Anda di halaman 1dari 55

LABORATORIUM PENGUKURAN BESARAN LISTRIK

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
2020
LEMBAR ASISTENSI PRAKTIKUM RANGKAIAN LISTRIK

Judul Percobaan : Thevenin Norton


Nama Asisten : Singgih Winarko (1715031064)

Fawwaz Rizaldy (1715031060)


Nama Praktikan : Kaira Milani Fitria (1815031032)
Kelompok : 22

No Catatan Tanggal TTD


Ass 1: 25-11-20 ₰
- Kesimpulan
Ass 2:
ACC jilid 27-11-20 ₰

Bandarlampung, November 2020


Asisten

NPM.
LABORATORIUM No : Kaira
PENGUKURAN BESARAN LISTRIK Milani Fitria
Edisi/Revisi :
Tanggal Berlaku :
PRAKTIKUM RANGKAIAN LISTRIK Halaman :

I. JUDUL PERCOBAAN

THEVENIN DAN NORTON

II. TUJUAN PERCOBAAN

Adapun tujuan pada praktikum ini mahasiswa diharapkan:


1. Memahami Teorema Thevenin dan Norton pada Rangkaian DC
2. Mampu Membuat Rangkaian Pengganti Thevenin dan Norton

III.TEORI DASAR

Teorema Thevenin

Teorema Thevenin adalah salah satu teori elektronika atau alat analisis yang
menyederhanakan suatu rangkaian rumit menjadi suatu rangkaian sederhana
dengan cara membuat suatu rangkaian pengganti yang berupa sumber tegangan
yang dihubungkan secara seri dengan sebuah resistansi yang ekivalen. Teorema
Thevenin ini sangat bermanfaat apabila diaplikasikan pada analisis rangkaian yang
berkaitan dengan daya atau sistem baterai dan rangkaian interkoneksi yang dapat
mempengaruhi satu rangkaian dengan rangkaian lainnya. Teorema Thevenin ini
ditemukan oleh seorang insinyur yang berasal dari Perancis yaitu M.L. Thevenin.
Teorema Thevenin menyatakan bahwa :
“Setiap Rangkaian linear yang terdiri dari beberapa tegangan dan resistor dapat
digantikan dengan hanya satu tegangan tunggal dan satu resistor yang terhubung
secara seri”.
Pada teorema ini berlaku bahwa suatu rangkaian listrik dapat disederhanakan
dengan hanya terdiri dari satu buah sumber tegangan yang dihubungserikan dengan
sebuah tahanan ekivelennya pada dua terminal yang diamati
LABORATORIUM No : Kaira
PENGUKURAN BESARAN LISTRIK Milani Fitria
Edisi/Revisi :
Tanggal Berlaku :
PRAKTIKUM RANGKAIAN LISTRIK Halaman :
Teorema Thevenin menyatakan bahwa dimungkinkan untuk menyederhanakan
suatu rangkaian yang linier, seberapa rumit sekalipun rangkaian itu, menjadi
sebuah rangkaian ekivalen yang berisi sumber tunggal yang disusun seri dengan
sebuah beban (resistor). Kata-kata linier adalah identik dengan yang ditemukan
pada teorema superposisi, dimana semua persamaan dasarnya harus linier (tidak
ada bentuk eksponen atau akar). Bila kita menjumpai rangkaian pasif (seperti
resistor, induktor, dan kapasitor), teorema ini bisa dipakai. Namun, ada beberapa
komponen seperti komponen semikonduktor adalah tidak linier.
Teorema Thevenin ini berguna untuk menganalisa sistem daya dan rangkaian
lainnya dimana terdapat satu resistor pada rangkaian tersebut (biasa disebut resistor
beban) yang dijadikan subjek perubahan, sehingga apabila nilai resistor beban itu
diubah-ubah, kita tidak perlu susahsusah menganalisa rangkaian secara
menyeluruh.
Tujuan sebenarnya dari teorema ini adalah untuk menyederhanakan analisis
rangkaian, yaitu membuat rangkaian pengganti yang berupa sumber tegangan yang
dihubungkan seri dengan suatu resistansi ekivalennya.
Teorema Thevenin Menyatakan bahwa sembarang dua terminal rangkaian dapat
diubah menjadi sebuah rangkaian ekuivalen yang terdiri atas sebuah sumber
tegangan (ETH) dan sebuah impedans ekuivalen yang diseri dengan sumber
tegangan (ZTH). Teorema Thevenin menjelaskan bahwa setiap rangkaian sumber-
sumber dan impedansi-impedansi dapat diganti dengan satu sumber tegangan satu
impedansi seri dengan sumber itu. Dimana sumber tegangan tersebut sama dengan
tegangan pada jepitan-jepitan terbuka dari rangkaian dan impedansi itu sama
dengan impedansi yang di ukur antara jepitan-jepitan terbuka dari rangkaian
dengan semua sumber-sumber dalam rangkaian tidak bekerja, yaitu sumber
tegangan di hubung singkat, sumber arus terbuka.
Untuk membuat rangkaian pengganti tersebut, maka terdapat dua aturan yang
digunakan untuk mencari tegangan dan hambatan pengganti.
Aturan I : tegangan pengganti adalah hambatan yang terdapat pada titik-titik yang
dikehendaki dengan beban dianggaptidak ada atau merupakan rangkaian terbuka
(open circuit).
Aturan II : hambatan pengganti adalah hambatan yang terjadi pada titik-titik
LABORATORIUM No : Kaira
PENGUKURAN BESARAN LISTRIK Milani Fitria
Edisi/Revisi :
Tanggal Berlaku :
PRAKTIKUM RANGKAIAN LISTRIK Halaman :
rangkaian dengan sumber tegangan diaggap sebagai rangkaian tertutup (close
crcuit) dan sumber arus dianggap sebagai rangkaian terbuka (open circuit).
Secara skematis teorema thevenin dapat di gambarkan dengan diagram blok pada
gambar 3.1 berikut ini :

Gambar 3.1 Skema teorema Thevenin

Kombinasi dari baterai dan resistances dengan dua terminal dapat digantikan oleh
satu sumber tegangan e dan satu seri hambat r. Nilai e adalah buka sirkuit tegangan
pada terminal, dan nilai r adalah e dibagi dengan saat ini dengan terminal circuited
pendek.

