Anda di halaman 1dari 29

1

ANALISIS STRUKTUR KALIMAT BAHASA INDONESIA DENGAN


MENGGUNAKAN PENGURAI KALIMAT BERBASIS LINGUISTIK
PADA KARANGAN DESKRIPTIF SISWA KELAS XI IPA 2 DI SMAN 3
GARUT

SEMINAR PROPOSAL

Diajukan untuk memenuhi untuk memenuhi syarat mata kuliah seminar proposal
di ampu oleh Hj. Lina Siti Nurwahidah, M. Pd

Oleh
ZIHAN FEBRIANI
NIM 17211001

PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
INSTITUT PENDIDIKAN INDONESIA
2020
2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Bahasa merupakan suatu aktivitas yang tidak dapat dipisahkan atau

dihindari dari kehidupan manusia. Chaer (2010:11) menyatakan bahasa adalah

sistem, artinya, bahasa itu dibentuk oleh sejumlah komponen yang berpola secara

tetap dapat dikaidahkan. Bahasa merupakan sarana paling efektif untuk

berkomunikasi. Sedangkan menurut Lamuddin (2007:5), berbahasa berati

berkomunikasi dengan menggunakan media bahasa. Bahasa harus dipahami oleh

semua pihak dalam suatu komunitas. Komunikasi merupakan penggerak

kehidupan. Jadi, tidak mungkin dapat dihilangkan karena manusia merupakan

makhluk sosial yang selalu membutuhkan interaksi/hubungan dengan manusia

lain.

Terdapat bermacam-macam fungsi bahasa salah satunya adalah sebagai

alat komunikasi. Dapat dikatakan bahwa bahasa merupakan alat komunikasi antar

manusia yang paling efektif. Dalam fungsinya sebagai alat komunikasi, bahasa

digunakan sebagai penyampai gagasan pembicaraan yang mempunyai berbagai

ragam atau variasi bergantung pada konteks komunikasi yang terjadi dengan kata

lain setiap orang dimungkinkan memilih salah satu variasi bahasa yang digunakan

biasanya pemilihan variasi ini ditentukan oleh faktor pembicara, pendengar,

pokok pembicaraan, tempat, suasana, dan tujuan orang berbicara (Widada dan

Prayogi, 2010:271).
3

Setiap struktur kalimat dan satuan-satuan terkecil lainnya dalam bahasa

tidak terlepas dari kajian sintaktis. Hal tersebut sangat penting karena sintaktis

berperan sebagai kerangka sebuah bahasa yang memiliki hubungan erat satu

dengan yang lainnya. Sintaktis merupakan bagian dari ilmu bahasa yang

mempelajari susunan kalimat, klausa dan frasa

Salah satu motivasi dalam penelitian bahasa alami adalah bahwa

kemampuan pemrosesan bahasa alami akan mengubah cara penggunaan

berbahasa . Karena kebanyakan pengetahuan manusia tersimpan dalam bentuk

bahasa, komputer yang dapat mengerti bahasa alami dapat mengakses informasi

ini. Selain itu, antar muka sistem komputer yang kompleks yang menggunakan

bahasa alami dapat diakses oleh setiap orang. Sistem yang seperti ini akan lebih

fleksibel dan intelligent dan sangat mungkin diterapkan pada teknologi komputer

sekarang ini.

Penelitian dalam bidang pemrosesan bahasa alami sudah banyak

dilakukan. Namun kebanyakan penelitian tersebut dilakukan terhadap bahasa

Inggris. Penelitian bahasa alami yang dilakukan terhadap bahasa Indonesia masih

sedikit dilakukan. Tentunya penelitian ini selayaknya dilakukan oleh orang

Indonesia sendiri.

Salah satu komponen terpenting dalam pemrosesan bahasa alami adalah

pengurai (parser) struktur kalimat. Pengurai sintaks kalimat ini memberi indikasi

bagaimana hubungan antar kata dalam satu kalimat. Struktur ini juga

mengidentifikasikan bagaimana kata-kata bersatu membentuk frase, kata-kata

yang mana yang melakukan modifikasi kata yang lain dan kata-kata yang mana

yang merupakan kata-kata inti dalam satu kalimat. Dengan informasi ini,
4

komputer dapat menginterpretasikan kalimat sehingga seolah-olah komputer dapat

mengerti kalimat tersebut.

Proses penguraian kalimat pada bahasa manusia mirip dengan proses

penguraian tata bahasa pemrograman dalam dunia komputer. Perbedaan yang

mendasar pada keduanya adalah tata bahasa dalam dunia komputer merupakan

tata bahasa yang bebas konteks (context free grammar), sedangkan tata bahasa

pada bahasa Indonesia merupakan tata bahasa alami yang peka terhadap konteks

(context sensitive). Pendefinisian tata bahasa yang peka terhadap konteks untuk

diproses oleh komputer merupakan hal yang sangat kompleks. Oleh karena itu,

salah satu alternatif penyelesaian masalah ini adalah analisa konteks terhadap

suatu kalimat dalam bahasa alami dipisahkan dengan analisa sintaks. Walaupun

analisa semantik dipisahkan dari analisa sintaks, penguraian struktur kalimat

dalam bahasa alami tetap tidak sederhana. Oleh karena itu, setelah dilakukan

penguraian struktur kalimat dalam bahasa alami, pengurai perlu melakukan

validasi terhadap struktur hasil penguraian tersebut.

