Anda di halaman 1dari 6

RANGKUMAN MATERI JANJI

TAFSIR dan HADIS AHKAM MUAMALAH

DOSEN PENGAMPU

Muhammad Rofiq Junaidi, M. Hum.

DISUSUN OLEH

Putri Yuliani

205211077

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SURAKARTA

FAKULTAS EKONOMI dan BISNIS ISLAM

JURUSAN MANAJEMEN BISNIS SYARIAH

2020/2021
BAB 1

PENDAHULUAN

Kehidupan kita didunia ini sesungguhnya merupakan suatu mata rantai dari pada ikatan janji,
janji yang diucapkan dengan lisan atau perbuatan, Baik janji sang maha Pencipta, yaitu Allah
Subhanahu wa ta'ala, janji pada diri sendiri, maupun janji kepada sesama manusia.

Hutang adalah janji. Ungkapan ini merupakan gambaran bagaimana hutang dapat
menghambat seorang umat muslim masuk ke dalam surga. Meskipun hutang merupakan
perkara yang dibolehkan dalam kondisi darurat namun hutang memiliki posisi yang serius
dalam kehidupan umat muslim. Selama hutang tersebut belum dilunasi, maka selama itu juga
urusan akhiratnya akan tidak jelas.

BAB 2
ISI

Janji adalah perkataan yang menyatakan kesediaan dan kesanggupan untuk berbuat
sesuatu. Pengakuan yang mengikat diri sendiri terhadap ketentuan yang harus ditepati atau
dipenuhi. Dalam Islam, janji akan dimintai pertanggungjawaban. Dalam surat al-Maidah ayat
1,

"Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah janji-janji. Hewan ternak dihalalkan


bagimu, kecuali yang akan disebutkan kepadamu, dengan tidak menghalalkan berburu ketika
kamu sedang berihram (haji atau umrah). Sesungguhnya Allah menetapkan hukum sesuai
dengan yang Dia kehendaki." (QS. Al-Ma'idah Ayat 1)

Permulaan dari ayat ini, Allah memerintahkan kepada setiap orang yang beriman
untuk memenuhi janji-janji. Janji-janji disini yaitu janji yang kita ikrarkan, baik janji sama
Allah atau janji kepada sesama manusia. Mufasir menyebutkan perkawinan adalah janji
tentang ikrar kita ketika kita mengucapkan akad dalam pernikahan berarti kita mengucapkan
janji kita pada calon istri kita.

Macam-macam janji

Sayyid Ridha dalam tafsir Al Manar, membagi janji itu ke dalam tiga bagian, yaitu :
janji kepada Allah janji kepada diri sendiri janji kepada sesama manusia.

1. Janji terhadap kepada Allah SWT

Janji kepada Allah berupa kesaksian akan adanya Allah Yang Maha Esa, yang
diberikan saat ditiupkan roh ke dalam jasad manusia, ketika manusia masih berada dalam
kandungan ibunya.

Dalam bentuknya yang lain, sebagai orang Islam kita juga sudah berikrar atau berjanji
dalam dua kalimat syahadat. Kita wajib menunaikan ikrar atau janji kita kepada Allah, yaitu
dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya, dengan
penuh kesadaran dan keikhlasan yang mendalam.

2. Janji Terhadap Diri Sendiri

Biasanya janji dalam hati, tetapi kadang-kadang ada juga yang diwujudkan dalam
lisannya, atau bahkan secara tertulis, supaya dia tidak lupa pada janjinya itu. Janji berstatus
sebagai nazar untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Jika sudah masuk wilayah
nazar, maka hukumnya adalah wajib. Misalnya berjanji untuk bangun setiap pagi menjelang
subuh, berjanji untuk mengaji paling tidak sehari sekali, berjanji tidak akan bergaul dengan
orang yang berakhlak tercela. Berjanji untuk melaksanakan rukun Islam yang kelima atau
berhaji ke Baitullah, berjanji untuk melaksanakan tasyakuran jika ia lulus ujian. Contoh
Seorang yang sakit yang serius, kala itu dia mengucapkan Jika aku sembuh dari penyakitku,
aku akan berpuasa tiga hari. hal itu merupakan janji manusia terhadap diri sendiri yang harus
ditunaikan, yang dalam bahasa agama disebut dengan nadzar.
3. Janji Terhadap Sesama Manusia

Janji ini adakalanya dilakukan secara lisan hanya dengan ucapan saja, tetapi
adakalanya juga dilaksanakan secara tertulis. Janji secara lisan misalnya janji seorang untuk
mewakafkan sebidang tanah untuk pembangunan masjid, atau untuk fasilitas pendidikan
umat Islam. Sebagian orang-orang tua kita dahulu berjanji hanya secara lisan, dan secara
Islam pun sah. Sebagian dari janji model dahulu itu, kini menjadi masalah di kalangan
sebagian umat Islam, ketika ahli waris dari waaqif (orang yang mewakafkan) menuntut
pengembalian tanah yang sudah diwakafkan itu. Begitu pula konsekuensi dari setiap
perjanjian secara lisan. Dengan upaya pembinaan hukum dan umat Islam, masalah seperti itu
tidak boleh terulang lagi, yakni jika ada yang mewakafkan tanah dan atau rumah, sudah harus
dilaksanakan secara tertulis. Kata orang sudah harus ada berkas hitam putihnya, atas barang
yang diwakafkan itu.

Banyak manfaat berharga bagi manusia yang selalu menepati janjinya, baik di dunia
maupun di akhirat. Manfaat di dunia berupa hubungan sosial yang lebih baik, memperbesar
kepercayaan orang lain, yang akan memperluas pahala kebaikan dan kebajikan antarsesama
manusia. Sedangkan, manfaat untuk kehidup an akhirat, Allah akan menggolongkan orang-
orang yang memenuhi janji ke dalam golongan orang yang bertakwa. (QS Ali Imran: 76).
BAB 3
PENUTUP

Sebagai politisi, kita wajib memenuhi janji kepada konstituen dan para pemberi suara yang
telah menjadikan kita wakil rakyat, atau pemimpin di berbagai tingkatan. Janganlah
menganggap janji itu hanya sebagai pemanis bibir belaka, hanya sebagai umpan di kail
berkait untuk menarik ikan belaka."Sesungguhnya Allah tidak pernah mengingkari janji-Nya.
(QS Ali Imran: 194).

Berhati-hatilah kita semua dalam membuat janji, terutama apabila kita berjanji dengan
menjadikan Allah SWT sebagai saksi atas janji kita. Karena di akhirat nanti, janji itu akan di
pertanyakan oleh Allah SWT untuk kita yang telah membuat janji tetapi tidak kita tepati janji
itu. Semoga Allah SWT senantiasa menjadikan kita orang yang istiqomah dan berpegang
teguh akan ucapan kita.

DAFTAR PUSTAKA
https://youtu.be/69DXgjF4Z6k

Referensi: https://www.republika.co.id/berita/pbyme2313/menepati-janji

Anda mungkin juga menyukai