Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di Indonesia, campak menduduki tempat
ke-5 dalam urutan 10 macam penyakit utama pada bayi (0,7%) dan tempat ke-5 dalam
urutan 10 macam penyakit utama pada anak usia 1-4 tahun (0,77%) (Soedarmo, 2015).
Pada Tahun 2014, dilaporkan terdapat 12.943 kasus campak, lebih tinggi dibandingkan
tahun 2013 yang sebesar 11.521 kasus. Jumlah kasus meninggal sebanyak 8 kasus, yang
dilaporkan dari 5 provinsi yaitu Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kepulauan Riau, dan
Kalimantan Timur. Incidence Rate (IR) campak pada tahun 2014 sebesar 5,13 per 100.000
penduduk, meningkat dibandingkan tahun 2013 yang sebesar 4,64 per 100.000 penduduk.
(Kemenkes RI, 2017)
Campak adalah penyakit akut yang sangat menular, disebabkan oleh infeksi virus yang
umumnya menyerang anak. Penatalaksanaan Penyakit Morbili pada Anak. Campak
memiliki gejala klinis khas yaitu terdiri dari 3 stadium yang masing-masing mempunyai ciri
khas khusus: (1) stadium masa tunas berlangsung kira-kira 10-12 hari, (2) stadium
prodromal dengan gejala pilek dan batuk yang meningkat dan ditemukan enantem pada
mukosa pipi (bercak Koplik), faring dan peradangan mukosa konjungtiva, dan (3) stadium
akhir dengan keluarnya ruam mulai dari belakang telinga menyebar ke muka, badan, lengan
dan kaki. Ruam timbul didahului dengan suhu badan yang meningkat, selanjutnya ruam
menjadi menghitam dan mengelupas (Soedarmo, 2015).
Campak disebabkan oleh virus RNA dari Famili Paramixoviridae, genus Morbilivirus.
Hanya salah satu tipe antigen yang diketahui. Selama masa prodromal dan selama waktu
singkat sesudah ruam tampak, virus ditemukan dalam sekresi nasofaring, darah dan urin.
Virus dapat tetap aktif selama sekurang-kurangnya 34 jam dalam suhu kamar (Balitbang,
2013).
Epidemi campak di Indonesia timbul secara tidak teratur. Di daerah perkotaan epidemi
campak terjadi setiap 2-4 tahun. Wabah terjadi pada kelompok anak yang rentan terhadap
campak, yaitu di daerah dengan populasi balita banyak mengidap gizi buruk dan daya tahan
tubuh yang lemah. Telah diketahui bahwa campak menyebabkan penurunan daya tahan

1
tubuh secara umum, sehingga mudah terjadi infeksi sekunder atau penyulit. Penyulit yang
sering dijumpai ialah bronkopneumonia (75,2%), gastroenteritis (7,1%), ensefalitis (6,7%)
dan lain-lain (7,9%) (Soedarmo, 2015).
Campak dinyatakan sebagai KLB apabila terdapat 5 atau lebih kasus klinis dalam waktu 4
minggu berturut-turut yang terjadi secara mengelompok dan dibuktikan adanya hubungan
epidemiologis. Pada tahun 2014, jumlah KLB campak yang terjadi sebanyak 173 KLB
dengan jumlah kasus sebanyak 2.104 kasus (Kemenkes, 2017).
Dari imunisasi dasar lengkap yang diwajibkan, campak merupakan imunisasi yang
mendapat perhatian lebih, hal ini sesuai komitmen Indonesia pada global untuk
mempertahankan cakupan imunisasi campak sebesar 90% secara tinggi dan merata. Hal ini
terkait dengan realita bahwa campak adalah salah satu penyebab utama kematian pada
balita. Persentase imunisasi campak yang telah terlaksana sebanyak 82,1%. Capaian tersebut
belum memenuhi target 90% dari yang ditetapkan secara nasional (Balitbang, 2013)
Untuk itu peran perawat sangatlah penting dalam memberikan asuhan keperawatan pada
pasien dengan masalah campak. Asuhan keperawatan yang professional diberikan melalui
pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian, penetapan diagnosa, pembuatan
intervensi, impelementasi keperawatan, dan mengevaluasi hasil tindakan keperawatan.
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk membuat makalah yang
berjudul “ Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Campak”.