Dengan latar belakang di atas penulis tertarik untuk mengambil judul

Analisis Struktur Kalimat Bahasa Indonesia Dengan Menggunakan Pengurai

Kalimat Berbasis Linguistik Pada Karangan Deskriptif Siswa Kelas XI IPA

2 di SMAN 3 Garut

1.2. PEMBATASAN MASALAH

Struktur sintaks kalimat bahasa Indonesia yang dibuat dalam penelitian

ini adalah struktur sintaks kalimat yang sesuai dengan aturan sintaks tata bahasa

baku bahasa Indonesia. Struktur ini mengindikasikan bagaimana kata-kata dalam

suatu kalimat bahasa Indonesia saling berkaitan. Struktur ini juga


5

mengindikasikan bagaimana kata-kata tersebut membentuk suatu frase,

bagaimana suatu kata melakukan modifikasi terhadap kata-kata yang lain dan juga

merepresentasikan kata-kata apa yang menjadi inti dari suatu kalimat.

Representasi sintaks kalimat bahasa Indonesia yang dilakukan pengurai

ini berdasarkan tata bahasa yang bebas konteks. Dengan kata lain, representasi

struktur kata suatu kalimat tidak tergantung pada makna atau konteks kata lain

penyusun kalimat tersebut. Oleh karena itu, penguraian kalimat berdasarkan

aturan sintaks bahasa Indonesia ini juga memberi arti bahwa tugas akhir ini tidak

melakukan penguraian kalimat secara semantik.

Kalimat-kalimat yang dapat diuraikan berdasarkan bentuk sintaksisnya

terbatas pada kalimat deklaratif (kalimat berita). Berdasarkan kelengkapannya,

kalimat yang diuraikan terbatas pada kalimat lengkap tunggal dan kalimat tunggal

yang mengalami perluasan unsur kalimat seperti subjek, predikat, objek,

pelengkap, atau keterangan atau kalimat majemuk bertingkat. Kalimat yang

mengalami peniadaan unsur-unsurnya tidak diuraikan. Kalimat yang dapat

diuraikan adalah kalimat yang digunakan dalam bahasa tulisan sebab kalimat yang

sering mengalami peniadaan unsur adalah kalimat yang digunakan dalam bahasa

lisan.

Hasil keluaran dari pengurai ini adalah struktur pohon pengurai (parse

tree) dari struktur kalimat jika kalimat masukan sesuai dengan tata bahasa baku

bahasa Indonesia. Jika kalimat masukan tidak sesuai dengan tata bahasa baku,

maka struktur pohon tidak akan terbentuk. Pengecekan validasi atau analisa

kesalahan struktur pohon urai secara lebih detil tidak dilakukan dalam tugas akhir
6

ini. Analisa kesalahan kalimat masukan yang tidak dapat dibuat struktur pohon

urainya juga tidak dilakukan.

Analisis Struktur Kalimat Bahasa Indonesia Dengan Menggunakan

Pengurai Kalimat Berbasis Linguistik Pada Karangan Deskriptif Siswa Kelas XI

IPA 2 di SMAN 3 Garut

1.3. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan

masalah sebagai berikut ini :

1.3.1. Bagaimana penggunaan Struktur sintaks kalimat bahasa Indonesia pada

Karangan Deskriptif Siswa Kelas XI IPA 2 di SMAN 3 Garut?

1.3.2. Bagaimana rancangan struktur kalimat bahasa Indonesia dengan

menggunakan pengurai kalimat berbasis linguistic pada Karangan Deskriptif

Siswa Kelas XI IPA 2 di SMAN 3 Garut?

1.4. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan

masalah sebagai berikut ini :

1.4.1. Untuk mengetahui penggunaan Struktur sintaks kalimat bahasa Indonesia

pada Karangan Deskriptif Siswa Kelas XI IPA 2 di SMAN 3 Garut

1.4.2. untuk mengetahui rancangan struktur kalimat bahasa Indonesia dengan

menggunakan pengurai kalimat berbasis linguistic pada Karangan Deskriptif

Siswa Kelas XI IPA 2 di SMAN 3 Garut.


7

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini bermanfaat bagi: (1) pengembangan teori (2)

pembelajaran sintaksis, dan (3) pengembangan penelitian. Kegunaan hasil

penelitian ini diuraikan sebagai berikut.

1. Bagi pengembangan teori, hasil penelitian ini bermanfaat untuk memperkaya

teori dalam bidang kebahasaan, teori dalam bidang pengajaran bahasa, dan

teori dalam bidang pengembangan model materi ajar kebahasaan.

2. Bagi Pembelajaran sintaksis, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh

dosen sebagai materi acuan yang kondusif dan konstruktif dalam

pembelajaran intaksis di perguruan tinggi. Selain itu, hasil penelitian ini juga

berguna bagi guru untuk memperkaya wawasan, bahkan untuk diterapkan

dalam proses kegiatan belajar- mengajar bahasa Indonesia di sekolah. Bagi

pengembangan penelitian, hasil penelitian ini dapat ditransfer pada kondisi

lain yang memiliki kesamaan karakter penelitian

1.6. Anggapan Dasar

Anggapan dasar atau postulat adalah sebuah titik tolak pemikiran yang

kebenarannya diterima oleh penyidik (Arikunto, 2002:5). Dalam rencana

penelitian ini anggapan dasar peneliti adalah seperti berikut.

