Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH ETIKA BISNIS

“Kode Etika Praktik Perpajakan”

Disusun Oleh:

IBNU FAJAR RAMADHAN


NIM: 2017-30-105

ALEXANDER GASPERSZ
NIM: 2017-30-016

REZA AYU HENDIYANTI


NIM; 2017-30-112

CHELSEA HETHARIE
NIM; 2017-30-132

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PATTIMURA
2018

1
Abstrak

Akuntansi dan dunia bisnis memiliki keterikatan yang kuat satu dengan lainnya. Semakin tajamnya
persaingan di dunia bisnis akan semakin membuat ketatnya sistem informasi akuntansi yang dibuat,
agar informasi keuangan yang dihasilkan semakin efisien dan efektif. Dengan semakin meningkatnya
hubungan bisnis antar negara, banyaknya perusahaan multinasional yang beroperasi di berbagai
negara, dan potensi perusahaan untuk dapat masuk di pasar modal negara lain mendorong perlunya
dibuat standar akuntansi tunggal untuk seluruh dunia. Namun perbedaan regulasi masing-masing
negara menimbulkan masalah dan kendala dalam proses penyatuan/konvergensi standar akuntansi
tersebut. Indonesia dalam hal ini IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) tetap bertekad untuk melakukan
konvergensi menuju IFRS (International Financial Accounting Standard) secara konsisten sejak tahun
1994, sehingga standar akuntansi yang disusun harus mengikuti standar yang saat ini berkembang di
dunia.

2
Daftar isi

Cover    …………………………………………………………………………....……….. 1

Abstrak ………...………………………………………………………….........………… 2

Daftar Isi ……………………………………………………………………….........….... 3

Kata Pengantar ………………………………………………………….........…………. 4

I Pendahuluan ………………………………………………………..…..........…..……. 6

I.I Latar Belakang …………………………………………………........…………6

I.II Rumusan Masalah ……………………………………........…………………7

I.III Tujuan Pembahasan ………………………………......…………………… 7

II. Isi …………………………………………………………………………..........……… 8

II.I Kode Etik Profesi Akuntan Indonesia ………...…….. 8

Profesi akuntan.........................................................................8

Organisasi IAI……………………………………………….................….. 8

Profesi akuntan dalam sorotan…………………..........…..………… 8

Struktur etika IAI……………………………………....................………. 8

Prinsip etika IAI...............................................................................8

Aturan etika IAPI........................................................................................9

II.II Kode Etik Profesi Akuntan Indonesia Menuju Era Global………....…………… 10

3
Tantangan profesi akuntan global………………………….............…... 10

Kode etik profesi akuntan di AS…........................ 11

Kode etik profesi akuntan di beberapa negara di luar AS....................... 11

SARBANES-OXLEY ACT.......................................... 12

IFAC.............................................................................................. 13

Profesi akuntan Indonesia dan IFAC.................................... 15

II.III Kasus………….……………………………..................……….……… 15

III. Kesimpulan ……………………………………………………...…….......…….… 20

Saran ……………………………………………………………………….........……… 20

Penutup ………………………………………………………………........…………... 20

Daftar Pustaka ………………………………………………………........…………… 20

4
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Etika Dalam Praktik
Perpajakan“ tepat pada waktunya. Adapun maksud dan tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu untuk
mengaplikasikan pengetahuan mengenai etika profesi akuntansi berdasarkan teori-teori yang telah
penulis peroleh selama dibangku kuliah
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan dan membantu dalam penyelesaian pembuatan makalah ini, dalam hal ini penulis menyadari
bahwa pembuatan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan dari semua pihak  dan
dengan segala kerendahan hati semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan semua
pihak yag membutuhkan sehingga dapat memberikan sumbangan pengetahuan bagi para pembaca.
                                                                                       
                                                                                                       

Ambon, 8 Desember 2018


                                                            
                                                                                                                                             
                                                                                                                                           

Penulis 

5
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Etika adalah prinsip moral yang memberikan pegangan bagi tingkah laku seseorang.Seseorang
bertindak secara etis bila memperhatikan dampak dari tindakannya terhadap lingkungan sosialnya.

Etika  merupakan sebuah nilai luhur yang wajib dimiliki oleh setiap individu. Berbicara perihal etika,
apapun bentuknya pastilah berkaitan dengan nilai. Etika adalah yang tak kasat mata, namun memiliki
pengaruh yang luar biasa dalam segala segi kehidupan.

