Oleh
Kelas 7A PGSD
Kelompok 4
Mulyana Juraida 1810125120003
Fauziah 1810125120007
Aulia Hafidhah 1810125120008
Baiti Utami 1810125220029
Rizmatunnisa Fitri 1810125220033
Khairullah 1810125310046
Nurul Fadillah 1810125320039
Nursalamah 1810125320040
Wa’apini 1810125320047
Noor Azizah 1810125320052
(Kelompok 4)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................iv
B. Pengertian Sekolah
Menurut Abdullah (2011), kata Sekolah berasal dari bahasa Latin,
yaitu skhhole, scola, scolae atau skhola yang berarti waktu luang atau
waktu senggang. Menurut Khrisnamurti (Yursan Pora, 2004), “arti
senggang ialah bahwa batin memiliki waktu tak terbatas untuk mengamati
apa yang ada disekelilingnya dan apa yang berlangsung dalam dirinya
sendiri, mempunyai waktu senggang untuk mendengarkan, untuk melihat
dengan jelas. Senggang artinya kebebasan yang dapat ditafsirkan dengan
berbuat semaunya, sesuatu yang memang lazim dilakukan orang dan
anggapan yang menimbulkan kekacauan besar, penderitaan, dan
kebingungan. Senggang berarti batin tenang, tidak ada motif dan karena
itu tidak ada arah. Inilah senggang, dan dalam keadaan inilah batin
mungkin belajar, tidak hanya sains, sejarah, matematik, tetapi juga tentang
dirinya sendiri”.
Menurut Sunarto dalam buku yang ditulis boleh Abdullah (2011)
juga, pada saat ini kata sekolah telah berubah artinya menjadi bangunan
atau lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat memberi dan
menerima pelajaran. Setiap sekolah dipimpin oleh seorang kepala sekolah
dan kepala sekolah dibantu oleh wakilnya. Bangunan sekolah disusun
secar meninggi untuk memanfaatkan tanah yang tersedia dan dapat diisi
dengan fasilitas yang lain. Ketersediaan sarana pada suatu sekolah
memiliki peranan penting dalam terlaksananya proses pendidikan.
Philip Robinson (Irjus Indrawan dkk, 2019) mengartikan sekolah
sebagai organisasi, yaitu unit sosial yang secara sengaja dibentuk untuk
tujuan –tujuan tertentu. Sekolah sengaja diciptakan untuk tujuan tertentu,
yaitu memudahkan pengajaran sebuah pengetahuan. Sekolah sebagai
organisasi memiliki perbedaan dengan organisasi lainnya.
Dapat disimpulkan bahwa Sekolah adalah sebuah lembaga yang
dirancang untuk pengajaran siswa atau murid di bawah pengawasan
pendidik atau guru. Sebagian besar negara memiliki sistem pendidikan
formal yang umumnya wajib dalam upaya menciptakan anak didik yang
mengalami kemajuan setelah mengalami proses melalui pembelajaran.
Menurut negara, nama-nama untuk sekolah-sekolah itu bervariasi, akan
tetapi umumnya termasuk sekolah dasar untuk anak-anak muda dan
sekolah menengah untuk remaja yang telah menyelesaikan pendidikan
dasar.
C. Konteks Sosiokultural
1. Sosiocultural
Sosiokultural (sociocultural) didefinisikan sebagai gagasan-
gagasan, kebiasaan, keterampilan, seni, dan alat yang memberi ciri
pada sekelompok orang tertentu pada waktu tertentu. Sosiokultural
adalah sebuah sistem dari pola-pola terpadu yang mengatur perilaku
manusia (Condon 1973: 4).
Larson dan Smalley (Choirun Nisak, 2017) menggambarkan
sociocultural sebagai sebuah blue print yang menuntun perilaku
manusia dalam sebuah masyarakat dan ditetaskan dalam kehidupan
keluarga. Sociocultural mengatur tingkah laku seseorang dalam
kelompok, membuat seseorang sensitif terhadap status, dan
membantunya mengetahui apa yang diharapkan orang lain terhadap
dirinya dan apa yang akan terjadi jika tidak memenuhi harapan-
harapan mereka. Sociocultural membantu seseorang untuk mengetahui
seberapa jauh dirinya dapat berperan sebagai individu dan apa
tanggung jawab dirinya terhadap kelompok.
Menurut Borgatta (Choirun Nisak, 2017) terdapat titik
kesamaan, yaitu “Socialization refers to the process of interaction
through which an individual acquires the norms, values, beliefs,
attitudes, and language characteristics of his or her group”. Pada
umumnya sosialisasi berhubungan dengan proses interaksi di mana
seorang individu mendapatkan norma, nilai, keyakinan, sikap, dan
bahasa dalam kelompoknya.
Sosiokultural dapat diartikan sebagai ciri kelompok tertentu
pada wkatu tertentu yang mengatur pola perilaku dan dapat membantu
individu bertanggung jawab atas dirinya. Sosiokultur juga
mengajarkan bagaimana berinteraksi sesuai norma, nilai dan
keyakinan yang ada.
2. Pendidikan Karakter Berwawasan Sosiokultural
Menurut Kertajaya (Ali, Mustadi : 3), “Karakter adalah cirri
khas yang dimiliki oleh suatu benda atau individu. Cirri khas tersebut
adalah asli dan mengakar pada kepribadian benda atau individu
tersebut, serta merupakan mesin yang mendorong, bagaimana
seseorang bertindak, bersikap, berucap dan merespon sesuatu.
3. Pengembangan Pendidikan Karakter Berbasis Sosiokultur di SD
Pengembangan pendidikan karakter di Sekolah Dasar (SD)
diwujudkan dengan mengedepankan sosiokultural dimana
pembelajaran itu dilakukan. Pembelajaran yang berbasis sosiokultural
ini juga harus memiliki strategi yang menyenangkan untuk siswa. Oleh
karena itu pendidikan karakter SD harus diupayakan sesuai dengan
konteks lingkungan sosiokultural siswa dan mengacu pada pragidma
pembelajaran kebermaknaan yang menarik dan menyenangkan.
Pendidikan karakter ini diharapkan dapat meningkatkan perkembangan
psikologis siswa. Dalam pengembangan pendidikan karakter SD
berwawasan sosiokutural ini, guru diharapkan memiliki inovasi dan
kreativitas dalam mengembangkan model pembelajaran maupun
materi ajar. Pengembangan materi ajar yang berkualitas merupakan
sumber utama dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, guru perlu
mengembangkan materi ajar terutama yang berwawasan sosiokultural.
4. Implementasi Pendidikan Karakter Berbasis Sosiokultur di SD
Sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 20 /2003 Bab II Pasal
3 telah memungkinkan diajarkannya pendidikan karakter pada tingkat
SD sebagai materi pelajaran muatan lokal. Dalam UU tersebut
dinyatakan bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Berdasarkan UU di atas jelas bahwa, selain bertujuan untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa, fungsi pendidikan nasional kita
susungguhnya juga diarahkan untuk membentuk watak atau karakter
bangsa Indonesia, sesuai dengan potensi keunggulan budaya lokal
bangsa yang beradab dan bermartabat luhur.
Impelentasi Sosiokultural dalam pendidikan karakter yang
berwawasan sosial dan budaya berbasis kearifan lokal dapat menjadi
solusi alternative untuk pelaksanaan pendidikan karakter sesuai dengan
keunggulan sosial budaya daerah setempat (Coirun Nisak, 2017).
Irawan, Irjus dkk. (2019). Manajemen Personalia dan Kearsipan Sekolah. Jawa
Tengah : Lakeisha.
Purwanto, Ngalim. (2007). Adminstrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Idi, Abdullah (2011). Sosiologi Pendidikan. Jakarta : Rajagarafindo Persada.
Soekanto, Soerjono. (2011). Mengenal Tujuh Tokoh Sosiologi. Jakarta: Rajawali
pers.
Suryosubroto, B. (2010). Manajemen Pendidikan di Sekolah. Jakarta: Rineka
Cipta.
Hasbullah. (2010). Otonomi Pendidikan. Jakarta:Rajawali Pers.
Purwanto, Ngalim. (2007). Adminstrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Pora, Yusran. (2004). Selamat Tinggal Sekolah. Yogyakarta : Media Pressindo.
Condon, E. C. (1973). Introduction to Cross Cultural Communication. New
Brunswick, NJ : Rutgers University Press.
Sumarto. 2019. “Budaya, Pemahaman dan Penerapannya : Aspek Sistem Religi,
Pengetahuan, Sosial, Kesenian, dan Teknologi”. Jurnal Literasiologi. Vol
1(2). Hal 144-146.
Mustadi, Ali. -. “Pendidikan Karakter Berwawasan Sosiokultural (Sosiocultural
Based Character Education) di Sekolah Dasar, Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY)”. Artikel. Hal : 3, 7 – 8.
