Disusun oleh:
Kelompok 1
Arlyn Fortuna Bayyin Alaqo 1106620019
Devina Putri 1106620062
Riza Adzkia 1106620096
Kelompok 1
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................2
C. Tujuan....................................................................................................................2
D. Manfaat Penulisan.................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................3
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................16
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Profesi berasal dari bahasa Latin “Proffesio” yang mempunyai dua pengertian
yaitu janji/ikrar dan pekerjaan. Bila artinya dibuat dalam pengertian yang lebih luas
menjadi kegiatan “apa saja” dan “siapa saja” untuk memperoleh nafkah yang
dilakukan dengan suatu keahlian tertentu. Sedangkan dalam arti sempit profesi berarti
kegiatan yang dijalankan berdasarkan keahlian tertentu dan sekaligus dituntut
daripadanya pelaksanaan norma-norma sosial dengan baik (Tarmizi, 2018). Istilah
profesi selalu menyangkut profesi, namun tidak semua pekerjaan dapat dikatakan
profesi, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dinyatakan bahwa profesi adalah
bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (ketrampilan, kejuruan dan
sebagainya).
Konseling merupakan profesi yang didedikasikan terhadap pencegahan,
perkembangan, eksplorasi, pemberdayaan, perubahan dan remediasi di dunia yang
semakin kompleks ini. Di masa yang lalu, konseling menekankan pada pembimbingan
dengan membantu orang-orang mengambil pilihan yang bijaksana. Saat ini
pembimbingan hanya merupakan sebagian dari profesi konseling. Keberadaan
pelayanan konseling dalam sistem pendidikan di Indonesia dijalani melalui suatu
proses panjang sejak kurang lebih empat puluh tiga tahun yang lalu. Pada saat itu
keberadaan pelayanan konseling dalam setting pendidikan, khususnya persekolahan
telah memiliki legalitas yang kuat dan menjadi bagian terpadu dari sistem pendidikan
nasional (Tarmizi, 2018)
Perkembangan adanya profesi yang berkecimpung dalam dunia konseling
sudah dimulai dari awal abad ke-19 di negara Amerika. Di Indonesia, profesi
konseling juga sudah bmasuk dan berkembang pada pertengahan abad ke-19. Sebagai
upaya untuk memahami lebih dalam mengenai profesi yang bergerak dalam
memberikan pelayanan untuk manusia, maka perlu diadakan pembahasan lebih lanjut
yang akan dituangkan dalam pembuatan makalah ini.
1
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari adanya penyusunan makalah ini dapat kita lihat dari
poin-poin berikut.
1. Manfaat Teoritis
Dapat dijadikan sebagai sumber referensi yang berkontribusi untuk
meningkatkan pengetahuan dan wawasan masyarakat akademis dan umum
berkaitan dengan sejarah profesi konselor dan pembahasan profesi dalam konteks
human services.
2. Manfaat Praktis
2
BAB II
PEMBAHASAN
Tiga tokoh utama pada periode ini adalah Jesse B. Davis, Frank
Parsons, dan Clifford Beers. Davis adalah orang pertama yang
mengembangkan program bimbingan yang sistematis di sekolah-sekolah. Pada
tahun 1907, sebagai pejabat yang bertanggung jawab pada the Grand Rapids
(Michigan) school system, ia menyarankan agar guru kelas yang mengajar
English Composition untuk mengajar bimbingan satu kali seminggu yang
bertujuan untuk mengembangkan karakter dan mencegah terjadinya masalah
(Gladding, 1992, p. 9). Sementara itu, Frank Parsons di Boston melakukan hal
yang hampir sama dengan Davis. Ia menfokuskan pada program
pengembangan dan pencegahan. Parsons sering disebut juga sebagai Bapak
Bimbingan atau Father of Guidance. Ia dikenal karena mendirikan Boston's
Vocational Bureu pada tahun 1908. Berdirinya biro ini merepresentasikan
langkah maju diinstitusionalisasikannya bimbingan karir (vocational
guidance) (Gladding, 1992, p. 10). Pada lembaga itu Parsons membantu
orang-orang muda dalam membuat keputusan karir. Menurut Parsons, dalam
membuat keputusan karir terkait dengan tiga faktor, yaitu: pengetahuan
3
tentang karir, pengetahuan tentang diri, dan kesesuaian antara keduanya
(Crites, 1981 dalam Gladding, 1992, p. 10).
5
pasien. Hipnotis ditemukan oleh perintis teori "magnetisme bintang", Johan
Joseph Gassner (1727-1779) dan Franz Mesmer (1734-1815) (McLeod, 2006,
p. 28).
Sejak awal tahun 1960 an sampai dewasa ini terdapat beberapa peristiwa
penting yang menjadi tonggak-tonggak sejarah perkembangan bimbingan dan
konseling di Indonesia, yaitu:
c. Tahun 1975
1) Lahir dan berlakunya Kurikulum Sekolah Menengah Umum yang disebut
Kurikulum 1975 sebagai pengganti kurikulum sebelumnya (kurikulum
1968). kurikulum 1975 memuat beberapa pedoman pelaksanaan kurikulum
tersebut, yang salah satunya adalah Buku Pedoman Bimbingan dan
Penyuluhan.
2) Diadakannya Konvensi Nasional Bimbingan I di Malang yang berhasil
melahirkan beberapa keputusan penting, yaitu:
a) Terbentuknya organisasi profesi bimbingan dengan nama Ikatan
Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI),
b) Tersusunnya AD/ART IPBI, kode etik jabatan konselor dan program
kerja IPBI periode 1976 – 1978.
c) Konvensi itu diikuti oleh beberapa kali konvensi dan kongres yang
diadakan secara berturut-turut di Salatiga, Semarang, Bandung,
Yogyakarta, Denpasar, Padang, Surabaya dan Lampung.
d. Tahun 1978
7
perlu diisi. Demikian pula tamatan program-program setingkat diploma itulah
yang pertama kali diangkat sebagai guru bimbingan di sekolah.
e. Tahun 1989
1) Lahirnya Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No.
026/Menpan/1989 tentang Angka Kredit bagi Jabatan Guru dalam
lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Isi keputusan ini
ditetapkan secara resmi adanya kegiatan pelayanan bimbingan dan
konseling di sekolah, disamping itu adanya kenaikan pangkat jabatan guru
pembimbing.
2) Lahirnya undang-undang Republik Indonesia No 2 Tahun 1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Pendidikan adalah usaha sadar untuk
menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran
dan/atau latihan bagi perannya masa yang akan datang. Dalam hal ini kata
bimbingan diwujudkan dalam bentuk pelayanan bimbingan dan konseling
di sekolah untuk mengembangkan kepribadian peserta didik dalam upaya
menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas yang bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Selanjutnya lahirnya Peraturan Pemerintah
No 28 dan 29 Tahun 1990 yang secara tegas mencantumkan adanya
pelayanan bimbingan pada satuan-satuan pendidikan (masing-masing pada
Bab X pasal 25 dan 27).
f. Tahun 1991 – 1993.
8
sekolah adalah Guru Pembimbing yang secara eksplisit dibedakan dari
jenis guru lainnya. Dengan demikian guru pembimbing merupakan jabatan
fungsional tersendiri di antara jabatan-jabatan fungsional guru lainnya.
2) Sejak tahun 1993 diselenggarakan penataran guru-guru pembimbing SLTP
dan SLTA seluruh Indonesia di PPPG Keguruan.
3) Sarjana (S1) bimbingan dan konseling lulusan jurusan PPB/BK mulai
diangkat menjadi guru pembimbing di sekolah.
4) Digalangnya kerjasama antara IPBI, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar
dan Menengah dan IKIP Malang dalam penyelenggaraan Sertifikasi
Kewenangan Testing bagi profesional bimbingan dan konseling.
Kerjasama ini masih berlaku sampai sekarang (sejak 1995). Para tamatan
program ini memiliki kewenangan menyelenggarakan tes intelegensi dan
bakat untuk keperluan pelayanan bimbingan dan konseling.
5) Dibentuknya divisi baru dalam lingkungan IPBI:
a) Ikatan Dosen Pembimbing Indonesia (IDPI)
b) Ikatan Instrumentasi Bimbingan dan Konseling (IIBKIN)
h. Tahun 1996 – 2000.
1) Diterbitkan dan diberlakukannya Pedoman Musyawarah Guru
Pembimbing (MGP). MGP adalah himpunan guru pembimbing yang
secara berkala mengadakan pertemuan untuk mengembangkan program
dan kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah.
2) Disusun sejumlah panduan untuk digunakan dalam pelaksanaan bimbingan
dan konseling di sekolah. Panduan ini disusun oleh IPBI berdasarkan hasil
seminar dan lokakarya yang khusus diadakan untuk itu. Panduan itu
meliputi:
a) Panduan penyusunan program bimbingan dan konseling di sekolah.
b) Panduan penjurusan siswa SLTP dan SLTA.
c) Panduan bimbingan teman sebaya.
d) Panduan bimbingan kegiatan kelompok belajar.
e) Panduan penilaian hasil layanan bimbingan dan konseling.
f) Panduan manajemen bimbingan dan konseling di sekolah.
3) Disusun dan diterbitkannya buku seri pemandu pelaksanaan bimbingan
dan konseling di sekolah (SPP-BKS)
a) Buku 1 : Bimbingan dan konseling di SD
9
b) Buku 2 : Bimbingan dan konseling di SLTP
c) Buku 3 : Bimbingan dan konseling di SMA
d) Buku 4 : Bimbingan dan konseling di SMK
4) Perubahan 10 IKIP Negeri menjadi Universitas Negeri dan dua STKIP
Negeri menjadi IKIP negeri dengan arah wider mandate (perluasan
mandat). IKIP yang semula hanya menyeleggarakan juga program non
kependidikan. Dalam suasana wider mandate itu universitas mantan IKIP
berupaya mengembangkan fakultas dan program program studinya.
Program yang memangku bidang bimbingan dan konseling berupaya lebih
menegaskan nama dan keberadaan bimbingan dan konseling, banyak di
antara jurusan yang semula bernama PPB diubah menjadi Bimbingan dan
konseling.
5) Salah satu bentuk nyata wider mandate dalam bidang bimbingan dan
konseling adalah diselenggarakannya rintisan program Pendidikan Profesi
Konselor (PPK) untuk menyiapkan/calon penyandang gelar profesi
bimbingan dan konseling, yaitu konselor. Rintisan PPK ini
diselenggarakan sejak tahun 1999 pada Jurusan Bimbingan dan Konseling
Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Universitas Negeri Padang (UNP).
i. Tahun 2001 – 2002
1) Diselenggarakannya Kongres IX IPBI di Lampung.
10
pengokohan identitas profesi, penegasan lingkup layanan, keterkaitan
dengan profesi lain yang sejenis dan setting layanan.
11
tentang bimbingan dan konseling. Jurnal ini dikelola oleh jurusan
bimbingan dan konseling FIP UNP bekerja sama dengan program studi
bimbingan dan konseling Program Pascasarjana UNP.
j. Tahun 2003 – 2005.
k. Tahun 2008.
12
B. Profesi dalam Konteks Human Services
Profesi human services adalah sebuah profesi yang berada dalam bidang
pelayanan terhadap manusia. Sejumlah ahli seperti (Mc Cully, Tolbert dan Nugent
dalam Prayitno, 2002) telah merumuskan syarat syarat atau ciri-ciri utama dari suaru
profesi sebagai berikut: Suatu profesi merupakan suatu jabatan atau pekerjaan yang
memiliki fungsi dan kebermaknaan sosial yang sangat menentukan. Syarat ini nyata
dipenuhi, karena klien yang menerima layanan adalah anggota masyarakat, mereka
berasal dari anak-anak sekolah dan mahasiswa; anggota keluarga atau kelompok atau
perkumpulan dalam masyarakat; pejabat, pegawai atau karyawan instansi atau
lembaga kerja dari pemerintah atau swasta; para penyandang cacat atau ketunaan,
termasuk narapidana; serta individu-individu warga masyarakat yang berada dalam
kondisi tertentu sehingga memerlukan pelayanan konseling. Pelayanan konseling
bukan untuk konseling itu sendiri melainkan untuk memajukan kehidupan warga
masyarakat, untuk kebahagiaan dan kesejahteraan serta kemaslahatan hidup individu
dalam bermasyarakat.
Dalam mewujudkan hal tersebut perlu dilakukan pelayanan sosial yang
dilaksanakan sebaik dan setulus mungkin (Wibowo, 2018). Tiga kata kunci yaitu
pelayanan, baik atau berkualitas, dan tulus.
Pelayanan merupakan bantuan bagi orang yang memerlukan, dengan demikian
pengertian dari pelayanan adalah suatu kegiatan yang sifat dan arahnya menuju
kondisi yang lebih baik dan membahagiakan bagi orang yang dilayani. Orang yang
memerlukan itu adalah orang-orang yang sedang berada dalam suatu kondisi kritis
dan terancam mengalami hambatan dan kerugian tertentu, apabila kondisi seperti ini
tidak diatasi, maka kondisi kritis tersebut akan berlanjut atau bahkan semakin parah
yang akan mengakibatkan semakin besarnya hambatan dan kerugian yang diderita.
Untuk itulah diperlukan mengatasi kondisi yang dialami individu mendapat bantuan
berupa pelayanan yang dimaksudkan itu. Orang yang mengalami masalah dalam
konseling adalah orang-orang yang normal yang dimaksud dengan masalah dalam
bimbingan dan konseling adalah sesuatu yang mengganggu aktivitas individu sehari-
hari, dengan ciri-cirinya: sesuatu yang tidak disukai adanya, sesuatu yang ingin
ditiadakan keberadaannya dan sesuatu yang menimbulkan kesulitan dan kerugian bagi
orang yang mengalami masalah tersebut.
13
Baik berkenaan dengan kualitas pelayanan itu sendiri. Profesi bukanlah
sembarang pelayanan, melainkan pelayanan yang berkualitas tinggi. Pelayanan yang
menggunakan teori dan metode ilmiah, jelas, eksplisit dan sistematik. Dengan
pelayanan yang berkualitas tinggi itu upaya mengatasi kondisi kritis serta mengurangi
hambatan dan kerugian yang akan ditimbulkan menjadi efektif dan efisien. Pelayanan
profesi bukanlah pekerjaan coba-coba ataupun asal-asalan, asal jadi, atau yang
penting selesai dan tujuan tercapai tanpa mempedulikan cara dan metode, yang
penting ada usaha dan ada hasil, melainkan pelayanan yang cermat, cekatan dan
cerdas sehingga hasilnya maksimal.
Ketulusan dari si pemberi layanan (konselor). Dengan ketulusan itu dapat
dipahami bahwa pelayanan diberikan dengan sukarela atau setidak-tidaknya tanpa
rasa terpaksa, pelayanan diberikan tanpa pamrih atau setidak-tidaknya tanpa tujuan
yang bersangkut paut dengan kepentingan pribadi si pemberi layanan itu, satu-satunya
pamrih yang amat ditonjolkan adalah kehendak agar orang yang dilayani itu
memperoleh bantuan dengan kemanfaatan yang sebesar-besarnya sehingga kondisi
kritis yang dialami dapat dientaskan, hambatan dapat teratasi dan kerugian dapat
tercegah. Pelayanan yang tulus tercermin dari kesediaan berkorban dari pihak si
pemberi layanan, korban waktu, pikiran, tenaga dan boleh jadi urusan keluarga dan
harta benda. Dalam ketulusan pelayanan itu, orang yang memerlukan bantuan tidak
akan diabaikan, apalagi disia-siakan, kepentingan mereka dinomorsatukan,
mengalahkan kepentingan pribadi si pemberi layanan tidak menghitung untung rugi
terhadap dirinya sendiri yang diperhitungkan justru keuntungan bagi si penerima
(konseli) layanan.
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
15
DAFTAR PUSTAKA
Cahyono, H. (2019). Faktor-Faktor Kesulitan Belajar Siswa Min Janti. JDPP Jurnal Dimensi
Pendidikan dan Pembelajaran, 7(1), 1-4.
Fadilah, S. N. (2019). Layanan Bimbingan Kelompok dalam Membentuk Sikap Jujur Melalui
Pembiasaan. Islamic Counseling, 3(2), 167-178.
Gladding, S. T. (1992). Counseling a comprehensif profession, 2nd ed. New York: Maxwel
MacMillan International.
Prayitno. 1995. Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok. Padang: Ghalia Indonesia.
Prayitno, dkk. (2002) Profesi dan Organisasi Profesi Bimbingan dan Konseling. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar & Menengah
Direktorat SLTP.
Prayitno. (2004). Buku Seri Bimbingan dan Konseling Layanan Bimbingan dan Konseling
Kelompok (Dasar dan Profil). Jakarta: Ghalia Indonesia.
16