1.2 Tujuan Penulisan


a. Tujuan Umum
Mampu menggambarkan asuhan keperawatan pada klien dengan Campak.
b. Tujuan Khusus
a. Mampu memahami konsep dasar Campak
b. Mampu memahami konsep dasar asuhan keperawatan pada klien dengan campak.
c. Mampu mengidentifikasi pengkajian pada klien dengan dengan campak.
d. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan campak.
e. Mampu menetapkan intervensi keperawatan pada klien dengan campak.
f. Mampu melaksanakan implementasi keperawatan pada klien dengan campak.
g. Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada klien dengan campak.

2
1.3 Sistematika Penulisan
Langkah-langkah ataupun tahapan yang ditempuh dalam menyelesaikan penulisan ini :
Bab I Pendahuluan Terdiri dari Latar Belakang, Tujuan
Penulisan, dan Sistematika Penulisan

Bab II Konsep Dasar Campak Definisi, Etiologi, Klasifikasi, Manifestasi


Klinis, Patofisiologi, Pemeriksaan
Diagnostik, Penatalaksanaan
Bab III Asuhan Keperawatan campak Pengkajian, Diagnosa, Intervensi,
Implementasi, Evaluasi.

Bab IV Penutup Kesimpulan dan Saran


Daftar Pustaka

3
BAB II
KONSEP DASAR CAMPAK

2.1 Anatomi Fisiologi


A. Anatomi Kulit
Kulit menutupi seluruh permukaan tubuh manusia dan merupakan bagian tubuh utama
yang menghubungkan dengan dunia luar. Kulit terdiri dari tiga lapisan, yaitu epidermis,
dermis, dan hipodermis. Kulit adalah organ yang dinamis yang terus mengalami
perubahan dengan terlepasnya lapisan luar dan digantikan oleh lapisan dalam. (Weller et
al, 2015).
a. Epidermis
Epidermis berisi jaringan nonvaskular dan bergantung pada lapisan dermis yang
mendasari untuk mendapatkan nutrisi dan pembuangan dengan cara difusi melalui
dermoepidermal junction. (Eroschenko, 2010). Menurut Eroschenko (2010) epidermis
memiliki lima lapisan, yaitu:
1. Stratum basal (germinativum)
Lapisan dasar epidermis. Lapisan ini terdiri dari satu lapisan sel yang terletak pada
membrana basalis. Lapisan ini sebagai induk dari epidermis, sel-selnya bermitosis,
bergerak menuju lapisan superfisial, dan mengalami keratinisasi atau peningkatan
jumlah filamen keratin intermediet.
2. Stratum spinosum
Lapisan ini terletak diatas stratum basal, terdiri dari beberapa lapis sel yang terlihat
seperti berduri (karena tonjolan sitoplasma). Pembentukan filamen keratin pada
lapisan ini membentuk tonofilamen.
3. Stratum granulosum
Lapisan ini terdiri dari beberapa lapis sel gepeng dan granula keratohialin diatas
stratum spinosum. Granula yang bebas berikatan dengan tonofilamen membentuk
keratin. Granula yang terbungkus membrane disebut granula lamellosum berfungsi
sebagai lapisan lemak yang menutupi kulit sehingga kulit relatif impermiabel
terhadap air.

4
4. Stratum lusidum
Lapisan ini translusen dan hanya ada pada kulit tebal, terletak antara stratum
granulosum dan stratum korneum.
5. Stratum korneum
Lapisan kulit yang paling luar. Tersiri dari sel-sel mati yang berisi filamen keratin.
Sel-sel superfisial terus dilepaskan atau deskuamasi dan tergantikan oleh sel-sel
dari stratum basal yang berada dibawahnya.