1. Struktur sintaks adalah bagian tata bahasa yang mempelajari dasar-dasar dan

proses-proses pembentukan kalimat dalam suatu tata bahasa yang

mencangkup kelas kata dan satuan-satuan yang lebih besar, yaitu frasa,

klausa, kalimat, dan hubungan-hubungan di antara satuan-satuan sintaksis

tersebut
8

2. Pengurai Kalimat Berbasis Linguistik suatu kalimat, pengurai memerlukan

informasi aturan-aturan sintaks kalimat dalam bahasa Indonesia. Aturan-

aturan sintaks ini didefinisikan dalam suatu format tertentu yang mudah

dimengerti oleh manusia. Agar dapat dipakai oleh komputer untuk

melakukan penguraian kalimat-kalimat bahasa Indonesia, diperlukan alat

bantu yang dapat menerjemahkan aturan-aturan sintaks tersebut ke dalam

bahasa pemrograman yang dimengerti olehnya

3. Karangan deskripsi merupakan salah satu jenis karangan yang memberikan

efek kepada pembaca. Karangan deskripsi adalah karangan yang

menggambarkan suatu objek atau peristiwa dengan sangat jelas sehingga

pembaca seolah-olah dapat merasakan, melihat, atau mengalami sendiri hal

yang dibahas dalam karangan. Jenis karangan ini berkaitan dengan panca

indera manusia. Karangan ini dikembangkan dengan satu gagasan utama yang

diikuti kalimat-kalimat penjelas setelahnya

1.7. Sistematika Penulisan

Bab pertama memberikan penjelasan tentang latar belakang masalah,

tujuan penelitian, ruang lingkup permasalahan dan metode penelitian.

Bab kedua membahas struktur kalimat bahasa Indonesia. Struktur

kalimat ini akan digunakan dalam pembuatan aturan-aturan sintaks bahasa

Indonesia.

Bab tiga membahas tentang analisa dan perancangan pengurai yang

dibuat dalam penelitian ini. Bab ini dimulai dengan penentuan kelas-kelas kata

yang digunakan, kemudian perancangan pengurai sintaks, dan perancangan

struktur data yang digunakan.


9

Bab empat membahas implementasi dan uji coba terhadap pengurai

sintaks kalimat bahasa Indonesia. Implementasi dibuat berdasarkan analisa dan

perancangan yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya..

Bab terakhir membahas tentang kesimpulan dan saran yang merupakan

hasil dari penelitian yang telah dilakukan.


10

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

ANALISIS STRUKTUR KALIMAT BAHASA INDONESIA DENGAN

MENGGUNAKAN PENGURAI KALIMAT BERBASIS LINGUISTIK

2.1. Hakikat Sintaksis

Morfologi dan sintaksis adalah bidang tataran linguistik yang secara

tradisional disebut tata bahasa atau gramatika (Chaer, 2010:13). Morfologi

merupakan satuan gramatik terkecil yang mempunyai arti. Sintaksis sendiri

merupakan cabang ilmu linguistik yang membahas mengenai kata dalam

hubungannya dengan kata lain atau unsur-unsur lain sebagai suatu ujaran. Dilihat

dari asal-usul kata sintaksis yaitu yang berasal dari bahasa Yunani, sun yang

berarti ‘dengan’ dan kata trattein yang berarti ‘menempatkan’. Jadi, secara

etimologi istilah itu berarti bahwa sintaksis yaitu menempatkan bersama-sama

kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. (Chaer, 2010:19)

Kata-kata yang tersusun akan menjadi sebuah kalimat bahkan paragraf

atau pun wacana, sehingga dapat diujarkan dan memiliki arti. Sintaksis bicara

tentang kata sebagai satuan terkecil. Hal ini dijelaskan oleh Chaer dalam bukunya

Linguistik Umum, mengatakan bahwa dalam tataran sintaksis kata merupakan

satuan terkecil, yang secara hierarkial menjadi komponen pembentuk satuan yang

lebih besar, yaitu frasa.(Alwasilah, 2011:34). Penjelasan definisi sintaksis secara

etimologi sejalan dengan pengertian sintaksis yang dipaparkan oleh Alwasilah,

yaitu bahwa sintaksis itu adalah studi penghimpunan dan tautan timbal balik
11

antara kata-kata, frasa-frasa, klausa-klausa dalam kalimat. Dikatakan studi

penghimpunan karena sintaksis melakukan proses untuk menempatkan bersama-

sama kata-kata menjadi kumpulan kata atau kalimat. Keterkaitan kata-kata, frasa-

frasa, klausa-klausa tersebut memiliki pertautan untuk menjadi sebuah kalimat.

Dalam pembahasan mengenai sintaksis, yaitu bermula dari pertautan

antara kata dengan kata, frasa dengan frasa, klausa dengan klausa dalam kalimat.

Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa kata merupakan satuan terkeci l dalam

tataran hierarkial sintaksis maka dijelaskan bahwa kata memiliki dua macam yaitu

kata penuh dan kata tugas. Kata penuh merupakan kata leksikal yang memiliki

makna. Sedangkan kata tugas merupakan kata leksikal yang tidak mempunyai

makna, contohnya yaitu preposisi dan konjungsi. Yang dikatakan sebagai kata

penuh adalah kata-kata yang termasuk kategori nomina, verba, adjektiva,

adverbial, dan numeralia. Kategori tersebut dikenal dengan istilah klasifikasi kata

atau kelas kata. Dari berbagai kategori atau kelas kata tersebut adjektiva

merupakan kelas kata yang dijadikan bahan untuk melakukan penelitian ini

2.2. Satuan Sintaktis

Salah Satu pembahasasan sintaktis yaitu satuan sintaktis. Satuan

sintaktis tersebut mencangkup kata, frasa, klausa, dan kalimat.

