Anda di halaman 1dari 5

Langkah pertama yang dilakukan yaitu beberapa spesimen jenis daun disiapkan (Gambar

7a) dan dipotong dengan ukuran 1x1 cm (Gambar 7b). Hal tersebut merupakan prinsip dari
metode whole mount tumbuhan yang menggunakan organ berukuran kecil untuk dipelajari
struktur vegetatif maupun reproduktifnya. Hal ini juga menyesuaikan dengan ukuran dari object
glass yang nantinya digunakan dalam pengamatan mikroskopik. Sementara itu, untuk jenis
bunga rumput dan lumut tidak dipotong ini bertujuan agar didapatkan hasil pengamatan berupa
satu individu utuh. Hasil dari perlakuan ini yaitu beberapa spesimen daun meliputi daun teratai
(Nymphaea sp.), daun jinten (Cuminum cyminum), daun bayam (Amaranthus sp.), rumput, dan
daun porang (Amorphophallus muelleri) sudah terpotong dengan ukuran 1x1 cm. Sementara itu,
daun bunga rumput (Eleucine indica) dan lumut (Bryophyta) sudah terpisah antara satu individu
dengan individu lainnya. Hal ini sudah sesuai dengan Rohmiati (2012) dalam Harijati dkk.
(2017) bahwa spesimen daun yang digunakan berukuran 1x1 cm 2. Daun yang telah melalui
proses pemotongan tersebut direndam di dalam NaOH 5% pada suhu 37oC selama 24 jam.
Setelah itu, spesimen dipindahkan ke dalam larutan pemutih 80% selama 30 menit kemudian
dicuci menggunakan air kran yang mengalir. Tahap selanjutnya adalah dehidrasi dengan
mentransfer spesimen ke dalam alkohol 30% dan 50% masing-masing selama 10 menit.
Potongan daun yang sudah jernih selanjutya di dimounting menggunakan larutan gliserin.
Penyataan di atas juga didukung oleh Hedhly dkk. (2018) bahwa preparat whole mount
hanya bisa diterapkan pada spesimen tumbuhan yang berukuran kecil. Hal ini menyesuaikan
pada ukuran dari object glass yang nantinya digunakan dalam pengamatan mikroskopik. Pada
beberapa penelitian, terkadang dilakukan pemangkasan (trimming) untuk sampel tumbuhan yang
berukuran agak besar. Hal ini bertujuan agar visualisasi yang dihasilkan lebih rapi dan berukuran
kecil. Preparat whole mount sangat berperan dalam pengamatan seluruh bagian tumbuhan
khususnya struktur vegetative tumbuhan. Selain itu, dapat juga mengamati struktur
reproduksinya karena tidak dilakukan pemotongan sehingga bagian yang teramati adalah seluruh
organ tanaman. Beberapa contoh tanaman yang menggunakan preparat whole mount adalag
lumut, sori paku, daun dengan trikoma, dan daun dengan stomata.
Langkah kedua yaitu potongan spesimen daun dimasukkan ke dalam botol flakon yang
sudah diberi label (Gambar 7c). Pemberian label pada botol flakon bertujuan agar setiap
perlakuan pada pratikum lebih mudah. Hal tersebut dikarenakan bahan yang akan digunakan
telah dibedakan sesuai isi (spesimen) di dalam botol flakon. Hasil yang diperoleh dari perlakuan
ini yaitu spesimen dari beberapa macam daun sudah berada di dalam botol flakon yang telah
diberi label sesuai dengan jenis spesimen tersebut. Hal ini sudah sesuai dengan Harijati dkk.
(2017) yang menjelasnya bahwa pelabelan merupakan salah satu cara untuk pemberian identitas
pada sampel preparat yang akan diamati. Pelabelan tersebut meliputi specimen tumbuhan, jenis
irisan, jenis pewarnaan, dan sebagainya. Ditambahkan oleh Abidin dkk. (2014) identitas preparat
perlu dilakukan untuk mengetahui informasi yang terdapat di dalam preparat mikroskopis.
Umumnya berupa jenis preparat, nama objek preparat, jenis pewarna, nama pembuat dan waktu
pembuatan.
Langkah ketiga yaitu NaOH sebanyak 5 mL ditambahkan ke dalam botol flakon berisi
spesimen (Gambar 7d). Fungsi dari penambahan NaOH 5% ke dalam botol flakon yang berisi
spesimen yaitu sebagai larutan fiksatif dan sebagai clearing awal. Larutan fiksatif berfungsi
mempertahankan morfologi jaringan seperti pada saat kondisi jaringan masih hidup atau keadaan
lingkungan sebenarnya. Sementara sebagai agen clearing awal berfungsi untuk melarutkan
sitoplasmanya dan juga bisa menimbulkan pigmen hitam pada spesimen karena adanya reaksi
oksidasi antara NaOH dengan jaringan daun. Hasil yang diperoleh yaitu beberapa spesimen daun
sudah terendam dengan larutan NaOH 5% sebanyak 5 mL dan siap untuk dilakukan tahapan
selanjutnya. Hal ini sudah sesuai dengan Harijati dkk. (2017) bahwa selama proses hidrolisis dan
oksidasi dengan NaoH, oksidasi fenolik hampir selalu terjadi dan menghasilkan pigmen
berwarna gelap. Pigmen tersebut dapat menghalangi proses pengamatan karena dapat
menghalangi transparasi spesimen meskipun stomatanya sudah tidak ada. Maka dari itu, pigmen
fenolik dapat dihilangkan dengan pencuian berulang menggunakan etanol dengan konsentrasi
yang berbeda disetiap prosesnya.
Fiksasi merupakan tahap awal pada teknik whole mount yang bertujuan untuk
menghentikan proses metabolisme sel, mencegah kerusakan jaringan, dan menjaga berbagai
komponen sitologis maupun histologis. Selain itu, fiksasi juga bertujuan agar material seluler
yang lunak dapat terkoagulasi. Metode fiksasi yang baik apabila sampel teramati memiliki
kemampuan untuk pengendapan kromatin, mangautolisis protein, dan mencegah terjadinya
dekomposisi. Dehidrasi merupakan langkah kedua dalam metode whole mount yang bertujuan
untuk menyerap atau menghilangkan air pada sel, jaringan, organ, dan bagian tumbuhan lainnya
(Vauti dkk., 2020). Clearing merupakan proses yang bertujuan menjadikan stuktur sampel
terlihat lebih jelas, jernih, dan transparan saat diamati dengan mikroskop. Proses penjernihan
dapat dilakukan dengan melarutkan isi sitoplasma menggunakan bahan kimia bersifat keras yaitu
NaOH. Dalam standar normal, penggunaan NaOH atau KOH dengan konsentrasi 5% selama 3
hari atau lebih dapat menghasilkan jaringan yang jernih. Tetapi, untuk jaringan yang lunak
digunakan konsentrasi yang lebih rendah yaitu 2% untuk mencegah terdegradasinya selulosa
dinding sel (Harijati dkk., 2017; Iswara & Wahyuni, 2017).
Langkah keempat yaitu larutan diinkubasi dalam oven pada suhu 37 oC selama 24 jam
hingga klorofil terlarut (Gambar 7e). Proses inkubasi berfungsi untuk memaksimalkan proses
fiksasi NaOH. Hasil yang didapatkan setelah dilakukan inkubasi selama 24 jam yaitu pelarutan
dari masing-masing jaringan masih belum sempurna. Larutan yang diperoleh masih terlalu pekat
atau keruh. Maka dari itu, waktu untuk proses inkubasi ditambahkan menjadi 48 jam sampai
didapatkan hasil yang sesuai berupa larutan yang sudah sedikit jernih akibat dari klorofil yang
sudah terlarut. Hal ini sudah sesuai dengan Shimamura (2015) bahwa lama waktu inkubasi
immunostaining juga dipengaruhi oleh ukuran spesimen. Oleh karena itu, terdapat beberapa
spesimen tanaman yang perlakuan perendamannya beberapa jam atau bahkan semalaman.
Langkah kelima yaitu NaOH 5% dibuang (Gambar 7f) dan dicuci dengan air selama 10
detik (Gambar 7g). Pencucian ini berfungsi untuk menghilangkan sisa-sisa NaOH yang masih
terdapat di spesimen. Hasil dari setelah proses ini dilakukan yaitu jaringan yang sudah dicuci
menggunakan air mengalir dan siap untuk diberikan perlakuan selanjutnya. Hal ini sudah sesuai
dengan Harijati dkk. (2017) bahwa setelah proses perendaman spesimen daun segar ke dalam
NaOH atau KOH 5% maka langkah selanjutnya adalah pencucian spesimen. Prosesnya
dilakukan dengan cara spesimen dicuci sebentar dengan air untuk menghilangkan pigmen yang
tersisa. Hal ini juga sudah sesuai dengan Vasco dkk. (2014) yang juga melakukan proses
pencucian setelah perendaman di dalam larutan 5% NaOH. Pencucian tersebut dilakukan dengan
cara daun dibilas tiga kali dengan air keran dan daun dibiarkan dalam penangas air pada suhu
kamar selama 10 menit.
Langkah keenam yaitu pemutih komersial dengan konsentrari 30% ditambahkan sebanyak
3-4 mL atau sampai spesimen terendam semua dan didiamkan selama 30 menit (Gambar 7h).
Setelah itu, pemutih komersial dibuang (Gambar 7i). Penambahan pemutih komersial berupa
bayclin ini berfungsi sebagai agen clearing yang berfungsi untuk pencucian dan penjernihan
spesimen. Selain itu, juga untuk menghilangkan pigmen hitam yang terjadi akibat pemberian
NaOH sebelumnya. Pemutih komersial ini juga berfungsi untuk membantu pelarutan klorofil
yang terdapat di jaringan. Hasil yang didapatkan yaitu spesimen beberapa daun menjadi jernih
(transparan) dan siap untuk diberi perlakuan selanjutnya. Hal ini sudah sesuai dengan Harijati
dkk. (2017) bahwa pigmen gelap yang terbenetuk dalam proses penjernihan disarankan untuk
dihilangkan menggunakan agen pemutih. Beberapa agen pemutih yang bisa digunakan yaitu
hidrogen peroksida, kromium trioksida yang ada pada larutan stokwell, hipoklorit, klorin,
natrium klorit yang diasamkan dan pemutih komersial.
Langkah ketujuh yaitu pemutih komersial dengan konsentrasi 50% ditambahkan sebanyak
3 mL atau sampai semua spesimen terendam (Gambar 7j). Perendaman dilakukan selama 30
menit. Penambahan konsentrasi yang berbeda atau secara bertingkat dari konsentrari rendah ke
tinggi bertujuan agar reaksi dapat berjalan maksimal. Penambahan pemutih komersial berupa
bayclin ini berfungsi sebagai agen clearing yang berfungsi untuk pencucian dan penjernihan
spesimen. Hasil yang didapatkan yaitu spesimen beberapa daun menjadi lebih jernih (transparan)
dan siap untuk diberi perlakuan selanjutnya. Langkah kedelapan yaitu pemutih komersial 50%
dibuang dan dicuci dengan air selama 10 detik (Gambar 7k). Fungsi dari pencucian ini untuk
menghilangkan adanya sisa dari pemutih komersial yang terdapat di jaringan. Hasil yang
diperoleh dari peroleh dari perlakuan ini yaitu spesimen beberapa daun sudah dibersihkan dari
sisa-sisa pemutih komersial dan siap untuk diberi perlakuan selanjutnya.
Pernyataan di atas sudah sesuai dengan Hidayani dkk. (2018) bahwa clearing merupakan
proses yang bertujuan untuk melihat struktur preparat terlihat jelas dan transparan ketika diamati
di bawah mikroskop. Proses clearing dilakukan dengan pemberian konsentrasi yang bertingkat
dan penggunaan waktu yang bervariasi. Hal tersebut bertujuan untuk memaksimalkan proses
clearing agar sediaan terlihat jernih dan transparan pada saat diamati. Tanpa proses clearing
maka bisa menyebabkan sediaan preparat tidak bertahan lama, spesimen akan menjadi gelap,
kotor, dan tidak jernih. Variasi waktu yang digunakan pada proses ini sangat berpengaruh karena
dapat berdampak pada kualitas sediaan. Misalnnya sediaan menjadi tidak jernih, buram, dan
mudah rusak. Indikator sediaan yang dikatakan baik apabila pada saat dilakukan pengamatan
terlihat jernih, terang, dan bagian-bagiannya terlihat jelas. Sementara itu, indikator sediaan yang
buruk apabila sediaan terlihat kotor, tidak transparan, dan berwarna hitam. Ditambahkan oleh
Harijati dkk. (2017) dalam sel atau jaringan yang jernih maka beberapa karakter dalam
pengamatan akan terlihat jelas seperti fitur anatomi vaskular, distribusi sklereid, kristal oksalat,
sel silika, idioblas yang mengandung tanin, trikoma, latisifer, stomata, dan bahan inti pada
embrio.
Langkah kesembilan yaitu etanol dengan konsentrasi 30% ditambahkan sebanyak 3 mL
atau sampai spesimen terendam selama 15 menit (Gambar 7l). Kemudian, etanol 30% dibuang
setelah 15 menit (Gambar 7m). Penambahan etanol 30% ini memiliki peran dalam proses
dehidrasi. Etanol tersebut akan mengeluarkan air yang terkandung di dalam jaringan. Maka dari
itu, hasil yang diperoleh dari perlakuan ini yaitu kandungan air didalam jaringan berkurang.
Langkah kesepuluh yaitu etanol dengan penambahan konsentrasi sebesar 50% ditambahkan
sebanyak 3 mL atau sampai spesimen terendam selama 15 menit (Gambar 7n). Selanjutnya,
Etanol 50% dibuang setelah 15 menit (Gambar 7o). Penambahan konsentrasi yang berbeda atau
secara bertingkat dari konsentrari rendah ke tinggi bertujuan agar reaksi dapat berjalan
maksimal. Etanol tersebut akan mengeluarkan air yang terkandung di dalam jaringan. Hasil yang
diperoleh dari perlakuan ini yaitu kandungan air didalam jaringan hilang.
Pernyataan di atas sudah sesuai dengan Sari dkk. (2016) bahwa proses dehidrasi bertujuan
untuk menarik air keluar dari jaringan dan akan digantikan dengan alkohol. Proses dehidrasi ini
merupakan serangkaian proses dengan cara memasukkan sampel ke dalam larutan dehidrasi
secara berseri atau bertingkat dari konsentrasi rendah ke konsentrasi yang tinggi dengan
mengurangi konsentrasi air. Dehidran yang umum digunakan dengan metode parafin yaitu
alkohol. Dealkoholisasi akan menarik sisa alkohol dengan menggunnakan clearing agent seperti
xilol atau toluol. Hal ini juga didukung oleh Rahmadani (2018) bahwa dehidrasi adalah metode
yang digunakan untuk mengeluarkan seluruh cairan yang terdapat dalam jaringan. Hal ini
ditambahkan oleh Hayati (2018) bahwa proses dehidrasi bertujuan untuk mengeluarkan molekul
air dari dalam jaringan dengan menggunakan alkohol. Proses tersebut dilakukan secara perlahan-
lahann dengan menggunakan alkohol bertingkat dimulari dari konsentrasi terendah yaitu 30% ke
konsentras yang lebih tinggi yaitu 50%.
Langkah kesebelas yaitu spesimen diletakkan di slide glass dan dimounting dengan
gliserin 50% (Gambar 8a) kemudian ditutup dengan cover glass (Gambar 8b). Fungsi
penambahan gliserin 50% adalah sebagai agen perekat atau mountant yang hidrofilik. Hal ini
dikarenakan masih terdapat kandungan air pada sampel dari tahapan sebelumnya. Gliserin
berfungsi untuk menambah indeks refraksi ketika akan diamati dibawah mikroskop. Penutupan
dengan cover glass dilakukan padasudut 45oC. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar gelembung-
gelembung udara tidak muncul. Oleh karena itu, pengamatan pada morfologi berbagai spesimen
di bawah mikroskop dapat teramati secara jelas. Penetesan gliserin tidak boleh terlalu banyak
atau berlebihan. Kelebihan gliserin dapat berakibat pada lensa mikroskop basah. Hal tersebut
dapat berdampak pada pengamatan yang terganggu. Hasil yang diperoleh yaitu preparat yang
telah melaui proses mounting atau perekatan bagian-bagian pada berbagai spesimen dan siap
diamati di bawah mikroskop.
Pernyataan di atas sudah sesuai dengan Harijati dkk. (2017) bahwa mounting merupakan
proses penempelan gelas objek yang berisi sampel yang diberi perekat dan ditempelkan pada
gelas penutup. Perekat yang biasanya digunakan adalah Canada Balsam dan Entelen. Hal ini
ditambahkan oleh Abidin dkk. (2014) bahwa dengan adanya gelembung udara pada preparasi
dapat menghalangi pandangan saat melakukan pengamatan. Gelembung udara dapat disebabkan
pada saat pemberiang mountant maupun tekni squashing yang kurang baik. Hasil dari perlakuan
ini yaitu preparat telah melalui proses mounting atau perekatan bagian-bagian pada berbagai
spesimen dan siap diamati di bawah mikroskop.
Langkah keduabelas yaitu setiap preparat diamati di bawah mikroskop pada perbesaran
40X, 100X dan 400X (Gambar 8c). Pengamatan dibawah mikroskop dilakukan pada berbagai
spesimen meliputi daun teratai, daun jinten, rumput, daun bayam, daun porang, bunga rumput,
dan lumut. meliputi daun kemangi, daun nilam, daun jeruk, daun sikat botol, dan daun kayu
manis. Perbedaan perbesaran yang digunakan bertujuan untuk memperjelas hasil pengamatan
dari bagian-bagian spesimen daun. Hasil ini digunakan sebagai dasar dalam penyusunan hasil
dan pembahasan di laporan. Hal ini sudah sesuai dengan Dafrita & Sari (2020) bahwa dalam
kegiatan pengamatan sel atau jaringan hewan dan tumbuhan secara mikroskopik harus
menggunakan mikroskop.
Hasil pengamatan daun teratai pada perbesaran 100X tidak terlihat jelas. Pada perbesaran
400X hanya terlihat epidermisnya saja pada bagian adaksial daun. Hasil pengamatan daun jinten
pada perbesaran 100X dan 400X diperoleh trikoma dan kelenjar aromatik. Hasil pengamatan
daun rumput pada perbesaran rendah hanya tampak bagian trikoma saja. Bagian struktur
stomatanya dapat diamati pada perbesaran 100x dan terletak sejajar. Hasil pengamatan pada
daun bayam diperoleh kristal oksalat dan stomata pada perbesaran 400x. Hasil pengamatan pada
bagian daun porang terdapat kristal oksalat pada perbesaran 40x. Bentuk kristal oksalat dapat
terlihat lebih jelas pada perbesaran 100x. Kristal oksalat dengan jenis rafida dan kristal oksalat
jenis druse dapat terlihat pada perbesaran 200x. Pada perbesaran 400x kristal druse terlihat
seperti bunga mawar dan diselubungi oleh idioblas. Hasil pengamatan pada bunga rumput
diperoleh struktur bunga pada perbesaran 400x. Hasil pengamatan spesimen lumut pada
perbesaran 400x dapat terlihat individu yang utuh. Bagian-bagian yang teramati terdiri dari
sporangium, spora, tangkai sporangium (seta), dan daun. Sementara rizhoid tidak terlihat.
Masing-masing penjelasan terkait hasil pengamatan dari berbagai spesimen daun akan dibahas
pada bab selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai