Anda di halaman 1dari 45

1

PERBANDINGAN PEMIKIRAN ABDULLAH NASIKH ULWAN DAN


EMILE DURKHEIM TENTANG PENDIDIKAN MORAL ANAK USIA
DINI

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Tarbiyah dan Tadris Institut Agama Islam Negeri
Bengkulu untuk Memenuhi Persyaratan Guna Gelar Sarjana dalam Pendidikan
Islam Anak Usia Dini

Oleh:
YETI APRIANI
1711250039

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI


FAKULTAS TARBIYAH DAN TADRIS
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BENGKULU
2020
i

DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN.........................................................................................

DAFTAR ISI......................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1

A. Latar Belakang............................................................................................1

B. Penegasan Istilah.........................................................................................7

C. Identifikasi Masalah...................................................................................9

D. Batasan Masalah.........................................................................................9

E. Rumusan Masalah.......................................................................................10

F. Tujuan Masalah..........................................................................................10

G. Manfaat Penelitian......................................................................................10

BAB II LANDASAN TEORI..........................................................................

A. Kajian Teori

1. Konsep Pendidikan.................................................................12

2. Moral ....................................................................................14

a. Perkembangan Moral........................................................15

b. Konsep Dasar Perkembangan Moral...................................17

c. Metode pengembangan Moral Anak Usia Dini....................20

3. Pendidikan Moral....................................................................30

4. Pendidikan Anak Usia Dini......................................................32

B. Kajian Penelitian Terdahulu…..................................................................34

C. Kerangka Pikir............................................................................................37
ii

BAB IIIMETODOLOGI PENELITIAN........................................................

A. Jenis Penelitian............................................................................................38

B. Data dan Sumber Data...............................................................................38

C. Teknik Pengumpulan Data........................................................................39

D. Teknik Keabsahan Data.............................................................................40

E. Teknik Analisis data...................................................................................


i
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak adalah amanah yang diberikan oleh Allah SWT kepada orang

tua yang harus dirawat, dijaga dan dididik sejak dini. Ketika anak

diberikan perawatan dan pendidikan dengan baik, akan tumbuh dan

berkembang baik fisik dan psikis, akal, dan berkembang secara maksimal.

Untuk itu, pendidik perlu mengetahui pengetahuan dan pemahaman

tentang merawat anak sejak usia dini. Anak yang dirawat dan dididik sejak

dini secara baik akan tumbuh menjadi generasi yang baik. Generasi inilah

yang nantinya akan menjadi harapan bangsa menjadi pemimpin yang

membawa manusia pada kehidupan aman, adil, dan sejahtera. Anak adalah

investasi bagi orang tua, masyarakat dan negara maka anak merupakan

sesuatu yang sangat berharga.

Anak usia dini merupakan anak yang sedang dalam masa

perkembangan terbesar dalam kehidupannya, dimana pada masa inilah

segala perkembangan dimulai. Pendidikan merupakan aspek yang sangat

penting dalam kehidupan karena bahkan saat didalam kandungan pun bayi

memerlukan pendidikan, pendidikan merupakan pondasi utama yang

diperlukan dalam membentuk suatu jiwa yang dapat berinteraksi,

bersosialisasi, bertaqwa dan segala bentuk pengaruh dari pendidikan

tersebut.

1
2

Menurut Hawari, makna pendidikan tidaklah semata-mata dapat

menyekolahkan anak disekolah untuk menimba ilmu pengetahuan, namun

lebih luas dari itu. Anak akan tumbuh dan berkembang dengan baik jika

memperoleh pendidikan yang paripurna (komprehensip) agar kelak

menjadi manusia yang berguna bagi masyarakat, bangsa, negara, dan

agama. Pendidikan hendaklah dilakukan sejak dini yang dapat dilakukan

dalam keluarga, sekolah maupun masyarakat.1

Pendidikan yang merupakan suatu kegiatan pemberian bimbingan

bagi perkembangan anak baik dari segi sosial-emosional, kognitif, fisik-

motorik, bahasa, nilai agama dan moral, serta seni bagi anak. Anak

merupakan mahkluk sosial, yang memerlukan interaksi dengan lingkungan

sekitarnya untuk dapat bersosialisasi anak sejak dini harus dibiasakan

menjalankan etika sosial secara umum, dibentuk atas dasar-dasar

pendidikan yang sebenarnya. Agar ketika sudah dewasa ia dapat menjadi

bagian dari masyarakat dengan kebaikan yang maksimal dan simpatik,

dengan cinta yang utuh, dan dengan budi pekerti yang luhur. Etika sosial

yang akan diterapkan ialah tentang penanaman dasar kejiwaan.

Hal ini dikarenakan bersosialisasi merupakan suatu kebutuhan

manusia dan harus dilakukan sebaik-baiknya, Untuk dapat bersosialisasi

dengan baik anak harus memiliki aturan-aturan dalam bersosialisasi yang

dapat anak dapatkan didalam pendidikan. Aturan-aturan tersebut juga

1
Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam. (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2011, cet IV), h. 83.
3

sebut dengan moral yang merupakan tata cara dalam kehidupan atau adat

istiadat.

Islam meletakan sistem pendidikan untuk membentuk karakter

serta ahklak anak agar anak dapat menjalani kehidupan yang dapat

diterima oleh masyarakat. Mendidik anak merupakan tanggung jawab

yang sangta berat. Rasulullah SAW telah menyebutkan dengan tepat

tanggung jawab tersebut sebagai seorang pemimpin. Yaitu sebagai seorang

pemimpin harus melikiki kehati-hatian terhadap apa yang dipimpin. Tugas

orang tua sebagai monitoring kegiatan anak agar anak berkembangan

dengan optimal disetiap perkembangannya karena pada hakikatnya

manusia tidak bisa tumbuh dan perkembang tanpa adanya bimbingan,

karena anak bisa tersesat ke jalan yang tidak benar. Pendidikan merupakn

tanggung jawab orang tua karena anak sebagai amanah dari Allah SWT.

Sabda Rasulullah SAW dalam sebuah Hadist:

--------------------------

Artinya: “Hormatilah anak-anakmu sekalian dan perhatikanlah

pendidikan mereka, karena anak-anakmu sekalian adalah karunia Allah

kepadamu”. (H.R Ibnu Majah).

Dari hadist tersebut berikan bahwa salah satu kewajinan dari orang

tua adalah mendidik anak yang merupakan anamah dari Allah SWT,

walaupun pada Fitrahnya anak adalah suci akan tetapi tanpa pendidikan

anak tidak akan bisa berkembangan dengan optimal hal ini dikarenakan

ahklak yang diperlukan anak dalam menjalani kehidupan didapatkan dari


4

pendidikan. Tanggung jawab pendidikan artinya orangtua harus mendidik

dengan sebaik-baiknya dengan berlandaskan hukum yang benar agar kelak

hasil didikan mampu menciptakan pribadi anak seperti yang diharapkan.

Diera globalisasi seperti sekarang dimana kemajuan zaman yang

sangat pesat membawakan banyak perubahan kepada manusia baik

perubahan secara positif maupun perubahaan yang menuju ke hal yang

negatif, belum legi pengaruh-pengaruh dari luar yang jauh dari kata

bermoral mulai ditiru.

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tata krama,

moral yang tinggi akan tetapi pada arus globalisasi yang tidak dapat

dihindari karena telah masuk pada semua masyarakat modern. Banyaknya

pendidik yang lebih mendidik ke aspek kognitif yang kadang kala

melupakan mengenai pendidikan moral, tapi titik persoalannya bukan

bagaimana menghentikan laju globalisasi melainkan bagaimana

menumbuhkan kesadaran kepada para pendidik baik orang tua,

masyarakat, dan lingkungan sekitar anak mengenai nilai moral sehingga

dampak negatif yang muncul kemajuan zamandapat dikendalikan, agar

zaman yang semakin maju tak memundurkan perkembangan moral anak.

Salah satu tokoh pendidikan moral yaitu Abdullah Nasikh Ulwan

yang merupakan salah satu pemerhati pendidikan anak, menurut

pemahamanya pendidikan dengan pendidikan mengunakan metode yang

baik dan sesuai dengan karakter Rasullulah SAW dalam buku

karangannya “ Tarbiyatul Aulad Fil Islam”yang telah diterjemahkan


5

dalam bahasa indonesia dalam buku Pendidikan Anak Dalam Islam.

Merupakan buku yang memuat pendidikan anak sejak lahir sampai masa

balita, masa remaja dan masa dewasa yang dituangkan dalam buku ini

metode yang sempurna, yang dapat digunakan dan ditiru oleh orang tua,

guru, dan semua orang. Metode yang dapat diterapkan pada pendidikan

anak, karena metode ini mengarahkan anak menjadi insan kamil, dengan

mempersiapkan anak secara mental dan moral, sosial, intetelektual,

sehingga anak berkembang dengan optimal, wawasan luas dan kepribadian

yang baik sehingga menjadi manusia yang tidak hanya mementingkan

keinginan duniawi saja.

Lain halnya dengan Emile Durkheim yang merupakan salah satu

tokoh yang menaruh perhatian dengan pendidikan moral, berasal dari

Prancis, meskipun ia dikenal sebagai tokoh sosiologi, dia tidak bisa lepas

dari dunia pendidikan dengan merasakan langsung proses pendidikan itu

sendiri sebagai seorang. praktisi pendidikan.1 terkait dengan pendidikan

moralitas Emile Durkeim menuangkannya dalam bukunya yang berjudul

Moral Education. Bagi Durkheim pusat moral ialah ada pada masyarakat

yang artinya masyarakat menjadi sumber moral hingga menghasilkan

tuntutan moral bagi individu3. Dengan demikian, Durkheim telah

merumuskan konsep pendidikan masyarakat melalui pendidikan moral.

Durkheim yang merupakan seorang tokoh sosiologis memandang

pendidikan moral dengan banyak dipengaruhi dengan pendekatan-

pendekatan sosiologis dan rasio sebagai dasar yang kuat bagi seluruh
6

pemikirannya tanpa ada campur tangan agama, karena selain Durkheim

sendiri yang seorang ateis, ia beranggapan bahwa agama merupakan suatu

gejala yang dimiliki manusia dan menjadi dasar dari kerangka pemikiran

manusia seluruhnya. Dengan pengertian bahwa manusia mengembangkan

aktivitas religius bukan karena ada kekuatan supranatural melainkan

timbul suatu getaran dalam jiwa manusia yang itu sendiri

dipengaruhi oleh sentimen masyarakat.

Dalam hal ini Abdullah Nasikh Ulwan dan Emile Durkheim

membahas bagaimana pendidikan moral pada anak, bagaimana metode-

metode dalam pendidikan moral yang dapat dilaksanakan oleh orang tua

maupun setiap orang. Pendidikan moral sebenarnya sudah lama diketahui

dan sudah banyak tokoh-tokoh pakar pendidikan moral yang muncul.

Sekarang ini Bagaimana pendidikan moral sangat di butuhkan dalam

perkembangan zaman ini, akan tetapi pendidik maupun masyarakat belum

sepenuhnya mengetahui tentang konsep pendidikan moral apalagi tidak

pula mengetahui tokoh-tokoh pendidikan moral. Bagaimana tokoh

pendidikan anak membahas konsep pendidikan moral. inilah alasan untuk

meneliti pemikiran tokoh tersebut.

Karena belum adanya perbandingan tentang pemikiran tokoh

pendidikan moral, Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang
7

“Perbandingan Pemikiran Abdullah Nasikh Ulwan Dan Emile Durkheim

Tentang Pendidikan Moral Anak Usia Dini ”

B. Penegasan Istilah

Untuk mempertegas penelitian ini agar tidak terjadi kesalah

pahaman, maka perlu adanya penegasan untuk mengemukakan istilah,

yaitu sebaagai berikut:

1. Perbandingan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian

“banding” adalah persamaan, tara, atau imbangan. “perbandingan”

adalah perbedaan (selisih) kesamaan.

2. Pendidikan

Istilah pendidikan dalam bahasa Indonesia berasal dari kata

“didik” dengan memberinya awalan “pe” dan akhiran “kan”

mengandung arti “perbuatan” (hal, cara dan sebagainya). 2 Istilah

pendidikan ini semula berasal dari bahasa yunani, yaitu “paedagogie”,

yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak, istilah ini

kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan “education”

yang berarti pengembangan atau bimbingan.3

3. Moral

Moral memiliki banyak arti sesuai dengan sudut pandang yang

berbeda-beda. Dalam kamus psikologi desebutkab bahwa moral

mengacu pada ahlak yang sesuai degan peraturan sosial, atau

2
Ramayulis, Dasar-Dasar Kependidikan. (Jakarta: Kalam Mulia, 2015) h. 15
3
Ramayulis, Dasar-Dasar Kependidikan. (Jakarta: Kalam Mulia, 2015) h. 15
8

menyangkut hukum atau adat kebiasaan yang menatur tingkah laku.

Bagi Kholberg pen didikan moral seorang anak erat hubungannyya

dengan cara berfikir seseorang anak, hubungan yang erat anatara

kemampuan berpikir dan perkembangan moral seorang anak tidak

menjamin bahwa anak yang cerdas memiliki perkembangan moral

yang baik.4

4. Pendidikan Moral

Menurut Nasikh Ulwan. Pendidikan moral adalah serangkaian

prinsip dasar moral dan keutamaan sikap serta watak (tabiat) yang

harus dimiliki dan dijadikan kebiasaan oleh anak sejak masa pemula

hingga ia menjadi seorang mukalaf, yakni siap mengarungi lautan

kehidupan.

Dalam filsafat Durkheim, moral memiliki peranan terpenting.

Kekangan atau wewenang yang dilakukan oleh kesadaran kolektif jelas

terlihat dalam bidang moral. Sesungguhnya fakta-fakta moral itu ada,

tetapi ia hanya hidup dalam konteks sosial. Moralitas dalam segala

bentuknya tidak dapat hidup kecuali dalam masyarakat. Ia takkan

berubah kecuali dalam hubungannya dengan kondisi-kondisi sosial.

Dengan kata lain moralitas tidak bersumber pada individu, melainkan

bersumber pada masyarakat dan merupakan gejala masyarakat

Dian Ibung,Mengembangkan nilai moral pada anak, (Jakarta:Alex Media


4

Komputindo 2009), hal 3.


9

5. Anak Usia Dini

Anak usia dini adalah anak yang berada pada rentang usia 0

sampai dengan 6 tahun. Anak usia dini adalah anak yang masih sangat

memerlukan bantuan dari orang tua, guru serta orang terdekatnya

dalam memberikan bimbingan, pengajaran atau pendidikan, serta

pengasuhan.

C. Identifikasi Masalah

Dari latar belakng masalah diatas, maka dapat di identifikasi

masalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui konsep pendidikan Moral anak usia dini.

2. Untuk mengetahui pemikiran Abdullah Nasikh Ulwan tentang

pendidikan Moral anak usia dini.

3. Untuk mengetahui pemikiran Emile Durkheim tentang pendidikan

Moral anak usia dini.

4. Untuk mengetahui perbedaan dan persamaan pemikiran Abdullah

Nasikh Ulwan dan Emile Durkheim.

D. Pembatasan Masalah

Berdasarkan berbagai permaslahan tersebut maka perlu adanya

pembatasan masalah, yaitu sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana konsep pemikiran Abdullah Nasikh

Ulwan dan Emile Durkheim tentang pendidikan Moral anak usia dini.

2. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan pemikiran Abdullah

Nasikh Ulwan dan Emile Durkheim.


10

3. Untuk mengetahui pentingnya pendidikan Moral sejak anak masih usia

dini dari 0 samapi 6 Tahun.

E. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah

sebagai berikut:

1. Bagaimana konsep pemikiran Abdullah Nasikh Ulwan dan Emile

Durkheim tentang pendidikan Moral anak usia dini.

2. Bagaimana persamaan dan perbedaan konsep pemikiran Abdullah

Nasikh Ulwan dan Emile Durkheim.

F. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah diatas, tujuan melakukan penelitian adalah

agar dapat mengetahui:

1. Untuk merumuskan konsep pemikiran Abdullah Nasikh Ulwan dan

Emile Durkheim tentang pendidikan moral anak usia dini.

5. Untuk merumuskan persamaan dan perbedaan pemikiran Abdullah

Nasikh Ulwan dan Emile Durkheim.

G. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

Peneliti diharapkan memberikan pengetahuan serta dapat dijadikan

bahan kajian bagi pembaca, khususnya untuk mengetahui bagaimana

pendidikan Moral pada anak usia dini.


11

b. Manfaat Praktis

 Bagi Peneliti

Untuk menambah pengetahuan tentang pendidikan Moral anak

usia dini dan perkembangannya, Pendidikan Moral anak usia dini

secara umum serta, menambah pengetahuan tentang pemikiran

Abdullah Nasikh Uwan dan Emile Durkhim tentang pendidikan

Moral anak usia dini.

 Bagi Mahasiswa

Untuk menambah pengetahuan bagaimana pemikiran tokoh

pendidikan anak usia dini mengenai moral.

 Bagi Guru

Untuk menambah wawasan guru tentang bagaimana

pendidikan Moral anak dan mengetahui tokoh-tokoh pendidikan

anak usia dini.

 Bagi Orang Tua

Untuk menambah pengetahuan tentang pentingnya moral

anak dan mengetahui tentang bagaimana menerapkan nilai-nilai

moral dalam mendidik anak.


12

BAB II
LANDASAN TEORI

1. Kajian Teori

1. Konsep Pendidikan

Istilah pendidikan dalam bahasa Indonesia berasal dari kata “didik”

dengan memberinya awalan “pe” dan akhiran “kan” mengandung arti

“perbuatan” (hal, cara dan sebagainya).5 Istilah pendidikan ini semula

berasal dari bahasa yunani, yaitu “paedagogie”, yang berarti bimbingan

yang diberikan kepada anak, istilah ini kemudian diterjemahkan ke dalam

bahasa Inggris dengan “education” yang berarti pengembangan atau

bimbingan.

Menurut Edgar Dalle, pendidikan adalah usaha sadar yang

dilakukan oleh keluarga, masyarakat dan pemerintah melalui kegiatan

bimbingan, pengajaran, dan latihan, yang berlangsung di sekolah dan luar

sekolah sepanjang hayat untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat

memainkan pranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tetap untuk

masa yang akan datang. Menurut Jhon Dewey, pendidikan diartikan

sebagai proses pembentukan kecakapan-kecapan Fundemental, emosional,

emosi kearah alam, dan sesama manusia. Menurut Fredrick J. McDonals,

pendidikan adalah suatu proses atau kegitan yang diarahkan untuk

mengubah tabiat (behavior) manusia, Menurut M.J. Langeveld,

pendidikan merupakan usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang

diberikan kepda anak agar tertuju kepada kedewasaan, atau lebih tepatnya
5
Ramayulis, Dasar-Dasar Kependidikan. (Jakarta: Kalam Mulia, 2015), h.15

12
13

membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri.

Menurut Ahmad D. Marimba, pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan

secara sadaroleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si

terdidik menuju terbentuknya kepribadian utama. Selanjutnya Thomppson

menyatakan bahwa pendidikan adalah pengaruh lingkungan terhadap

individu untuk menghasilkan perubahan-perubahan tetap dalam kebiasaan

perilaku, pikiran dan sifatnya.

Menurut sjarkawi, moral nilai adalh norma yang menjadi pegangan


bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
Sedangkan menurut Aliah B. Purwakania Hasan moral adalah dengan
suatu kapasitas yang dimiliki oleh individu untuk menbedakan yang benar
dan yang salah, bertidak atas perbedaan tersebut, dan mendapatkan
penghargaan diri ketika melakukan yang benar dan merasa bersalah atau
malu ketika melanggar standar tersebut.6
Dari berbagai pendapat diatas mengenai pendidikan dapat

disimpulkan bahwa pendidikan merupakan suatu aktivitas yang dilakukan

terstruktur yang berperan sebagai pembentuk jati diri agar dapat mengikuti

semua proses kehidupan serta menyesuaikan diri dengan lingkungan

dimana pun dia berada.

Departemen Pendidikan Nasional, yang berasal dari buah

pemikiran seorang tokoh penidikan nasional bangsa kita, Ki Hajar

Dewantara, yang berbunyi “ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun

karso, tut wuri handayani”, yang artinya “di depan menjadi teladan, di

tengah (bersama-sama anak) membina kemauannya, mengikuti dari

Novan ardy wiyani, Psikologi Perkembangan Anak Usia Dini, (Yogjakarta:


6

Gava madia, 2014) hlm. 173.


14

belakang”. Pendidikan membimbing anak untuk menuju kedewasaan, anak

tidak dijadikan sebagai objek atau sasaran yang akan dikenai perbuatan.

Malah sebaliknya, anak harus ikut aktif dalam proses pendidikan itu. Anak

menduduki status yang sama dengan yang mendidik (orang tua), yakni

sebagai subjek atau pelaku kegiatan pendidikan.7

2. Moral

Moral memiliki banyak arti sesuai dengan sudut pandang yang

berbeda-beda. Dalam kamus psikologi desebutkab bahwa moral mengacu

pada ahlak yang sesuai degan peraturan sosial, atau menyangkut hukum

atau adat kebiasaan yang menatur tingkah laku. Bagi Kholberg pen

didikan moral seorang anak erat hubungannyya dengan cara berfikir

seseorang anak, hubungan yang erat anatara kemampuan berpikir dan

perkembangan moral seorang anak tidak menjamin bahwa anak yang

cerdas memiliki perkembangan moral yang baik.8

Menurut Hurlok, kata moral berasal dari kata mores yang artinya

tata cara dalam kehidupan atau adat istiadat. Moral sendiri berarti sebagai

ukuran-ukuran yang menentukan benar atau salah. Jadi moral sendiri dapat

diartikan aturan-aturan umum yang mengenai benar atau salah atau baik

atau buruk yang berlakuk di masyarakat secara luas. Sedangkan menurut

Ratna Megawangi, Moral adaah pengertahuan seseorang terhadap hal baik

dan hal buru.


7
M. Sahlan Syafei, Bagaimana Anda Mendidik Anak, (Bogor: Ghalia Indonesia,
2006 Edisi Ke 2),hal 3.
8
Dian Ibung,Mengembangkan nilai moral pada anak, (Jakarta:Alex Media
Komputindo 2009), hal 3.
15

Dalam pandangan konstruktivis, perkembangan moral manusia

ditentukan oleh kemampuan seseorang dalam merespon manusia

ditentukan oleh kemampuan seseorang dalam merespo lingkungan.9 Anak-

anak ketika dilahirkan tidak memiliki moral, tetapi dalam dirinya terdapat

potensi moral yang siap dikembangkan. Oleh karena itu, melalui

pengalamannya berinteraksi dengan orang lain, anak belajar memahami

tentang prilaku yang baik dan perilaku yang buruk.10

Menurut sjarkawi, moral nilai adalh norma yang menjadi pegangan

bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.

Sedangkan menurut Aliah B. Purwakania Hasan moral adalah dengan

suatu kapasitas yang dimiliki oleh individu untuk menbedakan yang benar

dan yang salah, bertidak atas perbedaan tersebut, dan mendapatkan

penghargaan diri ketika melakukan yang benar dan merasa bersalah atau

malu ketika melanggar standar tersebut.11

d. Perkembangan Moral

Perkembangan moral sendiri adalah perkembangan suatu

prilaku seseorang yang sesuai denga kode etik dan standar sosial.

Ada beberapa ahli psikologi mengemukakan bahwa perkembangan

moral atau moralitas anak itu bergantung pada kecerdasan anak,

Hurlock suatu prinsip moral yang berbunyi “ berbuatlah pada

orang lain hal yang anda inginkan orang lain berbuat pada anda”

9
Desmita, Psikologi Perkembangan, (Bandung: Rosda Karya, 2012) hal. 149.
10
Desmita , Psikologi Perkembangan, (Bandung: Rosda Karya, 2012) hal. 124.
11
Novan ardy wiyani, Psikologi Perkembangan Anak Usia Dini, (Yogjakarta:
Gava madia, 2014) hal. 173.
16

disini adalah salah satu bukti bahwasanya ada hubungan antara

perkembangan moral dengan pertumbuhan kognitif sesorang. Kita

perlu juga untuk memikirkan sikap untuk melindungi perasaan

orang lain, dan tetntunya moral ini jika diterapkan untuk anak kecil

sangat sulit.12 Hal tersebut bukan berarti anak tidak mempunyai

sikap jahat akan tetapi seorang anak kecil belum dapat mengerti

perasaan orang lain. Ketika anak dapat mengerti dan merasakan

sikap orang lain disini anak sudah naik satu tingkat ke

perkembangan moral yang lebih tinggi, disetiap anak yang

mempunyai umur yang berbeda-beda disini juga anak memiliki

perkembangan yang berbeda dengan tingkat kecerdasan mereka

masing-masing.

Menurut woolfook pada usia 5-6 tahun, perkembangan

moral anak kadang menyangkut perkembangan yang adail

sehinggga anak dapat mengadu kepda orang tua atau gurunya

ketika adiknya atau temanya mendapat jatah makanan atau

minuman yang lebih banyak. Semakin anak tua mereka akan

semakin memahami bahwa seseorang yang belajar atau bekerja

untuk mendapatkan penghargaan yang lebih banyak, dari pada

yang sedikit kerjanya. Yang lain tentang moral adalah rules atau

aturan-aturan, semisal aturan tentang bermain, tata cara makan, jam

makan. pada usia 5-6 tahun percaya bahwa aturan tidak adapat

12
Cristiana Hari Soetjiningsih, Perkembangan Anak (Jakarta:Kencana, 2018) hal
137
17

dirubah, jika mereka melangar aturan maka mereka akan mendapat

hukuman sebanya kerusakan yang mereka lakukan. Semakin

umurnya bertambah anak lambat laun akan belajar bahwa

peraturan manusia dapat dirubah saat aturan dilanggar yang

diperhitungkan yaitu seberapa kerusakan yang ditimbulkan dan

bagaimana niat pelaku yang melanggar aturan tersebut.

Sedangkan menurut Kohlberg perkembangan moral anak

didasarkan pada perkembangan kognitif anak yang terdiri atas tiga

tahapan, yaitu Preconvertional yaitu anak belajar baik buruk, benar

atau salah, kedua conebtional yaitu anak sudah mampu untuk

bekerja sama dengan kelompok dan mempelajari serta mengadopsi

norma-norma yang ada dalam kelompok selai keluarganya. dan

postconventional. Yaitu telah mampu membuat pilihan dengan

berdasarkan pada prinsip yang dimiliki.13

Menurut Piaget di usia 7 tahun kebawah, konsep moral

anak usia tersebut memandang moralitas sebagai berdasarkan suatu

batasan tentang benar dan salah yang kaku. Sementara untuk usia 7

tahun ke atas anak memandang moralitas berdasarkan suatau

toleransi.

e. Konsep Dasar Perkembangan Moral

13
Yupi Supartini, Konsep Dasar keperawatan Anak (Jakarta:EGC,2002) hal 65.
18

Menurut Megawangi anak akan menjadi pribadi yang

berkarakter apabila mereka berada di ligkungan yang berkarakter

juga. Menjadi anak berkarakter yang baik berakhlak merupakan

tangung jawab dan memerlukan dorongan dari berbagai pihak,

diantaranya yatu ada keluarga, sekolah dan seluruh komponen

masyarakat. Konsep pengembangan ini mengacu diantaranya:

1) Pengembangan kebiasaan berperilaku yang benar dimulai

dari dalam keluarga

Menurut beberapa ahli Rohner, Pengelaman masa kecil

diterima oleh lingkungan sangat berpengaruh terhadap

perkembangan kepribadian anak yang diterima diberi kasih sayang,

baik secara verbal dengan kata-kata ataupun fisik dengan

elusankepala, cuim dan sentuhan. Disini anak akan mendapat pola

asuh yang bersifat menyayangi, mengasihi, dan menghargai. Ada

beberapa ide dalam pembentukan karakter anak dengan baik

menurut Thomas Lickona:

a) Moralitas Penghormatan, yaitu anak diajarkan saling

mengormati dengan teman sebayanya dan saling

menghormati dengan yang lebih tua dengan mengucapkan

salam atau mencium tangan.

b) Perkembangan moralitas penghormatan berjalan dengan

bertahap, anak idak dapat langsung bermoral deri itu perlu


19

adanya proses sosialisasi di lingkungan tempat tinggal serta

perlu menjalin hubungan akan sesama dalam tingkat usia,

anak harus diarahkan berdasarkan umur.

c) Mengajarkan Prinsip saling menghormati, anak akan

menghormati satu sama lain jika mereka juga ingin

dihormati. Mengajarkan bagaimana `menghormato orang

yang lebih tua dan orang tua menghormati anaknya

walaupun mereka masih kecil.

d) Mengajarkan dengan contoh, pengajaran akan cukup

efektif jika dibarengi dengan mencontohkan secara

langsung pada anak hal itu akan lebih melekat bila

dilakukan dengan praktek.14

e) Mengajarkan dengan kata-kata, yang positif.

f) Mendorong anak merefleksikan tindakannya. Jika

melakukan hal yang tidak baik, harus diingatkan dan

mendorong mereka untuk berfikir tentang perbuatan

tersebut.

g) Mengajarkan keseimbangan antara kebebasan dan kontrol,

orang tua harus bertindak tegas dalam memberikan aturan

dan idak boleh memberikan perilaku semaunya tentang

pengarahan.

14
Malik, Abd. Dachlan, Dkk. Perkembangan sosial Emosional Anak Usia Dini.
(Yogyakarta: Deepublish. 2019 hal 41.
20

h) Cinta anak, dasar dari pembentukan moral adalah cinta,

cinta terhadap orang tua memberikan konstribusi yang

besar terhadap pembentukan karakter anak.

i) Mengajarkan moral dan menciptakan keluarga bahagia.

Secara bersama pendidikan moral dan usaha menciptakan

keluarga bahagia adalah dua sisi dari mata uang yang sama.

3. Metode pengembangan Moral Anak Usia Dini

1) Metode Keteladan

Metode Keteladanan ini merupakan metode yang menkanan

pada penampilan langsung atau aktualisasi sikap-sikap positif

kepada anak-anak usia dini.15 Dalam pendekatan ini profil ideal

guru menduduki tempat yang sentral dalam pendidikan moral.

Banyak para ahli yang berpendapat dalam hal ini, diantaranya

Durkheim, John Wilson dan Kohlberg. Durkheim, misalnya ia

berpendapat bahwa belajar adalah satu proses sosial yang berkaitan

dengan upaya mempengaruhi peserta didik sedemikian rupa

sehingga mereka dapat tumbuh selaras dengan posisi, kadar

intelektualitas, dan kondisi moral yang diharapkan oleh lingkungan

sosialnya.

Itulah sebabnya perkembangan moral dan emosi pada anak

usia dini dapat di lakukan dengan cara memberikan pendekatan

metode contoh moral dengan perilaku yang sesuai dengan ajaran


15
Asef Umar Fakhruddin, Menjadi Guru Paud, (Jakarta:PT.Granmedia, 2019)
hal. 373.
21

agama. Cara tersebut disebut degan istilah metode teladan, dalam

persepektif islam. Metode keteladanan ini disebut dengan istilah

Aswatun Khasana, yaitu keteladanan yang baik. Keteladanan yang

baik itu dapat menumbuhkan hasrat bagi orang lain untuk meniru

atau mengikutinya dengan adanya contoh ucapan dan perilaku

dalam hal apapun. Jadi dapa disimpulkan bahwa metode keteladan

merupakan cara mengoptimalkan perkembangan moral dan agama

pada anak dengan memberikan contoh ucapan, sifat, cara berpikir

dan perilaku yang baik sesuai dengan ajaran agama.16

Bagi orang tua, metode keteladan ini tidak hanya di

lakukan di dalam rumah tetapi juga di luar rumah, begitu juga

dengan pendidik paud. Pendidik PAUD mengunakan metode

keteladanan ini tidak hanya di dalam kelas, tetapi juga di luar kelas,

saat ia berintekasi masyarakat. Ada dua hal yang harus digunakan

dalam mengunakan metode keteladanan yaitu:

a) Dalam pelaksanan metode keteladanan ini perlu adanya

kesesuaian antara perilaku orang tua atau pendidik dengan

apa yang orang tua atau pendidik tuntutkan pada anak-

anak.17

b) Orang tua atau pun pendidik harus menunjukan respon

positif ketika mengunakan metode keteladanan. Jika hal

16
Wiyani Novan Ardy, Psikologi Perkembangan Anak Usia Dini,Yogyakarta:
Gava Media, 2014, hal 193.
17
Wiyani Novan Ardy, Psikologi Perkembangan Anak Usia Dini,Yogyakarta:
Gava Media, 2014, hall 194.
22

ini bisa dilakukan amaka anak akan benar-benar

menjadikanya tokoh panutan.

Metode keteladanan ini bisa dilakukan secara sengaja

maupun tak sengaja. Keteladan yang sengajah dilakukan orang tua

atau pendidik mengucapkan satu kata atau melakukan suatu

perbuatan yang baik kemudian menjelaskan kepada anak agar anak

menirukan ucapan dan perbuatan baik tersebut. Misalnya pendidik

PAUD mengunakan pakaian yang rapi kemudian meinta anak

mengunakan pakaian yang rapi sepertinya. Jadi keteladan yang

disengaja adalah memperlihatkan suatu perilkau kemudian

meminta anak meningikuti contoh tersebut. Sedangkan metode

keteladan yang di lakukan tidak sengaja merupakan keteladan

dalam menampilkan sifat-sifat tertentu seperti, kedispilan,

keakraban, keadilan, pemikiran yang terbuka, suka antri, toleransi,

dll tanpa dibuat-buat.

2) Metode Pembiasaan

Metode pembiasaan merupakan pemebelajaran mengajak

anak untuk melakukan atau memperaktikan nilai-nilai positif baik

dikelas, dirumah, atau pun di lingkungan.18 Metode Pembiasaan

sangat efektif jika di terapakan terhadap anak usia dini. Hal itu

dikarenakan anak usia dini memiliki daya rekam yang snagat kuat

18
Asef Umar Fakhruddin, Menjadi Guru Paud, (Jakarta:PT.Granmedia, 2019)
hal. 373.
23

dan kondisi keperibadian yang belum matang, sehingga mereka

mudah diatur dengan berbagai kebiasaan yang mereka lakukan

sehari-hari.

Metode ini memiliki hubungan yang sangat erat dengan

metode keteladanan. Kebiasaan seorang anak erat kaitanya dengan

figure yang menjadi panutan dalam perilakunya. Misa seorang

anak melakukan sholat karena orang tuanya yang menjadi

figurenya selalu mencontohkan dan mengajak anak untuk sholat,

demikian juga dengan kebiasaan-kebiasaan lainnya. Oleh karena

itu setidaknya ada 4 syarat yang harus dilakukan oleh orang tua

aaupun pendidik PAUD dalam mengunakan metode pembiasaan.

a) Pembiasaan mulai dilakukan sejak anak berada pada masa

bayi, di mana masa tersebut merupakan masa yang paling

tepat untuk menerapkan metode ini.

b) Pembiasan hendaknya dilakukan secara berkelanjutan,

teratur, dan terperogram atau terjadual sehingga pada

akhirnya akan terbentuk sebuah kebiasaan yang utuh,

permanen, dan konsisten.

c) Pembiasaan sebaiknya diawasi secarketat, konsisten, dan

tegas. Orang tua maupun pendidik PAUD tidak boleh

memberikan kesmpatan yang luas kepada anak didik untuk

melangar kebiasaan yang telah ditanamkan.


24

d) Pembiasaan yang semula bersifat mekanis, sebaiknya secar

berangsur-angsur dirubah menjadi kebiasaan yang tidak

verbalistik dan menjadi kebiasan yang disertai dengan kata

hati anak itu sendiri seiring dengan bertambahnya usia

anak.

3) Metode Perhatian dan Pengawasan

Pendekatan metode perhatian dan pengawasan merupakan

kegiatan mendampingi anak di berbagai kegiatan (termasuk

kegiatan pembiasaan) dalam upaya mengoptimalkan

perkembangan moral dan agama anak, ketika anak diperhatikan, ia

akan merasa nyaman dan aman, hidup dengan penuh rasa cinta,

optimis dan memandang positif pada dirinya serta lingkunganya,

sebaliknya, jika kurang mendapatkan perhatian atau bahkan

terlantar, anak akan tumbuh dengan rasa terabaikan. Anak akan

memandang negatif dan tidak perduli dengan dirinya sendiri serta

lingkunganya. Jika pada tahap awal kehidupan anak telah

kehilangan perhatian dan kasihsayang, maka pada tahap

selanjutnya akan sulit bersimpati, berempati, dan menyayangi

orang lain.

Sementara itu pengawasan juga perlu dilakukan sebagai

bentuk kontrol terhadap perilaku yang hendak ditampilkan anak,

baik itu perilaku yang baik ataupun yang buruk. Pengawasan

tersebut akan memiliki makna manakala disertai pemberian hadia (


25

reward) bagi anak yang berperilaku baik serta pemberian hukuman

(punishement) bagi anak yang berperilaku buruk.

4) Metode Hadiah dan Hukuman

Orang tua atau pendidik PAUD dapat mengunakan metode

hadiah dan hukuman dalam mengoptimalkan perkembangan moral

dan agama anak usia dini. Pemberian hadiah dan hukuman ini

merupakan kelanjutan dari metode perhatian dan pengawasan.

Dengan demikian setdaknya ada dua tujuan penggunaan

metode hukuman, yaitu:

a) sebagai upaya penaganan terhadap anak yang berperilaku

buruk agar ia tidak mengulanginya lagi.

b) sebagai upaya pencegahan terhadap perilaku buruk yang

mungkin bisa dilakukan oleh anak.19

5) Metode Nasehat

Dalam perspektif pendidikan islam, metode nasehat diistilahkan

dengan mauidzul hasanah. Dalam metode nasehat ini orang tua

atau pendidik PAUD memberiakn pesan-pesan positif dengan

cerama kepada anak baik secara individual maupun secara klasikal.

Pemberian nasehat secara individu dilakukan secara face to

face anatara orang tua atau pendidik PAUD dengan anak.

Diperlukan moment khusus dalam pemebrian nasehat secara

individu ini. Misalnya moment ketika seorang anak melakukan

Wiyani Novan Ardy, Psikologi Perkembangan Anak Usia Dini,Yogyakarta:


19

Gava Media, 2014, hal 198.


26

kebaikan, khususnya moment ketika seorang anak melakukan

keburukan. Tentu saja pemberian nasehat tersebut tidak hanya

dilakukan sekali atau duakali, tetapi lebih dari itu bahkan tak

terhigga, dilakukan kapan saja dan dimana saja.

Sedangkan pemberian nasehat secar klasikal merupakan

pemberian pesan-pesan positif kepda sekelompok anak. Biasanya

orang tua ataupun pendidik PAUD dapat menggunakan pemberian

nasehat secara klasikal ini setelah melakukan solat berjemaah,

sebelum memulai pembelajaran, pada saat mengakhiri pelajaran,

maupun ditengah-tengah kegiatan bermain anak.

Pemebrian pesan-pesan positif dengan metode nasehat akan

menuai hasil manakalah disampaikan dengan cara yang santun,

disertai dengan analogi (perumpamaan), dan ditindaklanjuti dengan

kegiatan percakapan..

6) Metode Cerita

Beberapa hal yang dapat digunakan untuk memilih cerita

dengan fokus moral, diantaranya: a) Pilih cerita yang mengandung

nilai baik dan buruk yang jelas, b) Pastikan bahwa nilai baik dan

buruk itu berada pada batas jangkauan kehidupan anak, c) Hindari

cerita yang “memeras perasaan anak. menakut-nakuti secara fisik.20

Dalam perspektif ulummul Qur’an, metode kisah ini

diistilahkan dengan qishashul Qur’an. Pengunaan metode cerita


20
Tadzkiroatun Musfiroh, Memilih Menyusun dan Menyajikan cerita untuk anak
usia dini. (Yogyakarta:Tiara Wacana, 2005). Hal 102
27

yang dilakukan oleh orang tua ataupun pendidik PAUD dapat

menggunakan metode bercerita sebagai upaya untuk

mengoptimalkan perkembangan moral dan agama anak usia dini.

Orang tua atau pendidik PAUD dapat mengambil berbagai cerita

tentang nabi, tentang kebranian, dan kedermawanan sahabat nabi,

tentang peristiwa-peristiwa penting yang dialami para Nabi dan

sahabat, cerita tentang ke aliman dan kepandaian tokoh-tokoh

islam seperi al-Ghazali, Abdul Qadir jailani, Ibnu Sina, lainnya.

Metode bercerita disampaikan dengan mengunakan lisan

sehingga peserta didik diharapkan mampu memahami isi cerita,

bertanya, menirukan gerak dala bercerita dan memberikan

tanggapan mengenai cerita yang dibawakan.21 Orang tua ataupun

pendidik PAUD harus selektif dalam memilih cerita-cerita yang

hendak diberikan kepada anak karena memang ada cerita yang

terlihat baik tetapi sebenarnya memiliki muatan yang buruk,

misalnya cerita tentang kancil.22

Penggunaan metode bercerita dapat dilakukan tanpa

bantuan media ataupun dengan bantuan media, seperti bonekah

jari, bonekah tanggan, wayang kulit ataupun wayang golek, dan

buku cerita. Cerita yang diberikan untuk anak yang berusia 3-4

21
Suci Utami Putri, Pemebalajaran Sains Untuk Anak Usia Dini, (Bandung: Upi
sumedang Press, 2019) hal 23.
22
Wiyani Novan Ardy, Psikologi Perkembangan Anak Usia Dini, Yogyakarta:
Gava Media, 2014, hal 200.
28

tahun minimal 10 menit, sedangkan untuk anak yang berusia 5-6

tahun maksimal 15 menit.

7) Metode Permainan

Metode Permainan uga dapat digunakan oleh orang tua

ataupun pendidik PAUD dalam mengoptimalkan perkembangkan

moral dan agama pada anak usia dini. Setidaknya ada 3 jenis

permainan yang dapat digunakan, antara lain:

a) Permainan Tepukan

permainan tepukan ini merupakan suatu gerakan bermaian

yan mengabungkan aktivitas fisik dan aktivitas khayal.

b) Permaianan Nyanyian

Pendekatan penerapan metode bernyanyi adalah suatu

pendekatan pembelajaran secara nyata yang mampu membuat anak

senang dan bergembira. Anak diarahkan pada situasi dan kondisi

psikis untuk membangun jiwa yang bahagia, senang menikmati

keindahan, mengembangkan rasa melalui ungkapan kata dan nada,

serta ritmik yang menjadikan suasana pembelajaran menjadi lebih

menyenangkan.23 Pesan-pesan pendidikan berupa nilai dan moral

yang dikenalkan kepada anak tentunya tidak mudah untuk diterima

dan dipahami secara baik. Anak tidak dapat disamakan dengan

orang dewasa. Anak merupakan pribadi yang memiliki keunikan

tersendiri. Pola pikir dan kedewasaan seorang anak dalam

23
Guslinda, Kurnia Rita, Media Pembelajaran Anak usia Dini, (Surabaya:Jakad
Publishing. 2018) hal 49
29

menentukan sikap dan perilakunya juga masih jauh dibandingkan

dengan orang dewasa. Anak tidak cocok hanya dikenalkan tentang

nilai dan moral melalui ceramah atau tanya jawab saja.

c) Pemainan Alat Pendidikan

Salah satu alat pendidikan yang dapat digunakan adalah

puzzel hijaiyah. Puzzel adalah suatu bentuk permainan beregu/

perorang yang menugasi permainan untu menggabungkan atau

merangkai kembali potongan-potongan kertas.

8) Metode Karya wisata

Karyawisata merupakan salah satu metode untuk anak

mengamati secara langsung dunia sesuai dengan kenyataan yang

ada, misatnya hewan, manusia, tumbuhan, dan benda lainnya.

Dengan karyawisata anak akan rnendapatkan ilmu dan

pengalamannya sendin dan sekaligtis anak dapat menggeneralisasi

herdasarkan sudut pandang mereka sendiri. Berkaryawsata

rnernpunyai arti penting bagi perkembangan anak karena dapat

memb angkitkan minat anak pada sesuatu hal, dan memperluas

perolehan informasi. Metode ini juga dapat memperluas lingkup

program kegiatan belajar anak usia dini yang tidak mungkin dapat

dihadirkan di kelas.24

24
Guslinda, Kurnia Rita, Media Pembelajaran Anak usia Dini, (Surabaya:Jakad
Publishing. 2018) hal 50.
30

Dalam persefektif pendidikan islam, metode karyawisata

disebut dengan istilah tadabur Alam dan rihiah. Untuk

mengoptimalkan perkembangan moral dan agama pada anak usia

dini, orang tua taupun pendidikan paud dapat melakukan mengaja

anak melakukan kegiatan karya wisata misalnya mengunjungi

masjid-masjid, berziarah ke makam-mahkam pahlawan, berziarah

ke makam parawali, dan lainnya.

Dengan mengunjungi masjid, anak semakin mengetahui

seluk-beluk tempat ibadahnya, melihat dan mengetahui aktivitas

peribadatan di masjid ( seperti solah, berzikir, berdoa) serta

memunculkan motivasi diri anak untuk melaksanakan berbagai

aktivitas tersebut. Kemudian dengan berziarah ke makam pahlawan

dan parawali serta diajarkan unuk menghargai jasa para pahlawan

dan para wali serta dianjurkan untuk berdoa.25

4. Pendidikan Moral

Pendidikan Moral berdasarkan tujuan pendidikan adalah suatu

program pendidikan (sekolah dan luar sekolah) yang mengorganisasikan

dan meyederhanakan sumber-sumber moral dan disajikan dengan

memperhartikan pertimbangan psikologis untuk pertimbangan

pendidikan. Menurut para ahli moral, jika tujuan pendidikan moral akan

mengarahkan seseorang menjadi bermoral, yang penting adalah


25
Wiyani Novan Ardy, Psikologi Perkembangan Anak Usia Dini, Yogyakarta:
Gava Media, 2014, hal 207.
31

bagaimana agar sesorang dapat menyesuaikan diri dengan tujuan hidup

masyarakat.

Menurut Nasikh Ulwan dalam buku Tarbiyatul Aulad Fil Islam juz

1, hal 156 yaitu 26 :

“Pendidikan moral adalah serangkaian prinsip dasar moral dan

keutamaan sikap serta watak (tabiat) yang harus dimiliki dan dijadikan

kebiasaan oleh anak sejak masa pemula hingga ia menjadi seorang

mukalaf, yakni siap mengarungi lautan kehidupan”.

Dalam filsafat Durkheim, moral memiliki peranan terpenting.

Kekangan atau wewenang yang dilakukan oleh kesadaran kolektif jelas

terlihat dalam bidang moral. Sesungguhnya fakta-fakta moral itu ada,

tetapi ia hanya hidup dalam konteks sosial. Moralitas dalam segala

bentuknya tidak dapat hidup kecuali dalam masyarakat. Ia takkan berubah

kecuali dalam hubungannya dengan kondisi-kondisi sosial. Dengan kata

lain moralitas tidak bersumber pada individu, melainkan bersumber pada

masyarakat dan merupakan gejala masyarakat.

Kohlberg, mengungkapkan bahwa: “morality has generally been

definedas conscience, as a set of cultural rules of social action which have

been internalized by the individual”.27 Menurut Kohlberg moralitas secara

umum telah didefinisikan sebagai hati nurani, sebagai seperangkat aturan


26
Abdullah Nasikh Ulwan, juz 1, hal 156 www.abdullahelwan.net di akses
tanggal 3 April 2020
27
L. Hoffman Martin. Lois Wladis Hoffman. 1964. Review of Child
Development Research. (New York) p. 383.
(http://book.google.co.id/books?hl= en &lr di akses pada tanggal 3 April 2020
32

budaya dan sosial yang telah diinternaliasi oleh individu, atau sebagai

norma yang menetapkan perilaku apa yang harus diambil pada suatu saat,

bahkan sebelum kita dituntut untuk bertindak.

5. Pendidikan Anak Usia Dini

A. Pengertian Pendidikan Anak Usia Dini

Anak usia dini secara umumnya adalah anak yang berada pada

rentang usia 0 sampai dengan 6 tahun. Serta pada proses

pendidikannya, dikelompokkan menjadi beberapa tahapan yang

didasarkan pada golongan usia anak. Yaitu untuk usia 0-3 tahun masuk

kelompok taman penitipan anak yang merupakan pendidikan noformal,

pada usia 3-4 tahun untuk kelompok bermain merupakan pendidikan

nonformal, dan 4-6 tahun untuk taman kanak-kanak atau raudhatul

athfal yang merupakan pendidikan formal.28

Masa Usia dini adalah masa perkembangan dan pertumbuhan

terbesar bagi anak dimana pada masa ini pertumbuhan dan

perkembangan anak akan sangat berpengaruh untuk anak pada masa

kedepannya. Usia dini adalah masa dimana priode yang sangat kritis

terjadi pada anak yang menentukan tahapan pertumbuhan dan

perkembangan anak selanjutnya.

Usia dini disebut sebagai periode kritis adalah diman individu

memperoleh rangsangan, perlakuan atau pengaruh dari lingkungan

pada masa atau saat yang tepat. Apabila saat yang teopat artinya

Novi Mulyani, Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. (Yogyakarta:


28

Kalimedia, 2016), h.l 7.


33

dalam keadaan yang sesitif, keadaan yang siap menerima rangsangan

dari luar dan memperolehnya, maka akan terjadi hubungan yang

positif dan berdamapak positif bagi anak. Namun sebaliknya apabila

anak tidak siap, maka tidak akan terjadi hubungan apa pun, atau akan

sia-sia.29

Terdapat sejumlah argument mengenai pentingnya PAUD

dengan dukungan data-data akurat di hampir semua bidang keilmuan,

mulai dari neurosains, psikologi, fisiologi, sosiologi, antropologi,

ekonomi, pendidikan, dan seterusnya. Menurut Yurliani yang dikutip

oleh suyadi, konsep keilmuan PAUD bersifat isomorfis, artinya

kerangka keilmuan PAUD dibangun dari interdisiplin ilmu yang

merupakan gabungan dari beberapa disiplin ilmu, diantaranya:

psikologi, fisiologi, sosiologi, ilmu pendidikan anak, antropologi,

humaniora, kesehatan, dan gizi serta neuro-sains atau ilmu tentang

perkembangan otak manusia.30

Menurut UU Sisdikknas No 20 Tahun 2003, PAUD adalah

upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai

dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan

pendidikan untuk membantu tumbuh pertumbuhan dan perkembangan

jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki

pendidikan lanjut. Orang tua adalah orang yang sangat berpengaruh

terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Karena pada dasarnya


29
Amos Neoloka, Grace amelia, Landasan pendidikan(Dasar Pengenalan Diri
Menuju Perubahan Hidup), 2017 (Depok:Kencana) hal 4.
30
Suyadi, Konsep Dasar PAUD. (Bandung PT Remaja Rosdakarya, 2013),h. 1.
34

orang tua dalah pendidik utam saat anak lahir bahkan saat masih dalam

kandungan artinya jika pendidikan yang dilakuakn orang tua baik dan

mampu mengoptimalkan pendidikan anak maka anak kemungkinan

besar dapat melewati usia dini dengan baik dan selur aspek

perkembangan anak menjadi maksimal. Pada lembaga pendidikan anak

usia dini seluruh aspek perkembangan anak akan diabntu untuk

pemaksimalannya baik dari aspek agama dan moral, sosial emosional,

fisik motorik, kognitif, bahasa dan seni.

B. Kajian Penelitian Terdahulu

1. Skripsi, Penelitian yang dilakukan oleh Naili Mufarrohah ( Pendidikan

Agama Islam Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2018 )

dengan Judul “Konsep Pendidikan Anak Perspektif Abdullah Nasikh

Ulwan Dan Relevansinya Terhadap Moral Peserta Didik”. Menyatakan

bahwa pendidikan Moral anak menurut Abdullah Nasikh Ulwan melalui

metode pendidikan anak menurut Abdullah Nasikh Ulwan ialah

pendidikan keteladanan, pendidikan dengan adat kebiasaan, pendidikan

dengan nasehat, pendidikan dengan perhatian/pengawasan dan

pendidikan dengan hukuman. Abdullah nasikh ulwan sangat

memperhatikan pendidikan anak-anak dari aspek moral, dan

mengeluarkan petunjuk yang sangat berharga dalam membentuk anak

dan mengajarkan akhlak yang tinggi. Para pendidik, terutama ayah dan

ibu, mempunyai tanggungjawab yang sangat besar dalam mendidik anak-

anak dengan kebaikan dan dasar dasar moral. Oleh karena itu ajaran
35

Abdullah Nasikh Ulwan akan dapat menjawab problem kehilangan harga

diri dan masa depan yang akan dialami oleh manusia modern.

2. Tesis, Penelitian yang dilakukan oleh Dimas Anugrah Robby

(Pendidikan Agama Islam Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Surabaya 2018) dengan judul“ Perbandingan Konsep Pendidikan Moral

Menurut Pemikiran Emile Durkheim Dan Al-Ghazali Serta Relevansinya

Dengan Pendidikan Moral Di Indonesia”. menyatakan bahwa Durkheim

yang merupakan tokoh sosiologi lebih menekankan pendidikan moral

pada aspek pembentukan moralitas individu terhadap masyarakat.

Sehingga ia menempatkan masyarakat sebagai sumber utama dalam

pendidikan moralnya, artinya bagi Durkheim eksistensi moral bagi

individu sangat diperlukan agar dapat berperan dalam masyarakat.

Dengan demikian, pendidikan moral menurut Émile Durkheim bertujuan

untuk membentuk dan menciptakan makhluk baru (elle cree dans I

homme un etre nouveau) yang memiliki rasa solidaritas dan disiplin yang

tinggi untuk tujuantujuan sosial.

3. Skripsi, Penelitian yang dilakuakn oleh Harpansyah ( Pendidikan Agama

Islam Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang, 2017) dengan

judul “Pendidkan Anak Dalam Perspektif Abdullah Nashih Ulwan

(Telaah Atas Kitab Tarbiyatul Aulad Fil Islam )”menyatakan bahwa

pendidikan Moral anak menurut Abdullah Nasikh Ulwan terdiri dari

pendidikan keimanan, pendidikan moral, pendidikan fisik, pendidikan

kognitif, pendidikan kejiwaan, pendidikan sosial dan pendidikan seksual.


36

Lalu, metode pendidikan anak menurut Abdullah Nasikh Ulwan ialah

pendidikan keteladanan, pendidikan dengan adat kebiasaan, pendidikan

dengan nasehat, pendidikan dengan perhatian/pengawasan dan

pendidikan dengan hukuman.

4. Penelitian oleh Setia Paulina Sinulingga (Sekolah Bina Kasih, Jambi)

Dengan Judul “Teori Pendidikan Moral Menurut Emile Durkheim

Relevansinya Bagi Pendidikan Moral Anak Di Indonesia” menyatakan

bahwa dalam pendidikan moral Ada tiga unsur yang ditetapkan oleh

Durkheim, yang pertama adalah disiplin, yang kedua adalah keterikatan

pada kelompok serta unsur yang ketiga adalah otonomi. Ketiga unsur ini

dibutuhkan setiap individu untuk bisa menjadi pribadi yang bermoral.

Disiplin moral mengajarkan untuk tidak bertindak sesuai dengan

keinginan-keinginan yang hanya bersifat sesaat, yang mengakibatkan

tingkah laku yang hanya setaraf dengan kecenderungan-kecenderungan

alamiah belaka.

C. Kerangka Teoritik

Konsep Pendidikan Moral Konsep Pendidikan Moral


Menurut Abdullah Nasikh Menurut Emile Durkheim
Ulwan

Perbandingan Pemikiran Abdullah Nasikh


Ulwan dan Emile Durkheim tentang
Pendidikan Moral Anak Usia Dini
37

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kepustakaan (library research),

yaitu penelitian yang sumbernya meliputi bacaan-bacaan tentang teori,

penelitian, dan bermacam jenis dokumen. Misalnya, biografi, Koran, majalah,

buku dan lain-lain).31

Penelitian kepustakaan adalah umtuk menemukan berbagai teori, hukum,

dalil, prinsip, pendapat, gagasan, dan lain-lain yang bias dipakaiuntuk

menanalisis dan memecahkan masalah yang diteliti. Penelitian kepustakaan juga

digunakan memecahkan masalah penelitian yang bersifat konseptual teoritis,

Aslem Strauss Dan Juliet Carbin. Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif.


31

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h. 31.


38

baik tentang tokoh pendidikan atau konsep pendidikan tertentu seperti tujuan,

metode, dan lingkungan pendidikan.32

B. Data dan Sumber Data

Data dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sumber data yang tertulis, yaitu sebagai berikut:

1. Sumber Data Primer

Sumber data primer adalah sumber data utama yang digunakan

dalam penelitian ini, data primer penelitian ini adalah:

a. Tarbiyatul Aulad, Mendidik Anak Dalam Islam karya Abdullah

Nashih Ulwan.

b. Pendidikan Moral Karya Emile Dhurkeim.

2. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder adalah sumber data penunjang yang

digunakan dalam penelitian ini, data sekunder adalah sebagai berikut:

a. Konsep dasar PAUD karya Suyadi

b. Pendidikan Anak dalam Islam kary abdullah Nashih Ulwan

c. Mendidik Anak Menurut Islam jilid 2 karya Syeikh Abdullah

Nasikh Ulwan.

d. Mendidik Anak Menurut Islam jilid 3 karya Syeikh Abdullah

Nasikh Ulwan.

e. Strategi Taktis Pendidikan Karakter karya Zubaedi

f. Bagaimana anda mendidik anak karya M. Sahlan Syafei

Fakultas Tarbiyah Dan Tadris Institut Agama Islam Negeri Bengkulu.


32

Pedoman Penulisan Skripsi. (Bengkulu: FTT IAIN Bengkulu, 2015), h. 14.


39

g. Durkheim dan Pengantar Sosiologi Moralitas karya Abdullah T

h. Dasar-dasar pendidikan anak usia dini karya Novi Mulyani

i. Pendidikan anak pra sekolah karya Soemantri Patmonodewo

C. Teknik Pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang peneliti lakukan yaitu

dokumentasi, yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah,

jurnal dan media cetak lainnya. Metode untuk memperoleh data-data yang

dibutuhkan untuk menjawab pokok permasalah dan langkah-langkah yang

dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Diadakan penelitian kepustakaan yang memuat data primer.

2. Mengumpulkan data penunjang

3. Dideskripsikan semua data yang terkumpul dan teori sesuai dengan

penelitian

4. Melakukan analisis secara keseluruhan.

D. Teknik Keabsahan

Teknik keabsahan data yang digunakan adalah triangulasi. Adapun

triangulasi yang digunakan adalah triangulasi sumber, metode, waktu dan

teori. Sedangkan pada penelitian ini digunakan triangulasi teori yaitu

menganalisi teori dan memadukannya dengan teori yang lain.


40

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Nasikh Ulwan, juz 1, hal 156 www.abdullahelwan.net di


akses tanggal 3 April 2020

Ardy Wiyani, Novan . 2014. Psikologi Perkembangan Anak Usia


Dini, Yogjakarta, penerbit gava madia.
Desmita. 2012. Psikologi Perkembangan, Bandung: Rosda Karya.

Fakultas Tarbiyah Dan Tadris Institut Agama Islam Negeri


Bengkulu. 2015. Pedoman Penulisan Skripsi. Bengkulu: FTT IAIN
Bengkulu.

Ibung, Dian . 2009. Mengembangkan nilai moral pada anak,


Jakarta:Alex Media Komputindo.

Kurnia Rita, Guslinda. 2018. Media Pembelajaran Anak usia Dini,


Surabaya:Jakad Publishing.

L. Hoffman Martin. Lois Wladis Hoffman. 1964. Review of Child


Development Research. (New York)hal. 383.

Mansur. 2011.Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
41

Mulyani, Novi 2016. Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia Dini.


Yogyakarta:Kalimedia.

Musfiroh, Tadzkiroatun. 2005. Memilih Menyusun dan


Menyajikan cerita untuk anak usia dini. Yogyakarta:Tiara Wacana.

Neoloka, Amos Grace amelia. 2017. Landasan pendidikan(Dasar


Pengenalan Diri Menuju Perubahan Hidup.

Novan Ardy, Wiyani. 2014. Psikologi Perkembangan Anak Usia


Dini, Yogyakarta:GAVA Media.

Ramayulis.2015. Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta: Kalam


Mulia.

Strauss, Aslem Dan Juliet Carbin. 2009. Dasar-Dasar Penelitian


Kualitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Syafei ,M. Sahlan.2006. Bagaimana Anda Mendidik Anak, Bogor:


Ghalia Indonesia.

(http://book.google.co.id/books?hl= en &lr di akses pada tanggal 3


April 2020

Suyadi. 2013.Konsep Dasar PAUD. Bandung PT Remaja


Rosdakarya.

Umar Fakhruddin, Asef. 2019. Menjadi Guru Paud, Jakarta: PT.


Gran media.

Anda mungkin juga menyukai