CBD Kejang Demam
CBD Kejang Demam
OLEH:
Khairani Auliya
012.06.0044
PEMBIMBING
dr. Anak Agung Made Sudiarta Sp. A
Puja dan Puji syukur atas kehadirat Allah SWT. karena dengan segala
limpahan nikmat-Nya kami dapat menyelesaikan Tinjauan Pustaka yang berjudul
“Kejang Demam Komplek”
Dalam penyusunan makalah ini, saya banyak mendapatkan bantuan,
bimbingan, masukan dan motivasi dari berbagai pihak baik secara langsung
maupun tidak langsung. Untuk itu dalam kesempatan ini, saya menyampaikan
ucapan termakasih kepada dokter pembimbing yang telah memberi arahan dan
penjelasan tentang tata cara penulisan laporan ini.
Saya menyadari, penulisan ini masih banyak kekurangannya, untuk itu
saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini bisa bermanfaat bagi mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar yang sedang menjalani
pendidikan klinik di RS Pendidikan.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar…………………………………………………………………… i
Daftar Isi…………………………………………………………………………. ii
BAB I Laporan Kasus Tinjauan Pustaka
KEJANG DEMAM
A. Anamnesis.................................................................................................
1
B. Pemeriksaan Fisik......................................................................................
3
C. Status Gizi Berdasarka Antropometri........................................................
4
D. Pemeriksaan Penunjang.............................................................................
5
E. Resume......................................................................................................
5
F. Diagnosis Banding.....................................................................................
6
G. Diagnosis Kerja.........................................................................................
6
H. Penatalaksanaan.........................................................................................
6
I. Follow Up..................................................................................................
7
ii
C. Etiologi......................................................................................................
12
D. Faktor Risiko.............................................................................................
12
E. Klasisfikasi ...............................................................................................
14
F. Patofisiologi...............................................................................................
14
G. Diagnosis...................................................................................................
15
H. Tatalaksana................................................................................................
17
I. Prognosis...................................................................................................
20
Daftar Pustaka........................................................................................................ 21
iii
BAB I
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
No. CM : 140955
Agama : Hindu
A. ANAMNESIS
Anamnesis diperoleh melalui aloanamnesis terhadap ibu pasien.
Keluhan Utama :
Kejang 3 kali 2 jam SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien dibawa oleh kedua orang tuanya ke IGD RSUD Klungkung
dengan keluhan kejang 1 jam SMRS, kejang berlangsung kurang dari 5 menit.
Kejang diawali dengan tangan dan badan kaku kemudian diikuti dengan
klonjotan diseluh badan. Ayah pasien mengatakan pasien tidak sadarkan diri
1
ketika kejang, setelah kejang berhenti pasien menangis dan muntah. Setelah
beberapa menit kemudian pasien kembali kejang dan kemudian langsung di
bawa ke RS. Kejang pertama terjadi pada jam 09.30 wita, pada saat itu pasien
dibawa ke bidan, pasien membaik dan dibawa pulang. Kejang didahului oleh
demam pada jam 08.00 wita. 3 hari yang lalu pasien juga mengeluh sakit
Ketika menelan dan batuk. Pasien pernah mengalami kejang yang didahuluhi
demam Ketika berumur 1 tahun,
Imunisasi
2
Riwayat Makan Minum Anak
B. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum: tampak sakit sedang,
Kesadaran: compos mentis.
Tanda vital :
- HR (Nadi) : 108x/menit, reguler, isi dan kuat angkat
- RR (Laju Nafas) : 24x/menit
- Suhu : 38,5oC
- Status gizi : cukup
Status Internus
- Kepala : mesocephale, rambut hitam.
- Mata : Mata cekung (-/-), konjungtiva pucat (-/-),sklera ikterik
(-/-), pupil isokor (2mm/2mm), reflek cahaya (+/+)
3
- Hidung : epistaksis (-/-), discharge (-),
nafas cuping hidung(-)
- Telinga : sekret (-), pernafasan cuping hidung (-)
- Tenggorok : T2-T2, hiperemis, edema
- Leher : simetris, pembesaran kelenjar limfe (-)
- Thoraks : normochest, retraksi (-), gerakan simetris kanan kiri
- Cor : Iktus kordis tidak tampak, Iktus kordis tidak kuat angkat,
Batas jantung kesan tidak membesar, BJ I-II intensitas normal, reguler,
bising (-)
- Abdomen : dinding dada setinggi dinding perut, peristaltik (+)
meningkat, tympani, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba,
turgor kembali cepat.
