Anda di halaman 1dari 31

KAJIAN BIOEKOLOGI HAMA-HAMA PENTING BERAS

DAN UPAYA PENGENDALIANNYA

Oleh:

Dwi Widaningsih

PROGRAMSTUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWA, Tuhan Yang


Maha Esa atas segala limpahan Rahmat-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan tepat pada waktunya dengan
judul “kajian bioekologi hama-hama penting beras dan upaya

pengendaliannya”. Tujuan penulisan adalah untuk mengetahui dan


mengkaji serangga hama yang menyerang beras dalam penyimpanan dan
upaya-upaya untuk mengendalikannya.

Penulisan makalah ini berdasarkan kajian pustaka, referensi dan data


sekunder dari beberapa pustaka.

Akhir kata semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada
umumnya dan penulis pada khususnya, penulis menyadari, masih banyak
kekurangan dalam pembuatan makalah ini, untuk menyempurnakan makalah
ini, penulis menerima saran dan kritik yang bersifat membangun demi
perbaikan kearah kesempurnaan. Akhir kata penulis sampaikan terimakasih.

Hormat

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i


DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii

I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang. .............................................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah ...................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penulisan. .......................................................................................... 3

II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Morfologi Hama Gudang. ............................................................................. 4
2.2 Hama Gudang yang Menyerang Beras. ........................................................ 5
2.2.1 Sitophillus oryzae (L)………………………………………………. 5
2.2.2 Tribolium confusum Jacquelin du Val ............................................ 7
2.2.3 Corcyra cephalonica Stainton. ......................................................... 8
2.2.4. Doloessa viridis zell pada beras.. .................................................... 10
2.2.5 Sitophilluszeamais. ............................................................................ 11
2.3 Ekologi Serangga Hama Gudang. ................................................................ 13
2.3.1 Faktor Iklim. ................................................................................................. 13
2.3.2 Faktor Makanan. ......................................................................................... 14
III PEMBAHASAN
3.1 Pengendalian Hama Gudang. ........................................................................ 16
IV KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA. ........................................................................................... 24
I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Selama dalam masa penyimpanan komoditi pangan dapat


mengalami kerusakan yang disebabkan oleh serangan hama serangga,
tungau, cendawan, burung dan tikus. Di antara hama-hama gudang
tersebut, serangga hama merupakan penyebab kerusakan terbesar. Serangga
hama pada gudang memiliki kemampuan cepat berkembang biak sehingga
dalam setahun dapat menghasilkan beberapa generasi, dan dapat
berpindah bersama-sama dengan komoditi. Selain itu serangga hama pada
gudang memiliki kemampuan adaptasi yang besar terhadap keadaan kering
sehingga dapat berkembang dengan baik pada kondisi komoditi yang
disimpan dengan kadar air relatif rendah.

Pengenalan akan jenis-jenis serangga hama gudang adalah sangat


penting untuk menentukan prioritas dan cara pengendaliannya. Pada
umumnya serangga hama gudang dapat dibagi menjadi hama primer dan
hama sekunder. Hama primer yaitu serangga hama gudang yang mampu
menyerang biji-bijian yang masih utuh, seperti Sitophilus spp. (weevil),
Rhyzopherta dominica (Iesier grain borer) dan Sitotroga cerealella.
(Angoumois grain moth). Sedangkan hama sekunder adalah serangga hama
yang hanya mampu menyerang biji-bijian yang sudah rusak, seperti
Tribolium spp. (flour beetle) dan Plodiq interpunctella (Indian meal moth)

Pembagian serangga hama gudang menjadi hama primer dan sekunder


tidak mengacu kepada arti pentingnya ditinjau dari segi ekonomi,
melainkan hanya kepada urut-urutannya menyerang produk. Serangga hama
gudang yang menyerang komoditi yang mahal dan banyak menimbulkan
kerugian disebut hama ekonomi, sedangkan hama yang tidak banyak
menimbulkan kerugian disebut hama non ekonomis.

Pembagian serangga hama gudang/pantri berdasarkan perilaku cara


makan adalah internal feeder, external feeder, scavenger dan hama sekunder.

Internal Feeder. Larva dari serangga kelompok ini ada di dalam biji
(kernel) komoditi yang diserang. Biasanya serangga- serangga ini menyerang
biji komoditi yang masih utuh atau belum diproses. Contohnya adalah
Sitophilus spp. (weevil), Rhyzopertha dominica (Iesser grainborer), Sitotroga
cerealella (angumois grain moth).

External Feeder. Serangga hama ini menyerang biji komoditi dari luar
biji baik yang masih utuh maupun yang telah diproses. Contohnya adalah
Tribolium spp, Lasioderma serricorne (tobacco beetle), Stegobium paniceum
(drugstore beetle), Trogoderma granarium (khapra beetle), Tenebroides
mauritanicus (cadelle beetle), dan Plodia interpunctella (indian meal moth).

Scavenger. Serangga hama ini hanya dapat menyerang bjian komoditi


yang telah diproses atau rusak secara fisik maupun akibat serangan dari
serangga hama yang lain. Contohnya adalah Oryzaephilus surinamensis
(sawtootthed grain beetle) dan Anagasta kuehniella (mediterranean flour
moth).

Hama sekunder. Serangga hama ini hanya menyerang komoditas yang


telah rusak, lembab/busuk atau telah ditumbuhi jamur/kapang. Contohnya
adalah Tenebrio molitor (yellow mealworm) dan Alphitobius spp (lesser
mealworm beetle).
Dengan semakin berkembangnya industri pengendalian hama
permukiman, sekarang telah dijumpai pembagian hama gudang dan pantri
yang menyerang produk simpanan yang telah dikemas atau dalam kemasan.
Berdasarkan cara menyerang komoditi simpanan yang telah dikemas atau
produk dalam kemasan hama gudang dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu
penetrator dan invader.

