A. Pendahuluan
Komunikasi adalah bagian yang penting dalam kehidupan dan menyatu dengan
kehidupan kita. Setiap saat, manusia selalu berkomunikasi dan menggunakannya
dalam berinteraksi dengan manusia lain. Kata-kata yang diucapkan seseorang adalah
komunikasi, diamnya seseorang adalah komunikasi, tertawanya seseorang adalah
komunikasi, dan menangisnya seseorang adalah komunikasi. Dengan
berkomunikasi,kehidupan kita akan interaktif dan menjadi lebih dinamis.
Komunikasi dalam aktivitas keperawatan adalah hal yang paling mendasar dan
menjadi alat kerja utama bagi setiap perawat untuk memberikan pelayanan/asuhan
keperawatan karena perawat secara terus-menerus selama 24 jam bersama pasien.
Dalam setiap aktivitasnya, perawat menggunakan komunikasi. Pengetahuan tentang
komunikasi dan komunikasi terapeutik sangat penting terkait dengan tugas-tugas
Anda dalam melakukan asuhan keperawatan dan dalam melakukan hubungan
profesional dengan tim kesehatan lainnya. Sebagai calon perawat ahli madya,
keterampilan dasar yang penting harus Anda kuasai adalah komunikasi. Penguasaan
tentang komunikasi terapeutik dalam praktik keperawatan akan memungkinkan Anda
melaksanakan praktik keperawatan secara berkualitas.
Setelah mempelajari Bab 1 ini, mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan
pengertian, tujuan, model, bentuk-bentuk, elemen, proses, dan faktor-faktor yang
memengaruhi komunikasi dan tingkatan komunikasi; menjelaskan definisi, tujuan,
dan kegunaan komunikasi terapeutik, komunikasi sebagai elemen terapi, perbedaan
komunikasi terapeutik dan komunikasi sosial, faktor-faktor yang memengaruhi
komunikasi terapeutik, penggunaan diri secara terapeutik dan menganalisis diri;
menganalisis masalah untuk menentukan sikap terapeutik perawat dalam komunikasi,
teknik-teknik, dan fase-fase; serta menjelaskan hambatan komunikasi terapeutik. Bab
1 yang berjudul Konsep Dasar Komunikasi Dalam Keperawatan Pada Lansia yang
sedang Anda pelajari ini dikemas dalam tiga topik yang disusun dengan urutan
sebagai berikut.
Topik 1: Komunikasi
Topik 2: Komunikasi dengan Lansia
TOPIK 1
Komunikasi
Noise source
Berdasarkan dari tiga level persoalan yang dapat muncul selama proses
interaksi, maka terlihat bahwa “Pesan” bukan merupakan focus yang paling
penting, tetap sudah mulai bergeser pada bagaimana pesan tersebut dapat terbaca
oleh penerima pesan. Hal ini juga bermakna bahwa “Pemahaman” tentang pesan
itu menjadi penting. Bagaimana pemahaman itu bisa didapatlkakan, tentunya
harus didasarkan pada tingkat kecermatannya. Model ini menggambarkan bahwa
semua sumber informasi yang dapat menghasilkan pesan untuk dikomunikasikan
melalui seperangkat sarana yang memungkinkan. Sedangkan Receiver (Penerima)
adalah mekanisme pendengaran yang kemudian mengkonstruksikan pesan yang
selanjutnya diolah oleh Destination (Sasaran) yaitu otak dari penerima.
Konsep yang tidak kalah penting dalam komunikasi dari model ini adalah
gangguan (Noise) yang merupakan setiap rangsangan tambahan yang dapat
mengganggu kecermatan pesan yang sedang disampaikan berupa interferensi
statis, misalkan suara televisi, panggilan telfon dan suara hingar binger lainnya.
Gangguan ini selalu ada dalam saluran Bersama sama dengan pesan yang diterima
oleh penerima. ( Dikutip dari Tutu April Ariani, dalam Bukunya Berjudul
Komunikasi Keperawatan, 2018).
B. Model dan Fungsi Komunikasi
1. Model Komunikasi
Model komunikasi dibagi menjadi tiga yaitu model komunikasi linier (satu arah),
interaktif (sirkuler), dan transaksional. Komunikasi satu arah merupakan model
komunikasi dalam proses pengiriman informasi beraal dari satu sumber.
Komunikasi interaktif merupakan proses pertukaran pesan untuk mempertemukan
dan menyatukan persepsi berdasarkan latar belakang masing-masing individu
yang terlibat komunikasi. Komunikasi transaksional merupakan proses pertukaran
informasi menggunakan media tertentu untuk mempertemukan dan menyatukan
pikiran, perasaan, dan perilaku dengan mempertahatikan latar belakang partisipan
(Zen, 2013).
Keterampilan komunikasi harus meliputi teknik yang menggambarkan kompetensi
dalam tiap tingkat. Tingkatan komunikasi terdiri dari komunikasi intrapersonal
yang merupakan bentuk komunikasi dalam diri sendiri; komunikasi interpersonal
merupakan komunikasi antara satu orang dengan satu orang lainnya; komunikasi
transpersonal merupakan interaksi yang terjadi pada wilayah spiritual seseorang;
komunikasi kelompok kecil; dan komunikasi publik (Potter & Perry, 2009).
2. Fungsi Komunikasi
Komunikasi memiliki peran yang sangat vital dalam kehidupan
manusia. Komunikasi dapat berfungsi sebagai sumber informasi,
pendidikan, instruksi, persuasi, dan penghibur (Zen, 2013)
3. Pesan
Pesan merupakan isi dari komunikasi. Pesan mengandung bahasa verbal,
nonverbal, dan simbolik. Teknik penyampaian pesan yang digunakan sering
terganggu karena faktor bahasa. Oleh karena itu, penyampaian pesan harus
menggunakan bahasa yang mudah dimengerti.
4. Media
Media merupakan alat penyampaian dan penerimaan pesan melalui indra
penglihatan, pendengaran, dan taktil. Ekspresi wajah mengirimkan pesan visual,
kata-kata memasuki saluran pendengaran, dan sentuhan menggunakan saluran
taktil. Individu akan lebih memahami suatu pesan jika pengirim menggunakan
berbagai media.
5. Umpan balik
Umpan balik merupakan pesan yang dikembalikan oleh penerima. Unsur ini
menunjukkan bahwa penerima telah mengerti arti pesan dari pengirim. Pengirim
dan penerima harus saling terbuka dan sensitif terhadap masing-masing pesan agar
komunikasi berjalan efektif.
6. Variabel interpersonal
Variabel ini merupakan faktor dalam diri pengirim dan penerima yang
memengaruhi komunikasi. Persepsi merupakan salah satu bentuk variabel yang
memberikan pandangan unik masingmasing individu yang terbentuk oleh harapan
dan pengalaman individual. Persepsi akan sangat memengaruhi jalannya
komunikasi karena dalam berkomunikasi harus ada kesamaan persepsi
danpengertian.
7. Lingkungan
Lingkungan merupakan tempat interaksi bagi pengirim dan penerima.
Lingkugan yang efektif harus memenuhi kebutuhan fisik, emosional, dan
keamanan peserta komunikasi. Tujuan komunikasi akan tercapai jika lingkungan
diciptakan senyaman mungkin, terutama pada lansia dan anak-anak
D. Bentuk Komunikasi
Pesan disampaikan secara verbal, nonverbal, konkret, maupun simbolis. Saat
berkomunikasi, individu mengekspresikan dirinya melalui kata, pergerakan, intonasi
suara, ekspresi wajah, dan penggunaan jarak. Menurut Potter & Perry (2009), bentuk-
bentuk komunikasi diantaranya ialah:
1. Komunikasi verbal
Komunikasi ini menggunakan kata yang ditulis atau diucapkan.
2. Komunikasi nonverbal
Komunikasi ini mencakup seluruh indera dan semua hal yang tidak melibatkan
kata tertulis ataupun ucapan yaitu dengan bahasa tubuh.\
3. Komunikasi Simbolik
Komunikasi yang baik membutuhkan kesadaran tentang komunikasi simbolik,
yaitu simbol lisan dan nonverbal yang digunakan pihak lain untuk menyampaikan
arti. Seni dan musik merupakan bentuk komunikasi simbolik.
4. Metakomunikasi
Metakomunikasi merupakan istilah luas yang merujuk kepada seluruh faktor yang
memengaruhi komunikasi.
Topik 2
Komunikasi Dengan Lansia
2. Responsif
Reaksi terhadap fenomena yang terjadi pada lansia merupakan suatu bentuk
perhatian yang dapat diberikan. Ketika terdapat perubahan sikap terhadap
lansia sekecil apapun hendaknya mengklarifikasi tentang perubahan tersebut.
3. Fokus
Sikap ini merupakan upaya untuk tetap konsisten terhadap komunikasi yang
diinginkan. Hal ini perlu diperhatikan karena umumnya lansia senang
menceritakan hal yang tidak relevan.
4. Suportif
Perubahan yang terjadi pada lansia, baik aspek fisik maupun psikis secara
bertahap menyebabkan emosi lansia menjadi labil. Perubahan ini dapat
disikapi dengan menjaga kestabilan emosi lansia, misalnya dengan
mengiyakan, senyum, dan mengaggukkan kepala ketika lansia berbicara.
5. Klarifikasi
Perubahan yang terjadi pada lansia menyebabkan proses komunikasi tidak
berjalan dengan lancar. Klarifikasi dengan cara mengajukan pertanyaan ulang
dan memberi penjelasan lebih dari satu kali perlu dilakukan agar maksud
pembicaraan dapat dimengerti.
Ciri hubungan atau komunikasi teraupetik adalah berpusat pada klien lansia;
menghargai klien lansia sebagai individu unik dan bebas; meningkatkan klien
lansia untuk berpartisipasi dengan aktif dalam mengambil keputusan mengenai
pengobatan dan perawatannya; menghargai keluarga, kebudayaan, kepercayaan,
nilai nilai hidup dan asasi dari klien lansia; menghargai privasi dan hubungan
pemberi asuhan atau perawat dengan klien lansia; dan saling percaya, menghargai,
dan saling menerima. Hubungan membantu ini akan menjadi lebih efektif
apabila ada rasa saling percaya dan saling menerima antar perawat atau pemberi
asuhan pada klien lansia. Selain itu perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan
pada lansia harus menunjukkan rasa peduli dan mau membantu kliennya (Lansia).
Perawat atau pemberi asuhan memfokuskannya seluruh perhatiannya
tidak hanya pada apa yang disampaikan lansia, tetapi bagaimana lansia itu
menyampaikannya. Melalui sikap tubuh dari pemberi asuhan keperawatan atau
perawat, lansia dapat merasakan apakah perawat atau pemberi asuhan siap dan
berminat untuk mendengarkannya. (dikutip dari Nugroho Wahjyudi, B.Sc., SKM,
dalam bukunya yang berjudul Komunikasi dalam Keperawatan Gerontik, 2006,
hlm. 37-59)
A. Kesiapan Mendengar
Perawat atau pemberi asuhan keperawatan harus dapat menunjukkan kesiapan
mendengarnya. Kesiapan ini dapat ditunjukkan yaitu :
1. Duduk tegak dan rileks serta pandangan menghadap lansia secara muka
dengan muka, posisi ini menunjukkan bahwa “ saya siap untuk
mendengarkan”
2. Mempertahankan kontak mata. Sebaiknya mata perawat atau pemberi
asuhan sejajar dengan mata klien lansia, tempat duduk perawat atau
pemberi asuhan tidak lebih tinggi dari lansia. Kontak mata harus spontan
dan wajar.
3. Tubuh perawat atau pemberi asuhan sedikit membungkuk atau sikap
hormat kea rah lansia. Biasanya secara spontan tubuh sseorang langsung
bergerak seikit mendekat pada lansia yang sedang bicara bila ia ingin
mendengarkan dengan baik apa yang disampaikan.
4. Mempertahankan sikap tubuh yang terbuka. Hindari duduk dengan kedua
kaki atau tangan bersilang, karena posisi semacam ini menunjukkan sikap
defensive. Posisi tubuh perawat atau pemberi asuhan harus menunjjukan
bahwa dirinya bersedia menerima dan membantu, seperti pintu yang
terbuka yang mengundang orang untuk masuk tanpa mengetuk.
5. Mempertahankan posisi tubuh yang rileks. Memang sulit untuk
mempertahankan posisi tubuh yang rileks karena mendengarkan dengan
seluruh “dirinya” perawat sudah mengeluarkan banyak tenaga. Akan tetapi,
suasana tengang dapat dicegah dengan memberi sedikit waktu sebelum
perawat memberi tanggapannya, memberi waktu untuk berdiam sejenak,
dan menggunakan isyarat yang tepat membantu.
2. Tahap II (Pengenalan)
Perawat atau pemberi asuhan dan klien lansia saling mengenal dan
mencoba menumbuhkan rasa percaya satu sama lain. Pada tahap ini
perawta atau pemberi asuhan mengusahakan untuk membuat klien lansia
merasa nyaman dengan beberapa interaksi sosial seperi membicarakan
tentang cuaca. Ada kemungkinan perawat atau pemberi asuhan melihat
seikap penolakan dari lansia. Hal ini mungkin karena lansia belum siap
untuk mengungkapkan dan menghadapi masalahnya, ada rasa malu untuk
mengakui bahwa lansia memerlukan bantuan, tidak siap mengubah pola
tingkah laku yang menyebabkan masalah kesehatannya, dan lain
sebagainya.
Tahap pengenalan ini mempunyai tujuan menumbuhkan rasa percaya
klien lansia kepada perawat atau pemberi asuhan:
a. Lansia dapat melihat perawat atau pemberi asuhan sebagai seorang
professional yang mampu membantunya.
b. Lansia dapat melihat perawat atau pemberi asuhan sebagai individu
yang jujur, terbuka, dan peduli lansia.
c. Lansia percaya bahwa perawat atau pemberi asuhan akan menghargai
kerahasian hubungan mereka, nilai, keyakinan, sosio-kulturalnya.
d. Lansia merasa aman dan nyaman dalam mengungkapkan perasaannya.
b. Menghargai
Perawat atau pemberi asuhan perlu memiliki keyakinan tentang
martabat setiap manusia, bahwa manusia pada dasarnya adalah baik, ia
adalah ciptaan Tuhan, dan cenderung menjadi manusia yang patut
dihargai dan dicintai tanpa mempertahatikan perbuatannya melainkan
dirinya. Keyakinan ini akan membantu perawat atau pemberi asuhan
menerima, mencintai, dan menghargai lansia tanpa syarat.
c. Genuiness
Perawat atau pemberi asuhan sebagai pemberi asuhan keperewatan
disebut genuiness bila :
a. Tidak bersembunyi dalam peran, status, tingkat pendidikannya, dan
sebagainya.
b. Bersikap spontan.
c. Tidak defensive, menerima, dan menanggapi kritikan dari lansia
tanpa membalas atau mencari alas an untuk membenarkan diri.
d. Konsisten dengan ekspresi wajah, nada suara, dan sikap tubuh
sesuai denga apa yang dirasakannya.
e. Mampu membuka diri dan membagi pengalaman bila perlu.
d. Konkret/spesifik
Perawat atau pemberi asuhan perlu terampil dalam memberi pertanyaan
terbuka. Melalui pertanyaan terbuka, perawat atau pemberi asuhan
dapat membantu kansia yang cenderung berbicara secara umum
menjadi lebih konkret dan spesifik.
e. Konfrontasi
Konfontrasi peerlu dipakai dengan hati hati dan penuh pengertian.
Konfontrasi akan lebih mudah diterima lansia bila ia merasa bahwa ia
dihargai dan diterima oleh perawat atau pemberi asuhan. Dengan
konfrontasi, perawat menunjukkan kepada lansia ketidakcocokan antara
pikiran, perasaan, kata kata, atau perbuatannya. Ketidak cocokan ini
akan menghambat pemeriksaan dan penyandaran diri. Penyangkalan
terhadap perasaan dapat membuat lansia tidak mampu mengatur tingkah
lakunya.
4. Tahap IV
Tahap ini desrtai bermacam macam perasaan. Mungkin lansia merasa
kehilangan sesuatu, merasa bimbang tentang kemampuannya tanpa bantuan
dari perawat atau pemberi asuhannya, merasa ditinggalkan, dan lain
sebagainya. Pada tahap ini, perawat atau pemberi asuhan perlu
mengungkapkan kesediannya membantu bila diperlukan agar klien lansia
merasa aman.
C. Sarana Komunikasi
Dalam proses penyampaian pesan dapat menggunakan sarana
komunikasi pancaindra dan sarana komunikasi buatan manusia. Panca indra
harus sehat. Sarana komunikasi buatan manusia meliputi radio, televisi, surat
kabar, dan lain-lain.
Mengingat lansia ini telah tampak beberapa kemunduran, baik dari segi
jasmani (mis. Fungsi pendengaran dan penglihatan). Fungsi berpikir mungkin
masih tetap baik, hanya kecepatan menanggapi peertanyaan atau bertindak
mulai menurun. Biasanya daya tangkap lansia juga mulai menurun. Oleh
karena itu pemberi asuhan atau perawat dalam berkomunikasi dengan lansia
harus sabar, nada suara agak keras, tidak terlalu cepat, dan mengulangi sampai
lansia paham. Kesabaran dan kehadiran kerabata atau kawan yang mengetahui
keadaan lansia akan sangat bermanfaat.
D. Komunikasi Teraupetik
Bagaimana sikap penyampaian pesan dalam berkomunikasi dengan
lansia. Kemampuan komunikasi pada lansia dapat mengalami penurunan,
akibat penurunan fungsi berbagai system organ, seperti penglihatan,
pendengaran, wicara, persepsi, dan lain-lain. Semua ini menyebabkan
penurunan kemampuan lansai untuk menangkap pesan atau informasi dan
transfer informasi. Penurunan kemampuan melakukan komunikasi
berlangsung bertahap dan tergantung pada sebebrapa jauh gangguan indra dan
gangguan orak yang dialami lansia.
Semua komunikasi yang efektif dan teraupetik harus ditunjukkan untuk
menjaga harga diri pemberi/penerima pesan dan menciptakan hubungan saling
pengertian. Agar komunikasi berjalan lancer perawat atau penyampai pesan
harus :
1. Menguasai bahan/pesan yang akan disampaikan
2. Menguasai Bahasa setempat
3. Memiliki keyakinan
4. Bersuara lembut
5. Percaya diri
6. Ramah (menunjukkan penerimaan)
7. Sopan dan santun
8. Jujur dan bijaksana
Disamping itu juga perlu diciptakan lingkungan yang mendukung
komunikasi, misalnya terbuka, akrab, santai, bertatakrama dengan posisi
menghormat, dan perawat harus memahami lansia. Tatakrama dan keakraban
sangat mendukung kelancaran komunikasi. Juga tidak kalah penting, perawat
atau pemberi asuhan harus membiasakan atau melatih sesering mungkin cara
berkomunikasi teraupetik dalam kehidupannya dan dalam pemberian asuhan
kepada lansia, antara lain dengan cara :
1. Mendengarkan dengan penuh perhatian apa yang dikatakn lansia
2. Menunjukkan penerimaan
3. Mengajukan pertanyaan yang berkaitan
4. Mengulang ucapan lansia dengan kata kata sendiri
5. Mengklarifikasi ucapan lansia yang kurang jelas
6. Memfokuskan pokok pembicaraan
7. Menyatakan hasil pengamatan perawat terhadap lansia
8. Menawarkan informasi/bantuan walaupun itu tidak diminta
9. Diam sejenak memberi kesempatan lansia untuk Menyusun kata kata
10. Meringkas hasil pembicaraan dengan lansia serta mengulang ide pertama
11. Memberi penghargaan atas hal positif yang telah dilakukan lansia
12. Memberikan kesempatan kepada lansia untuk berbicara terlebih dahulu
atau memulai oembicaraan
13. Menganjurkan lansia untuk meneruskan pembicaraan
14. Menempatkan kejadian secara berurutan
15. Memberi kesempatan kepada lansia untuk menguraikan persepsi tentang
sesuatu hal
16. Memberikan kesempatan kepada lansia untuk mengemukakan dan
menerima ide serta perasaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri
(refleksi)
F. Menilai
Respons perawat yang mengandung penilaian dapat mengurangi kemampuan
klien lanjut usia untuk berpikir, menimbang, dan memilih, atau memutuskan
apa yang baik dan apa yang tidak.
REFERENSI