2.2.1. Kata

Dalam tataran morfologis yang merupakan satuan terbesar adalah kata

sedangkan satuan terkecilnya adalah morfem. Kata berperan sebagai fungsi

sintaktis, dan sebagai perangkai dalam penyatuan satuan-satuan atau bagian-


12

bagian dari satuan sintaktis. Kata merupakan unit sintaktis terkecil pembentuk

frasa.

Menurut pemakai bahasa, kata adalah satuan gramatikal yang diujarkan,

bersifat berulang-ulang, dan secara potensial ujaran itu dapat berdiri sendiri.

Secara linguistis, kata dapat dibedakan atas satuan pembentuknya, yaitu:

a. Kata sebagai satuan fonologis

Kata mempunyai ciri-ciri fonologis yang sesuai dengan ciri bahasa yang

bersangkutan.

b. Kata sebagai satuan gramatikal

Masih banyak ahli bahasa yang belum sepakat mengenai batasan kata

sebagai satuan gramatikal. Namun, menurut Lyons (1971) dan Dik (1976),

secara gramatikal, kata bebas bergerak, dapat dipindah- pindahkan letaknya,

tetapi identitasnya tetap. Kata memiliki keutuhan internal yang kuat sehingga

tidak bisa disisipi kata atau bentuk apapun lainya. Oleh karena itu, awalan,

akhiran, dan konfiks hanya dapat melekat pada bagian awal, bagian akhir,

serta bagian awal dan akhir kata.

c. Kata sebagai satuan ortografis

Secara ortografis, kata ditentukan oleh sistem aksara yang berlaku dalam

bahasa itu.

2.2.2. Frasa

Menurut Rusyana dan Samsuri dalam Arifin dan Junaiyah (2008, hal.

4), frasa adalah satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat

nonpredikatif atau satu konstruksi ketatabahasaan yang terdiri atas dua kata atau

lebih. Frasa terdiri atas frasa eksosentris dan frasa endosentris. Frasa eksosentris
13

terdiri atas frasa eksosentris direktif dan frasa eksosentris nondirektif. Frasa

endosentris terdiri atas frasa endosentris bersumbu satu dan frasa endosentris

bersumbu jamak. Frasa endosentris bersumbu satu dapat dibedakan menjadi frasa

nominal, frasa pronominal, frasa verba, frasa adjektival, dan frasa numeral. Frasa

endosentris bersumbu jamak terbagi menjadi frasa koordinatif dan frasa apositif.

2.2.3. Klausa

Klausa adalah satuan gramatikal yang setidak-tidaknya terdiri atas

subjek dan predikat. Klausa berpotensi menjadi kalimat. Klausa dapat dibedakan

berdasarkan distribusi satuannya dan berdasarkan fungsinya. Berdasarkan

distribusi satuannya, klausa dapat dibedakan menjadi klausa bebas dan klausa

terikat. Berdasarkan fungsinya, klausa dapat dibedakan menjadi klausa subjek,

klausa objek, klausa keterangan, dan klausa pemerlengkapan.

Secara garis besar, hubungan antar klausa diperinci menjadi hubungan

antarklausa koordinatif dan hubungan antar klausa subordinatif. Hubungan klausa

koordinatif dibedakan menjadi hubungan aditif (perjumlahan), hubungan adversif

(pertentangan), dan hubungan alternatif (pemilihan).

Hubungan antar klausa subordinatif dibedakan menjadi hubungan

sebab, hubungan akibat, hubungan tujuan, hubungan syarat, hubungan waktu,

hubungan konsesif, hubungan cara, hubungan kenyatan, hubungan sangkalan,

hubungan pembandingan, hubungan hasil, hubungan penjelasan, hubungan

atributif, dan hubungan andaian.

2.2.4. Kalimat

Kalimat adalah satuan bahasa yang secara relatif berdiri sendiri,

mempunyai intonasi final (kalimat lisan), dan secara aktual ataupun potensial
14

terdiri atas klausa. Dapat dikatakan bahwa kalimat membicarakan hubungan

antara sebuah klausa dan klausa yang lain. Jika dilihat dari fungsinya, unsur-

unsur kalimat berupa subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan.

Menurut bentuknya, kalimat dibedakan menjadi kalimat tunggal, kalimat tunggal

perluasaannya, serta kalimat majemuk. Kalimat majemuk dibedakan menjadi

kalimat majemuk setara, kalimat majemuk bertingkat, dan kalimat majemuk

campuran.

a. Unsur-Unsur Kalimat

Menurut Sugiono (2009), unsur-unsur kalimat terdiri dari subjek,

predikat, objek, pelengkap, dan keterangan.

1. Subjek

Subjek adalah unsur pokok yang terdapat pada sebuah kalimat di samping

predikat. Ciri-ciri subjek, yaitu jawaban apa atau siapa, disertai kata ini ; itu ;

tersebut, didahului kata bahwa, mempunyai keterangan pewatas yang, tidak

didahului preposisi, dan berupa nomina atau frasa nomina. (Sugono, 2009,

hal. 41-55)

2. Predikat

Predikat merupakan unsur utama suatu kalimat, disamping subjek. Ciri- ciri

predikat, yaitu jawaban atas pertanyaan mengapa atau bagaimana, disertai

kata adalah atau merupakan, dapat diingkari (dengan kata tidak), dapat

disertai kata keterangan aspek, dapat disertai kata keterangan modalitas, dan

dapat didahului kata yang. Predikat dapat berupa kata benda / frasa nominal,

kata kerja / frasa verbal, kata sifat / frasa adjektival, kata bilangan / frasa

numeral, kata depan / frasa preposisional. (Sugono, 2009, hal. 55-70)


15

3. Objek

Objek merupakan unsur kalimat yang bisa diperlawankan oleh subjek. Unsur

kalimat ini bersifat wajib dalam susunan kalimat yang berpredikat verba.