- Urogenital : dalam batas normal
- Ekstremitas : Superior Inferior
Akral hangat (+/+) (+/+)
Edema (-/-) (-/-)
Sianosis (-/-) (-/-)
Ptekie (-/-) (-/-)
TB : 110 cm
Status gizi :
4
Kesan:
E. RESUME
Anak laki-laki usia 3 tahun 10 bulan dating dengan keluhan kejang 3 kali 1
JAM SMRS. Kejang didahului oleh demam. 3 hari yang lalu pasien mengeluh
batuk dan nyeri menelan. Riwayat kejang didahului demam saat usia 1 tahun.
Ayah pasien pernah kejang yang di dahului demaam saat kecil.
F. DIAGNOSA BANDING
1. Kejang Demam Kompleks
2. Kejang Demam Sederhana
3. Epilepsi
5
G. DIAGNOSA KERJA
H. PENATALAKSANAAN
a. IVFD D5 ½ NS 14 tpm
I. FOLLOW UP
6
27/03/21 S/ P/
RR : 28 x/menit
Kepala : normocephal
A/
• Tonsilitis Akut
7
28/03/21 S/ P/
Suhu : 36.5 0C
RR : 32 x/menit
Kepala : normocephal
A/
• Tonsilitis Akut
8
29/03/21 S/ Infus D5 ¼ Ns 700cc/24
• kejang (-) jam
HR : 108 x/menit
Suhu : 35.5 0C
RR : 24 x/menit
Kepala : normocephal
THT: T2-T3
A/
• Tonsilitis Akut
9
30/03/21 S/ P/
RR : 24 x/menit -Paracetamol
-Diazepam
Kepala : normocephal
THT: T2-T2
A/
• Tonsilitis Akut
10
BAB III
TINJAUN PUSTAKA
KEJANG DEMAM
A. Definisi
Kejang demam adalah suatu bangkitan kejang pada bayi atau anak,
yang terjadi pada peningkatan suhu tubuh (>38oC rectal), yang disebabkan
oleh suatu proses ekstrakranial. Pada umumnya terjadi antara umur 6 bulan –
5 tahun, dan tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu.
Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam dan bayi umur di bawah 1
bulan tidak termasuk.Sekitar 2-4% anak pernah mengalami kejang demam
dalam hidupnya (Witarini, dkk. 2017).
B. Epidemiologi
Di Amerika Serikat dan Eropa prevalensi kejang demam berkisar 2%-
5%. Di Asia prevalensi kejang demam meningkat dua kali lipat bila
dibandingkan di Eropa dan di Amerika. Di Jepang kejadian kejang demam
berkisar 8,3% - 9,9%. Bahkan di Guam insiden kejang demam mencapai 14%
(Fuadi, dkk. 2010).
C. Etiologi
Semua infeksi di luar otak yang menimbulkan panas seperti faringitis,
tonsilitis, tonsilofaringitis, otitis media akut, bronkopneumonia dll (Witarini,
dkk. 2017).
D. Faktor Resiko
Faktor demam
Hasil uji statistik menunjukkan adanya hubungan yang bermakna
antara kategori distribusi tinggi demam dengan bangkitan kejang demam.
Hasil tersebut berarti anak dengan demam lebih 39oC mempunyai risiko
untuk mengalami demam 4,5 kali lebih besar dibanding anak yang
11
mengalami demam kurang 39oC (CI 2,33-10,83, p<0,001). Berdasarkan
kategori lama demam terlihat pada kelompok kasus sebagian besar
mengalami demam kurang dari dua jam. Hasil uji statistik menunjukkan
adanya hubungan yang bermakna antara kategori lama demam dengan
bangkitan kejang demam. Berarti anak dengan lama demam kurang dari
dua jam untuk terjadinya bangkitan kejang demam 2,4 kali lebih besar
dibanding anak yang mengalami demam lebih dari dua jam. (CI 1,31-
4,59, p=0,005) (Fuadi, dkk. 2010).
Faktor usia
Pada faktor usia menunjukkan bahwa kelompok kasus dan
kontrol sebagian besar mengalami kejang pertama kali pada usia kurang
dari dua tahun. Hasil uji statistik menunjukkan hubungan yang bermakna
antara usia kurang dua tahun dengan bangkitan kejang demam. Hal ini
berarti anak dengan kejang usia kurang dari dua tahun mempunyai risiko
bangkitan kejang demam 3,4 kali lebih besar dibanding yang lebih dari
dua tahun (CI 1,39-8,30, p=0,006) (Fuadi, dkk. 2010).
Faktor riwayat kejang dalam keluarga
Persentase adanya riwayat kejang pada keluarga terdekat (first
degree relative) yaitu kedua orang tua ataupun saudara kandung, pada
kelompok kasus lebih besar dibanding kelompok kontrol. Hal ini
menunjukkan anak dengan riwayat kejang dalam keluarga terdekat (first
degree relative) mempunyai risiko untuk menderita bangkitan kejang
demam 4,5 kali lebih besar dibanding yang tidak (CI 1,22-16,65,
p=0,02). Faktor riwayat kejang pada ibu, ayah, dan saudara kandung
hasil uji statistik tidak menunjukkan hubungan yang bermakna karena
mempunyai sel yang kosong dan p>0,05 (Fuadi, dkk. 2010).
