Anda di halaman 1dari 9

[Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol.2, No.

2 Agust 2017] AFIASI

Faktor Risiko Higiene Sanitasi Makanan Karyawan Warung Makan Burjo di Kelurahan
Warungboto Yogyakarta

The Risk Factors of Food Sanitation And Hygiene Among Burjo Food Stalls Warungboto,
Yogyakarta

Eko Maulana Syaputra1, Dyah Suryani2


1
Program Studi Kesehatan Masyarakat, Universitas Wiralodra
2
Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Ahmad Dahlan

Abstract
Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia Abstrak
yang penting. Seiring dengan kemajuan zaman, banyak orang Food was one of the most primary needs of human. Along
yang tidak sempat menyiapkan sendiri makanan yang akan with the age development, many people had no opportunity to
dikonsumsi. Dengan demikian, mereka tergantung pada prepare their own food. Thus, they depended on food service
pelayanan jasa boga untuk memenuhi kebutuhan to meet their food. Warung burjo at first just a stall that
makanannya. Warung burjo pada awalnya hanya sebuah provides a menu of green bean porridge and sticky rice mixed
warung yang menyediakan menu makanan bubur kacang with coconut milk. Nowadays, burjo stalls are not always
hijau dan ketan hitamnya dicampur dengan santan. Namun synonymous with green bean products. there is egg rice and
saat ini, warung burjo tidaklah selalu identik dengan produk fried noodles and boiled noodles are also on sale.
kacang hijau. Ada nasi telur dan mie instan goreng atau mie Warungboto Urban District Umbulharjo there are many food
instan rebus juga di jual. Kelurahan Warungboto banyak stalls burjo because of its strategic area, many students
terdapat warung makan burjo karena wilayahnya yang around this region, therefore, it can be found very often in this
strategis, banyak pelajar atau mahasiswa disekitar wilayah ini, region. Based on the result of the survey on five food stalls in
sehingga warung makan burjo juga banyak terdapat di Warungboto district, it was indicated that the service system,
wilayah ini. Berdasarkan hasil survei pendahuluan, di especially in the food cleanness was still less. Knowledge,
Kelurahan Warungboto, terlihat bahwa sistem pelayanan education, and low salary caused the sellers paid less
khususnya tentang kebersihan makanannya masih kurang attention to the importance of keeping the hygiene of food
dijaga dengan baik. Pengetahuan, pendidikan dan gaji yang sanitation in the stalls. This study aimed at identifying the
rendah menyebabkan para pedagang kurang memperhatikan relationship between the level of knowledge, education, and
tentang pentingnya menjaga higiene sanitasi makanan di salary to the hygiene and food sanitation in the stall of green
warung bubur kacang hijau tersebut. Penelitian ini nuts porridge. This study was observational analytic using of
merupakan penelitian analitik observasional dengan cross sectional design. The respondent of this study were 37
menggunakan rancangan studi Cross Sectional. Responden employees working in the stalls. The result of bivariant
dari penelitian ini adalah 37 karyawan yang bekerja di warung analysis indicated that there was relationship between the
makan. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ada level of knowledge and the hygiene of people and food
hubungan antara tingkat pengetahuan dengan higiene sanitation, sig = 0.004 for individual hygiene and sig = 0.016
perorangan dan sanitasi makanan. sig = 0,004 untuk higiene for food sanitation. There was no relationship between the
perorangan dan sig = 0,016 untuk sanitasi makanan. Tidak level of education with the hygiene of people and food
ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan higiene sanitation, sig = 0.591 for individual hygiene and sig 1.000 for
perorangan dan sanitasi makanan sig = 0,591 untuk higiene food sanitation. There was no relationship between the level
perorangan dan sig 1.000 untuk sanitasi makanan. Tidak ada of salary and the hygiene of people and food sanitation sig =
hubungan antara gaji karyawan dengan higiene perorangan 1.000 for individual hygiene and sig 0.327 for food sanitation.
dan sanitasi makanan sig = 1.000 untuk higiene perorangan The risk factor of knowledge was relationship with the hygiene
dan sig 0,327 untuk sanitasi makanan. Faktor risiko of people and food sanitation. The risk factor of education was
pengetahuan memiliki hubungan bermakna dengan higiene no relationship with the hygiene of people and food sanitation.
perorangan dan sanitasi makanan. Faktor risiko pendidikan The risk factor of salary was no relationship with the hygiene
tidak memiliki hubungan bermakna dengan higiene of people and food sanitation.
perorangan dan sanitasi makanan. Faktor risiko gaji karyawan Keywords : Hygiene and food sanitation, knowledge,
tidak memiliki hubungan bermakna dengan higiene education, salary, food stalls
perorangan dan sanitasi makanan.
Kata Kunci : Higiene Sanitasi Makanan, Pengetahuan,
Pendidikan, Gaji Karyawan, Warung Makan Burjo

68
[Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol.2, No.2 Agust 2017] AFIASI

Pendahuluan yang sehari-hari harus dilakukan, namun


kadang masih dianggap kurang penting.
Pangan merupakan salah satu kebutuhan Pendapat ini terjadi karena kurangnya
dasar manusia yang penting. Semakin maju sosialisasi akan pentingnya higiene
4
suatu bangsa, tuntutan dan perhatian terhadap perorangan. Sedangkan Sanitasi merupakan
kualitas pangan yang akan dikonsumsi bagian penting dalam proses pengolahan
semakin besar. Seiring dengan kemajuan pangan yang harus dilaksanakan dengan baik.
zaman, banyak orang yang tidak sempat Sanitasi dapat didefinisikan sebagai usaha
menyiapkan sendiri makanan yang akan pencegahan penyakit dengan cara
dikonsumsi. Dengan demikian, mereka menghilangkan atau mengatur faktor-faktor
tergantung pada pelayanan jasa boga untuk lingkungan yang berkaitan dengan rantai
memenuhi kebutuhan makanannya. Kenyataan perpindahan penyakit tersebut.1
ini juga mendorong semakin tumbuh Keamanan pangan masih menjadi isu kritis
berkembangnya institusi pelayanan jasa boga dengan wabah bawaan makanan penyakit
seperti warung makan, restoran, katering, kafe, mengakibatkan biaya besar untuk individu,
bahkan warung tenda dan lesehan.1 industri makanan dan ekonomi. Kasus di
Bahan makanan berguna untuk sumber Negara Inggris dan Wales terdapat jumlah
tenaga, pembangun, pengatur bahkan kasus keracunan makanan meningkat terus
penyembuh sakit. Namun, bisa juga sebagai dari sekitar 15.000 kasus di awal 1980-an
media perantara bagi vektor, mikroorganisme untuk puncak lebih dari 60.000 kasus pada
dan berbagi jenis bahan kimia, keracunan tahun 1996. Hal ini disebabkan peningkatan
bahan makanan ini oleh bahan kimia erat surveilans, tetapi juga dapat terjadi karena
kaitannya dengan proses produksi dan perubahan dalam produksi makanan modern,
distribusinya. Banyak penyakit yang dapat dampak dari gaya hidup, perubahan konsumsi
diakibatkan oleh makanan yang tidak sehat, pangan dan munculnya patogen baru.5
baik berupa penyakit infeksi maupun akibat Statistik penyakit bawaan makanan yang
bahan kimia berbahaya yang terdapat dalam ada di berbagai negara industri saat ini
makanan yang sengaja atau tidak. Penyakit- menunjukkan bahwa 60% dari kasus yang ada
penyakit yang diakibatkan oleh makanan ini disebabkan oleh buruknya teknik penanganan
lazimnya disebut Penyakit Bawaan Makanan makanan, dan terjadi kontaminasi pada saat
(PBM).2 disajikan di Tempat Pengelolaan Makanan
Higiene sanitasi makanan adalah upaya (TPM).6
untuk mengendalikan faktor makanan, orang, Hal ini dapat terjadi karena berbagai faktor
tempat dan perlengkapannya yang dapat atau seperti faktor pendidikan, faktor pengetahuan,
mungkin dapat menimbulkan penyakit atau serta gaji karyawan. Pengetahuan atau kognitif
gangguan kesehatan. Hal ini menujukkan merupakan domain yang sangat penting untuk
bahwa higiene sanitasi makanan ini sangat terbentuknya tindakan seseorang (overt
penting, dimana dengan adanya higiene dan behaviour). Sedangkan pendidikan berfungsi
sanitasi makanan ini maka dapat menghasilkan dalam mengembangkan kemampuan dan
makanan yang bersih, sehat, aman dan meningkatkan kualitas individu, di dalam
bermanfaat serta tahan lama. 3 proses belajar akan terjadi perubahan ke arah
Kebersihan penjamah makanan dalam yang lebih baik, lebih dewasa dan lebih
istilah populernya disebut higiene perorangan, matang dalam diri individu.7
merupakan kunci keberhasilan dalam Gaji merupakan penghasilan untuk
pengolahan makanan yang aman dan sehat. memenuhi kebutuhan terhadap keluarga,
Masalah higiene perorangan merupakan hal walaupun gaji bukan merupakan satu-satunya

69
[Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol.2, No.2 Agust 2017] AFIASI

motivasi karyawan dalam berprestasi serta pedagang warung makan burjo tersebut,
dalam pelayanan warung burjo yang higienis, ternyata dari ke lima warung makan burjo
tetapi dapat dikatakan bahwa gaji merupakan tersebut pedagang kurang mengetahui tentang
salah satu motivasi penting yang ikut pentingnya higiene sanitasi makanan.
mendorong karyawan untuk memberikan Pengetahuan dan pendidikan yang rendah
pelayanan terbaik bagi konsumen dalam menyebabkan para pedagang kurang
penyelenggaraan higiene sanitasi makanan memperhatikan tentang pentingnya menjaga
pada warung makan burjo. Sehingga apabila higiene sanitasi makanan di warung burjo
pengetahuan, pendidikan, dan gaji karyawan tersebut. Sedangkan pendapatan atau gaji
pada warung makan burjo rendah maka akan yang rendah sulit untuk menerapkan prinsip
sulit untuk merapkan prinsip higiene sanitasi higiene sanitasi makanan pada warung makan
makanan pada warung makan burjo.2 burjo.
Warung burjo pada awalnya hanya sebuah Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
warung yang menyediakan menu makanan faktor risiko hubungan pengetahuan,
bubur kacang hijau dan ketan hitamnya pendidikan, dan gaji karyawan dengan higiene
dicampur dengan santan. Namun saat ini, sanitasi makanan pada warung makan burjo di
warung burjo tidaklah selalu identik dengan Kelurahan Warungboto, Kota Yogyakarta
produk kacang hijau. ada nasi telur dan mie tahun 2013.
instan goreng atau mie instan rebus juga di jual
warung burjo ini.8 Kelurahan Warungboto Metode
banyak terdapat warung makan burjo karena Penelitian ini merupakan penelitian analitik
wilayahnya yang strategis, banyak pelajar atau observasional dengan menggunakan rancangan
mahasiswa disekitar wilayah ini, sehingga studi Cross Sectional. Penelitian cross
warung makan burjo juga banyak terdapat di sectional adalah penelitian analitik
wilayah ini. Terdapat 37 warung burjo yang observasional yang menelaah hubungan antara
ada di wilayah Kelurahan Warungboto ini.8 variabel sebab (faktor risiko) dan akibat atau
Berdasarkan hasil survei pendahuluan yang kasus yang terjadi pada objek penelitian diukur
dilakukan pada beberapa warung makan burjo atau dikumpulkan secara simultan (dalam
di Kelurahan Warungboto, terlihat bahwa waktu yang bersamaan).7 Penelitian ini
sistem pelayanan khususnya tentang dilaksanakan pada bulan Maret-April 2013.
kebersihan makanannya masih kurang dijaga Subjek dalam penelitian ini adalah karyawan
dengan baik. Makanan seperti gorengan, kue, warung makan burjo sebanyak 37 orang
masih dibiarkan terbuka sehingga dengan teknik pengambilan sampel totality
memudahkan berbagai macam vektor penyakit sampling. Pengumpulan data dilakukan
untuk hinggap. Selain itu, beberapa warung dengan menggunakan kuesioner dan lembar
makan burjo itu tidak dijaga kebersihannya, checklist observasi. Analisis data yang
banyak sampah yang dibiarkan berserakan. digunakan yaitu analisis univariat (deskriptif)
Pedagang burjo ketika membersihkan dan analisis bivariat.
peralatan makan seperti sendok, gelas, piring,
di dalam ember yang airnya kotor. Padahal air
tersebut dapat berbahaya sekali, karena air Hasil
yang kotor tersebut merupakan media
penularan penyakit hepatitis, maupun penyakit Deskripsi Lokasi Penelitian
bawaan makanan (PBM) lainnya. Kelurahan Warungboto merupakan bagian
Dari survei pendahuluan yang dilakukan, dari wilayah Kecamatan Umbulharjo,
peneliti memberikan pertanyaan kepada Yogyakarta. Kelurahan Warungboto memiliki

70
[Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol.2, No.2 Agust 2017] AFIASI

luas 0,82 Km². Wilayah Kelurahan Tabel 1. Hasil analisis univariat


Warungboto Kota Yogyakarta merupakan Variabel Jumlah %
area pendidikan. Fasilitas pendidikan di Responden
Kelurahan Warungboto terdiri dari 9 Pengetahuan
kelompok bermain, 4 TK, 4 sekolah dasar, 1 Baik 26 70,3%
SMA, dan 2 Universitas swasta.9 Hal tersebut Kurang baik 11 29,7%
mengakibatkan di wilayah Kelurahan Pendidikan
Tinggi 6 16,2%
Warungboto banyak terdapat para pedagang Rendah 31 83,8%
warung makan burjo, karena warung burjo Gaji Karyawan
sangat digemari khususnya oleh kalangan Tinggi 9 24,3%
pelajar dan mahasiswa. Hal ini disebabkan Rendah 28 75,7%
karena harga yang relatif lebih murah Higiene Perorangan
dibandingkan di warung makan lainnya.8 Baik 26 70.3%
Kurang baik 11 29,7%
Analisis Data Sanitasi Makanan
1. Analisis Univariat Baik 30 81,1%
Kurang baik 7 18,9%
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh
dari 37 responden, bahwa mayoritas 26 orang Tabel 1 juga menunjukkan bahwa sebanyak
atau (70,3%) diantaranya yang mempunyai 26 orang atau (70,3%) yang mempunyai
pengetahuan baik. 31 orang atau (83,8%) higiene perorangan baik. 30 orang atau
diantaranya yang mempunyai pendidikan (81,1%) yang mempunyai sanitasi makanan
rendah. 28 orang atau (75,7%) yang yang baik.
mempunyai gaji rendah.

2. Analisis Bivariat
Tabel 2. Hubungan Antara Faktor Risiko Karyawan Warung Makan Burjo dengan
Higiene perorangan di Kelurahan Warungboto Kota Yogyakarta
Higiene perorangan
Variabel Kurang baik Baik RP 95% CI p value
N % N %
Pengetahuan
Kurang Baik 6 75 5 17,24 7,091 1,686- 0,004
Baik 2 25 24 82,76 29,829
Pendidikan
Rendah 6 75 25 86,21 0,581 0,152-2,219 0,591
Tinggi 2 25 4 13,79
Gaji Karyawan 6 75 22 75,86 0,964 0,235-3,962 1,000
Rendah 2 25 7 24,14
Tinggi

Berdasarkan tabel 2 terlihat bahwa terdapat 0,004. Nilai RP 7,091 (CI = 1,686-29,829).
hubungan bermakna antara pengetahuan Hal ini berarti orang yang memiliki tingkat
dengan higiene perorangan dengan hasil dari pengetahuan rendah 7,091 kali kurang
uji fisher didapatkan bahwa nilai p value = mengetahui pelaksanaan higiene perorangan

71
[Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol.2, No.2 Agust 2017] AFIASI

dibandingkan dengan orang yang memiliki sedangkan nilai CI (0,152-2,219). Tidak


tingkat pengetahuan tinggi. terdapat hubungan bermakna antara gaji
Tidak terdapat hubungan bermakna antara karyawan dengan higiene perorangan dengan
pendidikan dengan higiene perorangan hasil dari uji fisher didapatkan bahwa nilai p
dengan hasil dari uji fisher didapatkan bahwa value = 1,000. Nilai RP 0,964 sedangkan nilai
nilai p value = 0,591. Nilai RP 0,581 CI (0,235-3,962).

Tabel 3. Hubungan Antara Faktor Risiko Karyawan Warung Burjo dengan Sanitasi
Makanan di Kelurahan Warungboto Kota Yogyakarta
Sanitasi Makanan
Variabel Kurang baik Baik RP 95% CI p value
N % N %
Pengetahuan
Kurang Baik 5 71,43 6 20 5,909 1,344- 0,016
Baik 2 28,57 24 80 25,973
Pendidikan
Rendah 6 85,72 25 83,33 1,161 0,169-7,985 1,000
Tinggi 1 14,28 5 16,67
Gaji Karyawan
Rendah 4 57,14 24 80 0,429 0,117-1,565 0,327

Tinggi 3 42,86 6 20

Berdasarkan tabel 3 terlihat bahwa terdapat Pembahasan


hubungan bermakna antara pengetahuan
dengan sanitasi makanan dengan hasil dari uji 1. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan
fisher didapatkan bahwa nilai p value = 0,016. Dengan Higiene Sanitasi Makanan
Nilai RP 5,909 (CI = 1,344-25,973). Hal ini
berarti orang yang memiliki tingkat Hubungan antara tingkat pengetahuan
pengetahuan rendah 5,909 kali kurang dengan higiene perorangan
mengetahui pelaksanaan sanitasi makanan Pengetahuan yang tinggi tentang higiene
dibandingkan dengan orang yang memiliki perorangan dapat membuat seseorang
tingkat pengetahuan tinggi. dapat menerapkan higiene perorangannya
Tidak terdapat hubungan bermakna antara dalam kehidupannya. Begitu pula
pendidikan dengan sanitasi makanan dengan sebaliknya masyarakat yang kurang
hasil dari uji fisher didapatkan bahwa nilai p mengetahui tentang higiene perorangan,
value = 1,000. Nilai RP 1,161, sedangkan nilai membuat perilaku hidup sehat ini sulit
CI (0,169-7,985). Tidak terdapat hubungan diterapkan di masyarakat. Pengetahuan
bermakna antara gaji karyawan dengan yang rendah menyebabkan para pedagang
sanitasi makanan dengan hasil dari uji fisher tidak menghiraukan tentang pentingnya
didapatkan bahwa nilai p value = 0,327. Nilai menjaga higiene sanitasi makanan di
RP 0,429 sedangkan nilai CI (0,117-1,565). warung burjo tersebut penerapan higiene
perorangan yang kurang akan
memudahkan timbulnya penyakit bawaan

72
[Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol.2, No.2 Agust 2017] AFIASI

makanan (PBM).4 Hasil penelitian ini juga sejalan dengan


Berdasarkan hasil observasi dan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh
pengamatan langsung pada tempat Subagia, yang meyatakan bahwa ada
penelitian menunjukkan bahwa adanya hubungan antara pengetahuan dengan
televisi di sebagian besar warung makan pelaksanaan higiene sanitasi makanan pada
burjo sehingga secara tidak langsung ini pedagang angkringan dengan nilai (sig =
dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan 0,018).11
higiene perorangan pada karyawan warung
makan burjo. Televisi merupakan media 2. Hubungan antara tingkat pendidikan
yang efektif karena dapat memberikan dengan pelaksanaan higiene sanitasi
informasi tentang penyehatan makanan. makanan
Seperti acara kuliner dan acara memasak,
secara tidak langsung dapat menambah Hubungan tingkat pendidikan dengan
pengetahuan tentang higiene perorangan higiene perorangan
pada karyawan burjo tersebut.7 Dari hasil penelitian ini, dapat terlihat
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan bahwa pendidikan karyawan burjo masih
penelitian terdahulu yang dilakukan oleh rendah, mereka hanya menamatkan
Subagia, yang menyatakan bahwa ada pendidikan SD dan SMP. Oleh karena itu
hubungan antara pengetahuan dengan untuk menyeimbangi antara pendidikan
pelaksanaan higiene sanitasi makanan pada formal yang rendah maka perlu dilakukan
pedagang angkringan dengan nilai (sig = peningkatan pendidikan non formal,
0,018).11 seperti penyuluhan, seminar, pemberian
leaflet tentang higiene sanitasi makanan,
Hubungan antara tingkat pengetahuan serta memberikan pelatihan tentang
dengan sanitasi makanan pengolahan makanan yang higienis dengan
Responden yang memiliki pengetahuan mengundang pembicara dari petugas dinas
yang baik, berusaha mengaplikasikan kesehatan atau pembicara ahli higiene
pengetahuan yang mereka miliki dalam sanitasi makanan.10
kehidupan sehari-hari yang terlihat dari Hasil secara statistik berbeda dengan
hasil penelitian menunjukkan adanya hasil secara teori dimana menurut teori,
pengetahuan yang baik sejalan dengan pendidikan yang rendah maka akan
penerapan sanitasi makanan yang baik. mempunyai pengetahuan yang kurang
Tingginya pengetahuan tentang higiene baik, dengan pengetahuan yang kurang
sanitasi makanan secara tidak langsung baik maka dapat mempengaruhi
akan menciptakan kebiasaan mengolah pengetahuan yang kurang baik pula dalam
makanan yang baik dan sehat. Sehingga pelaksanaan higiene perorangan.2
mereka tidak hanya mengutamakan Hal ini dapat terjadi karena karyawan
rasanya saja, tetapi dari segi higiene warung makan burjo sudah mengerti
sanitasi makanan juga harus diperhatikan. tentang pentingnya higiene perorangan
Begitu pula sebaliknya ketidaktahuan ketika akan mengolah, memasak dan
seseorang penjamah makanan tentang menyajikan makanan di warung makan
higiene sanitasi makanan dapat burjo. Komponen penilaian yang meliputi
menyebabkan pemilihan makanan yang kesehatan dan kebersihan diri dan perilaku
salah sehingga terwujud pola konsumsi karyawan sudah cukup diterapkan dengan
makanan yang tidak baik pada akhirnya baik. Karyawan warung makan burjo
dapat menimbulkan masalah kesehatan.12 tampak tidak memiliki gangguan kesehatan

69
[Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol.2, No.2 Agust 2017] AFIASI

(flu, batuk), tampak tidak memiliki luka, di warung-warung makan serta adanya
berpakaian bersih dan rapi, tidak meludah pengawasan dari pengelola atau pemilik
sembarangan pada saat bekerja, tidak warung makan burjo agar dapat
berbicara menghadap makanan, tidak memberikan pelayanan yang baik dan
membuang sampah sembarangan, serta higienis kepada konsumen menyebabkan
mencuci tangan dengan sabun sebelum penerapan sanitasi makanan di warung
menjamah makanan. makan burjo sudah baik.
Kesehatan dan kebersihan diri serta Pendidikan tentang pengelolaan warung
perilaku sudah menjadi faktor kebiasaan burjo yang higienis merupakan suatu
dan perilaku sehari-hari. Selain itu, apabila proses mengubah kepribadian, sikap, dan
karyawan warung makan burjo tersebut pengertian tentang pentingnya higiene
sakit, maka pengelola atau pemilik warung sanitasi makanan pada warung makan
makan burjo akan menyarankan karyawan burjo, sehingga tercipta pola kebudayaan
yang sakit tersebut dapat berobat, serta dalam mengelola warung burjo secara baik
dapat digantikan oleh karyawan yang dan benar tanpa ada paksaan dari pihak
sehat. Karena apabila mereka sakit maka manapun.
akan mempengaruhi kualitas pelayanan Hal ini sejalan dengan penelitian yang
kepada konsumen. Sehingga walaupun dilakukan oleh Sunarti yang menyatakan
pendidikannya rendah tetapi karyawan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat
warung makan burjo sudah mengerti pendidikan pedagang dengan penggunaan
tentang pentingnya higiene perorangan. boraks pada bakso dengan nilai p = 0,251
Hal ini sejalan dengan penelitian yang > p = 0,05.13
dilakukan oleh Sunarti yang menyatakan
bahwa tidak ada hubungan antara tingkat 3. Hubungan antara gaji karyawan dengan
pendidikan pedagang dengan penggunaan higiene sanitasi makanan
boraks pada bakso dengan nilai p = 0,251
> p = 0,05.13 Hubungan antara gaji karyawan dengan
higiene perorangan
Hubungan tingkat pendidikan dengan Hasil secara statistik berbeda dengan
sanitasi makanan hasil secara teori dimana menurut teori,
Tidak adanya hubungan yang signifkan apabila gaji karyawan warung makan burjo
antara pendidikan dengan sanitasi makanan tinggi maka akan berpengaruh dalam
dapat disebabkan oleh faktor lain yaitu pelaksanaan higiene sanitasi makanan
adanya enabling factor dan reinforcing termasuk terpenuhinya sarana dan
factor. Enabling factor merupakan faktor prasarana pemeliharaan kesehatan seperti
yang mempermudah sanitasi makanan terciptanya kondisi sanitasi warung makan
misalnya ketersediaan fasilitas. Sedangkan, burjo yang baik, penyediaan makanan dan
reinforcing factor merupakan faktor yang minuman yang higienis, serta mampu
memperkuat penerapan sanitasi makanan membiayai pemeliharaan kesehatan yang
misalnya adanya peraturan-peraturan diperlukan. Tidak adanya hubungan antara
maupun pengawasan. gaji dengan higiene perorangan dapat
Ketersediaan fasilitas yang dibutuhkan disebabkan oleh beberapa faktor salah
menyebabkan dapat diterapkannya sanitasi satunya yaitu gaji bukan merupakan satu-
makanan dengan baik. Adanya satunya motivasi seseorang untuk
14
pengawasan dari pemerintah misalnya dari menerapkan higiene perorangan.
BPOM untuk mengawasi sanitasi makanan

70
[Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol.2, No.2 Agust 2017] AFIASI

Sebaliknya jika gaji karyawan warung yang berhubungan dengan masalah gaji
makan burjo rendah maka terciptanya atau insentif sangat sensitif sekali, hal ini
pelaksanaan higiene perorangan juga terbukti dari kehati-hatian responden dalam
rendah sehingga akan berpengaruh menjawab pertanyaan yang ada. Hal ini
terhadap masih rendahnya pelaksanaan sejalan dengan penelitian yang dilakukan
higiene sanitasi makanan di warung makan oleh Subowo, yang menunjukkan tidak ada
burjo tersebut, serta dapat berpengaruh hubungan secara statistik antara insentif
terhadap status kesehatan, lingkungan yang kerja dengan kinerja perawat, dapat dilihat
tidak sehat, penyakit bawaan makanan dan dari hasil uji statistik yang diperoleh
pelayanan kesehatan yang kurang dengan nilai p = 0,424 > 0,05, yang
memadai. menunjukkan tidak terdapat korelasi yang
Hal ini sejalan dengan penelitian yang bermakna antara dua variabel yang diuji.15
dilakukan oleh Subowo, yang
menunjukkan tidak ada hubungan secara Kesimpulan
statistik antara insentif kerja dengan
kinerja perawat, dapat dilihat dari hasil uji 1. Faktor risiko pengetahuan memiliki
statistik yang diperoleh dengan nilai p = hubungan bermakna dengan higiene
0,424 > 0,05, yang menunjukkan tidak perorangan dan sanitasi makanan pada
terdapat korelasi yang bermakna antara karyawan warung makan burjo di
dua variabel yang diuji.15 Kelurahan Warungboto Kota Yogyakarta
Tahun 2013.
2. Faktor risiko pendidikan tidak memiliki
Hubungan antara gaji karyawan dengan hubungan bermakna dengan higiene
sanitasi makanan perorangan dan sanitasi makanan pada
Gaji merupakan penghasilan untuk karyawan warung makan burjo di
memenuhi kebutuhan terhadap keluarga, Kelurahan Warungboto Kota Yogyakarta
walaupun gaji bukan merupakan satu- Tahun 2013.
satunya motivasi karyawan dalam 3. Faktor risiki gaji karyawan tidak memiliki
berprestasi serta dalam pelayanan warung hubungan bermakna dengan higiene
burjo yang higienis, tetapi dapat dikatakan perorangan dan sanitasi makanan pada
bahwa gaji merupakan salah satu motivasi karyawan warung makan burjo di
penting yang ikut mendorong karyawan Kelurahan Warungboto Kota Yogyakarta
untuk memberikan pelayanan terbaik bagi Tahun 2013.
konsumen dalam penyelenggaraan higiene
sanitasi makanan pada warung makan Saran
burjo.14 Sehingga tinggi rendahnya gaji
1. Bagi Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta
yang diberikan akan mempengaruhi
Dinas kesehatan kota yogyakarta perlu
produktivitas maupun kualitas pelayanan
melakukan penyuluhan serta pelatihan
higiene sanitasi makanan oleh karyawan
kesehatan dalam upaya meningkatkan
yang diberikannya terhadap konsumen.
pengetahuan khususnya bagi karyawan
Hasil penelitian yang menggambarkan
warung makan burjo tentang higiene
tidak adanya hubungan yang signifikan
sanitasi makanan.
secara statistik antara gaji karyawan dengan
2. Paguyuban Warung Burjo Kota
sanitasi makanan menurut analisa penulis
Yogyakarta
bisa disebabkan karena Kecenderungan
Memberikan masukan dan saran serta
responden dalam menjawab pertanyaan
mengadakan pelatihan dengan
kuesioner. Pertanyaan dalam kuesioner

71
[Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol.2, No.2 Agust 2017] AFIASI

mengundang ahli higiene sanitasi 9. Kelurahan Warungboto, 2012, Data Penduduk


makanan bagi anggota paguyuban warung Kelurahan Warungboto, Yogyakarta.
10. Bunau, E., 2009, aksesibilitas dan Partisipasi
makan burjo tentang penyediaan makanan Masyarakat dalam Pendidikan Dasar 9 Tahun di
yang higienis, sehingga baik karyawan daerah Perbatasan Kabupaten Sambas dan
maupun konsumen dapat terhindar dari Sanggau Provinsi Kalimantan Barat, Jurnal
Penyakit Bawaan Makanan (PBM). Kesehatan Universitas Tanjung Pura, Kalimantan
3. Bagi Peneliti Selanjutnya Barat. Hal.1-7.
11. Subagia, R, 2012, Hubungan Antara Karakteristik
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut Penjamah Makanan dengan Pelaksanaan Higiene
dengan cara mengendalikan variabel Sanitasi Makanan pada Pedagang Angkringan di
pengganggu dan jumlah sampel Kelurahan Warungboto Kota Yogyakarta, Skrpsi,
diperbanyak lagi, agar penelitian ini dapat FKM Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta.
menjadi lebih sempurna. Selain itu dapat 12. Notoatmodjo,S, 2007, Promosi Kesehatan dan
Ilmu Perilaku, Rineka Cipta, Jakarta. Hal. 11.
juga meneliti variabel lain seperti masa 13. Sunarti, 2011, Hubungan Tingkat Pengetahuan dan
kerja. Sikap Pedagang Bakso dengan Penggunaan Boraks
pada Bakso di Kecamatan Gondomanan Kota
Daftar Pustaka Yogyakarta, Skripsi, FKM Universitas Ahmad
Dahlan, Yogyakarta.
1. Purnawijayanti, H., 2001, Sanitasi Higiene dan 14. Wursanto, IG,.2007, Manajemen Kepegawaian 2,
Keselamatan Kerja Dalam Pengolahan Makanan, Kanisius, Yogyakarta, Hal. 53.
Kanisius, Yogyakarta. Hal. 41-81. 15. Subowo, M, 2011, Hubungan Insentif Kerja
2. Depkes RI, 2004, Kumpulan Modul Kursus dengan Kinerja Perawat di Rumah Sakit Rajawali
Hygiene Sanitasi Makanan & Minuman, Citra Bantul Yogyakarta, Skripsi, FKM Universitas
Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Hal 10, 31, 69 Ahmad Dahlan, Yogyakarta.
dan 83.
3. Malaka T, 2010, Dasar – dasar Hygiene Sanitasi
Makanan. Bahan Ajar Kuliah Mahasiswa Program
Pasca Sarjana STIK Bina Husada, Palembang.
Hal.107-115.
4. Azizah, N.I, dan Setiyowati, W., 2011, Hubungan
Tingkat Pengetahuan Ibu Pemulung Tentang
Personal Hygiene dengan Kejadian Skabies Pada
Balita di Tempat Pembuangan Akhir Kota
Semarang, Jurnal Dinamika Kebidanan, vol.1/
no.1/ januari 2011, Akbid Abdi Husada, Semarang,
Hal. 1-10.
5. Egan, M,B.,2006, A review of food safety and food
hygiene training studies in the commercial sector,
Journal Food Control 18 (2007) 1180–1190 School
of Biomedical and Molecular Sciences, University
of Surrey, Guildford, Surrey GU2 7XH, UK. Page
1-11.
6. Cahyaningsih, C.T., 2009, Hubungan Higiene
Sanitasi dan Perilaku Penjamah Makanan dengan
Kualitas Bakteriologis Peralatan Makan di Warung
Makan, Jurnal Berita Kedokteran Masyarakat Vol.
25, No. 4, Desember 2009, Balai Teknologi
Kesehatan Lingkungan, Yogyakarta, Hal. 180-188.
7. Notoatmodjo, S, 2007, Kesehatan masyarakat
Ilmu & Seni, Rineka Cipta, Jakarta. Hal. 143-146.
8. Ramdani P., 2012, Membuka Warung Makan
Berkonsep Warung Burjo, Jurnal Karya Ilmiah
Peluang Bisnis, Amikom, Yogyakarta. Hal. 1-6.

72

Anda mungkin juga menyukai