Anda di halaman 1dari 18

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN

INFEKSI BAKTERI (KUSTA)

OLEH :

FATMA SUSANTI (1811008)

YUDHATY ANDRA N (1811020)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

STIKES PATRIA HUSADA BLITAR

TAHUN 2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha


Esa, karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan
sehingga makalah ini bisa selesai pada waktunya.
Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah
berkontribusi dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun
dengan baik dan rapi.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para
pembaca. Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh
dari kata sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang
bersifat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Blitar, 06 April 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................1
C. Tujuan..........................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN KONSEP DASAR PENYAKIT .................................2
A. Definisi ........................................................................................................2
B. Etiologi ........................................................................................................2
C. Manifestasi Klinis........................................................................................3
D. Patofisiologi ................................................................................................4
E. Faktor-faktor pada penderita Kusta.......................................................5
F. Pathway .....................................................................................................6
G. Pemeriksaan penunjang...............................................................................7
H. Komplikasi............................................................................................7
I. Penatalaksanaan....................................................................................7
BAB III KONSEP ASKEP ..................................................................................8
A. Pengkajian ...................................................................................................8
B. Diagnosa Keperawatan ...............................................................................9
C. Intervensi Keperawatan .............................................................................10
BAB IV PENUTUP .............................................................................................14
A. Kesimpulan................................................................................................14
B. Saran ..........................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mycobacterium leprae (M.leprae), agen penyebab kusta, ditemukan oleh
seorang ilmuan Norwegia bernama Gerhard Henrik Armauer Hansen pada 28
Februari 1873, sebagai bakteri patogenik pertama yang diidentifikasi sebagai
penyebab penyakit pada manusia sehingga bukanlah penyakit turun-temurun,
karena kutukan ataupun dosa.
Konon, kusta telah menyerang manusia sejak 300 SM, dan telah dikenal
oleh peradapan Tiongkok kuno, Mesir kuno, dan India. Pada 1995, WHO
memperkirakan terdapat dua hingga tiga juta jiwa yang cacat permanen karena
kusta.
Menurut riwayat lama, penyakit ini telah ada 6000 tahun SM di Mesir, 600
tahun SM di India, yang kemudian menyebar ke China kurang lebih 500 tahun
SM, dan ke Jepang. Di Negara barat dilaporkan pertama kali catatan tentang
penyakit ini berasal dari Yunani 300 tahun SM. Penjelasan klinis dari penyakit
ini datang dari India kurang lebih 190 tahun SM, sedangkan dari Mesir Utara
dilaporkan untuk pertama kalinya 2 mumi yang menunjukkan gejala kusta
berupa mutilasi jari pada abad ke-6 Masehi.
Pengobatan yang efektif pada kusta ditemukan pada akhir 1940 an dengan
diperkenalkannya dapson dan derivatnya. Bagaimanapun juga bakteri
penyebab lepra bertahap menjadi kebal terhadap dapson dan menjadi kian
menyebar, hal ini terjadi hingga ditemukan pengobatan multi obat pada awal
1980 an dan penyakit inipun mampu ditangani kembali.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana gambaran tentang konsep penyakit kusta ?
2. Bagaimana Asuhan Keperawatan Klien dengan Kusta ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui gambaran tentang penyakit kusta
2. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Klien dengan Kusta

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Penyakit kusta adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh kuman
Micobacterium leprae (M.Leprae). Yang pertama kali menyerang
susunan saraf tepi, selanjutnya menyerang kulit, mukosa (mulut), saluran
pernafasan bagian atas, sistem retikulo endotelial, mata, otot, tulang dan
testis (Amirudin.M.D, 2000).
Penyakit Kusta adalah penyakit menular menahun dan disebabkan oleh
kuman kusta (Mycobacterium leprae) yang menyerang kulit, saraf tepi,
dan jaringan tubuh lain kecuali susunan saraf pusat, untuk
mendiagnosanya dengan mencari kelainan-kelainan yang berhubungan
dengan gangguan saraf tepi dan kelainan-kelainan yang tampak pada kulit
( Depkes, 2005 ).
Penyakit kusta adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium leprae yang terjadi pada kulit dan saraf tepi. Manifestasi
klinis dari penyakit ini sangat bervariasi dengan spektrum yang berada
diantara dua bentuk klinis yaitu lepromatosa dan tuberkuloid. Pada penderita
kusta tipe lepromatosa menyerang saluran pernafasan bagian atas dan
kelainan kulit berbentuk nodula, papula, makula dan dalam jumlah banyak.
Pada penderita kusta tipe tuberkuloid lesi kulit biasanya tunggal dan jarang,
batas lesi tegas, mati rasa. ( Jurnal Universitas Sumatera Utara, 2012 ).
Kusta (lepra atau morbus Hansen) adalah penyakit kronis yang disebabkan
oleh infeksi Mycobacterium leprae (M.leprae. (Kapita Selekta, 2000).

B. Etiologi
Mycrobacterium leprae merupakan basil tahan asam (BTA), yang bersifat
obligat intraseluler yang menyerang saraf perifer, kulit, dan organ lain seperti
mukosa saluran napas bagian atas, hati, dan sumsum tulang kecuali susunan
saraf pusat. Masa membelah diri mycrobacterium leprae 12-21 hari dan masa
tunasnya antara 40 hari – 40 tahun.
Mycrobacterium leprae atau kuman hansen adalah kuman penyebab
penyakit kusta yang ditemukan oleh sarjana dari Norwegia, GH Armouer
Hansen pada tahun 1873. Kuman ini bersifat tahan asam berbentuk batang
dengan ukuran 1,8 micron, lebar 0,2-0,5 micron. Biasanya ada yang
berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel terutama
jaringan yang bersuhu dingin dan tidak dapat di kultur dalam media buatan.
ENL merupakan basil humoral dimana basil kusta yang utuh maupun yang
tidak utuh menjadi antigen sehingga tubuh membentuk antibodi, selanjutnya
2
membentuk kompleks imun yang mengendap dalam vaskuler. Reaksi tipe – 2
yang tipikal pada kulit ditandai dengan nodul – nodul eritematosa yang nyeri,
timbul mendadak, lesi dapat superfisial atau lebih dalam. Berbagai faktor
yang dianggap sering mendahului timbulnya reaksi kusta antara lain : setelah
pengobatan antikusta yang intensif, infeksi rekuren, pembedahan, dan stres
fisik.

C. Manifestasi Klinis
Tanda gejala pada penyakit kusta, yaitu :
1. Reaksi tipe I (reaksi reversal, reaksi upgrading, reaksi boederline).
Terjadi pada pasien tipe borderline disebabkan
meningkatnya kekebalan seluler secara cepat. Pada reaksi ini
terjadi pergeseran tipe kusta ke arah PB (paucibacillary). Faktor
pencetusnya tidak diketahui secara pasti tapi diperkirakan ada
hubungannya dengan reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Gejala
klinis reaksi tipe I berupa perubahan lesi kulit, neuritis (nyeri tekan
pada saraf), dan/atau gangguan keadaan umum pasien.
2. Reaksi tipe II (reaksi eritema nodosum leprosum).
Reaksi ini terjadi pada pasien tipe MB (multibacillary) dan
merupakan reaksi humoral, dimana basil kusta yang utuh maupun
tak utuh menjadi antigen. Tubuh akan membentuk antibodi dan
komplemen sebagai respon adanya antigen. Reaksi kompleks imun
terjadi antara antigen, antibodi, dan komplemen. Kompleks imun
ini dapat mengendap antara lain di kulit berbentuk nodul yang
dikenal sebagai eritema nodosum leprosum (ENL), mata
(iridosiklitis), sendi (artritis), dan saraf (neuritis) dengan disertai
gejala konstitusi seperti demam dan malaise, serta komplikasi pada
organ tubuh lainnya. Hal-hal yang mempermudah terjadinya reaksi
kusta adalah stres fisik (kondisi lemah, pembedahan, sesudah
mendapat imunisasi) dan stres mental. Perjalanan reaksi dapat
berlangsung sampai 3 minggu. Kadang-kadang timbul berulang-
ulang dan berlangsung lama.

3
D. Patofisiologi
Meskipun cara masuk mycrobacterium leprae ke dalam tubuh
belum diketahui Secara pasti. Namun, beberapa penelitian menunjukkan
bahwa penularannya yang paling sering melalui kulit yang lecet, pada
bagian tubuh yang bersuhu dingin dan melalui mukosa nasal. Setelah
mycrobacterium leprae masuk ke dalam tubuh, perkembangan penyakit
kusta bergantung pada kerentanan seseorang.
Respon tubuh setelah masa tunas dilampaui tergantung pada
derajat sistem imunitas seluler (cellular mediated immune) pasien. Kalau
sistem imunitas seluler tinggi, berarti penyakit berkembang ke arah
tuberkuloid dan bila rendah, berarti berkembang ke arah lepromatosa.
Mycrobacterium leprae berpredileksi di daerah-daerah yang relatif lebih
dingin, yaitu daerah akral dengan vaskularisasi yang sedikit.
Mycrobacterium leprae terutama terdapat pada sel makrofag
disekitar pembuluh darah superior pada dermis atau sel Schwann jaringan
saraf, bila kuman masuk ke dalam tubuh, maka tubuh akan bereaksi
mengeluarkan makrofag untuk memfagosit.
1. Tipe LL (Lepromatosa) : Terjadi kelumpuhan system imun seluler
yang rendah dimana makrofag tidak mampu menghancurkan
kuman, dan dapat membelah diri dan dengan bebas merusak
jaringan.
2. Tipe TT (Tuberkoloid) : Fase system imun seluler yang tinggi
dimana makrofag dapat menghancurkan kuman hanya setelah
kuman difagositosis, terjadi sel epitel yang tidak bergerak aktif,
dan kemudian bersatu membentuk sel, bila tidak segera diatasi
terjadi reaksi berlebihan dan masa epitel menimbulkan kerusakan
saraf dan jaringan sekitar.
Pada reaksi kusta, terjadi peningkatan hipersensitivitas seluler
mendadak, sehingga respon terhadap antigen basil mycrobacterium leprae
yang mati dapat meningkat. Keadaan ini ditunjukkan dengan peningkatan
transformasi limfosit.Tetapi sampai sekarang belum diketahui dengan pasti
antigen M. leprae mana yang mendasari kejadian patologis tersebut dapat
terjadi. Determinan antigen tertentu yang mendasari reaksi penyakit kusta
pada tiap penderita mungkin berbeda. Sehingga gambaran klinisnya dapat

4
berbeda pula sekalipun tipe lepra sebelum reaksi sama. Determinan
antigen banyak didapati pada kulit dan jaringan saraf.
Derajat penyakit tidak selalu sebanding dengan derajat infeksi karena
respons imun pada tiap pasien berbeda.Gejala klinis lebih sebanding
dengan tingkat reaksi seluler daripada intensitas infeksi.Oleh karena itu
penyakit kusta dapat disebut sebagai penyakit imunologis.

E. Faktor-faktor pada penderita Kusta


a. faktor agent
Kuman penyebabnya adalah Mycobacterium Leprae
yang ditemukan oleh G.A. Hansen pada tahun 1874 di Norwegia,
secara morfologik berbentuk pleomorf lurus batang panjang, sisi
paralel dengan kedua ujung bulat, ukuran 0,3-0,5 x 1-8
mikron.
b. faktor host
Usia : Anak-anak lebih peka dari pada orang dewasa.
Jenis kelamin : Laki-laki lebih banyak dijangkiti
Ras : Bangsa Asia dan Afrika lebih banyak dijangkiti
c. faktor environment
Lingkungan : Fisik, biologi, sosial, yang kurang sehat. Buruknya
kondisi kesehatan lingkungan yang banyak ditemui pada warga
miskin, diduga menjadi sarang yang nyaman untuk berkembangnya
kuman kusta.

F. Pathway
Mycobacterium Leprae

5
Droplet infection atau kontak dengan kulit

Masuk kedalam PD dermis &sel saraf schwan

System imun seluler meningkat

fagositosis

pembentukan tuberkel

pause basiler (PB) kusta multi basiler (MB)

g3 sistem saraf tepi

saraf motor saraf otonom


saraf sensorik

kelemahan otot g3 kelenjar minyak& fibrosis

gangguan mob.fisik aliran darah penebalan saraf

kulit kering, bersisik tindakan pembedahan

macula seluruh tubuh terjadi trauma/cedera

sekresi histamin g3 fngs barier kulit terjadi luka

respon gatal merangsang


Kerusakan
mediator inflamasi
integritas kulit
sekresi mediator nyeri

digaruk Nyeri
akut
Gangguan
citra Resiko infeksi
tubuh

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium

6
a. Darah rutin: tidak ada kelainan\
b. Bakteriologi:
2. Pemeriksaan histopatolog
Dari pemeriksaan ini ditemukan gambaran berupa :Infiltrate
limfosit yang meningkat sehingga terjadi udema dan hiperemi.
Diferensiasi makrofag kearah peningkatan sel epiteloid dan sel giant
memberi gambaran sel langerhans.Kadang-kadang terdapat gambaran
nekrosis (kematian jaringan) didalam granulosum.Dimana
penyembuhannya ditandai dengan fibrosis.

H. Komplikasi
Cacat merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada pasien kusta akibat
kerusakan fungsi saraf tepi maupun karena neuritis sewaktu terjadi reaksi
kusta. Reaksi kusta atau reaksi lepra adalah suatu episode akut dalam
perjalanan kronis penyakit kusta yang merupakan reaksi kekebalan (respon
seluler) atau reaksi antigen-antibodi (respon humoral) dengan akibat
merugikan pasien. Reaksi ini dapat terjadi pada pasien sebelum mendapat
pengobatan, selama pengobatan dan sesudah pengobatan. Namun sering
terjadi pada 6 bulan sampai setahun sesudah mulai pengobatan.

I. Penatalaksanaan
1. Beri penjelasan pada penderita tentang tindakan yang akan
dilakukan
2. Korek septum nasi dengan oese untuk mendapatkan secret
hidung (tindakan ini sudah jarang digunakan karena tidak
nyaman untuk pasien)
3. Kerokan dihasilkan dengan membuat irisan dangkal dengan
scalpel pada cuping telinga yang sebelumnya di desinfeksi
dengan kapas alcohol kemudian dijepit dengan jari sehingga
pucat.

BAB III

KONSEP ASKEP
7
A. Pengkajian

a. Biodata

Kaji mengenai umur (penyakit kusta dapat menyerang


semua usia), jenis kelamin (rasio antara pria dan wanita adalah
3:1), paling sering terjadi didaerah social ekonomi yang rendah dan
insidennya meningkat pada daerah tropis dan sub tropis. Kaji pula
secara lengkap pekerjaan dan kemungkinan kontak dengan pasien
kusta.

b. Keluhan Utama

Pasien sering datang ke tempat pelayanan kesehatan dengan


keluhan adanya bercak putih yang tidak tersa atau datang keluhan
kontraktur pada jari-jari

c. Riwayat penyakit sekarang

Kaji kapan lesi tersebut timbul, sudah berapa lama


timbulnya, dan bagaimana proses perubahannya, baik warna kulit
maupun keluhan lainnya. Pada beberapa kasus ditemukan keluhan
gatal, nyeri, panas ataupun rasa tebal. Kaji juga apakah klien
pernah menjalani pemeriksaan laboratorium guna mengetahui
apakah klien pernah menderita penyakit tsb.

d. Riwayat penyakit dahulu

Salah satu penyebab penyakit kusta adalah daya tahan


tubuh yang menurun. Akibatnya M. leprae daoat masuk ke dalam
tubuh. Oleh karena itu perlu dkaji adanya penyakit kronis atau
penyakit lain yang pernah diderita.

e. Riwayat penyakit keluarga

Penyakit kusta bukan penyakit turunan tetapi jika keluarga


atau tetangga menderita penyakit kusta resiko tinggi tertukar sangat
tinggi.

f. Riwayat Psikososial

Kaji bagaimana konsep diri klien dan respon masyarakat


disekitar klien.

g. Kebiasaan Sehari-hari

8
Kaji pola kebiasaan sehari-hari, kaji status gizi,pola makan
dan nutrisi klien. Ini sangat penting karena factor gizi berkaitan
dengan system imun.

h. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan menyeluruh tidak hanya


terbatas pada lesi saja. Kelenjar regional juga harus diperiksa
karena pada penderita kusta dapat ditemukan pula adanya
perbesaran kelenjar limfe.pemeriksaan dapat dilakukan dengan
inspeksi,palpasi dan pemeriksaan sederhana menggunakan jarum,
kapas tabung reaksi.

Inspeksi dilakukan untuk menetapkan ruam yang ada pada


kulit. Biasanya dapat ditemukan adanya macula hipopigmentasi
/hiperpigmentasi dan eritematosa dengan permukaan yang kasar
atau licin dengan batas yang jelas ataupun kurang, bergantung pada
tipe yang diderita.

Pada kusta tipe repromatus , dijumpai hidung pelana dan


wajah singa(lionin face). Selain itu, ada pula kelainan otot berupa
atrofi distese otot di yang di tandai dengan keumpuhan otot otot,
diikuti kekakuan, sendi atau kontraktur sehingga terjadi clow
hean , drop put, dan drop hean, kelainan pada tulang dapat berupa
osteomilitis dan resopsi tulang yang mengakibatkan pemendakan
dan kerusakan tulang( ujung bengkok),terutama jari jari tangan dan
kaki.

Pada penderita kusta, dapat juga ditemukan kelain pada


mata akibat kelumpuhan m.orbicularis auli sehingga terjadi
lagopthalamus atau mata tidak dapat dipejam kan, akibatnya mata
menjadi kering dan berlanjut pada keratitis,ulkus kornea ,iritis
,iridosikilitik dan berahir dengan kebutaan.

B. Diagnosis Keperawatan
1. Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuscular
2. Gangguan citra tubuh b.d perubahan fungsi tubuh
3. Gangguan integritas kulit b.d neuropati perifer
4. Resiko infeksi d.dkerusakan integritas kulit
5. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik

9
C. Intervensi
Dx Luaran Intervensi

I Setelah dilakukan tindakan Dukungan Ambulasi


3x24 jam diharapakan 1. Observasi
mobilitas fisik meningkat a. Identifikasi adanya nyeri
dengan criteria hasil : atau keluhan fisik lainnya
b. Identifikasi toleransi fisik
1. Pergerakan
melakukan ambulasi
ekskremitas
c. Monitor kondisi umum
meningkat
selama melakukan
2. Kekuatan otot
ambulasi
meningkat
2. Terapeutik
3. ROM meningkat
a. Fasilitasi aktivitas
ambulasi dengan alat
bantu
b. Fasilitasi melakukan
mobilitas fisik, jika perlu
c. Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi
3. Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan
prosedur ambulasi
b. Anjurkan melakukan
ambulasi dini
c. Anjurkan ambulasi
sederhana yang harus
dilakukan
II Setelah dilakukan tindakan Promosi Citra Tubuh
3x24 jam diharapkan citra 1. Observasi
tubuh meningkat dengan a. Identifikasi harapan citra
criteria hasil : tubuh berdasarkan tahap
perkembangan
1. Melihat bagian
b. Monitor frekuensi
tubuh membaik
pernyataan kritik terhadap
2. Menyentuh bagian
diri sendiri
tubuh membaik
c. Monitor apakah pasien
3. Verbalisasi
bisa melihat bagian tubuh
perubahan gaya
yang berubah
hidup membaik
2. Terapeutik
a. Diskusikan perubahan
tubuh dan fungsinya
b. Diskusikan perbedaan
penampilan fisik terhadap
harga diri
c. Diskusikan kondisi stress
yang mempengaruhi citra
10
tubuh
d. Diskusikan persepsi
pasien dan keluarga
tentang perubahan citra
tubuh
3. Edukasi
a. Jelaskan kepada keluarga
tentang perawatan
perubahan citra tubuh
b. Anjurkan
mengungkapkan
gambaran diri terhadap
citra tubuh
c. Latih penampilan diri
III Setelah dilakukan tindakan Perawatan integritas kulit
3x24 jam diharapkan 1. Observasi
integritas kulit dan a. Identifikasi penyebab
jaringan meningkat dengan gangguan integritas kulit
2. Terapeutik
criteria hasil :
a. Gunakan produk
1. Elastisitas berbahan petroleum atau
meningkat minyak pada kulit kerning
2. Perfusi jaringan b. Gunakan produk
meningkat berbahan ringan alami
3. Kerusakan jaringan pada kulit sensitive
menurun c. Hindari produk berbahan
4. Kerusakan lapisan dasar alcohol untuk kulit
kulit menurun kering
3. Edukasi
a. Anjurkan menggunakan
pelembab
b. Anjurkan minum air yang
cukup
c. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
d. Anjurkan meningkatkan
buah dan sayur
IV Setelah dilakukan tindakan Pencegahan infeksi
3x24 jam diharapkan
tingkat infeksi menurun 1. Observasi
a. Monitor tanda dan gejala
dengan criteria hasil : infeksi local dan sistemik
1. Nyeri menurun 2. Terapeutik
2. Kemerahan a. Batasi jumlah pengunjung
menurun b. Nerikan perawatan kulit
3. Bengkak menurun pada perawatan edema
c. Cuci tangan sebelumdan
sesudah kontak dengan

11
pasien dan lingkukan
pasien
d. Pertahankan tehnik
aseptic pada pasien
beresiko tinggi
3. Edukasi
a. jelaskan tanda dan gejala
infeksi
b. ajarkan cara cuci tangan
yang benar
c. ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau operasi
d. anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
4. kolaborasi
a. kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu
V Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri
3x24 jam diharapkan 1. Observasi
tingkat nyeri menurun a. Identifikasi skala nyeri
dengan criteria hasil : b. Identifikasi respon non
verbal
1. Keluhan nyeri
c. Identifikasi respon nyeri
menurun
non verbal
2. Meringis menurun
2. Terapeutik
3. Sikap protektif
a. Berikan tehnik non
menurun
farmakologis untuk
4. Gelisah menurun
mengurangi nyeri
b. Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
c. Fasilitasi istirahat dan
tidur
3. Edukasi
a. Anjurkan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
b. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
c. Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
d. Anjurkan menggunakan
analgesic secara tepat
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
analgesic, jika perlu

12
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

13
A. Kesimpulan
Penyakit kusta adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh
kuman Micobacterium leprae (M.Leprae). Yang pertama kali menyerang
susunan saraf tepi, selanjutnya menyerang kulit, mukosa (mulut), saluran
pernafasan bagian atas, sistem retikulo endotelial, mata, otot, tulang dan
testis (Amirudin.M.D, 2000).

Penyakit Kusta adalah penyakit menular menahun dan disebabkan oleh


kuman kusta (Mycobacterium leprae) yang menyerang kulit, saraf tepi,
dan jaringan tubuh lain kecuali susunan saraf pusat, untuk
mendiagnosanya dengan mencari kelainan-kelainan yang berhubungan
dengan gangguan saraf tepi dan kelainan-kelainan yang tampak pada kulit
( Depkes, 2005 ).

Micobakterium leprae masuk kedalam tubuh manusia, jika orang


tersebut memiliki respon imunitas yang tinggi maka kusta akan lebih
mengarah pada tuberkuloid, namun jika respon imunitas dari tubuh orang
tersebut rendah maka kusta akan lebih mengarah pada lepromatosa. Penularan
penyakit kusta sampai saat ini hanya diketahui melalui pintu keluar kuman
kusta yaitu: melalui sekret hidung dan kontak langsung dengan kulit
penderita.

B. Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan mahasiswa mampu
memahami tentang penyakit lepra dan mampu melaksanakan pemberian
asuhan keperawatan pada pasien lepra yang berkualitas.

DAFTAR PUSTAKA

14
Amiruddin,Muh.Dali.2019.Penyakit Kusta:Sebuah Pendekatan Klinis.Makassar:
Brilian Internasional.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta:
Dewan Pengurus PPNI
https://www.academia.edu/31530741/ASKEP_LEPRA_KELOMPOK_2

15

Anda mungkin juga menyukai