Gambar 3.2 Penjelasan Teorema Thevenin, A sebagai jaringan asli, B sebagai


jaringan thevenin
LABORATORIUM No : Kaira
PENGUKURAN BESARAN LISTRIK Milani Fitria
Edisi/Revisi :
Tanggal Berlaku :
PRAKTIKUM RANGKAIAN LISTRIK Halaman :

Teorema Thevenin menyatakan bahwa di sepasang terminal jaringan terdiri dari


jaringan sejenis, linear circuit elemen, untuk keperluan analisis eksternal sirkuit
terminal atau perilaku, akan diganti dengan sumber tegangan V (s) di seri satu
dengan Impedance Z (s ). Sumber V (s) adalah transformasi Laplace dari tegangan
melintasi sepasang terminal ketika mereka dalam sirkuit terbuka; Z (s) adalah
mentransformasikan Impedance di dua terminal dengan semua sumber independen
diatur ke nol.
Teorema Norton menyatakan bahwa kedua jaringan setara terdiri dari sumber yang
saat ini I(s) secara parallel dengan impedansi Z(s). Impedansi Z(s) identik dengan
impedansi thevenin, dan I(s) adalah transformasi laplace pada saat ini antara kedua
terminal ketika mereka dalam bentuk sirkuit pendek.
Tegangan Thevenin
Linear jaringan tegangan apapun yang dapat dilihat dari dua terminal dapat diganti
dengan sumber tegangan-sama sirkuit yang terdiri dari satu sumber tegangan E dan
satu seri Z Impedance. Tegangan yang merupakan buka E-sirkuit tegangan antara
dua terminal dan Impedansi Z adalah Impedance dari jaringan dilihat dari terminal
dengan semua sumber tegangan digantikan oleh mereka impedances internal.
Tegangan thevenin yang dalam teorema thevenin yang ideal adalah sumber
tegangan sama dengan sirkuit yang terbuka pada terminal. Pada contoh dibawah
ini tahanan R2 ini tidak mempengaruhi tegangan dan resistansi R1 dan R3
membentuk pembagi tegangan sehingga:
LABORATORIUM No : Kaira
PENGUKURAN BESARAN LISTRIK Milani Fitria
Edisi/Revisi :
Tanggal Berlaku :
PRAKTIKUM RANGKAIAN LISTRIK Halaman :

Gambar 3.3 Resistansi pada teorema thevenin.

Resistansi pada Thevenin yang digunakan dalam Teorema Thevenin adalah


perlawanan diukur pada terminal AB dengan semua sumber tegangan digantikan
oleh sirkuit pendek dan semua sumber saat ini digantikan oleh buka sirkuit. Juga
dapat dihitung dengan membagi tegangan sirkuit yang terbuka oleh kortsleting
sekarang di AB, namun metode sebelumnya biasanya lebih baik dan memberi :

Persamaan 3.1 Resistansi pada teorema thevenin.


LABORATORIUM No : Kaira
PENGUKURAN BESARAN LISTRIK Milani Fitria
Edisi/Revisi :
Tanggal Berlaku :
PRAKTIKUM RANGKAIAN LISTRIK Halaman :
Gambar 3.4 Persamaan Resistansi pada teorema thevenin
Dalam sirkuit listrik teori, teorema thevenin linear untuk jaringan listrik
menyatakan bahwa kombinasi dari tegangan sumber, saat ini sumber dan resistors
dengan dua terminal elektrik adalah setara dengan satu sumber tegangan V dan satu
seri resistor R. Tunggal untuk sistem yang frekuensi AC theorem juga dapat
diterapkan untuk umum impedansi, tidak hanya resistors Kaidah yang pertama kali
ditemukan oleh ilmuwan Jerman Hermann von Helmholtz di 1853 ,namun
kemudian kembali pada 1883 oleh insinyur Prancis telegrap Leon Charles
Thévenin (1857-1926).
Kaidah ini menyatakan bahwa sebuah sirkuit dari sumber tegangan dan resistors
dapat dikonversi menjadi Thévenin sama, yang merupakan kemudahan teknik yang
digunakan dalam analisis sirkuit. thevenin yang sama dapat digunakan sebagai
model yang baik untuk listrik atau baterai (dengan hambat mewakili Impedance
internal dan mewakili sumber kekuatan tenaga listrik). Di sirkuit yang ideal terdiri
dari sumber tegangan pada rangkaian yang ideal dengan resistor.

Gambar 3.5 Penempatan rangkaian pada teorema thevenin

Setiap kotak hitam hanya mengandung sumber tegangan, sumber saat ini, dan
lainnya resistors dapat dikonversi ke sirkuit thevenin yang setara, terdiri dari tepat
satu sumber tegangan dan satu resistor.
Langkah-langkah penyelesaian dengan teorema Thevenin :
1. Cari dan tentukan titik terminal a-b dimana parameter yang ditanyakan.
2. Lepaskan komponen pada titik a-b tersebut, open circuit kan pada terminal a-b
LABORATORIUM No : Kaira
PENGUKURAN BESARAN LISTRIK Milani Fitria
Edisi/Revisi :
Tanggal Berlaku :
PRAKTIKUM RANGKAIAN LISTRIK Halaman :
kemudian hitung nilai tegangan dititik a-b tersebut (Vab = Vth).
3. Jika semua sumbernya adalah sumber bebas, maka tentukan nilai tahanan diukur
pada titik a-b tersebut saat semua sumber di non aktifkan dengan cara diganti
dengan tahanan dalamnya (untuk sumber tegangan bebas diganti rangkaian short
circuit dan untuk sumber arus bebas diganti dengan rangkaian open circuit)
(Rab = Rth).
4. Jika terdapat sumber tak bebas, maka untuk mencari nilai tahanan pengganti
Theveninnya didapatkan dengan cara
Rth = Vth
Isc
5. Untuk mencari Isc pada terminal titik a-b tersebut dihubungsingkatkan dan
dicari arus yang mengalir pada titik tersebut (Iab = Isc).
6. Gambarkan kembali rangkaian pengganti Theveninnya, kemudian pasangkan
kembali komponen yang tadi dilepas dan hitung parameter yang ditanyakan.

Teorema Norton
Teorema norton untuk jaringan listrik menyatakan bahwa setiap kumpulan
tegangan sumber, saat ini sumber, dan resistors dengan dua terminal elektrik
adalah setara dengan sumber yang ideal saat ini, I bersama dengan satu
penghambat, R. Untuk satu frekuensi AC sistem yang juga dapat diterapkan untuk
umum impedances, tidak hanya resistor. Teorema Norton yang sama digunakan
untuk mewakili setiap jaringan linear dan sumber impedansi, pada suatu frekuensi.
Sirkuit yang terdiri dari sumber yang ideal saat ini sejajar dengan yang ideal
Impedance (atau penghambat untuk non-reaktif sirkuit).
Teorema Norton merupakan perpanjangan dari Teorema Thevenin dan telah
diperkenalkan pada 1926 secara terpisah oleh dua orang: Hause-Siemens peneliti
Hans Mayer Ferdinand (1895-1980) dan Bell Labs engineer Lawry Edward Norton
(1898-1983). Mayer sebenarnya hanya diterbitkan di topik ini, tetapi Norton
memberitahukan kepada mencari melalui internal lapor teknis di Bell Labs.
LABORATORIUM No : Kaira
PENGUKURAN BESARAN LISTRIK Milani Fitria
Edisi/Revisi :
Tanggal Berlaku :
PRAKTIKUM RANGKAIAN LISTRIK Halaman :

Gambar 3.6 Teorema Norton

Setiap kotak hitam hanya mengandung sumber tegangan, saat ini sumber, dan
resistors dapat dikonversi ke Norton setara sirkuit.
Pada teorema ini berlaku bahwa :
“Suatu rangkaian listrik dapat disederhanakan dengan hanya terdiri dari satu buah
sumber arus yang dihubungparalelkan dengan sebuah tahanan ekivelennya pada
dua terminal yang diamati.”.
Tujuan dari analisis rangkaian ini adalah dengan membuat rangkaian pengganti
yang berupa sumber arus yang diparalel dengan suatu tahanan aekivalennya.