b. Dermis
Dermis adalah jaringan ikat tidak teratur yang berada di bawah epidermis. Dermis dan
epidermis dipisahkan oleh membrana basalis. Pada usia tua, dermis menjadi tipis dan
kehilangan elastisitasnya (Weller et al, 2015). Fungsi sel-sel yang terdapat di lapisan
dermis menurut Weller et al, 2015, adalah:
1. Fibroblas: sintesis kolagen, retikulin, elastin, fibronektin, glikosaminoglikan, dan
kolagenase.
2. Sel mononuklear: fagositosis, menghancurkan bakteri, sekresi sitokin, sel
mononuklear bersifat mobil sehingga dapat berpindah kemana pun.
3. Limfosit: imunosurveilans.
4. Sel Langerhans dan sel dermal dendritik: melintasi dermis antara limfonodus lokal
dan epidermis.
5. Sel mast: distimulasi antigen, komplemen, dan zat lain untuk mengeluarkan
mediator-mediator inflamasi, termasuk histamin, heparin, prostaglandin,
leukotrien, triptase, dan faktor kemotaktik untuk eosinofil dan neutrofil.
6. Sel merkel: sebagai penerima rangsangan raba.

c. Hipodermis atau Subkutis


Hipodermis atau lapisan subkutis (tela subcutanea) tersusun atas jaringan ikat dan
jaringan adiposa yang membentuk fascia superficial yang tampak secara anatomis.
Hipodermis ini terdiri dari sel-sel lemak, ujung saraf tepi, pembuluh darah dan
pembuluh getah bening. Lapisan hipodermis ini memiliki fungsi sebagai penahan
terhadap benturan ke organ tubuh bagian dalam, memberi bentuk pada tubuh,

5
mempertahankan suhu tubuh dan sebagai tempat penyimpan cadangan makanan
(Eroschenko, 2010)

B. Fisiologi Kulit
1. Perlindungan
Epitel berlapis dengan lapisan tanduk berfungsi sebagai perlindungan fisik terhadap
abrasi fisik, bahan kimia, patogen, atau mikroorganisme lainnya dai luar tubuh.
Selain itu, lapisan tanduk juga bisa mencegah tubuh dari kehilangan cairan,
elektrolit, dan makromolekul karena lapisan tanduk tahan air (Weller et al, 2015).
2. Termoregulasi
Pada saat suhu tubuh atau lingkungan tinggi, mekanisme pengeluaran panas yang
dilakukan kulit adalah penguapan keringat dari permukaan kulit dan vasodilatasi
sehingga aliran darah ke kulit maksimum (Eroschenko, 2012).
3. Sensasi sensorik
Cutaneous Sensations adalah sensasi yang timbul di kulit, termasuk sensasi taktil;
sentuhan, tekanan, dan getaran; sensasi termal seperti panas dan dingin. Cutaneous
Sensations yang lain adalah rasa sakit, biasanya sakit adalah indikasi adanya
jaringan yang akan atau rusak. Di kulit ada banyak susunan akhiran saraf dan
reseptor, seperti korpuskel di 11 dalam dermis, dan pleksus akar rambut di setiap
folikel rambut (Tortora & Derrickson, 2009).
4. Ekskresi
Terdapat kelenjar keringat pada kulit yang membentuk keringat dari air, larutan
garam, urea, dan produk sisa nitrogen, sehingga dapat diekskresikan ke permukaan
kulit (Eroschenko, 2012).
5. Pembentukan vitamin D Vitamin D akan terbentuk dari molekul prekursor dalam
keratinosit yang terpapar sinar UV (Eroschenko, 2012).
6. Cadangan energy
Lemak subkutan berfungsi sebagai cadangan energi (Weller et al, 2015).
7. Absorbsi Kulit
Dapat mengabsorbsi zat-zat yang larut dalam air. Selain itu, beberapa vitamin yang
larut lemak (A, D, E, & K), beberapa obat, dan gas oksigen serta gas

6
karbondioksida dapat menembus kulit. Beberapa material toksik seperti aseton dan
karbon tetraklorida, garam dari logam berat seperti timah, arsen, merkuri juga dapat
diabsorbsi oleh kulit (Tortora & Derrickson, 2009).

2.1 Definisi
Campak adalah pemyakit yang disebabkan oleh adanya infeksi virus yang hidup pada cairan
lendir disaluran hidung, tenggorokan, dan didalam darah. penyakit ini juga tergolong sebagai
penyakit menular. (Rimbi, 2014)
Campak adalah penyakit akut yang sangat menular, disebabkan oleh infeksi virus yang
umumnya menyerang anak (Soedarmo, 2015).

