Anda di halaman 1dari 5

Husnul Muasyaroh

111411131154
Psikologi Keberbakatan B-1

Analisis Karakteristik Keberbakatan Tokoh Gifted (Mary Adler) dalam Film


Gifted

Film Gifted menceritakan tentang seorang anak kecil yang memiliki bakat
dibidang matematika bernama Mary Adler. Dia berusia 7 tahun dan duduk dikelas
1 SD. Dia tinggal bersama dengan Frank Adler, pamannya, sejak ibunya
meninggal. Meskipun mengetahui bahwa Mary termasuk anak berbakat, namun
Frank memilih menyekolahkan Mary disekolah umum. Hal itu, dia lakukan
karena menurutnya Mary harus belajar bersosialisasi dengan teman sebayanya.
Frank ingin Mary memiliki keterampilan sosial. Frank tidak ingin pengalaman
hidup Diane, Ibu Mary, yang tidak memiliki teman dialami oleh Mary.
Keinginannya tersebut bertolak belakang dengan keinginan Nenek Mary (Evelyn).
Evelyn ingin Mary berada lingkungan yang menantang dan mendukung
keberbakatannya di bidang Matematika. Menurut Evelyn, keberbakatan Mary
harus difasilitasi dengan baik dan dipersiapkan menjadi seorang yang hebat
dibidang matematika.
Perbedaan pendapat antara Frank dan Evelyn terkait pendidikan Mary
menjadi konflik utama dalam film ini. Evelyn ingin menjadikan Mary sebagai
salah seorang pemecah masalah matematika millenials, yang mana hal itu belum
mampu dicapai oleh Ibu Mary, Diane. Namun Frank menunjukkan bukti bahwa
Diane telah berhasil memecahkannya sebelum bunuh diri, sehingga Mary tidak
perlu dirampas hak bermainnya untuk belajar secara khusus. Setelah mengetahui
hal tersebut, Evelyn tidak lagi memaksakan keinginannya pada Mary. Di akhir
film, dikisahkan bahwa Mary dapat menikmati masa kecilnya disekolah umum di
sore hari setelah mengikuti pelajaran setingkat kuliah pada pagi harinya.
Dalam film ini, Mary menunjukkan beberapa karakteristik keberbakatan.
Menurut Winner (2012), terdapat tiga karakteristik anak berbakat yaitu
precocity/pretty obvious, marching to their own drummer, dan rage to master.
Pertama disebut dengan precocity/pretty obvious yaitu memiliki kemampuan
untuk belajar secara cepat dan mudah dalam bidang spesifik, seperti matematika,
membaca, music, atletik, dan lain sebagainya (Wenner, 2012). Mary memiliki
kemampuan tersebut dalam bidang matematika. Hal ini terlihat ketika gurunya
memberikan soal penjumlahan di kelas, mary mampu menjawab soal tersebut
dengan mudah. Bahkan Mary dapat menjawab soal perkalian dengan angka
puluhan yang mana operasi bilangan tersebut belum diajarkan pada tingkat kelas 1
SD. Selain dapat mengerjakan dengan mudah, Mary juga cepat dalam
mengerjakan soal yang diberikan, sehingga gurunya harus mempersiapkan soal
cadangan yang lebih banyak dan lebih sulit untuk menfasilitasi Mary dalam
belajar. Mary memiliki kemampuan belajar matematika di atas rata-rata temannya.
Dia juga telah mulai membaca buku dari Charles Zimmer tentang Transtitions in
Advanced Algebra.
Kemampuan Mary untuk belajar lebih cepat membuat dirinya merasa
sekolahnya membosankan. Dia juga merasa teman-temannya di sekolah seusianya
sebagai orang-orang yang membosankan. Oleh karena itu, Mary tidak memiliki
teman seusianya. Sehari-hari, dia hanya bermain dengan kucingnya (Fred),
pamannya (Frank) dan tetangga rumahnya (Roberta). Hal ini menunjukkan bahwa
Mary menyukai bergaul dengan orang dewasa. Dia mampu memahami dan
terlibat dalam pembicaraan orang dewasa. Dia juga tidak menonton tayangan
telivisi seusianya. Dia hanya menoton Spongebob karena Roberta menyukainya.
Setiap malam minggu dia menonton pertandingan tinju dengan Frank atau
Roberta.
Karakteristik kedua yang dimiliki oleh Mary adalah“rage to master” yang
biasa disebut juga dengan passion (minat). Minat pada suatu bidang telihat ketika
anak sangat termotivasi untuk belajar pada bidang berbakat mereka (Winner,
2012). Mary sangat berminat terhadap matematika. Hal ini terlihat ketika dia tidak
keberatan mendapatkan soal yang lebih banyak dan rumit dari gurunya. Dia
sungguh-sungguh ketika mengerjakannya. Mary juga berkeinginan untuk menjadi
salah satu orang yang memecahkan masalah matematika millenials. Selain itu,
biasanya anak berbakat tidak dapat melepaskan diri bahkan orang tua tidak dapat
memaksa anak tersebut (Winner, 2012). Hal ini juga terjadi pada Mary. Mary
terlihat fokus saat belajar matematika bahkan cenderung tidak ingin lepas,