Gambar 3.7 Skema Teorema Norton

Langkah-langkah penyelesaian dengan teorema Norton :


1. Cari dan tentukan titik terminal a-b dimana parameter yang ditanyakan.
2. Lepaskan komponen pada titik a-b tersebut, short circuit kan pada terminal a-b
kemudian hitung nilai arus dititik a-b tersebut (Iab = Isc = IN).
3. Jika semua sumbernya adalah sumber bebas, maka tentukan nilai tahanan diukur
LABORATORIUM No : Kaira
PENGUKURAN BESARAN LISTRIK Milani Fitria
Edisi/Revisi :
Tanggal Berlaku :
PRAKTIKUM RANGKAIAN LISTRIK Halaman :
pada titik a-b tersebut saat semua sumber di non aktifkan dengan cara diganti
dengan tahanan dalamnya (untuk sumber tegangan bebas diganti rangkaian short
circuit dan untuk sumber arus bebas diganti dengan rangkaian open circuit)
(Rab = RN = Rth).
4. Jika terdapat sumber tak bebas, maka untuk mencari nilai tahanan pengganti
Nortonnya didapatkan dengan cara
RN = Voc
IN
5. Untuk mencari Voc pada terminal titik a-b tersebut dibuka dan dicari tegangan
pada titik tersebut (Vab = Voc).
6. Gambarkan kembali rangkaian pengganti Nortonnya, kemudian pasangkan
kembali komponen yang tadi dilepas dan hitung parameter yang ditanyakan.
IV. ALAT DAN BAHAN

Adapun alat dan bahan pada percobaan adalah sebagai berikut :

1. Power Supply DC
2. Ohm Meter
3. Volt Meter
4. Ampere Meter
5. Kabel penghubung
6. Resistor

V. RANGKAIAN PERCOBAAN

Adapun gambar rangkaian pada percobaan adalah sebagai berikut:

5.1 Rangkaian Dasar Mencari RTh

Gambar 5.1 Rangkaian Dasar Mencari RTh


5.2 Rangkaian Dasar Mencari VTh

Gambar 5.2 Rangkaian Dasar Mencari VTh

5.3 Rangkaian Dasar Mencari IN

Gambar 5.3 Rangkaian Dasar Mencari IN


5.4 Rangkaian Dasar Mencari VL dan IL

Gambar 5.4 Rangkaian Dasar Mencari VL dan IL

5.5 Rangkaian Ekivalen Thevenin

Gambar 5.5 Rangkaian Ekivalen Thevenin


5.6 Rangkaian Ekivalen Norton

Gambar 5.6 Rangkaian Ekivalen Norton

VI. PROSEDUR PERCOBAAN

Adapun prosedur percobaan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:


1. Menyiapkan alat dan buat rangkaian sesuai dengan urutan dari gambar 5.1 s/d
5.6
2. Memvariasikan nilai tegangan sumber dari 5 Volt sampai 25 volt. Untuk
rangkaian pada gambar 5.1 s/d 5.6
3. Memasukkan data hasil percobaan ke dalam tabel.
VII. DATA HASIL PERCOBAAN

Adapun data dari percobaan ini adalah sebagai berikut:

7.1 Data hasil percobaan

Rangkaian Dasar R. Thevenin R. Norton


VS VT IN VL (V) IL (mA) VL (V) IL (mA)
(Volt (Volt (mA RL RL RL RL RL=10 RL RL=10 RL
) ) ) =10 =20 =10 =20 Ω =20 Ω =20
5 1,51 27,1 Ω
0,23 Ω
0,40 Ω
22,9 Ω
19,9 0,23 Ω
0,40 23 Ω
19,9
10 3,02 54,1 0,46 0,80 45,9 39,8 0,46 0,80 45,9 39,8
15 4,52 81,2 0,69 1,20 68,8 59,8 0,69 1,19 68,8 59,7
20 6,03 108 0,92 1,59 91,8 79,7 0,92 1,59 91,6 79,5
25 7,54 135 1,15 1,99 115 99,6 1,15 1,99 114 99,3

7.2 Data hasil perhitungan

Rangkaian Dasar R. Thevenin R. Norton

VS VT IN VL (V) IL (mA) VL (V) IL (mA)


(Vol (Vol (mA RL RL RL RL RL=10 RL RL=10 RL
t) t) ) =10 =20 =10 =20 Ω =20 Ω =20
Ω Ω Ω Ω Ω Ω
19,7
5 1,52 26,8 0,21 0,4 20,6 19,1 0,27 0,54 23,0
1
39,7
10 3,05 54,0 0,41 0,8 41,2 37,8 0,54 1,09 45,8
3
59,7
15 4,57 81,2 0,62 1,1 61,8 57,2 0,82 1,64 68,8
4
108, 79,4
20 6,10 0,82 1,5 82,4 76,2 1,09 2,19 91,5
0 5
135, 103, 99,3
25 7,62 1,03 1,9 95,3 1,36 2,73 114,4
0 0 2
VIII. ANALISA DAN PEMBAHASAN

Adapun analisa dan pembahasan dari percobaan ini adalah sebagai berikut:

8.1 Perhitungan

8.1.1 Perhitungan RTH

70 ×110 7700
Rth= = =42,78 ohm
70+110 180

Rth=42,78 ohm +70 ohm=112,78 ohm

112,78 × 110 12405,8


Rth= = =55,68 ohm
112,78+110 222,78

Rth=55,68 ohm

8.1.2 Perhitungan VTH

8.1.2.1 VTH saat Vs = 5 V

110
VTH = ( 110+70+110 +70 )
v s

VTH = ( 110
360 )
.5

VTH = ( 0,305 ) . 5

VTH = 1,525 V

8.1.2.2 VTH saat Vs = 10 V

110
VTH = ( 110+70+110 +70 )
v s
VTH = ( 110
360 )
.10

VTH = ( 0,305 ) . 10

VTH = 3,05 V

8.1.2.3 VTH saat Vs = 15 V

110
VTH = ( 110+70+110 +70 )
v s

VTH = ( 110
360 )
.15

VTH = ( 0,305 ) . 15

VTH = 4,575 V

8.1.2.4 VTH saat Vs = 20 V

110
VTH = ( 110+70+110 +70 )
v s

VTH = ( 110
360 )
. 20

VTH = ( 0,305 ) . 20

VTH = 6,1 V

8.1.2.5 VTH saat Vs = 25 V

110
VTH = ( 110+70+110 +70 )
v s

VTH = ( 110
360 )
. 25

VTH = ( 0,305 ) . 25

VTH = 7,625 V
8.1.3 Perhitungan IN

8.1.3.1 IN saat Vs = 5 V

70 ×110
Rt =70+ =112,78 ohm
70+110

v 5 5
It= = It= =0,044 A
Rt 112,78 112,78

110
I N =I T ( 110+70 )
I N =0,044 ( 0,611 )

I N =0,0268 A=26,8 mA

8.1.3.1 IN saat Vs = 10 V

70 ×110
Rt =70+ =112,78 ohm
70+110

v 10 10
It= = It= =0,089 A
Rt 112,78 112,78

110
I N =I T ( 110+70 )
I N =0,089 ( 0,611 )

I N =0,054 A=54 mA

8.1.3.1 IN saat Vs = 15 V

70 ×110
Rt =70+ =112,78 ohm
70+110

v 15 15
It= = It= =0,133 A
Rt 112,78 112,78

110
I N =I T ( 110+70 )
I N =0,133 ( 0,611 )

I N =0,0812 A=81,2 mA

8.1.3.1 IN saat Vs = 20 V

70 ×110
Rt =70+ =112,78 ohm
70+110

v 20 20
It= = It= =0,177 A
Rt 112,78 112,78

110
I N =I T ( 110+70 )
I N =0,177 ( 0,611 )

I N =0,108 A=108 mA

8.1.3.1 IN saat Vs = 25 V

70 ×110
Rt =70+ =112,78 ohm
70+110

v 25 25
It= = It= =0,221 A
Rt 112,78 112,78

110
I N =I T ( 110+70 )
I N =0,221 ( 0,611 )

I N =0,135 A=135 mA
8.1.4 Perhitungan VL dan IL

8.1.4.1 Perhitungan VL dan IL (Saat RL = 10 ohm)

8.1.4.1.a . Perhitungan VL dan IL (Saat RL = 10 ohm) saat Vs = 5 ohm

RT = ( 7070+110
×110
)+ 70=112,78
112,78
RTH = ( 112,78+110 )=0,5062 ohm
VTH = RTH . Vs

VTH = 0,5062 . 5 = 2,531 V

IL = VTH / (RT + RL)

IL = 2,531 / (112,78 + 10)

IL = 2,531 / (122,78)

IL = 0,0206 A = 20,6 mA

VL = IL . RL

VL = 0,0206. 10

VL = 0,21 V

8.1.4.1.b Perhitungan VL dan IL (Saat RL = 10 ohm) saat Vs = 10 ohm

RT = ( 7070+110
×110
)+ 70=112,78
112,78
RTH = ( 112,78+110 )=0,5062 ohm
VTH = RTH . Vs

VTH = 0,5062 . 10 = 5,062 V

IL = VTH / (RT + RL)

IL = 5,062 / (112,78 + 10)


IL = 5,062 / (122,78)

IL = 0,0412 A = 41,2 mA

VL = IL . RL

VL = 0,0412. 10

VL = 0,41 V

8.1.4.1.c Perhitungan VL dan IL (Saat RL = 10 ohm) saat Vs = 15 ohm

RT = ( 7070+110
×110
)+ 70=112,78
112,78
RTH = ( 112,78+110 )=0,5062 ohm
VTH = RTH . Vs

VTH = 0,5062 . 15 = 7,593 V

IL = VTH / (RT + RL)

IL = 7,593 / (112,78 + 10)

IL = 7,593 / (122,78)

IL = 0,0618 A = 61,8 mA

VL = IL . RL

VL = 0,0618. 10

VL = 0,62 V

8.1.4.1.d Perhitungan VL dan IL (Saat RL = 10 ohm) saat Vs = 20 ohm

RT = ( 7070+110
×110
)+ 70=112,78
112,78
RTH = ( 112,78+110 )=0,5062 ohm
VTH = RTH . Vs

VTH = 0,5062 . 20 = 10,124 V

IL = VTH / (RT + RL)

IL = 10,124 / (112,78 + 10)

IL = 10,124 / (122,78)

IL = 0,0824 A = 82,4 mA

VL = IL . RL

VL = 0,0824. 10

VL = 0,82 V

8.1.4.1.e Perhitungan VL dan IL (Saat RL = 10 ohm) saat Vs = 25 ohm

RT = ( 7070+110
×110
)+ 70=112,78
112,78
RTH = ( 112,78+110 )=0,5062 ohm
VTH = RTH . Vs

VTH = 0,5062 . 25 = 12,655 V

IL = VTH / (RT + RL)

IL = 12,655 / (112,78 + 10)

IL = 12,655 / (122,78)

IL = 0,103A = 103 mA

VL = IL . RL

VL = 0,10307. 10
VL = 1,03 V

8.1.4.2 Perhitungan VL dan IL (Saat RL = 20 ohm)

8.1.4.2.a Perhitungan VL dan IL (Saat RL = 20 ohm) saat Vs = 5 ohm

RT = ( 7070+110
×110
)+ 70=112,78
112,78
RTH = ( 112,78+110 )=0,5062 ohm
VTH = RTH . Vs

VTH = 0,5062 . 5 = 2,531 V

IL = VTH / (RT + RL)

IL = 2,531 / (112,78 + 20)

IL = 2,531 / (132,78)

IL = 0,0191A = 19,1 mA

VL = IL . RL

VL = 0,0191. 20

VL = 0,382 V = 0,4 V

8.1.4.2.b Perhitungan VL dan IL (Saat RL = 20 ohm) saat Vs = 10 ohm

RT = ( 7070+110
×110
)+ 70=112,78
112,78
RTH = ( 112,78+110 )=0,5062 ohm
VTH = RTH . Vs

VTH = 0,5062 . 10 = 5,062 V

IL = VTH / (RT + RL)


IL = 5,062 / (112,78 + 20)

IL = 5,062 / (132,78)

IL = 0,0378 A = 37,8 mA

VL = IL . RL

VL = 0,0378. 20

VL = 0,756 V = 0,8 V

8.1.4.2.c Perhitungan VL dan IL (Saat RL = 20 ohm) saat Vs = 15 ohm

RT = ( 7070+110
×110
)+ 70=112,78
112,78
RTH = ( 112,78+110 )=0,5062 ohm
VTH = RTH . Vs

VTH = 0,5062 . 15 = 7,593 V

IL = VTH / (RT + RL)

IL = 7,593 / (112,78 + 20)

IL = 7,593 / (132,78)

IL = 0,0572 A = 57,2 mA

VL = IL . RL

VL = 0,0572 . 20

VL = 1,144 V

8.1.4.2.d Perhitungan VL dan IL (Saat RL = 20 ohm) saat Vs = 20 ohm

RT = ( 7070+110
×110
)+ 70=112,78
112,78
RTH = ( 112,78+110 )=0,5062 ohm
VTH = RTH . Vs

VTH = 0,5062 . 20 = 10,124 V

IL = VTH / (RT + RL)

IL = 10,124 / (112,78 + 20)

IL = 10,124 / (132,78)

IL = 0,0762 A = 76,2 mA

VL = IL . RL

VL = 0,0762. 20

VL = 1,524V

8.1.4.2.e Perhitungan VL dan IL (Saat RL = 20 ohm) saat Vs = 25 ohm

RT = ( 7070+110
×110
)+ 70=112,78
112,78
RTH = ( 112,78+110 )=0,5062 ohm
VTH = RTH . Vs

VTH = 0,5062 . 25 = 12,655 V

IL = VTH / (RT + RL)

IL = 12,655 / (112,78 + 20)

IL = 12,655 / (132,78)

IL = 0,0953A = 95,3 mA

VL = IL . RL

VL = 0,0953 . 20
VL = 1,906 V = 1,91 V

8.1.5 Perhitungan VL dan IL pada R ekuivalen

8.1.5.1 Perhitungan VL dan IL ekuivalen (Saat RL = 10 ohm)

8.1.5.1.a Perhitungan VL dan IL pada R ekuivalen (Saat RL = 10 ohm) saat Vs = 5

ohm.