2.2 Etiologi
Penyakit campak disebabkan oleh virus yaitu virus campak sendiri ( paramiksovirus, genius
morbili). virus campak ini dapat hidup dan berkembang biak pada selaput lendir
tenggorokan, hidung, dan saluran pernafasan (Rimbi, 2014). 

2.3 Manifestasi Klinis


Gejala Klinis Menurut (Heryanti, 2015) Penyakit ini mempunyai tanda-tanda yang terdiri
dari 3 stadium :
1. Stadium Inkubasi
Masa inkubasi campak berlangsung kira-kira 10 hari (8 hingga 12 hari). Walaupun pada
masa ini terjadi viremia dan reaksi imunologi yang ekstensif, penderita tidak
menampakkan gejala sakit.
2. Stadium prodromal
Manifestasi klinis campak biasanya baru mulai tampak pada stadium prodromal yang
berlangsung selama 2 hingga 4 hari. Biasanya terdiri dari gejala klinik khas berupa batuk,
pilek dan konjungtivitis, juga demam. Inflamasi konjungtiva dan fotofobia dapat menjadi
petunjuk sebelum munculnya bercak Koplik. Garis melintang kemerahan yang terdapat
pada konjungtiva dapat menjadi penunjang diagnosis pada stadium prodromal. Garis
tersebut akan menghilang bila seluruh bagian konjungtiva telah terkena radang Koplik
spot yang merupakan tanda patognomonik untuk campak muncul pada hari ke- 10±1

7
infeksi. Koplik spot adalah suatu bintik putih keabuan sebesar butiran pasir dengan areola
tipis berwarna kemerahan dan biasanya bersifat hemoragik. ersering ditemukan pada
mukosa bukal di depan gigi geraham bawah tetapi dapat juga ditemukan pada bagian lain
dari rongga mulut seperti palatum, juga di bagian tengah bibir bawah dan karunkula
lakrimalis. Muncul 1 – 2 hari sebelum timbulnya ruam dan menghilang dengan cepat
yaitu sekitar 12-18 jam kemudian. Pada akhir masa prodromal, dinding posterior faring
biasanya menjadi hiperemis dan penderita akan mengeluhkan nyeri tenggorokkan.
3. Stadium erupsi
Pada campak yang tipikal, ruam akan muncul sekitar hari ke-14 infeksi yaitu pada saat
stadium erupsi. Ruam muncul pada saat puncak gejala gangguan pernafasan dan saat
suhu berkisar 39,5˚C. Ruam pertama kali muncul sebagai makula yang tidak terlalu
tampak jelas di lateral atas leher, belakang telinga, dan garis batas rambut. Kemudian
ruam menjadi makulopapular dan menyebar ke seluruh wajah, leher, lengan atas dan dada
bagian atas pada 24 jam pertama. Kemudian ruam akan menjalar ke punggung, abdomen,
seluruh tangan, paha dan terakhir kaki, yaitu sekitar hari ke-2 atau 3 munculnya ruam.
Saat ruam muncul di kaki, ruam pada wajah akan menghilang diikuti oleh bagian tubuh
lainnya sesuai dengan urutan munculnya (Phillips, 1983). Saat awal ruam muncul akan
tampak berwarna kemerahan yang akan tampak memutih dengan penekanan. Saat ruam
mulai menghilang akan tampak berwarna kecokelatan yang tidak memudar bila ditekan.

2.4 Patofisiologi
Patofisiologi campak (measles) atau rubeola dimulai saat virus campak masuk ke tubuh
melalui mukosa saluran nafas atas atau kelenjar air mata. Infeksi awal dan replikasi virus
terjadi secara lokal pada sel epitel trakea dan bronkus.
1. Fase viremia pertama terjadi setelah 2-4 hari setelah invasi, akibat replikasi dan
kolonisasi virus pada kelenjar limfe regional yang kemungkinan dibawa oleh makrofag
paru
2. Fase viremia kedua terjadi setelah 5-7 hari setelah infeksi awal akibat penyebaran virus
pada seluruh sistem retikuloendotelial. Kolonisasi dan penyebaran pada epitel dan kulit
menyebabkan gejala batuk, pilek, mata merah (3 C’s: cough, coryza, conjunctivitis) dan
demam yang semakin tinggi. Gejala akan semakin memberat sampai hari kesepuluh