Beberapa prinsip etika:

–        Menghindari penyimpangan etika yang kecil-kecil

–        Berfokus pada reputasi jangka panjang

–        Mau menerima konsekuensi pribadi demi mempertahankan etika

 
Ketika etika itu dikaitkan dengan perpajakan, maka akan banyak sekali pihak yang terlibat di
dalamnya. Bahkan bisa dikatakan semua pihak ada di dalamnya. Secara subyektif seluruh warga
Negara adalah wajib pajak. Dengan demikian artinya etika perpajakan ini wajib dimiliki, dimengerti
dan diamalkan oleh setiap individu seperti halnya etika berpakaian dan sebagainya. Pendapatan
terbesar Negara ini didapatkan dari sektor pajak, pajak inilah yang digunakan untuk pembangunan
baik sektor infrastukrtur maupun pembangunan dibidang lainnya. Alangkah kecewanya begitu
mendengar adanya sebuahpenyimpangan yang melibatkan antar institusi dinegeri ini berkaitan dengan
pengelolaan pendapatan tersebut. Bagaimana pembangunan dinegara ini akan akan maju
jikapendapatan untuk membangun disalahgunakan untuk kepentingan pribadi. Apalagi penyimpangan
ini sudah dianggap menjadi sebuah tradisi. Namun sangatlah tidak bijak ketika kita membicarakan
etika perpajakan, kita hanya menunjuk satu pihak saja, misalnya pemerintah yang bertindak
sebagai fiskus.Tidak dapat dipungkiri bahwa fiskus merupakan salah satu actor utama
dalam perpajakan. Namun ada dua actor utama lainnya, yaitu konsultan pajak dan wajib pajak itu
sendiri. Mari kita menengok kasus yang baru-baru ini memerahkan telinga Dirjend Pajak.
Tertangkapnya Gayus di Singapura bukan berarti mematikan jalur penyelewangan pajak, justru
dengan ditangkapnya Gayus yang diharapkanmembongkar sindikat tradisi yang melembaga dinegeri
ini. Betapa tidak Gayus yang baru bergabung dengan institusinya selama 5 tahun memiliki harta
melebihi kekayaan seorang menteri, jangan heran jika ada atasan Gayus yang memiliki harta
berlimpah, tanah berhektar-hektar dan sejumlah rumah mewah diberbagai wilayah dan alangkah lebih

6
mengagetkan lagi jika mereka melaporkan kekayaan tersebut didapat dari hasil hibah sebab seorang
Gayus saja bisa terbebas dari jeratan hukum apa lagi atasanya.  Begitu luasnya mata rantai sindikat
pengelapan pajak ini membuat pemerintah dalam hal ini aparat penegak hukum harus bekerja lebih
ekstra keras untuk mengungkap.

Berdasarkan pernyataan di atas, maka kode etik profesi perlu diterapkan dalam setiap jenis profesi.
Kode etik ini menetapkan prinsip dasar dan aturan etika profesi yang harus diterapkan oleh setiap
individu.

Dalam etika profesi, sebuah profesi memiliki komitmen moral yang tinggi yang biasanya dituangkan
dalam bentuk aturan khusus yang menjadi pegangan bagi setiap orang yang mengembangkan profesi
yang bersangkutan. Aturan ini merupakan aturan main dalam menjalankan atau mengemban profesi
tersebut yang biasanya disebut sebagai kode etik yang harus dipenuhi dan ditaati oleh setiap profesi.
Menurut Chua dkk (1994) menyatakan bahwa etika professional juga berkaitan dengan perilaku moral
yang lebih terbatas pada kekhasan pola etika yang diharapkan untuk profesi tertentu.

Setiap profesi yang memberikan pelayanan jasa pada masyarakat harus memiliki kode etik yang
merupakan seperangkat moral-moral dan mengatur tentang etika profesional.

Di dalam kode etik terdapat muatan-muatan etika yang pada dasarnya untuk melindungi kepentingan
masyarakat yang menggunakan jasa profesi. Terdapat dua sasaran pokok dalam dua kode etik ini yaitu
Pertama, kode etik bermaksud melindungi masyarakat dari kemungkinan dirugikan oleh kelalaian
baik secara disengaja maupun tidak disengaja oleh kaum profesional. Kedua, kode etik bertujuan
melindungi keseluruhan profesi tersebut dari perilaku-perilaku buruk orang tertentu yang mengaku
dirinya profesional.

