Laporan Pendahuluan KD
Laporan Pendahuluan KD
Disusun Oleh
Gita Prastika
P.17420113053
A. Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu mencapai >380C). kejang demam dapat terjadi karena proses
intracranial maupun ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak
berumur 6 bulan sampai dengan 5 tahun (Amid dan Hardhi, NANDA NIC-NOC,
2013). Kejang demam atau febris convulsion adalah bangkitan kejang yang terjkadi
pada saat kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38 0C) yang disebabkan oleh
proses ektra kranium (Ngastiyah, 229)
Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan – 5 tahun. Anak yang
pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak
termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang
dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam. Bila anak berumur kurang dari 6
bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam, pikirkan
kemungkinan lain, misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi
bersama demam. Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara
tiba-tiba yang mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau
memori yang bersifat sementara (Hudak and Gallo).
Jadi kejang demam adalah kenaikan suhu tubuh yang menyebabkan perubahan
fungsi otak akibat perubahan potensial listrik serebral yang berlebihan sehingga
mengakibatkan renjatan berupa kejang.
B. Klasifikasi
Kejang Demam dikelompokkan menjadi dua,yaitu kejang demam sederhana
dan kejang demam komplek.
Kejang demam sederhana:
1. Kejang bersifat umum
2. Lama bangkitan kejang berlangsung kurang dari 15 menit
3. Dalam waktu 24 jam atau selama periode demam tidak ada bangkitan
kejang berulang
Sebagian besar kejang demam (65%) berupa kejang demam sederhana dan
35% berupa kejang demam kompleks.
C. Etiologi
Kejang demam belum diketahui dengan pasti, namun disebutkan penyebab
utama kejang demam ialah demam yag tinggi. Menurut Arif Mansjoer. 2010)
demam yang terjadi sering disebabkan oleh :
1. Demam yang disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan atas, otitis media,
pneumonia, gastroentritis, dan infeksi saluran kemih, kejang tidak selalu timbul
pada suhu yang tinggi.
2. Efek produk toksik pada mikroorganisme
3. Respon alaergik atau keadaan umum yang abnormal oleh infeksi.
4. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit.
5. Ensefalitis viral ( radang otak akibat virus ) yang ringan, yang tidak diketahui
atau enselofali toksik sepintas.
Sedangkan faktor yang mempengaruhi kejang demam adalah :
1. Umur
a. 3% anak berumur di bawah 5 tahun pernah mengalami kejang demam.
b. Insiden tertinggi terjadi pada usia 2 tahun dan menurun setelah 4 tahun,
jarang terjadi pada anak di bawah usia 6 bulan atau lebih dari 5 tahun.
c. Serangan pertama biasanya terjadi dalam 2 tahun pertama dan kemudian
menurun dengan bertambahnya umur.
2. Jenis kelamin
Kejang demam lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada
perempuan dengan perbandingan 2 : 1. Hal ini mungkin disebabkan oleh
maturasi serebral yang lebih cepat pada perempuan dibandingkan pada laki-
laki.
3. Suhu badan
Kenaikan suhu tubuh adalah syarat mutlak terjadinya kejang demam.
Tinggi suhu tubuh pada saat timbul serangan merupakan nilai ambang
kejang. Ambang kejang berbeda-beda untuk setiap anak, berkisar antara
38,3°C – 41,4°C. berulangnya kejang demam akan lebih sering pada anak
dengan nilai ambang kejang yang rendah.
4. Faktor keturunan
Faktor keturunan memegang peranan penting untuk terjadinya kejang
demam. Beberapa penulis mendapatkan bahwa 25 – 50% anak yang
mengalami kejang demam memiliki anggota keluarga ( orang tua, saudara
kandung ) yang pernah mengalami kejang demam
D. Patofisiologi
Peningkatan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel
neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi ion kalium dan natrium melalui
membran tersebut dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan
listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun
membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmiter dan
terjadi kejang.Kejang demam yang terjadi singkat pada umumnya tidak berbahaya
dan tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama (lebih
dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan
energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia,
asidosis laktat yang disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial
disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat yang
disebabkan oleh makin meningkatnya aktivitas otot, dan selanjutnya menyebabkan
metabolisme otak meningkat. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah
yang mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan
timbul edema otak yang mngakibatkan kerusakan sel neuron otak.Kerusakan pada
daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang
berlangsung lama dapat menjadi matang di kemudian hari sehingga terjadi
serangan epilepsi spontan, karena itu kejang demam yang berlangsung lama dapat
menyebabkan kelainan anatomis di otak hingga terjadi epilepsi.
E. Pathway
Etiologi
Demam
Pelepasan muatan listrik meluas ke seluruh sel maupun membran sel sekitarnya
dgn bantuan neurotransmiter
Kejang Resiko
Cedera
Sederhana kompleks
Inefektif termoregulasi
Hipertermia
Syok
G. Pemeriksaan penunjang
a. EEG
Untuk membuktikan jenis kejang fokal / gangguan difusi otak akibat lesi
organik, melalui pengukuran EEG ini dilakukan 1 minggu atau kurang
setelah kejang.
b. CT SCAN
Untuk mengidentifikasi lesi serebral, mis: infark, hematoma, edema
serebral, dan Abses.
c. Pungsi Lumbal
Pungsi lumbal adalah pemeriksaan cairan serebrospinal (cairan yang ada di
otak dan kanal tulang belakang) untuk meneliti kecurigaan meningitis
d. Laboratorium
Darah tepi, lengkap ( Hb, Ht, Leukosit, Trombosit ) mengetahui sejak dini
apabila ada komplikasi dan penyakit kejang demam. (Arif Mansyoer,2000)
H. Penatalaksanaan
a. Memberantas kejang secepat mungkin
Bila penderita datang dalam keadaan status convulsion, obat pilihan
utama adalah diazepam secara intravena 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan
kecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis maksimal 20 mg. Apabila diazepam
tidak tersedia dapat diberikan fenobarbital secara intramuskulus.
b. Pengobatan Penunjang
Semua pakaian yang ketat dibuka. Posisi kepala sebaiknya miring
untuk mencegah aspirasi isi lambung, usahakan jalan nafas bebas agar
oksigen terjamin, penghisapan lendir secara teratur dan pengobatan
ditambah dengan pemberian oksigen. Tanda – tanda vital diobservasi secara
ketat, cairan intravena diberikan dengan monitoring.
c. Pengobatan di rumah
Setelah kejang diatasi harus disusul dengan pengobatan rumah.
Pengobatan ini dibagi atas 2 golongan yaitu :
1) Profilaksis intermitten
Untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari diberikan obat
campuran anti konvulsan dan anti piretik yang harus diberikan pada
anak bila menderita demam lagi
2) Profilaksis jangka panjang
Gunanya untuk menjamin terdapatnya dosis terapeutik yang stabil dan
cukup di dalam darah penderita untuk mencegah terulangnya kejang di
kemudian hari.
3) Mencari dan mengobati penyebab
Penyebab dari kejang demam baik sederhana maupun epilepsy yang
diprovokasi oleh demam, biasanya infeksi traktus respiratorius bagian
atas dan otitis media akut.
I. Komplikasi
Pada penderita kejang demam yang mengalami kejang lama biasanya terjadi
hemiparesis. Kelumpuhannya sesuai dengan kejang fokal yang terjadi. Mula –
mula kelumpuhan bersifat flasid, tetapi setelah 2 minggu timbul spastisitas.
Kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di
otak sehingga terjadi epilepsy.
Ada beberapa komplikasi yang mungkin terjadi pada klien dengan kejang
demam :
a. Pneumonia aspirasi
b. Asfiksia
c. Retardasi mental
II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Biodata
a) Biodata Anak
b) Biodata Penanggungjawab
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
2) Riwayat kesehatan sekarang
Apakah betul ada kejang ?
Apakah disertai demam ?
Lama serangan?
Pola serangan ? Apakah bersifat umum, fokal, tonik, klonik ?
Apakah serangan dengan kepala dan tubuh mengadakan flexi
sementara tangan naik sepanjang kepala, seperti pada spasme infantile?
Frekuensi serangan ?
Keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan?
Dimana kejang dimulai dan bagaimana menjalarnya. Sesudah kejang
perlu ditanyakan apakah penderita segera sadar, tertidur, kesadaran
menurun, ada paralise, menangis dan sebagainya ?
Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara (khususnya pada
penderita epilepsi), gagal ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA,
Morbili dan lain-lain?
c. Pola Fungsional
1) Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat
Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang
kesehatan, pencegahan dan kepatuhan pada setiap perawatan dan tindakan
medis ?Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita, pelayanan
kesehatan yang diberikan, tindakan apabila ada anggota keluarga yang
sakit, penggunaan obat-obatan pertolongan pertama.
2) Pola nutrisi
Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi anak. Ditanyakan bagaimana
kualitas dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh anak ? Makanan
apa saja yang disukai dan yang tidak ? Bagaimana selera makan anak ?
Berapa kali minum, jenis dan jumlahnya per hari ?
3) Pola Eliminasi
BAK: ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis ditanyakan
bagaimana warna, bau, dan apakah terdapat darah ? Serta ditanyakan
apakah disertai nyeri saat anak kencing
BAB: ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak ? Bagaimana
konsistensinya lunak,keras,cair atau berlendir ?
4) Pola aktivitas dan latihan
Apakah anak senang bermain sendiri atau dengan teman sebayanya ?
Berkumpul dengan keluarga sehari berapa jam ? Aktivitas apa yang
disukai?
5) Pola tidur/istirahat
Berapa jam sehari tidur ? Berangkat tidur jam berapa ? Bangun tidur jam
berapa ? Kebiasaan sebelum tidur, bagaimana dengan tidur siang ?
2. Diagnosa keperawtan
1. Hipotermi b.d proses penyakit (terganggunya sistem termoregulasi);reaksi
inflamasi; efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus
2. Perfusi jaringan tidak efektif b.d reduksi aliran darah ke otak
3. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler
4. Kurang pengetahuan keluarga tentang cara penanganan kejang b.d
kurangnya informasi.
5. Resiko tinggi cedera b.d aktivitas kejang
3. Intervensi keperawatan
a. Hipotermi b.d proses penyakit (terganggunya sistem termoregulasi);reaksi
inflamasi; efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan suhu dalam
rentang normal
Kriteria Hasil :
Suhu tubuh dalam rentang normal
Nadi dan RR dalam rentang normal
Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak warna kulit dan tidak
pusing
Intervensi :
1) Kaji faktor terjadinya hipertermi
2) Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam sekali
3) Pertahankan suhu tubuh normal
4) Ajarkan pada keluarga memberikan kompres dingin pada kepala atau
ketiak
5) Anjurkan untuk menggunakan baju tipis dan terbuat dari kain katun
6) Atur sirkulasi udara ruangan
7) Beri ekstra cairan dengan menganjurkan pasien banyak minum
8) Batasi aktivitas fisik
Intervensi :
1) Monitor TTV
2) Mengkaji bunyi jantung
3) Monitor GCS
4) Mengkaji tingkat orientasi
4. Evaluasi
1. Tidak terjadi kenaikan suhu,
2. Tanda-tanda vital dalam batas normal
3. Pola napas efektif
4. Keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat atau tim
kesehatan lainya
5. Tidak terjadi cedera
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, aziz alimun. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba.
Sataf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2007. Buku Kuliah Dua Ilmu Kesehatan Anak.
http://www.Nissa Anagh Uchil. Askep Anak Kejang Demam.htm. diakses pada 6 Juni 2015 :
17.00
2015 : 09.00