net/publication/331397932
Penerapan ISO 9001 Sebagai Dasar Pelayanan Publik - Application of ISO 9001
Public Service as a Basic Unit in the Local and City Government Services
CITATION READS
1 2,815
3 authors, including:
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Danar agus Susanto on 28 February 2019.
Abstrak
Mutu dan keandalan suatu jasa pelayanan akan diakui oleh semua pihak yang berkepentingan apabila jasa
tersebut sesuai dengan yang standar yang diinginkan oleh konsumen. Standar sistem manajemen mutu
mempunyai peran yang sangat penting dalam kegiatan pelayanan publik. Dalam upaya menetapkan kualitas di
suatu institusi pemerintah perlu dilakukan langkah-langkah nyata dalam penerapan standar sistem manajemen
mutu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sampai sejauh mana penyebarluasan dan penerapan
sistem manajemen mutu ISO 9001 : 2008 untuk mendukung aktivitas pelayanan publik di berbagai institusi jasa,
serta untuk mengetahui kesadaran dari para institusi khususnya yang berkaitan dengan kepuasan pelanggan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan analisis deskriptif kualitatif dengan metode
pengumpulan data berupa kuesioner dengan survey ke unit pelayanan pemerintah daerah, kota dan swasta.
Hasil dari penelitian ini adalah 35% unit pelayanan pemerintah daerah, kota dan swasta menerapkan SNI ISO
9001:2008 sebagai landasan pelayanan prima, 11% telah menerapkan SNI ISO 9001:2008, namun belum
disertifikasi, 53% institusi yang disurvei menerapkan sistem manajemen lain dalam melayani masyarakat dan
umumnya institusi mengalami kendala dalam penerapan SNI ISO 9001:2008 dikarenakan pendanaan.
Kata kunci : ISO 9001, Mutu, Pelayanan.
Abstract
Quality and reliability of service is recognized by all stakeholders, if the services are in accordance with the
standards demand by consumers. Quality management system standards have an important role in public service
activities. In an effort to establish of quality in government need to be real steps in the implementation of quality
management system standards. The purpose of this study was to determine the extent of the dissemination and
implementation of the quality management system ISO 9001: 2008 to support the activities of public service at
various service institutions, as well as to determine the awareness of the institution especially with regard to
customer satisfaction. The method in this study is descriptive analysis of qualitative data collection methods such
as questionnaires by survey the service unit of local government, municipal and private. Results from this study
was 35% in the local government units, municipalities and private implementing ISO 9001:2008 as a foundation
excellent service, 11% have implemented ISO 9001:2008, but not certified, 53% of institutions surveyed use other
management system to save the public and in general difficulties of institution in the application of ISO 9001:2008
due to funding.
Key words : ISO 9001, Quality, Services.
dalam pemerataan dan perluasan akses, berbagai institusi jasa, serta kesadaran dari para
peningkatan mutu, relevansi dan daya saing, institusi khususnya yang berkaitan dengan
serta penatakelolaan yang baik, akuntabilitas kepuasan pelanggan.
dan pencitraan publik.
Setiap unit pelayanan publik menyadari 2. TINJAUAN PUSTAKA
bahwa perubahan dan penyesuaian yang
dilakukan harus tetap berfokus untuk tercapainya 2.1. Sejarah Terbentuknya ISO 9000
suatu sistem pelayanan publik yang berfokus
Ketika terjadinya Perang Dunia II, terdapat
pada kepuasan pelanggan. Tuntutan perbaikan
banyak sekali persoalan mutu dalam industri
pelayanan publik menjadi tantangan pemerintah
terutama terkait dengan kebutuhan militer. Solusi
saat ini, hal itulah yang mendorong setiap unit
yang dilakukan adalah dengan mensyaratkan
atau instansi pelayanan publik untuk memahami
industri dengan suatu sistem mutu yang awalnya
arti pentingnya kualitas pelayanan serta
disebut dengan Military Standards. Demikian
pentingnya mutu pelayanan. Upaya untuk
juga dengan industri senjata Inggris, sehingga
membangun sistem pelayanan publik yang baik
Inggris mensyaratkan agar semua pabrik senjata
dan bermutu, diperlukan suatu strategi yang
menerapkan sistem mutu tersebut. Badan
komprehensif guna meningkatkan kemampuan
Standardisasi Inggris (British Standards)
dan mutu sistem tersebut.
menjadikan standar tersebut dengan kode BS
Salah satu cara untuk meningkatkan 5750 dan diakui sebagai standar manajemen,
kemampuan dan mutu sistem pelayanan publik sebab standar tersebut tidak menyatakan apa
adalah dengan mengadopsi prinsip-prinsip yang dibuat, tapi bagaimana mengelola proses
Sistem Manajemen Mutu (SMM) ISO 9001 : pembuatannya. Pada tahun 1987, pemerintah
2008 pada seluruh unit pelayanan dan Inggris meyakinkan ISO untuk mengadopsi BS
supporting yang berhubungan langsung dengan 5750 sebagai standar internasional dan
masyarakat. Sistem Manajemen Mutu di kemudian BS 5750 menjadi ISO 9000 series.
definisikan oleh Juran (1993) didefinisikan Setelah mengalami berbagai penyempurnaan,
sebagai sebagai filosofi yang bertujuan untuk terbitlah ISO 9001 : 2008 pada bulan November
mencapai “business excellence” melalui 2008.
penggunaan aplikasi dari tool dan teknik sebaik
penggunaan “soft aspect” dalam manajemen 2.2. ISO 9001 : 2008 Sistem Manajemen
seperti motivasi dalam bekerja. Ide utamanya Mutu
adalah mutu yang terdiri dari 3 proses manajerial Crosby (1986) mendefinisikan SMM sebagai
yaitu planning, control dan improvement. cara yang sistematik dalam memastikan bahwa
Penerapan Sistem Manajemen Mutu saat aktifitas organisasi berjalan sesuai rencana. Ini
ini masih didominasi oleh perusahaan- merupakan concern disiplin manajemen dalam
perusahaan besar dan masih sangat sedikit unit mencegah problem melalui penciptaan perilaku
pelayanan publik yang paham bahkan proses dan sistem yang memungkinan
menerapkan SMM. Hal ini disebabkan karena pencegahan. Filosofi SMM menurutya ada 5,
sebagian besar unit pelayanan publik belum sebagai berikut:
mengetahui keuntungan atau manfaat bila 1. Mutu didefisinisikan sebaga kesesuaian
menerapkan SMM pada institusinya. Sehingga dengan kebutuhan pelanggan bukan sebagai
masalah yang muncul adalah bagaimana tingkat goodness atau elegance dari suatu produk.
pengetahuan dan penerapan SMM oleh unit 2. Tidak ditemuai masalah pada mutu.
pelayanan publik.
3. Selalu lebih murah.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
sampai sejauh mana penyebarluasan dan 4. Ukuran performa utama adalah biaya mutu.
penerapan sistem manajemen mutu ISO 9001 : 5. Standar performa utama adalah zero defects.
2008 untuk mendukung aktivitas pelayanan Feigenbaum (1988) menggambarkan
publik di berbagai institusi jasa, serta kesadaran SMM sebagai karakteristik mutu yaitu proses
dari para institusi khususnya yang berkaitan yang sistematik dan terintegrasi yang mencakup
dengan kepuasan pelanggan. aspek yang lebih besar bukan hanya tanggung
jawab fungsi atau departemen teknik. Filosofi
1.2 Tujuan SMM menurutya, sebagai berikut:
1. Mutu adalah tanggung jawab setiap orang
Penelitian ini dilakukan untuk melihat sampai
dalam perusahaan bukan tanggung jawab
sejauh mana penyebarluasan dan penerapan
seseorang, sehingga mutu adalah terstruktur
sistem manajemen mutu ISO 9001 : 2008 untuk
untuk mensuport kualitas.
mendukung aktivitas pelayanan publik di
92
Penerapan ISO 9001 Sebagai Dasar Pelayanan Publik (Mangasa Ritonga dan Danar Agus Susanto)
2. kerja individual dan teamwork antar 2004 tentang Transparansi dan Akuntabilitas
departemen. Penyelenggaraan Pelayanan Publik); 4)
3. Perbaikan mutu harus meliputi pasar, teknik, Persyaratan pemantauan Indeks Kepuasan
dengan penekanan pada Pelanggan secara berkala (Kepmenpan Nomor
25 Tahun 2004).
4. Pengembangan, manufaktur, dan terutama
pada pelayanan.
5. Mutu harus memenuhi apa yang pembeli 3. METODE PENELITIAN
inginkan dan butuhkan.
6. Perbaikan mutu memerlukan aplikasi dari Metode penelitian mencakup metode
teknologi baru. pengumpulan dan analisis data dengan metode
7. Perbaikan mutu dapat dicapai hanya melalui sebagai berikut :
partisipasi semua orang. a. Metode pengumpulan data melalui kuesioner
yang dilakukan dengan kunjungan ke institusi
2.3. Standar Pelayanan Publik
pemerintah serta melakukan tanya jawab
Perkembangan yang terjadi di area pelayanan atau wawancara langsung.
telah berkembang sangat pesat seiring dengan
b. Untuk mendapatkan data dari keseluruhan
kemajuan teknologi dan infrastruktur yang ada.
obyek merupakan hal yang sulit dilakukan
Indonesia sebagai negara besar dan sedang
serta memerlukan biaya yang relatif tinggi,
berkembang pesat memerlukan suatu cara yang
oleh karena itu data diambil secara sampling
dapat memberikan pelayanan yang tidak terlalu
melalui kunjungan yang dilakukan terhadap
birokrasi, transparan, efisien dan efektif. Untuk
institusi berbagai wilayah Indonesia. Metode
itu pemeritah telah menerbitkan Undang-Undang
sampling yang digunakan dalam penelitian ini
No 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik
adalah dengan metode simple random
yang telah diterbitkan bulan Juli 2009. Pada
sampling. Alasan menggunakan metode ini
Undang-undang tersebut dapat dimaknai bahwa
karena populasi bersifat homogen.
kepuasan pelanggan merupakan tujuan dari
Pengambilan sampel dengan cara ini
suatu rangkaian proses suatu aktivitas.
dilakukan ke semua anggota populasi secara
2.4. Mutu Pelayanan Publik acak tanpa memperhatikan strata/tingkatan
Mutu dapat dimaknai sebagai sesuatu yang yang ada dalam populasi itu.
sesuai dengan apa yang diinginkan pelanggan. c. Unsur-unsur dalam kuesioner untuk
Demikian juga dengan mutu pelayanan publik mengetahui kinerja unit pelayanan meliputi :
oleh institusi swasta atau penyelenggara negara. 1. Prosedur pelayanan
Pada dasarnya standar pelayanan yang sesuai
Kemudahan tahapan pelayanan yang
dengan aturan main yang berlaku merupakan
diberikan kepada masyarakat dilihat dari
tolok ukur dari mutu pelayanan itu sendiri,
sisi kesederhanaan alur pelayanan.
walapun akan ditemui beberapa unsur yang
mempengaruhi mutu itu sendiri, seperti 2. Persyaratan pelayanan
kebiasaan didaerah atau adat istiadat yang Persyaratan teknis dan administratif yang
berlaku di daerah tertentu. Namun demikian, diperlukan untuk mendapatkan pelayanan
pengaruh-pengaruh tersebut akan diabaikan sesuai dengan jenis pelayanannya.
agar konsistensi aplikasi ISO 9001 dan 3. Kejelasan pelayanan
pendataan dan analisis dapat dilakukan dengan
Keberadaan dan kepastian petugas yang
lebih baik.
memberikan pelayanan (nama, jabatan
Pada tulisan ini unsur mutu mencakup : 1) serta kewenangan dan tanggung
persyaratan yang menampung hal umum terkait jawabnya).
keinginginan pelanggan (waktu, biaya,
4. Kedisiplinan petugas pelayanan
persyaratan dan lainnya; disesuaikan dengan
PerMen.PAN Nomor 20 Tahun 2006) ; 2) Kesungguhan petugas dalam memberikan
persyaratan yang menampung hal yang diatur pelayanan terutama terhadap konsistensi
dalam peraturan perundang-undangan sektoral waktu kerja sesuai ketentuan yang
pelayanan, Standar Pelayanan Minimum berlaku.
Sektoral (PP Nomor 65 Tahun 2005, Pedoman 5. Tanggung jawab petugas pelayanan:
SPM) ; 3) persyaratan formal berupa janji mutu Kejelasan wewenang dan tanggung jawab
untuk keberhasilan pelayanannya yang petugas dalam penyelenggaraan dan
diimplementasikan sesuai dengan sistem penyelesaian pelayanan.
manajemen mutu (Kepmenpan Nomor 26 Tahun
93
Jurnal Standardisasi Volume 15 Nomor 2, Juli 2013: Hal 91 - 102
94
Penerapan ISO 9001 Sebagai Dasar Pelayanan Publik (Mangasa Ritonga dan Danar Agus Susanto)
95
Jurnal Standardisasi Volume 15 Nomor 2, Juli 2013: Hal 91 - 102
96
Penerapan ISO 9001 Sebagai Dasar Pelayanan Publik (Mangasa Ritonga dan Danar Agus Susanto)
34. Sumatera Selatan 1. RSU Daerah dr. Rabain, Kabupaten Muara Enim. 89,34
2. Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten
Musi Banyuasin. 90,35
3. Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil
Kabupaten Musi Rawas. 88,67
4. Kantor Pelayanan Perizinan Lubuk Linggau.
5. Badan Perizinan dan Penanaman Modal 87,56
Kabupaten Ogan Komering Ilir. 89.33
35. Jambi 1. RSUD Raden Mattaher Provinsi Jambi. 94,70
2. Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPTSP) 90,20
Kabupaten Batanghari.
3. Puskesmas Tanjung Agung Kabupaten Bungo. 84,10
4. Puskesmas Rawasari Kecamatan Kota Baru Kota 78,03
Jambi.
36. Sulawesi Tenggara 1. RSU Abunawas Kota Kendari. 94,60
2. Catatan Sipil Kabupaten Wakatobi. 92,46
3. Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) 92,46
Kabupaten Muna.
4. RSU Daerah Kota Bau-Bau. 91,65
37. Sulawesi Utara 1. UPTD Wilayah I Manado Dinas Pendapatan 94,69
Daerah Prov. Sulawesi Utara.
2. Badan Pelayanan Perijinan Terpadu dan 94,64
Penanaman Modal Daerah Kota Bitung.
3. Dinas Kependudkan dan Pencatatan Sipil 93,18
Kabupaten Kepulauan Siau, Tagulandang, Biaro.
4. Puskesmas Inobonto Kabupaten Bolaang
Mongondow.
38. Kepulauan Bangka Belitung 1. SMK Negeri 3 Kota Pangkalpinang. 88,76
2. Dinas kependudukan dan Catatan Sipil 88,45
Kabupaten Bangka Tengah.
39. Sumatera Utara 1. Dinas Pendapatan Prov. Sumatera Utara. 85,66
2. RSU Swadana Daerah Tarutung. 91,34
3. Rumah Sakit Umum Jiwa Prov. Sumatera Utara. 90,24
4. Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Tebing
Tinggi. 90,55
5. Kantor Arsip dan Dokumentasi Perpustakaan 87,65
Kabupaten Asahan.
6. Puskesmas Pariwisata Pantai Cermin Kabupaten 92,66
Serdang Bedagai.
7. Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu
88,78
Kabupaten Samosir.
8. Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Kabupaten Batu Bara. 87,65
9. Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Sumatera 85,76
Utara.
40. Riau 1. SMK Negeri 1 Tembilahan, Kab. Indragiri Hilir. 97,34
2. Badan Pelayanan Terpadu Kota Pekanbaru. 97,36
3. Puskesmas Tambusai Kab. Rokan Hulu. 97,50
4. Puskesmas Tambilahan, Kab. Indragiri Hilir. 94,73
98
Penerapan ISO 9001 Sebagai Dasar Pelayanan Publik (Mangasa Ritonga dan Danar Agus Susanto)
99
Jurnal Standardisasi Volume 15 Nomor 2, Juli 2013: Hal 91 - 102
Berdasarkan Tabel 2, Jumlah Unit Pelayanan dalam melayani masyarakat. Dengan tingkat
Publik (UPP) yang diusulkan sebanyak 250, presentase sebesar ini, dapat disimpulkan
namun yg diambil acak untuk kajian sebanyak bahwa sebagian besar unit pelayanan publik
207 institusi. Berikut disampaikan hasil rekap belum menerapkan SNI ISO 9001:2008 sebagai
terhadap UPP yang disurvei pada Gambar 1, landasan pelayanan prima.
sebagai berikut: Dari institusi yang disurvey, 11% telah
menerapkan SNI ISO 9001:2008, namun belum
disertifikasi, dengan tingkat presentase ini dapat
disimpulkan bahwa unit pelayanan publik
sebenarnya sudah mengetahui dan menerapkan
SNI ISO 9001:2008 dalam melakukan pelayanan
meskipun instansi tersebut belum mendapat
sertifikasi. Umumnya institusi mengalami
kendala dalam penerapan SNI ISO 9001:2008
khususnya dalam hal penerapan dan
pendanaan.
Berdasarkan Gambar 1, dari hasil analisis Badan Standardisasi Nasional. (2008), SNI ISO
diperoleh hasil bahwa bahwa 35% institusi 9001:2008 Sistem Manajemen Mutu,
pemerintah khususnya BUMN dan BUMD telah Jakarta, BSN.
menerapkan SNI ISO 9001:2008 sebagai
landasan pelayanan prima, 11% telah Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara.
menerapkan SNI ISO 9001:2008 namun belum (2003), Kepmenpan Nomor :
disertifikasi dan 54% institusi yang disurvey 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang
menerapkan sistem manajemen lain dalam Pedoman Umum Penyelenggaraan
melayani masyarakat. Pelayanan Publik, Jakarta.
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara.
(2004), Kepmenpan Nomor :
5. KESIMPULAN KEP/25/M.PAN/2/2004 tentang
Pedoman Penyusunan Indeks Kepuasan
Berdasarkan hasil analisis diperoleh kesimpulan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi
bahwa 35% institusi pemerintah khususnya Pemerintah, Jakarta.
BUMN dan BUMD telah menerapkan SNI ISO Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara.
9001:2008 sebagai landasan pelayanan prima. (2004) Kepmenpan Nomor :
Dengan tingkat presentasi itu dapat diperoleh KEP/26/M.PAN/2/2004 tentang Petunjuk
kesimpulan bahwa tingkat penerapan SNI ISO Teknis Transparansi dan Akuntabilitas
9001:2008 oleh unit pelayanan publik masih Dalam Penyelenggaraan Pelayanan
rendah. Sebanyak 54% dari institusi yang Publik, Jakarta.
disurvei menerapkan sistem manajemen lain
101
Jurnal Standardisasi Volume 15 Nomor 2, Juli 2013: Hal 91 - 102
102
Pemberlakuan Regulasi Helm SNI dan Persentase Perubahan Tingkat Cedera Kepala (Endi Hari Purwanto)
Abstrak
Pemberlakuan regulasi penggunaan helm SNI yang sudah diberlakukan sejak tanggal 22 Juni 2009 dan didukung
dengan regulasi pendukung berupa diberlakukannya secara wajib penerapan SNI helm bagi produsen sejak 1
April 2010, diharapkan dapat meningkatkan keselamatan pengendara sepeda motor dari ancaman cedera kepala
saat mengalami kecelakaan. Implikasinya diharapkan mampu memberikan penurunan terhadap beberapa
karakteristik korban cedera kepala terutama terhadap jumlah cedera kepala berat, sedang maupun ringan,
kemudian jumlah meninggal dunia dan jumlah cedera S02 dan S06, yang terjadi dalam 3 tahun terakhir pasca
diberlakukannya regulasi tersebut. Artikel ini melakukan perbandingan karakteristik korban cedera kepala antara
sebelum dan sesudah diberlakukannya regulasi SNI dengan menggunakan metode uji F dan uji t dua sampel
berpasangan. Dengan mengambil 479 sampel (slovin 10%) dari N=2.396 populasi. Dari 479 sampel tersebut
diperoleh 170 korban cedera kepala-sepeda motor dengan kondisi menggunakan helm di wilayah kota Bandung
dari 2006 hingga 2011. Asumsi yang digunakan adalah 2006-2008 sebagai sebelum diberlakukan regulasi (helm
belum SNI) dan 2009-2011 sebagai sesudah diberlakukannya regulasi (helm sudah SNI). Hasilnya menunjukkan
bahwa kebijakan penggunaan helm SNI menurunkan jumlah cedera kepala berat (severe HI) walaupun secara
statistik tidak signifikan. Meskipun cedera kepala ringan (mild HI) meningkat sebesar 51.58 %, kemudian cedera
kepala sedang (mod HI) pun meningkat sebesar 38,15%, namun cedera kepala berat (severe HI) menurun
sebesar 100%. Di sisi lain kebijakan diberlakukannya penggunaan helm SNI tidak menurunkan jumlah meninggal
dunia baik meninggal yang kurang dari 48 jam atau yang lebih dari 48 jam. Kebijakan diberlakukannya
penggunaan helm SNI secara positif berimplikasi menurunkan jumlah cedera kepala fraktur tengkorak dan tulang
wajah (S02) sebesar 39,6%, kemudian menurunkan cedera intrakranial (S06) menurun sebesar 33,3 % hingga
akhir tahun 2011.
Kata kunci: regulasi helm SNI, sepeda motor, kecelakaan sepeda motor, cedera kepala dan meninggal dunia
Abstract
SNI helmets use of regulation that has been in effect since June 22, 2009 and supported the enactment of a
regulation supporting SNI helmets mandatory for manufacturers since 1 April 2010, is expected to improve the
safety of motorcyclists from the threat of head injuries at an accident. The implication of the decline is expected to
provide some characteristics of head injuries mainly to the number of severe head injury, moderate or mild, then
the number of deaths and number of injured S02 and S06, which occurred in the last 3 years after the entry into
force of these regulations. This article is a comparison between the characteristics of head injuries before and
after the enactment of regulations SNI using the F test and paired two-sample t test. By taking 479 samples
(Slovin 10%) of N = 2396 population. The samples obtained from 479 170 head-injured motorcycle helmet use in
the condition of the city of Bandung from 2006 to 2011. The assumptions used are as before applicable regulatory
2006-2008 (SNI helmet yet) and 2009-2011 as the post-enactment of regulations (helmet already SNI). The result
shows that the policy of using SNI helmets reduce the number of severe head injury (severe HI), although not
statistically significant. Although mild head injury (mild HI) increased by 51.58 per cent, then moderate head injury
(HI mod) also increased by 38.15 percent yet severe head injury (severe HI) decreased by 100 percent. On the
other hand the implementation of policies SNI helmet use does not decrease the number of dead had died less
than 48 hours or more than 48 hours. SNI helmet use policy enactment positive implications for lowering the
number of head injuries and a skull fracture facial bones (S02) of 39.6 percent, and reduce intracranial injury
(S06) decreased by 33.3 percent by the end of 2011.
Keywords: regulation SNI helmet, motorcycle, motorcycle accidents, head injuries and died
103
Jurnal Standardisasi Volume 15 Nomor 2, Juli 2013: Hal 103 - 111
badan dan kerusakan harta benda. Suatu 2. Cedera kepala sedang (Moderate HI).
kecelakaan jalan raya dapat dikategorikan menjadi Digolongkan ke dalam mod HI apabila skala
4 kategori: 1) multi kendaraan , 2) kendaraan GCS 9 – 12, dengan ciri-ciri yaitu
tunggal, 3) pejalan kaki – kendaraan dan 4) kehilangan kesadaran atau amnesia
kendaraan – benda sekitar (Khisty, 1998). retrograd lebih dari 30 menit tetapi kurang
Mekanisme cedera kepala saat berkendara dari 24 jam dan dapat mengalami fraktur
diawali dengan terjadinya kecelakaan lalu lintas, tengkorak.(Syaiful Saanin, 1995).
baik itu kecelakaan karena diri sendiri (tunggal) 3. Cedera kepala berat (Severe HI).
maupun kecelakaan karena faktor kendaraan lain Digolongkan ke dalam severe HI apabila
atau menimbulkan kecelakaan bagi kendaraan lain skala GCS 3 – 8, dengan ciri-ciri yaitu
(ganda). Maka kecelakaan merupakan pintu masuk kehilangan kesadaran dan atau terjadi
pertama sebelum terjadinya cedera kepala. Proses amnesia lebih dari 24 jam serta dapat
kecelakaan hingga mengalami cedera kepala dapat mengalami kontusio cerebral, laserasi atau
diilustrasikan dalam gambar 1 berikut ini (Umar hematoma intracranial (PPNI Klaten, 2009).
Kasan, 2012): Berdasarkan teori keselamatan di atas
maka penggunaan helm merupakan salah satu
tindakan yang tepat untuk menekan laju
kematian dan cedera kepala akibat kecelakaan
sepeda motor. Menurut WHO (2011)
menyatakan bahwa pemakaian helm secara
benar dapat menurunkan resiko kematian hingga
mencapai 40% dan mengurangi tingkat resiko
cedera parah hingga lebih dari 70%, selain itu
ketika regulasi pemakaian helm diberlakukan
dan ditegakkan, maka rata-rata pemakaian helm
meningkat lebih dari 90% dan penerapan
standar helm menjadi sangat penting untuk
menjamin keefektifannya mengurangi dampak
benturan kepala saat kecelakaan (www.who.int,
2012).
Produk helm memperoleh sertifikasi helm
SNI apabila lulus uji yang dipersyaratkan dalam
Gambar 1 Mekanisme cedera kepala SNI 1811:2007. Prosedur uji yang harus dilalui
(sumber: disarikan dari tulisan Prof.Umar Kasan, meliputi: 1) Uji penyerapan energi kejut pada
Sp.BS (2012): Kerusakan Jaringan Otak Akibat komponen sungkup helm, 2) Uji penetrasi pada
Trauma Langsung) komponen sungkup helm, 3) Uji kekuatan/impak
pada komponen sungkup helm, 4) Uji kelicinan
sabuk helm, 5) Uji keausan sabuk, dan 6) Uji
Penilaian derajat keparahan cedera
pelindung dagu.
kepala dilakukan menggunakan Glasgow Coma
Scale (GCS) yang diciptakan oleh Jennet dan Jika ditinjau dari salah satu persyaratan uji
Teasdale di tahun 1974. GCS adalah suatu skala misalnya penyerapan energi kejut, performansi
untuk menilai secara kuantitatif tingkat SNI 1811:2007 termasuk standar yang berada
kesadaran seseorang dan kelainan neirologis ditengah-tengah dari sejumlah standar helm
yang terjadi. Ada 3 aspek yang dinilai yaitu 1) yang terdapat di internasional. Batas penurunan
reaksi membuka mata (eye opening), reaksi percepatan yang tercantum dalam SNI adalah ≤
berbicara (verbal respon) dan reaksi lengan 300g. US DOT menggunakan batas penyerapan
tungkai (motor respons). Berikut ini adalah energi kejut yang paling longgar yaitu ≤ 400g
penggolongan GCS didasarkan skala bobot yang dan yang paling ketat adalah standar Uni Eropa
dinilai (ES.Nasution, 2010): (ECE) dan produsen helm Snell Amerika yaitu ≤
275g. Semakin besar batas penurunan
1. Cedera kepala ringan (mild head injury).
percepatan yang dipersyaratkan maka semakin
Digolongkan ke dalam mild HI apabila skala
tidak aman (high risk). Karena jika semakin
GCS 13 – 15, dengan ciri-ciri yaitu dapat
besar angka penurunan percepatan maka
terjadi kehilangan kesadaran (pingsan)
semakin kecil energi kejut yang berhasil diserap
kurang dari 30 menit atau mengalami
oleh helm pasca benturan.
amnesia retrograde, tidak ada fraktur
tengkorak, tidak ada kontusion cerebral Secara teknis, helm SNI dengan batas
maupun hematoma. (PPNI Klaten, 2009). penurunan percepatan ≤ 300g, sudah
105
Jurnal Standardisasi Volume 15 Nomor 2, Juli 2013: Hal 103 - 111
memberikan perlindungan yang mencukupi, hal masyarakat sudah memiliki kualitas SNI yang
ini didasarkan pada hasil analisis statistik kasus sama.
cedera kepala yang terjadi, perilaku berkendara Lokasi studi adalah data empirik di IGD
dan pertimbangan populasi cc sepeda motor rumah sakit Hasan Sadikin. Pemilihan lokasi
yang digunakan masyarakat (Hobbs, 1995). studi didasarkan pada pertimbangan bahwa
Regulasi merupakan bagian dari penerapan hukum dan regulasi penggunaan
kebijakan. Regulasi merupakan elemen helm SNI di Indonesia (NKRI) diterapkan sama
kebijakan. Suatu efektifitas kebijakan dapat secara serentak dan nasional (UUD, pasal 27
diukur dengan membandingkan keadaan ayat 1), maka pengambilan salah satu lokasi
sebelum dengan sesudah kebijakan itu kota di Indonesia dari seluruh kota di wilayah
diimplementasikan. Kebijakan terhadap suatu hukum Indonesia dapat mencukupi dan
regulasi bisa beragam sifatnya yakni kebijakan memenuhi syarat untuk membuktikan adanya
implementasi, kebijakan penghapusan dan dampak kebijakan yang dimaksud walaupun
kebijakan pengubahan. Kebijakan implementasi dengan lingkup wilayah yang lebih kecil yaitu
adalah kebijakan untuk menerapkan suatu kota Bandung.
aturan, kebijakan penghapusan adalah kebijakan
penghilangan atau peniadaan suatu aturan dan 3.2 Batasan Wilayah Studi
kebijakan pengubahan adalah kebijakan Batasan wilayah studi yang digunakan dalam
perbaikan atau revisi terhadap suatu aturan. artikel ini adalah dibatasi menurut sistem
Dengan demikian suatu studi atau analisis pembagian wilayah hukum Kepolisian Wilayah
yang didasarkan pada catatan dan data literatur Kota Besar Bandung. Polwiltabes terbagi
masa lalu (data sekunder) untuk membuktikan menjadi 3 wilayah Kepolisian Resor Kota
adanya dampak atau perubahan atau hubungan (Polresta) yaitu: 1) Polresta Bandung Barat, 2)
atas suatu kebijakan yang telah diberlakukan Polresta Bandung Tengah dan 3) Polresta
terhadap parameter (outcome) yang diharapkan Bandung Timur. Selengkapnya tersaji dalam
dengan membandingkan keadaan sebelum dan Tabel 1.
sesudah aksi kebijakan disebut studi retrospektif
kebijakan. Studi retrospektif kebijakan Tabel 1 Ruang lingkup wilayah kajian
penggunaan helm sepeda motor secara wajib di
beberapa negara maju dan berkembang, Wilayah
No Wilayah Polsekta
Polresta
membuktikan adanya penurunan tingkat cedera
kepala pasca implementasi kebijakan regulasi 1 Bandung Barat Andir, Cicendo, Sukasari,
tersebut dan menunjukkan penurunan angka (19 wilayah) Astanaanyar, Bandung Kulon,
Babakan Ciparay, Bojongloa
kematian (death rate). Dari sudut pandang yang
Kidul, Bojongloa Kaler,
lain juga menunjukkan bahwa setelah Soreang, Cimahi, Padalarang,
diberlakukan penghapusan atau peniadaan Batujajar, Cililin, Majalaya,
regulasi helm, tingkat cedera kepala cenderung Banjar, Cicalengka, Banjaran,
meningkat. Cipatat, dan Lembang
2 Bandung Tengah Regol, Cidadap, Coblong,
(9 wilayah) Lengkong, Kiaracondong,
3. METODE PENELITIAN Bandung Wetan, Sumur
Bandung, Cibeunying Kaler,
Cibeunying Kidul
3.1 Periode dan Lokasi Sumber Data
Artikel ini menggunakan desain analisis 3 Bandung Timur Cibiru, Rancasari, Antapani,
(7 wilayah) Arcamanik, Buah Batu,
longitudinal-time series atau crossectional Bandung Kidul, Ujung Berung,
berulang (repeated crossectional) yaitu studi Majalaya
yang membandingkan perubahan objek yang
Sumber: hasil pengolahan peneliti, 2012.
dikaji yaitu tingkat cedera kepala akibat
kecelakaan sepeda motor sebagai dampak Secara umum artikel ini menggunakan
langsung penggunaan helm SNI sepeda motor di data observasional atau non-eksperimental
masyarakat. Asumsi yang digunakan adalah dengan analisis deskriptif yang menganalisis 2
periode antara 2006 – 2008 sebagai kondisi kondisi yaitu tingkat cedera kepala pengendara
sebelum diberlakukannya regulasi helm SNI sepeda motor antara sebelum dan sesudah
sehingga helm yang ada di masyarakat masih diberlakukannya regulasi dengan menggunakan
tidak standar (substandar) dan periode antara analisis uji F dan uji t-berpasangan.
2009 – 2011 diasumsikan kondisi sesudah
diberlakukannya regulasi sehingga helm di
106
Pemberlakuan Regulasi Helm SNI dan Persentase Perubahan Tingkat Cedera Kepala (Endi Hari Purwanto)
keterangan: 𝑆12
1 Uji-F Fhit =
n = ukuran sampel 𝑆12
𝑵 N = ukuran populasi Ho : 𝜇1 - 𝜇2 = 𝜇𝐷 atau
n= e = nilai kritis (batas ketelitian)
𝟏+𝑵.𝒆𝟐 Ho : 𝜇𝐷 =
yang diinginkan, kesalahan
Uji t dua sampel
pengambilan sampel yang 2 H1 : 𝜇1 - 𝜇2 > 𝜇𝐷 atau
berpasangan
ditolerir
H1 : 𝜇𝐷 >
Kemudian dari sampel tersebut diambil
sampel n=479 responden. Dari sampel tersebut
diperoleh 170 responden menggunakan helm Sumber: hasil pengolahan peneliti, 2012.
saat kecelakaan, 274 responden tidak memakai
helm dan 35 responden tidak ada keterangan. Metode yang digunakan adalah analisis Uji F
Data yang dikumpulkan meliputi 2 jenis dan Uji-t. Dengan tingkat kepercayaan 95%.
data yaitu data karakteristik umum korban dan Hipotesis umum yang diajukan adalah:
data cedera kepala dan meninggal dunia untuk H0 : Tidak ada perbedaan antara rata-rata
analisis before-after. Karakteristik umum korban
meliputi umur korban, status korban sebelum maupun sesudah
(pengemudi/penumpang), jenis kelamin, pemberlakuan regulasi helm SNI.
pendidikan, pekerjaan, kepemilikan SIM, jenis H1 : Ada perbedaan antara rata-rata
kecelakaan, lawan tabrakan, tipe kecelakaan, sebelum maupun sesudah
dan kecepatan saat crash. Sedangkan cedera
pemberlakuan regulasi helm SNI.
kepala meliputi cedera kepala ringan (mild HI),
cedera kepala sedang (mod HI), cedera kepala
berat (severe HI) dan jenis cedera kepala (pola 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
luka).
3.4 Metode Analisis Data 4.1 Perubahan Terhadap Jumlah meninggal
Makalah ini memiliki 4 sasaran utama: 1) dunia, severe HI, mod HI, dan mild HI (Head
Membuktikan bahwa ada penurunan tingkat Injury)
kematian (MD) karena cedera kepala setelah Hasil menunjukkan bahwa kebijakan
menggunakan helm SNI, 2) membuktikan bahwa pemberlakuan helm SNI di wilayah kota
ada penurunan tingkat cedera kepala berat Bandung memberikan perubahan positif
(severe HI) setelah helm SNI digunakan, 3) terhadap penurunan tingkat cedera kepala baik
membuktikan bahwa ada penurunan tingkat mild HI, mod HI dan severe HI. Hal ini terbukti
cedera sedang (mod HI) setelah menggunakan dari adanya penurunan angka rata-rata jumlah
helm SNI, dan 4) membuktikan bahwa ada cedera kepala pasca pemberlakuan helm SNI.
penurunan tingkat cedera kepala ringan (mild HI)
setelah penggunaan helm SNI.
Tabel 3 Perubahan terhadap jumlah meninggal dunia, severe HI, mod HI dan mild HI
Rata-Rata Rata-Rata
Tingkat Sebelum Sesudah Sig.
No Perubahan
Cedera Kepala Statistik
Reg. SNI Reg. SNI
1 Meninggal dunia 1.43 1.80 Naik 25.49% Tidak
2 Severe HI rate 0.55 - Turun 100% Tidak
3 Mod HI rate 8.36 11.55 Naik 38.15% Tidak
4 Mild HI rate 11.63 17.63 Naik 51.58% Tidak
Sumber: hasil pengolahan peneliti, 2012
107
Jurnal Standardisasi Volume 15 Nomor 2, Juli 2013: Hal 103 - 111
Dari 170 sampel yang diambil bahwa Mod HI justru mengalami peningkatan
memperlihatkan bahwa karakteristik cedera sebesar 38,15%, kemudian mild HI juga
kepala mild HI mencapai 60,6%, cedera kepala mengalami peningkatan yang tidak sedikit yaitu
mod HI mencapai 38,2% dan severe HI 51,58% dan severe HI turun sebesar 100%.
mencapai 1,2%. Hal ini tidak jauh berbeda Fakta ini mempunyai makna bahwa kebijakan
dengan hasil penelitian yang dilakukan regulasi helm SNI mampu memberikan
Wijanarka dan Dwiprahasto (2005) yang perlindungan penuh terhadap potensi Severe HI
menyebutkan dari 74 sampel korban cedera selama 2006-2011 namun ironisnya Mod HI dan
kepala terdapat 76% mengalami mild HI, 15% Mild HI justru mengalami peningkatan. Hal ini
mengalami mod HI dan 9% mengalami severe dikarenakan tahun 2009 terjadi peningkatan
HI. Sebuah penelitian di rumah sakit Islam yang signifikan untuk cedera Mod HI dan Mild HI
Klaten memperlihatkan bahwa 88,8% responden melebihi rata-rata per tahunnya. Ada dugaan
mengalami cedera kepala ringan (mild HI). bahwa tahun tersebut merupakan masa transisi
Proporsi mild HI yang tinggi ini memiliki korelasi antara regulasi helm non SNI dengan regulasi
dengan jenis helm yang digunakan. SNI hanya helm SNI mulai diwajibkan sehingga masih
memperkenankan 2 jenis helm yaitu: helm open ditemukan di lapangan sejumlah produk helm
face dan helm full face. Yohannes dan Hatmoko yang belum ber-SNI. Tingkat meninggal dunia
(2005) membuktikan bahwa helm open face yang cenderung meningkat merupakan
(60%) mengalami kerusakan yang lebih parah fenomena yang kontradiktif terhadap kebijakan
ketika mengalami benturan saat kecelakaan tersebut. Namun dugaan kuat faktor yang paling
dibandingkan dengan helm full face (40%). Ini utama berpengaruh terhadap hal tersebut adalah
artinya pengendara dengan helm open face akan tergantung pada tipe kecelakaan sepeda motor
lebih banyak mengalami cedera wajah akibat yang dialami, jenis kecelakaan (tunggal/ganda),
bagian muka karena helm yang terbuka dan konsumsi alkohol dan lama pertolongan.
fenomena ini mengarahkan pada suatu dugaan Berdasarkan 170 data yang dikumpulkan
bahwa korban mild HI lebih banyak menunjukkan bahwa kecelakaan dengan jenis
menggunakan helm open face sedangkan kecelakaan tabrak depan-depan, kemudian
kelompok korban mod HI dan severe HI faktor lawan tabrakan dan kecepatan saat
diperkirakan menggunakan helm full face. berkendara berpotensi berakhir dengan korban
Terbukti berdasarkan persentase penurunan meninggal dunia meskipun dalam kondisi
rata-rata angka cedera kepala sesudah regulasi. menggunakan helm dan ber-SNI. Bahkan tidak
Dugaan ini senada dengan Yohannes (2006) sedikit disebabkan faktor lamanya proses
yang membuktikan bahwa dari 181 responden pertolongan menuju rumah sakit. Jadi helm ber-
pengendara sepeda motor 87,3% lebih menyukai SNI telah menjalankan sesuai dengan fungsinya
helm selain open face dan 12,7% menggunakan namun terdapat faktor lain yang lebih dominan
helm full face. Alasan utama adalah mereka sehingga diperlukan pengkondisian faktor
enggan menggunakan helm full face karena lainnya untuk mendapatkan implikasi positif.
merasa tidak nyaman atau gerah serta terbatas
pandangan ke depan.
4.2 Implikasi Terhadap Jumlah Cedera S02 dan
Dalam kasus ini jenis cedera severe HI S06
mengalami penurunan meskipun tidak signifikan
Jika dianalisis lebih detil maka penggunaan helm
secara statistik. Fakta ini merefleksikan bahwa
SNI sangat kuat berimplikasi terhadap tingkat
masyarakat cenderung mematuhi kebijakan
keparahan korban berdasar jenis cedera S02.
penggunaan helm SNI hingga akhir 2011
Cedera S02 adalah cedera fraktur tengkorak dan
sekaligus efektif berimplikasi memberikan
tulang wajah. (Tabel 4).
perlindungan dari resiko severe HI bagi
pengendara. Hal yang kontradiksi menunjukkan
Tabel 4 Implikasi terhadap jumlah cedera kepala berdasar diagnosa pola luka (n=170)
Rata-Rata Rata-Rata
Diagnosa Sig.
Sebelum Sesudah Implikasi
Cedera Kepala Statistik
Reg. SNI Reg. SNI
Cedera fraktur tengkorak & tulang wajah (S02) 0.79 0.72 Turun 8.61% Tidak
108
Pemberlakuan Regulasi Helm SNI dan Persentase Perubahan Tingkat Cedera Kepala (Endi Hari Purwanto)
Fraktur tengkorak dan tulang wajah (S02). mengalami cedera disekitar wajah akan
Cedera S02 menempati urutan pertama dengan cenderung sama besarnya dengan proporsi mild
jumlah korban terbanyak dari 170 sampel yaitu HI. Di sisi lain memperlihatkan bahwa cedera
mencapai 77 korban (45,3%). Fakta ini S02 mengalami penurunan pasca
mempunyai korelasi terhadap banyaknya korban diberlakukannya regulasi helm SNI dengan
mild HI. Mild HI diindikasikan disebabkan oleh menempati urutan persentase tertinggi kedua
jenis helm yang digunakan adalah helm open sebesar 8,61%. Ini artinya bahwa penggunaan
face. Sedangkan helm open face memiliki resiko helm SNI berimplikasi positif terhadap
tinggi terhadap cedera tulang wajah karena penurunan jumlah cedera S02 sebesar 8,61%
bagian wajah relatif tidak terlindungi hingga akhir tahun 2011.
sebagaimana helm full face sehingga potensi
Rata-Rata Rata-Rata %
No ICS Diagnosa Cedera Kepala Sebelum Sesudah Implikasi Penurunan
Reg. SNI Reg. SNI (%)
1 S06.4 Pendarahan Epidural 2.67 1.67 turun 7.6
2 S06.5 Trauma Subdural Haemorrhage 2.33 1.00 turun 5.9
3 S06.0 Gegar 2.67 0.33 turun 5.3
Cedera Intrakranial dengan koma turun
4 S06.7 0.33 0.33 1.2
berkepanjangan
5 S06.6 Trauma Pendarahan Subarachnoid 0.33 - turun 0.6
6 S06.2 Cedera Otak Diffuse 0.67 2.00 naik 4.7
7 S06.3 Cedera Otak Focal - 0.67 naik 1.2
Sumber: hasil pengolahan peneliti, 2012
Cedera intrakranial (S06). Cedera S06 dimana bagian yang luka mengalami
dialami sebanyak 45 korban dari 170 sampel pembusukan, berair dan mengandung nanah.
atau 26,5%. Cedera S06 merupakan cedera
4.3 Implikasi terhadap jumlah korban meninggal
terbanyak kedua setelah cedera S02. Cedera
dunia
intrakranial (S06) adalah cedera kepala yang
mencapai jaringan kepala bagian dalam setelah Dari 170 sampel diperoleh 6,5% korban
tulang tengkorak (skull bone) meliputi: lapisan mengalami cedera kepala yang berakhir
durameter, lapisan subdural, lapisan arachnoida, meninggal dunia dan 93,5% mengalami cedera
lapisan subarachnoida dan lapisan otak. Cedera kepala dan menjalani perawatan. Angka ini
intrakranial mengalami penurunan sebesar 5,5% termasuk indikator keselamatan yang cukup
akibat kebijakan penggunaan helm SNI membanggakan dimana proporsi meninggal
diantaranya meliputi epidural hematoma (S06.4) dunia masih lebih kecil dibandingkan dengan
turun sebesar 7.6 %, subdural haemorrhage proporsi cedera kepala dan menjalani
(S06.5) turun sebesar 5,9%, cedera gegar otak perawatan. Hal yang senada juga dibuktikan
(S06.0) turun sebesar 5,3%, cedera intrakranial dalam sebuah penelitian di lima rumah sakit di
dengan koma berkepanjangan (S06.7) turun wilayah DKI, hasilnya memperlihatkan bahwa
sebesar 1,2% dan subarachnoid hematoma dari 425 responden, 7,04% mengalami
(S06.6) turun sebesar 0,6%). Namun cedera meninggal dunia dan 92,96% mengalami cedera
otak diffuse (S06.2) dan cedera otak focal kepala (Woro, 2005). Berbeda dengan hasil
(S06.3) cederung naik sebesar 4,7% dan 1,2%. penelitian yang dilakukan di IGD RSUP
Kenaikan ini dikarenakan jenis cedera tersebut Fatmawati yang menunjukkan 55 % korban
tidak dirasakan sebagai cedera pada awal pasca mengalami cedera kepala (Woro dan
kecelakaan namun baru terasa setelah beberapa Puspitasari, 2007).
hari mulai dari 1 minggu hingga 4 bulan
kemudian dan diagnosa cedera kepala berupa
S06.2 dan S06.3. Cedera ini adalah cedera
109
Jurnal Standardisasi Volume 15 Nomor 2, Juli 2013: Hal 103 - 111
Fakta membuktikan bahwa kebijakan terhingga kepada Dr. Eng. Pradono, SE.,
penggunaan helm SNI tidak memberikan M.Ec.Dev atas waktu dan kesediaannya
pengaruh terhadap penurunan jumlah korban memberikan koreksi, saran dan masukan ilmu
meninggal dunia. Korban meninggal yang kurang yang sangat bermanfaat sehingga artikel ini
dari 48 jam bahkan mengalami peningkatan dapat tersusun dengan baik.
sedangkan korban dengan meninggal lebih dari
48 jam tidak mengalami perubahan (konstan). DAFTAR PUSTAKA
Fenomena ini dapat ditafsirkan bahwa ada
Badan Pusat Statistik. (2012) : Data Kecelakaan
kemungkinan bahwa penyebab utama korban
Kendaraan Bermotor Per Moda,
adalah bukan semata-mata penggunaan helm
www.bps.go.id, Jakarta, diakses tgl. 24
SNI namun ada faktor lain yang lebih
Februari 2012.
mempengaruhi. Diantaranya yang mungkin
adalah faktor tipe kecelakaan, lamanya Hobbs, F.D. (1995): Perencanaan dan Teknik
pertolongan atau lawan tabrakan. Namun Lalu Lintas Edisi Kedua, Gajah Mada
permasalahan ini tidak dibahas detil dalam University Press, Yogyakarta.
artikel ini. Khisty, C.Jotin. (1998): Transportation
Engineering: an Introduction, Prentice Hall
5. KESIMPULAN Publisher, New Jersey, USA.
NHTSA. (1998): Motorcycle Accident Statistics,
www.webbikeworld.com, diakses tgl. 30 Mei
Berdasarkan pembahasan di muka maka dapat 2012.
diambil suatu kesimpulan bahwa kebijakan
Peraturan Menteri Perindustrian nomor 40/M-
diberlakukannya penggunaan helm SNI secara Ind/Per/6/2008 (2008): Pemberlakuan SNI
positif berimplikasi menurunkan jumlah cedera Helm Pengendara Kendaraan Bermotor
kepala berat (severe HI) walaupun secara
Roda Dua Secara Wajib, Pemerintah
statistik tidak signifikan. Meskipun cedera kepala
Republik Indonesia.
ringan (mild HI) meningkat sebesar 51,58%,
kemudian cedera kepala sedang (mod HI) pun Peraturan Menteri Perindustrian nomor 40/M-
meningkat sebesar 38,15% namun cedera Ind/Per/IV/2009 (2009): Penundaan
kepala berat (severe HI) menurun sebesar Pemberlakuan SNI Helm Pengendara
100%. Di sisi lain, kebijakan diberlakukannya Kendaraan Bermotor Roda Dua Secara
penggunaan helm SNI tidak menurunkan jumlah Wajib, Pemerintah Republik Indonesia.
meninggal dunia baik meninggal yang kurang Persatuan Prawat Nasional Indonesia (2009):
dari 48 jam atau yang lebih dari 48 jam. Mild Head Injury , Klaten
Kebijakan diberlakukannya penggunaan Saanin, Syaiful (1995): Moderate Head Injury
helm SNI secara positif berimplikasi menurunkan Brower, Roger L. (1990): Safety & Health for
jumlah cedera kepala fraktur tengkorak dan Engineers, Penerbit Van Noustrand, p.16 –
tulang wajah (S02) sebesar 39,6%, kemudian 26.
menurunkan cedera intrakranial (S06) menurun Nasution, ES. (2010): Karakteristik Penderita
sebesar 33,3% Cedera Kepala Akibat Kecelakaan Sepeda
Motor, www.repository.usu.ac.id, diakses
UCAPAN TERIMA KASIH tgl. 16 Juli 2012.
Umar, Kasan (2012): Kerusakan Jaringan Otak
Penulis mengucapkan terima kasih yang Akibat Trauma Langsung, Paper Kuliah
sebesar-besarnya kepada Ir. Idwan Santoso tanpa penerbit.
M.Si., Ph.D, atas ilmu dan waktu yang diberikan Undang-Undang Dasar, pasal 27 ayat 1 (1945):
selama proses penulisan artikel ini. Juga tidak Kedudukan Dalam Hukum Setiap Warga
lupa penulis ucapkan terima kasih yang tiada Negara.
110
Pemberlakuan Regulasi Helm SNI dan Persentase Perubahan Tingkat Cedera Kepala (Endi Hari Purwanto)
111
Jurnal Standardisasi Volume 15 Nomor 2, Juli 2013: Hal 112 - 118
Abstrak
Penerapan SNI diharapkan dapat memberikan dampak ekonomi bagi produsen, sehingga produsen yang dapat
mengurangi waktu, tenaga dan biaya dalam memproduksi produk dan jasa. Jumlah SNI yang ditetapkan sampai
dengan tahun 2009 adalah 6835 SNI, sedangkan SNI yang telah diterapkan wajib adalah 237 SNI dan 327 SNI
diterapkan secara sukarela. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan SNI masih rendah (4,78%). Untuk
mendorong penerapan SNI oleh produsen perlu dilakukan studi nilai ekonomis dari penerapan SNI. Objek dalam
penelitian ini adalah produk Air Minum Dalam Kemasan (SNI 01 3553:2006, AMDK). Hasil kajian ini menunjukan
bahwa nilai ekonomi produk AMDK sebesar Rp. 2,78 triliun dan nilai ekonomi suatu produk akan semakin tinggi
jika produsen menerapkan SNI.
Kata kunci: SNI 01 3553:2006, AMDK, penerapan, dampak ekonomi
Abstract
Applying of SNI is expected able to give economic impact for producers, so those producers get benefit by the
time reduction and energy reduction to produce the product or service. Until 2009 number of SNI stipulated by
BSN are 6835 SNI, whereas which has been applied mandatory are 237 SNI and 327 SNI applied voluntary. It’s
still low (4.78%). Object in this research is product of drinking water in packages (SNI 01 3553:2006, AMDK) to
stimulate producers to apply SNI on his product. Result of this study known the economic value of drinking water
product around Rp. 2.78 trillion. Economic value of product will increase if producer fully apply SNI.
Keywords: SNI 01 3553:2006, drinking water in packages (AMDK), implementation, economic impact
jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai mereduksi waktu, tenaga dan biaya dalam
dengan standar yang dipersyaratkan dan memproduksi produk dan jasa. Dari sisi
ketentuan peraturan perundang-undangan. Dan konsumen, penerapan SNI dapat menjamin
konsumen diberikan hak untuk memilih barang kualitas, keamanan, keselamatan dan kesehatan
dan/atau jasa serta mendapatkan barang sesuai dengan nilai dan harga produk tersebut.
dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar Sehingga kajian ini bertujuan untuk menghitung
dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; hak manfaat ekonomi dari sebuah penerapan
atas informasi yang benar, jelas, dan jujur standar AMDK bagi perekonomian nasional.
mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau
jasa (Indonesia, 1999)
2. TINJAUAN PUSTAKA
Penerapan SNI selain dkarena
diberlakukan wajib oleh regulasi terkait, peneliti
ingin melihat danpak ekonomi penerapan SNI Analisa ekonomi standardisasi dapat diketahui
secara nasional, dalam hal ini SNI AMDK secara nyata (tangible) dan tidak nyata
sebagai studi kasus. Sehingga apabila (intangible). Faktor-faktor analisis dampak
penerapan SNI secara nasional dapat terbukti, ekonomis standardisasi hanya dapat diketahui
diharapkan pada stakeholder terkait seperti jika proses standardisasi telah diterapkan secara
produsen, konsumen dan pemerintah juga benar. Dalam kajian ini, diasumsikan bahwa
mendapat manfaat. Hal ini akan memicu penerapan SNI telah sesuai dengan ketentuan
produsen untuk menerapkan SNI baik yang suka yang berlaku.
rela dan wajib karena menguntungkan secara Banyak faktor yang mempengaruhi nilai
ekonomi. ekonomis pada sebuah standar, hal ini bisa
ditampilkan dalam gambar berikut dibawah ini
1.2 Tujuan
Penerapan SNI diharapkan dapat memberikan
dampak ekonomi bagi produsen dengan
113
Jurnal Standardisasi Volume 15 Nomor 2, Juli 2013: Hal 112 - 118
Beberapa faktor yang mempengaruhi nilai data dan menginterpretasikannya sebagai suatu
ekonomis standar tersebut akan dianalisa oleh variabel.
peneliti dengan menggunakan pendekatan Tujuan utama analisis faktor adalah untuk
analisa faktor. menjelaskan struktur hubungan di antara banyak
variabel dalam bentuk faktor atau variabel
laten/bentukan. Faktor yang terbentuk
2.1 Teori Analisa Faktor
merupakan besaran acak (random quantities)
Analisis faktor (factor analysis) dapat dibagi dua yang sebelumnya tidak dapat diamati atau diukur
yaitu analisis komponen utama (principal atau ditentukan secara langsung. Analisis faktor
component analysis, PCA) dan analisis faktor eksploratori merupakan analisis awal untuk
(factor analysis, FA). Analisis faktor dapat digunakan pada analisis lanjutan dari suatu
dibedakan menjadi dua macam yaitu analisis rangkaian analisis dalam suatu penelitian.
faktor eksploratori dan analisis faktor konfirmatori Proses analisis faktor eksploratori dilakukan
(Mastuti, 2011). Bahwa dalam analisis faktor untuk membuat sebuah set variabel baru atau
eksploratori, secara apriori tidak ada hipotesis faktor yang menggantikan sejumlah variabel
yang berkenaan dengan komposisi atau struktur, asal. Dengan demikian, variabel atau faktor yang
sebaliknya dalam analisis konfirmatori terbentuk berdasarkan ketersediaan data, yang
memerlukan secara eksplisit formula atau akan digunakan dalam analisis lanjutan. Analisis
perumusan hipotesis yang berkenaan dengan lanjutan akan mempermudah interpretasi hasil
struktur yang mendasari (Amirudin, 2009). Jadi, analisis untuk mendapatkan informasi yang
analisis faktor konfirmatori memerlukan realistik dan berguna.
spesifikasi mengenai banyaknya faktor terlebih
Analisis faktor eksploratori di mana peneliti
dahulu serta komposisinya, sedangkan analisis
tidak atau belum mempunyai pengetahuan atau
faktor eksploratori tidak mengunakan hal
teori atau suatu hipotesis yang menyusun
tersebut. Kedua analisis ini bertujuan
struktur faktor-faktornya yang akan dibentuk,
menerangkan struktur melalui kombinasi linear
sehingga dengan demikian pada analisis faktor
dari variabel-variabel pembentuknya. Sehingga
eksploratori merupakan teknik untuk membantu
dapat dikatakan bahwa faktor atau komponen
membangun teori baru. Adapun skema dari
adalah variabel bentukan bukan variabel asli.
analisa eksploratori dengan memperhatikan data
Secara umum analisis faktor atau analisis
yang ada bisa digambarkan seperti berikut:
komponen utama bertujuan untuk mereduksi
114
Dampak Penerapan SNI Air Minum Dalam Kemasan (Biatna D.T., Wahyu W. dan Bendjamin B. L.)
4.3 Nilai Ekonomis Penerapan SNI AMDK δ h = (harga jual produk SNI-harga jual produk
Dari model analisa ekonomi diatas dapat tidak menerapkan SNI) x produk nasional
1.859 1.58112.800.000.000
dibentuk sebuah rumus atau formula fungsi
sebagai berikut. Model analisa ekonomi yang h
akan dilakukan adalah value standar produk i Rp. 3.550.222.222.222
(Vs-i). Rp..3,6 triliun
Vs-i= δ h + δ b.p.i + δ e.pr + δ e.pe + δ u.p+ δ Berdasarkan SNI 19-0428-1998 tentang
lspro + δ p.e + δ ling + δ var st + δ dll pengambilan contoh padatan mengatur bahwa
Dimana: dalam setiap 100.000 kemasan yang diproduksi,
diambil contoh sebanyak 400 kemasan untuk
δh = faktor value harga jual
diuji sebagai satu contoh pengujian. Data harga
δ b.p.i = faktor penolakan barang impor pengujian per contoh adalah Rp. 1.454.250.
δ e.pr = faktor efisiensi produksi Asumsi jenis kemasan yang terpilih dan
δ e.pe = faktor efisiensi pemasaran ukuran volumenya merupakan gambaran
δ u.p = faktor pengujian populasi produksi AMDK. Sehingga rata-rata
volume sampel merupakan rata volume per
δ lspro = faktor sertifikasi
kemasan secara nasional. Banyaknya populasi
δ p.e = faktor penguatan ekspor produk dalam kemasan merupakan produksi
δ ling = faktor biaya lingkungan nasional dibagi dengan volume rata-rata
δ var st = faktor efisiensi variasi produk kemasan, sehingga didapatkan:
δ dll = faktor lain-lain nilai produksi nasional
Populasi produk kemasan
rata rata volume sampel
Model perhitungan nilai ekonomis akan 12.800.000.000 kg
berkembang dan didasarkan pada ketersediaan
data yang valid untuk setiap variabel faktor yang 1.28 kg/kemasan
terkait dengan standar, antara lain data hasil 9.988.851.728 kemasan
pengujian kesesuaian produk terhadap
Asumsi seluruh produksi mengikuti kaidah
persyaratan SNI, data konsumsi nasional, data
ketentuan SNI 19-0428-1998 sehingga seluruh
harga produk, data produksi nasional, data
populasi kemasan dibagi dengan aturan SNI
konsumsi nasional, data biaya sertifikasi, data
tentang pengambilan contoh uji. Diketahui untuk
jumlah industri terkait, data ekspor impor, data
setiap 100.000 kemasan AMDK, dilakukan satu
biaya iklan dan lain-lainnya.
contoh uji. Sehingga total contoh uji yang
Nilai ekonomis produk AMDK ini diperlukan adalah:
didasarkan pada faktor harga jual dan faktor
penilaian kesesuaian. Tabel di bawah ini populasiproduk kemasan
Totalcontoh uji
menunjukkan gambaran tentang nilai produksi, 100.000
konsumsi, ekspor dan impor produk AMDK pada 9.988.851.728 kemasan
tahun 2008.
100.000
Tabel 1 Data produk air minum dalam kemasan 99.889 contoh uji
Data 2008 (kg) Biayapengujianproduk ( u.p)
Produksi 12.800.000.000 totalcontoh uji hargapengujian
Konsumsi 12.796.342.720 99.889contoh uji Rp.1.454.250/contoh uji
Ekspor 6.400.000
Rp.145.262.876.254
Impor 2.742.720
sumber: ASPADIN Biayasertifikasi produk ( lspro)
biayasertifikasi rata rata SNI AMDK pertahun
Data hasil kajian yang telah dilakukan oleh
PSPS BSN pada tahun 2008, menunjukkan jumlah industri
harga rata-rata produk yang sesuai standar 17.837.000 548
adalah Rp. 1.859/kg contoh. Sedangkan harga Rp. 9.774.676.000
rata-rata produk yang tidak memenuhi standar
adalah Rp. 1.581/kg contoh. Dengan demikian Biaya sertifikasi produk: biaya sertifikasi produk
delta harga jual dapat dihitung sebagai berikut: rata-rata pertahun x jumlah industri.
117
Jurnal Standardisasi Volume 15 Nomor 2, Juli 2013: Hal 112 - 118
DAFTAR PUSTAKA
118
Penguatan Kemampuan Laboratorium Kalibrasi (Muhammad Haekal Habibie.)
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lingkup kalibrasi yang perlu dikembangkan atau diperkuat dan rantai
ketertelusuran pengukuran bagi laboratorium kalibrasi di Sumatera Utara dan Sumatera Selatan. Penelitian
dilakukan dengan cara survei terhadap industri manufaktur penghasil produk unggulan dan laboratorium kalibrasi
daerah survei dengan wawancara terstruktur menggunakan kuesioner. Penelitian ini merupakan bagian dari
penelitian lain yang berjudul Peta Kebutuhan Jasa Kalibrasi Bagi Industri di Bagian Barat Indonesia yang
dilaksanakan pada tahun 2011. Hasil survei menunjukkan bahwa pada daerah Sumatera Utara dan Sumatera
Selatan perlu dikembangkan beberapa lingkup kalibrasi yang sesuai dengan permintaan dari industri manufaktur.
Hasil survei lainnya adalah dalam proses pemilihan laboratorium kalibrasi, industri manufaktur memilih
laboratorium kalibrasi yang memiliki kualitas hasil kalibrasi yang baik dengan menjalankan kaidah dari standar
nasional SNI ISO/IEC 17025:2008. Selain itu laboratorium kalibrasi pada kedua daerah survei telah menjaga
rantai ketertelusuran pengukuran dari standar ukur yang dimilikinya. Akan tetapi sosialisasi tentang konsep
ketertelusuran pengukuran lanjutan perlu dilakukan pada daerah survei, khususnya ditujukan kepada industri
manufaktur di daerah survei agar mengalibrasikan alat ukurnya kepada laboratorium kalibrasi yang tertelusur.
Kata kunci: Kalibrasi, Industri manufaktur, Laboratorium kalibrasi, Alat ukur
Abstract
This research aims to determine the scope of calibration needs to be developed / strengthened and measurement
traceability of calibration laboratories in North Sumatra and South Sumatra. The research was conducted by
survey of manufacturing industry producing competitive products and calibration laboratories survey using a
structured interview questionnaire. This research is part of another research that conducted in 2011. The survey
showed that in the region of North Sumatra and South Sumatra have to develop some scope of calibration
according to the demand from the manufacturing industry. The other survey result is in the process of selecting a
calibration laboratory, manufacture industry choosing a calibration laboratory has a good CMC by running the
principal of SNI ISO / IEC 17025:2008. Besides calibration laboratories in both the survey area has been
maintaining measurement traceability chain of measurement standards has. However, the socialization of the
concept of measurement traceability further needs to be done on the survey area, particularly focused at the
manufacturing industry in the survey area in order to calibrate the measuring instrument calibration laboratory are
traceable.
Keywords: Calibration, Manufacture Industry, Calibration Laboratory, Instruments
119
Jurnal Standardisasi Volume 15 Nomor 1, Maret 2013: Hal 119 - 126
suatu indeks internasional yaitu Human dapat terjadi oleh karena tidak tersedianya
Development Index (Wikipedia, 2011). lingkup kalibrasi yang sesuai pada laboratorium
Salah satu prasarana penunjang yang kalibrasi di provinsi.
signifikan untuk menghasilkan produk unggulan Hal tersebut merupakan fakta dari kondisi
adalah dengan tersedianya laboratorium laboratorium kalibrasi di daerah Sumatera Utara
kalibrasi pada daerah yang terdapat industri dan Sumatera Selatan sehingga alat ukur
manufaktur penghasil produk unggulan (Habibie, industri manufaktur daerah setempat yang
2010). Laboratorium kalibrasi dapat didefinisikan digunakan untuk menghasilkan suatu produk
sebagai suatu unit usaha yang bergerak dalam unggul dikalibrasi oleh laboratorium kalibrasi
bidang layanan jasa penentuan nilai ukur bagi yang terletak di luar provinsi bahkan kegiatan
alat ukur, bahan ukur, dan sistem pengukuran kalibrasi dilakukan di luar negeri. Hal ini yang
(Pusaka, 2011). menjadi dasar dari penelitian ini untuk mencari
pemecahan dari permasalahan tersebut.
1.2. Tujuan
Secara garis besar penelitian ini memiliki
Dengan tersedianya prasarana laboratorium tujuan untuk mengetahui kebutuhan kalibrasi dari
kalibrasi pada suatu daerah maka nilai ukur industri manufaktur penghasil produk unggulan
suatu alat ukur yang digunakan untuk dan ketertelusuran dari laboratorium kalibrasi di
menghasilkan suatu produk unggulan di industri wilayah Sumatera Utara dan Sumatera Selatan
manufaktur menjadi terjamin hasil serta memberikan rekomendasi tentang lingkup
pengukurannya melalui proses kalibrasi oleh kalibrasi yang perlu dikembangkan di kedua
standar ukur. Penjaminan hasil pengukuran ini wilayah itu.
dapat diartikan bahwa nilai ukur yang dihasilkan
Penelitian ini merupakan bagian dari
oleh suatu alat ukur akan menjadi valid jika nilai
penelitian lain yang berjudul Peta Kebutuhan
penyimpangan dari alat ukur tersebut diketahui
Jasa Kalibrasi Bagi Industri Di Bagian Barat
dengan pedoman teknis tertentu melalui proses
Indonesia yang dilaksanakan pada tahun 2011
kalibrasi.
yang lalu. Semua data yang digunakan
(penggunaan atas izin) pada penelitian ini
2. TINJAUAN PUSTAKA berasal dari penelitian tersebut.
Kerangka analisis yang digunakan adalah
Pada penelitian ini, pembahasan tertuju pada dengan pendekatan konsep ketertelusuran
pengembangan kemampuan laboratorium pengukuran. Di mana dalam konsep pemikiran
kalibrasi pada daerah Sumatera Utara dan tentang rantai ketertelusuran pengukuran suatu
Sumatera Selatan. Hal ini dikarenakan banyak alat ukur, jaminan terhadap mutu perangkat ukur
terdapat industri manufaktur penghasil produk yang paling hilir dapat dilakukan dengan
unggulan pada daerah tersebut melakukan terdiseminasikannya nilai Satuan Internasional
kalibrasi terhadap alat ukurnya kepada (SI) (Pusaka, 2011), seperti dijelaskan pada
laboratorium kalibrasi yang terletak di luar gambar dibawah ini.
provinsinya masing-masing (Habibie, 2011) Dari
data penunjang (Habibie, 2011), didapatkan
fakta bahwa sebanyak 73% industri manufaktur
penghasil produk unggulan di daerah Sumatera
Utara melakukan kalibrasi alat ukurnya kepada
laboratorium kalibrasi yang terletak di luar
provinsinya. Selain itu 17% industri manufaktur
melakukan kalibrasi secara internal (in-house
calibration) dan hanya 10% industri manufaktur
melakukan kalibrasi alat ukurnya kepada
laboratorium kalibrasi yang terletak di provinsi
Sumatera Utara. Hal tersebut juga berlaku di
provinsi Sumatera Selatan. Sebanyak 88%
industri manufaktur penghasil produk unggulan
melakukan kalibrasi terhadap alat ukurnya
kepada laboratorium kalibrasi yang terletak di
luar provinsinya, 10% industri manufaktur
melakukan secara internal dan hanya 2% Gambar 1 Diagram alir ketertelusuran
industri manufaktur melakukan kalibrasi alat pengukuran dari alat ukur
ukurnya kepada laboratorium kalibrasi yang
terdapat di provinsi Sumatera Selatan. Hal ini
120
Penguatan Kemampuan Laboratorium Kalibrasi (Muhammad Haekal Habibie.)
Dengan tersedianya lingkup kalibrasi yang pembatas masalah dari setiap industri
tertelusur ke Satuan Internasional (SI) pada manufaktur dan laboratorium kalibrasi daerah
suatu laboratorium kalibrasi maka nilai ukur dari survei.
suatu alat ukur selain mendapatkan jaminan Lokasi penelitian untuk daerah Sumatera
terhadap kualitas pengukuran juga dapat diakui, Utara adalah kota Medan, sedangkan untuk
baik secara nasional maupun internasional daerah Sumatera Selatan adalah kota
apabila alat ukur tersebut dikalibrasi ke Palembang. Pemilihan kota Medan sebagai
laboratorium kalibrasi yang tertelusur daerah sampel dikarenakan pada kota tersebut
terdapat 3 kawasan industri besar, yaitu:
3. METODE PENELITIAN Kawasan Industri Medan, Medanstar Industrial
Estate Tanjung Morawa dan Puluhan Seruai
Industrial Estate, sehingga mempunyai peluang
Telah diadakan survei dalam rangka penelitian yang besar untuk mendapatkan responden yang
terhadap industri manufaktur penghasil produk termasuk objek penelitian. Sedangkan pemilihan
unggulan dan laboratorium kalibrasi pada kota Palembang sebagai daerah sampel karena
wilayah Sumatera Utara dan Sumatera Selatan kota tersebut merupakan sentra kegiatan
untuk mengetahui kebutuhan kalibrasi dari ekonomi di daerah Sumatera Selatan. Hal ini
industri manufaktur terhadap lingkup kalibrasi ditandai dengan maraknya sarana dan
yang tersedia dari laboratorium kalibrasi daerah prasarana yang terdapat pada kota tersebut,
tersebut. seperti industri-industri dan laboratorium kalibrasi
Objek penelitian yang diteliti adalah sebagai penopang kegiatan ekonomi di
lingkup kalibrasi dari industri manufaktur Sumatera Selatan. Hal lain yang menjadi bahan
penghasil produk unggulan dan termasuk ke pertimbangan utama dalam pemilihan sampel
dalam kategori yang menjadi pembatasan adalah laboratorium kalibrasi yang notabene
masalah penelitian ini, yaitu: adalah objek penelitian hanya terdapat di kota
1. Industri manufaktur penghasil produk energi; Medan dan Palembang pada provinsi Sumatera
Utara dan Sumatera Selatan. Untuk kepentingan
2. Industri manufaktur penghasil produk
bersama identitas dari responden yang berasal
makanan dalam kemasan; dari industri manufaktur dan laboratorium
3. Industri manufaktur penghasil produk kimia kalibrasi seperti nama dan alamat tidak
dan obat-obatan; dipublikasikan.
4. Industri manufaktur penghasil produk Survei dilaksanakan selama 5 hari kerja di
elektronika; setiap kota dengan teknik wawancara terstruktur
5. Industri manufaktur penghasil produk menggunakan kuesioner terhadap manajer
kendaraan bermotor. teknik/supervisor bagian quality control dan atau
Objek penelitian lain adalah tentang produksi pada industri manufaktur yang menjadi
ketertelusuran pengukuran standar ukur/ sampel. Dikarenakan pada bagian tersebut
sekunder dari laboratorium kalibrasi yang dominan menggunakan alat ukur untuk
terletak pada daerah Sumatera Utara dan mengetahui nilai ukuran dari suatu produk. Pada
Sumatera Selatan. Laboratorium kalibrasi yang laboratorium kalibrasi, wawancara dilakukan
disurvei dapat dikategorikan menjadi 2 jenis, terhadap manajer teknik yang menjadi
yakni: penanggung jawab utama laboratorium kalibrasi
dari segi keteknisan menurut ISO/IEC 17025.
1. Laboratorium kalibrasi pemerintah;
Instrumen penelitian yang digunakan pada
2. Laboratorium kalibrasi swasta. proses wawancara terhadap responden dari
Untuk efisiensi dari segi waktu dan biaya industri manufaktur adalah kuesioner penelitian
maka digunakan metode sampling untuk yang berisi hal-hal berikut:
menentukan daerah survei penelitian, industri 1. Nama produk unggulan;
manufaktur dan laboratorium kalibrasi yang
dituju. Teknik sampling yang digunakan 2. Nama alat ukur;
menggunakan metode Stratified Sampling 3. Besaran yang diukur;
dengan prinsip dasar mengelompokkan populasi 4. Rentang ukur dari alat ukur;
penelitian ke dalam kelompok-kelompok yang 5. Penyimpangan alat ukur;
homogen yang disebut strata (Tim pengajar
diklat Metodologi Peneltian, 2010). Hal yang 6. Interval kalibrasi alat ukur;
selanjutnya dilakukan adalah menarik sampel 7. Laboratorium dan kota dari kalibrasi alat ukur;
dari setiap strata yang kemudian dijadikan 8. Alasan memilih laboratorium kalibrasi alat
responden pada penelitian ini. Strata-strata di ukur;
sini dihubungkan dengan kategori yang menjadi
121
Jurnal Standardisasi Volume 15 Nomor 1, Maret 2013: Hal 119 - 126
122
Penguatan Kemampuan Laboratorium Kalibrasi (Muhammad Haekal Habibie.)
Dari Tabel 3 di atas, dapat diperoleh Pada Tabel 5, sebagian besar responden
informasi bahwa persentase tertinggi lingkup memiliki alat ukur anak timbangan dengan
kalibrasi yang perlu dikembangkan di daerah persentase sebesar 14% dari total alat ukur
Sumatera Utara adalah massa dengan alat ukur
anak timbangan. Hal ini dikarenakan industri industri manufaktur yang menjadi responden.
manufaktur yang disurvei berkecimpung pada Dari hasil survei yang dijabarkan pada
unit usaha yang membutuhkan ketelitian tinggi Tabel 4 yang merangkum lingkup kalibrasi dan
seperti industri farmasi dan kimia. Tabel 5 yang merangkum kepemilikan alat ukur
Dari tabel 3, hal yang perlu dianalisis lebih responden maka lingkup kalibrasi beserta alat
dalam adalah mengenai hubungan antara alat ukur yang perlu dikembangkan dan atau
ukur dengan kegunaan dalam konteks diperkuat pada daerah Sumatera Selatan
pemenuhan terhadap standar SNI ISO/IEC
17025:2008 sebagai persyaratan umum ditunjukan pada Tabel 6 berikut ini:
kompetensi dari laboratorium kalibrasi dan Tabel 6 Lingkup dan kalibrasi alat ukur yang
pengujian yang diaplikasikan di industri perlu dikembangkan di Sumatera Selatan
manufaktur. Alat ukur pertama adalah timbangan
yang berfungsi sebagai peralatan sesuai klausul
5.5 (Peralatan). Alat ukur Incubator, No. Lingkup Kalibrasi Alat Ukur
Spektrofotometer dan Conductivity meter juga 1 Massa Anak timbangan
merupakan peralatan yang digunakan dalam dan Timbangan
proses produksi suatu industri manufaktur.
Peralatan ukur yang digunakan seyogyanya 2 Suhu Kontak Thermometer
divalidasi sesuai dengan klausul 5.4 (Metode 3 Panjang Gauge Block
pengujian, metode kalibrasi dan validasi metode)
hingga menghasilkan metode baku. Untuk alat 4 Arus dan Tegangan Multimeter
ukur thermometer digunakan untuk pemantauan AC / DC
ruangan kerja sesuai dengan klausul 5.3 tentang 5 Tekanan Pressure Gauge
kondisi lingkungan.
Selanjutnya hasil survei mengenai lingkup Dari tabel 6 di atas, dapat diperoleh
kalibrasi dari alat ukur responden untuk wilayah informasi bahwa persentase tertinggi lingkup
Sumatera Selatan dapat dilihat pada Tabel 4 kalibrasi yang perlu dikembangkan di daerah
berikut: Sumatera Selatan adalah massa dengan alat
Tabel 4 Lingkup kalibrasi kalibrasi alat ukur ukur anak timbangan dan timbangan. Selain itu,
industri manufaktur di Sumatera Selatan apabila ditinjau dari kerangka SNI ISO/IEC
17025:2008 khususnya mengenai klausul 5
No. Lingkup Kalibrasi Persentase tentang persyaratan teknis. Untuk alat ukur
1 Massa 24% timbangan, anak timbangan, gauge block,
multimeter dan pressure gauge digunakan
2 Suhu Kontak 22% sebagai peralatan utama pada proses produksi
3 Panjang 17 % atau quality control pada industri manufaktur
Arus dan Tegangan sesuai dengan klausul 5.5 pada SNI tersebut.
4 12% Untuk alat ukur thermometer pada industri
AC/DC
5 Tekanan 8% manufaktur digunakan untuk pemantauan
Pada Tabel 4, lingkup kalibrasi dari alat kondisi ruangan kerja sesuai dengan klausul 5.3.
ukur yang memiliki persentase tertinggi adalah Selain membahas tentang kepemilikan
massa. persentase yang didapatkan adalah 25% alat ukur beserta lingkup kalibrasi dari industri
dari 100% data mengenai alat ukur responden manufaktur. Hal lain yang dikaji lebih dalam
dari industri manufaktur. Sedangkan lingkup adalah mengenai alasan dari industri manufaktur
kalibrasi suhu kontak dan panjang, pada tabel 4 untuk memilih laboratorium kalibrasi untuk
berada pada peringkat 2 dan 3.
mengalibrasikan alat ukur mereka. Dalam proses
Hasil survei lainnya untuk kepemilikan alat pemilihan laboratorium kalibrasi industri
ukur dari industri manufaktur di Sumatera manufaktur memiliki kewenangan untuk
Selatan ditunjukan pada tabel 5.
menentukan pilihan berdasarkan kualitas hasil
Tabel 5. Kepemilikian alat ukur industri ukur, kualitas layanan, dan kemudahan akses.
manufaktur di Sumatera Selatan Kualitas hasil ukur berarti lingkup layanan pada
laboratorium kalibrasi memiliki nilai kemampuan
No. Alat Ukur Persentase
pengukuran (Calibration Measurement
1 Anak timbangan 14% Capabilities) yang memiliki bentangan
2 Thermometer 13% ketidakpastian pengukuran yang kecil dan telah
3 Timbangan 11% terakreditasi. Kualitas layanan berarti
4 Gauge Block 9% laboratorium kalibrasi memiliki kemampuan
5 Pressure Gauge 5% pelayanan yang prima, cepat dan disamping itu
memiliki harga kalibrasi yang relatif terjangkau.
123
Jurnal Standardisasi Volume 15 Nomor 1, Maret 2013: Hal 119 - 126
Sedangkan kemudahan akses berarti kalibrasi yang dimiliki oleh laboratorium kalibrasi.
laboratorium kalibrasi mudah dijangkau oleh Oleh karena itu seyogyanya laboratorium
industri manufaktur. Hasil survei mengenai kalibrasi dapat melakukan sosialisasi kegiatan
alasan memilih laboratorium kalibrasi ditampilkan kalibrasinya dengan cara antara lain melalui
pada tabel 7a dan 7b berikut ini. promosi via website, brosur, dan safari kalibrasi.
Tabel 7a Alasan memilih laboratorium kalibrasi 4.2 Ketertelusuran Pengukuran Laboratorium
pada industri manufaktur di Sumatera Utara Kalibrasi di Sumatera Utara dan Sumatera
Selatan
No. Alasan Persentase
1 Lingkup telah 40% Untuk memperkuat kemampuan dari
terakreditasi laboratorium kalibrasi pada daerah Sumatera
2 Tersedia di Provinsi 0% Utara dan Sumatera Selatan selain ditinjau dari
sisi pengembangan lingkup kalibrasi yang
3 Harga kalibrasi 0% diperlukan juga dilihat dari sisi ketertelusuran
terjangkau dari standar ukur yang dimiliki. Seyogyanya
4 CMC bagus 13% standar ukur tersebut dikalibrasi oleh Lembaga
5 Pelayanan kalibrasi 13% Metrologi Nasional (LMN) yang merupakan
cepat pucuk tertinggi dari rantai ketertelusuran
pengukuran. Terutama apabila standar ukur
6 Keterbatasan Informasi 33%
yang dimiliki oleh laboratorium kalibrasi berada
Tabel 7b. Alasan memilih laboratorium kalibrasi pada tingkatan standar sekunder. Sesuai dengan
pada industri manufaktur di Sumatera Selatan Keppres No. 79 tahun 2001 tentang Komite
Standar Nasional untuk Satuan Ukuran (SNSU),
No. Alasan Persentase pada pasal 6 ayat 2 menyatakan bahwa
1 Lingkup telah 85% “Pengelolaan teknis ilmiah standar nasional
terakreditasi untuk satuan ukuran sebagaimana dimaksud
2 Tersedia di Provinsi 0% dalam ayat (1), dilaksanakan oleh unit kerja di
lingkungan Lembaga Ilmu Pengetahuan
3 Harga kalibrasi 0% Indonesia (LIPI) yang bertugas di bidang
terjangkau metrologi yaitu Pusat Penelitian Kalibrasi,
4 CMC bagus 26% Instrumentasi dan Metrologi (Puslit. KIM - LIPI).
5 Pelayanan kalibrasi 0% Dengan kata lain secara tidak langsung Puslit.
cepat KIM - LIPI ditunjuk sebagai sebagai LMN. Oleh
karena itu standar ukur dari laboratorium
6 Keterbatasan Informasi 2%
kalibrasi di wilayah Sumatera Utara dan
Dari tabel 7a dan 7b, sebagian besar Sumatera Selatan idealnya dikalibrasikan
responden memilih alasan telah terakreditasi dan kepada LMN atau laboratorium kalibrasi yang
memiliki CMC (Calibration Measurement memiliki hierarki ketertelusuran yang lebih tinggi
Capabilities) yang baik bagi laboratorium agar tertelusur ke Satuan Internasional (SI) dan
kalibrasi tujuan. Hal itu berarti industri hasil ukurnya diakui.
manufaktur lebih menginginkan faktor kualitas Data hasil survei terhadap laboratorium
hasil kalibrasi ketimbang faktor kualitas layanan kalibrasi daerah Sumatera Utara menunjukkan
dan kemudahan akses. Kualitas kalibrasi yang bahwa sebanyak 72% responden
dihasilkan oleh laboratorium kalibrasi tidak serta mengalibrasikan standar ukurnya kepada LMN
merta muncul begitu saja. Untuk menghasilkan sedangkan 28% mengalibrasikan ke
kualitas kalibrasi yang baik suatu lingkup laboratorium kalibrasi lain. Pada daerah survei
layanan dari suatu laboratorium kalibrasi harus Sumatera Selatan, 55% laboratorium kalibrasi
mengikuti beberapa kegiatan baik secara internal mengalibrasikan standar ukurnya kepada LMN
maupun melibatkan pihak ketiga, seperti: audit sedangkan 45% sisanya mengalibrasikan ke
internal, asesmen eksternal, uji banding laboratorium kalibrasi lain.
laboratorium kalibrasi, pengecekan antara, dan
Hal ini berarti sebagian besar laboratorium
konsep ketertelusuran pengukuran. Oleh karena
kalibrasi di daerah survey melakukan kalibrasi
itu dalam pemilihan laboratorium kalibrasi
standar ukurnya ke Lembaga Metrologi Nasional
terdapat faktor lain yang lebih diutamakan oleh
(LMN). Sedangkan sebagian kecil lainnya
industri manufaktur selain ketersediaan lingkup
kepada laboratorium kalibrasi lain yang memiliki
kalibrasi yaitu kualitas hasil kalibrasi.
hierarki ketertelusuran lebih tinggi dan telah
Hasil lainnya yang didapatkan dari tabel terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional
7a dan 7b adalah industri manufaktur memiliki (KAN). Hal ini menunjukkan bahwa laboratorium
keterbatasan informasi mengenai kemampuan
124
Penguatan Kemampuan Laboratorium Kalibrasi (Muhammad Haekal Habibie.)
kalibrasi pada kedua daerah survei tersebut lain. Faktor pengakuan dari pihak ketiga dengan
menjaga rantai ketertelusuran pengukuran dari jalur akreditasi juga perlu dilakukan untuk
standar ukur yang dimilikinya. Sehingga mendapatkan kepercayaan dari customer
sosialisasi pemerintah mengenai ketertelusuran kalibrasi.
pengukuran telah tepat guna dan dipahami, Laboratorium kalibrasi di daerah Sumatera
terutama bagi kalangan laboratorium kalibrasi Utara dan Sumatera Selatan telah menjaga
baik negeri maupun swasta. rantai ketertelusuran pengukuran dari standar
ukur yang dimilikinya. Hal ini ditunjukan pada
hasil penelitian di mana sebanyak 72%
5. KESIMPULAN
responden dari laboratorium kalibrasi di
Sumatera Utara dan 55% responden dari
5.1. Kesimpulan laboratorium kalibrasi di Sumatera Selatan
Penguatan kemampuan laboratorium kalibrasi mengalibrasikan standar ukurnya kepada
bagi industri manufaktur di daerah Sumatera Lembaga Metrologi Nasional.
Utara dan Sumatera Selatan perlu dilakukan 5.2 Saran
untuk menghasilkan produk unggulan daerah
yang memiliki standar mutu yang tinggi. Untuk melakukan penguatan kemampuan dari
Penguatan kemampuan tersebut berarti laboratorium kalibrasi dapat dilakukan dengan
peningkatan layanan kalibrasi terhadap alat ukur cara mendirikan laboratorium kalibrasi yang
yang dimiliki oleh industri manufaktur daerah mencakup lingkup yang diperlukan pada daerah
setempat. Hasil survei menunjukkan bahwa pada setempat, menambah lingkup kalibrasi pada
daerah Sumatera Utara, alat ukur dan lingkup laboratorium kalibrasi yang sesuai dengan
kalibrasi yang perlu dikembangkan/diperkuat kebutuhan kalibrasi daerah setempat,
adalah timbangan dengan rentang ukur sampai memperluas lingkup kalibrasi pada laboratorium
dengan 100 Kg (Massa), thermometer dengan kalibrasi yang sesuai dengan kebutuhan kalibrasi
rentang ukur s.d 400˚C dan Incubator s.d 50 ˚C daerah setempat.
(Suhu Kontak), spektrofotometer dengan rentang Adanya sosialisasi tentang konsep
ukur 240 sampai dengan 650 nm ketertelusuran pengukuran lanjutan perlu
(Spektrofotometri), conductivity meter dengan dilakukan khususnya ditujukan kepada industri
rentang ukur s.d 3600 µs (Konduktivitas), HPLC manufaktur agar mengalibrasikan alat ukurnya
dan AAS (Kimia). kepada laboratorium kalibrasi yang tertelusur.
Sedangkan hasil survei untuk daerah Metode penelitian yang sama dapat
Sumatera Selatan menunjukkan bahwa alat ukur digunakan pada daerah dimana terdapat
dan lingkup kalibrasi yang perlu dikembangkan kebutuhan kalibrasi dari industri manufaktur yang
atau diperkuat adalah anak timbangan dengan tidak dapat dilayani oleh ketersediaan layanan
rentang ukur sampai dengan 5 Kg dan dari laboratorium kalibrasi setempat, misalnya
timbangan dengan rentang ukur sampai dengan Provinsi Kalimantan Timur.
50 Kg (Massa), thermometer dengan rentang
ukur s.d 1200 ˚C (Suhu Kontak), gauge block UCAPAN TERIMA KASIH
dengan rentang ukur sampai dengan 2 inch
(Panjang), multimeter dengan renttang ukur s.d Saya ucapkan terima kasih kepada Bapak Prof.
80 V (Arus dan Tegangan AC/DC), pressure Jimmy Pusaka yang telah mengikutsertakan
Gauge dengan rentang ukur s.d 20 saya pada penelitian ini dan membimbing
MPa(Tekanan). sampai dengan selesainya tulisan ini. Serta
Sebagian besar industri manufaktur yang terima kasih pula saya sampaikan kepada Bapak
menjadi responden pada daerah survei memiliki Ma’ruf Hasan M,M dan Ibu Yuliani M.Si karena
alasan kualitas hasil kalibrasi yang baik pada telah memberikan banyak masukan di dalam
laboratorium kalibrasi yang menjadi pilihan atau pembuatan tulisan ini.
tujuan mengalibrasikan alat ukurnya. Hal ini
berarti ada faktor selain ketersediaan lingkup
kalibrasi yang mempengaruhi keputusan DAFTAR PUSTAKA
responden dalam memilih laboratorium kalibrasi.
Oleh karena itu laboratorium kalibrasi harus Badan Standarisasi Nasional, (2011). Database
meningkatkan kemampuan kalibrasinya untuk laboratorium kalibrasi, diakses 07 Maret
mendapatkan kepercayaan dari customer 2011 dari
kalibrasi dengan cara mengimplementasikan http://sisni.bsn.go.id/index.php?/lembinsp/i
prinsip-prinsip yang terdapat pada SNI ISO/IEC nspeksi/publik.
17025:2008 seperti: audit internal, pengecekan
antara, uji banding atau uji profisiensi dan lain-
125
Jurnal Standardisasi Volume 15 Nomor 1, Maret 2013: Hal 119 - 126
126
Uji Kelayakan Titik Tetap Aluminum Sekunder (Beni Adi Trisna dan Arfan Sindhu Tistomo)
Abstrak
Dalam rangka menyediakan pelayanan jasa kalibrasi termokopel tipe noble metal dengan titik tetap, Pusat
Penelitian Puslit KIM-LIPI telah mengembangkan sel titik tetap aluminum berjenis terbuka sekunder untuk
digunakan sebagai standar pada suhu 660,323°C. Efek impuritas diselidiki dengan menerapkan metode
kuantitatif, yaitu dengan melihat hubungannya dengan kedalaman supercooling. Sebagai hasilnya, kedalaman
supercooling terendah adalah 0,4332°C yang memenuhi kriteria sebagai standar kalibrasi yang diusulkan oleh
CCT BIPM (Consultative Committee for Thermometry of International Bureau of Weights and Measures). Selain
itu, ketidakpastian pengukuran memberikan nilai 1,5 μV yang sebanding dengan 0,15 °C untuk termokopel tipe S.
Oleh karena itu, CMC (Calibration Measurement Capability) untuk pengukuran suhu 660,323°C dengan titik tetap
Al sekunder adalah 0,15°C. Nilai reprodusibilitas adalah 42 mK yang menunjukkan bahwa kemurnian sel kurang
dari 99,99993%.
Kata kunci: termokopel, ITS-90, suhu, ketidakmurnian, kalibrasi
Abstract
In order to provide noble metal thermocouple calibration services by fixed point, Puslit KIM-LIPI has developed a
secondary open type aluminum fixed point cell to be used as a standard for temperature 660.323 °C. The impurity
effect was investigated by applying a quantitatif method, i.e., by seeing its relation with the deep supercooling. As
result, the lowest deep supercooling is 0.4332 °C which satisfies the requirement for being a standard calibration
proposed by CCT BIPM (Consultative Committee for Thermometry of International Bureau of Weights and
Measures). In addition, the uncertainty of measurement gives a value 1.5 µV which is proportional to 0.15 °C for
type S thermocouple. Therefore, the CMC (Calibration Measurement Capability) for temperature measurement at
660.323 °C by secondary Al fixed point is 0.15 °C. The reproducibility value is 42 mK show that the purity of the
cell is less than 99.99993%.