Ciri-ciri objek, yaitu berada langsung di belakang predikat, dapat menjadi

subjek dalam kalimat pasif, dan tidak didahului preposisi. (Sugono, 2009,

hal. 70-79)

4. Pelengkap

Persamaan pelengkap dan objek, yaitu bersifat wajib (harus ada karena

melengkapi makna verba predikat kalimat, menempati posisi di belakang

predikat, dan tidak didahului preposisi. Sedangkan perbedaannya, yaitu

pelengkap tidak bisa menjadi subjek dalam kalimat pasif. (Sugono, 2009,

hal. 79-84)

5. Keterangan

Keterangan merupakan unsur kalimat yang memberikan informasi lebih

lanjut tentang suatu yang dinyatakan dalam kalimat : misalnya, memberi

informasi tentang tempat, waktu, cara, sebab, dan tujuan. Ciri-ciri

keterangan, yaitu bukan unsur utama dan tidak terikat posisi. Jenis-jenis

keterangan antara lain keterangan waktu, keterangan tempat, keterangan

cara, keterangan sebab, keterangan tujuan, keterangan aposisi (memberi

penjelasan nomina, dapat menggantikan unsur yang diterangkan),

keterangan tambahan (tidak dapat menggantikan unsur yang diterangkan),

dan keterangan pewatas. (Sugono, 2009, hal. 84-95)


16

b. Jenis-Jenis Kalimat Berdasarkan Bentuknya

Berdasarkan pendapat Arifin & Junaiyah (2008, hal. 5), menurut

bentuknya, kalimat dibedakan menjadi kalimat tunggal, kalimat tunggal

perluasannya, serta kalimat majemuk. Kalimat majemuk dibedakan menjadi

kalimat majemuk setara, kalimat majemuk bertingkat, dan kalimat majemuk

campuran.

1) Kalimat Tunggal

Kalimat tunggal adalah kalimat yang mempunyai satu subjek dan satu

predikat. Semua kalimat dasar adalah kalimat tunggal. Kalimat tunggal dapat

diperoleh dari beberapa segi, yaitu kalimat tunggal adalah kalimat murni,

kalimat tunggal adalah kalimat dasar yang diperluas dengan berbagai

keterangan, kalimat tunggal adalah kalimat dasar yang berubah susunannya.

(Arifin & Junaiyah, 2008, hal. 56-57)

2) Kalimat Tunggal Perluasan

Kalimat dasar yang diperluas dengan berbagai unsur keterangan. (Arifin &

Junaiyah, 2008, hal. 60)

3) Kalimat Majemuk

a) Kalimat Majemuk Setara

Kalimat majemuk yang terdiri atas dua kalimat tunggal atau lebih yang

digabungkan dengan kata hubung yang menunjukkan kesetaraan, seperti

dan, atau, sedangkan, dan tetapi. (Arifin & Junaiyah, 2008, hal. 62)

b) Kalimat Majemuk Bertingkat


17

c) Kalimat majemuk bertingkat adalah kalimat majemuk yang terdiri atas

unsur anak kalimat dan induk kalimat. (Arifin & Junaiyah, 2008, hal. 62)

Contoh : Saya akan sulit sampai di kantor jika pagi-pagi sekali hari

sudah hujan.

d) Kalimat Majemuk Campuran

Kalimat majemuk campuran terdiri atas kalimat majemuk setara dan

kalimat majemuk bertingkat. (Arifin & Junaiyah, 2008, hal. 68)

Contoh: Karena pembicaraan mengenai pemecahan atom belum

rampung, kami terpaksa bekerja sampai malam dan melakukan

pembagian kerja dengan lebih baik lagi.

2.3. Teori Semantik

Semantik adalah salah satu cabang linguistik yang mempelajari serta

meneliti tentang makna. Kata semantik berasal dari bahasa Yunani, yaitu kata

benda ‘sema’ yang berarti ‘tanda’ atau ‘lambang’. Kata kerja dari kata ‘sema’

adalah ‘semanio’ yang berarti ‘menandai’ atau ‘melambangkan’. Kata semantik

disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk bidang linguistik yang

mempelajari hubungan tentang tanda-tanda linguistik dan hal-hal yang

ditandainya (Chaer, 2002, hal. 2). Semantik menurut Saeed (2003) adalah

“Semantics is the study of meaning communicated through language” (hal. 3).

Artinya, “Semantik adalah ilmu tentang makna yang diungkapkan melalui

bahasa.”

Semantik adalah pengkajian arti. Jika seseorang mengabaikan bentuk-

bentuk bahasa dan mencoba menyelidiki arti atau arti-arti secara abstrak, ia

sebenarnya mencoba menyelidiki alam raya pada umunya; istilah semantik


18

kadang-kadang dihubungkan dengan usaha-usaha semacam itu (Bloomfield,

1995, hal. 495).

Menurut Parera (2004, hal. 42), kita perlu membedakan semantik dengan

semantik general. Semantik general, yang diukir oleh seorang filsuf Amerika yang

bernama Alfred Korzybski, merupakan satu reaksi terhadap filsafat Aristoteles.

Semantik general menurut Korzybski dalam Parera (2004, hal. 18) adalah studi

tentang kemampuan manusia untuk menyimpan pengalaman dan pengetahuan

lewat fungsi bahasa sebagai penghubung waktu: bahasa mengikat waktu dan

umur manusia.

Selanjutnya, Parera (2004, hal. 42) juga mengatakan bahwa semantik

sebagai pelafalan lain dari istilah ‘la sematique’ yang diukir oleh M.Breal dari

Perancis merupakan salah satu cabang linguistik general. Oleh karena iu,

semantik di sini adalah satu studi dan analisis tentang makna-makna linguistik.

2.3.1. Makna Kata Secara Umum

Menurut Keraf (2007, hal 27-28), kata makna dalam semantik dibagi

secara umum menjadi dua, yaitu makna yang bersifat denotatif dan makna yang

bersifat konotatif .

1. Makna Denotatif

Menurut Keraf (2007, hal. 28), makna denotatif disebut juga dengan

istilah makna denotasional, makna kognitif, makna konseptual, makna

ideasional, makna referensial, atau makna proposional. Disebut makna

denotasional, referensial, konseptual, atau ideasional, karena makna itu

menunjuk kepada suatu referen, konsep, atau ide tertentu dari suatu referen.
19

Disebut makna kognitif karena makna itu bertalian dengan kesadaran atau

pengetahuan; stimulus (dari pihak pembaca) dan respons (dari pihak

pendengar) menyangkut hal-hal yang dapat diserap pancaindria (kesadaran)

dan rasio manusia. Makna ini juga disebut makna proposisional karena

bertalian dengan informasi-informasi atau pernyataan-pernyataan yang

bersifat faktual. Makna ini adalah makna yang paling dasar pada suatu kata.

Keraf (2007, hal. 29) melanjutkan bahwa makna denotatif dapat

dibedakan atas dua macam relasi, yaitu pertama, relasi antara sebuah kata

dengan barang individual yang diwakilinya, dan kedua relasi antara sebuah

kata dan ciri-ciri atau perwatakan tertentu dari barang yang diwakilinya.

2. Makna Konotatif

Menurut Keraf (2007, hal. 29-30), konotasi atau makna konotatif

disebut juga makna konotasional, makna emotif, atau evaluatif. Makna

konotatif adalah suatu jenis makna dimana stimulus dan respons

mengandung nilai- nilai emosional. Makna konotatif sebagian terjadi karena

pembicara ingin menimbulkan perasaan setuju-tidak setuju, senang-tidak

senang dan sebagainya pada pihak pendengar; di pihak lain, kata yang dipilih

itu meperlihatkan bahwa pembicaranya juga memendam perasaan yang

sama. Sering sinonim dianggap berbeda hanya dalam konotasinya.

Kenyataannya tidak selalu demikian. Ada sinonim-sinonim yang memang

hanya mempunyai makna denotatif, tetapi ada juga sinonim yang mempunyai

makna konotatif. Konotasi pada dasarnya timbul karena masalah hubungan

sosial atau hubungan interpersonal, yang mempertalikan kita dengan orang

lain.
20
21

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Sugiyono, metode ini sering disebut

metode interpretive karena data hasil penelitian lebih berkenan dengan intrepretasi

terhadap data yang ditemukan di lapangan. Dalam penelitian kualitatif

instrumennya adalah orang atau human instruments, yaitu peneliti itu sendiri.

kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu data yang

mengandung makna. Sementara itu jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti

adalah analisis deskriptif, yaitu data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar,

dan bukan berupa angka-angka. Hal tersebut dilakukan dengan alasan Semiotika

muncul akibat ketidapuasan terhadap kajian struktural. Apalagi jika struktural

sekedar menitikberatkan aspek intrinsik karya sastra. Paham semiotik memercayai

bahwa karya sastra memiliki sistem tersendiri. Itulah yang mendasari kajian

struktural semiotik, artinya penelitian yang menghubungkan aspek struktur tanda

dengan tanda-tanda. Tanda sekecil apapun dalam pandangan semiotik tetap harus

diperhatikan. Dengan demikian, laporan penelitian ini akan berisi kutipan data

untuk memberi gambar penyajian laporan tersebut. (Sugiyono, 2015: hal 8-9).

Setelah itu, penulis melakukan penelitian terhadap struktur kalimat bahasa

Indonesia yang baku. Penelitian terhadap struktur kalimat bahasa Indonesia ini

meliputi kalimat-kalimat dasar yang dimiliki oleh bahasa Indonesia. Kemudian

penulis juga mempelajari perluasan dari kalimat dasar bahasa Indonesia yaitu
22

kalimat yang beberapa unsur kalimatnya diperluas dengan menggunakan pola-

pola tertentu. Setelah mempelajari sintaks bahasa Indonesia, penulis mencoba

membuat aturan-aturan sintaks untuk kalimat sederhana dengan menggunakan

definisi BNF. Aturan-aturan sintaks untuk kalimat sederhana itu kemudian sedikit

demi sedikit dimodifikasi agar dapat menguraikan kalimat yang lebih kompleks.

Modifikasi dilakukan dengan menerapkan aturan-aturan linguistic string analysis,

dengan mengacu pada pola kalimat bahasa Indonesia yang sudah dipelajari

sebelumnya.

Berdasarkan struktur kalimat tersebut, dibuat suatu pengurai kalimat bahasa

Indonesia. Proses uji coba kemudian dilakukan terhadap pengurai kalimat untuk

mengecek kebenaran aturan-aturan sintaks yang sudah dibuat dan juga untuk

melakukan analisa struktur kalimat bahasa Indonesia yang juga merupakan tujuan

penelitian ini

Esensi dari penelitian kualitatif adalah memahami yang diartikan sebagai

memahami apa yang dirasakan orang lain, memahami pola pikir dan sudut

pandang orang lain, memahami sebuah fenomena (central phenomena)

berdasarkan sudut pandang sekelompok orang atau komunitas tertentu dalam latar

alamiah.

Memahami yang dimaksud adalah benar-benar memahami dari sudut

pandang subjek atau sekelompok subjek dan fungsi peneliti hanya sebagai orang

yang mengemas apa yang dilihat oleh subjek alamat sekelompok subjek.

(Herdiansyah, 2012:18)

Penelitian kualitatif ini termasuk dalam penelitian kepustakaan (library

research) yaitu penelitian yang mengumpulkan data dari berbagai literatur yang
23

diteliti tidak terbatas pada buku-buku, tetapi juga bahan-bahan dokumentasi. Atau

bisa diartikan dengan penelitian yang menggunakan data dan informasi dengan

bantuan bermacam-macam materi yang terdapat dalam kepustakaan. Studi pustaka

adalah serangakaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data

pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah bahan penelitian. (Herdiansyah,

2012:24)

3.2. Definisi Operasional

Istilah-istilah yang berkaitan langsung dengan judul penelitian ini akan

didefinisikan secara operasional untuk menghindari kesimpangsiuran pemahaman

dalam penelitian ini.

3.2.1. Analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan,

dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab-

musabab, duduk perkaranya, dan sebagainya) dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia (2007: 43). Maka, analisis yang dimaksud dalam penelitian adalah

analisis pada Karangan Deskriptif Siswa Kelas XI IPA 2 di SMAN 3 Garut.

3.2.2. Struktur kalimat adalah rangkaian kata yang membentuk sebuah kalimat

dan dibangun oleh unsur-unsur yang sifatnya relatif tetap, berupa subjek,

predikat, objek, pelengkap, dan keterangan Kamus Besar Bahasa Indonesia

(2007: 134). Bahasan di atas sudah mewakili struktur kalimat lengkap, yaitu

kalimat yang terdiri atas subyek dan predikat. Meskipun struktur kalimat

yang terdiri atas subyek dan presikat sudah dapat mewakili kalimat lengkap,

namun keberadaan objek juga cukup penting. Adanya objek pada sebuah

kalimat dapat membuat kalimat menjadi lebih memiliki makna/arti.


24

3.3. OBJEK PENELITIAN

Objek penelitian adalah pokok atau topik penelitian sastra (Sangidu,

2013: 61). Adapun objek dalam penelitian ini adalah Karangan Deskriptif

Siswa Kelas XI IPA 2 di SMAN 3 Garut

Objek penelitian adalah titik perhatian suatu penelitian (Arikunto, 2013:

161). Objek penelitian sastra adalah pokok atau topik penelitian sastra. Istilah

topik biasanya dimengerti sebagai imbangan dari judul penelitian dalam

rangka penulisan laporan hasil penelitian. Objek penelitian dibedakan

menjadi dua, yaitu objek material dan objek formal. Objek (material)

penelitian sastra adalah semua bentuk kegiatan penelitian sastra, sedangkan

objek formalnya ditentukan oleh sudut pandang yang dilakukan oleh masing-

masing peneliti dalam penelitian sastra (Sangidu, 2013 : 64). Pada penelitian

ini terdapat dua objek penelitian, yaitu objek material dan objek formal.

Objek material adalah suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau

pembentukan pengetahuan, sedangkan objek formal merupakan sudut

pandang yang ditujukan pada bahan penelitian. Objek material penelitian ini

adalah Karangan Deskriptif Siswa Kelas XI IPA 2 di SMAN 3 Garut.

3.4. DATA DAN SUMBER DATA

1. Data

Dalam penelitian ini yang dijadikan data adalah unsur analisis pada

Karangan Deskriptif Siswa Kelas XI IPA 2 di SMAN 3 Garut. Data

penelitian ini yaitu data kualitatif.


25

2. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah pada Karangan

Deskriptif Siswa Kelas XI IPA 2 di SMAN 3 Garut. Strategi penguraian

yang digunakan dalam penelitian ini adalah penguraian yang bebas

konteks (context free. Pada penelitian ini, juga dipelajari metoda

penguraian linguistic string analysis   Linguistic string adalah urutan

simbol-simbol yang merepresentasikan kelas-kelas kata dalam suatu

kalimat . Tiap-tiap kalimat memiliki inti kalimat dengan urutan simbol-

simbol yang sangat sederhana yang dinamakan elementary center string.

Kalimat-kalimat kompleks dapat dibentuk dari kalimat inti dengan cara

menambahkan kata-kata tertentu yang dikenal dengan nama adjunct

string pada beberapa bagian tertentu dalam kalimat inti tersebut.

3.5. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Teknik pengumpulan data menggunakan studi dokumentasi atau kajian

kepustakaan (library research), dalam hal ini kajian terhadap Karangan Deskriptif

Siswa Kelas XI IPA 2 di SMAN 3 Garut, ini menjadi sumber data utama atau

sumber primer dalam penelitian ini. Secara hermeneutis, kajian kepustakaan ini

dilakukan dengan penghayatan secara langsung dan pemahaman arti secara

rasional. Untuk melaksanakan hal tersebut, dikembangkan rambu-rambu studi

dokumentasi yang berfungsi sebagai instrument penelitian. Teknik studi

dokumentasi direalisasikan atau diterapkan dengan tiga langkah berikut ini.