sehingga Frank harus sedikit memaksanya untuk istirahat dan bermain.
Karakteristik terakhir disebut dengan “marching to their own drummer”.
Menurut Winner (2012), anak berbakat memiliki jalannya sendiri dan belajar
dengan cara yang berbeda. Dengan begitu, mereka juga menyelesaikan masalah
juga denga cara yang berbeda, bukan hanya cepat tapi juga berbeda caranya.
Misalnya, anak yang berbakat dalam matematika akan menyelesaikan masalah
matematika dengan cara yang tidak biasa. Hal ini juga terjadi pada Mary. Dia
memiliki cara belajarnya sendiri sehingga menurutnya belajar di sekolah itu
membosankan. Selain itu, Mary mampu menemukan masalah dan menyelesaikan
persamaan matematika yang diberikan oleh seorang professor.
Anak berbakat tidak hanya memiliki karakteristik yang berbeda,namun
juga kebutuhan psikologis mereka juga berbeda. Menurut Betts & Neihart (2009),
umumnya anak berbakat memiliki kebutuhan psikologis berupa tantangan.
Berdasarkan karakteristik anak berbakat yang dimiliki oleh Mary, dia
menunjukkan bahwa dirinya membutuhkan tantangan belajar yang lebih tinggi
dari teman seusianya. Oleh karena itu, gurunya memberikan soal yang berbeda
untuk Mary. Hal ini dilakukan agar Mary tidak merasa bosan ketika belajar di
sekolah.
Selain kebutuhan akan tantangan, Mary memiliki kebutuhan psikologis
berupa kontrol diri. Beberapa kali, Mary terlibat dalam masalah karena dia tidak
dapat mengontrol dirinya. Misalnya, dia menginterupsi guru dan kepala sekolah
ketika mereka sedang menyampaikan sesuatu. Dia tidak merasa hal tersebut
adalah hal yang salah. Bahkan Mary memukul seorang temannya untuk membela
temannya yang lainnya. Menurut Betts & Neihart (2009), masalah itu muncul
karena anak berbakat merasa frustasi dengan sistem sekolah yang tidak sepadan
dengan keberbakatan dan kemampuannya. Mary beranggapan bahwa sekolahnya
membosankan. Dia tidak segan untuk menyampaikan hal tersebut kepada kepala
sekolah.
Selain kemampuan kontrol diri yang kurang, keterampilan sosial juga
menjadi kebutuhan anak berbakat (Betts & Neihart, 2009). Frank menyekolahkan
Mary di sekolah umum agar Mary memiliki keterampilan sosial dan tidak
kehilangan masa kanak-kanaknya. Keberbakatan yang dimiliki menyebabkan
mereka mengalami kesulitan dalam menjalin relasi sosial. Anak berbakat
kesulitan mencari teman sebayanya yang memiliki kesamaan kemampuan, minat,
hobi, dan kegiatan di luar sekolah. Hal ini dialami oleh Mary. Dia tidak memiliki
teman dekat seusianya. Menurutnya, anak seusianya sangat membosankan. Dia
memilih bermain dengan kucingnya (Fred), pamannya (Frank) dan tetangga
rumahnya (Roberta). Oleh karena itu, Mary kurang memiliki keterampilan sosial
dengan teman seusianya.
Berbagai perlakuan coba diterapkan oleh orang-orang terdekat Mary untuk
menfasilitasi keberbakatan dan keterampilan sosialnya. Untuk menfasilitasi
keberbakatannya dibidang matematika, Mary diberikan soal-soal yang tingkat
kesulitannya di atas siswa lain. Selain itu, Frank juga menfasilitasi Mary untuk
membaca buku aljabar. Namun Frank memilih untuk tidak menyekolahkan Mary
di sekolah anak berbakat. Frank lebih memilih sekolah umum. Hal ini dilakukan
agar Mary dapat memiliki keterampilan sosial dengan teman seusianya. Frank
tidak ingin Mary kehilangan haknya seperti Diane, ibunya.
Langkah Frank tersebut tidak mampu menfasilitasi Mary secara penuh.
Hal ini terlihat ketika Mary terlibat dalam beberapa masalah di sekolahnya
dikarenakan Mary menganggap bahwa lingkungan sekolahnya membosankan.
Dengan kata lain, sekolahnya tidak dapat menfasilitasi keberbakatannya. Untuk
mengatasi masalah tersebut, akhirnya Frank mengikutsertakan Mary pada
pembelajran setingkat kuliah di bidang Matematika. Namun agar tidak kehilangan
masa kecilnya dan dapat memiliki keterampilan sosial dengan teman seusianya,
Mary mengikuti kegiatan bermain dan bersosialisasi di sore hari di sekolah umum.
Dengan begitu, kakarteristik dan kebutuhan psikologis Mary dapat terpenuhi.
Referensi

Betts, G. T., & Neihart, M. (2009, November). The revised profiles of the gifted
and talented: A research-based approach. Paper presented at the annual
meeting of the national Association of Gifted Children, St. Louis, MO.

Winner, E. (2012). Gifted children. Diunduh dari http://parentedge.in/wp-


content/uploads/2013/01/Gifter-Children.pdf pada 28 Mei 2017

Anda mungkin juga menyukai