Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA DASAR 1

IDENTIFIKASI KATION DAN ANION

IDENTIFIKASI KATION DAN ANION

OLEH :

NAMA : PUSPA RAHMA MESAYU

NIM : K1A020058

KELOMPOK :6

SHIFT :B

ASISTEN : PITRIYANI

HARI/TANGGAL : SELASA, 27 OKTOBER 2020

KEMETERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN KIMIA
LABORATORIUM KIMIA ANORGANIK
PURWOKERTO
2020
DAFTAR ISI

COVER ........................................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................... ii

IDENTIFIKASI KATION DAN ANION ....................................................... 1

I. TUJUAN ................................................................................................... 1
II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 1
III. METODOLOGI ......................................................................................... 3
3.1. Alat dan Bahan ................................................................................... 3
3.2. Prosedur Kerja .................................................................................... 3
3.3. Skema Kerja ....................................................................................... 5
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 10
4.1.Data Pengamatan ................................................................................. 10
4.1.1. Struktur Nyala Bunsen ............................................................. 10
4.1.2. Identifikasi Logam Alkali dengan Reaksi kering .................... 11
4.1.3. Identifikasi Kation dengan Reaksi Basah ................................ 12
4.1.4. Identifikasi Anion dengan Reaksi Basah ................................. 13
4.2. Pembahasan ........................................................................................ 13
4.2.1. Struktur Nyala Bunsen ............................................................. 14
4.2.2. Identifikasi Logam Alkali dengan Reaksi kering ..................... 15
4.2.3. Identifikasi Kation dengan Reaksi Basah ................................ 18
4.2.4. Identifikasi Anion dengan Reaksi Basah ................................. 27
V. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 31

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 32

ii
IDENTIFIKASI KATION DAN ANION

I. TUJUAN
1. Mengidentifikasi logam dengan reaksi nyala.
2. Mengidentifikasi kation dengan reaksi basah.
3. Mengidentifikasi anion dengan reaksi basah.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Kimia analisis dapat dibagi dalam 2 bidang, yaitu analisis kualitatif
dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif membahas tentang identifikasi
zat-zat. Urusannya adalah unsur atau senyawa apa yang terdapat dalam
suatu sampel. Sedangkan analisis kuantitatif berurusan dengan penetapan
banyaknya zat tertentu yang ada dalam sampel (Underwood, 1993). Kimia
analisis kuantitatif dikenal suatu cara untuk menentukan ion (kation/anion)
tertentu dengan menggunakan pereaksi selektif dan spesifik. Pereaksi
selektif adalah pereaksi yang memberikan reaksi tertentu untuk suatu jenis
kation atau anion tertentu. Dengan menggunakan pereaksi-pereaksi ini
maka akan terlihat adanya perubahan-perubahan kimia yang terjadi,
misalnya terbentuk endapan, terjadinya perubahan warna, bau dan
timbulnya gas (Svehla, 1985).
Analisis kualitatif adlah metode analisis yang digunakan untuk
mendeteksi keberadaan kandungan suatu unsur kimia pada suatu zat yang
tidak diketahui komposisinya (Harvey, 2000). Analisis kualitatif
merupakan metode efektif yang dapat digunakan untuk mempelajari
kandungan suatu larutan. Metode analisis kualitatif menggunakan pereaksi
golongan/selektif dan pereaksi spesifik. Penggunaan pereaksi ini bertujuan
untuk mengetahui kation dan anion yang terdapat dalam suatu larutan
(Patnaik, 2004).
Pada analisa kualitaitf cara memisahkan ion logam tertentu harus
mengikuti prosedur kerja yang khas. Zat yang diselidiki harus disiapkan
atau diubah dalam bentu suatu larutan. Untuk zat padat harus memilih
pelarut yang cocok. Ion-ion pada golongan-golongan diendapkan satu per

1
2

satu, endapan dipisahkan dari larutan dengan cara disaring atau diputar
dengan sentrifuga. Endapan dicuci untuk membebaskan dari larutan pokok
atau filtrate dan tiap-tiap logam yang mungkin akan dipisahkan
(Cokrosarjiwanto, 1977).
Analisa kualitatif menggunakan dua macam uji, reaksi kering dan
reaksi basah. Reaksi kering dapat diterapkan untuk zat-zat padat dan reaksi
basah untuk zat dalam larutan. Reaksi kering ialah sejumlah uji yang
berguna dapat dilakukan dalam keadaan kering, yakni tanpa melarutkan
contoh. Petunjuk untuk operasi semacam ialah pemanasan, uji pipa tiup,
uji nyala, uji spektroskopi dan uji manik. Reaksi basah ialah uji yang
dibuat dengan zat-zat dalam larutan. Suatu reaksi diketahui berlangsung
dengan terbentuknya endapan, dengan pembebasan gas dengan perubahan
warna. Mayoritas reaksi analisis kualitatif dilakukan secara basah
(Harjadi, 1993).
Cara identifikasi ion dibagi menjadi 2 macam, yaitu kation dan
identifikasi anion. Namun, pada analisa anion tidak begitu sistematik
seperti pada identifikasi kation. Salah satu cara penggolongan anion adalah
pemisahan anion berdasarkan kelarutan garam-garam perak, garam-garam
kalsium, barium dan seng. Selain itu ada car penggolongan anion menurut
Bunsen, Glireath dan Vogel. Bunsen menggolongkan anion dari sifat
kelarutan garam perak dan garam bariumnya, warna, kelarutan garam
alkali dan kemudian menguapnya (Sahirman, 2013)
III. METODOLOGI
3.1. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum, yaitu pembakar Bunsen,
kawat platina, tabung reaksi, pipet tetes, gelas ukur, gelas piala, penangas,
dan pipet volumetri.
Bahan yang digunakan pada praktikum adalah larutan KBr 1%,
Na2SO4 1%, BaCl2 1%, K4Fe(CN)6 1%, H2SO4 pekat, H3PO4 1%,
(NH4)MoO4 1%, Na2C2O4 1%, HNO3 1%, Na2S2O3 1%, AgNO3 1%, HCl
1%, NH4OH 1%, Pb(NO3)2 1%, KI 1%, HgCl2 1%, FeSO4 1%, NaOH
1%, BaCl2 1%, (NH4)2CO3 1%, HNO3 1%, NH4Cl 1%, HCl pekat, KCl
5%, NaCl 5% dan CaCl2 5%, dan kertas lakmus.
3.2. Prosedur Kerja
3.2.1. Struktur Nyala Bunsen
1. Sementara kran gas ditutup, pengatur aliran gas dibuka
dengan diputar ke kiri (berlawanan arah jarum jam)
2. Keping udara ditutup rapat
3. Korek api dinyalakan
4. Kran gas dibuka dan batang api didekatkan ke mulut
cerobong
5. Keping udara diatur sampai warna nyala tidak kuning.
Nyala api Bunsen diamati dan digambar strukturnya
3.2.2. Identifikasi Logam Alkali dengan Reaksi Kering
1. Kawat platina dicuci terutama bagian ujungnya dengan
cara dicelupkan ke dalam HCl pekat
2. Ujung kawat di daerah fusi apu Bunsen dipanaskan sampai
tidak menimbulkan warna apapun
3. Ujung kawat dicelupkan lagi ke dalam HCl pekat
kemudian ke dalam larutan KCl 5%
4. Ujung kawat dibakar pada api Bunsen di daerah oksidasi
dan kemudian warna yang ditimbulkan diamati dan dicatat

3
4

5. Percobaan diulangi untuk masing-masing larutan NaCl 5%


dan CaCl2 5%
3.2.3. Identifikasi Kation dengan Reaksi Basah
1. Sebanyak 0,1 mL larutan AgNO3 1% ditambah 0,1 mL
larutan HCl 1%, diamati yang terjadi, kemudian ditambah
larutan NH4OH berlebih. Diamati perubahan yang terjadi
2. Sebanyak 1 mL larutan Pb(NO3)2 1% ditambah 0,1 mL
larutan KI 1%, diamati yang terjadi, kemudian campuran
tersebut dididihkan. Setelah dingin, perubahan yang terjadi
diamati.
3. Sebanyak 1 mL larutan HgCl2 1% ditambah 0,1 mL larutan
KI 1%, diamati yang terjadi, kemudian larutan KI 1%
berlebih ditambahkan. Perubahan yang terjadi diamati.
4. Sebanyak 1 mL larutan FeSO4 1% ditambah 1 mL larutan
NaOH 1%, diamati yang terjadi, kemudian dikocok,
perubahan yang terjadi diamati.
5. Sebanyak 1 mL larutan BaCl2 1% ditambah 1 mL larutan
(NH4)2CO3 1%, diamati yang terjadi, kemudian 1 mL
larutan HNO3 1% ditambahkan dan dimati kembali.
6. Sebanyak 1 mL larutan NaOH 1% ditambah 1 mL larutan
NH4Cl 1%, diamati yang terjadi jika laksmus merah basah
ditempatkan pada bibir tabung. Kemudian tabung
dipanaskan, apa yang terjadi dan bagaimana baunya.
3.2.4. Identifikasi Anion dengan Reaksi Basah
1. Sebanyak 1 mL larutan KBr 1% ditambah 0,1 mL larutan
AgNO3 1%, diamati yang terjadi.
2. Sebanyak 1 mL larutan Na2SO4 1% ditambah 1 mL larutan
BaCl2 1%, diamati yang terjadi.
3. Sebanyak 1 mL larutan K4Fe(CN)6 1% ditambah 0,1 mL
larutan H2SO4 pekat (dengan hati-hati),di amati yang
terjadi.
5

4. Sebanyak 1 mL larutan H3PO4 1% ditambah 1 mL larutan


(NH4)2MoO2 1% dan 1 mL larutan HNO3 1%, kemudian
dipanaskan sebentar lalu didinginkan, diamati perubahan
yang terjadi.
5. Sebanyak 1 mL larutan Na2C2O4 1% ditambah 1 mL
larutan H2SO4 pekat (dengan hati-hati), diamati yang
terjadi.
6. Sebanyak 0,1 mL larutan Na2S2O3 ditambah 1 mL larutan
AgNO3 1%, diamati yang terjadi.
3.3. Skema Kerja
3.3.1. Struktur Nyala Bunsen

Struktur nyala Bunsen

ditutup sementara kran gas, dibuka pengatur aliran


gas dengan diputar ke kiri
ditutup keping udara dengan rapat
dinyalakan korek api
dibuka kran gas dan didekatkan batang api ke mulut
cerobong
diatur keping udara sampai warna nyala tidak
kuning
diamati dan digambar struktur nyala api Bunsen

Hasil
6

3.3.2. Identifikasi Logam Alkali dengan Reaksi Kering

Kawat platina

Dicuci dengan dicelupkan ke dalam HCl pekat


Dipanaskan ujung kawat di daerah fusi api Bunsen
Dicelupkan lagi ujung kawat ke dalam HCl pekat
dan kemudian larutan KCl 5%
Dibakar ujung kawat pada api Bunsen didaerah
oksidasi
Diamati dan dicatat warna yang ditimbulkannya

Hasil

3.3.3. Identifikasi Kation dengan Reaksi Basah


1. 1 mL larutan AgNO3 1%
Dimasukkan kedalam tabung reaksi
Ditambah 0,1 mL larutan HCl 1%
Diamati
Ditambah larutan NH4OH berlebih
Diamati
Hasil

2.
1 mL larutan Pb(NO3)2 1%

Ditambah 0,1 mL larutan KI 1%


Diamati
Didihkan campuran
Didinginkan
Diamati

Hasil
7

3. 1 mL larutan HgCl2 1%
1 mL larutan HgCl 1%
Ditambah 0,1 larutan KI 1%
Diamati
Ditambahkan larutan KI 1% berlebih
Diamati

Hasil

4. 1 mL larutan FeSO4
1%
Ditambah 1 mL larutan NaOH 1%
Diamati
Dikocok
Diamati

Hasil

5.
1 mL larutan BaCl2 1%

Ditambah 1 mL larutan (NH4)2CO3 1%


Diamati
Ditambah 1 mL larutan HNO3 1%
Diamati
Hasil

6.
1 mL larutan NaOH
1%
Ditambah 1 mL larutan NH4Cl 1%
Diamati jika lakmus merah bawah ditempatkan pada
bibir tabung
dipanaskan tabung
diamati yang terjadi dan baunya

Hasil
8

3.3.4. Identifikasi Anion dengan Reaksi Basah


1. 1 mL larutan Kbr 1%

Ditambah 0,1 mL larutan AgNO3 1%

Diamati

Hasil

2.
1 mL larutan Na2SO4
1%
Ditambah 1 mL larutan BaCl2 1%
Diamati

Hasil

3. 1 mL lartuan K4Fe(CN)6
1%
Ditambah 0,1 mL larutan H2SO4 pekat

Diamati

Hasil

4. 1 mL larutan H3PO4
1%
Ditambah 1 mL larutan (NH4)2MoO4 1%
Dipanaskan sebentar
Didinginkan
Diamati

Hasil
9

5. 1 mL larutan Na2C2O4 1%
Ditambahkan 1 mL larutan H2SO4 pekat
Diamati

Hasil

6.
0,1 mL larutan Na2S2O3

Ditambah 1 mL larutan AgNO3 1%


Diamati

Hasil
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Data Pengamatan
4.1.1. Struktur Nyala Bunsen
Perlakuan Pengamatan
1. Kran gas ditutup dan
pengatur aliran dibuka
2. Keping udara ditutup
3. Korek api dinyalakan
4. Kran gas dibuka dan
didekatkan batang api ke
mulut cerobong
5. Keping udara diatur
sampai warna tidak
kuning
6. Gambar struktur nyala api
Bunsen

10
11

4.1.2. Identifikasi Logam Alkali dengan Reaksi Kering


Perlakuan Pengamatan

1. Kawat platina dicuci bagian


ujungnya dengan cara mencelupkan
kedalam HCl pekat
2. Ujung kawat dipanaskan di daerah
fusi
3. Ujung kawat dicelupkan lagi ke
Berwarna ungu
dalam HCl pekat kemudian
dicelupkan ke larutan KCl 5%
4. Ujung kawat dibakar di daerah
oksidasi dan diamati warna yang
ditimbulkan
5. Ujung kawat dicelupkan ke dalam
Berwarna kuning
HCl pekat kemudian dicelupkan ke
larutan NaCl 5% lalu dibakar
6. Ujung kawat dicelupkan ke dalam Berwarna jingga
HCl pekat kemudian dicelupkan ke (orange)
larutan CaCl2 5%
12

4.1.3. Identifikasi Kation dengan Reaksi Basah


Perlakuan Pengamatan

1. -Sebanyak 0,1 mL larutan AgNO3 1% ditambah Putih keruh


0,1 mL larutan HCl 1% dan perubahan diamati
-ditambahkan larutan NH4OH berlebih Putih keruh
2. -Sebanyak 1 mL larutan Pb(NO3)2 1% ditambah Kuning pekat
0,1 larutan KI 1% perubahan diamati.
-Larutan didihkan kemudian didinginkan dan Kuning bening
perubahan diamati dan ada endapan
3. -Sebanyak 1 mL larutan HgCl2 1% ditambah 0,1 Tidak berwarna
mL larutan KI 1% dan perubahan diamati
-Larutan KI 1% ditambahkan dan perubahan Tidak berwarna
diamati
4. -Sebanyak 1 mL larutan FeSO4 1% ditambah 1 mL Kuning
larutan NaOH 1% dan perubahan diamati.
-Larutan dikocok dan perubahan diamati. Kuning
5. Sebanyak 1 mL larutan BaCl2 1% ditambah 1 mL Tidak berwarna
(NH4)2CO3 1% dan perubahan diamati
-sebanyak 1 mL larutan HNO3 1% ditambahkan Tidak berwarna
dan perubahan diamati
6. -Sebanyak 1 mL larutan NaOH 1% ditambah 1 Tidak berwarna
mL larutan NH4Cl 1% dan perubahan diamati saat
lakmus merah ditempatkan pada bibir tabung.
-Tabung dipanaskan dan perubahan diamati Lakmus
kemerahan
13

4.1.4. Identifikasi Anion dengan Reaksi Basah


Perlakuan Pengamatan

1. Sebanyak 1 mL larutan KBr 1% ditambah 0,1 mL Putih keruh


larutan AgNO3 1% dan perubahan diamati
2. Sebanyak 1 mL larutan Na2SO4 1% ditambah 1 Putih keruh
mL larutan BaCl2 1% dan perubahan diamati
3. Sebanyak 1 mL larutan K4Fe(CN)6 1% ditambah
0,1 mL larutan H2SO4 pekat dan perubahan Kuning
diamati
4. Sebanyak 1 mL larutan H3PO4 1% ditambah 1mL Tidak berwarna
larutan (NH4)2MoO4 1% dan 1 mL larutan HNO3
1% serta perubahan diamati
5. Sebanyak 1 mL larutan Na2C2O4 1% ditambah 1 Tidak berwarna
mL larutan H2SO4 pekat dan perubahan diamati
6. Sebanyak 0,1 mL larutan Na2S2O3 1% ditambah Tidak berwarna
1 mL larutan AgNO3 1% dan perubahan diamati

4.2.Pembahasan
Identifikasi merupakan salah satu analisis kualitatif yang dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu secara kimia dan fisikokimia. Agar
suatu zat dapat direaksikan atau dapat diidentifikasi maka zat tersebut
harus direaksikan dengan zat lain menjadi zat-zat atau senyawa baru
yang sifatnya mudah dikenali. Reaksi kering biasanya dipakai untuk
pengujian pendahuluan terhadap kemurnian endapan dan pengujian
adanya mineral dalam suatu bahan. Reaksi basah merupakan reaksi
yang melibatkan proses pelarutan. Reaksi basah mudah dilakukan dan
jalannya reaksi dapat diikuti dari pembentukan endapan, perubahan
warna, pengeluaran gas atau bau yang spesifik (Petrucci, 1992).
14

4.2.1. Struktur Nyala Bunsen


Uji nyala pada umumnya digunakan untuk mengidentifikasi
keberadaan ion logam dalamjumlah yang relatif kecil pada sebuah
senyawa. Tidak semua ion logam menghasilkan warnanyala.
Analisis kualitatif sangat penting dilakukan untuk mengetahui
komponen-komponenyang terkandung pada suatu zat. Analisis
kualitatif dapat dilakukan dengan dua cara yaitucara basah dan
cara kering. Analisis cara kering merupakan penyelidikan bersifat
orientasi,sehingga dapat memberikan informasi yang bermanfaat
dalam waktu singkat (Dewa ,2001).
Praktikum pengujian struktur nyala Bunsen dilakukan dengan
cara kran gas ditutup dan aliran dibuka kemudian keeping udara
ditutup serta korek api dinyalakan. Keran gas dibuka dan
didekatkan batang api ke mulut cerobong kemudian keping udara
diatur sampai warna tidak kuning. Dalam memahami operasi
yang berhubungan dengan uji nyala, maka diperlukan
pemahaman tentang struktur nyala api bunsen. Bagian-bagian dari
nyala api bunsen dapat dilihat sebagai berikut (Vogel, 1985).

Gambar 4.2.1. (Sutresna, 2000)

Dalam memahami operasi yang berhubungan dengan uji


nyala, maka diperlukan pemahaman tentang struktur nyala api
bunsen. Bagian-bagian dari nyala api bunsen dapat dilihat sebagai
berikut (Vogel, 1985).
15

a. Zona temperatur bawah atau daerah suhu rendah,


dimanfaatkan untuk menguji zat-zat atsiri untuk menetapkan
apakah mereka ikut memberi warna pada nyala api dan
mengidentifikasi zat yang mudah menguap (Svehla, 1985).
b. Daerah nyala terpanas atau daerah fusi, daerah ini
dimanfaatkan untuk menguji adanya lelehan zat atau siafat
keleburan zat dan juga untuk melengkapi zona suhu rendah
dalam menguji keatsirian relatif dari zat-zat atau campuran zat
(Svehla, 1985).
c. Daerah nyala oksidasi bawah, terletak pada batas luar daerah
fusi dan dapat digunakan untuk mengoksidasi zat-zat terlarut
dalam maik borak, natrium karbonat ataupun garam
mikrokosmik (Svehla, 1985).
d. Daerah nyala oksidasi atas, pada daerah ini terdapat oksigen
yang sangat berlebihan dan nyalanya tidak sepanas daerah
nyala oksidasi bawah. Daerah ini dapat digunakan untuk
semua proses oksidasi yang tidak memerlukan temperatur
tinggi (Svehla, 1985).
e. Daerah nyala reduksi atas, yaitu ujung kerucut biru dalam dan
kaya akan karbon yang dapat memijar. Daerah ini berguna
untuk mereduksi oksida perak menjadi logam (Svehla, 1985).
f. Daerah nyala reduksi bawah, yaitu daerah yang terletak dalam
pinggir dalam diri selubung disebelah biru dan pada daerah ini
lah gas-gas pereduksi bercampur dengan oksigen dari udara.
Daerah ini dapat digunakan untuk mereduksi borak lelehan
dan manik-manik serupa (Svehla, 1985).
4.2.2. Identifikasi Logam Alkali dengan Reaksi Kering
Reaksi kering adalah sejumlah uji yang berguna dan dapat
dilakukan dalam keadaan kering, yakni tanpa melarutkan sampel.
Petunjuk untuk operasi semacam reaksi kering seperti pemanasan,
uji pipa tiup, uji nyala, uji spektroskopi, uji manik boraks, uji
16

manik fosfat, dan uji manik natrium karbonat (Svehla, 1985). Zat
yang akan diidentifikasi melalui reaksi kering harus mempunyai
sifat-sifat sebagai berikut (Kartika, 2017):
1. Dapat melebur
2. Mampu menghasilkan warna yang berbeda dengan nyala
Bunsen
3. Mudah menguap
4. Bertingkah laku redoks

Alkali berasal dari bahasa arab yang berarti abu, air


abu bersifat basa. Kata alkali ini menunjukkan bahwa
kecenderungan bahwa sifat logam alkali dan alkali tanah adalah
membentuk basa. Alkali dan alkali tanah merupakan unsur logam
yang sangat reaktif. Logam alkali adalah logam golongan IA dan
logam alkali tanah merupkan logam golongan IIA (Nanda, 2014).
Unsur golongan IA (kecuali Hidrogen) mempunyai
kencenderungan melepaskan elektron. Akibatnya, unsur ini
bersifat logam yang disebut logam alkali karena oksidasinya
dalam air membentuk larutan basa. Sebagai logam, alkali bersifat
penghantar panas dan listrik, mempunyai titik lebur relatif lebih
rendah dari logam lain. Hal ini disebabkan oleh logam alkali
hanya melepaskan satu elektron, sehingga ikatan logam dalam
kristalnya lemah (Syukri, 1999).
Logam alkali tanah adalah kelompok unsur kimia golongan
IIA pada tabel periodik. Unsur-unsur pada golongan IIA ini
disebut logam alkali tanah sebab unsur-unusr tersebut bersifat
basa dan banyak ditemukan pada mineral tanah umumnya reaktif,
tetapi kurang reaktif jika dibandingkan dengan logam alkali
(Syamsidar, 2013). Memiliki kencenderungan melepas kedua
elektron terluarnya membentuk ion M2+ dengan bentuk
konfigurasinya menyerupai gas mulia yang satbil (Kasim, 2008).
17

Logam alkali merupakan logam yang paling reaktif. Logam-


logam tersebut menunjukkan energi ionisasi yang rendah
(Petrucci, 1985). Setiap logam alkali menghasilkan warna nyala
yang karakteristik juka senyawa-senyawa alkali dibakar dalam
nyala api, sehingga menghasilkan warna yang terlihat dari
masing-masing logam. Sejumlah energi tertentu dari nyala api
diserap oleh elektron-elektron atom logam hingga terjadi eksitasi
dan kembalinya elektron ke peringkat dasar membebaskan energi
nyala yang khas sesuai dengan energi transisi elektronik atom
logam yang bersangkutan (Sugiyarto, 2010).
Identifikasi logam alkali dengan reaksi kering dilakukan
dengan cara kawat platina dicuci terutama bagian ujungnya
dengan cara dicelupkan ke dalam HCl pekat. Ujung kawat yang
berada di daerah fusi api Bunsen kemudian dipanaskan sampai
tidak menimbulkan warna apapun. Ujung kawat dicelupkan lagi
ke dalam HCl pekat kemudian ke dalam masing-masing larutan
KCl 5%, NaCl 5%, dan CaCl2 5%. Langkah terakhir adalah ujung
kawat dibakar pada api Bunsen di daerah oksidasi dan perubahan
yang terjadi diamati. Penggunaan HCl pekat berfungsi untuk
membersihkan kawat platina dan juga digunakan untuk membuat
senyawanya mudah menguap karena klorida termasuk senyawa
yang mudah menguap (Svehla, 1985).
Menurut referensi Svehla (1985) kawat platinum dikatakan
bersih dari pengotor apabila tidak memberika warna nyala. Pada
percobaan pertama dengan larutan KCl 5% didapatkan hasil
pengamatan bahwa warna nyala apinya berwarna ungu. Data hasil
percobaan tersebut sesuai dengan referensi Vogel (1985) yang
menyatakan bahwa nyala api kalium berwarna ungu dan termasuk
kedalam golongan IA serta ion K+ termasuk kedalam kation
golongan V (Svehla, 1985).
18

Percobaan kedua yang diidentifikasi dilakukan menggunakan


larutan NaCl 5%. Data hasil pengamatan tersebut menunjukan
bahwa nyala api berwarna kuning. Hal ini sesuai dengan referensi
Vogel (1985) yang menyatakan bahwa warnya nyala dari natrium
adalah kuning dan Natrium termasuk golongan IA serta ion Na+
nya termasuk dalam golongan kation V (Svehla, 1985).
Percobaan terakhir dari identifikasi logam alkali dengan reaksi
kering menggunakan larutan CaCl2 5%. Data hasil percobaannya
menunjukan bahwa warna nyala apinya berwarna jingga (orange).
Hal ini sesuai dengan referensi Vogel (1985) yang menyatakan
bahwa warnya nyala api dari kalsium adalah jingga karena
senyawa-senyawa kalsium yang mudah menguap. Kalsium
termasuk dalam golongan IIA dan ion Ca2+ termasuk dalam
kation golongan IV (Svehla, 1985).
4.2.3. Identifikasi Kation dengan Reaksi Basah
Reaksi basah merupakan uji-uji yang dibuat dengan zat-zat
dalam larutan. Suatu reaksi diketahui berlangsung dengan
terbentuknya endapan, pembebasan gas dan perubahan warna
(Svehla, 1985). Kation berasal dari bahasa Yunani κάτω (káto),
yang berarti "turun" (Oxford, 2013). Kation adalah ion dengan
jumlah elektron leboh sedikit daripada proton, memberikan
muatan positif (Douglas, 2008).
Kation adalah ion yang bermuatan positif. Ada juga
pengertian lain yaitu atom yang bermuatan positif jika
kekuarangan elektron. Untuk tujuan analisis kualitatif sistematik
kation-kation diklasifikasikan dalam lima golongan berdasarkan
siaf-sifat kation itu terhadap beberapa reagensia. Menggunakan
reagensia, dapat kita tetapkan ada tidaknya golongan-golongan
kation, dan dapat juga memisahkan golongan-golongan ini
dengan pemeriksan lebih lanjut. Reagensia golongan yang dipakai
19

untuk klasifikasi kation yang paling umum adalah asam klorida,


hidrogen sulfida, dan ammonium karbonat (Vogel, 1985).
Klasifikasi ini didasarkan atas apakah suatu kation bereaksi
dengan reagensia-reagensia ini dengan membentuk endapan atau
tidak atau dapat dikatakan klasifikasi kation yang paling umum
didasarkan atas perbedaan kelarutan klorida, sulfida, dan karbonat
dari kation tersebut. Kelima golongan kation dan ciri-ciri khas
golongan-golongan ini adalah sebagai berikut (Vogel,1985):
1. Golongan I, kation golongan ini membentuk endapan dengan
asam klorida encer. Ion-ion golongan ini adalah timbal,
merkurium(I), dan perak
2. Golongan II, kation golongan initidak bereaksi dengan asam
klorida, tetapi membentuk endapan dengan hydrogen sulfida
dalam suasana asam mineral encer. Ion-ion golongan ini
adalah merkurium(II), tembaga, bismuth, kedmium,
arsenic(III), arsenic(V), stibium(III), stibium(V), timah(II),
timah(III), dan timah(IV). Keempat ion pertama merupakan
sub-golongan IIA dan keenam yang terakhir sub-golongan
IIB. Sementara sulfida dari kation dalam golongan IIA tak
dapat larut dalam ammonium polisulfida, sulfida dari kation
dalam golongan IIB justru dapat larut.
3. Golongan III, kation golongan ini tak bereaksi idengan asam
klorida encer, ataupun dengan hidrogen sulfida dalam suasana
asam mineral encer. Namun, kation ini membentuk endapan
dengan ammonium sulfida dalam suasana netral atau
amoniakal. Kation-kation golongaan ini adalah kobalt(II),
nikel(II), besi(II), besi(III), kromium(III), almunium, zink,
dan mangan(II).
4. Golongan IV, kation golongan ini tak bereaksi dengan
reagensia golongan I, II, III. Kation-kation ini membentuk
endapan dengan ammonium karbonat dengan adanya
20

ammonium klorida, dalam suasana netral atau sedikit asam.


Kation-kation golongan ini adalah kalsium, strontium, dan
barium.
5. Golongan V, kation-kation yang umum yang tidak bereaksi
dengan sia-reagensia golongan sebelumnya, merupakan
golongan kation yang terakhir, meliputi ion-ion magnesium,
natrium, kalium, amonium, litium, dan hydrogen
Pada identifikasi kation dengan reaksi basah dilakukan
dengan enam kali percobaan, diantaranya adalah:
4.2.3.1. Percobaan 1 (Ag+)
Langkah yang dilakukan adalah sebanyak 0,1 mL
larutan AgNO3 1% ditambah 0,1 mL larutan HCl 1%
kemudian ditambah larutan NH4OH berlebih. Hasil dari
pengamatan penambah 0,1 mL larutan HCl didapatkan
bahwa larutan berwarna putih keruh dan tidak terdapat
endapan. Hal ini sedikit tidak sesuai dengan referensi
Svehla (1985) yang menyatakan bahwa penambahan HCl
pada AgNO3 akan terbentuk endapan AgCl dan berwarna
putih keruh. Reaksi yang terbentuk antara percampuran
AgNO3 dan HCl adalah
AgNO3 + HCl → AgCl + HNO3 (Svehla, 1985)

Gambar 4.1
AgNO3 + HCl
21

Pengamatan selanjutnya adalah penambahan


NH4OH pada larutan AgCl yang sebelumnya telah
terbentuk. Hasil pengamatannya adalah terbentuknya
larutan putih keruh dan tidak terdapat endapan.
Penambahan NH4OH berfungsi untuk membentuk endapan
kompleks. Hasil percobaan ini sedikit berbeda dengan
referensi Svehla (1985) yang menyatakan bahwa
penambahan NH4OH berlebih akan menimbulkan endapan
berwarna putih. Reaksi yang terbentuk pada penambahan
NH4OH berlebih adalah
AgCl + 2NH4OH → Ag(NH3)2Cl + 2H2O
(Svehla,1985)

Gambar 4.2
AgCl + 2NH4OH
4.2.3.2. Percobaan 2 (Pb2+)
Langkah pertama yang dilakukan adalah sebanyak
1 mL larutan Pb(NO3)2 1% ditambah 0,1 mL larutan KI 1%
dan diamati yang terjadi. Hasil dari penambahan larutan KI
pada larutan Pb(NO3)2 didapatkan larutan berwarna kuning
pekat. Hasil ini sesuai dengan referensi Svehla (1985) yang
menyatakan bahwa pada saat larutan PbI2 dingin atau suhu
awal akan berwarna kuning pekat yang merupakan hasil
dari endapan (Svehla, 1985).
22

Gambar 4.3
Pb(NO3)2 + 2KI
Langkah selanjutnya adalah larutan PbI2 dididihkan.
Hasil yang didapatkan setelah dididihkan adalah larutan
yang berubah warna menjadi kuning transparent dan
terdapat endapan berwarna kuning. Hasil ini menunjukan
bahwa percobaan sesuai dengan referensi Svehla (1985)
yang menyatakan bahwa pada saat larutan dididihkan akan
menghasilkan larutan yang memudar dan endapan berwarna
kuning (Svehla, 1985). Reaksi yang terjadi antara
penambahan larutan KI pada Pb(NO3)2 adalah
Pb(NO3)2 + 2KI → PbI2 + 2KNO3 (Svehla, 1985)

Gambar 4.4
Pb(NO3)2 + 2KI setelah dididihkan
23

4.2.3.3. Percobaan 3 (Hg2+)


Identifikasi kation dengan reaksi basah pada HgCl2
dilakukan dengan cara sebanyak 1 mL larutan HgCl2 1%
ditambah 0,1 mL larutan KI 1%, diamati yang terjadi,
kemudian larutan KI 1% berlebih ditambahkan. Perubahan
yang terjadi diamati. Hasil yang didapatkan pada
penambahan 0,1 mL larutan KI adalah larutan yang tidak
berwarna. Hasil ini berbeda dengan referensi Sevhla (1985)
yang menyatakan bahwa pada saat percampuran larutan
HgCl2 dan KI akan menghasilkan endapan merah
merkurium (II) iodide. Langkah selanjutnya adalah
penambahan larutan KI berlebih pada larutan yang sudah
direaksikan sebelumnya dan menghasilkan larutan yang
tidak berwarna. Hasil ini sesuai dengan referensi
penambahan reagen KI berlebih dapat membuat warna
larutan menjadi tidak berwarna. Penambahan KI berlebih
juga berfungsi untuk membentuk ion tetraido merkurat(II)
(Svehla, 1985).

Gambar 4.5
HgCl2 + 2KI
24

Reaksi –reaksi yang terjadi pada saat percobaan


 Penambahan 0,1 mL larutan KI 1%
HgCl2 + 2KI →HgI2 + 2KCl (Svehla,1985)
 Penambahan KI berlebih
HgI2 + 2KI→K2HgI4 (Svehla, 1985)
4.2.3.4. Percobaan 4 (Fe2+)
Identifikasi kation dengan reaksi basah untuk ion
Fe2+ menggunakan larutan FeSO4 1% dan reagennya NaOH
1%. Langkah yang dilakukan untuk mengidentifkasi adalah
sebanyak 1 mL larutan FeSO4 1% ditambah 1 mL larutan
NaOH 1%, diamati yang terjadi, kemudian dikocok,
perubahan yang terjadi diamati.

Gambar 4.6
FeSO4 + 2NaOH
Data pengamatan yang didapatkan dari percobaan
ini adalah larutan yang berwarna kuning. Hasil ini sedikit
berbeda dari referensi Svehla (1985) yang menyatakan
bahwa larutan dari besi(II) hidroksida berwarna coklat
kemerahan. Reaksi yang dihasilkan adalah sebagai berikut
FeSO4 + 2NaOH→ Fe(OH)2 + Na2SO4 (Harjadi, 1990)
25

4.2.3.5. Percobaan 5 (Ba2+)


Identifkasi selanjutnya adalah identifkasi Ba2+ yang
menggunakan larutan BaCl2, larutan (NH4)2CO3 dan larutan
HNO3. Langkah pertama yang dilakukan adalah Sebanyak
1 mL larutan BaCl2 1% ditambah 1 mL larutan (NH4)2CO3
1%, diamati yang terjadi, kemudian 1 mL larutan HNO3 1%
ditambahkan dan dimati kembali. Hasil yang didapatkan
larutan tidak berwarna dan reaksi yang didapatkan adalah
sebagai berikut (Svehla, 1985):
BaCl2 + (NH4)2CO3 → BaCO3 + 2NH4O

Gambar 4.7
BaCl2 + (NH4)2CO3
Hasil dari penambahan HNO3 pada BaCO3
menghasilkan larutan tidak berwarna yang didapatkan
bahwa hal ini berbeda dengan referensi Svehla (1985) yang
menyatakan bahwa seharusnya larutan berwarna putih
keruh dan untuk reaksi yang didapatkan adalah:
BaCO3 + HNO3 → Ba(NO3)2 + H2O + CO2 (Svehla, 1985)

Gambar 4.8
26

4.2.3.6. Percobaan 6 (NH4+)


Percobaan terakhir dari identifikasi kation dengan
reaksi basah dilakukan dengan cara Sebanyak 1 mL larutan
NaOH 1% ditambah 1 mL larutan NH4Cl 1%, diamati yang
terjadi jika laksmus merah basah ditempatkan pada bibir
tabung. Kemudian tabung dipanaskan, apa yang terjadi dan
bagaimana baunya.

Gambar 4.9
NaOH + NH4Cl
Data yang didapatkan pada percobaan adalah
larutan yang tidak berwarna dan ketika dipanaskan dengan
kertas lakmus merah dibibir tabung didapatkan bahwa
kertas lakmus merah tidak berubah warna. Hal ini berbeda
dengan referensi Svehla (1985) yang menyatakan bahwa
ketika larutan dipanaskan akan mengubah kertas lakmus
merah menjadi biru. Reaksi yang didapatkan
NaOH + NH4Cl → NaCl + NH4OH (Svehla, 1985)

Gambar 4.10
Kertas lakmus setelah dipanaskan
27

4.2.4. Identifikasi Anion dengan Reaksi Basah


Anion merupakan atom non logam yang bermuatan negatif.
Analis anion diawali dengan uji pendahuluan untuk memperoleh
gambaran ada tidaknya anion tertentu atau kelompok anion yang
memiliki sifat-sifat yang sama. Uji pendahuluan biasanya dalam
fase padatan tetapi untuk memperoleh kebenaran pengujian maka
dilakukan dalam keadaan larutan (Chadijah, 2012).
Analisis anion lebih sederhana dibandingkan analisis
kation, tetapi analisis kualitatif anion memerlukan ketelitian
dalam melakukan observasi dari gejala-gejala yang timbul
(Vogel, 1985). Selain itu ada pula identifikasi anion berdasarkan
reaksi dalam larutan, yaitu anion yang diindentifikasi dengan
reaksi pengendapan dan dengan reaksi redoks. Reaksi
pengendapan umumnya terjadi saat proses pemisahan yang
kemudian dilanjutkan dengan uji identifikasi, namun tidak ada
jenis anion tertentu yang termasuk dalam kelompok reaksi
pengendapan karena hal tersebut sesuai dengan uji lanjutannya.
Pembentukan endapan karena adanya senyawa baru setelah
bereaksi. Endapan terbentuk jika larutan menjadi telalu jenih
denganzat yang bersangkutan ke larutan atau endapan
(Hidayati, 2005).
Metode yang tersedia untuk mendeteksi anion tidaklah
sesistematik. Skema klasifikasi yang berikut ternyata telah
berjalan dengan baik dalam praktek. Skema ini bukanlah skema
yang kaku, karena beberapa anion termasuk dalam lebih dari satu
sub golongan, lagi pula, tak mempunyai dasar teoritis. Proses-
proses yang dipakai dapat dibagi ke dalam kalas A yaitu proses
yang melibatkan identifikasi produk-produk yang mudah
menguap yang diperoleh pada pengolahan dengan asam-asam.
Kelas B mencakup proses yang tergantung pada reaksi-reaksi
28

dalam larutan kelas. Contoh dari anion adalah Karbonat, hidrogen


karbonat (bikarbonat), sulfit, tiosulfat, sulfida, nitrit, hipoklorit,
sianida, dan sianat, fluorida, heksafluorsilikat, klorida, bromida,
iodida, nitrat, klorat, perklorat, permanganat, bromat, borat,
heksasianoferat (II), heksasianoferat (III), tiosianat, format,
asetat, oksalat, tartrat, sitrat, Sulfat, peroksodisulaft, fosfat, fosfit,
hipofosfit, arsenat, arsenit, kromat, dikromat, silikat,
heksafluorosilikat, salisilat, benzoat, suksinat (Svehla, 1985).
Percobaan identifikasi anion dengan reaksi basah dilakukan
sebanyak enam kali dengan sampel berbeda, antara lain:
4.2.4.1. Percobaan 1 (Br - )
Identifikasi anion dengan reaksi basah ini dilakukan
dengan cara sebanyak 1 mL larutan KBr 1% ditambah 0,1
mL larutan AgNO3 1%, diamati yang terjadi. Data
pengamatan didapatkan larutan berwarna putih keruh. Hasil
ini tidak sesuai dengan referensi dari Svehla (1985) yang
menyatakan bahwa endapan berwarna kung pucat. Reaksi
yang terbentuk sebagai berikut (Svehla, 1985):
KBr + AgNO3 → AgBr + KNO3

Gambar 4.11
KBr + AgNO3
4.2.4.2. Percobaan 2 (SO42-)
Percobaan kedua dilakukan dengan cara sebanyak 1
mL larutan Na2SO4 1% ditambah 1 mL larutan BaCl2 1%,
diamati yang terjadi. Hasil yang didapatkan adalah larutan
29

berwarna putih keruh. Jika SO42- direaksikan dengan


larutan BaCl2 akan terbentuk endapan BaSO4. Hasil ini
sesuai dengan referensi Harjadi (1990) yang menyatakan
bahwa warna larutan dari BaSO4 berwana putih keruh.
Reaksi yang terjadi sebagai berikut (Harjadi, 1990):
NaSO4 + BaCl2 → 2 NaCl + BaSO4