Nisak, Choirun. 2017. “Sosiokultural Dalam Implementasi Pendidikan Karakter
Di Sekolah Dasar”. Universitas Negeri Yogyakarta.
http://choirunnisak.blogs.uny.ac.id/wp-content/uploads/sites/15351/2017/
10/SOSIOKULTURAL-DALAM-IMPLEMENTASI-PENDIDIKAN-
KARAKTER-DI-SEKOLAH-DASAR.pdf
BAB II
SOSIALISASI KE DALAM MASYARAKAT
DAN KELUARGA SEBAGAI MEDIUM DAN PROSES SOSIALISASI
A. Fungsi Sosialisasi
Melalui proses sosialisasi anak-anak yang belum dewasa belajar agar
menjadi anggota masyarakat yang dewasa, mandiri, produktif, inovatif serta
kreatif. Proses sosialisasi akan tenus berlanjur dalam siklus kehidupannya, baik
melalui bentuk-bentuk formal maupun informal. Proses tersebut mulai dari
pendidikan tahap awal di lingkungan keluarga sampai perguruan tinggi.
Di samping itu juga dilakukan di lingkungan sekolah-sekolah
keterampilan, sekolah-sekolah masyarakat, pelatihan-pelatihan, pengalaman di
dalam organisasi, pengamatan-pengamatan sendiri, serta dalam seluruh
kegiatan interaksi sosialnya. Hal tersebut semuanya pada dasarnya merupakan
proses sosialisasi. Apa yang diajarkan, siapa yang mengajar, dan bagaimana
mengajar, oleh para pendidik, oleh para pemimpin, atau apakaholeh para tokoh
masyarkat tertentu, akan mempengaruhi keberhasilan proses sosialisasi yang
dilakukan oleh seseorang. Upaya menjaga sinkronisasi proses sosialisasi di
masyarakar dan sekolah, maka sekolah seluruh komponen warga sekolah perlu
memahami apa dan bagaimana sosial budaya masyarakat setempat.
Dengan demikian sosialisasi nilai-nilai luhur, ide-ide gagasan, pola
perilaku, sikap dan sebagainya berjalan secara sinergis dengan apa yang
diyakini dan dianut oleh budaya masyarakat setempat, tanpa menghilangkan
fungsi edukatif dalam membentuk muda. Kesamaan nilai-nilai yang
ditransmisikan kepada generasi muda dengan nilai-nilai yang ada dalam
masyarakat akan mempercepat keberhasilan proses transformasi yang
dilakukan.
Selain itu, menurut Sitti Arafah (2019) sekolah atau pendidikan formal
adalah salah satu agen sosialisasi yang mengajarkan pengetahuan dan
keterampilan yang bertujuan mempengaruhi intelektual anak, kemandirian, dan
tanggung jawab.
B. Fungsi Seleksi dan Training
Sekolah sering mengajarkan pengetahuan, keterampilan, serta aspek-
aspek lain yang nantinya diperlukan bila seseorang memasuki kehidupan
masyarakat. Sekolah menerima siswa baru melalui seleksi. Lembaga-lembaga
kerja menerima pegawai baru melelui seleksi. Oleh karena itu, sekolah harus
dapat mengembangkan keterampilan lokal dengan pembelajaran kontekstual,
sehingga anak di daerah terpencil sekalipun akan memiliki kemampuan
kognitif dan kemampuan keterampilan dasar untuk hidup dalam lingkungannya
kelak setalah menyelesaikan proses pendidikan.
Dengan demikian sudah seharusnya semua institusi pendidikan di
tingkat dasar (bahkan mulai dari pendidikan anak usia dini/PAUD) sudah
memberikan harapan dan makna yang signifikan bagi peserta didik untuk
kehidupan yang lebih baik dan sejahtera. Hal tersebut dapat dilakukan apabila
sekolah dapat melakukan fungsinya sebagai lembaga yang dapat memberikan
dan melakukan fungsi sebagai institusi training/latihan kepada peserta didik.
Hal inilai yang ditegaskan oleh Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional
Nomor 20 Tahun 2003 dan Undang-Undang Guru dan Dosen Tahun 2005 yang
menyatakan secara tegas bahwa salah satu tugas guru adalah membimbing dan
melatih selain mendidik (Ahmad Suriansyah, 2015).
E. Fungsi Sertifikasi
Lembaga-lembaga pendidikan selalu memberikan sertifikat bagi siswa-
siswanya yang telah menyelesaikan tingkat pendidikan tertentu dalam bentuk
ijazah, diploma atau surat keterangan tanda kecakapan. Surat keterangan
tersebut bernilai bagi pemiliknya karena ia akan memiliki hak-hak tertentu
untuk memperoleh pekerjaan sesuai dengan bidang yang dikuasainya
sebagaimana diterangkan di dalam sertifikat. Dalam masyarakat industri
pekerjaan-pekerjaan hanya bagi pemegang sertifikat/diploma. Pekerjaan yang
lebih baik akan direbut oleh mereka yang memiliki sertifikat tertentu, sehingga
sertifikat merupakan sesuatu yang sangat berharga. Pemegang sertifikat akan
memiliki prestise tertentu. Dalam masyarakat dengan sistem kompetisi dalam
menentukan jenjang karier, sertifikat tersebut merupakan ukuran tertentu bagi
pencari pekerjaan.
Dalam hubungannya dengan hal tersebut nampak secara jelas fungsi
pendidikan sebagai persiapan kerja dan pelatihan kerja sehingga keberhasilan
sekolah, sebagian dari fungsinya adalah mempersiapkan anak/pemuda untuk
memperoleh pekerjaan. Dalam masyarakat yang masih sederhana, fungsi job
training belum begitu terasa merupakan suatu kebutuhan. Adanya job training
dimaksudkan untuk memberikan latihan-latihan sebelumnya, seseorang
memangku pekerjaannya yang tetap. Dengan demikian berarti bahwa
pendidikan berfungsi memberikan bekal pengetahuan, terutama keterampilan-
keterampilan menjelang pekerjaan yang sebenarnya.
Di dalam masyarakat modern jenis-jenis pekerjaan begitu kompleks dan
rumit sehingga tamatan pendidikan formal tertentu dikhawatirkan belum
dapat langsung menyesuaikan diri dan kemampuannya terhadap pekerjaan
yang harus dipangkunya. Dalam kondisi inilah sekolah harus mempersiapkan
kemampuan-kemampuan peserta didik untuk dapat menyesuaikan diri dengan
pekerjaan yang mungkin dapat dilakukannya di masyarakat masa akan
datang. Untuk itu model pembelajaran dalam rangka persiapan ini harus
terkait dengan apa yang sebenarnya diperlukan oleh jenis-jenis pekerjaan di
masyarakat. Ini berarti kurikulum muatan lokal yang didesain secara baik dan
sistimatis akan sangat membantu pembentukan peserta didik yang akrab
dengan jenis pekerjaan di masyarakatnya.
Kondisi tersebutlah sebenarnya mendorong paradigma link and match
dalam dunia pendidikan. Hal ini akan dapat dicapai secara efektif dan efisien
apabila terbentuk kemitraan (partnership) yang baik dan harmonis antara
dunia pendidikan dengan dunia kerja dan masyarakat secara sinergis dan
berkelanjutan.
Purba, S., & et al. 2021. Analisis Kebijakan Pendidikan. Medan: Yayasan Kita
Menulis.
Samsuddin, & et al. 2019. Dampak Pendidikan Terhadap Pola Pikir Pedagang
(Studi Candi Muaro Jambi Desa Sebapo, Muaro Jambi) Journal Of
Language Education Developmen. 2(1):236.
Sitti Arafah. 2019. Sekolah Sebagai Agen Sosialisasi dalam Pembentukan Moral
Siswa di Pondok Pesantren SMP Ummul Mukminin Makassar. Pendidikan
Sosiolohi FIS_UNM. https://ojs.unm.ac.id/sosialisasi/article/view/13247. di
akses 28 Oktober 2021.
Suriansyah, Ahmad. 2015. Manajemen Hubungan Sekolah Dengan Masyarakat.
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
BAB IV
KONSEP DASAR HUBUNGAN SEKOLAH DENGAN MASYARAKAT
4. Media Social
Media Sosial merupakan salah satu bentuk perkembangan media
baru atau new media. Menurut Andreas Kaplan dan Michael Haenlein
dalam jurnal Ainiyah (2018) menjelaskan media sosial sebagai suatu
kelompok aplikasi dimana memiliki basis pada internet dibangun di atas
dasar ideologi dan teknologi web 2.0 memungkinkan sebuah penciptaan
dan pertukaran konten buatan pengguna. Meike dan Young menjelaskan
media sosial sebagai pertemuan antara komunikasi personal dimana
memiliki arti saling berbagi antara individu dengan individu lainnya dan
kepada media publik tanpa dikhususkan (Nasrullah, 2015). Nasrullah
menjelaskan Media sosial sendiri diklasifikasikan menjadi berbagai jenis
dan contoh dari media sosial adalah seperti Facebook, LinkedIn,
Wordpress, Blogspot, WhatsApp, Line, Instagram, Telegram, Twitter,
Youtube, Flickr, Photo-Bucket, Snapfish, Reddit.com, LintasMe,
Wikipedia dan lain sebagainya.
Berikut bagan tentang kerangka konseptual.
Fasilitas komunikasi 2
Komunikasi arah
Ainiyah, N. (2018). Remaja Millenial Dan Media Sosial: Media Sosial Sebagai
Media Informasi Pendidikan Bagi Remaja Millenial. Jurnal Pendidikan
Islam Indonesia. 2(2), pp. 221–36. doi: 10.35316/jpii.v2i2.76.
Benty, D.N, & Gunawan, I. 2015.Manajemen Hubungan Sekolah dan
Masyarakat. Malang :UM PRESS
Chairani (2011). Perkembangan Anak usia Dini. Tangerang:PresMedia.
Karmiyanti, Rina dkk. (2019) Analisis Home Visit Terhadap Kepercayaan Diri
Anak Usia 4-5 Tahun. Jurnal Paudia (Jurnal Penelitian Dalam Bidang
Pendidikan Anak Usia Dini)
Nasrullah, R. (2015). Media Sosial: Perspektif Komunikasi, Budaya Dan
Sosioteknologi. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Rahmat,Abdul. (2020). Hubungan Sekolah Dan Masyarakat. Yogyakarta : Zahir
Publishing.
Umar, Munirwan. 2016. Manajemen Hubungan Sekolah Masyarakat Dalam
Pendidikan. Jurnal Edukasi. Vol. 02, No. 05. Hal 661 – 662.
BAB VII
A. Pengawasan
Bentuk partisipasi yang diharapkan sekolah terhadap orangtua murid,
tentunya didasarkan pada tujuan apa yang hendak dicapai oleh sekolah dalam
proses pendidikan di sekolah. Tujuan yang ingin dicapai sekolah pada
hakikatnya adalah tujuan pendidikan secara nasional. Tujuan tersebut apabila
kita butiri terlihat unsur-unsur sebagai berikut:
1. Manusia yang bertaqwa, berbudi pekerti dan berkepribadian
2. Disiplin, bekerja keras, bertanggung jawab serta mandiri
3. Cerdas dan terampil
4. Sehat jasmani dan rohani
5. Cinta tanah air dan mempunyai semangat kebangsaan serta kesetiakawanan
social.
Siapapun yang bekerja dalam suatu institusi sudah selayaknya dinilai
kinerjanya. Namun sayangnya supervisi yang diberikan kepada pekerja belum
benar-benar menunjukkan secara obyektif tentang bagaimana unjuk kerja si
pegawai. Pada akhirnya, banyak ditemukan adanya pegawai yang kualitas
kerjanya kurang baik namun dinilai baik bahkan baik sekali). Sebaliknya, ada
juga mereka yang kualitas kerjanya amat baik dinilai kurang baik. Dampak
psikologis yang ditimbulkan tentu saja besar. Dampak psikologis ini lebih
lanjut dapat diterjemahkan dalam rupiah: berapa besar kerugian institusi
dengan praktek supervisi kinerja yang seperti ini, apalagi jika hal ini berjalan
berlarut-larut dalam jangka waktu lama.
Untuk itu agar tidak terjadi proses yang demikian, maka perlu dilakukan
pengawasan yang efektif terhadap kinerja yang dilakukan seseorang.
Seharusnyalah disadari bahwa proses pengawasan sebetulnya juga merupakan
tanggungjawab akuntabilitas) dari institusi dan individu pekerja terhadap
stakeholdersnya. Pekerja dalam hal ini guru dan kepala sekolah) tidak hanya
mempunyai tanggungjawab langsung kepada atasannya, tetapi juga kepada
orangtua siswa dan masyarakat pada umumnya.
Pengawasan terhadap sekolah yang dimaksud disini adalah ikut serta
secara aktif mengawasi jalannya proses pendidikan dan pembelajaran yang
berlangsung di sekolah. Idealnya, orang tua atau masyarakat melalui
perwakilanya ikut serta mengawasi proses pendidikan yang berlangsung di
sekolah. Hanya saja selama ini peran tersebut tidak pernah berani dilakukan
oleh orang tua atau masyarakat, karena asumsi yang dibangun adalah bahwa
orang tua atau masyarakat tidak terkait dengan proses langsung
penyelenggaraan pendidikan, sehingga tidak mungkin dapat memahami kinerja
sekolah secara baik.
Terkait dengan proses pengawasan maka tujuan proses pengawasan
adalah membantu memperbaiki dan meningkatkan pengelolaan pendidikan
agama Islam di sekolah/madrasah agar lebih efektif dan efisien sehingga
tercapai kondisi kegiatan belajar mengajar yang sebaik-baiknya. Menurut
Rodliyah (2013) pengawasan yang dimaksud dalam bentuk-bentuk partisipasi
orang tua atau masyarakat ialahmengawasi perkembangan pribadi dan proses
belajar putra-putrinya di rumah dan bila perlu memberi laporan dan
berkonsultasi dengan pihak sekolah. Hal ini memang agak jarang dilakukan
oleh orang tua siswa, mengingat kesibukan bekerja atau karena alasan lain.
Partisipasi orang tua atau masyarakat yang diharapkan sekolah dalam
mengawasi kebiasaan anak belajar di rumah ialah sebagai berikut:
1. Mendorong anak dalam belajar secara teratur di rumah. Dalam hal ini
orangtua harus memberikan motivasi, dorongan dan menciptakan situasi dan
kondisi (iklim) yang memungkinkan bagi anak untuk belajar.
2. Mendorong anak dalam menyusun jadwal dan struktur waktu belajar serta
menetapkan prioritas kegiatan di rumah. Orangtua perlu memberikan
dorongan agar budaya anak tercipta di rumah inelalui kegiatan yang
terjadwal. waktu yang terstruktur serta mampu memilih prioritas kegiatan
yang bermanfaat di rumah
3. Membimbing dan mengarahkan anak dalam penggunaan waktu belajar
bermain dan istirahat.
4. Membimbing dan mengarahkan anak melakukan sesuatu kegiatan yang
menunjang pelajaran di sekolah. Banyak kegiatan yang dapat dilakukan
anak di rumah yang menunjang kegiatan pembelajaran disekolah. Bahkan
anak dapat membuat karya-karya ilmiah dengan menggunakan lingkungan
sebagai media belajar. Hal ini menuntut orangtua memiliki pemahaman
tentang kegiatan-kegiatan tersebut
B. Pembimbingan
1. Membimbing Kebiasaan Anak Belajar di Rumah
a. Membimbing dan mengarahkan anak dalam penggunaan waktu belajar
bermain dan istirahat.
b. Membimbing dan mengarahkan anak melakukan sesuatu kegiatan yang
menunjang pelajaran di sekolah. Banyak kegiatan yang dapat dilakukan
anak di rumah yang menunjang kegiatan pembelajaran disekolah. Bahkan
anak dapat membuat karya – karya ilmiah dengan menggunakan
lingkungan sebagai media belajar. Hal ini menuntut orangtua memiliki
pemahaman tentang kegiatan – kegiatan tersebut.
2. Membimbing Kegiatan Akademik Anak
a. Mengetahui kekuatan dan kelemahan anak serta problem belajar dan
berusaha untuk memberikan bimbingan. Setiap anak memiliki kekuatan
dan kelemahannya masing-masing. Orang tua harus memahami apa
kekuatan anak dan apa kelemahannya dalam berbagai hal.
b. Memberikan penguatan kepada anak untuk melakukan kegiatan yang
bermanfaat bagi dirinya. Penghargaan adalah salah satu hal yang dapat
memperkuat perilaku anak (reward atau reinforcemen). Perilaku anak
yang diakui dan diberikan penghargaan akan diperkuat menjadi
kebiasaan.
c. Membantu anak secara fungsional dalam belajar dan menyelesaikan
tugas-tugas sekolah tepat waktu. Banyak tugas – tugas belajar anak yang
harus dikerjakannya di rumah, tetapi tidak semua tugas tersebut dapat
diselesaikannya sesuai harapan. Orang tua perlu memberikan dukungan
dan apabila memungkinkan dapat memberikan bantuan bimbingannya
dalam menyelesaikan tugas-tugas tersebut.
C. Dukungan Akademik
Izzo (dalam Persada, 2017) menyatakan bahwa ketika orang tua dan
sekolah berkolaborasi secara efektif maka siswa dapat berperilaku dan
menunjukkan prestasi yang lebih baik di sekolah. Berikut adalah bentuk
prestasi akademik yang dapat dijelaskan dengan adanya partisipasi orang tua di
sekolah:
1) Minat Baca
Sheldon dan Jung (2015) dalam Miftakhul Jannah (2020) dalam
penelitiannya menyatakan bahwa adanya hubungan yang luar biasa antara
sumber literasi yang ada di rumah dengan kemampuan membaca anak.
Anak yang terbiasa membaca dan terfasilitasi oleh orang tua di rumah dapat
menumbuhkan minat baca anak.
2) Kemampuan Matematika
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sanders dan Sheldon, dalam Miftakhul
Jannah (2020) menyatakan bahwa peranan orang tua secara langsung
memiliki dampak pada pencapaian kemampuan matematika anak.
3) Kemampuan Sains
Penelitian Senler dan Sungur dalam Miftakhul Jannah (2020) menyatakan
bahwa terdapat hal positif antara peranan orang tua dalam capaian
kemampuan sains anak. Walaupun penelitian tentang peranan orang tua
terhadap kemampuan sains masih relatif sedikit, tetapi dengan
berkembangnya ilmu pengetahuan saat ini dan ketertarikan masyarakat
terhadap sains semakin tinggi sehingga hal ini menjadi penting untuk
dipelajari.
Partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi
mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa
kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal.
Kepedulian masyaraakt terhadap penyelenggaraan kegiatan akademik yang
lebih berkualitas, dapat diwujudkan dengan dukungan orangtua dan masyarakat
unutk mengawasi dan membimbing belajar anak dirumah.
Siswa yang memiliki dukungan akademik dari orang tua akan memiliki
level yang lebih tinggi dalam belajar. Karena mereka akan berperilaku lebih
baik dan termotivasi dalam belajar, mereka akan lebih banyak meluangkan
waktunya untuk pekerjaan sekolah dan dukungan orang tua yang berkualitas
akan mampu mempengaruhi prestasi belajar anak. Dukungan akademik dari
orangtua sebagai persepsi siswa terhadap tingkat dukungan dalam hal
akademik yang diberikan orang tua. Aspek-aspek dukungan akademik orang
tua adalah:
1. Interpersonal (Hubungan dan komunikasi antar anak dan orang tua)
2. Cognitive (Interpretasi harapan orang tua pada anak sehubungan dengan
masalah akademik)
3. Emotional (Orang tua memberikan dukungan dan dorongan dalam hal
belajar dan akademik)
4. Behavioral (Orang tua melakukan kontrol terhadap perilaku anak dan
monitoring apa yang dilakukan anak)
5. Instrumental (Mendampingi secara langsung pekerjaan sekolah, berdiskusi
dengan anak tentang hal yang berhubungan dengan sekolah, menyediakan
bahan dan sumber belajar seperti buku, alat tulis, dan sebagainya)
Da Roche (1985) dalam A. Suriansyah (2015) menyebutkan lima pokok
yang harus ditekankan dan menjadi perhatian utama untuk dibina,
dikembangkan dan ditingkatkan sekolah melalui kegiatan hubungan sekolah
dan masyarakat yakni:
1. Children’s and oarents work habits. Kegiatan yang terkait dengan kebiasaan
kerja anak di rumah sebagai bentuk partisipasi orang tua murid terhadap
pendidikan di sekolah mencakup beberapa kegiatan sebagai berikut:
a. Struktur, kegiatan rutin dan prioritas.
b. Waktu ubtuk belajar, bekerja, bermain, tidur, dan membaca.
c. Ruang untuk melaksanakan hal-hal diatas.
d. Tanggapan, tepat waktu dan berbagi.
2. Academic guidance and support. Pengembangan akademik sebagai bentuk
partisipasi orang tua kepada sekolah, mencakup beberapa kegiatan yakni:
a. Dorongan, ketertarikan dan komitmen
b. Hadiah, persetujuan dan reward
c. Pengetahuan tentang kekuatan, kekurangan dan masalah anak
d. Supervisi terhadap tugas , belajar dan aktivitas anak
e. Penggunaan referensi
3. Stimulation to explore and discuss idea and events. Menstimulasi anak dan
berdiskusi dengan anak dirumah sebagai bentu partisipasi orang tua
terhadao sekolah, mencakup beberapa kegiatan yakni:
a. Keluarga, orang tua, dan aktivitas anak
b. Percakapan, games, hobi, bermain dan membaca
c. Budaya keluarga
d. Diskusi tentang buku, tv, koran dan majalah
4. Language development in the home. Kegiatan pengembangan bahasa anak
di rumah sebagai bentuk partisipasi orang tua kepada sekolah mencakup
beberapa kegiatan yakni:
a. Kecakapan dengan bahasa ibu
b. Penggunaan bahasa yag benar
c. Kebiasaan berbicara dengan baik
d. Pengembangan pola kaliman dan vocab
e. Mendengar, membaca, berbicara dan menulis
5. Academic aspiration and expectations. Aspirasi akademik dan harapannya
sebagai bentuk partisipasi orang tua murid kepada sekolah, mencakup
beberapa kegiaran sebagai berikut :
a. Motivasi untuk belajar dengan baik
b. Dukungan dan dorongan
c. Pengetahuan orang tua tentang aktivitas sekolah, guru, kelas dan
pelajaran
d. Standar dan ekspektasi
e. Pendampingan terhadap aspirasi anak
f. Rencana untuk menuju sekolah tinggi, universitas dan masa depan
g. Bersahabat dengan mereka yang memiliki ketertarikan dengan
pendidikan
h. Pengorbanan waktu dan dana.
Larasati, Yuni Siska. (2009). Peran Komite Sekolah Dalam Meningkatkan Mutu
Pendidikan di SMA Ronggolawe Kota Semarang. Skripsi. Universitas
Negeri Semarang. Semarang.
Mudlafir, Ali. 2014. Pendidik Profesional. Jakarta: Rajawali Pers.
Mulyasa, E. 2008. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya
TIM Direktorat Tenaga Kependikan. 2007. Manajemen Peran Serta Masyarakat
Dalam Pengembangan Pendidikan Sekolah. Jakarta: Direktorat Tenaga
Kependidikan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidikan dan
Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional.
Sumiyati, Yohana. (2019). Partisipasi Komite Sekolah Dalam Penggalangan Dana
Pendidikan di SMP Taman Dewasa Ibu Pawiyatan. Wacana Akademika :
Majalah Ilmiah Kependidikan, 3(1), 75-84.
Suriansyah, Ahmad. 2014. Manajemen Hubungan Srkolah Dengan Masyarakat
Dalam Rangka Pemberdayaan Mayarakat. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
BAB IX
PROGRAM HUBUNGAN SEKOLAH DAN MASYRAKAT
A. Pengertian Program
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), program dapat
diartikan sebagai rancangan. Rancangan dapat dikatakan juga sebagai rencana
atau perencanaan. Menurut Tjokroamidjojo (Syafalevi, 2011. 28),
perencanaan merupakan suatu proses mempersiapkan secara sistematis
kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Perencanaan merupakan proses yang kontinu dan meliputi dua aspek,
yaitu formulasi perencanaan dan pelaksanaannya. Menurut Listyangsih
(2014 : 90), perencanaan dapat digunakan untuk mengontrol dan
mengevaluasi jalannya kegiatan, karena sifat rencana itu adalah sebagai
pedoman dari pelaksanaan kegiatan.
Dapat disimpulkan bahwa program bisa disebut sebagai perencanaan
yang dibuat sebagai pedoman atau patokan dalam melaksanakan kegiatan
untuk mencapai suatu tujuan. Program dibuat berdasarkan kondisi nyata yang
ada dilapangan menjadi kondisi yang seharusnya.
E. Implementasi Program
Pada tahap ini program yang sudah disusun di implementasikan.
Program yang disusun perlu dimaksimalkan atau dioptimalkan melalui
implementasi yang sesuai dengan perencanaan. Epstein (2009) menjelaskan
ada 10 langkah untuk kesuksesan program berbasis sekolah dalam membina
kemitraan sekolah, keluarga dan masyarakat. Semua langkah tersebut adalah
a. Create an action team for partnership
b. Obtain funds and official support
c. Provode training to all members of the action
d. Identify point-opresent strengths and weakness
e. Write a one-year action plan for partnership
f. Apply the frame work of six type for involvement to activities linked to
school improvement goals, enlist staff, parens, students and the community
to help conduct activities
g. Evaluate the quality and outreach of partnership activities and results
h. Conduct an annual celebration to report progress to all prarticipants
i. Continue working toward a comprehensive
j. Goal-oriented program of partnership
Sekolah memiliki keinginan untuk mengimplementasi program
kemitraan sekolah dengan masyarakat atau orangtua murid secara optimal,
maka dari itu sekolah haruslah mulai merencanakan implementasi dari
merencanakan tim yang solid utuk melaksanakan hubungan sekolah dengan
masyarakat, mencari dukungan dari kantor pendidikan, melatih semua anggota
tim dan guru di sekolah untuk dapat berkomunikasi dengan orantua murid dan
masyarakat sekitar.