Penetrator. Serangga hama mampu menyerang produk makanan


dengan cara merusak kemasan. Ciri utama dari kelompok ini adalah alat
mulut (mandible) yang kuat untuk merobek/merusak kemasan. Contohnya
adalah Lasioderma.

1.2 Rumusan Masalah


Masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.2.1 Serangga hama apa saja yang terutama menyerang beras dalam
penyimpanan ?
1.2.2 Bagaimana ekologi serangga hama yang menyerang beras dalam
penyimpanan ?
1.2.3 Bagaimana cara-cara pengendalian serangga yang menyerang beras
dalam penyempanan ?

1.3 Tujuan Penulisan


Penulisan makalah ini bertujuan untuk:
1.3.1 Untuk mengetahui bioekologi serangga hama yang menyerang beras
dalam penyimpanan.
1.3.2 Untuk mengetahui cara-cara pengendalian hama yang menyerang beras
dalam penyimpanan.
II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Morfologi Serangga Hama Gudang

Serangga hama gudang mempunyai ciri-ciri umum (a) Tubuhnya


terbagi atas 3 bagian kepala, dada (toraks) dan perut (abdomen), (b) Bagian
luar tubuh tertutup oleh kulit luar (eksoskeleton), (c) Selama hidupnya
mengalami perubahan bentuk (metamorfosa) yang sempurna dan tidak
sempurna dan (d) Serangga dewasa mempunyai tiga pasang kaki.

Serangga hama gudang baik yang berasal dari kelompok kumbang


maupun ngengat mengalami metamorfosis sempurna yaitu dari telur, larva,
pupa, dan dewasa (imago).

1. Telur.

Umumnya telur diletakkan di dalam atau di atas permukaan biji-bijian,


pada debu-debu di atas lantai, pada celah dan retakkan gudang penyimpanan.
Stadia telur berbeda-beda antara satu spesies yang satu dengan spesies lainnya.

2. Larva.

Setelah beberapa lama telur menetas menjadi larva


(berbentuk seperti ulat). Stadia larva adalah stadia paling
merugikan, karena larva serangga hama menyerang komoditi dengan sangat
rakus dan merusak. Meskipun demikian, latva merupakan stadia yang paling
rentan untuk dikendalikan dengan insektisida.

3. Pupa.
Pupa adalah periode istirahat dalam perkembangan perubahan larva
menjadi dewasa. Selama periode ini pupa serangga hama tidak makan dan
tidak bergerak. Seperti halnya stadia telur, stadia pupa merupakan stadia yang
paling sulit untuk dibunuh oleh insektisida.

4. Dewasa.

Fungsi utama dari serangga dewasa adalah untuk tugas reproduksi dari
jenisnya. Ukuran tubuh serangga hama dari ordo Coleoptera
umumnya berukuran kecil, tetapi ukuran tubuh serangga tersebut tergantung
pula pada jenis makanan dimana ia hidup. Ukuran kecil sangat memudahkan
serangga hama tersebut untuk menyusup pada celah yang kecil sekalipun.
Ngengat sangat rapuh dan tidak dapat masuk ke dalam timbunan komoditi.

2.2 Hama Gudang yang Menyerang Beras


2.2.1 Sitophillus oryzae (L)
2.2.1.1. Klasifikasi Sitopilus oryzae L (Kalshoven 1981)
Kingdom : Animalia
Phyllum : Arthopoda
Kelas : Insekta
Ordo : Coleoptera
Family : Curculionidae
Genus : Sitophilus
Spesies : Sitopilus oryzae (L)
Gambar 2.2.1 Sitophillus oryzae (L)

2.2.1.2. Daur Hidup Sitopilus oryzae L


Daur hidup kumbang beras dimulai dari peletakan sebutir telur dilubang
oleh imago pada butiran beras. Selanjutnya lubang itu ditutup dengan
sekresi/air liur kumbang beras yang keras. Kumbang betina dapat bertelur
sampai 300 butir dalam beberapa minggu. Setelah menetas larva memakan
beras tempat tinggalnya dan berkembang sampai menjadi pupa. Pupa
kumbang muda keluar dari beras. Setelah menjadi dewasa kumbang memakan
beras bagian luarnya hingga berlubang. Kumbang betina menggerek butiran
beras dengan moncongnya di lapangan atau di gudang beras. Daur hidup dari
telur sampai dewasa lebih kurang 26 hari. Sementara itu umur kumbang dapat
mencapai 3-5 bulan (Mound 1989). Jika tidak diberi makanan, kumbang betina
masih dapat hidup 6-32 hari (Zewar 1993). Perkembangannnya umumnya
dapat berlangsung pada temperature 17 - 34oC dengan kelembaban relative 15 -
100%. Perkembangan optimum terjadi pada suhu 30 oC dengan kelembaban
relative 70%. Jika kelembaban relative melebih 18 % kumbang bubuk ini akan
berkembang cepat. Toleran terhadap suhu dan bias hidup selama 37 hari pada
suhu 0 oC (Zewar 1993).

Untuk butir mengapur, dapat terjadi karena granula pati yang kurang
padat/rapat, sehingga tekstur menjadi lebih rapuh. Kekerasan beras pecah kulit
berkolerasi positif dengan ketahanan beras terhadap Sitophilus sp. (Juliano,
1972). Beras yang lunak akan lebih banyak dikonsumsi oleh serangga
dibandingkan beras yang bening, hal ini memungkinkan peningkatan populasi
S. zeamais apabila butir beras besar dan mengapur. Apabila kelembapan relatif
melebihi 15% kumbang bubuk ini sudah akan berkembang cepat. Yang
disenangi kumbang jenis beras pecah kulit, sedang yang sudah diselep sampai
putih kurang disukai. Serangan kumbang bubuk ini kadang-kadang juga
diikuti oleh serangan ulat Corcyra cephalonica Stt., sehingga beras menjadi
tambah hancur. Karena serangan bubuk dan kelembaban yang tinggi akan
meninggikan suhu maka cendawan pun akan ikut menyerang beras hingga
bertambah rusak dan berbau busuk (Pracaya, 2007).