VL = I . RL

VT
VL = . RL
R Th

1,525
VL = . 10
55,68

VL = 0,273 V

IL = VTH / (RL + RTH)

I N × RTH
IL =
RTH + R L

26,8× 55,68
IL =
55,68+10

1492,224
IL =
65,68
IL = 22,71 mA = 23 mA

8.1.5.1.b Perhitungan VL dan IL pada R ekuivalen (Saat RL = 10 ohm) saat Vs = 10

ohm

VL = I . RL

VT
VL = . RL
R Th

3,05
VL = . 10
55,68

VL = 0,547 V

IL = VTH / (RL + RTH)

I N × RTH
IL =
RTH + R L

54 ×55,68
IL =
55,68+10

3006,72
IL =
65,68

IL = 45,78 mA

8.1.5.1.c Perhitungan VL dan IL pada R ekuivalen (Saat RL = 10 ohm) saat Vs = 15

ohm

VL = I . RL

VT
VL = . RL
R Th

4,575
VL = . 10
55,68

VL = 0,821V
IL = VTH / (RL + RTH)

I N × RTH
IL =
RTH + R L

81,2× 55,68
IL =
55,68+10

4521,216
IL =
65,68

IL = 68,8 mA

8.1.5.1.d Perhitungan VL dan IL pada R ekuivalen (Saat RL = 10 ohm) saat Vs = 20

ohm

VL = I . RL

VT
VL = . RL
R Th

6,1
VL = . 10
55,68

VL = 1,095 V

IL = VTH / (RL + RTH)

I N × RTH
IL =
RTH + R L

108× 55,68
IL =
55,68+10

6013,44
IL =
65,68

IL = 91,55 mA

8.1.5.1.e Perhitungan VL dan IL pada R ekuivalen (Saat RL = 10 ohm) saat Vs = 25

ohm
VL = I . RL

VT
VL = . RL
R Th

7,625
VL = . 10
55,68

VL = 1,36 V

IL = VTH / (RL + RTH)

I N × RTH
IL =
RTH + R L

135× 55,68
IL =
55,68+10

7516,8
IL =
65,68

IL = 114,44 mA

8.1.5.2 Perhitungan VL dan IL ekuivalen (Saat RL = 20 ohm)

8.1.5.2.a Perhitungan VL dan IL pada R ekuivalen (Saat RL = 20 ohm) saat Vs = 5

ohm.

VL = I . RL

VT
VL = . RL
R Th

1,525
VL = . 20
55,68

VL = 0,547 V

IL = VTH / (RL + RTH)

I N × RTH
IL =
RTH + R L
26,8× 55,68
IL =
55,68+20

1492,224
IL =
75,68

IL = 19,71 mA

8.1.5.2.b Perhitungan VL dan IL pada R ekuivalen (Saat RL = 20 ohm) saat Vs = 10

ohm

VL = I . RL

VT
VL = . RL
R Th

3,05
VL = . 20
55,68

VL = 1.09 V

IL = VTH / (RL + RTH)

I N × RTH
IL =
RTH + R L

54 ×55,68
IL =
55,68+20

3006,72
IL =
75,68

IL = 39,729 mA

8.1.5.2.c Perhitungan VL dan IL pada R ekuivalen (Saat RL = 20 ohm) saat Vs = 15

ohm

VL = I . RL

VT
VL = . RL
R Th
4,575
VL = . 20
55,68

VL = 1,64 V

IL = VTH / (RL + RTH)

I N × RTH
IL =
RTH + R L

81,2× 55,68
IL =
55,68+20

4521,216
IL =
75,68

IL = 59,741 mA

8.1.5.2.d Perhitungan VL dan IL pada R ekuivalen (Saat RL = 20 ohm) saat Vs = 20

ohm

VL = I . RL

VT
VL = . RL
R Th

6,1
VL = . 20
55,68

VL = 2,191 V

IL = VTH / (RL + RTH)

I N × RTH
IL =
RTH + R L

108× 55,68
IL =
55,68+20

6013,44
IL =
75,68

IL = 79,458 mA
8.1.5.2.e Perhitungan VL dan IL pada R ekuivalen (Saat RL = 20 ohm) saat Vs = 25

ohm

VL = I . RL

VT
VL = . RL
R Th

7,625
VL = . 20
55,68

VL = 2,73 V

IL = VTH / (RL + RTH)

I N × RTH
IL =
RTH + R L

135× 55,68
IL =
55,68+20

7516,8
IL =
75,68

IL = 99,32 mA
8.2 Grafik dan Analisa

8.2.1 Grafik hubungan antara Tegangan Thevenin (Vth) dengan tegangan sumber

(Vs).

8.2.1.a Grafik hubungan antara Tegangan Thevenin (Vth) dengan tegangan

sumber (Vs) hasil percobaan.


Gambar 8.2.1.a Grafik hubungan antara Tegangan Thevenin (Vth) dengan

tegangan sumber (Vs) hasil percobaan

Pada gambar diatas, dapat dilihat, saat Vs bernilai 5 V, maka Vth yang

dihasilkan adalah 1,51 V. Saat Vs bernilai 10 V, maka Vth yang dihasilkan

adalah 3,02 V. Saat Vs bernilai 15 V, maka Vth yang dihasilkan adalah 4,52 V.

Saat Vs bernilai 20 V, maka Vth yang dihasilkan adalah 6,03 V. Begitupun saat

Vs bernilai 25 V, maka Vth yang dihasilkan adalah 7,54 V. Dari grafik yang

menunjukkan garis dengan kenaikan konstan, maka dapat diambil kesimpulan

bahwa hubungan antara tegangan thevenin (Vth) dengan tegangan sumber (Vs)

pada hasil percobaan adalah berbanding lurus, dimana setiap Vs mengalami

kenaikan atau penambahan nilai, maka Vth akan mengalami kenaikan nilai juga.

Atau dapat dikatakan, semakin tinggi nilai Vs, maka semakin tinggi nilai Vth

yang didapatkan.
8.2.1.b Grafik hubungan antara Tegangan Thevenin (Vth) dengan tegangan

sumber (Vs) hasil perhitungan.


Gambar 8.2.1.b Grafik hubungan antara Tegangan Thevenin (Vth) dengan

tegangan sumber (Vs) hasil perhitungan

Pada gambar diatas, dapat dilihat, saat Vs bernilai 5 V, maka Vth yang dihasilkan

adalah 1,52 V. Saat Vs bernilai 10 V, maka Vth yang dihasilkan adalah 3,05 V.

Saat Vs bernilai 15 V, maka Vth yang dihasilkan adalah 4,57 V. Saat Vs bernilai

20 V, maka Vth yang dihasilkan adalah 6,1 V. Begitupun saat Vs bernilai 25 V,

maka Vth yang dihasilkan adalah 7,62 V. Dari grafik yang menunjukkan garis

dengan kenaikan konstan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa hubungan

antara tegangan thevenin (Vth) dengan tegangan sumber (Vs) pada hasil

perhitungan adalah berbanding lurus, dimana setiap Vs mengalami kenaikan atau

penambahan nilai, maka Vth akan mengalami kenaikan nilai juga. Atau dapat

dikatakan, semakin tinggi nilai Vs, maka semakin tinggi nilai Vth yang

didapatkan.
8.2.2 Grafik hubungan antara Tegangan Sumber (Vs) dengan Arus Norton (IN)

8.2.2.a Grafik hubungan antara Tegangan Sumber (Vs) dengan Arus Norton (I N)
hasil percobaan.

Gambar 8.2.2.a Grafik hubungan antara Tegangan Sumber (Vs) dengan Arus

Norton (IN) hasil percobaan.

Pada gambar diatas, dapat dilihat, saat Vs bernilai 5 V, maka I N yang dihasilkan

adalah 27,1 mA. Saat Vs bernilai 10 V, maka IN yang dihasilkan adalah 54,1 mA.

Saat Vs bernilai 15 V, maka I N yang dihasilkan adalah 81,2 mA. Saat Vs bernilai

20 V, maka IN yang dihasilkan adalah 108 mA. Begitupun saat Vs bernilai 25 V,

maka IN yang dihasilkan adalah 135 mA. Dari grafik yang menunjukkan garis

dengan kenaikan konstan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa hubungan

antara arus norton (IN) dengan tegangan sumber (Vs) pada hasil percobaan adalah

berbanding lurus, dimana setiap Vs mengalami kenaikan atau penambahan nilai,

maka IN akan mengalami kenaikan nilai juga. Atau dapat dikatakan, semakin

tinggi nilai Vs, maka semakin tinggi nilai IN yang didapatkan.


8.2.2.b Grafik hubungan antara Tegangan Sumber (Vs) dengan Arus Norton (I N)

hasil perhitungan.
Gambar 8.2.2.b Grafik hubungan antara Tegangan Sumber (Vs) dengan Arus

Norton (IN) hasil perhitungan

Pada gambar diatas, dapat dilihat, saat Vs bernilai 5 V, maka I N yang dihasilkan

adalah 26,8 mA. Saat Vs bernilai 10 V, maka I N yang dihasilkan adalah 54 mA.

Saat Vs bernilai 15 V, maka I N yang dihasilkan adalah 81,2 mA. Saat Vs bernilai

20 V, maka IN yang dihasilkan adalah 108 mA. Begitupun saat Vs bernilai 25 V,

maka IN yang dihasilkan adalah 135 mA. Dari grafik yang menunjukkan garis

dengan kenaikan konstan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa hubungan

antara arus norton (IN) dengan tegangan sumber (Vs) pada hasil perhitungan

adalah berbanding lurus, dimana setiap Vs mengalami kenaikan atau penambahan

nilai, maka IN akan mengalami kenaikan nilai juga. Atau dapat dikatakan, semakin

tinggi nilai Vs, maka semakin tinggi nilai IN yang didapatkan.

8.2.3 Grafik hubungan antara (RL) dengan (IL)


8.2.3.a Grafik hubungan antara (RL) dengan (IL) pada rangkaian dasar hasil

percobaan.

Gambar 8.2.3.a Grafik hubungan antara (RL) dengan (IL) pada rangkaian dasar

hasil percobaan

Pada gambar diatas, dapat dilihat pada garis warna biru, saat Vs bernilai 5 V

dengan RL senilai 10 ohm, maka IL yang dihasilkan adalah 22,9 mA. Saat Vs

bernilai 10 V, maka IL yang dihasilkan adalah 45,9 mA. Saat Vs bernilai 15 V,

maka IL yang dihasilkan adalah 68,8 mA. Saat Vs bernilai 20 V, maka I L yang

dihasilkan adalah 91,8 mA. Begitupun saat Vs bernilai 25 V, maka IL yang

dihasilkan adalah 115 mA.

Kemudian dapat dilihat pada garis warna kuning, saat Vs bernilai 5 V dengan R L

senilai 20 ohm, maka IL yang dihasilkan adalah 19,9 mA. Saat Vs bernilai 10 V,

maka IL yang dihasilkan adalah 39,8 mA. Saat Vs bernilai 15 V, maka I L yang

dihasilkan adalah 59,8 mA. Saat Vs bernilai 20 V, maka I L yang dihasilkan adalah
79,7 mA. Begitupun saat Vs bernilai 25 V, maka IL yang dihasilkan adalah 99,6

mA.

Dari grafik yang menunjukkan garis dengan kenaikan konstan, maka dapat

diambil kesimpulan bahwa hubungan antara arus pengganti norton (IL) dengan

tegangan sumber (Vs) pada RL senilai 10 ohm maupun pada RL senilai 20 ohm

pada hasil percobaan adalah berbanding lurus. Kemudian dapat diambil hubungan

antara RL dan IL adalah berbanding terbalik, dimana semakin besar nilai RL, maka

nilai IL akan semakin kecil. Dapat dilihat dari garis untuk I L pada RL senilai 20

ohm, memiliki titik lebih rendah daripada garis untuk I L pada RL senilai 10 ohm.

Hal ini mengindikasikan bahwa nilai pada IL dengan RL senilai 20 ohm lebih kecil

daripada nilai pada IL dengan RL senilai 10 ohm.

8.2.3.b Grafik hubungan antara (RL) dengan (IL) pada rangkaian dasar hasil
perhitungan

Gambar 8.2.3.b Grafik hubungan antara (RL) dengan (IL) pada rangkaian dasar

hasil perhitungan

Pada gambar diatas, dapat dilihat pada garis warna biru, saat Vs bernilai 5 V
dengan RL senilai 10 ohm, maka IL yang dihasilkan adalah 20,6 mA. Saat Vs

bernilai 10 V, maka IL yang dihasilkan adalah 41,2 mA. Saat Vs bernilai 15 V,

maka IL yang dihasilkan adalah 61,8 mA. Saat Vs bernilai 20 V, maka I L yang

dihasilkan adalah 82,4 mA. Begitupun saat Vs bernilai 25 V, maka I N yang

dihasilkan adalah 103 mA.

Kemudian dapat dilihat pada garis warna kuning, saat Vs bernilai 5 V dengan R L

senilai 20 ohm, maka IL yang dihasilkan adalah 19,1 mA. Saat Vs bernilai 10 V,

maka IL yang dihasilkan adalah 37,8 mA. Saat Vs bernilai 15 V, maka I L yang

dihasilkan adalah 57,2 mA. Saat Vs bernilai 20 V, maka I L yang dihasilkan adalah

76,2 mA. Begitupun saat Vs bernilai 25 V, maka IL yang dihasilkan adalah 95,3

mA.

Dari grafik yang menunjukkan garis dengan kenaikan konstan, maka dapat

diambil kesimpulan bahwa hubungan antara arus pengganti norton (IL) dengan

tegangan sumber (Vs) pada RL senilai 10 ohm maupun pada RL senilai 20 ohm

pada hasil perhitungan adalah berbanding lurus. Kemudian dapat diambil

hubungan antara RL dan IL adalah berbanding terbalik, dimana semakin besar nilai

RL, maka nilai IL akan semakin kecil. Dapat dilihat dari garis untuk I L pada RL

senilai 20 ohm, memiliki titik lebih rendah daripada garis untuk I L pada RL senilai

10 ohm. Hal ini mengindikasikan bahwa nilai pada IL dengan RL senilai 20 ohm

lebih kecil daripada nilai pada IL dengan RL senilai 10 ohm.


8.2.3.c Grafik hubungan antara (RL) dengan (IL) pada rangkaian norton hasil

percobaan

Gambar 8.2.3.c Grafik hubungan antara (RL) dengan (IL) pada rangkaian norton

hasil percobaan

Pada gambar diatas, dapat dilihat pada garis warna biru, saat Vs bernilai 5 V
dengan RL senilai 10 ohm, maka IL yang dihasilkan adalah 23 mA. Saat Vs

bernilai 10 V, maka IL yang dihasilkan adalah 45,9 mA. Saat Vs bernilai 15 V,

maka IL yang dihasilkan adalah 68,8 mA. Saat Vs bernilai 20 V, maka I L yang

dihasilkan adalah 91,6 mA. Begitupun saat Vs bernilai 25 V, maka IL yang

dihasilkan adalah 114 mA.

Kemudian dapat dilihat pada garis warna kuning, saat Vs bernilai 5 V dengan R L

senilai 20 ohm, maka IL yang dihasilkan adalah 19,9 mA. Saat Vs bernilai 10 V,

maka IL yang dihasilkan adalah 39,8 mA. Saat Vs bernilai 15 V, maka I L yang

dihasilkan adalah 59,7 mA. Saat Vs bernilai 20 V, maka I L yang dihasilkan adalah

79,5 mA. Begitupun saat Vs bernilai 25 V, maka IL yang dihasilkan adalah 99,3

mA.

Dari grafik yang menunjukkan garis dengan kenaikan konstan, maka dapat

diambil kesimpulan bahwa hubungan antara arus pengganti norton (IL) dengan

tegangan sumber (Vs) pada RL senilai 10 ohm maupun pada RL senilai 20 ohm

pada hasil percobaan adalah berbanding lurus. Kemudian dapat diambil hubungan

antara RL dan IL adalah berbanding terbalik, dimana semakin besar nilai RL, maka

nilai IL akan semakin kecil. Dapat dilihat dari garis untuk I L pada RL senilai 20

ohm, memiliki titik lebih rendah daripada garis untuk I L pada RL senilai 10 ohm.

Hal ini mengindikasikan bahwa nilai pada IL dengan RL senilai 20 ohm lebih kecil

daripada nilai pada IL dengan RL senilai 10 ohm.


8.2.3.d Grafik hubungan antara (RL) dengan (IL) pada rangkaian norton hasil

perhitungan

Gambar 8.2.3.d Grafik hubungan antara (RL) dengan (IL) pada rangkaian norton

hasil perhitungan
Pada gambar diatas, dapat dilihat pada garis warna biru, saat Vs bernilai 5 V

dengan RL senilai 10 ohm, maka IL yang dihasilkan adalah 23,0 mA. Saat Vs

bernilai 10 V, maka IL yang dihasilkan adalah 45,8 mA. Saat Vs bernilai 15 V,

maka IL yang dihasilkan adalah 68,8 mA. Saat Vs bernilai 20 V, maka I L yang

dihasilkan adalah 91,5 mA. Begitupun saat Vs bernilai 25 V, maka I N yang

dihasilkan adalah 114,4 mA.

Kemudian dapat dilihat pada garis warna kuning, saat Vs bernilai 5 V dengan R L

senilai 20 ohm, maka IL yang dihasilkan adalah 19,71 mA. Saat Vs bernilai 10 V,

maka IL yang dihasilkan adalah 39,73 mA. Saat Vs bernilai 15 V, maka IL yang

dihasilkan adalah 59,74 mA. Saat Vs bernilai 20 V, maka I L yang dihasilkan

adalah 79,45 mA. Begitupun saat Vs bernilai 25 V, maka IL yang dihasilkan

adalah 99,32 mA.

Dari grafik yang menunjukkan garis dengan kenaikan konstan, maka dapat

diambil kesimpulan bahwa hubungan antara arus pengganti norton (IL) dengan

tegangan sumber (Vs) pada RL senilai 10 ohm maupun pada RL senilai 20 ohm

pada hasil perhitungan adalah berbanding lurus. Kemudian dapat diambil

hubungan antara RL dan IL adalah berbanding terbalik, dimana semakin besar nilai

RL, maka nilai IL akan semakin kecil. Dapat dilihat dari garis untuk I L pada RL

senilai 20 ohm, memiliki titik lebih rendah daripada garis untuk I L pada RL senilai

10 ohm. Hal ini mengindikasikan bahwa nilai pada IL dengan RL senilai 20 ohm

lebih kecil daripada nilai pada IL dengan RL senilai 10 ohm.


8.3 Pembahasan

Praktikum Thevenin dan Norton ini diawali dengan melakukan pertemuan secara

tatap muka virtual, sebelum mulai diadakannya praktikum, para praktikan

diberikan soal pretest oleh kepala lab untuk mengetahui seberapa paham praktikan

dengan materi yang akan disampaikan pada percobaam superposisi ini. Setelah

diadakannya pretest dan sedikit penjelasan oleh kepala lab, praktikum diambil alih

oleh para asisten untuk mengarahkan melakukan percobaan dengan simulasi.

Pada hasil percobaan, didapatkan hasil saat Vs bernilai 5V; 10V; 15V; 20V; 25V

didapatkan nilai Vt berturut-turut 1,51V; 3,02V; 4,52V; 6,03V; 7,54V. Pada hasil

perhitungan, saat Vs bernilai 5V; 10V; 15V; 20V; 25V didapatkan nilai Vt

berturut-turut 1,52V; 3,05V; 4,57V; 6,10V; 7,62V. Jika dibandingkan, terdapat

sedikit perbedaan antara nilai Vt pada hasil percobaan dan perhitungan. Dapat

dilihat bahwa terdapat perbedaan nilai pada angka dibelakang koma, yang
menandakan bahwa adanya perbedaan hasil perhitungan dan simulasi percobaan.

Hal ini dapat terjadi, dikarenakan pada metode pengukuran saat percobaan,

terdapat pembulatan angka dibelakang koma yang berbeda dengan pembulatan

dengan metode perhitungan manual, sehingga menyebabkan hasil dari kedua

metode akan berbeda, yang menandakan perbedaan akurasi dan metode

pembulatan pada masing masing metodenya.

Pada hasil percobaan didapatkan hasil saat Vs bernilai 5V; 10V; 15V; 20V; 25V

didapatkan nilai IN sebesar 27,1mA; 54,1mA; 81,2mA; 108mA; 135mA. Pada

hasil perhitungan, saat Vs bernilai 5V; 10V; 15V; 20V; 25V didapatkan nilai IN

sebesar 26,8mA; 54,0mA; 81,2mA; 108mA; 135mA. Jika dibandingkan, terdapat

sedikit perbedaan antara nilai IN pada hasil percobaan dan perhitungan. Sama

halnya seperti perbedaan hasil pada Vt, dimana hal ini dapat terjadi, dikarenakan

pada metode pengukuran saat percobaan, terdapat pembulatan angka dibelakang

koma yang berbeda dengan pembulatan dengan metode perhitungan manual,

sehingga menyebabkan hasil dari kedua metode akan berbeda, yang menandakan

perbedaan akurasi dan metode pembulatan pada masing masing metodenya.

Begitupun pada hasil percobaan, dimana saat Vs bernilai 5V; 10V; 15V; 20V;

25V dengan RL sebesar 10 ohm, didapatkan nilai IL sebesar 23mA; 45,9mA;

68,8mA; 91,6mA; 114mA. Pada hasil perhitungan, saat Vs bernilai 5V; 10V;

15V; 20V; 25V dengan RL sebesar 10 ohm, didapatkan nilai IL sebesar 23,0mA;

45,8mA; 68,8mA; 91,5mA; 114,4mA. Pada hasil percobaan, dimana saat Vs

bernilai 5V; 10V; 15V; 20V; 25V dengan RL sebesar 20 ohm, didapatkan nilai IL

sebesar 19,9mA; 39,8mA; 59,7mA; 79,5mA; 99,3mA. Pada hasil perhitungan,

saat Vs bernilai 5V; 10V; 15V; 20V; 25V dengan R L sebesar 20 ohm, didapatkan
nilai IL sebesar 19,71mA; 39,73mA; 59,74mA; 79,45mA; 99,32mA. Jika

dibandingkan, terdapat sedikit perbedaan antara nilai IL pada hasil percobaan dan

perhitungan. Sama halnya seperti perbedaan hasil pada perbandingan sebelumnya,

dimana hal ini dapat terjadi, dikarenakan pada metode pengukuran saat percobaan,

terdapat pembulatan angka dibelakang koma yang berbeda dengan pembulatan

dengan metode perhitungan manual, sehingga menyebabkan hasil dari kedua

metode akan berbeda, yang menandakan perbedaan akurasi dan metode

pembulatan pada masing masing metodenya. Disamping itu, dapat dibahas

hubungan antara RL dan IL adalah berbanding terbalik, dimana semakin besar nilai

RL, maka nilai IL akan semakin kecil. Hal ini dapat dilihat nilai pada I L dengan RL

senilai 20 ohm lebih kecil daripada nilai pada IL dengan RL senilai 10 ohm. Hal ini

terjadi karena sesuai dengan hukum ohm, dimana besarnya arus akan berbanding

terbalik dengan besarnya tahanan. Dalam hal ini IL berbanding terbalik dengan

besarnya RL. Nilai IL adalah nilai arus pengganti Norton, yang sesuai dengan teori

yang dipelajari mengenai hubungannya dengan RL atau tahanan ekuivalen total.

Sehingga baik hasil antara percobaan dan perhitungan, memiliki korelasi dengan

teori yaitu hukum Ohm.


Jurnal : The strength and phase of the tidal stream

Author : David Kevin Woolf

Kekuatan dan waktu energi arus pasang surut di suatu wilayah dipengaruhi oleh

faktor hidrolik eksternal (potensi pendorong arus) dan oleh konfigurasi internal

saluran dan reservoir.

Jika kita mempertimbangkan frekuensi pasang surut tunggal dan mengambil

pendekatan linier, dinamika dan kinematika dapat direduksi menjadi rangkaian

listrik analog. Faktor eksternal kemudian selalu dapat diwakili oleh sumber

tegangan dan impedansi seri (rangkaian Thévenin) atau oleh sumber arus dan

impedansi paralel (rangkaian Norton). Saluran sederhana dan pendek antara dua

cekungan utama bergantung pada inersia dan gesekan dan dapat direpresentasikan

secara sederhana oleh resistor dan induktor. Saluran yang lebih panjang atau

saluran yang terhubung ke pelabuhan dapat diwakili dengan menggunakan sirkuit


dan impedansi tambahan, termasuk kapasitor. Analogi untuk '' kapasitansi ''

diberikan oleh area basah dan ditunjukkan bahwa area seluas> 100 km 2 cukup

untuk mengubah kekuatan dan waktu aliran pasang surut untuk sumber daya skala

Gigawatt. Pilihan untuk mengekstraksi energi pasang surut dapat dieksplorasi

dengan menambahkan resistor beban ke rangkaian.

IX. KESIMPULAN

Adapun kesimpulan dari percobaan ini adalah sebagai berikut:

1. Dari hasil percobaan dan perhitungan disimpulkan bahwa VS berbanding

lurus dengan Vt dan IN.

2. Dari hasil percobaan dan perhitungan disimpulkan bahwa VS berbanding

lurus dengan VL dan IL.

3. Dari hasil percobaan dan perhitungan disimpulkan bahwa VL berbanding

lurus dengan RL.

4. Dari hasil percobaan dan perhitungan disimpulkan bahwa IL berbanding

terbalik dengan RL.

5. Adanya perbedaan hasil antara hasil percobaan dan hasil perhitungan dapat
disebabkan karena pembulatan angka dibelakang koma yang berbeda pada
masing masing metode pengukuran.
6. Walaupun hasil dari percobaan dan perhitungan sedikit berbeda di hasil
akhir, namun dikatakan hasil dari percobaan berbanding lurus dengan hasil
dari perhitungan karena sama sama memenuhi teori yang diterapkan.
DAFTAR PUSTAKA

[1]. William H. Hyat, Jr. Rangkaian Listrik jilid I. Erlangga, 1985


[2]. Budiono Mismail. Rangkaian Listrik jilid I. ITB, 1995.
[3]. Edminister, Joseph. 1995. Rangkaian Listrik (seri buku Schaum). Erlangga.
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai