Anda di halaman 1dari 4

1

BALITBANG PROV. SULTRA SAMBUT PROGRAM UNGGULAN


PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA TORONIPA DENGAN TRANSFER IPTEK
PENGOLAHAN KULINER

Balitbang, Buletin Si Ida, Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi


Sulawesi Tenggara menyambut Program Unggulan Gubernur Sulawesi Tenggara,
yakni Pengembangan Kawasan Wisata Terpadu Toronipa dengan memprogramkan
Riset dan Pengembangan Iptek Kuliner Lokal. Kegiatan ini direncanakan akan
berlangsung selama 2 tahun dimulai November tahun 2021 sampai dengan tahun
2023.
Sebagaimana dimaklumi bahwa Gubernur Sulawesi Tenggara periode 2018 –
2023 H. Ali Mazi, SH yang berpasangan dengan Wakilnya DR. H. Lukman
Abunawas, SH, M.Si telah menetapkan Kawasan Wisata Toronipa sebagai program
unggulan.
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara menjadikan obyek wisata pantai
Toronipa yang terletak di Kecamatan Soropia, Kabupaten Konawe sebagai kawasan
wisata terpadu yang nantinya akan menghubungkan obyek-obyek wisata lainnya di
Bumi Anoa. Pemerintah Provinsi merencanakan kawasan pantai Toronipa akan
disulap seperti mini Ancol. Rencana detail pengembangan sudah dirampungkan,
tinggal pelaksanaan pembangunannya. Saat ini sedang dibangun Jalan 2 jalur.
Semua Organisasi Perangkat Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara diarahkan
memiliki program di kawasan tersebut.
Pembangunan Kawasan Toronipa sebagai kawasan wisata terpadu merupakan
khabar baik, karena keberhasilannya akan mengungkit potensi sektor-sektor
ekonomi yang masih terpendam untuk menjadi lapangan usaha baru. Sebagian
potensi lapangan usaha baru tersebut adalah kuliner lokal. Provinsi Sulawesi
Tenggara sebagaimana daerah-daerah lain telah diwarisi beragam makanan khas
lokal yang telah menjadi konsumsi sejak nenek moyang mereka. Sebagian kuliner
lokal tersebut, yaitu : Sinonggi, Sate Pokea, Kasoami, Kabuto, Gula Kaluku, Jipang
dan Ikan Asap. Namun kuliner tersebut masih perlu sentuhan kegiatan inovasi,
karena masih tradisional baik pengolahannya maupun komposisi atau
kandungannya hingga kemasannya.
Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sulawesi Tenggara sesuai
dengan fungsi dan tugas pokoknya memilih program Riset dan Pengembangan
Kuliner Lokal untuk mensukseskan program unggulan Pemerintah Provinsi tersebut.
Program tersebut diketuai oleh La Fariki, seorang Perekayasa yang sudah
memasuki jenjang ahli madya dibantu oleh anggota tim peneliti terdiri : Prof. DR. H.
Ansharullah, M.Sc, Dr. H. Tamrin dan Nur Asyik, SP, M.Si dari dosen Jurusan Ilmu
Teknologi dan Industri Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo dan La
Ode Arfin, SP staf Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sulawesi
Tenggara.
Kegiatan tahun pertama dimulai dari survei kesukaan calon pengunjung
Kawasan Wisata Toronipa terhadap berbagai aneka kuliner di tanah air. Survei juga
dilakukan kebutuhan usaha kecil dan mikro yang berada di dalam kawasan wisata
dan sepanjang Poros Kendari-Toronipa terhadap teknologi yang mereka butuhkan.
Kedua survei ini bertujuan untuk memetakan dan menjustifikasi jenis kuliner dan
teknologi yang akan ditransfer. Kegiatan selanjutnya, yaitu : sosialisasi, pelatihan
dan fasilitasi pemasaran.
Sosialisasi, pelatihan dan rencana pemasaran dilaksanakan di Desa Leppe
dan Desa Bajoe, Kecamatan Soropia, Kabupaten Konawe. Desa Leppe dipilih,
2

karena terdapat teluk dan jalan layang yang memiliki keindahan alam, sehingga bisa
dimanfaatkan oleh pengunjung sebagai pilihan untuk menikmati keindahan kawasan
wisata, sedangkan Desa Bajoe dipilih, karena Desa Bajoe terdapat pelabuhan yang
dibangun oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara untuk akses menuju Pulau
Bokori.
Hasil inventarisasi menunjukan bahwa Jenis-jenis kuliner lokal atau makanan
tradisional di Sulawesi Tenggara yang berhasil terdata adalah sebanyak 52 jenis,
terdiri : Tolaki berjumlah 24 jenis, Buton berjumlah 12 jenis dan Muna berjumlah 24
jenis. Hasil survei menunjukan Jenis kuliner suku Tolaki paling banyak disukai oleh
responden pengunjung kawasan wisata Toronipa, yaitu mencapai 36,67 % menyusul
jenis kuliner suku Muna berjumlah 20,00 %, suku Jawa mencapai 16,67 %, Suku
Makasar dan suku-suku lainnya sama-sama mencapai 6,67 % dan suku Buton,
Manado (Minahasa), Palembang dan Padang hanya mencapai 3,33 %, sedangkan
teknologi yang paling banyak diinginkan oleh calon tenant adalah teknologi/mesin
pengawetan. Tim peneliti memutuskan memilih Sinonggi dalam bentuk Sinonggi
Instan, Pokea Sinusu atau Sate Pokea dan Ikan Asap untuk menjadi lokus program
Riset dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi kepada masyarakat.
Sinonggi adalah makanan khas Sulawesi Tenggara dengan bahan baku sagu.
Namun pengolahan secara tradisional memerlukan waktu yang cukup lama
khususnya dalam penyiapan bahan baku tepung sagu basah. Dengan Tepung
Sagu Kering yang dihasilkan melalui tahap fermentasi telah memudahkan proses
pengolahan Sinonggi Instan. Tepung Sagu Kering dapat langsung diseduh dengan
air panas dan diaduk, maka Sinonggi Instan langsung tersaji dalam waktu singkat.
Dalam bentuk kemasan sachet (ukuran satu porsi makan), membuat Sinonggi
Instan dapat dibawa secara praktis.
Pokea merupakan nama jenis kerang endemik yang hanya hidup di air tawar di
Sulawesi Tenggara. Hewan yang berasal dari family Cubicula dengan nama Batissa
veolacia celebensis ini hidup di sungai Pohara dan Lasolo, Sulawesi Tenggara. Sate
Pokea merupakan salah satu olahan makanan dari Pokea yang paling banyak
dikonsumsi sebagai lauk pauk maupun makanan di saat bersantai.
Karakteristik ikan asap adalah kenampakan ikan asap yang berwarna coklat
kekuning-kuningan. Perubahan warna ini akibat reaksi kimia phenol dengan Oksigen
dari udara hasil pembakaran secara langsung dalam bentuk bara. Rasa enaknya
ikan asap dibentuk oleh reaksi phenol dan asam yang terkandung dalam tubuh ikan
Teknologi yang dikembangkan adalah teknologi/mesin pengawetan berupa
mesin pengasapan ikan berpendingin oli bekas. Keistimewaan dari mesin ini
dibanding alat lain yang sudah ada di pasaran terletak pada komponen tangki oli
yang berfungsi sebagai penahan lidah api dan pelindung mesin mesin dari kelebihan
panas dari pembakaran. Prototipe mesin pengasapan ikan yang dibuat dapat dilihat
pada gambar berikut.
3

Gambar 1. Prototipe mesin pengasapan ikan berpendingi oli bekas


Cara Kerja Mesin Pengasapan Ikan Berpendingin Oli Bekas ini, yaitu :
1. Isi atau perhatikan tangki pendingin terisi oli
2. Siapkan bahan bakar biomassa dalam ruang pembakaran (b
3. Letakan mesin di atas tungku
4. Bakar biomassa pada lubang tungku
5. Siapkan ikan/bahan pangan yang hendak dipanggang
6. Letakan ikan/bahan pangan yang hendak dipanggang pada kasa
7. Kontrol suhu ruang dalam mesin pada suhu 40 o - 50o C dengan cara
mengatur nyala api bahan bakar biomassa yang digunakan
8. Setelah 30 menit ikan harus diperhatikan setiap 10 menit untuk
memastikan apakah ikan sudah masak.
Hasil uji kinerja mesin pengasapan ikan berpendingin oli bekas dapat dilihat
pada tabel 1 berikut
Tabel 1 Hasil uji kinerja mesin pengasapan ikan berpendingin oli bekas
No Parameter Hasil
A Kapasitas mesin
1 Waktu pengasapan dalam 1 jam
jam
2 Konsumsi bahan kayu bakar 0,05 M3
dalam jam
3 Rata-rata ukuran ikan yang 15 cm x 10 cm
diasapi dalam cm (panjang
dan lebar)
4 Jumlah ikan yang mampu 6 ekor
diasapi dalam ekor
5 Kadar air yang mampu 50 %
dihilangkan dalam persen
B Produk ikan asap
1 Tekstur daging ikan Mudah patah
2 Aroma ikan Sedap
3 Rasa daging ikan Enak
4 Warna ikan Coklat kekuning-kuningan
4

Gambar 2. b. Hasil pengujian

Gambar 2.a. Proses pengujian

Gambar 2. Pengujian Mesin Pengasapan Ikan

Pelatihan pembuatan kuliner lokal yang disampaikan oleh tim Peneliti, yakni
Sinonggi Instan, Sate Pokea dan Ikan Asap mendapat tanggapan yang sangat
positif dari Pemerintah setempat dan tenant. Kades Leppe menyambut program ini
dengan membuat lapak-lapak sebagai tempat pemasaran. Beliau menyatakan “Kami
bersyukur dengan adanya kegiatan ini, karena kami menjadi paham bagaimana
memanfaatkan peluang dengan adanya jalan Kendari-Toronipa yang diperlebar.
Seorang peserta sosialisasi sekaligus pelatihan dan menjadi tenant, yaitu Risal
mengatakan “sangat mengapresiasi kegiatan yang dilakukan oleh Badan Penelitian
dan Pengembangan Provinsi Sulawesi Tenggara, karena sangat komprehensif, yaitu
mulai dari sosialisasi, pelatihan, pembinaan hingga pada fasilitasi pemasaran.
Kegiatan ini jelas sangat berbeda dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh
instansi pemerintah yang lain yang hanya mengejar penyelesaian fisik pekerjaan,
tanpa memperhatikan keberlanjutan, yaitu pemasaran, padahal permasalahan
utama pengembangan usaha selalu terletak pada pemasaran” (........).

Anda mungkin juga menyukai