Gambar 4.12
NaSO4 + BaCl2
4-
4.2.4.3. Percobaan 3 (Fe(CN)6 )
Percobaan ketiga dilakukan dengan cara sebanyak 1 mL
larutan K4Fe(CN)6 1% ditambah 0,1 mL larutan H2SO4 pekat
(dengan hati-hati),di amati yang terjadi. Hasil yang
didapatkan adalah larutan berwarna kuning. Hasil ini berbeda
dengan referensi Harjadi (1990) yang menyatakan bahwa jika
Fe(CN)64- direaksikan dengan larutan H2SO4 pekat akan
terbentuk endapan berwarna hijau tua. Reaksi yang
dihasilkan menurut Svehla (1985):
K4Fe(CN)6 + 6H2SO4 + 6H2O→ 2K2SO4+3(NH4)2SO4+6CO

Gambar 4.13
K4Fe(CN)6 + 6H2SO4
30

4.2.4.4. Percobaan 4 (PO43-)


Percobaan selanjutnya dilakukan dengan cara sebanyak 1
mL larutan H3PO4 1% ditambah 1 mL larutan (NH4)2MoO4
1% dan 1 mL larutan HNO3 1%, kemudian dipanaskan
sebentar lalu didinginkan, diamati perubahan yang terjadi.
Hasil yang didapatkan adalah larutan yang tidak berwarna.
Hasil ini berbeda dengan referensi dari Svehla (1985) yang
menuliskan bahwa reaksi antara ketiganya akan
menghasilkan endapan berwarna kuning.
H3PO4 + 12(NH4)2MoO4 + 21HNO3 → (NH4)3PO4+12MoO3
+ 21NH4NO3 + 12H2O (Harjadi, 1990)

Gambar 4.14
H3PO4 + 12(NH4)2MoO4 + 21HNO3

4.2.4.5.Percobaan 5
Percobaan kelima dilakukan dengan cara sebanyak 1 mL
larutan Na2C2O4 1% ditambah 1 mL larutan H2SO4 pekat
(dengan hati-hati), diamati yang terjadi. Hasil yang
didapatkan dari percobaan kelima ini adalah larutan yang
tidak berwarna
31

.
Gambar 4.15
Na2C2O4 + H2SO4
Hal ini tentu saja berbeda dengan referensi Svehla (1985)
yang menyatakan jika kedua larutan bercampur akan
menghasukan warna yang keruh. Reaksi yang terjadi sebagai
berikut (Svehla, 1985):
Na2C2O4 + H2SO4 → Na2SO4 + H2 + 2CO2
4.2.4.6. Percobaan 6
Percobaan terakhir dilakukan dengan Sebanyak 0,1 mL
larutan Na2S2O3 ditambah 1 mL larutan AgNO3 1%, diamati
yang terjadi. Hasil yang didapatkan adalah larutan tidak
berwarna. Hasil ini berbeda dengan referensi Svehla (1985)
yang menyatakan bahwa reaksi tersebut akan menghasilkan
endapan gelap ketika didiamkan dan perbahan warna menjadi
kecoklatan. Reaksi yang terjadi adalah (Svehla, 1985):
Na2S2O3 + 2AgNO3 → Ag2S2O3 + 2NaNO3

Gambar 4.16
Na2S2O3 + 2AgNO3
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.Kesimpulan
1. Identifikasi logam alkali dengan reaksi kering menghasilkan
warnya nala yang berbeda pada setiap larutan. KCl menghasilkan
warna ungu, NaCl menghasilkan warnya nyala berwarna kuning
dan CaCl2 menghasilkan warna nyala berwarna jingga (orange).
2. Identifikasi kation dengan reaksi basah menghasilkan beberapa
warna larutan pada tiap reaksi yang dicampur.
3. Identifikasi anion dengan reaksi basah menghasilkan beberapa
warna larutandan endapan sebagaimana merupakan salah satu cara
untuk mengetahui ada atau tidaknya anion.
5.2. Saran
Percobaan identifikasi anion dan kation diharapkan dapat lebih
diperhatikan untuk kemurnian baha, kebersihan alat agar hasil dari
percobaan sesuai dengan referensi.

31
DAFTAR PUSTAKA

---2008. Oxford Learner's Pocket Dictionary. New York: Oxford University


Press.

Brown, Douglas. 2008. Prinsip Pembelajaran Dan Peengajaran Bahasa. Jakarta:


Person Education

Chadijah, Sitti.2012.Dasar-Dasar Kimia Analitik. Makassar: UIN Alauddin


Makassar

Clark, Jim.2004.Pengertian Oksidasi dan Reduksi.

Day, JR & Underwood.1993. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga

Harjadi, W.1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: Erlangga

Harvey, D.2000. Modern Analytical Chemistry. New York: McGraw-Hill Comp.

Hidayati,dkk.2005. Petunjuk Praktikum Dasar Kimia Analitik. Semarang

Kartika, Dwi dan Eva Vaulina.2017.Modul Praktikum Kimia Dasar 1.


Purwokerto: Unsoed

Kasim, Syahruddin.2008. Kimia Dasar. Makassar: UPT MKU UNHAS

Patnaik, P.2004.Dean’s Analytical Chemistry Handbook second Edition.


New York: McGraw-Hill Comp.

Petrucci, Ralph H.1985.Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern Edisi ke Empat
Jilid 3. Jakarta: Erlangga

Sahirman.2013.Analisis Kimia Dasar II. Jakarta: Kemendikbud

Sastrawidana, I Dewa Ketut. 2001. Buku Penuntun Belajar Kimia Analitik


Singaraja: IKIP Negeri Singaraja Press

Saridewi, Nanda.2014.Experiment’s Guide Inorgnic Chemistry Capther 1.


Ciputat: FITK Press

Shevla. 1985. Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimakro. Cetakan

33
34

Pertama. Jakarta: Penerbit PT Kalman Media Pustaka

Sugiyarto, Kristian H.2010. Kimia Anorganik Logam.Yogyakarta: Graha Ilmu

Sutresna. 2000. Kimia. Bandung: Grafindo Media

Syamsidar.2013.Dasar Reaksi Kimia Anorganik. Makassar: Alauddin University


Press

Syukri.1999.Kimia Dasar Jilid 2. Bandung: UI Press

Vogel. 1985. Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Jakarta: PT


Kalman Media Pusaka

Anda mungkin juga menyukai