1. Peneliti membaca secara kritis sumber data pada Karangan Deskriptif Siswa

Kelas XI IPA 2 di SMAN 3 Garut. Pembacaan secara hermeneutis ini


26

dimaksudkan untuk memahami dan memiliki kembali makna yang terdapat di

dalam sumber data.

2. Peneliti membaca secara berkesinambungan dan berulang-ulang sumber data

dalam Karangan Deskriptif Siswa Kelas XI IPA 2 di SMAN 3 Garut.

3. Peneliti membaca sekali lagi sumber data untuk memberi tanda bagian bagian

pada Karangan Deskriptif Siswa Kelas XI IPA 2 di SMAN 3 Garut yang

diangkat menjadi data dan dianalisis lebih lanjut. Penandaan ini disesuaikan

dengan sumber data. Dengan ketiga langkah tersebut diharapkan dapat

diperoleh data penghayatan dan pemahaman arti secara mendalam dan

mencukupi.

3.6. INSTRUMEN PENELITIAN

Menurut Sugiyono (2015: 305), dalam penelitian kualitatif, yang menjadi

instrumen adalah peneliti itu sendiri. Posisi peneliti dalam penelitian kualitatif

sebagai human instrument, berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih

informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas

data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya.

Selanjutnya Nasution dalam Sugiyono (2015: 306) menyebutkan “dalam

penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada menjadikan manusia sebagai

instrumen penelitian utama

Instrumen penelitian diperlukan untuk mendukung langkah-langkah

operasional penelitian terutama yang berkaitan dengan teknik pengumpulan data.

Dalam melaksanakan penelitian, peneliti dibantu oleh instrumen-instrumen

pembantu berupa lembaran analisis.


27

3.7. TEKNIK ANALISIS DATA

Pada tahap teknik analisis data ini peneliti menggunakan model analisis

data berlangsung atau mengalir seperti yang dikemukakan oleh Milles dan

Huberman, berikut tahapan yang peneliti lakukan pada proses analisis data kali

ini. (Sugiono, 2012:252)

1. Reduksi Data

Reduksi data merujuk pada proses pemilihan, memfokuskan,

penyederhanaan, abstraksi, dan pentransformasian “data mentah” yang terjadi

dalam catatan-catatan yang tertulis. Sebagaimana kita ketahui, reduksi data

terjadi secara kontinu melalui kehidupan suatu proyek atau kalimat yang

diorientasikan secara kualitatif. Reduksi data bukanlah sesuatu yang terpisah

dari analisis. Ia merupakan bagian dari analisis. Pilihan-pilihan peneliti

potongan-potongan data untuk diberi kode, untuk ditarik ke luar, dan

rangkuman pola-pola sejumlah potongan, apa pengembangan ceritanya,

semua merupakan pilihan-pilihan analisis. Reduksi data adalah suatu bentuk

analisis yang mempertajam, memilih, memfokuskan, membuang, dan

menyusun data dalam suatu cara dimana kesimpulan akhir dapat digambarkan

dan diverifikasikan.

2. Display Data

Langkah kedua dari kegiatan analisis data adalah model data. Kita

mendifinisikan “model” sebagai suatu kumpulan informasi yang tersusun

yang membolehkan pendeskripsikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.

Melihat sebuah tayangan membantu untuk memahami apa yang terjadi dan

melakukan sesuatu analisis lanjutan atau tindakan didasarka pada pemahaman


28

tersebut. Bentuk yang paling sering dari model data kualitatif selama ini

adalah teks naratif. (Mukhtar, 2014: 141)

3. Penarikan/Verifikasi Kesimpulan

Langkah ketiga dari aktivitas analisis adalah penarikan dan verifikasi

kesimpulan. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara,

dan akan berubah bila ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung

pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang

dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan

konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka

kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.

(Mukhtar, 2014: 142)


29

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, Ch. 2011 . Pokoknya Kualitatif. Jakarta: Pustaka Jaya. Akdon


Arikunto, S. 2013.Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Revisi.
Jakarta: PT. Rineka Cipta
Berger, Arthur Asa. 2010. Media Analysis Techniques. Alih Bahasa Setio Budi.
Yogyakarta: Andi Offset
Fiske, John, 1990.Cultural and Communications studies.Yogyakarta:Jalasutra
Herdiansyah, Haris. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta Selatan:
Salemba Humanika
Finoza, Lamuddin. 2007. Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta : Diksi Insan
Mulia
Littlejohn, Stephen W & Karen A. Foss.2009. Teori Komunikasi, edisi 9. Jakarta:
Salemba Humanika
Morissan.2013. Teori Komunikasi.Bogor: Ghalia Indonesia
Sobur Alex, 2004, Semiotika Komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya
Sugiyono .2015. Metode Penelitian Kombinasi (Mix Methods). Bandung: Alfabeta
Sugono, D., dkk. 2008 Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat. Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama
Tarigan, Henri Guntur. 2011. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa
Tinarbuko, Sumbo, 2009, Semiotika Komunikasi Visual Yogyakarta: Jalasutra
Wibowo, Indiwan Seto Wahyu. (2011). Semiotika Komunikasi. Jakarta: Mitra
Wacana Media
Widada. R.H. dan Icuk Prayogi. 2010. Kamus Saku Bahasa Indonesia.
Yogyakarta: PT Bentang Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai