Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sumber daya alam hutan (SDAH) adalah faktor produksi dan konsumsi
untuk kesejahteraan Bangsa Indonesia khususnya dan umat manusia pada
umumnya. SDAH dalam memberikan manfaat kesejahteraan bagi umat manusia,
mempunyai lebih banyak dimensi dibandingkan dengan sumber daya alam
lainnya, yakni: (1) memberikan berbagai bentuk manfaat, baik manfaat-manfaat
berwujud (tangible), maupun manfaat tidak berwujud (intangible); (2) bagi
seluruh masyarakat, lapisan bawah sampai atas, masyarakat tradisional sampai
modern; (3) bagi generasi kini dan generasi yang akan datang, serta (4) bagi
keutuhan bumi sebagai tempat hidup seluruh bangsa di dunia (Darusman 2002).
SDAH sebagai sumber kesejahteraan umat manusia seharusnya
dimanfaatkan dan pemanfaatannya seharusnya memperhatikan berbagai bentuk
manfaat dan kepentingan secara optimal. Berkaitan pemanfaatan tersebut,
pemerintah melalui berbagai perangkat hukum, memberi konsesi (kelonggaran)
kepada pihak swasta untuk mengolah dan memanfaatkan hasil hutan, terutama
untuk kepentingan ekonomi pemerintah. Dalam kepentingan inilah muncul
berbagai perusahaan swasta yang diberi izin untuk melakukan pemanfaatan hasil
hutan.
Salah satu izin untuk melakukan pemanfaatan hasil hutan adalah Izin Usaha
Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi
(IUPHHK-HA). IUPHHK-HA adalah izin usaha yang diberikan untuk
memanfaatkan hasil hutan berupa kayu dalam hutan alam pada hutan produksi
melalui kegiatan pemanenan, dan atau penebangan, pengayaan, pemeliharaan dan
pemasaran.
Kinerja pengusahaan hutan pemegang IUPHHK-HA sangat dipengaruhi
oleh kondisi sumber daya alam, sistem pengelolaan hutan, infrastruktur dan
sumber daya manusia. Sebagaimana dalam Darusman (2002) menyatakan bahwa
2

kemampuan mengusahakan hutan diukur oleh kemampuan dalam mengelola


faktor-faktor produksi: sumber daya alam hutan, tenaga kerja, teknologi dan
permodalan, serta entrepreneurship (kewirausahaan).
Mengingat sumber daya manusia merupakan salah satu faktor yang penting
dalam pengusahaan hutan dan pengusahaan hutan yang baik memerlukan
pengelolaan sumber daya manusia yang baik pula, oleh karena itu seiring dengan
penurunan produktivitas tenaga kerja di pengusahaan hutan, maka diperlukan
penelitian lebih lanjut mengenai pengelolaan sumber daya manusia dalam industri
pengusahaan hutan.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kesesuaian jumlah sumber daya manusia profesional
kehutanan yang bekerja di perusahaan pemegang IUPHHK.
2. Bagaimana kesesuaian kualifikasi sumber daya manusia yang bekerja di
perusahaan pemegang IUPHHK.
3. Bagaimana kesesuaian level sumber daya manusia di perusahaan
pemegang IUPHHK.
1.3. Tujuan
1. Menganalisis kesesuaian jumlah sumber daya manusia profesional
kehutanan yang bekerja di perusahaan pemegang IUPHHK.
2. Menganalisis kesesuaian kualifikasi sumber daya manusia yang bekerja di
perusahaan pemegang IUPHHK.
3. Menganalisis kesesuaian level sumber daya manusia di perusahaan
pemegang IUPHHK.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sumber Daya Manusia Kehutanan


Sumber daya manusia adalah seluruh kemampuan atau potensi penduduk
yang berada di dalam suatu wilayah tertentu beserta karakteristik atau ciri
demografis, sosial maupun ekonominya yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan
pembangunan.
Dalam teori ekonomi mikro, sumber daya manusia dianggap sebagai faktor
produksi langsung, tetapi saat sekarang ini sumber daya manusia juga dapat
berperan sebagai faktor penunjang atau penghambat bagi proses produksi
kehutanan, atau dapat dikatakan sebagai kekuatan lingkungan. Pengalaman
menunjukkan bagaimana suatu proses produksi kehutanan yang telah ditata
dengan baik kemudian mengalami kegagalan akibat gangguan sumber daya
manusia, seperti misalnya penyerobotan hutan untuk pertanian pangan,
perladangan yang membakar hutan, penciutan areal hutan akibat pembangunan,
dan sebagainya.
Atas dasar peranan sumber daya manusia sebagai produsen disamping
konsumsi, faktor produksi disamping faktor penunjang/penghambat, maka ruang
lingkup sumber daya manusia di bidang kehutanan pada kenyataannya meliputi:
1. Aparatur Pemerintah
2. Pengusaha hutan swasta dan BUMN
3. Masyarakat sekitar hutan (regional, nasional dan internasional, laki-laki dan
perempuan, dan sebagainya) (Darusman 2002).
Pengarahan Menteri Kehutanan Republik Indonesia dalam Darusman (2002)
menyatakan bahwa diantara enam butir stategi pelaksanaan kebijakan kehutanan,
butir peningkatan kualitas sumber daya manusia menempati posisi yang cukup
penting, yaitu nomor dua setelah peningkatan kualitas sumber daya alam hutan.
Dalam pengembangannya tersebut, ciri utama yang harus dimiliki oleh sumber
daya manusia kehutanan, terdiri atas: (1) komitmen, dedikasi, dan loyalitas
terhadap organisasi, (2) wawasan hasil kerja, (3) kecakapan komunikasi, (4)
kemampuan berpartisipasi, (5) rasa keterlibatan sosial, (6) kecakapan profesional,
4

(7) keterbukaan terhadap perubahan, (8) apresiasi terhadap kelebihan orang lain
dan kebenaran, (9) perilaku produktif dan lainnya.
2.2. Kondisi Sumber Daya Manusia Kehutanan
Sumber daya manusia di bidang kehutanan di Indonesia dapat dipilah
menjadi: sumber daya manusia aparatur pemerintah, sumber daya manusia
pengusaha, sumber daya manusia masyarakat sekitar hutan. Pengelolaan sumber
daya manusia yang profesional akan memberikan pelatihan kepada tenaga kerja
sehingga mereka belajar dan melakukan pekerjaan berdasarkan pelatihan yang
telah diberikan (Ingham 1991). Para pengusaha hutan sebagai sumber daya
manusia kehutanan kebanyakan masih belum profesional, baik sebagai pengusaha
secara umum maupun sebagai pengusaha kehutanan. Sebagai pengusaha secara
umum, masih ditemukan kasus-kasus pengusaha yang tidak memahami adanya
prinsip log atau pohon marginal, tidak memahami pentingnya hutan normal bagi
kesinambungan dan keseimbangan cash flow perusahaan, disamping bagi
kelestarian hutannya sendiri.
Machrany dalam Darusman (2002) mengemukakan permasalahan sumber
daya manusia kehutanan sebagai berikut: (1) telah terjadi penurunan produktivitas
tenaga kerja kehutanan dari laju pertumbuhan 1,56% pada pelita I menjadi 2,9%
di Pelita IV, (2) telah terjadi underemployment di bidang kehutanan, yakni pada
tahun 1988 dari 274 ribu tenaga kerja di bidang kehutanan, 59% diantaranya
bekerja kurang dari 35 jam per minggu dan (3) terdapat kekurangan yang sangat
besar pada kemampuan penyediaan tenaga kerja menengah dibandingkan dengan
kebutuhaannya.
Selain itu, para profesional kehutanan belum diberikan kesempatan untuk
menerapkan/melaksanakan keprofesionalannya. Hal ini dapat dilihat secara
objektif melalui empat dimensi penggunaan tenaga kerja sebagai berikut:
1. Jumlah, yakni berapa bagian posisi-posisi keprofesian kehutanan yang diisi
oleh profesional kehutanan. Terdapat banyak HPH dan industri hasil hutan
yang masih terlalu sedikit menempatkan profesional kehutanan di posisi-posisi
yang sesuai dalam perusahaannya.
2. Kualifikasi, yakni berapa bagian posisi-posisi keprofesionalan tersebut diisi
dengan kualifikasi kehutanan yang cocok/sesuai dengan pemilahan keahlian
5

sarjana/diploma kehutanan yang benar-benar dikuasainya. Seringkali para


pengusaha menempatkan sarjana/diploma baru bukan pada bidang yang sesuai
dengan keahliannya.
3. Profesi kehutanan (misalnya: perencanaan hutan, pembinaan hutan dan
eksploitasi hutan) yang benar-benar diberikan kepada profesional kehutanan.
Kejadian di lapangan yang sering terjadi adalah bidang pekerjaan yang sangat
strategis dari kepentingan profesi seperti eksploitasi hutan justru tidak
diberikan kepada profesional kehutanan.
4. Level pekerjaan, yakni pada sebaran level pekerjaan dari pekerjaan/ pelaksana
sampai ke pimpinan/pengambil keputusan, sampai level teratas apa profesional
kehutanan ditempatkan (Darusman 2002).
2.3. Pengusahaan Hutan
Kegiatan pengusahaan hutan yang sebagian besar pada hutan produksi alam
dilakukan dengan sistem HPH/IUPHHK yang diberikan kepada badan usaha
swasta dan BUMN dengan penambahan kepemilikan saham oleh koperasi. HPH
merupakan suatu kebijakan hukum yang dibuat pemerintah, terutama produk
hukum yang dikeluarkan oleh jajaran instansi kehutanan. HPH sendiri selain
bertujuan untuk menambah devisa negara juga bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat desa sekitar hutan ( Arief 2001).
Kegiatan utama dalam pengusahaan hutan adalah penebangan pohon,
penyaradan, pengangkutan kayu, rehabilitasi hutan bekas tebangan, pengendalian
dampak lingkungan, serta pembinaan masyarakat desa sekitar hutan. Sebelum
empat kegiatan ini dilaksanakan didahului dengan pelaksanaan penataan batas
kawasan, pembukaan wilayah hutan dan penataan hutan menjadi blok-blok
tebangan (Kartodihardjo 2006).
Menurut PP no. 21 tahun 1970 dalam Salim (1997) menyatakan bahwa
salah satu kewajiban pemegang izin HPH adalah wajib menaati peraturan di
bidang perburuhan dan wajib mempekerjakan secukupnya tenaga ahli kehutanan
yang memenuhi syarat di bidang perencanaan dan penataan hutan, pengukuran,
dan pengujian kayu. Selain itu Perusahaan HPH harus mengusahakan tidak hanya
sekedar pemenuhan jumlah tenaga teknis kehutanan, tetapi juga dalam
peningkatan kualitasnya ( Dephut 1998).
6

Hal ini juga diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Bina Produksi
Kehutanan Nomor: P.8/VI-SET/2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kewajiban
Pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) untuk
mempekerjakan sarjana kehutanan dan tenaga teknis pengelolaan hutan produksi
lestari. Dalam pasal 2 dinyatakan bahwa Pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil
Hutan Kayu (IUPHHK) pada Hutan Alam atau IUPHHK Restorasi Ekosistem
pada Hutan Alam atau IUPHHK pada Hutan Tanaman Industri dalam Hutan
Tanaman wajib mempekerjakan sarjana kehutanan atau tenaga teknis pengelolaan
hutan produksi lestari (GANIS PHPL).
Tenaga sarjana kehutanan adalah tenaga terdidik strata satu bidang
kehutanan dari perguruan tinggi nasional dan atau luar negeri. Sedangkan tenaga
teknis pengelolaan hutan produksi lestari (GANISPHPL) adalah tenaga teknis di
bidang pengelolaaan hutan dengan kompetensi masing-masing sebagaimana
dimaksud dalam pasal 1 Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.58/menhut-
II/2008 tentang kompetensi dan sertifikasi tenaga teknis pengelolaan hutan
produksi.
2.4. Manajemen Sumber Daya Manusia
Michael J. Jucius dalam Siagian (2006) mendefinisikan manajemen sumber
daya manusia sebagai bagian dari manajemen yang berkaitan dengan
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan terhadap fungsi
mencari, mendapatkan, mengembangkan, memelihara dan menggunakan suatu
angkatan kerja sebaik-baiknya sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat
berjalan dengan lancar.
Perencanaan sumber daya manusia harus dilakukan sedemikian rupa
sehingga dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin. Manfaat yang dapat diambil
dari perencanaan sumber daya manusia antara lain: (1) organisasi dapat
memanfaatkan sumber daya manusia yang sudah ada dalam organisasi secara
lebih baik, (2) produktivitas tenaga kerja dapat ditingkatkan melalui perencanaan
sumber daya manusia, (3) perencanaan sumber daya manusia berkaitan dengan
penentuan kebutuhan akan tenaga kerja di masa depan, baik dalam arti jumlah dan
kualifikasi untuk mengisi berbagai jabatan dan penyelenggaraannya berbagai
aktivitas baru kelak, (4) dengan perencanaan tenaga kerja akan diperoleh
7

informasi mengenai ketenagakerjaan, (5) perencanaan sumber daya manusia


merupakan dasar bagi penyusunan program kerja bagi satuan kerja yang
menangani sumber daya manusia dalam organisasi ( Siagian 2006).
Berkaitan dengan perencanaan sumber daya manusia, Siagian ( 2006)
menyatakan bahwa peningkatan produktivitas kerja seluruh tenaga kerja dalam
organisasi mutlak perlu dijadikan sasaran perhatian manajemen. Peranan
manajemen sangat strategis dalam peningkatan produktivitas, yaitu dengan
mengkombinasikan dan mendayagunakan semua sarana produksi, menerapkan
fungsi-fungsi manajemen, menciptakan sistem kerja dan pembagian kerja,
menempatkan orang-orang yang tepat pada pekerjaan yang sesuai, serta
menciptakan kondisi dan lingkungan kerja yang aman dan nyaman (Arfida 2003)
Pengarahan Menteri Kehutanan Republik Indonesia menyatakan bahwa
langkah-langkah yang harus diambil untuk mengatasi masalah struktur tenaga
kerja kehutanan yang masih berupa piramida terbalik dirumuskan sebagai berikut:
(1) peningkatan pendidikan menengah kehutanan, (2) pelatihan tenaga-tenaga
menengah yang ada, (3) peningkatan pendidikan profesional di perguruan tinggi
(Darusman 2002).
Pengembangan sumber daya manusia di bidang kehutanan memerlukan
sistem perencanaan tenaga kerja kehutanan terpadu, dengan cara (Gani 1991):
1. Memperkirakan kebutuhan tenaga kerja, baik tenaga kerja kehutanan yang
terampil, terdidik menurut jenis, tingkat pendidikan, dan keahlian.
2. Memperkirakan penyediaan tenaga kerja terdidik, ahli, dan terampil sesuai
dengan jenis dan tingkat pendidikan yang dibutuhkan.
3. Perencanaan pendidikan, baik formal maupun non formal.
8

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS
KARYAWAN PERUSAHAAN

SUPRA SARANA
1. KEBIJAKSANAAN
PEMERINTAH
2. HUBUNGAN INDUSTRIAL
3. MANAJEMAN

K 1. PENDIDIKAN
A 2. LATIHAN
PENINGKATAN
R 3. ETOS KERJA
Y 4. MOTIVASI KERJA PRODUKTIVITAS
A 5. SIKAP MENTAL KARYAWAN
W 6. FISIK PERRUSAHAAN
A
N

1. KESELAMATAN DAN 1. UPAH


KESEHATAN KERJA 2. JAMSOSTEK
2. SARANA PRODUKSI 3. KEAMANAN
3. TEKNOLOGI

LINGKUNGAN KERJA KESEJAHTERAAN

SARANA PENUNJANG

Gambar 1 Peningkatan Produktivitas Karyawan Perusahaan (Arfida 2003)


Simanjuntak dalam Darusman (2002) mengemukakan bahwa
pengembangan sumber daya manusia perlu dilakukan melalui tiga jalur yang
harus seimbang, yakni jalur pendidikan formal, latihan kerja dan pengembangan
di tempat kerja. Strategi tiga jalur ini diperlukan karea keadaan lapangan kerja
yang sangat beragam dan berubah cepat dari apa yang dilakukan pendidikan
formal. Sementara itu, jenjang pendidikan formal tetap diperlukan untuk
keteraturan jenjang karir tenaga kerja.
9

Latihan adalah semua proses untuk menambah kemampuan dan keahlian


pegawai dalam mengerjakan suatu pekerjaan tertentu. Jenis-jenis latihan untuk
pekerjaan operatif (bukan pimpinan) antara lain:
1. On the job training (latihan di tempat kerja). Peserta latihan biasanya bekerja
dan diawasi langsung oleh mandor atau pelatih, atau karyawan senior. Melalui
cara ini pengalaman kerja dapat langsung diperoleh. Dengan kata lain peserta
latihan belajar melalui bekerja
2. Apprenticeship training (magang). Peserta latihan belajar pada karyawan
senior di bawah pengawasan tenaga ahli. Biasanya keahlian diperoleh
diperoleh dalam waktu yang relatif lama
3. Vestibule training. Suatu latihan yang memberi kesempatan kepada peserta
untuk mengikuti kursus singkat pada tempat yang terpisah dari lingkungan
pekerjaan, tetapi hampir mendekati keadaan pekerjaan sesungguhnya. Para
peserta latihan diberi pelajaran dan tugas-tugas yang akan dilakukan nanti
dalam pekerjaan sesungguhnya.
Jenis-jenis latihan untuk mandor dan manajer (pimpinan) antara lain:
metode konferensi, metode pemberian kuliah, rotasi jabatan, metode kasus, proses
insiden, metode simulasi, dan metode latihan kepekaaan ( Sudarsono 1992).
Muhammadi mengemukakan pentingnya sistem Latihan Kerja Nasional,
terutama di bidang kehutanan, yang meliputi proses: standarisasi kualifikasi
ketrampilan, uji ketrampilan, sertifikasi, lisensi dan akreditasi (Darusman 2002).
Terdapat tujuh manfaat yang dapat diambil dari penyelenggaraan program
pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia, yaitu peningkatan
produktivitas organisasi, terwujudnya hubungan yang serasi antara atasan dan
bawahan, proses pengambilan keputusan lebih cepat dan tepat, meningkatkan
semangat kerja seluruh tenaga kerja dalam organisasi dengan komitmen
organisasional yang lebih tinggi, mendorong sikap keterbukaan manajemen,
memperlancar jalannya komunikasi yang efektif, dan penyelesaian konflik secara
fungsional ( Siagian 2006).
2.5 Struktur Organisasi Perusahaan
Organisasi adalah sistem yang yang menghubungkan sumber-sumber daya
sehingga memungkinkan pencapaian tujuan atau sasaran tertentu (Flippo 1984).
10

Dalam proses pengorganisasian, manajer mengalokasikan keseluruhan sumber


daya organisasi sesuai dengan rencana yang telah dibuat berdasarkan suatu
kerangka kerja organisasi tersebut. Kerangka kerja organisasi tersebut disebut
sebagai desain organisasi (organizational design). Bentuk spesifik dari kerangka
kerja organisasi dinamakan dengan struktur organisasi (organizational structure).
Struktur organisasi pada dasarnya merupakan desain organsasi dimana manajer
melakukan alokasi sumber daya organisasi, terutama terkait dengan pembagian
kerja dan sumber daya yang dimiliki organisasi serta bagaimana keseluruhan kerja
tersebut dapat dikoordinasikan dan dikomunikasikan (Saefullah dan Sule 2008).
Menurut Hasibuan (2008) suatu struktur organisasi akan memberikan
informasi tentang:
1. Tipe organisasi, artinya struktur organisasi akan memberikan informasi tentang
tipe organisasi yang dipergunakan perusahaan, apa line organization, line and
staff organization atau functional organization.
2. Pendepartemenan organisasi, artinya struktur organisasi akan memberikan
informasi mengenai dasar pendepartemenan, apakah berdasarkan fungsi-fungsi
manajemen, wilayah, produksi dan lain sebagainya.
3. Kedudukan, artinya struktur organisasi memberikan informasi mengenai
apakah seseorang termasuk kelompok manajerial atau karyawan operasional.
4. Jenis wewenang, artinya struktur organisasi memberikan informasi tentang
wewenang yang dimiliki seseorang, apakah line authority, staff authority atau
functional authority.
5. Rentang kendali, artinya struktur organisasi memberikan informasi mengenai
jumlah karyawan dalam setiap departemen (bagian).
6. Manager dan bawahan, artinya struktur organisasi memberikan informasi
mengenai garis perintah dan tanggung jawab, siapa atasan dan siapa bawahan.
7. Tingkatan manajer, artinya struktur organisasi memberikan informasi tentang
top manager, middle manager dan lower manager. Top manager adalah
pimpinan tertinggi dari suatu perusahaan, yaitu direktur utama dan dewan
komisaris. Corak kegiatan top manager adalah memimpin organisasi,
menentukan tujuan dan kebijakan pokok (basic policy). Middle manager
adalah pimpinan menengah dari suatu perusahaan, yaitu kepala divisi, kepala
11

unit, kepala bagian, dan pimpinan cabang. Corak kegiatan middle manager
adalah memimpin lower manager dan menguraikan kebijakan pokok yang
dikeluarkan oleh top manager. Lower manager adalah pimpinan terendah yang
secara langsung memimpin, mengarahkan dan mengawasi para karyawan
pelaksanan dalam mengerjakan tugas-tugasnya, supaya tujuan-tujuan
perusahaan tercapai.
8. Bidang perkerjaan, artinya setiap kotak dalam struktur organisasi memberikan
informasi mengenai tugas dan pekerjaan serta tanggung jawab yang dilakukan
pada bagian tersebut.
9. Tingkat manajemen, artinya sebuah struktur organisasi tidak hanya
menunjukkan manajer dan bawahan secara perorangan, tetapi juga herarki
manajemen secara keseluruhan. Semua karyawan yang melapor kepada orang
yang sama berada pada tingkat manajemen yang sama, tidak jadi soal dimana
mereka di tempatkan dalam organisasi.
10. Pimpinan organisasi, artinya struktur organisasi memberikan informasi
tentang apakah pimpinan tunggal atau pimpinan kolektif atau presidium.
Untuk memperlihatkan struktur organisasi, manager biasanya menyusun
suatu bagan organisasi yang menggambarkan diagram fungsi-fungsi, bagian
(departemen) atau jabatan dalam suatu organisasi dan menunjukkan hubungan
satu dengan yang lainnya. Unit-unit organisasi yang terpisah biasanya
digambarkan dalam bentuk kotak yang dikaitkan satu sama lain oleh garis-garis
tebal yang menunjukkan garis komando dan saluran komunikasi yang resmi
(Stoner dan Freeman 1991).
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di IUPHHK CV. Pangkar Begili, Kalimantan
Barat. Penelitian dilaksanakan selama satu bulan, yaitu pada bulan Mei 2011.
3.2. Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Lembar Kuisioner.
2. Komputer.
3. Alat tulis.
4. Kamera digital.
5. Alat perekam.
6. Peraturan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Nomor: P.8/VI-
SET/2009.
7. Laporan Penelitian Standar Tenaga Teknis Kehutanan di Bidang Pengusahaan
Hutan.
3.3. Jenis data
Jenis data yang diambil adalah data primer dan data sekunder. Data primer
adalah data yang diperoleh langsung oleh peneliti melalui wawancara maupun
pengisian kuisioner oleh responden. Data primer terdiri atas nama responden, asal
daerah, umur, pendidikan responden, pendidikan dan latihan yang pernah diikuti,
jabatan dalam perusahaan yang bersangkutan, tugas pokok dari jabatan/pekerjaan
yang bersangkutan, masa kerja di perusahaan yang bersangkutan dan masa kerja
di tempat sebelumnya, jumlah tanggungan keluarga, sumber pendapatan keluarga
dan tanggapan responden terhadap kecukupan gaji, jamsostek dan keselamatan
kerja. Adapun kuisioner terlampiran pada Lampiran 3. Data sekunder adalah data
yang diperoleh secara tidak langsung oleh peneliti, meliputi kondisi umum
tempat penelitian, definisi dan struktur organisasi perusahaan tersebut, bagan
kegiatan pengelolaan hutan yang dilaksanakan oleh perusahaan tersebut, data
kepegawaian perusahaan yang bersangkutan.
13

3.4. Metode Pengumpulan Data


Metode yang akan digunakan dalam pengumpulan data di lapangan adalah
sebagai berikut:
1. Metode observasi, peneliti melakukan pengamatan secara langsung di
lapangan.
2. Metode wawancara, peneliti melakukan wawancara secara langsung ataupun
menggunakan kuisioner kepada responden.
3. Studi pustaka, yaitu dengan mengumpulkan data berdasarkan buku dan bahan
rujukan lain.
3.5. Metode Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode random
proporsional berlapis (stratified proportionate random sampling) dengan
intensitas sampling 25 %. Pengambilan sampel dengan menggunakan metode ini
karena pada setiap perusahaan terdapat level/tingkat pekerjaan tertentu sehingga
menimbulkan tingkat keragaman. Oleh karena itu, metode random proporsional
berlapis (stratified proposional random sampling) lebih tepat digunakan.
3.6. Analisis Data
3.6.1. Struktur Organisasi dan Sruktur Kegiatan Pengelolaan Hutan
Analisis data yang digunakan untuk menganalisis struktur organisasi dan
struktur kegiatan adalah studi pustaka.
3.6.2. Kondisi Sumber Daya Manusia di IUPHHK-HA CV. Pangkar Begili
Karakteristik sumber daya manusia yang bekerja di perusahaan pemegang
IUPHHK terdiri atas umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, asal daerah, status
perkawinan, pengalaman kerja, status dan lama kerja di CV. Pangkar Begili serta
jumlah tanggungan keluarga. Data yang diperoleh di lapangan kemudian
dianalisis menggunakan metode tabulasi frekuensi.
3.6.3. Kesesuaian Jumlah, Kecukupan, dan Kualifikasi Sumber Daya
Manusia
Kesesuaian, kecukupan, dan kualifikasi sumber daya manusia yang bekerja
di perusahaan pemegang IUPHHK dilakukan analisis dengan membandingkan
data yang diperoleh dilapangan dengan Peraturan Direktur Jenderal Bina produksi
Kehutanan Nomor: P.8/VI-SET/2009 tentang petunjuk pelaksanaan kewajiban
14

pemegang ijin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK) untuk


mempekerjakan sarjana kehutanan dan tenaga teknis pengelolaan hutan produksi
lestari dan Laporan Penelitian Standar Tenaga Teknis Kehutanan di Bidang
Pengusahaan Hutan.
3.7. Batasan Penelitian
1. Responden adalah pegawai/karyawan yang bekerja di CV. Pangkar Begili.
2. Pendidikan dan latihan yang pernah diikuti adalah pendidikan dan pelatihan
selama bekerja di CV. Pangkar Begili.
3. Jumlah tanggungan keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang menjadi
tanggungan pegawai/karyawan CV. Pangkar Begili.
4. Pendapatan tambahan adalah pendapatan selain dari gaji yang diterima dari
CV. Pangkar Begili.
BAB IV
KONDISI UMUM

4.1 Letak dan Luas IUPHHK-HA CV. Pangkar Begili


Secara administratif pemerintah, areal kerja IUPHHK-HA CV. Pangkar
Begili dibagi menjadi dua blok, yaitu di kelompok Hutan Sungai Serawai dan
Sungai Melawi yang berlokasi di Kecamatan Serawai, Kabupaten Sintang dan
Kecamatan Menukung, Kabupaten Melawi, Provinsi Kalimantan Barat. Secara
geografis wilayah areal kerja IUPHHK-HA ini yang dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Blok I : 112° 11’ 35” - 112° 31’ 21” bujur timur dan 0° 11’ 25” - 0° 19’ 22”
lintang selatan.
2. Blok II ; 112° 21’ 54” - 112° 35’ 32” bujur timur dan 0° 33’ 30” lintang
selatan.
Adapun batas-batas wilayah adalah sebagai berikut:
1. Sebelah utara berbatasan dengan hutan lindung
2. Sebelah timur berbatasan dengan hutan lindung
3. Sebelah selatan berbatasan dengan Taman Nasional Bukit Baka
4. Sebelah barat berbatasan dengan areal produksi lestari dan HPT (CV. Pangkar
Begili 2011).
Keseluruhan informasi tentang batas administratif dan batas wilayah dapat
dilihat pada Lampiran 2.
4.2 Tanah dan Geologi
Berdasarkan peta geologi Indonesia Provinsi Kalimantan Barat skala 1:
300.000 tahun 1993, formasi geologi yang terdapat di areal IUPHHK-HA CV.
Pangkar Begili adalah batuan pasir alat, tonalit sepauk, formasi payak, formasi
tebidah, rombakan lereng dan batuan terobosan Sintang (CV. Pangkar Begili
2011). Informasi lengkap mengenai formasi geologi di areal IUPHHK-HA CV.
Pangkar Begili disajikan pada Tabel 1.
16

Tabel 1 Formasi geologi di areal IUPHHK-HA CV. Pangkar Begili


No Formasi Luas (ha) Persen (%)
1 Batuan Terobosan Sintang 452,93 1,5
2 Batuan pasir Alat 7.313,23 24,22
3 Formasi Payak 3.713,98 12,3
4 Formasi Tebidah 5.616,27 18,6
5 Rombakan Lereng 1.841,89 6,1
6 Tonalit Sepauk 11.256,70 37,28
Jumlah 30.195,00 100
Sumber: CV. Pangkar Begili (2011)

Berdasarkan Peta Tanah Eksplorasi Kalimantan Barat skala 1: 300.000 yang


diterbitkan oleh Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian Bogor (1994) jenis tanah di areal IUPHHK-HA CV.
Pangkar Begili terdiri atas tanah jenis dystropets, hydrandepts, troparthents dan
tropudults (CV. Pangkar Begili 2011). Distribusi luas areal IUPHHK-HA CV.
Pangkar Begili dalam RKU Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Alam
pada Hutan Produksi CV. Pangkar Begili disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 2 Distribusi tanah di areal IUPHHK-HA CV. Pangkar Begili
No Jenis Tanah Total (ha) Persen (%)
1 Dystropepts 3.714 12,3
2 Hydrandepts 845 2,8
3 Troporthents 11.746 38,9
4 Tropudults 13.890 46
Jumlah 30.195 100
Sumber: CV. Pangkar Begili (2011)

4.3 Fungsi Hutan dan Kondisi Vegetasi Hutan


Berdasarkan SK Menhut No. 259/Kpts-II/2000 kawasan hutan produksi di
areal IUPHHK-HA CV. Pangkar Begili yang berada di Kelompok Hutan Sungai
Serawai dan Sungai Melawi termasuk dalam fungsi Kawasan Hutan Produksi
Terbatas (HPT) dan Hutan Produksi (HP) (CV. Pangkar Begili 2011). Adapun
perincian fungsi hutan dalam RKU Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan
Alam pada Hutan Produksi CV. Pangkar Begili disajikan dalam Tabel 3.
17

Tabel 3 Fungsi hutan di areal IUPHHK-HA CV. Pangkar Begili


No Fungsi Hutan Luas (ha) Persen (%)
1 Hutan Produksi Tetap (HP) 3.135 10,38
2 Hutan Produksi Terbatas (HPT) 27.060 89,62
Jumlah 30.195 100
Sumber: CV. Pangkar Begili (2011)

Berdasarkan peta citra landsat 7ETM path/raw 119/60 liputan tanggal 13


mei 2009 skala 1: 100.000 pada areal IUPHHK-HA CV. PANGKAR BEGILI
berupa hutan primer 11.416 ha (37,8%), hutan bekas tebangan seluas 12.807 ha
(42,4%), areal non hutan seluas 4.796 ha (15,9%) dan tertutup awan 1.176 ha
(3,9%) (CV. Pangkar Begili 2011). Adapun perincian luas penutupan hutan di
areal IUPHHK-HA CV. Pangkar Begili dalam RKU Pemanfaatan Hasil Hutan
Kayu dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi CV. Pangkar Begili disajikan
dalam Tabel 4.
Tabel 4 Luas penutupan hutan di areal IUPHHK-HA CV. Pangkar Begili
Fungsi hutan Buffer zone HL Jumlah Persen
No Penutupan lahan (ha) (ha) (ha) (%)
HPT HP HPT HP
1 Hutan primer 8.02 0 3.396 0 11.416 37,81
2 Bekas tebangan 8.303 2.536 1.755 213 12.807 42,41
3 Non hutan 4.07 386 340 0 4.796 15,88
4 Tertutup awan 749 0 427 0 1.176 3,89
Jumlah 21.142 2.922 5.918 213 30.195 100
Sumber: CV. Pangkar Begili (2011)

Sediaan kayu berdasarkan hasil IHMB keseluruhan jenis untuk pohon kecil
adalah 1.790.308 pohon (71,88 pohon/ha) atau 709.017 m3 (28,47 m3/ha). Pohon
besar sebanyak 1.074.366 pohon (43,13 pohon/ha) atau 2.435.615 m3 (97,78
m3/ha). Pohon kelas diameter 40 cm up sebanyak 727.825 pohon (29,22
pohon/ha) atau 2.137.363 m3 (85,81 m3/ha) dan kelas diameter 50 cm up
sebanyak 409.660 pohon (16,45 pohon/ha) atau 1.642.859 m3 (65,96 m3/ha) (CV.
Pangkar Begili 2011).
Distribusi sediaan tegakan hutan berdasarkan kualitas batang untuk vegetasi
tingkat pohon kelas diameter 40 cm up bebas cacat (komersial dan kualitas baik
dapat diperdagangkan) dengan jumlah 685.555 pohon (27,52 pohon/ha) atau
18

2.009.114 m3 (80,66 m3/ha), dan pohon kelas diameter 50 cm up bebas cacat


(komersial dan kualitas baik dapat diperdagangkan) dengan jumlah 384.883
pohon (15,45 pohon/ha) atau 1.540.326 m3 (61,84 m3/ha) (CV. Pangkar Begili
2011).
4.4 Topografi Lapangan
Menurut RKU Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Alam pada
Hutan Produksi CV. Pangkar Begili, kondisi kelas lereng berdasarkan hasil
analisis pada fisiografi lapangan yang datar sampai berbukit dan berada pada
ketinggian 27 mdpl sampai dengan 645 mdpl (CV. Pangkar Begili 2011). Adapun
data mengenai topografi lapangan disajikan dalam Tabel 5.
Tabel 5 Topografi lapangan di areal IUPHHK-HA CV. Pangkar Begili
No Kelas Lereng Kelerengan (%) Luas (ha) Persen (%)
1 Datar (A) 0-8 0 0
2 Landai (B) 9-15 3.200 10,6
3 Agak Curam (C) 16-25 26.995 89,4
4 curam (D) 26-40 0 0
5 Sangat curam (E) >40 0 0
Jumlah 30.195 100
Sumber: CV. Pangkar Begili (2011)
4.5 Iklim
Informasi iklim di kawasan IUPHHK-HA CV. Pangkar Begili diperoleh
dari Stasiun Meteorologi dan Geofisika Bandar Udara Sintang. Berdasarkan data
iklim tahun 2008 rata-rata curah hujan tahunan di daerah ini adalah 3.142,7
mm/tahun dengan rata-rata jumlah hari hujan 261,89 mm/bulan dan intensitas
curah hujan 19,83 mm/hari. Curah hujan bulanan tertinggi terjadi pada Oktober
dengan curah hujan 453,9 mm/hari dan curah hujan terendah terjadi pada
Februari dengan curah hujan 100,4 mm/hari (CV. Pangkar Begili). Berdasarkan
klasifikasi iklim Schmith dan Fergusson dalam RKU Pemanfaatan Hasil Hutan
Kayu dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi CV. Pangkar Begili (2011),
wilayah ini termasuk ke dalam tipe iklim A. Jumlah curah hujan dalam satu tahun
di atas 3.142,7 mm.
Data curah hujan dan hari hujan di Stasiun Meteorologi dan Geofisika
Bandar Udara Sintang dalam RKU Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan
Alam pada Hutan Produksi CV. Pangkar Begili (2011) disajikan dalam Tabel 6.
19

Tabel 6 Data curah hujan di areal IUPHHK-HA CV. Pangkar Begili


Unsur Iklim
No Bulan Curah Hari Hujan Suhu Kelembaban
Hujan (mm) (mm) Maksimum (ᵒC) Relatif (%)
1 Januari 269.2 21 30.3 86
2 Februari 100.4 19 30.3 86
3 Maret 420.3 24 26.6 87
4 April 186.2 20 30.6 85
5 Mei 175.1 13 31.9 83
6 Juni 152.6 16 30.9 84
7 Juli 226.8 16 31.9 85
8 Agustus 327.3 21 30.9 83
9 September 265.6 16 31.2 83
10 Oktober 453.9 24 31.3 86
11 November 312.8 24 30.9 85
12 Desember 252.5 24 30.7 87
Jumlah 3142.7 238
Rata-rata 261.89 20
Sumber: CV. Pangkar Begili (2011)
4.6 Hidrologi
Areal kerja IUPHHK-HA CV. Pangkar Begili berada di hulu DAS Kapuas
dan Sub DAS Melawi. Karena merupakan daerah hulu, kondisi perairan sungai
merupakan mata air dan banyak terdapat sungai kecil dan dangkal, sempit dan
berkelok-kelok dengan dasar sungai terdiri atas pasir dan bebatuan. Sungai-sungai
yang terdapat di areal kerja IUPHHK-HA CV. Pangkar Begili merupakan anak
Sungai Melawi yaitu Sungai Serawai dan Sungai Keruap. Sungai tersebut
digunakan oleh masyarakat untuk berbagai aktivitas antara lain MCK, mencari
ikan dan sebagai sarana transportasi masyarakat menggunakan sampan atau
perahu motor (CV. Pangkar Begili 2011).
4.7 Sarana Transportasi dan Aksesibilitas
Areal IUPHHK-HA CV. Pangkar Begili berada di Kabupaten Sintang.
Untuk menuju areal tersebut dari Pontianak dapat ditempuh dengan menggunakan
bus selama ± 10 jam sampai Nanga Pinoh. Selanjutnya dari Kecamatan Nanga
Pinoh menuju Kecamatan Serawai dapat ditempuh melalui jalur sungai dengan
menggunakan speed boat selama ± 3,5 jam. Sedangkan alat transportasi yang
digunakan oleh penduduk sekitar IUPHHK-HA CV. Pangkar Begili berupa alat
20

transportasi sungai seperti perahu sampan, tug boat dan motor temple dan sarana
komunikasi di sekitar areal IUPHHK-HA CV. Pangkar Begili berupa handphone
(CV. Pangkar Begili 2011).
4.8 Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya
4.8.1 Pusat kegiatan perekonomian
Sarana dan prasarana perekonomian di desa sekitar areal kerja IUPHHK-HA
CV. Pangkar Begili secara umum masih relatif terbatas baik ragam maupun
jumlahnya. Hal ini disebabkan karena desa di daerah ini relatif jauh dari pusat
perekonomian dan jumlah penduduknya relatif sedikit, serta keterbatasan sarana
dan prasana transportasi. Adanya keterbatasan akses, tingkat pendidikan yang
relatif rendah dan belum memadainya sarana dan prasarana perekonomian
menyebabkan aktivitas perekonomian di sekitar IUPHHK-HA CV. Pangkar Begili
kurang berkembang. Sarana perekonomian seperti warung dan toko masih dapat
dijumpai di desa-desa, tetapi untuk pasar hanya dapat dijumpai di ibukota
kecamatan. Kelancaran arus distribusi barang masih sangat rendah, walaupun
sarana jalan yang dapat menghubungkan desa dengan kota kecamatan sudah
dibangun (CV. Pangkar Begili 2011).
4.8.2 Mata pencaharian dan perekonomian lokal
Mata pencaharian sebagian besar penduduk desa sekitar areal kerja
IUPHHK-HA CV. Pangkar Begili sebagai petani ladang berpindah. Selain itu
terdapat juga masyarakat yang bermata pencaharian sebagai pedagang, karyawan
perusahaan IUPHHK, PNS dan penambang emas. Pada umumnya masyarakat
yang bermata pencaharian sebagai petani berladang masih menggunakan cara-cara
tradisional dalam melakukan budidaya pertanian sistem berladang. Tanaman yang
dibudidayakan dalam kegiatan berladang selain padi adalah jenis sayuran seperti
kacang panjang, bayam, terong, cabe, singkong dan lain-lain. Kegiatan sambilan
yang dilakukan oleh petani berladang antara lain menoreh karet dan kegiatan
berburu (CV. Pangkar Begili 2011).
4.8.3 Kependudukan
Penduduk kecamatan Nanga Serawai sebagian besar merupakan penduduk
dari etnis Dayak dan Melayu. Luas wilayah Kecamatan Nanga Serawai adalah
2.128 km² dengan jumlah penduduk pada tahun 2008. Berdasarkan data

Anda mungkin juga menyukai