Menurut Hunt & Vitell [1986, dalam Khomsiyah & Nur Indriantoro (1998)], bahwa kemampuan
seorang profesional untuk dapat mengerti dan peka akan adanya masalah etika dalam profesinya,
sangat dipengaruhi oleh lingkungan budaya atau masyarakat dimana profesi itu berada, lingkungan
profesinya, lingkungan organisasi atau tempat ia bekerja serta pengalaman pribadinya.

Kepatuhan terhadap Kode Etik, seperti juga dengan semua standar dalam masyarakat
terbuka, tergantung terutama sekali pada pemahaman dan tindakan sukarela anggota. Di
samping itu, kepatuhan anggota juga ditentukan oleh adanya pemaksaan oleh sesama
anggota dan oleh opini publik, dan pada akhirnya oleh adanya mekanisme pemrosesan
pelanggaran Kode Etik oleh organisasi, apabila diperlukan, terhadap anggota yang tidak
menaatinya.

KODE ETIK PEGAWAI DIRJEND PAJAK

7
Kode Etik Pegawai Direktorat Jenderal Pajak (Kode Etik) adalah pedoman sikap,tingkah laku, dan
perbuatan, yang mengikat Pegawai Direktorat Jenderal Pajak(Pegawai) dalam melaksanakan tugas
pokok dan fungsinya serta dalam pergaulan hidup sehari-hari. Dengan Kode Etik, segenap jajaran
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dituntut untuk mengetahui, memahami, menghayati, dan
melaksanakan tugas sesuai prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (good
governance). Keberhasilan pelaksanaan Kode Etik tidak hanya bergantung pada badan atau unit yang
berwenang mengawasi Kode Etik, tetapi juga ditentukan oleh faktor-faktor seperti pengawasan
melekat dan keteladanan dari atasan dan tanggung jawab seluruhPegawai DJP. Oleh karena itu
Pegawai diharapkan memiliki inisiatif untuk menjaga agar Kode Etik dapat dipatuhi antara lain
dengan saling mengingatkan sesama Pegawai, berkonsultasi dengan atasan, atau melaporkan apabila
terjadi pelanggaran Kode Etik di lingkungan kerja masing-masing.

Setiap pegawai pajak wajib:

1. Menghormati agama, kepercayaan, budaya, dan adapt istiadat orang lain.


2. Bekerja secara profesional, transparan, dan akuntabel.Bekerja secara profesional meliputi:
 Integritas, yaitu ukuran kualitas moral Pegawai yang diwujudkan dalam sikap jujur,
bersih dari tindakan tercela, dan senantiasa mengutamakan kepentingannegara;
 Disiplin, yaitu pencerminan ketaatan Pegawai terhadap setiap ketentuan yangberlaku;
 Kompetensi, yaitu ukuran tingkat pengetahuan, kemampuan dan penguasaanatas
 bidang tugas Pegawai sehingga mampu melaksanakan tugas secaraefektif dan efisien.
 Bekerja secara transparan, yaitu setiap Pegawai bersikap terbuka dalammelaksanakan
tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan ketentuan yangberlaku. Namun
demikian, kerahasiaan jabatan sesuai dengan peraturanperundang-undangan yang
berlaku, tetap harus diterapkan.- Bekerja secara akuntabel artinya Pegawai harus
bertanggungjawab danbersedia untuk diperiksa oleh pihak yang berwenang atas
setiap keputusanatau tindakan yang diambil dalam rangka pelaksanaan tugas.

3. Mengamankan data dan atau informasi yang dimiliki Direktorat Jenderal Pajak.
4. Memberikan pelayanan kepada wajib pajak, sesama pegawai, atau pihak laindalam
pelaksanaan tugas dengan sebaik-baiknya.
5. Mentaati perintah kedinasan.Perintah kedinasan adalah perintah yang diberikan oleh atasan
yangberwenang mengenai atau yang ada hubungannya dengan kedinasan
6. Bertanggung jawab dalam penggunaan barang inventaris milikDirektorat Jenderal Pajak.
7. Mentaati ketentuan jam kerja dan tata tertib kantor.
8. Menjadi panutan yang baik bagi masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakan.
9. Bersikap, berpenampilan, dan bertutur kata secara sopan. .