2.2.2. Tribolium confusum Jacquelin du Val


2.2.2.1. Klasifikasi T. confusum

Kingdom : Animalia
Phyllum : Arthopoda
Kelas : Insekta
Ordo : Coleoptera
Family :Tenebrionidae

Genus : Tribolium
Spesies : Triboliun confusum Jacquelin du Val

Gambar 2.2.2. Tribolium confusum Jacquelin du Val

2.2.2.2. Daur Hidup T. confusum


Kumbang T. confusum tergolong dalam ordo Coleoptera,
famili Tenebrionidae. Dikenal sebagai “Confused flour beetle”.
Kumbang ini dikenal berasal dari Ethiopia dan dapat menyerang
biji kakao, kacang tanah, buncis, ercis dan biji kopi (Dobie et al.,
1991). Hill (1993) menyatakan kumbang ini dapat menyerang
beras, kopra, dedak, bungkil, biji pala dan wijen. Kumbang ini
merusak material-material yang sudah hancur (Secondary pest).
Kalshoven (1981), menyatakan bahwa kumbang ini dapat bersifat
kanibalis terhadap pupa dan telur.
Kumbang T. confusum berwarna coklat kemerah-merahan,
bentuk tubuhnya pipih dengan panjang berkisar antara 3 - 4 mm
(Rees, dalam Subramanyam dan Hagstrum, 1995). Kartasapoetra
(1991) menyatakan bahwa tipe antena kumbang ini adalah
menggada. Tiap induk atau kumbang betina dapat menghasilkan
telur 450 butir sepanjang siklus hidupnya, telur diletakkan dalam
tepung atau pada bahan-bahan lain yang sejenis yang merupakan
pecahan-pecahan kecil. Larva bergerak aktif karena memiliki 3
pasang kaki torakal. Larva-larva ini selama perkembangannya
mengalami pergantian kulit antara 6 -11 kali, tetapi tidak jarang
pula hanya 6-7 kali, ukuran larva yang telah dewasa antara 8–11
mm. Menjelang masa berkepompong larva ini akan muncul di
permukaan material, tetapi setelah menjadi imago selanjutnya
masuk kembali ke dalam material. Siklus hidupnya sekitar 35-45
hari (USDA dalam Kartasapoetra, 1991).

2.2.3. Corcyra cephalonica Stainton


2.2.3.1. Klasifikasi Corcyra cephalonica Stainton

Klasifikasi Corcyra cephalonica Stainton menurut Borror et al. (1996), adalah:

Kingdom : Animalia
Phyllum : Arthopoda
Kelas : Insekta
Ordo : Lepidoptera
Subordo : Mikrolepidoptera
Family : Pyralididae
Genus : Corcyra
Spesies : Corcyra cephalonica Stainton

2.2.3.2. Daur Hidup Corcyra cephalonica Stainton


Corcyra cephalonica merupakan salah satu hama penting pada
penggilingan beras dan tepung sering pula disebut tawny. Serangga ini toleran
pada kelembaban tinggi dan ditemukan diseluruh dunia, terutama di daerah
tropika. Walaupun mampu memakan biji utuh, hama ini lebih sering ditemukan
cepat berbiak sebagai hama sekunder. Daur hdup optimum selama 26-27 hari
pada 30-32,5oC dengan kelembaban 70 % (Tripod, 2009).
Ngengat beras (Corcyra cephalonica) umumnya menyerang beras giling,
namun di Indonesia ngengat beras juga merusak kopra, kacang-kacangan,
tepung, dan bungkil (Jems Ilato, dkk., )

Hama ini bertelur sebanyak 400 butir (Pracaya, 2007).


Warna telur putih dan bertek halus. Bentuknya lonjong dengn
panjang sekitar 0,3 x 0,5 mm, menempel pada bahan pangan atau
serat karung di penyimpanan. Setelah sepuluh hari, telur akan
menetas dan menjadi larva. Larva berwarna krem sampai putih
kecuali bagian kapsul kepala dan protoraks berwarna cokelat
(Tripod, 2009). Panjang tubuh lebih kurang 17 mm. Biasanya
larva membuat pintalan yang mengandung kotoran dan sisa-sisa
makanan. Warna pintalan tersebut sesuai dengan objek yang
diserangnya, apabila yang diserangnya beras putih, warna
pintalannya juga putih. Selanjutnya, ulat tersebut menjadi
kepompong setelah 9 hari. Kepompongnya berwarna kuning
cokelat, panjangnya sekitar 8 mm. Kepompong terletak dalam
kokon yang warnanya putih. Kepompong kemudian akan menjadi
ngengat setelah 7 hari (Pracaya, 2007).

2.2.4. Doloessa viridis zell pada beras.

2.2.4.1. Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phyllum : Arthopoda
Kelas : Insekta
Ordo : Lepidoptera
Family : Pyralidae
Genus : Doloessa
Spesies : Doloessa viridis (Zell)

2.2.4.2. Daur Hidup Doloessa viridis (Zell)

Serangga ini mempunyai sinonim Thagora figurana WLK


(ngengat beras hijau) Ngengat ini merusak beras, bekatul, padi, jagung,
kacang panjang, buncis, kopra dan bungkil dalam gudang. Ngengat ini
berwarna hijau, sayap belakangnya berwarna putih dengan tepi
berwarna cokelat, lebar sayap sekitar 25 mm. Ulatnya berwarna
kemerahan atau kuning tergantung dari jenis makanannya. Panjang
ulat sekitar 16 mm. Kepompong berwarna putih, sedangkan pupanya
berwarna cokelat, panjang pupa sekitar 11 mm (Pracaya, 2007).
Ngengat betina bertelur sekitar 250 butir, telur akan menetas
setelah tujuh hari, stadium ulat tersebut sekitar 19-30 hari, sedangkan
stadium kepompong lebih kurang 6-9 hari. Musuh alami dari ngengat ini
adalah kumbang Cleridae (Pracaya, 2007).

Doloessa viridis bersifat polipag, yang tidak hanya memiliki


1 inang saja, habitat hidupnya di dalam gudang dengan kelambaban dan
suhu yang optimum, serta kadar air untuk beras berkisar 14 %.

2.2.5 Sitophilus zeamais

2.2.5.1 Klasifikasi Sitophilus zeamais (Kalshoven 1981)


Kingdom : Animalia
Phyllum : Arthopoda
Kelas : Insekta
Ordo : Coleoptera
Family : Curculionidae
Genus : Sitophilus
Spesies : Sitopilus oryzae (L)

2.2.5.1 Daur Hidup Sitophilus zeamais (Kalshoven 1981)

Daur hidup S. zeamais hampir serupa dengan S. oryzae (bubuk beras).


Bubuk dewasa panjangnya 2,5 – 4,5 mm, berwarna cokelat, moncongnya
sempit, panjang, dan berantenna yang menyiku (siku-siku). Larvanya putih
gemuk tak berkaki dan kadang-kadang berkembang dalam satu butir jagung.

Bedanya kumbang ini dapat terbang kuat tak seperti bubuk beras yang
kurang kuat. Karenanya dengan mudah kumbang ini menyerbu biji-biji jagung
yang telah masuk dilapangan sehingga tongkol jagung berlubang-lubang. Setiap
lubang yang dibor dimasuki satu butir telur kemudian ditutup dengan sekresi
yang keras. Larvanya makan dan berkembang dalam satu butir jagung dan
menjadi pupa disitu juga. Setelah selesai menjadi pupa lalu menjadi kumbang
dan keluar dari butir jagung dan mulai makan butiran jagung, sehingga banyak
yang rusak. Bubuk jagung ini bisa berumur sampai lebih kurang 5 bulan.
Dalam keadaan optimm, daur hidup dari telur sampai dewasa kira-kira 30
hari. Yang betina bisa bertelur sampai 300 butir dalam beberapa minggu
(Pracaya 1991).

Memiliki rostrum yang sangat karakteristik dan antena yang menyiku.


Antena memiliki delapan ruas dan saat serangga ini berjalan, antenanya
menjulur keluar. Pada elitra, biasanya terdapat empat buah tanda oval
berwarna cokelat kemerahan atau cokelat jingga. Larvanya tidak meiliki kaki
(apoda) dan biasanya ditemukan di dalam lubang gerekan pada biji.
Ditemukan di daerah tropis, namun kadang-kadang juga di daerah beriklim
dingin. Dewasanya memiliki periode hidup panjang (beberapa bulan sampai
satu tahun). Serangga betina bertelur sepanjang stadium dewasa. Setiap betina
mampu bertelur lebih dari 150 butir. Telur diletakkan satu per satu dalam
lubang yang dibuat oleh serangga betina pada biji yang diserangnya. Telur
dilindungi oleh lapisan lilin hasil sekresi serangga betina. Periode telur
berlangsung selama 6 hari pada suhu 250 C. Setelah menetas, larva segera
memakan bagian biji yang di sekitarnya dan membentuk lubang-lubang
gerekan. Larva terdiri dari empat instar. Periode pupa berlangsung di dalam
biji. Serangga dewasa baru yang muncul segera membuat jalan keluar dengan
cara mengunyah bagian biji tersebut sehingga membentuk lubang besar yang
karakteristik. Total periode perkembangan serangga ini antara 35-110 hari,
tergantung jenis dan mutu biji yang diserangnya. Serangga ini dapat diparasit
oleh Pteromalids (kadang-kadang Hymenoptera lain), yang sangat umum
adalah Anisopteromalus calandrae (Howard), Lariophagus distinguendus
(Forster) dan Choetospila elegans Westwood.

Gambar 2.2.5.1 Daur Hidup Sitophilus zeamais (Kalshoven 1981)

2.3 Ekologi Serangga Hama Gudang

Faktor ekologi yang mempengaruhi perkembangan ataupun penurunan


populasi hama pascapanen diantaranya adalah:

2.3.1. Faktor Iklim

Unsur-unsur iklim mikro yang sangat berpengaruh pada perkembangan


hama gudang, yaitu: temperatur, kelembaban, kadar air dan aerasi. Unsur-
unsur ini dapat mengembangkan, melumpuhkan, menghambat
perkembangbiakan atau memusnahkan populasi hama pascapanen. Suhu
lingkungan dan kadar air bahan simpan merupakan faktor utama yang
mempengaruhi masa perkembangan. Pada ordo Coleoptera dan Lepidoptera,
kadar air lebih dominan pengaruhnya dibanding suhu dan makanan.

