TEKNIK PONDASI
PADA LAPISAN BATUAN
PROGRAM SARJANA
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL, LINGKUNGAN DAN KEBUMIAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
2019
1
TIPE KERUNTUHAN LERENG BATUAN
1. Planar Failure 2. Wedge Failures
2
3. Toppling Failures 4. Circular Failures
3
4
5
6
7
8
9
CRITICAL CRACK TENSION LOCATION AND CRITICAL CRACK DEPTH
10
CONTOH KASUS PLANAR FAILURE
Pemetaan structural pada galian di jalan raya exisiting memperlihatkan lapis-lapis batuan dengan orientasi rata-rata
30 0/1450 (dip/dip direction). Permukaan lereng memiliki ketinggian (h) = 30m dengan orientasi 700/1350. Pengujian
lebih lanjut dari kemiringan permukaan 110 menunjukkan adanya retakan berjarak 15 m di belakang lereng dengan
air dicelah setinggi 9 m, seperti gambar dibawah ini :
Parameter kuat geser tanah pada bidang yang berlapis2 : c = 96KPa dan φ = 250 dengan berat volume batuan (γ) = 25
kN/m3.
Pertanyaan :
1. Berapa SF exisiting
2. Kalau SF exisiting < 1,5 maka diperlukan
stabilisasi
Note :
Sensitivity satbilitas lereng terhadap fluktuasi
muka air dan akselrasi genpa harus
ditentukan
11
12
13
SOLUTION
14
2.
⇒ Gaya Bolt/Anchor
15
WEDGE FAILUE
16
17
18
19
20
21
TOPPLING FAILURE
22
23
24
25
26
27
Prosedur Perhitungan Keruntuhan Toppling
1. Definisikan dimensi dan jumlah setiap blok menggunakan persamaan
:
28
2. Tidak terjadi geser bila φp > Ψp
3. Terjadi toppling bila y/x > cot Ψp
4. Tentukan Pn-1,t dan Pn-1,s
Pn-1,t > Pn-1,s ⇒ toppling
Pn-1,t < Pn-1,s ⇒ sliding
5. Tidak terjadi geser bila Rn>0 dan |Sn| > Rn tan φp
29
CIRCULAR FAILURE
30
TAHAPAN PENGGUNAAN GRAFIK
31
CHART 1 – FULLY DRAINED SLOPE
32
CHART 2 – KONDISI GROUNDWATER LIHAT GAMBAR 1
33
CHART 3 – KONDISI GROUNDWATER LIHAT GAMBAR 1
34
CHART 4 – KONDISI GROUNDWATER LIHAT GAMBAR 1
35
CHART 5 – KONDISI GROUNDWATER LIHAT GAMBAR 1
36
LOKASI GARIS KERUNTUHAN DAN TENSION CRACK TERKRITIS UNTUK DRAINED SLOPE
37
LOKASI GARIS KERUNTUHAN DAN TENSION CRACK TERKRITIS
UNTUK GROUND WATER PADA GAMBAR
38
Stabilitas talud yang akan dibahas hanya pada kelongsoran bidang datar saja. Karena pada
bidang datar sering ditemukan di Indonesia
Tujuan utama dari penggalian pada batuan adalah meminimalkan volume galian agar lebih
ekonomis dan tidak terjadi kelongsoran pada batuan itu sendiri. Posisi galian sangat
menentukan,berupa sudut galian yang harus optimal agar dapat hasil yang ekonomis dan
terhindar dari kelongsoran
39
40
Keruntuhan bidang tunggal ini terjadi apabila secara geologis terdapat diskontinuitas
berbentuk bidang yang merupakan “Bedding Plane” dengan arah Strikenya sejajar
dengan permukaan bidang Talud-Galiannya.
41
Syarat yang harus dipenuhi pada kondisi geometris saat
terjadinya kruntuhan bidang tunggal :
1. Bidang yang akan terjadi longsor harus sejajar atau
mendekati +/-𝟐𝟐𝟐𝟐𝒐𝒐
2. Sudut kemiringan dari bidang longsor harus lebih kecil dari
sudut kemiringan bidang talud
3. Kemiringan dari bidang longsor harus lebih besar dari sudut
geser diskontinuitas
4. Harus terjadi “Permukaan Bidang yang Terlepas” yang tidak
menahan geseran untuk terjadinya ongsoran pada batuan
42
Analisa yang akan dilakukan ditinjau dari 2 kondisi yaitu :
1. Talud yang memiliki retakan Tarik Talud yang memiliki retakan Tarik dipermukaan
dipermukaan atas taludnya taludnya
43
Angka keamanan dari suatu talud dihitung dengan cara memperhitungkan
blok batuan yang terletak pada bidang miring ditahan oleh angker batuan
44
Angka keamanan dari suatu talud dapat pula dihitung dengan cara Total gaya yang
menahan dibagi dengan total gaya yang mendorong kelongsoran
45
Apabila suatu kondisi saat dimensi dari penampang batuan dapat ditentukan, dan ketinggian air
Retak – Tarikan diketahui maka harga SF mudah dihitung. Hoek & Bray membuat solusi dengan
perumusan dibawah ini
46
DAFTAR PUSTAKA
Attewell, P. B. and Farmer, I. W. (1982), Principles of Engineering Geology, 1st ed, Chapman
and Hall, London.
Das, B. M. (1990), Principle of Foundation Engineering, 2nd ed, PWS-KENT Publ Comp,
Boston.
Goodman, R.E.. (1989) Introduction to Rock Mechanics, 2nd ed., John Wiley & Sons, New
York
Hoek,E and Bray, J.W.(1981), Rock Slope Engineering, The Institution of Mining &
Metallurgy, London.
47