Keywords: thermocouple, ITS-90, temperature, impurity, calibration
sekunder dilakukan dan yang pertama kali dibuat Tulisan ini juga menyampaikan
adalah titik tetap Aluminum. Tipe titik tetap ini kemampuan pengukuran Puslit Puslit KIM-LIPI
adalah sel terbuka (opened cell). pada suhu 660 °C menggunakan titik tetap
Selanjutnya realisasi beserta uji kelayakan sekunder tersebut.
yang meliputi reproducibility dan pengaruh
impuritas dilakukan. Di dalam menentukan 2. TINJAUAN PUSTAKA
pengaruh impuritas sebagian besar NMI
(national metrology institute) menggunakan
metode glow discharge mass spectroscopy 2.1 Efek Impuritas
(GDMS) seperti yang dilakukan oleh Widiatmo Suhu terukur pada saat kondisi perubahan fasa
(2008) dan Dˇuriš (2008). Sementara pada material murni ditentukan oleh koefisien
dikarenakan keterbatasan terutama terkait sensitivitas dan kemurnian material tersebut
dengan pendanaan penelitian serta sesuai dengan persamaan yang diberikan oleh
sepengetahuan penulis hingga saat ini belum E.Renaot (2008).
ada lembaga di Indonesia yang mampu
T 1k i
melakukan analisis GDMS maka Puslit KIM-LIPI T pure Tobs cli, F 1 li / F
memilih cara kuantitatif yaitu dengan melihat i cl (1)
pengaruh impuritas melalui keterkaitan antara
kemurnian suatu logam dengan kedalaman Dimana Tpure adalah suhu titik beku dari
supercooling. Apabila kedalaman supercooling sampel dengan kemurnian 100%, Tobs adalah
pada realisasi titik tetap Al di atas 0,4 K seperti suhu titik beku sebenarnya dari material tersebut
yang disyaratkan oleh CCT BIPM (1990): ”It is cli adalah fraksi molar berkenaan
important to achieve a high degree of ketika diukur,
supercooling (> 4 K) for attainment of the plateu Tl
temperatures by means of outside nucleated i
slow freezes” maka dapat dikatakan bahwa titik dari impuritas, cl
adalah turunan dari suhu
tetap tersebut memenuhi kriteria sebagai terukur pada kondisi liquid berdasar konsentrasi
standar. Head dan kawan-kawan (2008). : “The impuritas jenis i, serta F adalah fraksi material
freezing curves of the aluminium fixed-point murni yang ada pada kondisi fasa liquid tersebut.
decreased and increased in line with Sedangkan k adalah parameter penting dalam
expectations derived from interpolation of suatu material yang disebut sebagai koefisien
previous experiments as increased amounts of distribusi dan didefinisikan sebagai rasio antara
impurities were introduced”, walaupun untuk konsentrasi impuritas pada fase solid (cs)
kasus tertentu pengotoran diperlukan untuk dengan konsentrasi impuritas pada fase liquid
mempermudah tehnik realisasi seperti yang (cl) sebagaimana ditunjukkan pada persamaan
dilakukan oleh Jin Tao Zhang dan Y.N Wang berikut:
(2008):” This deep supercooling is inconvenient
for the operation of tin freezing-point cells, cs
especially for sealed tin fixed-point cells”.
k
cl (2)
Bahwa impuritas mempengaruhi
supercooling telah diketahui oleh McLaren dan Menurut K.D Hill dan S. Rudtsch (2005),
Murdock (1960) yang kemudian dipertegas oleh apabila target ketidakpastian realisasi titik beku
Ovsienko, D.Yu (2001). Aluminium adalah 0,5mK, maka dibutuhkan
material Aluminium murni dengan tingkat
kemurnian 99,99993%. Keterangan ini
1.2 Tujuan
diaplikasikan pada evaluasi reprodusibilitas dari
Makalah ini bertujuan untuk memaparkan proses realisasi titik beku Aluminium untuk
pengujian kelayakan titik tetap aluminum yang mengetahui sejauh mana kemurnian material Al
telah dibuat oleh Puslit KIM-LIPI dengan yang digunakan.
melaksanakan evaluasi hubungan antara
kedalaman supercooling dengan kemurnian sel 2.2 Sel Titik Tetap Sekunder Al
di mana target kedalaman supercooling melebihi Pembuatan sel titik tetap Al kelas sekunder
0.4 °C. membutuhkan material murni Al (99.9999%)
Uji kelayakan ini sangat penting dilakukan sebanyak 202 gram selama dilaksanakan
karena sel tersebut akan digunakan sebagai pengisian sel Al.
standar sekunder nasional bagi kalibrasi
termokopel tipe noble metal.
128
Uji Kelayakan Titik Tetap Aluminum Sekunder (Beni Adi Trisna dan Arfan Sindhu Tistomo)
Gambar 1 (a) Graphite crucible, (b) Graphite thermo-well dan graphite disk, (c) Graphite crucible dan
graphite thermo-well yang dipasangkan, (d) Quartz tube, (e)Quartz well, (f) Bagian-bagian sel setelah
dirakit, (g) Sel sebelum diisi aluminium, (h)Sel setelah diisi aluminium.
Sumber: Suherlan dan Dwi Larassati (2010)
129
Jurnal Standardisasi Volume 15 Nomor 2, Juli 2013: Hal 127 - 133
Realisasi dimulai dengan dilakukannya tungku kemudian disetting 2°C dibawah titik
proses pemvakuman sel titik tersebut hingga beku logam Al. Suhu sel terukur akan turun
-6
mencapai 10 torr. Kemudian sel tersebut di drastis menuju titik supercool, ditunjukkan pada
panaskan pada suhu 600°C sebagai langkah Gambar 2, nomor D. Setelah tercapai suhu
pemanasan awal atau pre-heating. Proses ini supercool, dan ketika suhu mulai naik menuju
ditunjukkan pada Gambar 2 dengan nomor A. titik beku logam Al, maka selama 2 menit batang
Selama proses pre-heating berlangsung, kuarsa dari suhu ruang dimasukkan ke dalam
dilakukan proses pencucian sel dengan cara lubang ukur untuk melakukan inisiasi inner melt.
berulang kali memvakum dan mengisi gas Argon Proses ini bertujuan agar logam Al didalam sel
kedalam sel titik tetap tersebut, minimum dapat membeku secara homogen dari luar
pencucian dilaksanakan 2 kali setiap proses kedalam sel dan dari dalam keluar sel secara
realisasi. Kemudian setting tungku diubah ke bersamaan. Kemudian suhu tungku disetting,
suhu 665,5°C, setting ini merupakan setting 1°C dibawah titik beku Al. Kurva plato akan
yang lebih tinggi 5°C diatas titik leleh Alumunium segera diperoleh, ditunjukkan pada Gambar 2,
(660,323°C). Ketika proses menuju 5°C diatas nomor F.
titik leleh Alumunium tersebut suhu terukur
didalam sel akan tertahan pada suhu titik leleh
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Alumunium walaupun suhu tungku telah tercapai
5°C diatas titik leleh, proses ini dinamakan Plato
titik leleh logam Alumunium, proses ini 4.1 Realisasi dan Uji Kelayakan Sel Al
ditunjukkan pada Gambar 2, nomor B. Kedalaman supercooling dapat ditentukan
Seketika, setelah tercapai titik leleh maka dengan melihat titik minimum yaitu ketika titik
dilakukan pencucian sel kembali dengan balik supercooling terjadi dan titik maksimum
mengganti gas Argon didalam sel dengan gas yaitu saat kondisi plato dimulai seperti
Argon baru, pada tahap ini pencucian hanya ditunjukkan pada Gambar 3.
dilaksanakan 1 kali saja. Perbedaan pada Dari hasil tiga kali proses realisasi sel
pencucian sel yang kedua ini dilakukan dengan sekunder Al, diperoleh kedalaman supercooling
menggunakan sistem vakum mekanik selama 10 bervariasi seperti ditunjukkan pada Tabel1
detik. Ketika dilakukan pengisian Argon murni dengan kedalaman supercooling terpendeknya
kedalam sel titik tetap, tekanan didalam sel sekitar 0,4332 °C. Nilai tersebut lebih tinggi dari
diatur sedekat mungkin dengan tekanan 1 Atm 0,4 °C sehingga kriteria kedalaman supercooling
(101,323 kPa). Bila terdapat perbedaan mínimum pada kemurnian material 99,999%
tekanan, maka suhu sel titik tetap dikoreksi terpenuhi.
menggunakan tabel ITS-90. (Mangum,B.W dan
G.T Furukawa, 1990). Sistem vakum dapat
dimatikan karena proses selanjutnya tidak
memerlukan sistem vakum. Selanjutnya suhu
tungku diset 2°C diatas titik leleh. Ketika logam
Alumunium murni didalam sel titik tetap telah
dalam kondisi meleleh sempurna, seperti
ditunjukkan pada Gambar 2, nomor C. Suhu
130
Uji Kelayakan Titik Tetap Aluminum Sekunder (Beni Adi Trisna dan Arfan Sindhu Tistomo)
Type B
Sertifikat nanovoltmeter, u PT 0,31
Titik es referensi, uTE 0,03
Drift Termokopel, uDFT 0,18
Sedangkan Ti -T0 ITS -90 merupakan selisih bernilai 10 µV/°C, ketidakpastian dalam besaran
suhu dapat ditentukan dan menjadi 0,15°C. Nilai
suhu tersebut apabila dihitung menggunakan ini menjadi CMC dalam kalibrasi termokopel
persamaan ITS-90. Pengukuran divariasikan dengan titik tetap sekunder Al.
hingga kedalaman 3 cm diatas titik terbawah sel,
dengan asumsi bahwa ketika dilakukan
pengukuran pencelupan sensor termokopel tidak 5. KESIMPULAN
pernah melebihi 3 cm terhadap bagian bawah
sel titik tetap. Ketidakpastian karena sistem Dari hasil tiga kali realisasi didapatkan
pengukuran tegangan, E PT , diestimasi dengan kedalaman supercooling minimumnya 0,4332°C
dimana masih di atas 0,4°C sehingga dapat
mengambil nilai ketidakpastian indikator disimpulkan bahwa titik tetap Al tersebut layak
nanovoltmeter yang digunakan. Ketidakpastian dijadikan standar. Analisa ketidakpastian
penggunaan titik es sebagai titik referensi menghasilkan ketidakpastian terentang sebesar
termokopel, C0ETE , dimana C0 merupakanan 1,5 µV yang setara dengan 0,15°C. Nilai ini
merupakan CMC untuk pengukuran suhu
koefisien seebeck termokopel pada suhu 0°C. dengan titik tetap Al sekunder di 660,323°C.
Ketidakpastian karena penggunaan titik es Sementara itu hasil reprodusibilitas adalah
sebagai referensi diestimasi dengan sebesar 0,42 µV atau 42 mK. Nilai ini lebih besar
memasukkan nilai tipikal 10 mK. Komponen dari 0,5 mK yang berarti bahwa kemurnian
ketidakpastian terakhir merupakan material Al sudah terdegradasi lebih besar dari
ketidakpastian dari sifat termoelektrik sensor 99,99993%.
termokopel, yaitu pergeseran/ drift termokopel, Selanjutnya untuk pengembangan
E DFT , dan inhomogenitas termokopel, E INH . kedepan perlu dilakukan perbandingan titik tetap
tersebut dengan sel titik tetap Al kelas primer
Komponen ketidakpastian drift termokopel guna mengetahui sejauh mana penyimpangan
diestimasi dari setengah dari nilai selisih suhu yang terjadi serta penelitian yang bertujuan
pengukuran emf pada 3 kali realisasi yang untuk meningkatkan akurasi melalui evaluasi
dilakukan. Selama pengukuran profil sel titik kemurnian sel Al dengan glow discharge mass
tetap Al berlangsung, setengah perbedaan spectroscopy.
maksimum emf pada sel primer Al digunakan
sebagai nilai estimasi kontribusi ketidakpastian UCAPAN TERIMA KASIH
ini. Inhomogenitas termokopel diestimasi dengan
memvariasikan pengukuran termokopel dari Penulis mengucapkan terima kasih yang
bagian bawah sel hingga kedalaman 15 cm. sebesar-besarnya kepada tim penanggung
Ketidakpastian yang dicantumkan pada jawab DIPA 2012 Puslit Puslit KIM-LIPI atas
Tabel 2 masih dalam besaran tegangan dengan pendanaannya serta kepala subbidang suhu
satuan µV. Dengan menggunakan sensitivitas atas arahannya.
termokopel tipe S di suhu sekitar 600°C yang
132
Uji Kelayakan Titik Tetap Aluminum Sekunder (Beni Adi Trisna dan Arfan Sindhu Tistomo)
DAFTAR PUSTAKA
133
Jurnal Standardisasi Volume 15 Nomor 2, Juli 2013: Hal 134 - 143
Abstrak
Salah satu aspek penting dalam pengujian keamanan untuk menjamin mutu produk peralatan rumah tangga
refrigerator adalah pengukuran kenaikan temperatur komponen penyusun sistem refrigerasi. Tujuan makalah ini
adalah menampilkan metode pengukuran kenaikan temperatur dan kesesuaiannya pada peralatan rumah tangga
refrigerator berdasarkan standar IEC 60335. Pengukuran kenaikan temperatur dilakukan dalam dua metode yaitu
metode termokopel dan metode resistansi. Hasil pengukuran menunjukkan adanya pengaruh besarnya tegangan
masukan dan nilai resistansi pada nilai kenaikan temperatur terutama untuk komponen-komponen yang
terhubung dengan proses refrigerasi. Pada metode resistansi, rentang waktu pengambilan data nilai resistansi
adalah faktor yang mempengaruhi akurasi nilai kenaikan temperatur. Kelas refrigerator dan spesifikasi komponen
adalah faktor penting dalam menentukan kesesuaian.
Kata kunci: keamanan, kesesuaian, kenaikan temperatur, metode termokopel, metode resistansi
Abstract
One of the significant aspects in terms of savety testing to undertaking the quality product quality of household
appliances refrigerator is the temperature rise measurement from the component of refrigeration system array.
The objectives of this paper are to demonstrate temperature rise method and its adjustment for household
appliances refrigerator based on IEC 60335 standards. The measurement is accomplished through two methods,
as followed: thermocouple and resistance method. The outcome of the measurement indicates that there is an
influence of the degree of input voltage and resistance value to the temperature rise particularly for components
in which connected to refrigeration process. On the resistance method, length of time for data gathering on
resistance value is the factor which able to affect acuration of temperature rise value. Refrigerator class and
specification of components are important factor on determining compliance.
Keywords: safety, compliance, temperature rise, thermocouple method, resistance method
dilakukan. Salah satu aspek untuk menjamin kemampuan untuk mendinginkan akan jauh
mutu suatu produk peralatan rumah tangga berkurang atau refrigerator tidak dapat
adalah melalui pengujian keamanan produk mendinginkan lagi. Kerja defrost dilakukan oleh
(safety testing). Salah satu pengujian yang defrost heater (pemanas listrik) dan sebuah
penting dalam safety testing adalah pengujian rangkaian listrik. Prinsip utamanya adalah
kenaikan temperatur (heating). mengatur waktu saat pendinginan dan pencairan
es secara bergantian agar tercapai pendinginan
1.1. Tujuan yang optimal di dalam refrigerator. Komponen
Tujuan makalah ini adalah menampilkan yang sangat berperan adalah motor kompresor
penerapan standar IEC 60335 pada pengukuran dan sirkuit listrik defrost cycles yang menjadi
kenaikan temperatur dan kesesuaiannya untuk bagian tak terpisahkan. Kedua bagian inilah
yang membentuk sistem kerja refrigerator.
peralatan rumah tangga refrigerator. Makalah
Sehingga jika salah satunya rusak atau tidak
dibatasi untuk klausul kenaikan temperatur berfungsi akan menyebabkan refrigerator tidak
komponen penyusun sistem refrigerasi. berfungsi. Oleh karena itu jaminan keamanan
Pengukuran dilakukan menggunakan metode (safety) dari sistem ini harus diuji untuk
termokopel dan metode resistansi. Hasil kesesuaian dengan standar. Salah satu aspek
penelitian ini akan berguna dalam yang sangat penting yang perlu diketahui adalah
pengembangan metode pengujian peralatan kenaikan temperatur dari setiap komponen yang
menyusun sistem tersebut. Hal ini penting
rumah tangga refrigerator, memberikan masukan
dilakukan karena setiap refrigerator adalah salah
kepada industri peralatan rumah tangga untuk satu peralatan rumah tangga yang sepanjang
peningkatan kualitas produknya, meningkatkan hari dalam kondisi beroperasi tersambung
daya saing produk untuk peningkatan dengan arus listrik.
perekonomian bangsa. Salah satu standar yang diakui secara
internasional yang berhubungan dengan
2. TINJAUAN PUSTAKA keamanan (safety) peralatan adalah
International Standard IEC 60335-1. Di lingkup
nasional standar ini dicakup oleh SNI IEC
Definisi refrigerator menurut SNI ISO
60335-1: 2009 Piranti listrik ruma tangga dan
15502:2008 adalah peralatan pendingin yang
sejenis-Keselamatan-Bagian 1: Persyaratan
diperuntukan untuk pengawetan makanan dan
Umum. SNI ini merupakan adopsi secara identik
salah satu dari kompartemennya memiliki fungsi
dari IEC 60335-1 (2001) + Am 1 (2004-03).
untuk penyimpanan makanan segar. Komponen
Standar ini diterapkan untuk menjamin mutu
utama refrigerator terdiri dari (i) evaporator;
suatu peralatan rumah tangga dari bahaya listrik,
merupakan penukar panas yang berfungsi untuk
mekanik, termal, kebakaran dan radiasi
mengambil kalor (ii) kompresor; berfungsi untuk
peralatan ketika dioperasikan seperti dalam
meningkatkan tekanan, temperatur, dan entalpi
penggunaan normal dengan mempertimbangkan
refrigerant (iii) kondenser; merupakan penukar
instruksi dari pabriknya. Kondisi abnormal
panas yang berfungsi untuk membuang kalor (iv)
operasi serta pengaruh fenomena
drier; berfungsi untuk menyaring kotoran, uap air
elektromagnetik juga dicakup dalam standar ini.
yang terbawa refrigerant dan (v) capilary tube;
IEC 60335-1 berisi persyaratan umum peralatan
yang berfungsi untuk menurunkan tekanan,
rumah tangga dan peralatan kelistrikan yang
temperatur. Prinsip kerja sebuah refrigerator
serupa. Dalam sebuah safety standard
memiliki dua prinsip kerja utama yaitu (i) kerja
menyebutkan hal tentang (i) apa yang diuji; (ii)
untuk mendinginkan (cooling); (ii) kerja
bagaimana pengujian dilakukan, dan; (iii) hasil
mencairkan es di evaporator (defrost). Kedua
apa yang diharapkan. Pada IEC 60335-1 klausul
prinsip kerja tersebut harus bekerja secara baik
11 Heating, komponen-komponen yang
agar proses pendinginan di dalam refrigerator
berhubungan dengan sistem kerja cooling dan
berjalan optimal. Dasar hukum kerja pendinginan
defrost harus diuji. Pengujian dilakukan dengan
(cooling) adalah hukum fisika Clausius, dimana
mengukur kenaikan temperatur (temperature
dinyatakan bahwa kalor akan berpindah dari
rise) masing-masing komponen. Hasil
tempat bersuhu tinggi ke tempat bersuhu
pengukuran diperiksa dengan persyaratan
rendah.
standar yang tercantum dalam Tabel 3 IEC
Selain kerja mendinginkan, sebuah 60335-1. Dengan demikian perancangan metode
refrigerator juga bekerja mencairkan es yang yang akurat dan benar akan sangat menentukan
dikenal dengan defrost. Bila sistem defrost tidak hasil pengujian. Fungsi dari standar pengujian
bekerja maka bunga es akan semakin banyak adalah untuk membuat prosedur atau metode
bertumpuk diluar pipa evaporator sehingga
135
Jurnal Standardisasi Volume 15 Nomor 2, Juli 2013: Hal 134 - 143
standar seragam dan dapat diulang untuk yang merupakan adopsi secara identik dari IEC
mengukur karakteristik peralatan tertentu. Meier 60335-2-24 Edition 6.1 (2005-04). Maka dalam
dan Hill telah menyarankan kriteria berikut ini menentukan kesesuaian keamanan komponen
untuk prosedur pengujian yang baik: refrigerator, pertama harus melihat ketentuan
mencerminkan secara akurat kinerja relatif dalam IEC 60335-2-24 Klausul 11 Heating untuk
dari pilihan perbedaan desain peralatan metode pengukuran kenaikan temperatur dan
yang ada; kemudian merujuk pada persyaratan pada IEC
mencerminkan kondisi aktual kegunaan, 60335-1 General requirement klausul 11 untuk
hasil akurat dan dapat diulang; melihat kesesuaian batas keamanannya (safety).
mencakup jangkauan model yang luas
didalam kategori peralatan; 3. METODE PENELITIAN
tidak mahal untuk digunakan;
mudah untuk dimodifikasi untuk 3.1 Spesifikasi refrigerator
mengakomodasi teknologi dan fitur baru; Refrigerator yang digunakan dalam pengukuran
dan ini adalah refrigerator satu pintu dengan
menghasilkan hasil yang dapat mudah spesifikasi dapat dilihat pada Tabel 1.
dibandingkan dengan hasil dari prosedur
pengujian lainnya. Tabel 1 Spesifikasi refrigerator
Dalam menggunakan standar, IEC 60335-1 (sumber: Label Produk)
tidak bisa berdiri sendiri. Standar tersebut harus Spesifikasi
digunakan bersama standar bagian 2 yang Number of doors 1
memuat ketentuan untuk menambah atau Rated voltage 220V~ - 240V~
memodifikasi klausa yang sesuai untuk Rated frequency 50 Hz
memberikan persyaratan yang relevan untuk Rated input 75 watt-81watt
setiap jenis produk. Bagian 2 IEC 60335 yang Rated ampere 0.70A-0.71A
mengatur peralatan rumah tangga refrigerator Rated total volume 172 litre
adalah IEC 60335-2-24 Particular requirement Climate class T
for refrigerating appliances, ice-cream Refrigerant/mass HFC- 80g
appliances and ice-makers. Di lingkup nasional, 134a
persyaratan ini dicakup oleh SNI (IEC) 60335-2- Insulation blowing gas Cyclo pentane
24 mengenai Peralatan listrik rumah tangga dan Net weight 28 kg
peralatan listrik serupa – Keselamatan – Bagian
2-24: Persyaratan khusus untuk peralatan 3.2 Perancangan pengukuran
pendingin, peralatan es krim dan pembuat es,
perekam refrigerator
pengindera suhu
milliohm
meter metode resistansi
metode termokopel
136
Penerapan Standar IEC 60335 pada Pengukuran Kenaikan Temperatur (Bayu U, Dwi M. dan Hari T.)
untuk memberikan tegangan yang stabil. udara dalam chamber sehingga pengukuran
Kemudian tegangan ini diatur dengan suhu tidak fluktuatif.
menggunakan pengatur tegangan (voltage Pada pengukuran ini digunakan perekat
regulator) untuk memberikan variasi tegangan plastik tahan panas dan mempunyai tegangan
pada pelaksanaan pengukuran. Sebuah terminal rekat yang cukup kuat terhadap panas agar tidak
pasokan dihubungkan dengan voltage regulator mudah lepas selama pengukuran berlangsung.
untuk tempat input tegangan refrigerator. Juga digunakan instant adhesive Loctite 444
Temokopel Tipe T diameter 0,3 mm serta Loctite 7452 accelerator yang digunakan
o
dengan kemampuan ukur suhu -200 C sampai secara bersama-sama sebagai perekat instan
o
400 C digunakan sebagai pengindera suhu. khusus untuk komponen elektronika, sirkuit, koil.
Termokopel ini dihubungkan dengan perekam Perekat instan ini digunakan untuk menjangkau
Hybrid Recorder Yokogawa Tipe DR 130 20 daerah sangat susah dijangkau dengan
channel dengan akurasi ±0,05%, resolusi 0,1K menggunakan perekat tahan panas sehingga
untuk merekam data dan grafik kenaikan termokopel cukup kuat merekat selama
temperatur. pengukuran.
Sebuah miliohmmeter HIOKI 3540 mΩ
HITESTER dengan rentang pengukuran 30 mΩ 3.6 Pengukuran kenaikan temperatur metode
sampai 30 kΩ akurasi ±0,1% 6 digit dihubungkan resistansi
dengan digital printer HIOKI 9203 dengan kabel Pengukuran metode resistansi digunakan untuk
RS 232 digunakan untuk mengukur pada mengukur kenaikan temperatur dari winding
pengukuran metode resistansi winding motor kompresor. Pengukuran resistansi
komproser. Humidity Chamber berukuran dilakukan secepat mungkin setelah saklar
2,5mx2m digunakan selama pengukuran untuk tegangan masukan dimatikan dan dilakukan
memberikan kondisi suhu yang stabil selama dalam interval yang pendek. Pengukuran
pengukuran. dilakukan dengan mengukur resistansi pada sisi
main coil dan sub coil motor kompresor.
3.4 Kondisi pengukuran Pengukuran resistansi dilakukan dalam dua
Tujuan dari pengukuran ini adalah untuk tahap yaitu sebelum refrigerator beroperasi dan
mengetahui kenaikan temperatur dari setiap setelah pengukuran kenaikan temperatur
komponen refrigerator. Refrigerator ditempatkan dengan metode termokopel pada suhu
pada sebuah test corner yang dicat hitam o o
43 C±1 C. Hasil pengukuran kemudian dihitung
mengkilap dengan ketebalan 20 mm. dengan menggunakan Persamaan 1 berikut:
Pengukuran dilakukan pada kondisi stabil. 𝑅2 − 𝑅1
Pengukuran dilakukan di dalam Humidity ∆𝑡 = 𝑘 + 𝑡1 − 𝑡2 − 𝑡1 (1)
𝑅1
Chamber yang suhunya dapat diatur dan
refrigerator dalam kondisi operasi normal, yaitu Dimana:
thermostat refrigerator dalam kondisi 𝛥t : kenaikan temperatur winding.
dihubungkan singkat. Kondisi tegangan masukan R1 : resistansi pada awal pengukuran.
selama pengukuran divariasikan pada 0,94 dan R2 : resistansi pada akhir pengujian.
1,06 dari rated voltage. k : konstanta (234,5 untuk winding tembaga
dan 225 untuk winding alumunium).
3.5 Pengukuran kenaikan temperatur metode t1 : temperatur ruangan pada awal pengujian.
termokopel. t2 : adalah temperatur akhir pengujian.
Pengukuran kenaikan temperatur dengan
metode termokopel dilakukan terhadap
komponen selain winding kompresor. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Termokopel sebagai pengindera suhu
ditempatkan pada bagian komponen yang 4.1 Pengukuran metode termokopel
berpotensi memberikan kenaikan suhu paling Pengukuran kenaikan temperatur setiap
tinggi. Selain itu termokopel juga dipasang pada komponen dan pemeriksaan kesesuaian sangat
test corner dan ruangan chamber. Termokopel ditentukan oleh kelas peralatan. Dalam
yang ditempatkan di ruangan chamber pengukuran ini digunakan refrigerator kelas T
digunakan untuk mengukur suhu chamber (tropical) sebagai konsekuensi Indonesia dalam
sebagai suhu referensi dengan cara termokopel wilayah yang berada di ekuator memiliki iklim
ditempatkan dalam sebuah selubung plastik tropis. Untuk peralatan dengan climate class T
yang mengelilingi samping termokopel. Metode (tropical) pengukuran dilakukan pada suhu
o o
ini dilakukan untuk menghindari pengaruh aliran 43 C±1 C. Pengambilan data dilakukan setelah
refrigerator dilakukan pre-condition pada suhu
137
Jurnal Standardisasi Volume 15 Nomor 2, Juli 2013: Hal 134 - 143
o o
43 C±1 C selama 24 jam dengan kondisi pintu refrigerator. Untuk kesesuaian, persyaratan
refrigerator terbuka. Hal ini bertujuan refrigerator dalam Tabel 3 IEC 60335-1 harus
memberikan homogenitas temperatur antara dikurangi 7K.
lingkungan di dalam chamber dengan
Gambar 2 dan 3 memperlihatkan grafik tampilan kondisi thermostat dihubungkan singkat. Kondisi
kenaikan temperatur komponen refrigerator yang ini akan membuat thermostat akan menutup
dihasilkan melalui perekam Hybrid Recorder sehingga kompresor akan mendapatkan aliran
Yokogawa. Pengukuran dilakukan dalam dua listrik dan bekerja terus untuk memompa udara
kondisi tegangan masukan yaitu dingin ke dalam ruang refrigerator. Dengan
0,94x220V=206,8V dan 1,06x240V=254,5V. demikian pengukuran kenaikan temperatur
Pada Gambar 2 dan 3 terlihat bahwa dilakukan dengan menempatkan termokopel di
membutuhkan beberapa waktu untuk mencapai sekitar hubungan singkat tersebut (ambient
kondisi stabil untuk pengambilan data setelah thermostat). Kesesuaian diperiksa dengan
pre-condition. Dalam pengukuran ini dibutuhkan mengacu pada IEC 60335-1 Tabel 3, pada
waktu sekitar 4 jam setelah pre-condition untuk bagian Ambient of switches, thermostats and
mencapai kondisi stabil. Pengambilan data temperature limiters. Kesesuaian diperiksa
kenaikan temperatur dilakukan setelah kondisi dengan batas kenaikan temperatur merujuk pada
stabil tercapai. Beberapa komponen yang diukur nilai yang diberikan oleh without T-marking
kenaikan temperaturnya dengan metode karena spesifikasi dari thermostat tidak
termokopel diantaranya adalah: disebutkan. Hasil pengukuran dan kesesuaian
(i) thermostat, fungsi dari thermostat adalah ditampilkan pada Tabel 2.
sebagai switches. Pengukuran dilakukan pada
138
Penerapan Standar IEC 60335 pada Pengukuran Kenaikan Temperatur (Bayu U, Dwi M. dan Hari T.)
(ii) door switch, merupakan komponen yang pada bagian yang mempunyai potensi panas
berfungsi menghidupkan dan mematikan kipas paling tinggi yaitu internal wires yang berada di
dan lampu refrigerator melalui buka-tutup pintu. overload compressor. Sedangkan pengukuran
Ketika pintu tertutup maka door switch akan insulation of supply cord dilakukan dengan
dalam posisi on untuk menyalakan kipas dan menyisipkan termokopel diantara tiga sumber
mensirkulasikan udara dingin dari evaporator ke kabel yang berada di box supply cord. Karena
seluruh isi refrigerator serta menghisap udara potensi panas yang cukup tinggi maka
panas dalam refrigerator menuju evaporator dan digunakan instant adhesive Loctite 444 serta
pada posisi pintu terbuka akan menghidupkan Loctite 7452 accelerator pada pengukuran ini
lampu refrigerator. Karena refrigerator adalah agar termokopel kuat melekat selama
salah satu peralatan rumah tangga yang pengukuran. Hasil pengukuran dan kesesuaian
dioperasikan sepanjang hari, maka potensi ditampilkan pada Tabel 2. Pemeriksaan
panas atau kenaikan temperatur akan kesesuaian merujuk pada IEC 60335-1 Tabel 3
mempengaruhi dinding bagian dalam refrigerator dengan nilai batas kenaikan temperatur yang
yang terbuat dari plastik. Oleh karena itu diberikan oleh points where the insulation of
pengukuran dilakukan dengan membuka wires can come into contact with parts of a
rangkaian elektronik door switch dan termokopel terminal block or compartment for fixed wiring,
ditempatkan di sekitar rangkaian tersebut for a stationary appliance not provided with a
(ambient door switch). Pemeriksaan kesesuaian supply cord.
dilakukan seperti pada thermostat. Hasil (v) supply cord sheath, pengukuran
pengukuran dan kesesuaian ditampilkan dalam dilakukan dengan menempatkan termokopel
Tabel 2. pada pembungkus kabel suplai menggunakan
(iii) lampu, kerja komponen ini dilakukan perekat tahan panas. Hasil pengukuran dan
door switch melalui buka-tutup pintu refrigerator. kesesuaian ditampilkan pada Tabel 2.
Ketika pintu refrigerator terbuka lampu akan Kesesuaian diperiksa dengan mengacu pada
menyala, sehingga panas yang dibangkitkan IEC 60335-1 Tabel 3 pada bagian Rubber or
oleh lampu akan mengalir secara konduksi ke polyvinyl chloride insulation of internal and
lampholder yang terbuat dari plastik. Sehingga external wiring, including supply cords. Karena
pengukuran dilakukan dengan menempatkan spesifikasi supply cord sheath tidak disebutkan
termokopel pada lampholder. Karena spesifikasi maka batas kenaikan temperatur merujuk pada
atau penandaan pada lampholder tidak nilai yang diberikan pada without temperature
disebutkan, maka kesesuaian diperiksa dengan rating.
mengacu pada IEC 60335-1 Tabel 3 pada (vi) external enclosure, wall dan floor,
bagian Lampholders without T-marking. Batas pengukuran dilakukan dengan menempatkan
kenaikan temperatur merujuk pada nilai yang termokopel pada pegangan pintu refrigerator
diberikan pada others lampholders and starter (handle) menggunakan perekat tahan panas.
holders for fluorescent. Hasil pengukuran dan Sedangkan wall dilakukan dengan
kesesuaian ditampilkan pada Tabel 2. menempatkan termokopel pada salah satu
(iv) internal wires dan insulation of supply dinding dari test corner menggunakan perekat
cord, pada internal wires pengukuran dilakukan tahan panas. Sementara itu untuk floor
139
Jurnal Standardisasi Volume 15 Nomor 2, Juli 2013: Hal 134 - 143
Gambar 4 memperlihatkan temperatur pada dengan nilai berturut-turut adalah 43,3K; 42,5K;
setiap komponen. Pada Gambar 4 42,5K dan 43,6K; 42,7K; 42,5K. Nilai ini juga
memperlihatkan nilai temperatur untuk tidak jauh berbeda dengan room ambient. Hal ini
komponen PTC dan internal wires pada memperlihatkan bahwa fenomena perpindahan
tegangan masukan 206,8V dan 254,5V berturut- panas konduksi yang terjadi pada insulation of
turut adalah 74,2K; 61,8K; dan 78,2K; 66,7K. supply cord dan supply cord sheath tidak begitu
Nilai temperatur PTC adalah paling tinggi, hal ini mempengaruhi karena adanya bahan isolator
dikarenakan fungsinya sebagai switches arus yang digunakan sebagai pembungkus kabel.
listrik yaitu memicu sub coil bekerja dengan Pada external enclosure yaitu handle
memberikan arus listrik beberapa saat. Untuk refrigerator, nilai kenaikan temperaturnya sangat
komponen-komponen insulation of supply cord, kecil. Ini memperlihatkan bahwa fenomena
supply cord sheath, dan external enclousure, pengaruh transfer panas sensible yang terjadi
besarnya tegangan masukan tidak dari massa udara panas di dalam ruang yang
mempengaruhi kenaikan temperatur komponen. didinginkan setelah pintu ditutup tidak begitu
Nilai temperatur tidak jauh berbeda baik untuk mempengaruhi karena faktor ketebalan pintu
tegangan masukan 206,8 V maupun 254,5V refrigerator serta adanya bahan isolator yang
140
Penerapan Standar IEC 60335 pada Pengukuran Kenaikan Temperatur (Bayu U, Dwi M. dan Hari T.)
141
Jurnal Standardisasi Volume 15 Nomor 2, Juli 2013: Hal 134 - 143
Hasil pengukuran resistansi ditampilkan pada terhubung arus listrik. Didapatkan nilai R1
Gambar 6 Gambar 7. Grafik resistansi terhadap berturut-turut untuk sub coil dan main coil adalah
waktu untuk tegangan masukan 206,8 V 23,37 Ω dan 30,69 Ω. Nilai konstanta k tembaga
diperlihatkan dalam Gambar 6(a) untuk untuk sub coil dan main coil adalah 234,5.
resistansi pada sub coil dan (b) untuk resistansi Temperatur ruangan pada awal pengujian (t1)
main coil. terukur 42,1 K. Sedangkan temperatur ruangan
Gambar 7(a) dan (b) memperlihatkan hasil pada akhir pengukuran (t2) untuk tegangan
pengukuran nilai resistansi untuk tegangan masukan 206,8V terukur 42,6K dan 42,5K pada
masukan 254,5 V. Dari Gambar 6 dan 7, nilai tegangan masukan 254,5V. Hasil perhitungan
resistansi merupakan fungsi dari waktu. Terlihat kenaikan temperatur dan kesesuaian ditampilkan
grafik hasil pengukuran resistansi main coil jauh pada Tabel 3.
dari regresi persamaan garisnya. Hal itu dapat Tabel 3 memperlihatkan bahwa kenaikan
2
dilihat dari koefisien determinasi (R ) pada grafik temperatur pada tegangan masukan 254,5V
main coil yang lebih rendah daripada sub coil. lebih besar daripada pada tegangan masukan
Untuk hasil pengukuran dalam rentang waktu 206,8V, dengan nilai kenaikan temperatur pada
yang singkat, maka nilai resistansi didapatkan main coil berturut-turut 58,23 K dan 49,01 K.
dengan memasukkan nilai waktu 0 detik (x=0) Perbedaan ini dikarenakan nilai resistansi pada
pada persamaan garis. Didapatkan nilai tegangan masukan 254,5 V lebih besar daripada
resistansi untuk sub coil pada tegangan 206,8 V. Sedangkan nilai kenaikan temperatur
masukan 206,8 V dan 254,5 V berturut-turut pada sub coil relatif sama, hal ini dikarenakan
adalah 27,74 Ω dan 27,74 Ω. Resistansi main nilai resistansinya sama. Kesesuaian merujuk
coil didapatkan berturut-turut untuk tegangan pada Tabel 3 IEC 60335-1 pada bagian
masukan 206,8 V dan 254,5 V adalah 36,17 Ω windings. Hasil kesesuaian menunjukkan nilai
dan 37,21 Ω. Hasil tersebut menunjukkan kenaikan temperatur masuk dalam rentang
resistansi sub coil lebih kecil daripada main coil. windings kelas A
Terlihat juga resistansi main coil pada tegangan
masukan 254,5 V lebih besar daripada resistansi 5. KESIMPULAN
main coil pada tegangan masukan 206,8 V.
Sedangkan untuk sub coil, besarnya nilai
Kelas refrigerator dan spesifikasi setiap
tegangan masukan tidak mempengaruhi nilai
komponen merupakan faktor penting dalam
resistansi. Keduanya memiliki nilai yang sama.
pengukuran dan kesesuaian dengan standar
Perbedaan ini dikarenakan sub coil berfungsi
keamanannya. Kelas refrigerator akan
sebagai starting compressor. Dapat dilihat pada
menentukan seberapa besar pengurangan batas
Gamabr 5, sub coil yang berfungsi sebagai
temperatur dalam standar yang dipersyaratkan
starting compressor akan memberikan dorongon
dan kondisi lingkungan pengukuran. Kondisi
untuk rotor, ketika rotor sudah berputar normal
lingkungan pengukuran akan mempengaruhi
maka arus listrik yang mengalir ke sub coil akan
besarnya kenaikan temperatur komponen
diputus oleh PTC sehingga sub coil tidak
refrigerator. Hasil pengukuran dengan
berfungsi lagi. Setelah rotor berputar normal,
refrigerator kelas T (tropical) untuk metode
peranannya diganti oleh main coil yang berfungsi
termokopel menunjukkan bahwa kontribusi
sebagai running compressor.
kenaikan temperatur yang signifikan terjadi pada
Nilai resistansi pada grafik Gambar 6 dan
komponen internal wires dan PTC. Pada
7 digunakan sebagai nilai R2 pada Persamaan 1
kesesuaian persyaratan batas standar
untuk menghitung kenaikan temperatur. Nilai R1
keamanan, komponen-komponen thermostat,
didapatkan dari resistansi awal pengukuran yang
lampholder, door switch, dan supply cord sheath,
diukur pada saat kondisi refrigerator tidak
142
Penerapan Standar IEC 60335 pada Pengukuran Kenaikan Temperatur (Bayu U, Dwi M. dan Hari T.)
143
Jurnal Standardisasi Volume 15 Nomor 2, Juli 2013: Hal 144 - 152
Abstrak
Pengukuran paparan radiasi gelombang elektromagnetik dari BTS perlu dilakukan, untuk memberikan informasi
seberapa aman radiasi tersebut bagi masyarakat khususnya warga di wilayah Tangerang Selatan yang berada di
sekitar menara BTS. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui besarnya radiasi elektromagnetik yang
diterima pada radius 10 m dari titik pusat yang dipancarkan oleh sebuah BTS dan kesesuaiannya dengan standar
IEEE C95.1-2005. Pengukuran besarnya radiasi tersebut dilakukan setiap 10 derajat mengitari menara dengan
pembacaan koordinat lokasi dan sudut pengukuran untuk menentukan besarnya tingkat radiasi yang ditimbulkan
oleh BTS. Nilai tersebut kemudian dikonversikan dalam besaran Power Density yang terhitung dan kemudian
dibandingkan dengan batas ambang standar. Hasil pengukuran menyatakan bahwa radiasi masih berada
2
dibawah nilai batas yang dipersyaratkan dengan nilai terbesar sebesar -4.419dBm/m untuk posisi antena
2
vertikal, sedangkan untuk posisi antena horizontal, sebesar -7.031 dBm/m pada frekuensi yang sama 947 MHz.
Kata Kunci : Radiasi Elektromagnetik, Power Density, BTS
Abstract
Measurement of exposure to radiation of electromagnetic waves of the BTS needs to be done, to provide
information how safe the radiation to the community, especially residents at the South Tangerang who stay
around the BTS tower. The objective of this research is to measure the electromagnetic radiation level at 10 m
from the center of BTS and its conformity to IEEE C95.1-2005 standard. Measurement method of this project
done by sweeping every 10 degrees around the tower and read the coordinates of the location as well as the
angle of measurements to determine the level of electromagnetic radiation emitted by BTS. The values are then
converted into the level of power density and compared to the standard limit. The measurement results show the
2
electromagnetic radiation is below the limit standard value, with the highest value -4.419dBm/m for vertical
2
antena position, while for the horizontal antena position -7.031 dBm/m at the sam e frequency 947 MHz.
Keywords : Electromagnetic radiation , Power Density, BTS
BTS. Banyak pula masyarakat yang belum elektromagnetik. Ada dua kategori yang
mengetahui tentang keamanan dan radiasi BTS ditetapkan oleh standar internasional, yaitu :
di sekitarnya. Karena itu perlu dilakukan Batasan dasar – yang berhubungan dengan
pengukuran radiasi BTS yang disesuaikan pembatasan waktu paparan yang bervariasi
dengan standar yang berlaku secara terhadap pengaruh medan elektromagnetik
internasional. terhadap kesehatan. Pada frekuensi GSM
1.2 Tujuan yang digunakan untuk mengukur batasan
tersebut adalah SAR (Specific Absorption
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
Rate).
apakah emisi radiasi dari BTS di Tangerang
Selatan, pada radius 10 m, masih sesuai dengan Tingkat referensi - digunakan untuk
standar IEEE C95.1. Data yang diperoleh, mengetahui dan memprediksi apakah tingkat
diharapkan dapat menjadi acuan bagi pemegang radiasi yang ditimbulkan sesuai dengan batas
kebijakan dalam membuat regulasi tentang yang ditetapkan. Dan dinyatakan dalam
pembangunan menara yang berada di sekitar satuan listrik atau intensitas medan magnet
perumahan penduduk. (Ibrani-Pllan, 2008).
2.2 Standar Yang Mengatur Batasan Radiasi
2. TINJAUAN PUSTAKA Frekuensi BTS
Di Indonesia belum ada peraturan yang
2.1 Radiasi BTS (Base Transceiver Station) mengatur tentang batasan besarnya radiasi,
Meningkatnya penggunaan komunikasi dengan mengutip dari CSR-File, bahwa draf peraturan
menggunakan telepon selular berdampak pada menteri nantinya akan memuat regulasi menara
pembangunan menara BTS, bahkan telekomunikasi mencakup, larangan interferensi,
pembangunannya berdekatan dengan rumah, kewajiban koordinasi, beban maksimal menara
sekolah, rumah sakit dan kawasan padat serta batas aman antar antena masing-masing
penduduk. operator di menara. Pemerintah juga akan
Hal ini menimbulkan kekhawatiran publik mengatur batas maksimum radiasi, jarak menara
mengenai keselamatan penduduk terhadap dari perumahan, luas minimal lahan, standar
radiasi tersebut. Banyak penelitian telah konstruksi dan hal-hal teknis maupun non teknis
dilakukan dan sedang berjalan mengenai efek lainnya serta perizinan. Direktorat Jenderal Pos
biologis dan termal serta potensi medan dan Telekomunikasi telah mengadakan
elektromagnetik GSM. Kanker, hyperthermia, pertemuan dengan Departemen Pekerjaan
syaraf dan tingkah laku manusia terhadap effek Umum, pemerintah daerah, operator dan vendor
radiasi GSM, saat ini sedang dipelajari. untuk persiapan draf. Pada pertemuan terakhir
Interaksi medan elektromagnetik GSM dan 23 Juni 2012 lalu, pemerintah memaparkan
manusia harus mencakup semua bagian alternatif jarak aman menara (TEMPO, 2006)
"sistem" dengan mempertimbangkan hal-hal Sedangkan di kota Tangerang Selatan
berikut: pemerintah kota telah mengeluarkan Perwal
no.17 tahun 2012 tentang Penataan,
"Material" (tubuh manusia) memiliki sifat nilai
Pembangunan dan Penggunaan Menara
elektromagnetik yang sangat tidak biasa:
Telekomunikasi Bersama di Kota Tangerang
permitivitas, konduktivitas listrik.
Selatan, namun tidak disinggung tentang
Tidak mengenal dan tergantung pada batasan radiasinya.
kegiatan orang.
Namun secara internasional, khususnya
Merupakan bahan aktif pada skala sel. lembaga international sangat ketat dalam
Dalam kebanyakan kasus, merupakan efek membatasi radiasi tersebut. Salah satunya
sampingan dari efek termal: efek termal adalah IEEE, C95.1-2005 , Standard for Safety
adalah salah satu efek utama dan itu Levels with Respect to Human Exposure to
dipengaruhi oleh sirkulasi darah. Radio Frequency Electromagnetic Fields, 3 kHz
to 300 GH. Standar ini mengatur tentang
Bentuk ruang dan jaringan tubuh manusia
batasan radiasi yang dipancarkan oleh BTS
adalah lingkungan yang kompleks dan harus
untuk lingkungan khusus yang perlu
diperhitungkan (Nicolas Laurent, 2003).
pengawasan dan untuk area publik yang tanpa
Di sisi lain, pihak terkait, ICNIRP pengawasan.
(International Committee of Non Ioning Radiation
Protection) dan IEEE (Institute of Electrical and
Electronics Engineers) telah menetapkan
pedoman untuk membatasi paparan medan
145
Jurnal Standardisasi Volume 15 Nomor 2, Juli 2013: Hal 144 - 152
Tabel 1 Batasan radiasi berdasarkan rentang frekuensi yang digunakan untuk kawasan umum tanpa
pengawasan
RMS electric field RMS magnetic RMS power density (S) Averaging timeb
Frequency Range
strength (E)a field strength (H)a E-Field, H-field |E|2, |H|2 or S
(MHz)
(V/m) (A/m) (W/m2) (min)
0.1―1.34 614 16.3/fM (1000, 100 000/fM2)c 6 6
1.34―3 823.8/fM 16.3/fM (1800/fM2, 100 000/fM2) fM2/0.3 6
2 2
3―30 823.8/fM 16.3/fM (1800/fM , 100 000/fM ) 30 6
30―100 27.5 158.3/fM1.668 (2,9 400 000/fM3.336) 30 0.0636fM1.337
100―400 27.5 0.0729 2 30 30
400―2000 - - fM/200 30
2000―5000 - - 10 30
5000―30 000 - - 10 150/fG
30 000―100 000 - - 10 25.24/fG0.476
100 000―300 000 - - (90fG-7000)/200 5048/[(9fG-700)fG0.476
NOTE―fM is the frequency in MHz, fG is the frequency in GHz.
Sumber : IEEE C95.1-2005
2.3 Pengukuran Kerapatan Daya Pancar BTS S : Kerapatan daya pada jarak R (W/m atau
2
2
Pada sistem telekomunikasi antena kolinier dBm/m )
dipasang pada menara BTS secara vertikal Pt : Daya yang dipancarkan oleh antena atau
untuk meningkatkan gain keseluruhan dan EIRP (W/ dBm)
meningkatkan kemampuan antena untuk G : Gain antena
memusatkan energi pada arah tertentu. (WNDW:
R : Jarak pengukuran dengan antena BTS (m)
Antena dan pola radiasi,2009).
Secara matematis, besarnya kerapatan Sedangkan perhitungan jarak pengukuran
daya yang dipancarkan pada jarak tertentu oleh dilakukan dengan persamaan Harversine.
antena kolinier dapat dihitung dengan persamaan ini digunakan untuk mengubah
menggunakan persamaan 1. koordinat titik pengukuran terhadap koordinat
2 BTS, sehingga diperoleh besarnya jarak antara
S = Pt. G/ 4 π R 1)
titik pengukuran dengan antena BTS. Dalam
dengan :
146
Analisis Tingkat Emisi Radiasi Medan Elektromagnetik dari BTS (Wuwus Ardiatna, dkk.)
147
Jurnal Standardisasi Volume 15 Nomor 2, Juli 2013: Hal 144 - 152
148
Analisis Tingkat Emisi Radiasi Medan Elektromagnetik dari BTS (Wuwus Ardiatna, dkk.)
149
Jurnal Standardisasi Volume 15 Nomor 2, Juli 2013: Hal 144 - 152
Gambar 4 (a) sampai dengan (l) menunjukkan sedikit perbedaan, dimana besarnya radiasi
hasil analisa dari perbandingan antara hasil terukur lebih besar dari pada hasil perhitungan,
pengukuran dan perhitungan terhadap standar hal ini bisa dipengaruhi oleh besarnya daya yang
untuk radiasi sinyal BTS secara horizontal, dipancarkan oleh antena.
besarnya radiasi yang dipancarkan oleh BTS Hasil pengukuran tersebut, kemudian
berada dibawah nilai batasan standar. dapat ditentukan nilai tertinggi dan terendah dari
Dari perhitungan data hasil pengukuran, radiasi medan elektromagnetik yang dipancarkan
dengan menggunakan persamaan 1, maka oleh BTS, dan ditunjukkan pada Tabel 2. Dari 12
BTS, nilai radiasi EM tertinggi yang diterima oleh
besar radiasi elektromagnetik yang dipancarkan antena untuk posisi vertikal berada pada
pada oleh BTS masih dibawah batas yang frekuensi 947 MHz sebesar -4.419dBm/m
2
disyaratkan oleh standar IEEE C95.1 - 2005, sedangkan untuk posisi antena horizontal,
2 2 2
yaitu sebesar f/200 W/m atau 36 dBm/m , yang sebesar -7.031 dBm/m pada frekuensi 947
diperoleh dari hasil konversi dengan MHz. Pada beberapa gambar terdapat nilai hasil
menggunakan persamaan 2. pengukuran yang sangat kecil, hal tersebut bisa
Jika gambar 3 dan 4 dibandingkan, maka saja terjadi karena pada saat pengukuran
dilakukan tidak ada data yang terekam pada
besar radiasi EM terukur oleh BTS pada jarak posisi tersebut.
10m dan hasil perhitungan, menunjukkan bahwa
Dari hasil penelitian ini, besarnya radiasi
rata-rata besarnya EM terukur lebih kecil elektromagnetik yang diperoleh diharapkan
dibandingkan dengan hasil perhitungan. Dimana dapat dijadikan pertimbangan bagi pemegang
pada jarak tersebut, merupakan jarak terdekat kebijakan dalam penyusunan standar nasional,
dari menara BTS, terkait jarak titik menara khususnya yang mengatur tentang batas radiasi
dengan garis batas lahan atau batas bangunan dan jarak aman menara BTS terhadap
tetangga adalah minimal 1/8 tinggi menara pemukiman warga.
(Mendagri, 2009). Pada BTS 1 dan 5 mempunyai
150
Analisis Tingkat Emisi Radiasi Medan Elektromagnetik dari BTS (Wuwus Ardiatna, dkk.)
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa nilai Aaronia AG, (2005), Spectran : Die ersten
atau besarnya radiasi elektromagnetik yang LowCost HandHeld Spectrumanalysstoren
diterima pada radius 10m dari beberapa menara der Welt. Firmware VI.0.D-54597,
BTS di Tangerang Selatan masih sesuai dengan Strickscheid, Denmark.
persyaratan yang ditetapkan oleh standar IEEE AHSystem Inc, (------), Typical Conversion
C.91.2005. Dilihat dari hasil pengukuran dan Formulas. 9710 Cozycroft AV, Chatsworth,
perhitungan untuk posisi vertikal radiasi CA 91311
elektromagnetik paling besar berada pada Bagian Pengelola Teknologi Informasi
frekuensi 947 MHz sebesar -4.419dBm/m ,
2 Pemerintah Kota Tangerang Selatan.
sedangkan untuk posisi antena horizontal, (2012), Web Portal Resmi Pemerintah
2
sebesar -7.031 dBm/m pada frekuensi 947 Kota Tangerang Selatan,
MHz. http://tangerangselatankota.go.id/main/pag
e/template
Mengingat sampai dengan saat ini belum
BSEN, (2006), EN 50121-2 Railway
ada SNI yang mengatur tentang paparan radiasi
Applications-Electromagnetic
elektromagnetik yang diijinkan bagi manusia,
Compatibility, Part 2: Emission of The
maka untuk mencegah gangguan kesehatan
Whole Railways System to The Outside
masyarakat akibat radiasi ini, perlu dibuat SNI
World, European Committee for
tentang hal tersebut dengan mengacu pada
Electrotecnical Standarization.
standar IEEE C95.1.
GNU Free, (2009), Speedy Wiki, WNDW: Antena
dan pola radiasi,
UCAPAN TERIMAKASIH http://opensource.telkomspeedy.com/wiki/i
ndex.php/WNDW:_Antena_dan_pola_radi
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan asi, diakses pada tanggal 23 September
rasa terimakasih kepada Program PKPP 2012
Kementrian Ristek yang telah mendanai Ibrani-Pllan, (2008), Mimoza Human exposure
penelitian ini, Kepala Puslit P2SMTP-LIPI, dan assessment in the vicinity of 900 MHz
Dinas Komunikasi dan Informasi Kota Tangerang GSM base station antena, Wseas
Selatan, yang telah memfasilitasi dan Transactions On Communications, Issue
bekerjasama dalam penelitian ini. Serta tak lupa 4, Volume 7, April 2008 Issn: 1109-2742,
pula disampaikan untuk teman-teman Lab EMC 229-234
P2SMTP LIPI yang telah membantu dalam
proses pengukuran dilapangan.
151