1
Anggota Kelompok:
Ananda Ardika Saputra B04190003
Anggieta Setiawinardi B04190006
Anisa Sabrina Rahmi B04190009
Awwala Azizah Ghassani B04190016
Cc. Ascyfa Najwa B04190018
Cindy Anola Ifana B04190020
Dina Nurzuliana B04190024
Elena Adjani Jusuf B04190026
Imas Rezki Amanah Are B04190039
Indhira Pratiwi B04190041
Luciana Pegitasa Suhari B04190047
2
Pendahuluan
3
Latar Belakang
4
Latar Belakang
Kebutuhan daging sapi rata-rata sebesar 86
ribu ton pertahun atau setara dengan jumlah
sapi sebanyak 710 ribu ekor jika rata-rata berat
hidup sebesar 400 kg/ekor (Firman et al. 2018).
Kutipan tersebut tidak lengkap karena → Menurut Firman et al. (2018), total
kebutuhan daging sapi rata-rata yang dikutip tersebut merupakan data
kebutuhan daging sapi spesifik di Jawa Barat.
Saran: data tersebut dapat digantikan oleh kebutuhan daging sapi di Indonesia
5
Latar Belakang
Dalam sektor peternakan hewan besar salah satunya sapi, kemajuan
teknologi akan berdampak terhadap ternak sapi terutama dalam
peningkatan populasi, produksi, dan produktivitas sapi baik dari segi
kuantitas dan kualitasnya. Dalam upaya mengatasi penurunan
populasi sapi di Indonesia dan meningkatnya kebutuhan masyarakat,
teknologi reproduksi sangat dibutuhkan.
6
Latar Belakang
Menurut Sophian dan Afiati (2016), teknologi reproduksi mencakup inseminasi buatan (IB), transfer embrio
(TE), pemisahan spermatozoa, fertilisasi in vitro (IVF), preservasi dan kriopreservasi serta teknologi rekayasa
genetik untuk menghasilkan klon-klon ternak unggul, seperti transfer gen, pemetaan genetik, dan cloning.
Kutipan tersebut sesuai → dapat dilanjutkan dengan penjelasan singkat mengenai metode transfer embrio
sebagai fokus dari tujuan makalah.
7
Latar Belakang
Transfer embrio dapat dipilih sebagai solusi untuk meningkatkan kemampuan reproduksi sapi
betina unggul, memperpendek interval generasi, serta menyeleksi anak sapi dalam jumlah
besar yang diperoleh dari donor unggul, sehingga mempercepat perbaikan ternak sapi.
Fertilisasi atau pematangan in vitro dimulai sel telur (oosit) dapat diambil dari ternak hidup
atau ovarium ternak yang baru dipotong.
Oosit dimatangkan dan dibuahi di laboratorium, lalu dikultur sampai tahap tertentu sebelum
ditransfer ke resipien (Sophian dan Afiati 2016).
8
Tujuan
Tujuan makalah kelompok 3 sudah sesuai dengan
judul topik
9
Pembahasan
10
Teori dan Fakta
Prosedur Koleksi Oosit
Febretrisiana dan Pamungkus (2017), Oosit adalah sel gamet betina yang jika telah mengalami
pematangan dan terjadi fertilisasi dengan sel gamet jantan (spermatozoa) selanjutnya akan
berkembang menjadi embrio dan dalam keadaan yang normal maka akan dapat berkembang menjadi
individu baru
11
Teori dan Fakta
Prosedur Koleksi Oosit
Perkembangan oosit terjadi di dalam folikel dan selama perkembangannya folikel juga
akan mengalami perkembangan yang dikenal dengan folikulogenesis.
Tahap perkembangan folikel diawali dengan terbentuknya folikel primordial hingga
terbentuk folikel matang dan oosit akan memasuki tahap ovulasi
Sesuai
Folikulogenesis adalah proses yang bertanggung jawab untuk perkembangan foliker ovulatory dan
pelepasan satu atau lebih oosit mature
Selama folikulogenesis, proliferasi dan angiogenesis seluler terjadi berhubungan dengan
pertumbuhan folikel primordial menjadi folikel degraaf (Panjaitan 2011).
12
Teori dan Fakta
Prosedur Koleksi Oosit
13
Teori dan Fakta
Prosedur Koleksi Oosit
14
Teori dan Fakta
Prosedur Koleksi Oosit
15
Teori dan Fakta
Prosedur Koleksi Oosit
Sesuai
16
Teori dan Fakta
Prosedur Koleksi Oosit
Tidak sesuai
Mengklasifikasikan oosit menjadi tiga kelas
Amer et al (2018) yang menyatakan bahwa, Kualitas oosit diklasifikasikan menjadi 4 tipe, yaitu:
A: Kumulus berlapis padat dengan lebih dari tiga lapisan dan ooplasma homogen;
B: Lapisan kumulus padat, satu sampai tiga lapis dengan ooplasma homogen, memiliki
penampakan kasar dan zona pelusida yang berwarna lebih gelap;
C: Lapisan kumulus tidak terlalu padat dengan bentuk ooplasma yang tidak beraturan dan
memiliki lapisan gelap;
D: Oosit gundul tanpa lapisan kumulus.
17
Teori dan Fakta
Fertilisasi In-Vitro
Makalah kelompok 3 telah menjelaskan pengertian fertilisasi in-vitro dengan tepat dan sesuai dengan
literatur yang digunakan. Akan tetapi, beberapa kalimat pada makalah cukup membingungkan dan
kurang efektif. Hal ini dapat menimbulkan kesalahpahaman dalam memahami kalimat-kalimat tersebut.
Kalimat-kalimat dalam paragraf 1 diambil langsung dari sumber tanpa menggunakan parafrase. Hal
tersebut dapat menimbulkan masalah plagiarisme dan membuat paragraf ini menjadi kurang padu.
18
Teori dan Fakta
Fertilisasi In-Vitro
Proses fertilisasi in-vitro dijelaskan secara singkat dan mudah dipahami, namun kurang lengkap.
Kalimat terakhir dari paragraf ini juga ditulis tanpa menggunakan parafrase dari sumber.
19
Teori dan Fakta
Kultur Jaringan
Tidak
Sistem yang dikembangkan untuk menanggulangi diantaranya
lengkap dan
kultur menggunakan Syntetic oviductal fluid (SOF) yang tidak sesuai
dilengkapi Fetal Bovine Serum (Yuliani et al. 2014)
Beberapa sistem kultur telah dikembangkan untuk menanggulangi developmental block terhadap
perkembangan awal embrio mamalia in vitro, yaitu kultur menggunakan cell free-system, synthetic
oviductal fluid (SOF) yang dilengkapi Bovine Serum Albumin (Yuliani et al. 2014).
20
Teori dan Fakta
Kultur Jaringan
Fetal Bovine Serum (FBS) dan Bovine Serum Albumin (BSA) Berbeda
Fetal Bovine Serum (FBS) adalah suplemen serum yang umum digunakan untuk kultur sel eukariotik.
Manfaat FBS untuk kultur sel adalah level antibodi yang lebih rendah dan kandungan faktor
pertumbuhan yang lebih tinggi (Fang et al. 2017).
Bovine Serum Albumin (BSA) digunakan dalam berbagai aplikasi laboratorium termasuk fungsinya
sebagai standar konsentrasi protein, selain itu, BSA juga berfungsi sebagai nutrisi untuk sel dan
memiliki kemampuan untuk menstabilkan enzim selama proses restriction digest (Alves et al. 2016).
21
Teori dan Fakta
Kultur Jaringan
Level antibodi yang rendah dan kandungan faktor pertumbuhan yang tinggi dari FBS memungkinkan
dalam perbanyakan sebagian besar jenis sel manusia dan hewan (Fang et al. 2017)
FBS juga memiliki dampak negatif yaitu berisiko tinggi terkontaminasi virus, bakteri, dan endotoxin
(Kolkmann et al. 2020)
22
Teori dan Fakta
Kultur Jaringan
Peralihan ke serum-free medium atau setidaknya pengurangan FBS dalam media kultur sangat diperlukan
untuk produksi skala besar produk bioteknologi, terutama untuk daging hasil kultur dalam mendukung
pertumbuhan populasi dan peningkatan kesejahteraan hewan (Kolkmann et al. 2020)
23
Teori dan Fakta
TF Embrio pada Sapi Sesuai
Transfer embrio adalah suatu teknik dimana embrio (fertilized ova) dikoleksi dari alat kelamin ternak betina
menjelang nidasi dan ditransplantasikan ke dalam saluran reproduksi betina lain untuk melanjutkan
kebuntingan hingga sempurna, seperti konsepsi, implantasi/nidasi dan kelahiran.
Hartantyo (1995), transfer embrio merupakan rangkaian proses pengambilan atau pemanenan embrio
sebelum implantasi dari seekor hewan betina yang mempunyai mutu genetik unggul (bertindak sebagai
donor) untuk di transfer/dipindahkan ke dalam uterus induk betina (bertindak sebagai resipien) sehingga
ternak menjadi bunting
24
Teori dan Fakta
TF Embrio pada Sapi
Melalui aplikasi teknologi transfer embrio Sudarto (1985) yaitu, manfaat transfer embrio adalah
diharapkan mampu meningkatkan efisiensi meningkatkan jumlah keturunan dari betina yang
reproduksi ternak dan melestarikan bibit mempunyai kualitas unggul dan memperpendek waktu
unggul generasi.
Sesuai
25
Teori dan Fakta
TF Embrio pada Sapi
Beberapa faktor yang mempengaruhi Menurut Arrazy (2019), selain pada kualitas embrio,
keberhasilan transfer embrio dan keberhasilan faktor petugas dan resipien juga dapat mempengaruhi
kebuntingan antara lain adalah kualitas embrio, keberhasilan dari transfer embrio.
medium transfer, sinkronisasi estrus resipien
dengan donor, infeksi, penempatan embrio dalam
uterus, dan status nutrisi resipien
Prosedur transfer embrio pada makalah tidak Pernyataan prosedur tersebut menurut Afriani et al.
terlalu spesifik apakah prosedur tersebut (2018) merupakan prosedur transfer embrio beku
menggunakan transfer embrio segar, embrio langsung.
beku langsung atau dengan embrio beku
bertahap.
26
Analisis dan Sintesis
Prosedur Koleksi Oosit
Koleksi oosit dapat dilakukan pada sapi hidup yaitu dengan Sesuai
probe ultrasound menuju ovarium donor.
Metode koleksi oosit dengan aspirasi folikel ini pada sapi betina dapat dilakukan mulai dari umur 2
bulan.
Tambahan mengenai perbedaan oosit yang dikoleksi dari hewan hidup, yaitu dapat dikoleksi berulang
sedangkan ovarium yang berasal dari hewan mati hanya mampu menghasilkan oosit satu kali pada
ternak yang sama. Oosit yang diperoleh melalui hewan hidup
27
Analisis dan Sintesis
Prosedur Koleksi Oosit
Sesuai
28
Analisis dan Sintesis
Prosedur Koleksi Oosit
Metode slicing dan puncture menghasilkan jumlah oosit yang lebih besar serta kualitas oosit yang
lebih baik dibandingkan metode aspirasi. Metode koleksi tidak memengaruhi maturasi inti oosit dan
perkembangan embrio di kemudian waktu.
Teknik slicing dapat menghasilkan jumlah oosit lebih banyak dengan kualitas baik
Oosit dari hewan mati memiliki kemampuan perkembangan menuju tahap cleavage
sama dengan oosit yang diperoleh melalui hewan hidup. Sehingga, kemampuan oosit
Sesuai
yang berasal dari hewan mati untuk berkembang menjadi embrio sama baiknya
dengan yang berasal dari hewan hidup (Febretrisiana dan Pamungkas 2017).
29
Analisis dan Sintesis
Fertilisasi In Vitro
Data yang disampaikan oleh kelompok 3 pada paragraf satu, tidak mendeskripsikan secara jelas,
sehingga membingungkan pembaca, karena tidak disertai keterangan yang jelas terkait sampel yang
digunakan.
"Sperma yang setelah di thawing kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 1800 rpm selama 5 menit
dengan suhu 27°C. Kemampuan fertilisasi pada sperma terhadap oosit diukur berdasarkan motilitas
mencapai oosit yang berada di dalam saluran reproduksi"
Kami merasa kalimat ini tidak cocok di masukan ke dalam analisis sintesis. Karena
seharusnya pada analisis dan sintesis hanya membahas data, sehingga prosedur tidak
perlu dimasukkan.
30
Analisis dan Sintesis
Fertilisasi In Vitro
31
Analisis dan Sintesis
Kultur Jaringan
33
Saran
• Seleksi informasi yang baik
• Tata cara penulisan pada makalah
33
Daftar Pustaka
Afriani T, Hellyward J, Purwanti E, Jaswandi, Lyzmanto F, Mundana M. 2018. Manipulasi Embrio pada Sapi. Padang (ID): Andalas
University Press.
Alves MRR, Zuñiga ADG, Sousa RDCS, Scolforo CZ. 2016. The process of separating bovine serum albumin using hydroxyapatite
and active babassu coal (Orbignya martiana). The Scientific World Journal. 2016: 1-9.
Arrazy AF. 2019. TEKNOLOGI TRANSFER EMBRIO SAPI BELGIAN BLUE PADA RESIPIEN SAPI FH (FRISIEN HOLSTEIN). Prosiding
Temu Teknis Jabatan Fungsional Non Peneliti. 163-168.
Fang CY, Wu CC, Fang CL, Chen WY, Chen CL. 2017. Long-term growth comparison studies of FBS and FBS alternatives in six
head and neck cell lines. Plos One. 12(6): e0178960.
Febretrisiana A, Pamungkas FA. 2017. Pemanfaatan ovarium yang berasal dari rumah potong hewan sebagai sumber materi
genetik. WARTAZOA. 27(4): 159-166.
Firman A, Sulaeman MM, Herlina L, Sulistyati M. 2018. Analisis neraca pasokan dan kebutuhan sapi dan daging sapi di Jawa Barat.
Jurnal Pemikiran Masyarakat Ilmia Berwawasan Agribisnis. 4(2): 98-108.
Hartantyo S. 1995. Calculation of percent progesterone in skim milk fraction when centrifugation temperature and butterfat of
whole milk are known. Bull. FKH-UGM. 14(2): 1-6.
Kolkmann AM, Post MJ, Rutjens MAM, Essen ALMV, Moutsatsou P. 2020. Serum-free media for the growth of primary bovine
myoblasts. Cytotechnology. 72: 111-120.
Rusdiana S. 2019. Fenomena kebutuhan pangan asal daging dapat dipenuhi melalui peningkatan usaha sapi potong di petani.
Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis. 13(1): 61-83.
34
Daftar Pustaka
Sophian E, Afiati F. 2016. Peranan bioteknologi reproduksi dalam
peningkatan kualitas ternak. BioTrends. 7(1): 42-47.
Sudarto. 1985. Manfaat Dan Prospek Masa Depan Dari Transfer Embrio [Skripsi]. Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian
Bogor Press.
Sumaryadi MY, Saleh DM, Haryanto B, Herdiansah D, Sudrajat, Yasin CA. 2010. Kajian aspek reproduksi dan estimasi ekonomi
pada ternak sapi yang di inovasi teknologi reproduksi. Agripet. 10(1): 1-6.
Syakir M. 2015. Dukungan teknologi peternakan dan veteriner dalam mewujudkan kedaulatan pangan hewani. Di dalam: Noor
SM et al., editor. Teknologi Peternakan dan Veteriner untuk Peningkatan Daya Saing dan Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani.
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (TPV); 2015 Okt 8-9; Jakarta. Jakarta (ID): IAARD Press. Hlm 3-11.
Yuliani E, Sumadiasa IWL, Lukman HY, Muksin YD. 2014. Meningkatkan produksi embrio sapi Bali hasil fertilisasi in vitro melalui
rekayasa sistem kultur. Jurnal Peternakan dan Veteriner. 1(1): 73-79.
35
Terima Kasih
36