti. Pindai, 30(1), 26-41.
Gravemeijer, K. & Cobb, P. (2006). Rancang bentuk penelitian dalam perspektif desain
pembelajaran. Dalam: Van den Akker, J., Gravenmeijer, K, McKenney, S. & Nieveen, N.
(Eds). Penelitian Desain Pendidikan. London: Routledge, 17-51.
Hinton, PR, McMurray, I., & Brownlow, C. (2014). SPSS menjelaskan; Edisi kedua. Baru
York: Routledge.
Hunaidah, Susantini, E., Wasis, Prahani, B.K., & Mahdiannur, M.A. (2018). Meningkatkan
kemampuan berpikir kritis kolaboratif mahasiswa pendidikan fisika melalui penerapan model
pembelajaran CinQASE. Jurnal Fisika: Seri Konferensi, 1108, 012101.
Dalam, K.N., & Thongperm, O. (2014). Pengajaran keterampilan proses sains dalam konteks
Thailand:
Status, dukungan dan hambatan. Procedia-Sosial dan Ilmu Perilaku, 141(1), 1324 1329,
Jatmiko, B., Prahani, B.K., Munasir, Supardi, Z.A.L., Wicaksono, I., Erlina, N., Pandiangan, P.,
Althaf, R., & Zainuddin. (2018). Perbandingan efektivitas model pembelajaran OR-IPA dan
model problem based learning untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis guru fisika
prajabatan. Jurnal Pendidikan Ilmu Baltik, 17(2), 1-22.
Joyce, B., Weil, M. & Calhoun, E. (2009). Model pengajaran, delapan edisi. New York:
Pendidikan Pearson.
Karsli, F., & Ayas, A. (2014). Mengembangkan kegiatan laboratorium dengan menggunakan
model pembelajaran 5e pada pembelajaran siswa tentang faktor-faktor yang mempengaruhi laju
reaksi dan peningkatan keterampilan proses ilmiah. Procedia-Sosial dan Ilmu Perilaku, 143,
663-668.
Karsli, F., & Sahin, C. (2009). Mengembangkan lembar kerja berdasarkan keterampilan proses
sains: Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan. Forum Asia-Pasifik tentang Pembelajaran
dan Pengajaran Sains,10(1), 1-16.
Limatahu, I., Wasis, Suyatno, S., & Prahani, B.K. (2018). Pengembangan model pembelajaran
CCDSR untuk meningkatkan keterampilan proses sains guru fisika prajabatan. Jurnal
Pendidikan Sains Baltik, 17(5), 812-827.
Limatahu, I. (2017). Makalah seminar hasil: Pengembangan model pembelajaran CCDSR untuk
meningkatkan keterampilan proses sains calon guru fisika. Surabaya: Universitas Negeri
Surabaya.
Model creative responsibility based teaching (CRBT) pada pembelajaran fisika dasar untuk
Meningkatkan kreativitas dan tanggung jawab ilmiah siswa. Jurnal Pendidikan Sains Baltik,
17(1), 136-151.
Suyono & Hariyanto, (2011). Belajar dan pembelajaran: teori dan konsep dasar. Bandung
Remaja Rosdakarya.
Zeidan, A.F., & Jayosi, MR (2015). Keterampilan proses sains dan sikap terhadap sains