Faktor perinatal dan pascanatal
Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang
bermakna antara kategori umur ibu saat hamil dengan bangkitan kejang
demam (p=0,44), faktor usia kehamilan preterm dan post term (p=0,19
dan p=0,36), dan kejadian asfiksia dan bayi berat lahir rendah (p=0,09
12
dan p=0,75). Faktor tinggi demam dan usia kurang dari dua tahun
merupakan faktor risiko terjadinya bangkitan kejang demam pada anak.
Anak dengan demam lebih besar dari 39oC memiliki risiko 10 kali lebih
besar untuk menderita bangkitan kejang demam dibanding dengan anak
yang demam kurang 39oC. Anak usia kurang dari dua tahun mempunyai
risiko 8,9 kali lebih besar dibanding anak yang lebih dari dua tahun
(Fuadi, dkk. 2010).
E. Klasifikasi
1. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)
2. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure)
1. Kejang demam sederhana
Kejang demam yang berlangsung singkat (kurang dari 15 menit)
Bentuk kejang umum (tonik dan atau klonik)
Serta tidak berulang dalam waktu 24 jam (Ismael, dkk. 2016)
2. Kejang demam kompleks
Kejang demam dengan salah satu ciri berikut:
Kejang lama (>15 menit)
Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului
kejang parsial
Berulang atau lebih dari 1 kali dalam waktu 24 jam (Ismael, dkk.
2016)
F. Patofisiologi
Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam
dan luar. Dalam keadaan normal, membran sel neuron dapat dilalui dengan
mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit oleh ion natrium (Na+) dan
elektrolit lainnya kecuali ion khlorida (Cl-) sehingga berakibat konsentrasi
K+ dalam sel neuron tinggi dan Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron
terjadi sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan
di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial
13
membran sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini
diperlukan bantuan ensim dan energi yang didapat dari metabolisme yaitu
melalui proses oksidasi glukosa. Bila suhu tubuh meningkat, akan terjadi
gangguan fungsi otak dengan akibat keseimbangan potensial membran
terganggu, mengakibatkan terjadi difusi K+ dan Na+ yang dapat
menimbulkan lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian
besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel neuron maupun ke sel
tetangganya dan akhirnya timbullah kejang fokal maupun kejang umum
(Witarini, dkk. 2017).
G. Diagnosis
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan Fisik
14
Tanda infeksi diluar ssp : ISPA, OMA,ISK dll.
Pemeriksaan neurologi : Tonus, motorik, reflex fisiologi dan reflex
patologi (Suharso, dkk. 2009).
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang
demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi
penyebab demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan atas
indikasi misalnya darah perifer, elektrolit, dan gula darah (Ismael, dkk.
2016).
Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Berdasarkan bukti-bukti
terbaru, saat ini pemeriksaan pungsi lumbal tidak dilakukan secara rutin
pada anak berusia <12 bulan yang mengalami kejang demam sederhana
dengan keadaan umum baik.
Indikasi pungsi lumbal :
1. Terdapat tanda dan gejala rangsang meningeal
2. Terdapat kecurigaan adanya infeksi SSP berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan klinis
3. Dipertimbangkan pada anak dengan kejang disertai demam yang
sebelumnya telah mendapat antibiotik dan pemberian antibiotik
tersebut dapat mengaburkan tanda dan gejala meningitis (Ismael,
dkk. 2016).
Elektroensefalografi (EEG)
Indikasi pemeriksaan EEG:
Pemeriksaan EEG tidak diperlukan untuk kejang demam,
KECUALI apabila bangkitan bersifat fokal.
Keterangan:
15
EEG hanya dilakukan pada kejang fokal untuk menentukan adanya
fokus kejang di otak yang membutuhkan evaluasi lebih lanjut (Ismael,
dkk. 2016).
Pencitraan
Pemeriksaan neuroimaging (CT scan atau MRI kepala) tidak rutin
dilakukan pada anak dengan kejang demam sederhana. Pemeriksaan
tersebut dilakukan bila terdapat indikasi, seperti kelainan neurologis
fokal yang menetap, misalnya hemiparesis atau paresis nervus kranialis
(Ismael, dkk. 2016).
H. Tatalaksana
Tujuan pengobatan kejang demam pada anak adalah untuk:
a. Mencegah kejang demam berulang
b. Mencegah status epilepsy
c. Mencegah epilepsi dan / atau mental retardasi
d. Normalisasi kehidupan anak dan keluarga (Deliana, 2002)
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien
datang kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat
yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang
diberikan secara intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/kg
perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit,
dengan dosis maksimal 20 mg (Ismael, 2006).
Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah
adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau
diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan
10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis
5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas
usia 3 tahun (Ismael, 2006).
16
jang, dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam
intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg (Ismael, 2006).
Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di
ruang rawat intensif
Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis
kejang demam apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor
risikonya (Ismael, 2006).
Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi
risiko terjadinya kejang demam. Meskipun demikian, dokter neurologi anak
di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis
parasetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali diberikan tiap 4-6 jam.
Dosis ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari (Ismael, dkk. 2016).
Antikonvulsan
Pemberian obat antikonvulsan intermiten
Yang dimaksud dengan obat antikonvulsan intermiten adalah obat
antikonvulsan yang diberikan hanya pada saat demam. Profilaksis intermiten
diberikan pada kejang demam dengan salah satu faktor risiko di bawah ini:
Kelainan neurologis berat, misalnya palsi serebral
Berulang 4 kali atau lebih dalam setahun
Usia <6 bulan
Bila kejang terjadi pada suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius
Apabila pada episode kejang demam sebelumnya, suhu tubuh meningkat
dengan cepat (Ismael, dkk. 2016).
17
Obat yang digunakan adalah diazepam oral 0,3 mg/kg/kali per oral
atau rektal 0,5 mg/kg/kali (5 mg untuk berat badan <12 kg dan 10 mg untuk
berat badan >12 kg), sebanyak 3 kali sehari, dengan dosis maksimum
diazepam 7,5 mg/kali. Diazepam intermiten diberikan selama 48 jam pertama
demam. Perlu diinformasikan pada orangtua bahwa dosis tersebut cukup
tinggi dan dapat menyebabkan ataksia, iritabilitas, serta sedasi (Ismael, dkk.
2016).
Pemberian obat antikonvulsan rumat
Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya
dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping yang tidak
diinginkan, maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus
selektif dan dalam jangka pendek (Ismael, dkk. 2016).
Indikasi pengobatan rumat:
1. Kejang fokal
2. Kejang lama >15 menit
3. Terdapat kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah
kejang, misalnya palsi serebral, hidrosefalus, hemiparesis (Ismael,
dkk. 2016).
Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif
dalam menurunkan risiko berulangnya kejang Pemakaian fenobarbital
setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar
pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada
sebagian kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari 2 tahun, asam
valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat
adalah 15-40 mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis, dan fenobarbital 3-4
mg/kg/hari dalam 1-2 dosis (Ismael, dkk. 2016).
Lama pengobatan rumat
Pengobatan diberikan selama 1 tahun, penghentian pengobatan
rumat untuk kejang demam tidak membutuhkan tapering off, namun
dilakukan pada saat anak tidak sedang demam (Ismael, dkk. 2016).
18
I. Prognosis
Prognosis kejang demam secara umum sangat baik. Kejadian
kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.
Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien
yang sebelumnya normal. Kelainan neurologis dapat terjadi pada kasus
kejang lama atau kejang berulang, baik umum maupun fokal. Suatu studi
melaporkan terdapat gangguan recognition memory pada anak yang
mengalami kejang lama. Hal tersebut menegaskan pentingnya terminasi
kejang demam yang berpotensi menjadi kejang lama (Ismael, dkk. 2016).
19
20
Referensi
Deliana. M. Tata Laksana Kejang Demam pada Anak. Jurnal Sari Pediatri, Vol 4,
No.2, September 2002.
Fuadi., Bahtera. T., Wijayahadi. N. Faktor Risiko Bangkitan Kejang Demam pada
Anak. Jurnal Sari Pediatri, Vol.12, No.3, Oktober 2010.
Ismael. S., Pusponegoro. H.D., Widodo. D.P. Konsensus Penatalaksaan Kejang
Demam. Unit Keja Koordinasi Neurologi. Ikatan Dokter Anak Indonesia.
2006
Ismael. S., Pusponegoro. H.D., Widodo. D.P., Mangunatmadja., I, Handryastuti.,
S. Rekomendasi Penatalaksaan Kejang Demam. Unit Keja Koordinasi
Neurologi. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2016
Suharso. D., Pusponegoro. H.D., Mangunatmadja.. I, Handyastuti. S, Widodo.,
D.P., Erny. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia
Jilid I. 2009
Witarini K. A., Wati K. D. K., Karyana I. Pt. Gd., Putra I. G. N. Sanjaya. 2017.
Buku Panduan Belajar Koas ILMU KESEHATAN ANAK. Denpasar.
Udayana Universty Press.
21
22