Kenaikan suhu lingkungan meningkatkan aktivitas makan hama


pascapanen pada batas tertentu. Hal ini menjelaskan pengaruh suhu terhadap
pemendekan masa perkembangan serangga pascapanen. Fluktuasi suhu yang
terjadi setiap harinya juga mempengaruhi perkembangan hama pascapanen.
Serangga yang hidup pada suhu tinggi masa perkembangannya lebih singkat
daripada suhu fluktuatif walaupun dengan rata-rata suhu yang sama tinggi.
Sementara itu pada suhu rendah, masa perkembangannya lebih lama
dibandingkan suhu fluktuatif dengan rata-rata sama rendah. Kadar air bahan
simpan mempengaruhi lama stadium larva. Kadar air bahan simpan yang
rendah memperlama stadium larva, tetapi stadium telur dan pupa tidak
terpengaruh.

Serangga memiliki kisaran suhu optimum untuk perkembangannya.


Apabila suhu optimum tersebut tidak terpenuhi maka akan terjadi penurunan
populasi hama pascapanen contohnya pada Tribolium (Coleoptera berumur
panjang), suhu optimum pertumbuhan adalah 25-37,5°C. Ketahanan hidup
hama tersebut akan turun apabila hidup pada lingkungan di luar kisaran suhu
tersebut dan kematian terbanyak terjadi pada larva instar awal. Hal serupa
terjadi juga pada hama pascapanen Rhyzopertha, Oryzaephilus dan Cryptolestes.
Peranan temperatur juga mempengaruhi perkembangan hidup hama
pascapanen, apalagi pada perlakuan fumigasi. Dilaporkan hama pascapanen
yang hidup pada temperatur tinggi akan lebih peka terhadap perlakuan
fumigasi.

Kadar air pada biji berhubungan dengan ketahanan hidup hama


pascapanen. Apabila kadar air tinggi akan membuat kondisi lingkungan sesuai
untuk perkembangan hama pascapanen, sehingga ketahanan hidupnya pun
meningkat. Sebaliknya, ketahanan hidup hama pascapanen menurun bila kadar
air pada biji rendah. Implikasinya, kalaupun pengendalian hama tidak bisa
dilakukan dengan menurunkan suhu (pendinginan), perlakuan pengeringan dan
pemanasan juga dapat dilakukan untuk pengendalian.

2.3.2 Faktor Makanan


Ketahanan hidup dan produksi telur serangga hama pascapanen
tergantung pada kesesuaian lingkungan dan makanan. Dalam kondisi normal,
gudang adalah sumber makanan sehingga permasalahan utama bagi serangga
adalah suhu dan kadar air/kelembaban. Walaupun demikian, sebagian besar
serangga hama pascapanen dapat hidup pada berbagai bahan simpan dan
terdapat variasi kelimpahan serangga pada tiap-tiap bahan simpan.

Makanan yang cukup dan sesuai dengan yang dibutuhkan hama


pascapanen akan mendukung perkembangan populasi hama, sebaliknya
makanan yang cukup tetapi tidak sesuai dengan yang dibutuhkan akan
menyebabkan hama tidak menyukai bahan simpan/makanan tersebut atau akan
dapat menekan populasi hama tersebut. Ketidakcocokan makanan dapat timbul
karena:

1. Kurangnya kandungan unsur yang diperlukannya;


2. Rendahnya kadar air dalam kandungan makanan;
3. Permukaan material (bahan pangan) terlalu keras;
4. Bentuk material (bahan pangannya).

Serangga memerlukan nutrisi yang cukup untuk memproduksi telur.


Lepidoptera biasanya mengakumulasi nutrisi pada saat larva, dan
memproduksi telur dalam jumlah banyak hanya pada hari-hari pertama
menjadi imago. Imago Coleoptera biasanya hidup lebih lama dan memproduksi
telur sepanjang hidupnya dalam proporsi yang lebih merata. Dengan demikian,
imago Coleoptera berumur panjang dan membutuhkan nutrisi sepanjang
hidupnya.

Peningkatan suhu dan kadar air dari bahan simpan akan meningkatkan
produksi telur, hanya saja produksi telur tertinggi dan ketahanan hidup
tertinggi tidak terjadi pada satu titik suhu atau kadar air yang sama. Seperti
yang terjadi pada Tribolium, ketahanan hidup dan produksi telur yang
dihasilkan pada tingkat reproduksi maksimum terjadi pada suhu 27 0 C dan
kadar air 16%. Sejumlah ngengat diketahui meningkat produksi telurnya bila
menemukan sumber air, demikian pula kumbang Dermestes, Callosobruchus
juga meningkat produksi telurnya karena nutrisi.

III PEMBAHASAN

Setelah mempelajari ekologi hama pascapanen, dapat mempermudah


tindakan yang harus dilakukan untuk mengendalikan distribusi dan
kelimpahan hama pascapanen di penyimpanan/gudang. Tindakan pengendalian
dengan memanipulasi ekologi hama pascapanen yang biasa digunakan antara
lain:

a. Sortasi, yaitu memilih dan memisahkan produk yang akan disimpan dalam
gudang, mana yang terserang hama dan mana pula yang keadaan atau
kualitasnya benar-benar baik;

b. Pengolahan, dimana produk-produk yang telah terserang hama pascapanen


dipisahkan, terutama jika kadar air masih tinggi, dilakukan pengeringan
yang dapat dilakukan dengan cara penjemuran;
c. Penataan, yang dimaksud disini ialah penempatan produk di dalam gudang
secara teratur dalam keadaan ruangannya yang bersih (Pamuji
Setyolaksono).

3.1 Pencegahan dan Pengendalian Hama Gudang Secara Umum

Pada dasarnya tahap pencegahan dan pengendalian dapat dilakukan


dengan dua cara yakni secara alami dan kimiawi. Secara umum pencegahan
dan pengendalian hama gudang antara lain:

3.1.1 Menjaga kebersihan gudang

Hama gudang menyukai tempat-tempat yang tersembunyi dan karena


ukurannya yang kecil, secara sekilas sering tidak terlihat. Oleh karena itu
pengusaha atau produsen beras hendaknya senantiasa menjaga kebersihan
gudang mulai dari sejak di gudang penggilingan hingga gudang penyimpanan.
Untuk menjaga kebersihan gudang dapat dilakukan hal beriku:

- Memasang lantai keramik.

- Gudang harus selalu dibersihkan tiap hari dengan cara disapu dan dipel.

- Pintu gudang harus selalu tertutup.

- Petugas gudang harus melepas alas kaki saat masuk.

3.1.2 Kemasan kedap udara

Semua makhluk hidup termasuk serangga memerlukan udara untuk


aktivitas pernafasan. Oleh karena itu salah satu yang dapat dilakukan adalah
dengan mendesain kemasan beras yang kedap udara.

3.1.3 Menurunkan tingkat kadar air


Kadar air biji berkorelasi positif dengan ketahanan hidup. Kadar air
meningkat, kondisi lingkungan makin baik untuk serangga sehingga ketahanan
hidupnya pun meningkat. Sebaliknya, ketahanan hidup hama pascapanen
menurun bila kadar air biji rendah.

3.1.4 Meningkatkan derajat sosoh

Serangga hama gudang sangat menyukai zat-zat yang terdapat dalam


bekatul atau tepung karena banyak mengandung lemak, protein dan vitamin.

3.1.5 Mencegah kutu datang

Pencegahan kutu datang juga dapat dilakukan dengan cara


menggantungkan kantong-kantong berisi cabe merah kering atau daun jeruk
purut.

Tindakan pengendalian yang umum dilakukan untuk mengurangi serangan


hama gudang misalnya:
1) Kebersihan dan pengelolaan gudang.
Kebanyakan hama gudang cenderung bersembunyi atau melakukan
hibernasi pada saat gudang kosong. Oleh karena itu, pengendalian hama di
dalam gudang difokuskan pada kebersihan gudang. Higienis adalah aspek
penting dalam strategi pengendalian terpadu, yang bertujuan untuk
mengeliminasi populasi serangga yang dapat terbawa pada penyimpanan
berikutnya. Taktik yang digunakan termasuk membersihkan semua struktur
gudang dan membakar semua biji yang terkontaminasi dan membuang dari
gudang. Karung-karung bekas yang masih berisi sisa biji harus dibuang. Semua
struktur gudang harus diperbaiki, termasuk dinding yang retak-retak di mana
serangga dapat bersembunyi, dan memberi perlakuan insektisida pada dinding
maupun plafon gudang. Semua kegiatan ini harus diselesaikan dua minggu
sebelum penyimpanan beras. Persiapan beras yang disimpan. Parameter
penting yang dapat mempengaruhi kualitas biji, adalah kadar air biji beras.
Kadar air biji <12% dapat menghambat perkembangan kumbang bubuk. Pada
kadar air 8%, kumbang bubuk tidak dapat merusak biji (Bergvinson 2002).
Populasi kumbang bubuk meningkat pada kadar air biji 15% atau lebih.
2) Pengendalian secara fisik dan mekanis.
Lingkungan perlu dimanipulasi secara fisik agar tidak terjadi pertambahan
populasi serangga. Pada suhu lebih rendah dari 50C dan di atas 350C,
perkembangan serangga akan berhenti. Penjemuran dapat menghambat
perkembangan kumbang bubuk (Paul and Muir 1995). Sortasi dengan
memisahkan biji rusak yang terinfeksi oleh serangga dengan biji sehat (utuh)
termasuk cara untuk menekan perkembangan serangga. Bahan nabati yang
digunakan untuk melindungi biji dipenyimpanan bervariasi, bergantung pada
daerah dan masyarakatnya serta ketersediaan tanaman dan metode
penyediaannya. Bahan nabati yang dapat digunakan yaitu daun Annona sp.,
Hyptis spricigera, Lantana camara (Bergvinson 2002), daun Ageratum conyzoides,
dan Chromolaena odorata (Bouda et al. 2001), akar Khaya senegelensis, Acorus
calamus, bunga Pyrethrum sp., Capsicum sp., dan tepung biji Annona sp. dan
Melia sp. (Bergvinson 2002).
3) Pengendalian hayati
Pengendalian dengan memanfaatkan musuh alami dimaksudkan untuk
menurunkan atau menekan populasi hama. Penggunaan agensi patogen dapat
mengendalikan kumbang bubuk. Aplikasi Beauveria bassiana pada konsentrasi
109 konidia/ml dengan takaran 20ml/kg biji dapat membunuh 50% kumbang
bubuk (Hidalgo et al.1998). Penggunaan parasitoid Anisopteromalus calandrae
(Howard) juga mampu menekan perkembangan kumbang bubuk (Brower et
al.1995; Haines 1991).
4) Fumigasi.
Fumigan merupakan senyawa kimia, yang dalam suhu dan tekanan tertentu
berbentuk gas, dapat membunuh serangga/hama melalui sistem pernafasan.
Fumigasi dapat dilakukan pada tumpukan komoditas, kemudian ditutup rapat
dengan lembaran plastik. Fumigasi dapat pula dilakukan pada penyimpanan
sistem kedap udara, seperti penyimpanan dalam silo dengan menggunakan
kaleng yang dibuat kedap udara atau pengemasan dengan menggunakan jerigen
plastik, botol yang diisi sampai penuh kemudian mulut botol atau jerigen
dilapisi dengan parafin untuk penyimpanan skala kecil. Jenis fumigan yang
paling banyak digunakan adalah phospine (PH3) dan methyl bromida (CH3Br)
(Anonim 2000, Subramanyam and Hagstrum 1995). Rhyzoperta dominica
(Fabricius), Bostrichidae, Coleoptera Bioekologi R. dominica (Fab) merupakan
hama utama biji jagung, sorgum, jewawut, beras, dan gaplek. Ukuran
tubuhnya kecil, disebut lesser grain borer, menginfeksi biji dengan bau khas
yang tajam. Bau ini diproduksi oleh serangga betina sebagai Hama Sekunder
dan Primer.

Upaya untuk mengurangi resiko kerusakan akibat serangan spesies C


cephalonica dapat dilakukan dengan memperbaiki manajemen penyimpanan.
Sistem penyimpanan sifatnya buatan sehingga dapat diatur sesuai kebutuhan.
Pengendalian serangan C cephalonica melalui sistem penyimpanan dapat
dilakukan dengan memperbaiki struktur bangunan tempat penyimpanan,
penerapan sistem First In First Out dan mengendalikan kondisi bahan pakan
yang disimpan. Kadar air bahan pakan berkorelasi yang erat dengan
kelembapan relative. Kandungan air bahan pakan yang disimpan diupayakan
serendah mungkin. Proses penurunan kadar air dapat dilakukan dengan
penjemuran ataupun dengan meniupkan udara panas terhadap bahan pakan.
Batas kadar air yang dinilai aman untuk penyimpanan adalah 13 - 14% dan
kelembaban kurang dari 70%. Pengendalian C cephalonica dapat dilakukan
dengan zat kimia. Penggunaan zat kimia harus dilakukan secara hati-hati agar
tidak mencemari bahan pakan. Fumigan dan insektisida merupakan zat kimia
yang dapat digunakan dalam pengendalian hama gudang yang telah menyerang
bahan pakan. Fumigan merupakan senyawa kimia yang pada suhu dan tekanan
tertentu terdapat dalam bentuk gas. Fumigan membunuh C. cephalonica
melalui sistem pernafasan. Tindakan membunuh serangga hama gudang dengan
fumigant disebut fumigasi. Fumigasi bersifat kuratif, membunuh hama yang
ada dalam gudang, tidak dapat mencegah hama yang akan masuk kemudian.
Dosis penggunaan fumigant tergantung pada suhu komuditas yang akan
difumigasi, waktu minimal yang dibutuhkan agar fumigasi efektif bekerja,
jumlah fumigas yang hilang akibat kebocoran, keseragaman distribusi gas,
kedalaman penetrasai gas, jenis serangga hama dan fase kehidupan.
Penyemprotan insektisida merupakan tindakan yang biasa dilakukan pada
kemasan yang telah difumigasi dan akan meninggalkan residu yang dapat
membunuh C.cephalonica yang menyerang bahan pakan kembali.

Pengendalian Doloessa viridis (Zell) yang dapat dilakukan adalah sebagai


berikut:
Beras yang akan disimpan dijemur sampai kering.
Tempat penyimpanan harus bersih.
Tempat penyimpanan beras (gudang) didesinfeksi terlebih dahulu
dengan karbon disulfide yang berbentuk cairan. Dosis yang
digunakan 30-50 cc per meter kubik karbon disulfide selama 24
jam (Pracaya, 2007).

Musuh-musuh alami dari hama Doloessa viridis ini biasanya berupa


parasit dan predator, serupa dengan parasit dan predator yang menyerang
hama (telur dan larvanya) dari spesies Corcyra cephalonica, yaitu parasit
Trichogramma sp. dan predatornya adalah semut pemangsa telur D. viridis ini.
Adapun upaya-upaya pengendalian dari hama D. viridis adalah:
a. Penjemuran bahan-bahan yang terserang pada terik sinar
matahari, sebaiknya dilakukan beberapa kali sehingga kontak
sinar matahari dengan tubuh hama yang masih hidup dapat
berlangsung sempurna. Kontak yang sempurna dapat mematikan
langsung hama tersebut.
b. Pengaturan penyimpanan bahan dengan baik, teratur, pada
tempat yang kering dan terawat dengan baik (steril).
c. Penggunaan alat-alat sederhana juga bisa digunakan untu
mengatasi dan mengurangi serangan serangga hama gudang
seperti hal berikut:

Perangkap Kertas (Card Trap)

Alat ini berupa lembaran kertas karton dengan


permukaan bergelombang berukuran 5 cm x 15 cm, dan di
letakkan di antara tumpukan karung beras di penyimpan.
Metoda ini sesuai untuk menangkap kumbang Tribolium, larva
ngengat Corcyra cephalonica dan Ephestia.

Perangkap Berperekat (Sticky Trap)

Pernagkap berperekat ini berupa lem berupa kertas


karton atau plastik yang di lapis lem perekat serangga. Sesuai
untuk menangkap berbagai serangga terbang seperti ngengat
gudang Sitrotoga sp, kumbang moncong Sitophillus sp. dan
berbagai parasitoid dalam gudang.

Perangkap lampu (Light Trap)


Perangkap lampu ini berupa unit lampu perangkap yang
dilengkapi dengan alat pembunuh serangga. Perangkap ini
mampu menarik berbagai jenis serangga (nocturnal) yang
tertarik pada cahaya lampu.

Umpan (Food Trap)

Umpan ini berupa kantong kecil berbahan kain kasa nilon


yang diisi umpan berupa biji-bijian untuk menarik kedatangan
serangga. Kantong tersebut diletakkan didalam dan di luar
gudang.

Penyedot (Suction Trap)

Penyedot ini berupa mesin penghisap untuk menyedot


berbagai jenis serangga di lantai, celah-celah kecil, di bawah valet,
dan karung kemasan.

Feromon (Pheromone Trap)

Feromon merupakan senyawa kimia yang dihasilkann


olehn serangga untuk berkomunikasi dengan individu lain dalam
satu spesies. Feromon biasanya bersifat spesifik spesies dan pada
seranggga dikenal 2 macam feromon, yaitu agregat feromon dan
sex feromon. Sex feromon lebih popular dan telah digunakan
secara luas untuk pengendalian. Misalnya eugenol yang
dihasilkan oleh serangga betina (siap kawin) untuk memanggil
serangga jantan. Contoh serangga T. castaneum dan T. confusum,
keduanya tertarik pada attraktan 4.8- dimethyldecanal yang
dihasilkan oleh serangga jantan (Suzuki 1980, 1981).
IV KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
1. Serangga hama yang menyerang beras dalam penyimpanan adalah
Sitophillus oryzae, Tribolium confusum, T. casteneum, Corcyra chepalonica,
Doloesa dan S. zeamais.
2. Pengendalian terhadap serangga hama di atas banyak cara, di antaranya
pengendalian dengan sanitasi, pengendalian mekanis dengan alat-alat
sederhana, pengendalian secara kimiawi dan pengendalian secara hayati, serta
pengendalian dengan bahan nabati.

4.2 Saran
Disarankan agar bahan-bahan pertanian yang disimpan terhindar dari
serangan serangga hama gudang, hendaknya material yang disimpan harus
memiliki kualitas persyaratan untuk standar produk penyimpanan.
DAFTAR PUSTAKA

Anggara AW & Sudarmaji. 2009. Hama Pasca Panen Padi dan Pengendaliannya. Balai
Besar Penelitian Tanaman Padi. BKPPP. 2012. Data Kandungan Gizi Bahan
Pangan dan Hasil Olahannya.

Brower, J. 2003. Stored Product Management. Oklahoma Cooperative


Extension Service Division of Agricultural Sciences and Natural
Resources Oklahoma State University. www.okstate.edu/ag/aged
cm4h/pearl/ e912/ch13/ch13f29

DEPKES. 1996. Pedoman penerapan cara pembuatan makanan yang baik.


BPOM.
DepKes Rl.

Haines, C.P. 1991. Insect and Arachinids of Tropical Stored Product Their Biology
and Identification. Natural Resource Institute, Central Avenue, Chatam
Maritime, Kent Mey 4 TB, United Kingdom

Hinton, H. E.A A. S. Corbet. 1972. Common insects pests of stored products (A


guide to their identification). Trustees of The British Museum (Natural
History). London. IIK.

Hagstrum, D,W., W. F. PauI, Ei W. H. Ralph. 1996. Ecology. Dalam


Subramanyam, B. et aI (ed.). Management of Insects in Stored product.
New York - Basel-Hongkong.

Jems Ilato1, M. F. Dien dan C. S. Rante. Jenis dan Populasi dan Populasi
Serangga
Hama pada Beras di Gudang Tradisional dan Modern di Propinsi
Gorontalo

Kalshoven, L.G.E. dan Van Der Laan. 1981. Pest of Crops in Indonesia.
Jakarta. PT. Ichtiar Baru-Van Hoeve.

Kamble S.T, D.L. Keith et l.A. Kalisch. Insects pests of stored food in
kitchen and pantry. Httfi ://ianrpubs.unl. edu./insectsigl 1 j0.him.

Kartasapoetra, A.G. 1991. Hama Hasil Tanaman Dalam Gudang. Rineka Cipta.
Jakarta. ISBN: 979-518-205-6. 146 Hal.
MaIIis, A. 1990. Handbook of pest control 4th Ed.. Cle'eland, Ohio. USA.

Mound, L. (Editor). (1989). Common insect pests of stored food products.


Economic Series No. 15. (7th Edn). pp. 68. British Museum (Natural
History). London, UK.
Mueller, D. K. 1995. Stored Products Protection. A periode of transition.
Indianapolis. Indiana . USA .
Munro, l. W. 1966. Pests of stored products. Hutchinson of London. The
Rentokil Library.

Pederson, R., R. Higgins, & F.R. Henderson. 1996. Stored products


pest control. Pesticide Application Training. www. Oznet lesn edu/
Iibrary/entmlg/516p.

Pracaya. 2007. Hama dan Penyakit Tanaman. Penebar Swadaya. Jakarta.

Rees, D. P. 1996. Coleoptera. Dalam Subramanyam, B. et al (ed.).


Management of insects in stored product. New york - Basel-Hongkong.

Sedlacek, l. D., P. A. Weston €t R. J. Bamey.1996. Lepidoptera and Psocoptera.


Dalam Subramanyam, B. et al (ed.). Management of insects
in stored Product. New York - Basel-Hongkong.
Subramanyam, B. A W. H. Daoids. 1996. Sampling. Dalam Subramanyam, B.
et aI
(ed.). Management of insects in stored product. New York - Basel-
Hongkong.
Suzuki, T. 1980. 4Ð8-dimethyldecanal: the aggregation pheromone of the ßour
beetles Tribolium castaneum and Tribolium confusum (Coleoptera:
Tenebrionidae). Agric. Biol. Chem. Tokio 44: 2519Ð2520.

Suzuki, T. 1981. IdentiÞcation of the aggregation pheromone of ßour beetles


Triboliumcastaneumand Tribolium confusum (Coleoptera:
Tenebrionidae). Agric. Biol. Chem. Tokio 45: 1357Ð1364.

Talbot, M. €j P. Koehler. Pest management strategies for storing grains in


FIorida. Http: // e di s.ifa s.ufl. e du/BODY AF. 138.

Zewar, M.M. (1993). The use of high temperatures for disinfesting wheat from
Sitophilus granarius L., and cowpea Callosobruchus maculatus (F.).
Egyptian Journal of Agricultural Research. 71: 3, 671-678.

Anda mungkin juga menyukai