8
Dalam buku kode etik pegawai Dirjed Pajak di atas jelas disebutkan bahwapegawai harus bekerja
dengan jujur, bersih dari tindakan tercela, dan senantiasamengutamakan kepentingan Negara.
Namun lagi-lagi apalah arti buku kode etik tersebut tanpa adanya moral yang baik dari pelaksananya.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dalam makalah ini dibahas mengenai:
1.Tanggung Jawab Akuntan Pajak
2.Etika Akuntan Pajak
3.Kompleksitas Aturan Perpajakan Vs Tuntutan Klien

C. Tujuan
Tujuan dari makalah ini ialah untuk menunjukkan bagaimana menjalankan profesi yang baik sesuai
dengan kode etik profesi masing – masing. Secara khusus pada profesi praktisi pajak yang
berhubungan langsung dengan masyarakat agar dapat melayani masyarakat dan negara sesuai dengan
etika  yang berlaku untuk para praktisi pajak.

BAB II

ISI

II.I Etika Bisnis dan Profesi Etika Dalam Perpajakan

Pengertian Akuntansi Pajak


Akuntansi perpajakan dapat didefinisikan sebagai “Bidang Akuntansi yang mengkalkulasi,
menangani, mencatat, bahkan menganalisa dan membuat strategi perpajakan sehubungan
dengan kejadian-kejadian ekonomi (transaksi) perusahaan”. Peranannya dalam perusahaan
adalah signifikan, yaitu

1. Memberikan membuat perencanaan dan strategi perpajakan (dalam artian positif)


2.  Memberikan analisa dan prediksi mengenai potensi pajak perusahaan di masa yang
akan datang
3. Dapat menerapkan perlakuan akuntansi atas kejadian perpajakan (mulai dari
penilaian/penghitungan, pencatatan (pengakuan) atas pajak, dan dapat menyajikannya
di dalam laporan komersial maupun laporan fiskal perusahaan.
4. Dapat melakukan pengarsipan dan dokumentasi perpajakan dengan lebih baik,
sebagai bahan untuk melakukan pemeriksaan dan evaluasi.

9
Mengingat eratnya keterkaitan antara akuntansi dengan perpajakan pajak (dan sebaliknya),
implikasi dan konsekwensi setiap transaksi di perusahaan terhadap pajak, tidak berlebihan
jika manajemen dan staf akuntansi pajak signifikan diperlukan didalam perusahaan. Sampai
saat ini masih banyak perusahaan merangkapkan pegawai accounting (yang menangani
laporan komersial) untuk menangani perpajakan juga. Akibat sedikitnya
pegawai accounting yang sungguh-sungguh memahami perpajakan (bahkan untuk
menghitungnya pun masih banyak yang belum bisa), tidak punya cukup waktu untuk
mengikuti perkembangan (perubahan) undang-undang dan peraturan perpajakan, banyak
kejadian perpajakan tidak ditangani dengan baik. Terdapat dua kelompok pemakai laporan
keuangan. Pihak internal dan pihak eksternal. Pihak internal adalah manajemen perusahaan.
Sementara pihak eksternal antara lain pemegang saham, kreditor, dan instansi pemerintah
seperti instansi pajak. Sebagai pemakai ekstern, Ditjen Pajak bisa menggunakan laporan
keuangan sesuai kepentingannya, misalnya untuk menghitung pajak terhutang wajib pajak
(WP) yang bersangkutan. Laporan keuangan itu bisa yang telah diaudit maupun tidak,
tergantung kepada WP yang menyampaikannya.
II.II Tanggung Jawab Akuntan Pajak
Internal Revenue Service (IRS) mengemukakan bahwa tanggung jawab utama praktisi pajak
adalah sistem pajak. Komisi IRS, Roscoe Egger dalam Armstrong (1993 : 85) menyatakan
bahwa suatu sistem pajak yang baik dan kuat tidak hanya terdiri dari entitas administrasi
pajak saja, dalam kasus ini IRS. Hal tersebut juga harus terdiri dari Konggres, Administrasi
dan komunitas praktisi. Bukan sebagai bagian yang terpisah pada masyarakat yang luas,
tetapi lebih bekerja sama ke arah tujuan umum. Direktur praktik IRS, Leslie Shapiro dalam
Armstrong (1993 : 85) lebih menegaskan bahwa ketika secara umum menyetujui bahwa
praktisi pajak mempunyai kewajiban atas kemampuan, loyalitas dan kerahasiaan klien, hal ini
disebut juga tanggung jawab praktisi atas sistem pajak yang baik. Tanggung jawab terakhir
adalah pentingnya pervasive (peresapan). Dalam hubungan antara praktisi dan klien yang
normal, kedua tanggung jawab dikenali dan dilaksanakan. Namun, situasi ini adalah sulit.
Dalam beberapa situasi praktisi diperlukan untuk memutuskan kewajiban yang berlaku dan
dalam pelaksanaannya dapat disimpulkan bahwa kewajiban atas sistem pajak yang tertinggi.
IRS bersandar pada praktisi pajak untuk membantu dalam mengatur hukum pajak dengan