8
setelah infeksi virus dan mulai timbul ruam makulopapular berwarna kemerahan. Ruam
akan menjadi gelap pada masa konvalesens diikuti dengan terjadinya proses deskuamasi
dan hiperpigmentasi
Infeksi virus campak menyebabkan proses imunosupresi pada tubuh yang ditandai dengan
penurunan reaksi hipersensitivitas tipe lambat, penurunan produksi interleukin (IL)-12 dan
penurunan sistem limfoproliferatif antigen-spesifik yang bertahan beberapa minggu sampai
bulan setelah infeksi. Hal ini yang menjadi faktor predisposisi terjadinya infeksi oportunistik
sekunder seperti bronkopneumonia dan ensefalitis yang meningkatkan angka mortalitas pada
anak. Jika virus mencapai paru-paru maka akan membentuk infiltrat pada paru dan
menyebabkan bronkopneumonia. Pada individu dengan defisiensi imunitas selular, dapat
terjadi giant cell pneumonia yang bersifat fatal dan progresif. Jika virus mencapai otak dapat
menyebabkan pembengkakan atau edema pada otak dan jika bereplikasi pada susunan saraf
pusat (SSP) maka dapat menimbulkan gejala ensefalitis. Pada individu yang imunokompeten
umumnya virus dapat dieliminasi dan menimbulkan kekebalan seumur hidup (Medscape,
2016)

2.5 Pemeriksaan Diagnostik


Menurut NANDA 2015 yaitu:
1. Pemeriksaan darah tepi hanya ditemukan adanya leukopeni
2. Dalam sputum, sekresi nasa, sedimen urin, dapat ditemukan adanya multinucleated giant
cell yang khas
3. Pada pemeriksaan serologi dengan cara hemaglubination inhibition dan complement
fiksatior test akan ditemukan adanya antibody yang spesifik dalam 1-3 hari setelah
timbulnya rash dan mencapai puuncaknya pada 2- 3 minggu kemudian.

2.6 Komplikasi
Komplikasi Menurut (Rimbi, 2014) Sering kali komplikasi penyakit campak terjadi pada
anak-anak dibawah usia 5 tahun yang kekuragan gizi atau kurang asupan nutrisi. kematian
pada penyakit campak ini bukanlah karena penyakit campaknya itu sendiri melainkan karena
komplikasinya tersebut.
Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi adalah sebagai berikut:

9
1. Radang paru-paru
2. Radang saluran pernafasan.
3. Peradangan selaput ikat mata (konjungtivitis)
4. Infeksi telinga bagian tengah.

2.8 Penatalaksanaan
Menurut (Widoyono, 2011) pengobatan campak berupa perawatan umum seperti pemberian
cairan dan kalori yang cukup. Obat simptomatik yang perlu di berikan antara lain:
1. Anti demam
2. Anti batuk
3. Vitamin A
4. Antibiotic
Diberikan bila ada indikasi, misalnya campak disertai dengan komplikasi. Pasien tanpa
komplikasi dapat berobat jalan di puskesmas atau unit pelayanan kesehatan lain, sedangkan
pasien campak dengan komplikasi memerlukan rawat inap di RS. Menurut (NANDA, 2015)
indikasi rawat inap bila hiperpireksia (suhu > 39,5o c ), dehidrasi, kejang, asupan oral sulit
atau adanya penyulit. Pengobatan dan penyulit disesuaikan dengan penyulit yang timbul.

2.9 Discharge Planning


Menurut NANDA tahun 2015 yaitu:
1. Jalani pola hidup yang bersih dan higienis
2. Hindari penularan melalui ciuman, penggunaan handuk atau pisau cukur bersama.
3. Hindari memencet atau memecahkan lepuhan karena dapat menyebabkan infeksi
sekunder
4. Jangan menggosok atau menyentuh mata sehabis menyentuh lepuhan karena dapat
menyebabkan penyebaran virus ke kornea yang mengakibatkan kebutaan
5. Cucilah tangan setiap kali sesudah menyentuh herpes
6. Banyak minum air putih
7. Makan makanan yang banyak mengandung nutrisi supaya dapat mebuat daya tahan tubuh
meningkat
8. Berikan imunisasi campak aktif pada bayi berumur 9 bulan atau lebih

10
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN CAMPAK

3.1 Pengkajian
1. PENGKAJIAN
a. Identitas diri :
b. Pemeriksaan Fisik :
1) Mata : Terdapat konjungtivitis, fotophobia
2) Kepala : Sakit kepala
3) Hidung : Banyak terdapat secret, influenza, rhinitis/koriza, perdarahan hidung
( pada stad eripsi ).
4) Mulut & bibir : Mukosa bibir kering, stomatitis, batuk, mulut terasa pahit.
5) Kulit : Permukaan kulit ( kering ), turgor kulit, rasa gatal, ruam makuler pada
leher, muka, lengan dan kaki ( pada stadium Konvalensi ), evitema, panas
( demam ).
6) Pernafasan : Pola nafas, RR, batuk, sesak nafas, wheezing, renchi, sputum
7) Tumbuh Kembang : BB, TB, BB Lahir, Tumbuh kembang R/ imunisasi.
8) Pola Defekasi : BAK, BAB, Diare
9) Status Nutrisi : Intake – output makanan, nafsu makanan
c. Keadaan Umum : Kesadaran, TTV

3.2 Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang dapat terjadi pada pasien dengan campak yaitu (SDKI, 2017):
1. Gangguan integritas kulit b.d perubahan hormonal d.d adanya ruam pada kulit
diseluruh tubuh (D.0129)
2. Hipertermi b.d proses penyakit (D.0130)
3. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan (D.0019)

11
3.3 Intervensi
DX1: Gangguan integritas kulit b.d perubahan hormonal d.d adanya ruam pada kulit
diseluruh tubuh (D.0129)
a. SDKI: Gangguan integritas kulit b.d perubahan hormonal d.d adanya ruam pada kulit
diseluruh tubuh
b. SLKI: Integritas Jaringan meningkat dengan kriteria hasil (L.14125):
1. Kerusakan integritas jaringan menurun
2. Nyeri menurun
3. Perdarahan menurun
4. Kemerahan menurun
c. SIKI: (I.14564) Perawatan Integritas Kulit
1) Observasi
a) Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (misalnya perubahan sirkulasi,
perubahan status nutrisi, penurunan kelembaban, suhu lingkungan ekstrim,
penurunan mobilitas)
2) Terapeutik
a) Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
b) Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang, jika perlu
c) Gunakan produk berbahan petroleum dan minyak pada kulit kering
d) Hindari produk berbahan dasar alcohol pada kulit kering
3) Edukasi
a. Anjurkan menggunakan pelembab (misalnya lotion serum)
b. Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur
c. Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem
d. Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya

DXII: Hipertermi b.d proses penyakit (D.0130)


a. SDKI: Hipertermi b.d proses penyakit
b. SLKI: Termoregulasi membaik, dengan kriteria hasil :
1. Menggigil
2. Suhu tubuh normal (36,5-37,5 o c)

12
3. Suhu kulit normal
c. SIKI
1. Manajemen hipertermia
a. Observasi
1) Identifikasi penyebab hipertermi (misal. Dehidrasi, terpapar lingkungan
panas, penggunaan inkubator)
2) Monitor suhu tubuh
b. Terapuetik
1) Sediakan lingkungan yang dingin
2) Longgarkan atau lepaskan pakain
3) Berikan cairan oral
c. Edukasi
1) Anjurkan tirah baring
d. Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian cairan

DXIII: Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan (D.0019)


a. SDKI: Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan
b. SLKI: Nutrisi membaik dengan Kriteria hasil:
1. Porsi makanan yang dihabiskan meningkat
2. Kekuatan otot pengunyah meningkat
3. Kekuatan otot menelan meningkat
c. SIKI:
1. Manajemen Nutrisi
a) Observasi
1) Identifikasi status nutrisi
2) Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
3) Identifikasi makanan yang disukai
b) Teraupetik
1) Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
2) Fasilitasi menentukan pedoman diet (misal. Piramida makanan)

13
3) Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
c) Edukasi
1)Anjurkan posisi duduk, jika mampu
2)Anjurkan diet yang diprogramkan
d) Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (misal. Pereda nyeri,
antiemetic), jika perlu
2) Kolaborasi dengan ahli gizi menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu

3.4 Implementasi
Adalah tindakan keperawatan dari sebuah perencanaan yang langsung diberikan kepada
penderita. Tindakan keperawatan dibagi menjadi dua macam yaitu tindakan (dependen) atau
disebut juga kolaborasi, tindakan kolaborasi adalah tindakan yang berdasarkan hasil
keputusan bersama, yang kedua tindakan (independen) disebut juga dengan tindakan
mandiri (Wartonah, 2015).

3.5 Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan untuk menentukan
apakah rencana keperawatan efektif dan bagaimana rencana keperawatan dilanjutkan,
merevisi rencana atau menghentikan rencana. (Manurung, 2018)

14
BAB IV
PENUTUP

.1 Kesimpulan
Morbili adalah suatu penyakit yang sangat menular karena paramyxovirus yang ditandai
oleh prodromal infeksi saluran pernafasan atas dan bercak koplik. Penyebabnya adalah virus
morbili yang terdapat dalam sekret nasofaring dan darah selama masa prodormal sampai 24
jam setelah timbul bercak-bercak.
Morbili dapat ditularkan dengan 3 cara,antara lain percikan ludah yang mengandung virus,
kontak langsung dengan penderita, penggunaan peralatan makan & minum bersama.
Manifestasi klinis dari morbili dapa kita lihat dari 3 stadiumnya yang memiliki tanda dan
gejala yang berbeda yaitu pada Stadium kataral (prodormal), Stadium erupsi, Stadium
konvalesensi
Adapun beberapa pencagahan dari morbili sendiri yaitu dengan melakukan vaksin. Vaksin
ini memiliki 2 cara yaitu dengan Imunusasi aktif yaitu hal ini dapat dicapai dengan
menggunakan vaksin campak hidup yang telah dilemahkan. Dan Imunusasi pasif yaitu
Imunusasi pasif dengan serum orang dewasa yang dikumpulkan

4.2 Saran
1. Bagi Instansi Rumah Sakit
Dapat memberikan sarana untuk dilakukan tindakan keperawatan sebagai salah satu
intervensi keperawatan sehingga dapat berjalan secara optimal dalam menurunkan
tingkat masalah pada pasien dengan campak.
2. Bagi Instansi Pendidikan
Sebagai bahan acuan dan referensi untuk bahan penelitian lebih lanjut serta dapat
diterapkan sebagai intervensi bagi mahasiswa dalam penanganan masalah pada pasien
dengan campak.
3. Bagi Penulis
Hasil studi kasus ini dapat dijadikan landasan untuk melakukan penelitian lebih lanjut,
dan dijadikan bahan perbandingan dalam melakukan studi kasus selanjutnya mengenai
asuhan keperawatan pada pasien dengan campak.

15
DAFTAR PUSTAKA
Balitbang Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang
Kemenkes RI

Eroschenko, V. P., 2010, Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional, EGC, Jakarta.

Kemenkes RI. 2017. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2017. Jakarta: Kemenkes RI

Manurung, S. 2018. Keperawatan Professional. Jakarta: Trans Info Media

Medscape. Measles. November 2016 [Accessed: June 20th 2017]; Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/966220-overview

Rimbi, Noviya. (2014). Buku cerdik penyakit-penyakit menular. Yogyakarta : Saufa.

Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI. 2015. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri
Tropis. Edisi ke-2. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia;.

Tarwoto dan Wartonah. 2015. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Edisi :4
.Jakarta

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) Edisi 1.
Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI)  Edisi 1.
Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) Edisi 1.
Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia

Tortora, G., B. Derrickson. 2009. Principles of Anatomy and Physiology, 12th Ed.John Wiley
and Sons, Asia

Soedarmo, S.S.P., Garna, H. & Hadinegoro, S.R., 2015, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak :
Infeksi & Penyakit Tropis, Edisi II, Hal 338-345, IDAI, Jakarta.

16

Anda mungkin juga menyukai