10
jujur dan adil dalam pelayanan dan pengembangan kepercayaan klien dalam integritas dan
kepatuhan terhadap sistem pajak.
Menurut William L. Raby dalam Armstrong (1993 : 85) sistem pajak yang mendukung IRS
akan menimbulkan perdebatan pajak. Oleh karena itu,praktisi lebih baik melayani publik
dengan mengadopsi suatu sikap. Argumennya adalah aturan etika yang fundamental dalam
praktik perpajakan pada tingkat etika personal adalah praktisi pajak harus mengijinkan klien
untuk membuat keputusan final. Praktisi tidak berhak mengganti skala nilai kliennya.
Disamping itu praktisi harus bertanggung jawab tidak menyediakan informasi yang salah
untuk pemerintah. Seorang auditor pajak bertanggung jawab mengaudit pajak penghasilan
dari wajib pajak untuk menentukan apakah mereka telah memenuhi undang-undang
perpajakan yang berlaku. Audit yang dilakukan oleh auditor pajak termasuk jenis audit
kepatuhan 

Etika Akuntan Pajak


Dalam kaitannya dengan etika akuntan pajak, AICPA mengeluarkan Statemet on
Responsibilities in Tax Practice (SRTP). Adapun isinya adalah sebagai berikut:
SRTP (Revisi 1988) No.1: Posisi Pengembalian Pajak
SRTP (Revisi 1988) No.2: Jawaban Pertanyaan atas Pengembalian
SRTP (Revisi 1988) No.3: Aspek prosedur tertentu dalam menyiapkan Pengembalian
SRTP (Revisi 1988) No.4: Penggunaan Estimasi
SRTP (Revisi 1988) No.5: Keberangkatan dari suatu posisi yang sebelumnya disampaikan di
dalam suatu kelanjutan administrative atau keputusan pengadilan
SRTP (Revisi 1988) No.6: Pengetahuan Kesalahan: Persiapan Kembalian
SRTP (Revisi 1988) No.7: Pengetahuan Kesalahan: Cara kerja administrasi
SRTP (Revisi 1988) No.8: Format dan isi nasihat pada klien
Salah satu klien yang terpenting menyarankan untuk merubah perlakuan dari beberapa pajak
penghasilannya. Kita percaya jika perlakuan yang disarankan oleh klien tersebut dibuat untuk
memperkecilkan pajak yang sebenarnya. Walaupun itu tidak ada alasan yang tepat untuk
merubahnya. Kita hanya mempuyai dua pilihan dasar yaitu :

 Kita dapat menolak untuk perubahan tersebut

11
 Kita dapat melakukan untuk perubahan tersebut sesuai yang disarankan oleh klien.

AICPS’s Statement On Responsibilities in Tax Practice meyetujui akuntan merangkap peran


sebagai penasehat hukum untuk klien dan pembawa kebenaran untuk pemerintahan. Dari
perspektif etika, peran rangkap ini sangatlah penting karena peran rangkap akuntansi
perpajakan lebih mempunyai tanggung jawab dua kali lipat daripada peran auditor yang kita
ketahui selama ini. Akuntansi perpajakan mempunyai beberapa tanggung jawab masyarakat
melalui pemerintah.

Pertama, akuntansi perpajakan mempunyai larangan untuk berbohong dalam pajak


penghasilan. Kedua, sebagai seorang attestor tanda tangan di atas pajak penghasilan adalah
sebuah hukuman dari sumpah palsu. Oleh karena itu ada suatu tanggung jawab kepada klien
dan masyarakat untuk jujur dan tidak menjadi kompleks ketika seorang klien mencoba untuk
menipu meskipun hal ini bisa merusak hubungan kita dengan klien.
Para anggota harus memenuhi tanggung jawab mereka sebagai seorang profesioanal dengan
menjaga dan mengamalkan standarisasi tersebut sehingga tingkat keprofesionalan mereka
dapat diukur. Ada 6 standarisasi yang dipersembahkan oleh SSTs, yang menjadi tujuan kita ;

 Seorang akuntansi pajak seharusnya tiadak merekomendasikan suatu keadaan atau


posisi jika posisi tersebut tidak pantas
 Seorang akuntan pajak seharusnya tidak mempersiapkan atau menandai penghasilan
jika hal ini merupakan suatu keadaan dimana seorang tidak bisa merekomendasikan
no.1
 Seorang akuntan pajak bisa merekomendasikan yang mana dia dapat menyimpulkan
suatu keadaan tersebut dengan tidak tergesa-gesa
 Seorang akuntan pajak mempunyai kewajiban untuk memberikan nasehat kepada
kliennya tentang hukuman yang dapat di berikan karena beberapa keadaan dan
sekaligus pemecahan masalahnya.
 Seorang akuntan pajak seharusnya tidak merekomendasikan suatu keadaan dimana
dapat bertindak secara tidak adil terhadap audit pemilihan proses oleh IRS
 Melayani keadaan dimana orang hanya beragumen saja tanpa adanya praktek.

12
Jadi, hukum pajak dan permintaan dari klien adalah kesempatan potensi yang besar untuk
perilaku yang beretika dalam akuntansi pajak. Crenshaw dalam artikelnya menyebutkan
empat alasan mengapa dibutuhkan tempat perlindungan pajak:

 manajemen perusahaan mencari cara baru untuk memaksimalkan laba dan aliran arus
kas
 meningkatkan kompleksitas baik dari kode pajak dan keuangan, membuat hal itu lebih
mudah dalam realita ekonomi
 persepsi tentang investasi bank dan mewujudkan keinginan produk pajak
 risiko yang kecil

Pernyataan Umum No. 1 Kemungkinan yang realistis umum: “Secara umum, suatu anggota
perlu mempunyai suatu niat baik dalam kepercayaan bahwa posisi keuntungan pajak
direkomendasikan untuk mempunyai suatu kemungkinan yang realistis secara administratif
atau secara hukum didukung atas baik buruknya suatu tantangan.
Pernyataan Umum No. 2 Statemen ini adalah tidak diragukan dalam menentukan yang
berikut: “Suatu anggota perlu membuat suatu usaha yang layak untuk memperoleh informasi
yang diperlukan dari seseorang wajib pajak untuk menyediakan jawaban yang sesuai untuk
semua pertanyaan pada suatu keuntungan pajak sebelum mempersiapkan penandatanganan.
Pernyataan Umum No. 3 Kewajiban untuk menguji atau memverifikasi data pendukung:
Suatu persiapan dalam mempercayai niat baik dari klien untuk menyediakan informasi yang
akurat dalam menyiapkan suatu keuntungan pajak, tetapi “mestinya tidak mengabaikan
implikasi dari informasi yang diperlengkapi dan perlu membuat pemeriksaan yang layak jika
informasi tampak seperti salah, atau tidak sempurna” ( SSTS, p. 21).
Pernyataan Umum No. 4 Penggunaan estimasi: Ini adalah standar yang tidak diragukan.
Suatu persiapan dapat menggunakan perkiraan wajib pajak jika tidak praktis untuk
memperoleh data yang tepat dan jika persiapan dalam menentukan perkiraan adalah layak,
didasarkan pada pengetahuan sebelum persiapan.
Pernyataan Umum No. 5 Sesuai dengan pernyataan sebelumnya : ini adalah suatu standar
yang teknis. Seperti dipaparkan dalam bentuk SSTS No. 1, mengenai posisi keuntungan
pajak, dimana anggota boleh merekomendasikan suatu posisi keuntungan pajak atau

13
menyiapkan suatu tanda keuntungan pajak yang meninggalkan perbaikan dari suatu item
seperti disimpulkan dalam suatu kelanjutan yang administratif atau keputusan pengadilan
berkenaan dengan suatu hasil yang utama dari wajib pajak” ( SSTS, p. 26).
Pernyataan Umum No. 6 Kesalahan Pengetahuan: Apa yang terpaksa dilaksanakan ketika
suatu persiapan sadar akan suatu kesalahan sebelumnya ? Anggota perlu “menginformasikan
wajib pajak dengan segera” dan ” merekomendasikan yang mengoreksi tindakan yang
diambil” ( SSTS, p. 28).
Pernyataan Umum No. 7 Kesalahan Pengetahuan: kelanjutan yang administratif: Jika selama
suatu kelanjutan yang administratif suatu persiapan mendeteksi suatu kesalahan, maka perlu
“meminta persetujuan wajib pajak untuk menyingkapkan kesalahan untuk dikenakan pajak
otoritas. Kekurangan persetujuan seperti anggota perlu mempertimbangkan dalam hal apakah
perlu menarik dari perwakilan wajib pajak di kelanjutan yang administratif” ( SSTS, pp. 31-
2).
Pernyataan Umum No. 8 Format dan isi dari nasihat ke wajib pajak: Statemen ini tidak
menentukan isi manapun atau format yang umum dari nasihat dikarenakan cakupan dari
nasihat menjadi sangat luas dan dikhususkan untuk masing-masing individu yang menjadi
wajib pajak secara terpaksa. Yang menjadi rekomendasi mereka adalah bahwa nasihat
mencerminkan kemampuan/ wewenang profesional dan melayani wajib pajak terpaksa.
Kompleksitas Aturan Perpajakan vs Tuntutan Klien
Pajak secara klasik memiliki dua fungsi. 
Fungsi Pajak terdiri dari dari dua fungsi yaitu:
a. Fungsi Budgetair
Fungsi Budgetair disebut fungsi utama atau fungsi fiscal yaitu suatu fungsi dalam mana pajak
dipergunakan sebagai alat untuk memasukan dana secara optimal ke kas Negara berdasarkan
undang – undang perpajakan yang berlaku.
b. Fungsi Regulerend
Fungsi Regulerend disebut juga fungsi tambahan karena hanya sebagai pelengkap dari fungsi
utama yaitu budgetair. Dalam hal ini, pajak berfungsi sebagai alat yang digunakan
pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu. Contoh : pemerintah ingin
memberantas/mengurangi kebiasaan mabuk-mabukan dikalangan generasi muda maka

14
pemerintah mengenakan pajak atas minuman keras dengan demikian harga menjadi mahal
dan diharapkan konsumsi minuman keras menjadi berkurang
Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 23 ayat 2, disebutkan bahwa “segala pajak
untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang.” Dari hal tersebut dapat disimpulkan
bahwa pajak memiliki fungsi yang luas antara lain sebagai sumber pendapatan negara yang
utama, pengatur kegiatan ekonomi,pemerataan pendapatan masyarakat, dan sebagai sarana
stabilisasi ekonomi. Kalau kita lihat APBN, pajak selalu dituntut untuk bertambah dan
bertambah. Pemerintah harus memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke kas negara. Dalam
struktur anggaran negara, seperti halnya negara kita bisa mencapai 75% diperoleh dari pajak.
Kondisi inilah yang memicu pemerintah untuk membuat aturan-aturan perpajakan. Aturan
perpajakan merupakan masalah yang sebaiknya menjadi prioritas bagi pemerintah supaya
tidak terjadi tax evasion/tax avoidance.
Berikut ini disajikan kasus yang mencerminkan kompleksitas aturan perpajakan vs tuntutan
klien:

1. Jeratan Pajak Ganda pada Dividen

Secara teori Indonesia menganut klasikal sistem. Artinya, ada pembedaan subyek pajak.
Yaitu subyek pajak badan dan subjek pajak perseorangan. Yang bermasalah dalam pajak
deviden adalah terjadi economic double taxation. Pengertiannya, sebelum dividen dibagi
kepada pengusaha, dia merupakan laba perusahaan yang dikenakan pajak, atau disebut pajak
korporat. Namun, ketika dibagi lagi kepada pemegang saham di korporat, pemegang saham
itu harus dikenakan pajak lagi. Inilah yang disebut sebagai pajak ganda. Sebagai
perbandingan, Malaysia dan Singapura tidak lagi menggunakan pajak atas dividen. Mereka
menggunakan kredit sistem. Yakni, pajak yang bisa dikreditkan kepada para pemegang
saham di korporat. Sehingga, korporat hanya dimaknai sebagai sarana. Subyek pajak tetap
melekat pada pribadi. Tak ada lagi pajak ganda yang membebani.
2.      Sengketa Pajak
Kalau terjadi dispute, yakni hitungan wajib pajak (WP) dengan petugas pajak berbeda. Pada
UU KUP 2000 kewenangan aparat Fiscus terlalu luas. Jika terjadi sengketa SPT, maka
apapun yang akan dipakai adalah hitungan aparat pajak, dan hitungan itu harus dibayar lebih

15
dahulu oleh WP sebesar 50 persen dari hitungan petugas pajak sebelum bisa dibawa kepada
pengadilan pajak. Kalau hitungan WP yang dinyatakan pengadilan benar maka WP berhak
menerima restitusi. Malangnya, uang restitusi itu kenyataannya tidak segera dibayarkan oleh
Fiscus. Jika uang restitusi jumlahnya milyaran jelas saja mengganggu cash flow para
pengusaha. Inilah persoalan yang menjadi momok dalam dispute antara WP dengan aparat
pajak. Untungnya, dalam UU KUP 28/2007 perhitungan SPT ditentukan secara bersama-
sama. Jika ada perbedaan klaim angka, maka yang lebih dahulu dipakai adalah klaim WP.
Sebelum masuk ke pengadilan pajak, WP hanya cukup membayar sebesar 50 persen dari
klaim hitungan WP sendiri.
3.      Tarif Pajak yang tinggi
Ketua Tax Centre UI, Tafsir Nurchamid dan pengusaha Anton J Supit mengatakan bahwa
tarif yang tinggi kalau diturunkan punya dampak pada seretnya penerimaan negara. Padahal
disaat yang sama pendapatan negara itu sebagian besar ditujukan untuk membayar hutang
dan obligasi rekap. Meskipun semestinya menurut Anton J Supit penerimaan dari pajak itu
digunakan untuk membangun infrastruktur. Banyak kalangan perpajakan seperti Permana
Agung, Gunadi, dan Haula Rusdiana mengatakan sebaiknya ada kebijakan untuk membuat
tarif menjadi lebih rendah. Selain lebih kompetitif bagi dunia usaha, pajak yang rendah
dianggap justru akan meningkatkan penerimaan negara karena semakin banyaknya potensi
pajak yang terjaring. Satu triliun dari seratus orang jauh lebih baik ketimbang satu triliun
hanya dari sepuluh pembayar pajak. Tarif yang tinggi membuat yang bayar menjadi sedikit.
Sehingga membuat banyak orang yang lain lebih sering menghindar dan kucing-kucingan
dengan petugas pajak. Dalam pikiran mereka, sekali Anda punya NPWP sampai mati Anda
akan dikejar oleh aparat pajak. Prinsip ini membuat mereka kalau bisa selalu baku atur atau
main belakang dengan fiscus.

II.III Kasus

BAB III

PENUTUP

III.I Kesimpulan

16
Dari pembahasan diatas diketahu bahwa jadi yang dimaksud dengan akuntan adalah mereka
yang telah lukus dari pendidikan strata satu (S1) program studi akuntansi dan telah memperoleh gelar
profesi akuntan melalui pendidikan profesi akuntansi yang diselenggarakan oleh beberapa perguruan
tinggi yang telah mendapatkan izin dari Pendidikan Nasional atas rekomendasi dari organisasi profesi
institut Akuntan Indonesia (IAI). Dari kasus tersebut bisa saya simpulkan bahwa Enron dan KAP
Arthur Andersen sudah melanggar kode etik yang seharusnya menjadi pedoman dalam melaksanakan
tugasnya dan bukan untuk dilanggar. Mungkin saja pelanggaran tersebut awalnya mendatangkan
keuntungan bagi Enron, tetapi akhirnya dapat menjatuhkan kredibilitas bahkan menghancurkan Enron
dan KAP Arthur Anderson. Dalam kasus ini, KAP yang seharusnya bisa bersikap independen tidak
dilakukan oleh KAP Arthur Andersen. Karena perbuatan mereka inilah, kedua-duanya menuai
kehancuran dimana Enron bangkrut dengan meninggalkan hutang milyaran dolar sedangakn KAP
Arthur Anderson sendiri kehilangan keindependensiannya dan kepercayaan dari masyarakat terhadap
KAP tersebut, juga berdampak pada karyawan yang bekerja di KAP Arthur Anderson dimana mereka
menjadi sulit untuk mendapatkan pekerjaan akibat kasus ini. Kesimpulan yang bisa diambil dar ketiga
sumber yang saya kutip kurang lebih sama seperti yang saya simpulkan.

III.II       Saran
Dari uraian makalah ini, penyusun merekomendasikan pentingnya untuk menguasai mengenai
kode etika profesi akuntan indonesia menuju era global, karena hal tersebut akan dapat membantu
mengevaluasi kegiatan-kegiatan audit yang dilakukan dalam suatu perusahaan. Dan hasilnya
memberikan umpan balik tentang fungsi etika profesi bagi para mahasiswa dalam melakukan tugas
sebagai auditor

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Sukrno. 2011. Etika Bisnis dan Profesi. Jakarta: Salemba Empat

17
18

Anda mungkin juga menyukai