Anda di halaman 1dari 119

MAKALAH AKHIR HUSEMAS

Disusun Untuk Memenuhi Tugas UTS Mata Kuliah


Hubungan Sekolah & Masyarakat
Dosen Pengampu
Dr. Hj. Asniwati. S.Pd, M.Pd/ Zain Ahmad Fauzi. M.Pd

Oleh
Kelas 7A PGSD
Kelompok 4
Mulyana Juraida 1810125120003
Fauziah 1810125120007
Aulia Hafidhah 1810125120008
Baiti Utami 1810125220029
Rizmatunnisa Fitri 1810125220033
Khairullah 1810125310046
Nurul Fadillah 1810125320039
Nursalamah 1810125320040
Wa’apini 1810125320047
Noor Azizah 1810125320052

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
BANJARMASIN
2021
KATA PENGANTAR

Pendidikan merupakan usaha sadar yang dirancang untuk mencapai


tujuan yang telah ditetapkan. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
menjelaskan bahwa Pendidikan Nasional bertujuan untuk mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, serta bertujuan
untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.
Dalam upaya mencapai tujuan pendidikan Nasional tersebut,
sekolah perlu menjalin hubungan baik dengan masyarakat. Peran hubungan
baik sekolah dengan masyarakat ini akan mempengaruhi maju mundurnya
kualitas pendidikan disekolah. Selain itu, keberhasilan program pendidikan
juga dipengaruhi oleh kepuasan pelanggan. Untuk itu, sangat penting kita
sebagai tombak utama kemajuan pendidikan mempelajari mata kuliah
“Hubungan Sekolah dan Masyarakat”.
Mata kuliah “Hubungan Sekolah dan Masyarakat” merupakan mata
kuliah yang mempelajari proses komunikasi sekolah dengan masyarakat.
Mata kuliah ini bertujuan untuk memahami konsep dasar hubungan sekolah
dan masyarakat dengan baik. Selain itu, mempelajari hubungan sekolah
dengan masyarakat juga dapat menambah pengetahuan kita tentang
bagaimana konteks sekolah dengan budaya setempat, bagaimana konteks
sekolah dengan sistem sosialnya, apa saja sebenarnya fungsi dari adanya
sekolah di masyarakat, apa saja hambatan dalam praktik pendidikan sampai
bagaimana cara kita menjalin hubungan baik dengan masyarakat dan
mampu melibatkan partisipasi masyarakat dalam setiap program yang
dijalankan sekolah. Hubungan yang baik antara sekolah dengan masyarakat
akan menimbulkan dampak positif untuk kemajuan dan keberhasilan setiap
program.
Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang memberikan rahmat,
taufik, hidayah serta inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah akhir mata kuliah “Hubungan Sekolah dan Masyarakat” dengan
baik. Tidak lupa shalawat dan salam selalu tercurah kepada junjungan kita
Nabi Besar Muhammad SAW. yang menuntun kita dari alam kegelapan
sampai alam yang terang-benderang.
Dalam kesempatan ini, kami dari kelompok 4 mata kuliah
Hubungan Sekolah dan Masyarakat mengucapkan terima kasih kepada Ibu
Dr. Hj. Asniwati, S.Pd, M.Pd dan Bapak Zain Ahmad Fauzi M.Pd yang
banyak membagikan ilmu-ilmu baru dan tentunya sangat bermanfaat untuk
kami dalam menyelesaikan tugas makalah akhir ini.
Makalah ini tentunya masih memiliki banyak kekurangan dan jauh
dari kata sempurna. Untuk itu kami meminta kritik dan saran yang
membangun untuk hasil yang lebih baik kedepannya. Semoga isi dari
makalah ini dapat bermanfaat untuk para pembaca maupun kami selaku
penulis dalam meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan.

Banjarmasin, 30 Oktober 2021

(Kelompok 4)
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................ii

DAFTAR ISI.................................................................................................................iv

BAB I SEKOLAH DAN KONTEKS SOSIOKULTUR...............................................1

DAFTAR PUSTAKA BAB I.........................................................................................7

BAB II SOSIALISASI KE DALAM MASYARAKAT DAN KELUARGA


SEBAGAI MEDIUM DAN PROSES SOSIALISASI............................................8

DAFTAR PUSTAKA BAB II.....................................................................................19

BAB III FUNGSI-FUNGSI LAIN DARI SEKOLAH................................................20

DAFTAR PUSTAKA BAB III....................................................................................29

BAB IV KONSEP DASAR HUBUNGAN SEKOLAH DENGAN MASYARAKAT


................................................................................................................................30

DAFTAR PUSTAKA BAB IV....................................................................................44

BAB V HAMBATAN DALAM PRAKTIK PENDIDIKAN DI SEKOLAH.............45

DAFTAR PUSTAKA BAB V.....................................................................................49

BAB VI TEKNIK HUBUNGAN LEMBAGA PENDIDIKAN ATAU SEKOLAH


DAN MASYARAKAT..........................................................................................50

DAFTAR PUSTAKA BAB VI....................................................................................56

BAB VII BENTUK PARTISIPASI ORANG TUA/ MASYARAKAT TERHADAP


SEKOLAH.............................................................................................................57

BAB VIII MENGGALANG DUKUNAGAN MASYARAKAT................................68

DAFTAR PUSTAKA BAB VIII.................................................................................87

BAB IX PROGRAM HUBUNGAN SEKOLAH DAN MASYRAKAT....................88

DAFTAR PUSTAKA BAB IX....................................................................................97


BAB X PELIBATAN MASYRAKAT........................................................................98

DAFTAR PUSTAKA BAB X …………………………………………………......144


BAB I
SEKOLAH DAN KONTEKS SOSIOKULTUR

A. Pengertian Budaya atau Kebudayaan


Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu
buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal)
diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia,
dalam bahasa Inggris kebudayaan disebut culture yaitu mengolah atau
mengejerjakan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, budaya (culture)
dioiartikan sebagai pikiran, adat istiadat, sesuatu yang berkembang,
sesuatu yang menjadi kebiasaan dan susah diubah (Sumarto, 2019 : 144-
145).
Jerald G and Robel (Sumarto, 2019 : 145), menyatakan bahwa
budaya terdiri dari mental program bersama yang mensyaratkan respon
individual pada lingkungannya. Definisi ini melihat budaya dari kehidupan
sehari-hari, tetapi dikontrol oleh mental program yang ditanamkan.
Artinya, budaya bukan hanya perilaku yang nampak dipermukaan, namun
juga sangat ditanamkan dalam diri.
Kemudian Webter’s New Collegiate (Sumarto, 2019 : 146) juga
menyatakan bahwa budaya sebagai pola yang terintegrasi dari perilaku
manusia termasuk pikiran, pembicaraan, tindakan, dan artifak serta
tergantung pada kapasitas orang untuk menyimak dan meneruskan
pengetahuan kepada generasi penerus.
Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa budaya atau kebudayaan
merupakan segala perilaku atau kebiasaan manusia yang sudah tertanam
dalam dirinya dan sulit diubah, termasuk pikiran, pembicaraan, tindakan,
adat istiadat maupun segala sesuatu yang berkembang yang berasal dan
berkaitan dengan akal budi manusia.

B. Pengertian Sekolah
Menurut Abdullah (2011), kata Sekolah berasal dari bahasa Latin,
yaitu skhhole, scola, scolae atau skhola yang berarti waktu luang atau
waktu senggang. Menurut Khrisnamurti (Yursan Pora, 2004), “arti
senggang ialah bahwa batin memiliki waktu tak terbatas untuk mengamati
apa yang ada disekelilingnya dan apa yang berlangsung dalam dirinya
sendiri, mempunyai waktu senggang untuk mendengarkan, untuk melihat
dengan jelas. Senggang artinya kebebasan yang dapat ditafsirkan dengan
berbuat semaunya, sesuatu yang memang lazim dilakukan orang dan
anggapan yang menimbulkan kekacauan besar, penderitaan, dan
kebingungan. Senggang berarti batin tenang, tidak ada motif dan karena
itu tidak ada arah. Inilah senggang, dan dalam keadaan inilah batin
mungkin belajar, tidak hanya sains, sejarah, matematik, tetapi juga tentang
dirinya sendiri”.
Menurut Sunarto dalam buku yang ditulis boleh Abdullah (2011)
juga, pada saat ini kata sekolah telah berubah artinya menjadi bangunan
atau lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat memberi dan
menerima pelajaran. Setiap sekolah dipimpin oleh seorang kepala sekolah
dan kepala sekolah dibantu oleh wakilnya. Bangunan sekolah disusun
secar meninggi untuk memanfaatkan tanah yang tersedia dan dapat diisi
dengan fasilitas yang lain. Ketersediaan sarana pada suatu sekolah
memiliki peranan penting dalam terlaksananya proses pendidikan.
Philip Robinson (Irjus Indrawan dkk, 2019) mengartikan sekolah
sebagai organisasi, yaitu unit sosial yang secara sengaja dibentuk untuk
tujuan –tujuan tertentu. Sekolah sengaja diciptakan untuk tujuan tertentu,
yaitu memudahkan pengajaran sebuah pengetahuan. Sekolah sebagai
organisasi memiliki perbedaan dengan organisasi lainnya.
Dapat disimpulkan bahwa Sekolah adalah sebuah lembaga yang
dirancang untuk pengajaran siswa atau murid di bawah pengawasan
pendidik atau guru. Sebagian besar negara memiliki sistem pendidikan
formal yang umumnya wajib dalam upaya menciptakan anak didik yang
mengalami kemajuan setelah mengalami proses melalui pembelajaran.
Menurut negara, nama-nama untuk sekolah-sekolah itu bervariasi, akan
tetapi umumnya termasuk sekolah dasar untuk anak-anak muda dan
sekolah menengah untuk remaja yang telah menyelesaikan pendidikan
dasar.

C. Konteks Sosiokultural
1. Sosiocultural
Sosiokultural (sociocultural) didefinisikan sebagai gagasan-
gagasan, kebiasaan, keterampilan, seni, dan alat yang memberi ciri
pada sekelompok orang tertentu pada waktu tertentu. Sosiokultural
adalah sebuah sistem dari pola-pola terpadu yang mengatur perilaku
manusia (Condon 1973: 4).
Larson dan Smalley (Choirun Nisak, 2017) menggambarkan
sociocultural sebagai sebuah blue print yang menuntun perilaku
manusia dalam sebuah masyarakat dan ditetaskan dalam kehidupan
keluarga. Sociocultural mengatur tingkah laku seseorang dalam
kelompok, membuat seseorang sensitif terhadap status, dan
membantunya mengetahui apa yang diharapkan orang lain terhadap
dirinya dan apa yang akan terjadi jika tidak memenuhi harapan-
harapan mereka. Sociocultural membantu seseorang untuk mengetahui
seberapa jauh dirinya dapat berperan sebagai individu dan apa
tanggung jawab dirinya terhadap kelompok.
Menurut Borgatta (Choirun Nisak, 2017) terdapat titik
kesamaan, yaitu “Socialization refers to the process of interaction
through which an individual acquires the norms, values, beliefs,
attitudes, and language characteristics of his or her group”. Pada
umumnya sosialisasi berhubungan dengan proses interaksi di mana
seorang individu mendapatkan norma, nilai, keyakinan, sikap, dan
bahasa dalam kelompoknya.
Sosiokultural dapat diartikan sebagai ciri kelompok tertentu
pada wkatu tertentu yang mengatur pola perilaku dan dapat membantu
individu bertanggung jawab atas dirinya. Sosiokultur juga
mengajarkan bagaimana berinteraksi sesuai norma, nilai dan
keyakinan yang ada.
2. Pendidikan Karakter Berwawasan Sosiokultural
Menurut Kertajaya (Ali, Mustadi : 3), “Karakter adalah cirri
khas yang dimiliki oleh suatu benda atau individu. Cirri khas tersebut
adalah asli dan mengakar pada kepribadian benda atau individu
tersebut, serta merupakan mesin yang mendorong, bagaimana
seseorang bertindak, bersikap, berucap dan merespon sesuatu.
3. Pengembangan Pendidikan Karakter Berbasis Sosiokultur di SD
Pengembangan pendidikan karakter di Sekolah Dasar (SD)
diwujudkan dengan mengedepankan sosiokultural dimana
pembelajaran itu dilakukan. Pembelajaran yang berbasis sosiokultural
ini juga harus memiliki strategi yang menyenangkan untuk siswa. Oleh
karena itu pendidikan karakter SD harus diupayakan sesuai dengan
konteks lingkungan sosiokultural siswa dan mengacu pada pragidma
pembelajaran kebermaknaan yang menarik dan menyenangkan.
Pendidikan karakter ini diharapkan dapat meningkatkan perkembangan
psikologis siswa. Dalam pengembangan pendidikan karakter SD
berwawasan sosiokutural ini, guru diharapkan memiliki inovasi dan
kreativitas dalam mengembangkan model pembelajaran maupun
materi ajar. Pengembangan materi ajar yang berkualitas merupakan
sumber utama dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, guru perlu
mengembangkan materi ajar terutama yang berwawasan sosiokultural.
4. Implementasi Pendidikan Karakter Berbasis Sosiokultur di SD
Sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 20 /2003 Bab II Pasal
3 telah memungkinkan diajarkannya pendidikan karakter pada tingkat
SD sebagai materi pelajaran muatan lokal. Dalam UU tersebut
dinyatakan bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Berdasarkan UU di atas jelas bahwa, selain bertujuan untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa, fungsi pendidikan nasional kita
susungguhnya juga diarahkan untuk membentuk watak atau karakter
bangsa Indonesia, sesuai dengan potensi keunggulan budaya lokal
bangsa yang beradab dan bermartabat luhur.
Impelentasi Sosiokultural dalam pendidikan karakter yang
berwawasan sosial dan budaya berbasis kearifan lokal dapat menjadi
solusi alternative untuk pelaksanaan pendidikan karakter sesuai dengan
keunggulan sosial budaya daerah setempat (Coirun Nisak, 2017).

D. Hubungan Sekolah dengan Sosiokultural


Hubungan sekolah dengan masyarakat merupakan bentuk dari
hubungan sosial antara pihak sekolah dengan masyarakat. Soerjono
Soekanto (2011: 23) menyatakan “Pengertian hubungan sosial
dipegunakan untuk menggambarkan suatu keadaan dalam mana dua orang
atau lebih terlibat dalam suatu proses perilaku. Proses perilaku tersebut
terjadi berdasarkan tingkah-laku para pihak yang masing-masing
memperhitungkan perilaku pihak lain dengan cara yang mengandung arti
bagi masing-masing”. Purwanto (dalam Hasbullah, 2010: 124)
mengemukakan bahwa “Hubungan sekolah dengan masyarakat mencakup
hubungan sekolah dengan sekolah lain, sekolah dengan pemerintah
setempat, sekolah dengan instansi dan jawatan lain, dan sekolah dengan
masyarakat pada umumnya”.
Ibnoe Syamsi (dalam Suryosubroto, 2010: 155) mengemukakan
bahwa “Humas adalah kegiatan organisasi untuk menciptakan hubungan
yang harmonis dengan masyarakat agar mereka mendukungnya dengan
sadar dan sukarela”. Banyak orang yang mengartikan hubungan sekolah
dan masyarakat itu dalam pengertian yang sempit. Mereka berpendapat
bahwa hubungan kerja sama itu hanyalah dalam hal mendidik anak belaka.
Purwanto (2007: 194-196) berpendapat bahwa “Hubungan
kerjasama sekolah dengan masyarakat itu digolongkan menjadi tiga jenis
hubungan, yaitu (1) hubungan edukatif, (2) hubungan kultural, dan (3)
hubungan institusional”.
Kajian sosiokultural menghubungkan pengetahuan tentang
masyarakat dan kebudayaan dengan pendidikan sebagai institusi untuk
memelihara kesinambungan dan pengembangan masyarakat dan
kebudayaan. Sekolah harus memahami isu dan masalah sosial budaya
dalam masyarakat terutama yang berkaitan dengan perubahan sosial
budaya yakni modernisasi.
Sekolah merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat luas.
Sekolah merupakan salah satu institusi sosial yang mempengaruhi proses
sosialisasi dan berfungsi mewariskan kebudayaan masyarakat kepada
generasi muda. Antara pendidikan sekolah dan kebudayaan terdapat
hubungan yang sangat erat dan bertimbal balik, melalui sekolah membuat
orang berbudaya. Semakin banyak orang menerima pendidikan maka
semakin tinggi pula kebudayaan begitu pula sebaliknya semakain tinggi
kebudayaan maka semakin tinggi pula pendidikan atau cara mendidiknya.
Pendidikan yang terlepas dari kebudayaan akan menyebabkan alienasi dari
subjek yang dididik dan memungkinkan matinya kebudayaan itu sendiri.
Oleh karena itu kebudayaan umum harus diajarkan pada semua
sekolah. Sedangkan kebudayaan daerah dapat dikaitkan dengan kurikulum
muatan lokal, dan kebudayaan populer juga diajarkan dengan proporsi
yang kecil. Landasan pendidikan sosiokultural mencakup kekuatan sosial
masyarakat yang selalu berkembang dan berubah sesuai dengan
perkembangan zaman. Kekuatan tersebut dapat berupa kekuatan nyata dan
potensi yang berpengaruh dalam perkembangan pendidikan dan sosial
budaya seiring dengan dinamika masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA BAB I

Irawan, Irjus dkk. (2019). Manajemen Personalia dan Kearsipan Sekolah. Jawa
Tengah : Lakeisha.
Purwanto, Ngalim. (2007). Adminstrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Idi, Abdullah (2011). Sosiologi Pendidikan. Jakarta : Rajagarafindo Persada.
Soekanto, Soerjono. (2011). Mengenal Tujuh Tokoh Sosiologi. Jakarta: Rajawali
pers.
Suryosubroto, B. (2010). Manajemen Pendidikan di Sekolah. Jakarta: Rineka
Cipta.
Hasbullah. (2010). Otonomi Pendidikan. Jakarta:Rajawali Pers.
Purwanto, Ngalim. (2007). Adminstrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Pora, Yusran. (2004). Selamat Tinggal Sekolah. Yogyakarta : Media Pressindo.
Condon, E. C. (1973). Introduction to Cross Cultural Communication. New
Brunswick, NJ : Rutgers University Press.
Sumarto. 2019. “Budaya, Pemahaman dan Penerapannya : Aspek Sistem Religi,
Pengetahuan, Sosial, Kesenian, dan Teknologi”. Jurnal Literasiologi. Vol
1(2). Hal 144-146.
Mustadi, Ali. -. “Pendidikan Karakter Berwawasan Sosiokultural (Sosiocultural
Based Character Education) di Sekolah Dasar, Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY)”. Artikel. Hal : 3, 7 – 8.
Nisak, Choirun. 2017. “Sosiokultural Dalam Implementasi Pendidikan Karakter
Di Sekolah Dasar”. Universitas Negeri Yogyakarta.
http://choirunnisak.blogs.uny.ac.id/wp-content/uploads/sites/15351/2017/
10/SOSIOKULTURAL-DALAM-IMPLEMENTASI-PENDIDIKAN-
KARAKTER-DI-SEKOLAH-DASAR.pdf
BAB II
SOSIALISASI KE DALAM MASYARAKAT
DAN KELUARGA SEBAGAI MEDIUM DAN PROSES SOSIALISASI

A. Sosialisasi ke dalam Masyarakat


1. Pengertian Sosialisasi
Sosialisasi mencakup pemeriksaan mengenai lingkungan kultural
lingkungan sosial dari masyarakat yang bersangkutan, interaksi sosial dan
tingkah laku sosial. Berdasarkan hal tersebut, sosialisasi merupakan mata
rantai paling penting di antara sistem-sistem sosial lainnya, karena dalam
sosialisasi adanya keterlibatan individu-individu sampia dengan
kelompok-kelompok dalam satu sistem untuk berpartisipasi.
Pengertian sosialisasi menurut Charles R Wright yang dikutip oleh
sutaryo adalah “Proses ketika individu mendapatkan kebudayaan
kelompoknya dan menginternalisasikan sampai tingkat tertentu
normanorma sosialnya, sehingga membimbing orang tersebut untuk
memperhitungkan harapan-harapan orang lain”.Sosialisasi merupakan
proses belajar, pada dasarnya sifat manusia adalah tidak akan pernah puas
untuk belajar sesuatu hal yang belum diketahuinya, seperti belajar norma-
norma untuk dapat beradaptasi dengan lingkungan sosialnya, hal tersebut
sejalan dengan pendapat Peter L Berger bahwa sosialisasi merupakan
proses dengan mana seseorang belajar menjadi anggota masyarakat.
Berdasarkan uraian diatas terdapat persamaan mengenai sosialisasi,
terletak pada objek dari sosialisasi yaitu masyarakat yang dilihat dari sudut
hubungan antara manusia, dan proses yang timbul dari hubungan manusia
di dalam masyarakat. Sosialisasi merupakan suatu proses bagaimana
memperkenalkan sebuah sistem pada seseorang dan bagaimana orang
tersebut menentukan tanggapan serta reaksinya.
a. Sosialisasi primer
Peter L. Berger dan Luckmann mendefinisikan sosialisasi
primer sebagai sosialisasi pertama individu semasa kecil dengan
belajar menjadi keluarga atau anggota masyarakat . Sosialisasi primer
berlangsung saat anak mulai mengenal anggota keluarga dan
lingkungan keluarga, secara bertahap dia mulai mampu membedakan
dirinya dengan orang lain di sekitar keluarganya. Peran orang-orang
yang terdekat dengan anak menjadi sangat penting, sebab seorang
anak melakukan pola interaksi secara terbatas di dalamnya.
Kepribadian anak akan sangat ditentukan oleh interaksi yang terjadi
antara anak dengan anggota keluarga terdekatnya.
b. Sosialisasi sekunder
Sosialisasi sekunder adalah proses sosialisasi lanjutan dari
sosialisasi primer, memperkenalkan individu ke dalam kelompok
tertentu pada masyarakat dalam bentuk resosialisasi dan desosialisasi.
Proses resosialisasi adalah pemberian suatu identitas diri yang baru
kepada seseorang, sedangkan dalam proses desosialisasi seseorang
mengalami pencabutan identitas diri yang lama.
Menurut Goffman kedua proses tersebut berlangsung dalam
institusi total, yaitu tempat tinggal dan tempat bekerja. Dalam kedua
institusi tersebut, terdapat sejumlah individu dalam situasi yang sama,
terpisah dari masyarakat luas dalam jangka waktu kurun tertentu,
bersama-sama menjalani hidup yang terkukung, dan diatur secara
formal.
2. Tujuan dan Fungsi Sosialisasi di Masyarakat
a. Tujuan Sosialisasi
1) Agar setiap anggota masyarakat mengetahui nilai-nilai dan norma
yang ada pada suatu kelompok masyarakat.
2) Agar individu dapat mengendalikan fungsi organik melalui proses
latihan mawas diri yang tepat.
3) Agar setiap anggota masyarakat memahami suatu lingkungan sosial
dan budaya, baik lingkungan tempat tinggal seseorang maupun
lingkungan baru.
4) Agar individu mengembangkan kemampuan berkomunikasi,
misalnya kemampuan membaca, menulis, dan lain-lain.
5) Untuk melatih keterampilan dan pengetahuan individu dalam
melangsungkan hidup bermasyarakat.
6) Agar di dalam individu tertanam nilai-nilai dan kepercayaan yang
ada di masyarakat.
Jika proses ini berjalan dengan baik, maka hasilnya juga pasti
sesuai dengan yang diharapkan oleh komunikator. Wajar saja, hal ini
dikarenakan proses komunikasi merupakan sebuah jalan yang menjadi
perantara penyampaian informasi.
b. Fungsi Sosialisasi
Fungsi sosialisasi dibagi dua macam yaitu dari segi kepentingan
individu dan dari segi kepentingan masyarakat. Dari segi kepentingan
individu sosialisasi berfungsi supaya seorang individu dapat mengenal,
mengakui serta menyesuaikan dirinya dengan nilai, norma dan struktur
sosial yang terdapat dalam masyarakat. Dari segi kepentingan
masyarakat sosialisasi berfungsi sebagai alat dalam pelestarian,
penyebarluasan serta mewarisi nilai, norma, maupun kepercayaan yang
terdapat didalam masyarakat.
3. Bentuk Sosialisasi Dalam Masyarakat
Proses sosialisasi akan sangat diperlukan sekali oleh setiap individu
yang bersangkutan guna melaksanakan peranan di dalam masyarakat.
Proses sosialisasi berarti interaksi sosial pergaulan hidup sesama manusia,
sehingga akan terjadi adanya pengruh timbal balik. Ada beberapa bentuk
dalam sosialisasi di masyarakat, yaitu sebagai berikut:
a. Sosialisasi primer, merupakan tahap sosialisasi pertama yang diterima
oleh individu dalam lingkungan keluarga.
b. Sosialisasi sekunder, merupakan sosialisasi yang biasa terjadi di
lingkungan sekolah, lingkungan bermain, lingkungan kerja, dan media
massa.
c. Sosialisasi represif, merupakan bentuk sosialisasi yang bertujuan
untuk mencegah terjadinya perilaku menyimpang. Sosialisasi tahap ini
berkaitan dengan pemberian hadiah (reward) dan hukuman
(punishment).
d. Sosialisasi partisipatoris, merupakan sosialisasi yang dilakukan
dengan mengutamakan peran aktif dari objek sosialisasi dalam proses
internalisasi nilai dan norma.
e. Sosialisasi secara formal, merupakan bentuk sosialisasi yang
dilakukan melalui lembaga-lembaga formal seperti sekolah dan
kepolisian.
f. Sosialisasi secara nonformal, merupakan bentuk sosialisasi melalui
lembaga nonformal seperti masyarakat dan kelompok bermain.
g. Sosialisasi langsung, merupakan tahap sosialisasi yang dilakukan
secara face to face tanpa menggunakan media atau perantara
komunikasi.
h. Sosialisasi tidak langsung, yaitu sosialisasi dengan menggunakan
perantara/alat komunikasi.
Adapun bentuk-bentuk proses sosial menurut Hendropuspito
(1989) dalam Sahri, Mahfud A. (2010: 41-42) adalah:
a. Bentuk Proses Sosial Asosiatif
1) Akomodasi adalah suatu bentuk interaksi sosial yang di
dalamnya dua atau lebih individu atau kelompok berusaha untuk
tidak saling mengganggu dengan cara mencegah, mengurangi
atau menghentikan ketegangan yang atau sudah ada.
2) Asimilasi didefinisikan sebagai suatu bentuk proses sosial di
mana dua atau lebih individu atau kelompok saling menerima
pola kelakuan masing-masing sehingga akhirnya menjadi satu
kelompok baru yang terpadu.
3) Kerjasama adalah suatu bentuk proses sosial dimana dua atau
lebih perorangan atau kelompok mengadakan kegiatan bersama
guna mencapai tujuan yang sama.
Bentuk-bentuk proses sosial asosiatif terdiri dari
akomodasi, asimilasi dan kerja sama yang merupakan bentuk proses
sosial yang bersifat positif. Bentuk-bentuk proses sosial ini sangat
baik diterapkan dalam kehidupan dalam kelompok masyarakat.
Apabila diterapkan dengan baik akan menumbuhkan persatuan dalam
anggota kelompok masyarakat tersebut.
b. Bentuk Proses Sosial Disasosiatif
1) Persaingan adalah suatu proses sosial, di mana beberapa orang
atau kelompok berusaha mencapai tujuan yang sama dengan cara
yang lebih cepat dan mutu yang lebih tinggi. Persaingan juga
merupakan bentuk perjuangan sosial yang bersifat universal.
Dengan persaingan itulah, orang berusaha menghalangi untuk
mencapai tujuan.
2) Kontroversi (penentangan atau penghalangan)adalah suatu proses
sosial di mana beberapa orang atau kelompok orang berusaha
menghalangi pihak lain untuk mencapai tujuan.Proses sosial yang
bersifat disasosiatif merupakan bentuk proses sosial yang dapat
menyebabkan perpecahan atau pertikaian di dalam suatu
kelompok atau masyarakat. Pada dasarnya proses sosial
disasosiatif tidak dapat dihilangkandalam kelompok atau
masyarakat tetapi menjadi tanggung jawab setiap individu atau
kelompok untuk menghindari atau mencegah terjadinya
perpecahan atau pertikaian.
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
bentuk proses sosialisasi dapat bersifat positif (asosiatif) dan negatif
(disasosiatif). Proses sosial asosiatif akan menumbuhkan persatuan
sedangkan proses sosial disasosiatif akan menimbulkan perpecahan
atau pertikaian kelompok maupun masyarakat.
4. Media Sosialisasi
Proses sosialisasi dapat berlangsung melalui media. Menurut
Hartomo & Arnicun A.(1999) dalam Sahri, Mahfud A. (2010:43) “Ada
lima media sosialisasi yang utama yaitu orang tua atau keluarga, teman
bermain, sekolah, media massa, dan masyarakat”.
1) Orang tua dan keluarga
Orang tua atau keluarga bukan saja merupakan lingkungan
pertama dan utama bagi anak, tetapi juga merupakan lingkungan yang
paling lama tempat anak berada. Dalam proses sosialisasi orang tua
mengenalkan nilai-nilai sosial dan kebudayaan kepada anak. Keluarga
merupakan unit sosial terkecil yang ada dalam sebuah masyarakat.
Dalam keluarga proses sosialisi pertama kali dilakukan. Proses
sosialisasi awal ini dimulai dengan proses belajar menyesuaikan diri
dan mengikuti setiap apa yang diajarkan oleh orang di sekitarnya,
seperti cara makan, berbicara, berjalan, hingga belajar bertindak dan
berperilaku. Melalui lingkungan keluarga itulah anak mengenal dunia
sekitarnya dan pola pergaulan sehari-hari.
2) Teman bermain
Kelompok bermain yang terdiri dari berbagai macam individu
dengan karakter dan sifat yang berbeda-beda membuat kita banyak
mendapatkan sebuah nilai atau norma, yang mana dapat mempengaruhi
kita dalam berinteraksi. Dalam lingkungan bermain merupakan
lingkungan dimana seorang anak mulai belajar atauran yang belum
tentu sesuai dengan kebiasaan yang berlaku di rumahnya. Melalui
teman bermainlah anak dapat belajar tentang nilai-nilai keadilan atau
persamaan derajat. Tidak hanya itu, dalam kelompok bermain anak
dapat belajar perihal perilaku seseorang, mulai dari sifat dan
kepribadiannya, serta narasi sebuah pengalaman yang dapat menambah
sebuah refrensi baru kepada si anak tersebut. Dalam hal ini anak
dituntut bersikap toleran, menghargai milik orang lain, memainkan
suatu peran dan sebagainya. Semakin meningkat umur anak, semakin
banyak pula pengalaman pengaruh kelompok teman sepermainan.
3) Sekolah
Sekolah merupakan lingkungan formal pertama bagi seorang
anak sehingga melalui sekolah anak dituntut untuk berdisiplin
mengikuti aturan-aturan sekolah untuk mencapai hukuman prestasinya.
Sekolah mepersiapkan anak menguasai pengetahuan-pengetahuan baru
di kemudian hari dapat digunakan untuk tidak tergantung pada orang
lain atau orang tuanya.Pembentukan perilaku, sikap, seorang anak akan
lebih luas dalam lingkungan sekolah atau dunia pendidikan. Ranah
pendidikan menjadi agen media sosialisasi yang luas dari pada keluarga
ataupun teman bermain. Seorang anak akan mendapatkan sebuah
peranan-peranan baru dalam lingkungan tersebut, yang mana anak akan
menjadi sosok yang mandiri dan berjiwa sosial kepada orang lain dan
masyarakat.
Menurut Robert Dreeben dalam Dwi dan Bagong (2015),
berpendapat bahwa yang dipelajari anak di sekolah, disamping
membaca, menulis, dan berhitung, ada aturan tentang atau mengenai
kemandirian, prestasi, universalisme, dan spesifitas. Oleh karena itu,
agen sosialisasi dalam lingkungan pendidikan atau sekolah menjadi
penting dan memberikan pengaruh luas kepada seseorang dalam
menjalankan proses sosialisasi dengan orang lain.
4) Media massa
Media massa juga merupakan agen sosialisasi yang cukup
berpengaruh terhadap khalayak khususnya terhadap anak-anak.
Meningkatnya teknologi komunikasi yang memungkinkan peningkatan
kualitas pesan serta peningkatan frekuensi penyerapan masyarakat, atas
peran tersebut memberi peluang bagi media massa untuk berperan
sebagai agen sosialisasi yang penting.Media massa (bisa tv, radio,
koran, majalah, ataupun media sosial seperti facebook instagram,
twitter, dan lainnya) mempunyai peranan penting dalam proses
transformasi nilai-nilai dan norma-norma baru kepada masyarakat.
Light, Keller, dan Calhoun dalam Haryanto dan Edwi (2011)
mengemukakan bahwa media massa yang terdiri dari media cetak dan
elektronik, yang mana bentuk-bentuk komunikasi yang menjangkau
sejumlah besar orang dan juga dapat mempengaruhi perilaku seseorang.
Media massa juga dapat memberikan pengaruh yang kuat terhadap
pembentukan keyakinan-keyakinan baru atau mempertahankan sebuah
keyakinan yang ada tersebut. Proses sosialisasi melalui media massa
ruang lingkupnya lebih luas, seperti pada iklan-iklan yang ada pada
media massa, seperti iklan gaya hidup, fashion, pola-pola konsumsi,
dan perilaku-perilaku lainnya yang didapat dari iklan tersebut.
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa media
mempengaruhi proses sosialisasi. Dalam kenyatannya bahwa semakin
majemuk suatu masyarakat semakin sulit suatu sosialisasi. Hal ini
disebabkan di dalam masyarakat yang majemuk terdiri dari berbagai
kelompok etnis dan aturan belum tentu satu sama lain memiliki norma
yang sejalan.
B. Keluarga Sebagai Medium/Media dan Proses Sosialisasi
1. Pengertian Keluarga
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala
keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan serta orang orang yang
selalu menerima kekurangan dan kelebihan orang yang ada disekitarnya baik
buruk nya anggota keluarga,tetap tidak bisa merubah kodrat yang ada, garis
besarnya yang baik d arah kan dan yang buruk diperbaiki tanpa harus
menghakimi.
Menurut Salvicion dan Celis (1998) dalam Baron R.A dan Donn
Byrne (2003) di dalam keluarga terdapat dua atau lebih dari dua pribadi
yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau
pengangkatan, di hidupnya dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama
lain dan di dalam perannya masing-masing dan menciptakan serta
mempertahankan suatu kebudayaan.
Berdasarkan Undang-Undang 52 tahun 2009 tentang
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Bab I pasal 1
ayat 6 pengertian keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang
terdiri dari suami istri, atau suami, istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya
(duda), atau ibu dan anaknya (janda).Adapun Menurut Clayton, Richard R.
(2003:58) fungsi yang dijalankan keluarga adalah:
a. Fungsi Pendidikan dilihat dari bagaimana keluarga mendidik dan
menyekolahkan anak untuk mempersiapkan kedewasaan dan masa depan
anak.
b. Fungsi Sosialisasi anak dilihat dari bagaimana keluarga mempersiapkan
anak menjadi anggota masyarakat yang baik.
c. Fungsi Perlindungan dilihat dari bagaimana keluarga melindungi anak
sehingga anggota keluarga merasa terlindung dan merasa aman.
d. Fungsi Perasaan dilihat dari bagaimana keluarga secara instuitif
merasakan perasaan dan suasana anak dan anggota yang lain dalam
berkomunikasi dan berinteraksi antar sesama anggota keluarga.
Sehingga saling pengertian satu sama lain dalam menumbuhkan
keharmonisan dalam keluarga.
e. Fungsi Agama dilihat dari bagaimana keluarga memperkenalkan dan
mengajak anak dan anggota keluarga lain melalui kepala keluarga
menanamkan keyakinan yang mengatur kehidupan kini dan kehidupan
lain setelah dunia.
f. Fungsi Ekonomi dilihat dari bagaimana kepala keluarga mencari
penghasilan, mengatur penghasilan sedemikian rupa sehingga dapat
memenuhi rkebutuhan-kebutuhan keluarga.
g. Fungsi Rekreatif dilihat dari bagaimana menciptakan suasana yang
menyenangkan dalam keluarga, seperti acara nonton TV bersama,
bercerita tentang pengalaman masing-masing, dan lainnya.
h. Fungsi Biologis dilihat dari bagaimana keluarga meneruskan keturunan
sebagai generasi selanjutnya.Memberikan kasih sayang, perhatian, dan
rasa aman di antara keluarga, serta membina pendewasaan kepribadian
anggota keluarga.
Dalam masyarakat luas terdapat berbagai lembaga-lembaga (pranata-
pranata) seperti lembaga keluarga, lembaga pendidikan, lembaga ekonomi,
lembaga agama, dan lembaga lainnya. Dwi dan Bagong (2015:227),
keluarga adalah lembaga sosial dasar darimana semua lembaga atau pranata
sosialnya berkembang. Di masyarakat manapun di dunia, keluarga
merupakan kebutuhan manusia yang universal dan menjadi pusat terpenting
dari kegiatan dalam kehidupan individu. Keluarga dapat digolongkan ke
dalam kelompok penting, selain karena para anggotanya saling mengadakan
kontak langsung juga karena adanya keintiman dari para anggotanya.
Keluarga berperan membina anggota-anggotanya untuk beradaptasi
dengan lingkungan fisik maupun lingkungan budaya di mana ia berada. Bila
semua anggota sudah lampu untuk beradaptasi dengan lingkungan di mana
ia tinggal, maka kehidupan masyarakat akan tercipta menjadi kehidupan
yang tenang, aman dan tentram. Dengan demikian, keluarga pun berfungsi
sebagai pusat sosialisasi pertama dalam kehidupan setiap individu sebelum
memasuki dunia masyarakat yang lebih luas.
2. Peran Fungsi Keluarga Dalam Sosialisasi
Keluarga adalah tempat pertama dan utama dimana anak dididik dan
dibesarkan. Hal ini sebagaimana tercantum dalam resolusi majelis umum
PBB yang menyatakan bahwa keluarga sebagai wahana untuk mendidik,
mengasuh, dan menyosialisasikan anak, mengembangkan kemampuan
seluruh anggotanya agar dapat menjalankan fungsinya di masyarakat dengan
baik, serta memberikan kepuasan dan lingkungan yang sehat guna
tercapainnya keluarga sederhana. Dalam keluarga muncul perilaku anak
yang berkembang dengan nilai-nilai, norma, dan perilaku kerjas sama anak
yang satu dengan yang lain. Pada saat anak sudah bisa berjalan, anak dapat
diperkenalkan dengan permainan sosial.
Proses sosialisasi awal ini dimulai dengan proses belajar
menyesuaikan diri dan mengikuti setiap apa yang diajarkan oleh orang-
orang sekitar lingkungan keluarganya, seperti cara makan, berbicara,
berjalan, hingga belajar bertindak dan berperilaku. Melalui lingkungan
keluarga itulah anak mengenal dunia sekitarnya dan pola pergaulan hidup
sehari-hari. Dengan belajar sosialisasi sejak kecil, pada saat anak sudah
dewasa akan mudah untuk beradaptasi dengan lingkungannya dan dapat
menyelesaikan permasalahannya sendiri tanpa ketergantungan pada orang
lain. Dengan kematangan sosialnya anak akan dapat bertanggung jawab dan
disiplin baik untuk dirinya, Bersama dengan orang lain, maupun
lingkungannya (Puspitawati & et al, 2019)
3. Pola Sosialisai Dilingkungan Keluarga
Dalam lingkungan keluarga kita mengenal dua macam pola
sosialisasi, yaitu dengan cara represif (repressive socialization) yang
mengutamakan adanya ketaatan anak pada orang tua, dan cara partisipasi
(participatory socialization) yang mengutamakan adanya partisipasi dari
anak.
1. Sosialisasi represif (repressive socialization), ciri-cirinya antara lain:
a. Menghukum perilaku yang keliru.
b. Hukuman dan imbalan material.
c. Kepatuhan anak.
d. Komunikasi sebagai perintah.
e. Komunikasi nonverbal.
f. Sosialisasi berpusat pada orang tua.
g. Anak memperhatikan keinginan orang tua.
h. Keluarga merupakan significant order (dominasi orang tua).
2. Sosialisasi partisipasi(participatory socialization), ciri-cirinya antara
lain:
a. Memberikan imbalan bagi perilaku yang baik.
b. Hukuman dan imbalan simbolis.
c. Otonomi anak.
d. Komunikasi sebagai interaksi.
e. Komunikasi verbal.
f. Sosialisasi berpusat pada anak.
g. Orang tua memerintahkan keinginan anak.
h. Keluarga merupakan generalized order (kerjasama kearah tujuan).
Keseluruhan system belajar mengajar sebagai bentuk sosialisasi
dalam keluarga bisa disebut sistem pendidikan keluarga. Sistem pendidikan
keluarga dilaksanakan melalui pola asuh, yaitu suatu pola untuk menjaga,
merawat, dan membesarkan anak. Pola ini tentu saja tidak dimaksudkan pola
mengasuh anak yang dilakukan oleh perawat atau baby sitter, seperti yang
sering dilakukan oleh kalangan keluarga elite/kaya di kota-kota
besar(Dhohiri & et al, 2007).
DAFTAR PUSTAKA BAB II

Baron, R. A dan Donn Byrne. 2003. Psikologi Sosial. Jakarta: Erlangga.


Dhohiri, T. R., & et al. (2007). SOSIOLOGI Suatu kajian Kehidupan Masyarakat.
Bogor: Ghalia Indonesia.
Gustina. 2009. Lingkungan Keluarga Sebagai Wahana Sosialisasi dan Interaksi
Edukatif Bagi Anak. Jurnal Ta’dib. Vol.12, No.02. Hal 126-135.
Haryanto, Dany dan Nugrohadi, Edwi G. 2011. Pengantar Sosiologi Dasar.
Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.
Puspitawati, H., & et al. (2019). Bunga Rampai Pendidikan Keluarga Berwawasan
Gender. Bogor: IPB Press.
Rahmah. St. 2016. Peran Keluarga Dalam Pendidikan Akhlak. Jurnal Ilmu dan
Teknik Dakwah. Vol.04, No.07. Hal 13-23.
Richard, R. Clayton. 2003. The Family, Mariage an Social Change (onlline)
https://id.m.wikipedia.org diakses pada 24 Agustus 2021.
Sahri, Mahfud A. 2010. Sosialisasi dan Persepsi Orang Tua Dalam Upaya
Pengembangan Kepribadian Anak Usia Pra Sekolah. Surakarta: Skripsi
diterbitkan. FKIP,Universitas Sebelas Maret.
Sutaryo. 2004. Dasar-Dasar Sosialisasi.Jakarta: Rajawali Press
Suyanto, Bagong dan Narwoko, J. Dwi. 2015. Sosiologi:Teks Pengantar dan
Terapan. Jakarta: Kencana
Wiratri, Amorisa. 2018. Menilik Arti Keluarga Pada Masyarakat Indonesia.
Jurnal Kependudukan Indonesia. Vol 03, No.01. Hal 15-26.
BAB III
FUNGSI-FUNGSI LAIN DARI SEKOLAH

A. Fungsi Sosialisasi
Melalui proses sosialisasi anak-anak yang belum dewasa belajar agar
menjadi anggota masyarakat yang dewasa, mandiri, produktif, inovatif serta
kreatif. Proses sosialisasi akan tenus berlanjur dalam siklus kehidupannya, baik
melalui bentuk-bentuk formal maupun informal. Proses tersebut mulai dari
pendidikan tahap awal di lingkungan keluarga sampai perguruan tinggi.
Di samping itu juga dilakukan di lingkungan sekolah-sekolah
keterampilan, sekolah-sekolah masyarakat, pelatihan-pelatihan, pengalaman di
dalam organisasi, pengamatan-pengamatan sendiri, serta dalam seluruh
kegiatan interaksi sosialnya. Hal tersebut semuanya pada dasarnya merupakan
proses sosialisasi. Apa yang diajarkan, siapa yang mengajar, dan bagaimana
mengajar, oleh para pendidik, oleh para pemimpin, atau apakaholeh para tokoh
masyarkat tertentu, akan mempengaruhi keberhasilan proses sosialisasi yang
dilakukan oleh seseorang. Upaya menjaga sinkronisasi proses sosialisasi di
masyarakar dan sekolah, maka sekolah seluruh komponen warga sekolah perlu
memahami apa dan bagaimana sosial budaya masyarakat setempat.
Dengan demikian sosialisasi nilai-nilai luhur, ide-ide gagasan, pola
perilaku, sikap dan sebagainya berjalan secara sinergis dengan apa yang
diyakini dan dianut oleh budaya masyarakat setempat, tanpa menghilangkan
fungsi edukatif dalam membentuk muda. Kesamaan nilai-nilai yang
ditransmisikan kepada generasi muda dengan nilai-nilai yang ada dalam
masyarakat akan mempercepat keberhasilan proses transformasi yang
dilakukan.
Selain itu, menurut Sitti Arafah (2019) sekolah atau pendidikan formal
adalah salah satu agen sosialisasi yang mengajarkan pengetahuan dan
keterampilan yang bertujuan mempengaruhi intelektual anak, kemandirian, dan
tanggung jawab.
B. Fungsi Seleksi dan Training
Sekolah sering mengajarkan pengetahuan, keterampilan, serta aspek-
aspek lain yang nantinya diperlukan bila seseorang memasuki kehidupan
masyarakat. Sekolah menerima siswa baru melalui seleksi. Lembaga-lembaga
kerja menerima pegawai baru melelui seleksi. Oleh karena itu, sekolah harus
dapat mengembangkan keterampilan lokal dengan pembelajaran kontekstual,
sehingga anak di daerah terpencil sekalipun akan memiliki kemampuan
kognitif dan kemampuan keterampilan dasar untuk hidup dalam lingkungannya
kelak setalah menyelesaikan proses pendidikan.
Dengan demikian sudah seharusnya semua institusi pendidikan di
tingkat dasar (bahkan mulai dari pendidikan anak usia dini/PAUD) sudah
memberikan harapan dan makna yang signifikan bagi peserta didik untuk
kehidupan yang lebih baik dan sejahtera. Hal tersebut dapat dilakukan apabila
sekolah dapat melakukan fungsinya sebagai lembaga yang dapat memberikan
dan melakukan fungsi sebagai institusi training/latihan kepada peserta didik.
Hal inilai yang ditegaskan oleh Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional
Nomor 20 Tahun 2003 dan Undang-Undang Guru dan Dosen Tahun 2005 yang
menyatakan secara tegas bahwa salah satu tugas guru adalah membimbing dan
melatih selain mendidik (Ahmad Suriansyah, 2015).

C. Fungsi Inovasi dan Perubahan Sosial


Pada saat ini disadari atau tidak, bahkan diyakini dan harus menjadi
fokus utama adalah bahwa penemuan-penemuan baru dalam bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi berkembang pesat. Hal tersebut menuntut sekolah
untuk mentransformasikan perkembangan tersebut kepada peserta didik dan
masyarakat. Sebab dengan ilmu pengetahuan tersebut masyarakat akan
memiliki kemampuan dalam penguasaan teknologi yang dapat dimanfaatkan
untuk merubah lingkungan bagi kemajuan dan peningkatan hidup masyarakat.
Para pendidik, pengajar, peneliti dan para pengkaji ilmu pengetahuan di dalam
lembaga-lembaga pendidikan melalui tulisan-tulisan dan penelitian-penelitian
dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi telah memberikan sumbangan-
sumbangan dalam berbagai aspek kehidupan, seperti kebijaksanaan sosial dan
kesejahteraan, memberikan ide-ide yang dapat mendorong ke arah perubahan
sosial dan peningkatan kesejahteraan kehidupan masyarakat.
Perubahan sering akan mengancam pola-pola lama yang ada dan sering
pula mendapat penolakan dari sebagian masyarakat, sehingga sering menjadi
sesuatu yang kontraversi. Adanya sikap menolak dan cenderung betahan
dengan cara yang telah ada sering terjadi di masyarakat dalam menyikapi
setiap perubahan baru. Tetapi hal tersebut akan berhenti menjadi kontraversi
apabila perubahan tersebut dapat diimplementasikan dan memberikan hasil
yang dapat meningkatkan harkat dan martabat serta kesejahteraan masyarakat.
Oleh sebab itu hal yang terpenting dalam setiap perubahan bagi masyarakat
adalah keyakinan bahwa perubahan membawa perbaikan signifikan bagi
mereka. Disinilah peran penting lembaga pendidikan untuk mengadvokasi
perubahan kepada generasi muda dan masyarakat.

D. Fungsi Pengembangan Pribadi dan Sosial


Salah satu fungsi dari pendidikan adalah memberi bekal dan
kemampuan serta mengarahkan generasi muda untuk mengenal dunia di luar
lingkungan keluarganya. Sehingga dia dapat menyesuaikan dengan seluruh
aktivitas dan kehidupan masyarakat lingkungannya. Anak sering memperkuat
perilakunya apabila perilaku yang ditunjukkannya dalam hubungan sosial
mendapat penguatan dari gurunya, sebaliknya akan menghilangkan perilaku
tersebut apabila mendapat teguran atau hukuman dari para pendidik. Anak-
anak bergaul dengan teman-temannya, dengan orang yang lebih dewasa
(kelas diatasnya) bahkan dengan gurunya. Dengan cara ini anak mulai dapat
gambaran mengenai perilaku yang diharapkan berdasarkan norma-norma
tertentu.
Transisi dari aturan-aturan nilai, budaya serta norma-norma di dalam
keluarga dengan dunia luar. dari pola hubungan interaksional yang lebih
informal ke pola formal, memerlukan penyesuaian-penyesuaian sosial. Ini
berarti akan terjadi perkembangan yang menyangkut aspek-aspek pribadi dan
sosial.
Di samping fungsi-fungsi tersebut di atas proses pendidikan, memiliki
fungsi-fungsi yang lainnya dalam peranannya sebagai agen perubahan sosial
masyarakat. Dalam Ahmad Suriansyah (2015) fungsi-fungsi lain tersebut
secara rinci dapat dilihat pada uraian berikut ini:
1. Memindahkan Nilai-nilai Budaya
Pemindahan pengetahuan, sikap, nilai dan kebiasaan tersebut pada
dasarnya adalah memindahkan budaya kepada generasi atau kelompok
tertentu. Seperti kita telah diskusikan pada bagian terdahulu kebudayaan
pada dasarnya mencakup pandangan-pandangan, sistem keyakinan, cita-
cita serta harapan-harapan yang tumbuh dan berkembang di dalam
masyarakat, nilai-nilai, sistem perilaku, sistem simbol dan lain sebagainya.
Dalam proses interaksi edukasi antara guru dan siswa telah ada atau
harus dirancang secara sistimatis agar selalu terjadi proses taransfer
budaya kepada siswa. Dengan demikian siswa akan memperoleh nilai-nilai
budaya tersebut, yang pada gilirannya dihayati sehingga akan tercermin
dalam sikap dan perilakunya sehari-hari.
2. Nilai-nilai Pengajaran
Sekolah mengajarkan nilai-nilai baru yang dalam banyak hal
mungkin sekali terdapat perberbedaan dengan nilai-nilai yang berlaku di
dalam keluarga atau masyarakat di lingkungan sekitar anak berada. Salah
satu contoh, misalnya di rumah anak mendapat kasih sayang berlebihan
(over protective) dari orangtuanya, sementara disekolah anak mulai
dibiasakan untuk belajar mandiri tanpa selalu tergantung dengan orang
lain. Sistem nilai ini mungkin saja kurang sesuai dengan sistem nilai yang
dikembangkan oleh sekolah, misalnya dalam keadaan anak terlalu
disayangi oleh orangtuanya sehingga terkesan over protective yang
menyebabkan pembentukan kemandirian yang dikehendaki sekolah tidak
optimal.
Dalam kondisi demikian sekolah perlu melakukan perubahan sistem
nilai dengan pendekatan kultur. Sehingga perubahan yang dikehendaki
sekolah akan berjalan secara alamiah dan tidak menimbulkan konfrontasi
antara sekolah dengan masyarakat. Untuk dapat mensinergikan nilai-nilai
yang ditransformasikan disekolah kepada peserta didik dengan nilai-nilai
yang berkembang dirumah dan masyarakat diperlukan hubungan harmonis
antara sekolah, keluarga dan masyarakat untuk saling memberi (take and
give) berbagai informasi sesuai kebutuhan pendidikan.
3. Peningkatan Mobilitas Sosial
Pendidikan juga mengemban fungsi dalam upaya peningkatan
mobilitas sosial di tengah masyarakat. Fungsi ini menuntut pendidikan
wajib menyediakan kesempatan yang sama bagi anak-anak untuk maju,
untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan kerja yang baik. Ini
berarti pendidikan wajib memberikan layanan berkualitas kepada peserta
didik. Hal ini juga yang ditegaskan oleh peraturan pemerintah tentang
pendidikan yaitu: pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyediakan
dan atau menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas.
Perkembangan IPTEKS yang pesat menyebabkan persyaratan kerja
juga semakin meningkat dengan tingkat persaingan yang tidak hanya
bersifat lokal, tetapi juga nasional bahkan internasional. Untuk itu
pendidikan semakin dituntut berkualitas global. Banyak contoh orang
berhasil dan menduduki posisi tertinggi dalam institusi pemerintahan
maupun swasta berasal dari keluarga tidak mampu. Bahkan mereka ini
sering mendapat posisi terbaik diberbagai lapangan kerja yang tidak hanya
lokal tetapi juga pekerjaan dalam lingkup nasional dan internasional. Ini
berarti bahwa pendidikan dapat meningkatkan mobilitas sosial. Karena itu
pendidikan harus melakukan tiga kegiatan utama dalam proses pendidikan
yaitu kegiatan pendidikan/ mendidik, bimbingan dan pelatihan. Tanpa
meninggalkan hakikat dasar proses pendidikan itu sendiri yaitu proses
mendidik yang berkelanjutan.

E. Fungsi Sertifikasi
Lembaga-lembaga pendidikan selalu memberikan sertifikat bagi siswa-
siswanya yang telah menyelesaikan tingkat pendidikan tertentu dalam bentuk
ijazah, diploma atau surat keterangan tanda kecakapan. Surat keterangan
tersebut bernilai bagi pemiliknya karena ia akan memiliki hak-hak tertentu
untuk memperoleh pekerjaan sesuai dengan bidang yang dikuasainya
sebagaimana diterangkan di dalam sertifikat. Dalam masyarakat industri
pekerjaan-pekerjaan hanya bagi pemegang sertifikat/diploma. Pekerjaan yang
lebih baik akan direbut oleh mereka yang memiliki sertifikat tertentu, sehingga
sertifikat merupakan sesuatu yang sangat berharga. Pemegang sertifikat akan
memiliki prestise tertentu. Dalam masyarakat dengan sistem kompetisi dalam
menentukan jenjang karier, sertifikat tersebut merupakan ukuran tertentu bagi
pencari pekerjaan.
Dalam hubungannya dengan hal tersebut nampak secara jelas fungsi
pendidikan sebagai persiapan kerja dan pelatihan kerja sehingga keberhasilan
sekolah, sebagian dari fungsinya adalah mempersiapkan anak/pemuda untuk
memperoleh pekerjaan. Dalam masyarakat yang masih sederhana, fungsi job
training belum begitu terasa merupakan suatu kebutuhan. Adanya job training
dimaksudkan untuk memberikan latihan-latihan sebelumnya, seseorang
memangku pekerjaannya yang tetap. Dengan demikian berarti bahwa
pendidikan berfungsi memberikan bekal pengetahuan, terutama keterampilan-
keterampilan menjelang pekerjaan yang sebenarnya.
Di dalam masyarakat modern jenis-jenis pekerjaan begitu kompleks dan
rumit sehingga tamatan pendidikan formal tertentu dikhawatirkan belum
dapat langsung menyesuaikan diri dan kemampuannya terhadap pekerjaan
yang harus dipangkunya. Dalam kondisi inilah sekolah harus mempersiapkan
kemampuan-kemampuan peserta didik untuk dapat menyesuaikan diri dengan
pekerjaan yang mungkin dapat dilakukannya di masyarakat masa akan
datang. Untuk itu model pembelajaran dalam rangka persiapan ini harus
terkait dengan apa yang sebenarnya diperlukan oleh jenis-jenis pekerjaan di
masyarakat. Ini berarti kurikulum muatan lokal yang didesain secara baik dan
sistimatis akan sangat membantu pembentukan peserta didik yang akrab
dengan jenis pekerjaan di masyarakatnya.
Kondisi tersebutlah sebenarnya mendorong paradigma link and match
dalam dunia pendidikan. Hal ini akan dapat dicapai secara efektif dan efisien
apabila terbentuk kemitraan (partnership) yang baik dan harmonis antara
dunia pendidikan dengan dunia kerja dan masyarakat secara sinergis dan
berkelanjutan.

F. Mengembangkan dan Menetapkan Hubungan-Hubungan Sosial


Sekolah sebagai proses sosial akan selalu terjadi proses interaksi sosial,
maka, dari itu hubungan-hubungan sosial banyak dikembangkan oleh lembaga-
lembaga pendidikn. Bahkan teori belajar sosial menyatakan bahwa belajar pada
dasarnya adalah proses interaksi sosial. Belajar tidak akan terjadi secara efektif
tanpa proses interaksi sosial diantara peserta didik.
Fungs ini membantu peserta didik untuk membentuk lebih mengetahui,
memahami dan mengerti kelompok-kelompok sosial yang ada di lingkungan
sosial mereka. Dan di dalam proses tersebut yang lebih berperan adalah
pendidikan non formal dan informal, tetapi pendidikan formal juga
mempengaruhi sebagai wadah pengembangan secara akaemis (Samsuddin & et
al, 2019).
Kedua jenis pendidikan yang dijelaskan di atas tersebut memberikan
pengaruh yang sangat besar secara akademis. Ini adalah hal yang wajar
dikarenakan kesempatan pendidikan terbuka lebar untuk mendukung
keberhasilan pembangunan nasional. Hal tersebut dapat dijadikan suatu jalan
untuk memperbaiki citra masyarakat (Purba & et al, 2021).
Tumbuh kembang proses-proses sosialisasi sekolah sangat tergantung
pada kesiapan sekolah merancang baik pola-pola interaksi yang dapat
dikembangakan di limgkngan sekolah melalui kegiatan ekstra kurikuler.
Tetapi kegiatan ekstra kurikuler yang dirancang harus tetap memerhatikan
pola budaya masyarakat setempat agar tidak menimbulkan benturan budaya.
Bagaimana merancang kegiatan ekstra kurikuler yang sesuai dengan
budaya dan tata nilai di masyarakat diperlukan pemahaman yang baik dan
akurat tentang masyarakat. Pemahaman yang mendalam tentang masyrakat
memerlukan upaya sekolah untuk selalu dekat dan bermitra secara harmonis
dengan masyarakat. Untuk itu sekolah perlu bermitra dengan masyarakat agar
apa yang dirancang oleh sekolah sesuai dengan apa yng diinginkan oleh
masyarakat. Dengan kata lain sekolah perlu dikelola dengan berbasiskan
masyarakat, karena masyarakat sebagai pemilik sekolah, sekaligus pelanggan
sekolah.

G. Membentuk Semangat Kebangsaan (Patriotisme)


Sekolah dalam kehidupannya sehari-hari mentransmisikan mitos,
simbol-simbol kebangsaan, dan mengajarkan penghargaan terhadap para
pahlawan bangsa serta peninggalan-peninggalan sejarah. Semua aktivitas
tersebut dilakukan dengan harapan akan dapat mengembangkan semangat serta
loyalitas generasi muda untuk kejayaan bangsa dan negara. Berbagai simbol
kebangsaan seperti bandera negara, lambang negara dan lain-lain selalu
dikenalkan kepada peserta didik. Di samping itu juga sekolah mengajarkan
sejarah bangsanya, kepahlawanan dan semangat kebangsaan serta kejayaan
bangsanya. Memajukan dan memalihara serta menghargai peninggalan dan
monumen-monumen sejarah yang dilakukan skolah juga dimaksudkan untuk
menanamkan rasa kebangsaan serta kesediaan membela tanah airnya untuk
keutuhan dan kemandiriannya sebagai suatu bangsa dan negara.
Dalam konteks ini, maka kebudayaan di suatu daerah yang melekat bagi
siswa harus dikaitkan dengan berbagai kebudayaan daerah lainnya. Artinya,
meskipun sekolah perlu mengembangkan budaya lokal, tetapi dalam konteks
budaya nasional, sehingga tidak terbentuk anak yang hanya mengakui budaya
daerahnya secara membabi buta atau hanya mengakui budaya daerahnya
sebagai satu-satunya budaya dan budaya terbaik. Apabila hal ini terjadi, maka
lambat laun akan merupakan benih-benih yang menyebabkan adanya keresahan
atau benturan antar suku, antar etnis atau antar budaya tertentu. Oleh karena itu
sikap mau mengakui, menghargai dan menghormati perbedaan perlu ditumbuh
kembangkan oleh lembaga pendidikan kepada peserta didik. Dalam konteks
inilah diperlukan pendidikan multi kultural bagi anak-anak sejak usia dini,
sehingga mereka mampu menghargai keragaman budaya bangsanya dalam
konteks negara kesatuan.
Penerapan semangat kebangsaan di lingkungan bangsa dan negara bagi
siswa dan masyarakat umumnya:
1. Bangga sebagai bangsa Indonesia
Bangga sebagai bangsa Indonesia, misalnya dengan berbahasa
Indonesia dengan baik dan benar. Mencintai kebudayaan Indonesia seperti
mengenakan batik dan pakaian adat saat perayaan juga menumbuhkan rasa
cinta tanah air.
2. Bangga menggunakan dan mencintai produk buatan Indonesia
Menggunakan produk buatan dalam negeri merupakan pernyataan cinta
tanah air. Dengan menggunakan produk dalam negeri, turut pula membantu
perekonomian negara dan membuka lapangan kerja.
3. Belajar dengan sungguh-sungguh
Belajar sungguh-sunggguh di sekolah dan di rumah adalah cara untuk
mencinta negeri ini. Mulailah dengan mempelajari hal-hal yang berguna
untuk kemajuan dan pembangunan negeri.
4. Merawat dan tidak merusak fasilitas umum dengan tanggungjawab
Jagalah fasilitas umum seperti halte bus, rambu-rambu lalu-lintas,
terminal dan sarana transportasi umum seperti kereta api. Fasilitas umum,
dibandung dengan uang pajak warga negara. Peruntukan fasiltas umum
adalah untuk menunjang kesejahteraan masyarakat.
5. Menyelesaikan segala permasalahan yang muncul dalam masyarakat dengan
musyawarah mufakat
Menghargai perbedaan antara warga disekitarnya dengan tidak
menyinggung suku, ras, budaya serta latar belakang warga atau tetangga
sekitar.
DAFTAR PUSTAKA BAB III

Purba, S., & et al. 2021. Analisis Kebijakan Pendidikan. Medan: Yayasan Kita
Menulis.
Samsuddin, & et al. 2019. Dampak Pendidikan Terhadap Pola Pikir Pedagang
(Studi Candi Muaro Jambi Desa Sebapo, Muaro Jambi) Journal Of
Language Education Developmen. 2(1):236.
Sitti Arafah. 2019. Sekolah Sebagai Agen Sosialisasi dalam Pembentukan Moral
Siswa di Pondok Pesantren SMP Ummul Mukminin Makassar. Pendidikan
Sosiolohi FIS_UNM. https://ojs.unm.ac.id/sosialisasi/article/view/13247. di
akses 28 Oktober 2021.
Suriansyah, Ahmad. 2015. Manajemen Hubungan Sekolah Dengan Masyarakat.
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
BAB IV
KONSEP DASAR HUBUNGAN SEKOLAH DENGAN MASYARAKAT

A. Tujuan Hubungan Sekolah Dan MasyarakaT


Secara etimologis, hubungan masyarakat diterjemahkan dari perkataan
bahasa Inggris “public relation”, yung berarti hubungan sekolah dengan
masyarakat yang berfungsi sebagai hubungan timbal balik antara suatu
organisasi (sekolah) dengan masyarakat.
Menurut Kindred Leslin, dalam bukunya “Schrol Public Relation” yang
dikutip oleh Dhie (2005:1) mengemukakan pengertian hubungan sekolah
dengan masyarakat adalah "suatu proses komunikasi antara sekolah dengan
masyarakat untuk memberikan pemahaman wanga masyarakat tentang
kebutuhan dan karya pendidikan serta mendorong minat dan tanggung jawab
masyarakat dalam usaha memajukan sekolah". Adapun Suryo Subroto (2012:
190) mengemukakan bahwa hubungan sekolah dan masyarakat adalah suatu
kegiatan yang dilakukan bersama-sama antara lembaga dan masyarakat
dengan tujuan memperoleh pengertian, kepercayaan, penghargaan, hubungan
harmonis, serta dukungan secara sadar dan sukarela.
Sementara itu, Ngalim Purwanto (2005) yang dikutip oleh Anggun
(2018:22) dalam sikripsinya mengungkapkan hakikat sekolah dan
masyarakat, yaitu sebagai berikut:
1. Sekolah adalah bagian yang integral dari masyarakat, ia bukan
merupakan lembaga yang terpisah dari masyarakat .
2. Hak hidup dan kelangsungan hidup sekolah bergantung pada masyarakat.
3. Sekolah adalah lembaga sosial yang berfungsi untuk melayani anggota-
anggota masyarakat dalam bidang pendidikan.
4. Kemajuan sekolah dan masyarakat saling berkorelasi, keduanya saling
membutuhkan.
5. Masyarakat adalah publik sekolah, sekolah ada karena masyarakat
memerlukannya.
Adapun tujuan dari hubungan sekolah dengan masyarakat adalah untuk
meningkatkan popularitas sekolah di mata masyarakat, sehingga prestise
sekolah dapat meningkat. Tujuan hubungan sekolah dengan masyarakat
tersebut, masih mengandung pengertian yang luas, sehingga tidak menutup
kemungkinan menimbulkan tafsiran-tafsiran atau pertanyaan-pertanyaan
tertentu. Hubungan sekolah dengan masyarakat pada hakikatnya memiliki
peran penting dalam membina dan mengembangkan pertumbuhan pribadi
peserta didik. Dalam hal ini Elshree dan MC Nally seperti yang dikutip
Suriansyah (2015: 54) sejalan dalam Mulyasa (2003: 50) mengemukakan
tujuan hubungan sekolah dengan masyarakat sebagai berikut:
1. Untuk meningkatkan kualitas belajar dan pertumbuhan anak (the improve
the quality of children’slearning and growing)
2. Untuk memperoleh tujuan, meningkatkan pemahaman masyarakat akan
pentingnya pendidikan dan meningkatkan kualitas hidup dan
penghidupan masyarakat (to rise community goals and improve the
quality of community living).
3. Untuk mengembangkan antusiasme/semangat saling bantu antara sekolah
dengan masyurakat demi kemajuan kedua belah pihak (to develop
understanding, enthusiasm and support for community program of public
educations).
Ketiga tujuan tersebut juga menggambarkan adanya “two way
trafic” atau dua arus komunikasi yang saling timbal balik antara sekolah
dengan masyarakat. Hubungan sekolah dengan masyarakat akan berjalan
dengan baik apabila terjadi kesepakatan antara sekolah dengan masyarakat
tentang “policy” (kebijakan), perencanaan program dan strategi pelaksanaan
pendidikan di sekolah.
L. Hagman dalam Suriansyah (2015: 54-55) juga mengemukakan tujuan
hubungan sekolah dengan masyarakat, yaitu sebagai berikut:
1. Untuk memperoleh bantuan dari orangtua murid/masyarakat
2. Untuk melaporkan perkembangan dan kemajuan, masalah dan prestasi-
prestasi yang dapat dicapai sekolah
3. Untuk memajukan program pendidikan
4. Untuk mengembangkan kebersamaan dan kerjasama yang erat,
sehingga segala permasalahan dan lain-lain dapat dilakukan secara
bersama dan dalam waktu yang tepat.
Selain itu Gunawan dan Djum (2017: 397) yang dikutip oleh
Anggun (2018: 21) juga mengemukakan tujuan lain dalam menjalin
hubungan dengan masyarakat, yaitu:
1. Meningkatkan partisipasi, dukungan, dan bantuan secara konkret dari
masyarakat
2. Menimbulkan dan membangkitkan rasa tanggung jawab yang lebih
besar pada masyarakat terhadap kelangsungan program pendidikan di
sekolah secara efektif dan efisien
3. Mengikutsertakan masyarakat dalam menyelesaikan permasalahan yang
dihadapi sekolah
4. Menegakkan dan mengembangkan suatu citra yang menguntungkan
bagi sekolah terhadap stakeholders dengan sasaran yang terkait, yaitu
masyarakat internal dan masyarakat eksternal
5. Membuka kesempatan yang lebih luas kepada para pemakai produk
atau lulusan dan pihak-pihak yang terkait untuk partisipasi dalam
meningkatkan kualitas pendidikan.
Adapun menurut Tim Dosen Administrasi Pendidikan UPI, (2013: 280)
ada tujuan yang lebih kongkrit hubungan antara sekolah dan masyarakat
antara lain yaitu:
1. Guna meningkatkan kualitas pembelajaran dan pertumbuhan peserta
didik
2. Berperan dalam memahami kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang
sekaligus menjadi desakan yang dirasakan saat ini
3. Berguna dalam mengmbangkan program-program sekolah kearah yang
lebih maju dan lebih membumi agar dapat dirasakan langsung oleh
masyarakat sebagai pengguna jasa pendidikan.
4. Mengembangkan kerja sama yang lebih erat antara keluarga dan
sekolah dalam mendidik anak-anak.
Dari berbagai uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hubungan
sekolah/lembaga pendidikan dengan masyarakat sebenarnya bertujuan
untuk meningkatkan:
1. Kualitas pembelajaran
Melalui proses pembelajaran di kelas maupun di luar kelas yang
berkualitas maka akan tercipta lulusan sekolah dalam aspek kognitif,
afektif maupun psikomotorik yang berkualiatas. Tidak akan ada kualitas
lulusan yang baik tanpa proses pembelajaran yang baik. Kualitas proses
pembelajaran ditentukan oleh berbagai aspek tidak hanya oleh guru
semata tetapi merupakan akumulasi dari berbagai faktor termasuk
faktor orangtua siswa.
2. Kualitas hasil belajar siswa
Kualitas belajar siswa akan tercapai apabila terjadi kebersamaan
persepsi dan tindakan antara sekolah, masyarakat dan orangtua siswa.
Dengan demikian dukungan mereka akan semakin besar. Besarnya
dukungan orangtua terhadap proses pendidikan dan pembelajaran ini
akan dapat memberikan kontribusi kepada sekolah dalam mengatasi
masalah-masalah pembelajaran yang dihadapi sekolah. Karena itu
peningkatan kerjasama sekolah dengan orangtua murid dan masyarakat
merupakan prasyarat yang tidak dapat ditinggalkan dalam konteks
peningkatan mutu hasil belajar.
3. Kualitas pertumbuhan dan perkembangan peserta didik
Pertumbuhan dan perkembangan peserta didik akan dapat optimal
apabila ditangani secara bersama antara sekolah dengan orangtua
murid. Karena banyak hal khususnya data dan informasi tentang anak
yang diperlukan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan
anak justru berada di orangtua. Tanpa informasi yang tepat dan akurat,
maka upaya bantuan yang diberikan akan sangat mungkin tidak tepat.
4. Kualitas masyarakat dan orangtua murid itu sendiri
Kualitas masyarakat akan dapat dibangun melalui proses
pendidikan dan hasil pendidikan yang handal. Lulusan yang berkualitas
merupakan modal utama dalam membangun kualitas masyarakat di
masa depan. Dengan adanya pelibatan masyarakat dalam sekolah, maka
akan tercipta jiwa kepedulian sikap saling bantu dan saling mendukung
satu sama lain khususnya dalam bidang pendidikan.
5. Kualitas pendidikan itu sendiri
Hubungan yang harmonis ini akan membentuk saling pengertian
antar sekolah, orang tua, masyarakat, dan lembaga-lembaga lain yang
ada di masyarakat, termasuk dunia kerja. Selain itu pihak sekolah dan
masyarakat akan saling membantu, hal ini dikarenakan sudah
mengetahui pentingnya peran masing-masing. Dan kerja sama yang erat
antara sekolah dengan berbagai pihak yang ada di masyarakat, mereka
merasa ikut bertanggung jawab atas suksesnya pendidikan di sekolah.

B. Prinsip Pelaksanaan Hubungan Sekolah Dan Masyarakat


Menurut Ahmad Suriyansyah (2015: 52) ada enam prinsip yang perlu
diperhatikan dan dipertimbangkan dalam pelaksanaan hubungan sekolah
dengan masyarakat yaitu:
1. Integrity
2. Continuity
3. Coverage
4. Simplicity
5. Constructivenes
6. Adaptability
Adapun uraiannya dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Integrity (integritas)
Prinsip ini mengandung makna bahwa semua kegiatan hubungan
sekolah dengan masyarakat harus terpadu, dalam arti apa yang
dijelaskan, disampaikan dan disuguhkan kepada masyarakat harus
informasi yang terpadu antara informasi kegiatan akademik dan
informasi kegiatan non akademik.
Hindarkan sejauh mungkin upaya menyembunyikan kegiatan yang
telah, sedang dan akan dijalankan oleh sekolah, untuk menghindari
salah persepsi terhadap sekolah. Oleh sebab itu, lembaga pendidikan
harus sedini mungkin mengantisipasi kemungkinan adanya salah
persepsi, salah interpretasi tentang informasi yang disajikan dengan
melengkapi informasi yang akurat dan data yang lengkap, sehingga
dapat diterima secara rasional oleh masyarakat.
2. Continuity (secara terus-menerus)
Prinsip ini berarti bahwa pelaksanaan hubungan sekolah dengan
masyarakat, harus dilakukan secara terus-menerus. Jadi, pelaksanaan
hubungan sekolah dengan masyarakat jangan hanya dilakukan secara
insedental atau sewaktu-waktu, misalnya hanya satu kali dalam satu
tahun, seperti pada saat akan meminta bantuan keuangan kepada
orangtua/masyarakat. Hal ini yang menyebabkan masyarakat selalu
beropini bahwa undangan untuk datang kesekolah semata-mata hanya
dikaitkan dengan minta bantuan berupa uang. Akibatnya mereka
cenderung untuk tidak datang atau sekedar mewakilkan kepada orang
lain untuk menghadiri undangan sekolah.
3. Coverage (cangkupan)
Kegiatan pemberian informasi hendaknya menyeluruh dan
mencakup semua aspek, faktor atau substansi yang perlu disampaikan
dan diketahui oleh masyarakat, misalnya program ekstra kurikuler,
kegiatan kurikuler, remedial teaching dan lain-lain kegiatan. Prinsip ini
juga mengandung makna bahwa segala informasi hendaknya lengkap,
akurat dan up to date. Lengkap artinya tidak satu informasipun yang
harus ditutupi ataupun disimpan, padahal masyarakat/ orang tua murid
mempunyai hak untuk mengetahui keberadaan dan kemajuan sekolah
dimana anaknya belajar.
4. Simplicity (kesederhanaan)
Prinsip ini menghendaki agar dalam proses hubungan sekolah
dengan masyarakat yang dilakukan baik komunikasi personal maupun
komunikasi kelompok, sekolah dapat menyederhanakan berbagai
informasi yang disajikan kepada masyarakat. Informasi yang disajikan
kepada masyarakat melalui pertemuan langsung maupun melalui media
hendaknya disajikan dalan bentuk sederhana sesuai dengan kondisi dan
karakteristik pendengar (masyarakat setempat).
5. Constructivines (membangun)
Program hubungan sekolah dengan masyarakat hendaknya
konstruktif dalam arti sekolah memberikan informasi yang konstruktif
kepada masyarakat. Dengan demikian masyarakat akan memberikan
respon hal-hal yang positif tentang sekolah serta mengerti dan
memahami secara detail berbagai masalah yang dihadapi sekolah.
Apabila hal tersebut dapat mereka mengerti, akan merupakan salah satu
faktor yang dapat mendorong mereka untuk memberikan bantuan
kepada sekolah sesuai dengan permasalahan sekolah yang perlu
mendapat perhatian dan pemecahan bersama.
6. Adaptability (penyesuaian)
Program hubungan sekolah dengan masyarakat hendaknya
disesuaikan dengan keadaan dalam lingkungan masyarakat tersebut.
Penyesuaian dalam hal ini termasuk penyesuaian terhadap aktivitas,
kebiasaan, budaya dan bahan informasi yang ada dan berlaku di dalam
kehidupan masyarakat.nDisamping prinsip-prinsip di atas, agar dapat
mencapai tujuan yang diinginkan, maka kegiatan hubungan sekolah
dengan masyarakat khususnya dengan orang tua murid perlu dilakukan
sesuai dengan hakikat tujuan program hubungan itu sendiri.
Selain itu, menurut Elsbree yang dikutip oleh Anggun (2018: 26-
30) untuk mencapai tujuan kerja sama sekolah dengan masyarakat, maka
ada beberapa prinsip sebagai pedoman untuk melaksanakannya, yaitu
sebagai berikut:
1. Ketahuilah apa yang diyakini
Dalam hal ini, merupakan tugas kepala sekolah untuk
mengembangkan filsafat pendidikan yang menjadi dasar dan tujuan
pendidikan di sekolah agar guru-guru dan staf tata usaha sadar akan apa
yang dikerjakan di sekolah sehingga tidak ada kesimpangsiuran dalam
pelaksanaan pendidikan dan pengajaran.
2. Laksanakanlah program pendidikan dengan baik dan bersahabat dengan
masyarakat
Artinya, untuk mencapai kerja sama dan memperoleh bantuan dari
masyarakat, buatlah program belajar bagi siswa sebaik mungkin,
buatlah sekolah yang dapat menciptakan suasana yang bahagia dan
situasi belajar yang menggairahkan bagi siswa, dan sekolah hendaknya
melayani setiap orang yang datang ke sekolah itu secara bersahabat.
3. Ketahuilah masyarakat sendiri
Masyarakat sekolah hendaknya benar-benar mengetahui keadaan
masyarakat di daerah itu, baik sifat dan problemnya maupun sumber-
sumber yang ada dalam masyarakat tersebut.
4. Adakan survei mengenai masyarakat di daerah tertentu
Survei perlu diterapkan untuk menghimpun informasi yang
meliputi aspek kehidupan masyarakat dan kondisinya. Pengenalan
dalam masyarakat merupakan bahan dalam penyusunan hasil survei
yang membantu anak-anak dalam meningkatkan keingintahuan tentang
orang-orang yang ada di sana, kejadian-kejadian, masa depan
masyarakat, dan membangkitkan minat anak-anak untuk mengadakan
penelitian tentang kesejahteraan masyarakat tersebut dan juga akan
terbukanya pintu untuk kerja sama antara sekolah, orang tua, dan
masyarakat.
5. Bahan-bahan dokumen
Dalam menyelidiki dan mempelajari keadaan masyarakat itu
melalui dokumen-dokumen dari sumber-sumber seperti kantor sensus,
lembaga-lembaga ilmiah dan sebagainya.
6. Keanggotaan dalam organisasi masyarakat
Banyak manfaat dan tujuan yang akan diperoleh dari sekolah, tidak
hanya mengetahui dari luar tetapi juga dari dalam dengan jalan menjadi
anggota dari organisasi kepemudaan kebudayaan, dan sebagainya.
Tujuan masuk organisasi bukan merumuskan sekolah tetapi cara
bagaimana mereka dapat mengerti kepentingan sekolah serta turut
membantu sekolah.
7. Adakan kunjungan ke rumah
Banyak tujuan dan manfaat yang akan diperoleh dari kunjungan
guru ke rumah orang tua murid, baik untuk tujuan proses
perkembangan anak maupun untuk menghimpun informasi tentang
masyarakat di daerah tersebut.
8. Layani masyarakat di daerah sendiri
Sekolah melayani anak-anak dari masyarakat melalui pendidikan
dan pengajaran, tetapi sekolah akan menjadi lebih baik bila dijadikan
pusat kegiatan masyarakat. Misalnya pada suatu sekolah ada
perpustakaan untuk masyarakat, tempat pertemuan, dan sebagainya.
Sedangkan pengaturan kegiatan tersebut direncanakan dan
dilaksanakan bersama.
9. Doronglah masyarakat untuk melayani sekolah
Dalam hal ini menurut Kompri (2015: 290) ada beberapa prinsip
penggunaan masyarakat untuk mencapai atau melayani sekolah yaitu:
a. Adakan hubungan yang baik dengan tokoh-tokoh dalam
masyarakat yang dapat memberi bantuan berupa materi, tenaga dan
waktu demi kepentingan sekolah.
b. Mohon bantuan pada pendidik dalam masyarakat untuk melayani
sekolah.
c. Memajukan program bekajar anak-anak dan tingkatan mutu belajar
melalui kemampuan dan pelayanan tokoh-tokoh masyarakat tapi
pelaksanaan program tersebut hendaknya direncanakan dan diatur
dengan baik.
Di samping prinsip-prinsip di atas, agar dapat mencapai tujuan yang
dinginkan lebih maksimal, maka kegiatan hubungan sekolah dengan
masyarakat khususnya dengan orangtua murid perlu dilakukan sesuai
dengan hakikat dan tujuan program hubungan itu sendiri. Untuk itu ada
beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan membangun
keterlibatan orangtua murid di lingkungan sekolah seperti yang dikutip
oleh Suriansyah (2015:60-61) dalam bukunya yang berjudul “Manajemen
Hubungan Sekolah Dengan Masyarakat” berdasarkan pendapat Grant dan
Ray (2010) bahwa ada sembilan prinsip yang perlu diperhatikan sekolah
dalam membangun dan memelihara keterlibatan orangtua/keluarga di
lingkungan pendidikan yaitu:
1. Staf Sekolah bekerja sama untuk membangun hubungan positif dengan
keluarga berdasarkan kesetaraan dan penghormatan.
2. Administrator, kepala sekolah, dan guru mengakui kapasitas keluarga
dan menghormati peran mereka dalam mendukung pertumbuhan secara
keseluruhan dan pengembangan semua anggota keluarga: anak-anak,
siswa dan orang dewasa.
3. Staf Sekolah memahami bahwa keluarga adalah sumber daya penting
untuk merancang melaksanakan, dan mengevaluasi program. Mereka
adalah sumber daya untuk diri mereka sendiri dan keluarga lainnya.
4. Sekolah dan mitra komunitas mereka memahami bahwa suksesnya
keterlibatan dan dukungan program keluarga harus memperkuat
budaya, ras, bahasa dan identitas keluarga serta meningkatkan
kemampuan mereka untuk berfungsi dalam masyarakat multikultural.
5. Sekolah mengakui peran mereka dalam masyarakat yang mereka layani
dan mengakui bahwa program sekolah yang tertanam di masyarakat
berkontribusi pada proses pembangunan masyarakat.
6. Berbasis sekolah atau inisiatif sekolah yang disponsori untuk keluarga
dirancang untuk mengadvokasi dengan keluarga untuk sistem layanan
yang adil, responsif, dan bertanggung jawab kepada keluarga dan
layanan siswa.
7. Staf Sekolah bekerja sama dengan keluarga memobilisasi sumber daya
baik formal maupun informal untuk mendukung pembangunan
keluarga.
8. Program berbasis sekolah atau sekolah yang disponsori dirancang untuk
menjadi fleksibel dan terus responsif terhadap isu-isu keluarga dan
masyarakat muncul.
9. Staf sekolah memastikan bahwa prinsip-prinsip dukungan keluarga
bersifat moderat oleh semua staf dalam pekerjaan mereka sehari-hari
dalam berinteraksi dengan keluarga, dalam desain semua program
kegiatan, dan kebijakan kabupaten yang berbasis sekolah atau
dukungan inisiatif untuk keluarga.
C. Prosedur Pelaksanaan Hubungan Sekolah Dan Masyarakat
Hubungan sekolah dengan masyarakat sebagai suatu kegiatan perlu
dikelola secara sistematis dan terencana. Sebagai kegiatan yang terencana dan
sistematis, maka kegiatan hubungan sekolah dengan masyarakat harus
dilakukan sesuai dengan prosedur yang baik untuk mendapatkan hasil yang
terbaik. Dalam Suriansyah, Ahmad ( 2015: 61-64) prosedur pelaksanaan
hubungan sekolah dengan masyarakat dilaksanakan melalui tiga tahap berikut
ini, yaitu:
1. Menganalisis Masyarakat
Menganalisis Masyarakat yaitu yang berkaitan dengan sasaran
masyarakat, kondisi, karakter, kebutuhan dan keinginan masyarakat
akan pendidikan, problem yang dihadapi masyarakat serta aspek-aspek
kehidupan masyarakat lainnya seperti kebiasaan, sikap, religius
(panatisme beragama) dan sebagainya. Hal ini sangat penting, karena
pemhaman yang salah tentang kondisi masyarakat, akan menyebabkan
program-program yang disusun dan dikembangkan oleh sekolah dalam
rangka pemberdayaan masyarakat untuk pendidikan akan kurang tepat.
Untuk melakukan analisis ini ada beberapa cara yang dapat digunakan
yaitu:
a. Warga sekolah memiliki kepekaan yang tinggi tentang masyarakat
lingkungannya atau orang tua murid yang menjadi warga
sekolahnya. Warga sekolah sudah semestinya merasakan secara
sensitif atau peka tentang berbagai isu di tengah masyarakat baik
yang terkait dengan pendidikan atau aspek lainnya yang akan
mempengaruhi kegiatan pendidikan, Sensitivitas ini harus dimiliki
oleh semua warga sekolah, mulai dari kepala sekolah, guru dan staf
sekolah lainnya. Pada saat ini banyak hal atau isu yang berkembang
di masyarakat/orang tua murid tentang pendidikan, baik yang
sengaja dikembangkan oleh orang tertentu maupun yang
berkembang akibat kebijkana pendidikan oleh pejabat pendidikan
termasuk kebijakan yang diambil oleh sekolah seperti tentang BOS,
uang sumbangan penerimaan siswa baru dan lain-lain.
b. Mengadakan pengamatan melalui survei tentang kebiasaan, adat
istiadat yang mendukung atau bahkan menghambat kemajuan
pendidikan yang ada di tengah-tengah masyarakat.  Untuk itu
warga sekolah harus sudah terbiasa bergaul di tengah-tengah
masyarakatnya dan akrab dengan semua orang tua murid tanpa
memandang strata sosial mereka. Dengan cara ini akan
memberikan kemungkinan yang besar bagi warga sekolah
mengakses berbagai informasi, isu, dan kebutuhan masyarakat akan
pendidikan anaknya di sekolah.
c. Mengadakan wawancara dan dialog langsung dengan masyarakat
khususnya melalui tokoh kunci (key informan), untuk mengetahui
apa kebutuhan dan aspirasi mereka mengenai pendidikan. Adapun
dalam pelaksanaanya, setiap warga sekolah perlu memiliki
kemampuan berbicara yang handal mampu menggali informasi dari
narasumber. Namun, satu hal yang harus dijaga bahwa pendidikan
harus tetap netral dari intervensi dan kepentingan politis praktis.
d. Metode Delphi yaitu mencari informasi dari phak ahli dan
melemparkan kembali untuk mendapat tanggapan melalui ahli lain
sampai ditemukan kesepakatan tentang sesuatu diantara para
ahli/tokoh yang dilibatkan.
2. Mengadakan Komunikasi
Mengadakan komunikasi pada dasarnya menyampaikan informasi
dan pesan dari pihak sekolah kepada masyarakat sasaran khususnya
berkaiatan dengan kemajuan (progress), program dan masalah
(problem). Dalam melakukan komunikasi menurut John L. Beckley
dalam (Suriansyah, 2015: 62) agar mencapai hasil yang optimal  ada
beberapa hal yang diperhatikan yaitu:
a. Practice Self Controll, dalam hal ini berarti sebelum memberikan
informasi kepada orang lain, pastikan bahwa informasi, petunjuk
atau saran yang diberikan telah dilakukan oleh si pemberi
informasi. Artinya apabila sekolah meminta masyarakat
memperhatikan sekolah, maka dapat dilihat terlebih dahulu pada
sekolah itu sendiri apakah sekolah sudah memperhatikan
kebutuhan masyarakatnya.
b. Appraside and where deserve, artinya dalam berkomunikasi perlu
memberikan penghargaan kepada lawan komunikasi, meskipun
penghargaan tidak selalu dalam bentuk materi, misalnya tidak
memalingkan muka pada saat lawan komunikasi berbicara, berkata
baik, meangangguk dan lain-lain.
c. Critizise Tacfully, artinya memberikan kritik secara bijaksana
sehingga tidak mengganggu perasaan orang lain.
d. Always listen, menjadi pendengar yang baik bagi orang lain,
termasuk dalam hal ini bersimpati atau sensitif pada perasaan orang
lain dengan melihat gejala yang muncul. Misalnya tidak
memaksakan berbicara apabila lawan bicara menunjukkan rasa
bosan, tidak mendominasi pembicaraan dengan lawan bicara,
mendengarkan dengan seksama perkataan lawan bicara. Apabila
terjadi perbedaan persepsi dengan lawan bicara, diupayakan agar
selalu saling menghargai dan berupaya mencari persamaaan atau
solusinya dengan baik.
e. Stress Reward, memberikan penghargaan/ganjaran kepada lawan
bicara. Penghargaan yang dimaksudkan dalam hal ini bukan hanya
semata-mata dalam bentuk materi, tetapi juga dalam bentuk non
materi. Disamping itu, hindarilah memvonis salah dan instrupsi
secara bijaksana apabila tindakan tersebut memang perlu
dilakukan.
f. Considire the persons intrest, artinya perhatikan minat setiap
individu lawan bicara. Oleh sebab itu mulailah pembicaraan dari
sesuatu masalah yang menjadi minat, hoby atau pusat perhatian
orang kemudian diarahkan kepada apa yang kita inginkan.
Keberhasilan komunikasi merupakan kunci keberhasilan dalam
mencapai tujuan hubungan sekolah dengan masyarakat  (skill ini
communication is a key to successful team effort). Artinya agar
mencapai keberhasilan dalam memberdayakan masyarakat untuk
berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah, maka
kunci pertama yang harus dikuasai adalah kemampuan
berkomunikasi. Untuk menembangkan kemampuan berkomunikasi
secara baik, dapat dilakukan melalui latihan dan membiasakan
berkomunikasi pada banyak orang.
3. Melibatkan Masyarakat
Melibatkan masyarakat bukan hanya sekedar menyampaikan pesan
tapi lebih dari itu menuntut partisipasi aktif masyarakat dalam berbagai
kegiatan dan program sekolah.
DAFTAR PUSTAKA BAB IV

Kompri. 2015. Manajemen Pendidikan 2. Bandung: Alfabeta.


Melati, Anggun Sekar. 2018. Penerapan Manajemen Hungan Sekolah
Dengan Masyarakat di Mts Al-Khairiyah Sidomulyo Kabupaten
Lampung Selatan. Skripsi dipublikasikan. Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan UIN Raden Intan Lampung: Lampung.
Mulyasa, E. 2003. Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Purwanto, Ngalim. 2005. Administrasi dan Supervisi Pendidikan . Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Suriansyah, Ahmad. 2015. Manajemen Hubungan Sekolah Dengan
Masyarakat Dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada.
Suryo Subroto, B. 2012. Hubungan Sekolah Dengan Masyarakat. Jakarta:
Rineka Cipta.
Tim Dosen Adminstrasi Pendidikan UPI. 2013. Manajemen Pendidikan.
Bandung: Alfabeta.
Dhie. 2005. Pengeloaan Sekolah Dengan Masyarakat. (online)
http://file.upi.edu diakses pada 26 Oktober 2021.
BAB V
HAMBATAN DALAM PRAKTIK PENDIDIKAN DI SEKOLAH
A. Hambatan dari Keluarga
Melibatkan orang tua murid dan masyarakat untuk mendukung dan
terlibat secara optimal dalam berbagai kegiatan sekolah bukanlah hal mudah
untuk dilakukan. Apalagi kalau orang tua murid dan masyarakat tersebut
memiliki tujuan, harapan dan kepentingan masing-masing yang kadang
sangat bervariasi. Banyak kendala atau hambatan yang ditemui dalam
menyatukan harapan dan kepentingan tersebut (Suriansyah, 2014:64).
Grant dan Ray (2010) menyatakan ada sejumlah hambatan yang ditemui
dalam membangun keterlibatan keluarga di sekolah mencakup aspek:
economics, self efficacy, intergeneration, time demand, cultural norms and
value class room culture and past experience.
1. Economics (lack of money and transportation) ekonomi (kekurangan
uang dan transportasi).
Orangtua murid/keluarga yang memiliki tingkat ekonomi masih
rendah sering disibukkan dengan pekerjaan sehari-hari untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari. Kesibukan ini menyebabkan mereka
cenderung sulit untuk berpartisipasi/terlibat aktif dalam berbagai kegiatan
bersama sekolah.
2. Self efficacy (lack of confident in ability to help, language
consideration)/ kebahagiaan sendiri (kurangnya percaya diri dalam
kemampuan untuk membantu, pertimbangan bahasa).
Hambatan ini berkaitan dengan kurangnya percaya diri dari
masyarakat atau orangtua murid akan kemampuan untuk membantu
sekolah, demikian juga dengan pihak sekolah sendiri sering muncul
perasaan ketidak percayaan akan kemampuan untuk mampu membantu
orangtua murid dalam mengatasi masalah-masalah pendidikan anak di
rumah.
3. Intergenrational faktor (their parents uninvolved) /faktor antargenerasi
(orangtua mereka tidak terlibat).
Faktor ini merupakan salah satu faktor yang dapat mengganggu
terciptanya kemitraan dan keterlibatan orangtua murid dan masyarakat
terhadap pendidikan di sekolah.
4. Time demands (work related, child care, elder care) /faktor tuntutan
waktu yaitu yang berhubungan dengan pekerjaan, perawatan anak,
perawatan orangtua.
Faktor waktu merupakan salah satu hal yang menjadi pertimbangan
bagi masyarakat dan orangtua murid untuk terlibat dalam berbagai
kegiatan kolaborasi untuk membantu sekolah.
5. Culture norms and values (teacher as expert) /faktor norma dan nilai
budaya (guru sama dengan seorang ahli).
Faktor budaya yang melekat dan pandangan yang kuat seakan-akan
guru adalah seorang ahli (expert) sehingga memiliki kemampuan untuk
mengatasi segala masalah yang ada sudah sangat kuat.
6. Classroom culture (not viewed as welcoming to parents) /faktor budaya
kelas yang tidak terbuka menyambut orangtua murid sebagai tamu.
Keterbukaan sekolah dan kelas untuk partisipasi orangtua murid dan
masyarakat masih belum optimal. Ada keraguan pihak guru dan sekolah
akan keterlibatan optimal mereka, terkadang muncul ketakutan kalau
orangtua murid dan masyarakat melakukan intervensi pada hal-hal teknis
yang menjadi kewenangan guru.
7. Past experience (negatif experiences with school) /faktor pengalaman
masa lalu (pengalaman negatif dengan sekolah).
Sekolah sering memiliki pengaalaman negatif akibat keterlibatan
orangtua murid dan masyarakat terhadap sekolah. Hal ini membawa dan
mempengaruhi sekolah untuk enggan berbuat banyak dalam membangun
kemitraan yang optimal.
B. Hambatan dari Masyarakat
Grant dan Ray (Suriansyah, 2014:66-68) melihat dari perspektif
hambatan yang bersumber dari guru dalam rangka meningkatkan keterlibatan
keluarga, keterlibatan orangtua murid dan atau masyarakat di sekolah adalah
mencakup: Doubts about parent, perceived job limitations, negative attitude,
scheduling, curricular constrains, lack of confidence.
1. Doubts about parent (parent lack training, should not help with learning)
/keraguan tentang orangtua (orangtua kurang pengetahuan, tidak mampu
membantu belajar).
Tenaga pendidik dan bahkan sekolah secara keseluruhan sering
meragukan dan tidak yakin akan kemampuan orangtua murid dalam
memberikan bantuan, bimbingan dan arahan kepada anak-anak saat
belajar di rumah.
2. Perceived job limitations (teaching doesn’t involve working with
families) /adanya keterbatasan kerja (mengajar tidak melibatkan bekerja
dengan keluarga).
Keterbatasan kerja yang dirasakan oleh guru dalam membina
kemitraan sebagai akibat dari beban kerja guru sehari penuh saat berada
di sekolah harus berhadapan dengan siswa, sehingga tidak memiliki
waktu yang cukup untuk melakukan kolaborasi dengan masyarakat dan
orangtua murid.
3. Negative attitude (prior negative experiences, biases about families)
/sikap negatif (pengalaman sebelumnya negatif, bisa tentang keluarga).
Pengalaman sebelumnya yang kurang baik dalam kemitraan dengan
keterlibatan orangtua murid atau masyarakat membuat guru dan pihak
sekolah menjadi enggan untuk melakukan kegiatan kolaborasi dan
kemitraan selanjutnya. Hal ini menjadi penghambat efektivitas
pelaksanaan kerjasama sekolah dan masyarakat secara keseluruhan.
4. Scheduling (classroom schedule inflexible, time conflicts with parents)
/penjadwalan (jadwal kelas tidak fleksibel, konflik waktu dengan
orangtua).
Jadwal pelajaran yang ada di sekolah pada umumnya sudah
ditetapkan secara rigid dan pasti selama jam pelajaran berlangsung mulai
masuk sekolah sampai pulang sekolah. Akibatnya apabila ingin
menggunakan waktu belajar untuk kegiatan kolaborasi, kerjasama dan
kemitraan jadwal tersebut sangat sulit untuk digunakan.
5. Curricular constraints (high stakes testing) kendala kurikuler.
Kurikulum di sekolah telah diatur apa dan kapan pencapaian target
yang harus diselesaikan. Sehingga telah diatur waktu efektif untuk
belajar dalam setiap semester.
6. Lack of confidence (fear of being judged by families)/ kurangnya
kepercayaan (takut dihakimi oleh keluarga).
Pengalaman buruk sekolah adalah ssering terjadi persepsi dan
pemahaman antara sekolah dengan masyarakat atau orangtua murid, yang
berdampak terjadinya perselisihan diantara keduanya.
C. Hambatan dari Instansi / Lembaga Masyarakat
Betapapun partisipasi lembaga masyarakat diyakini sebagai cara terbaik
dalam rangka pembangunan, nyatanya tidak semua orang menyadari hal ini.
Tiga faktor yang seringkali menjadi penghambat dalam partisipasi.
Pertama, hambatan struktural. Hambatan ini meliputi konstitusi dan
birokrasi. Dalam konteks pembangunan, UU Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (SPPN) sebenarnya sudah memberi ruang atas
prosedur partisipasi publik dalam pembangunan.
Kedua, hambatan kultural. Hambatan ini menyebutkan bahwa di internal
masyarakat sendiri masih belum membudayakan gairah partisipasi yang kuat.
Ketiga, hambatan teknis. Hambatan ini berkenaan dengan kurang
pembangunan melalui prosedur yang berlaku. Bisa jadi masyarakat
mengetahui betul apa keinginan mereka dan ingin memperjuangkan
kepentingan mereka sehingga bisa diterima dan dimasukkan dalam draft
perencanaan.
DAFTAR PUSTAKA BAB V
Akbar, A., & Noviani, N. (2019). Tantangan dan Solusi Dalam Perkembangan
Teknologi Pendidikan di Indonesia. In Prosiding Seminar Nasional
Program Pascasarjana Universitas PGRI Palembang.
Azzahra, N. F. (2020). Mengkaji Hamabatan Pembelajaran Jarak Jauh di
Indonesia di Masa Pandemi Covid-19.
Grant, K.B., & Ray, Junlie, A. (2010). Home, School, and Community
Collaboration. Kulturly Responsive Family Involvement. California: Sage
Publication, Inc.
Nopiyanto, Y. E (2020). Hambatan Guru Pendidikan Jasmani Generasi 80-an
Dalam Pembelajaran Daring di Tengah Pandemi Covid-19. Jurnal Sporta
Saintika, 5(2), 139-148.
Suriansyah, Ahmad. (2014). Manajemen Hubungan Sekolah Dengan Masyarakat
Dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: Rajawali Pers.
BAB VI
TEKNIK HUBUNGAN LEMBAGA PENDIDIKAN ATAU SEKOLAH DAN
MASYARAKAT

A. Pengertian Teknik Hubungan Lembaga Pendidikan/Sekolah dan


Masyarakat
Purwanto dalam Benty dan Gunawan (2015:87) menyatakan
pengertian teknik hubungan lembaga pendidikan/sekolah dan masyarakat
adalah suatu proses komunikasi antara sekolah dengan masyarakat dengan
tujuan untuk meningkatkan pengertian anggota masyarakat tentang kebutuhan
pendidikan serta untuk mendorong minat dan kerjasama para anggota
masyarakat dalam rangka memperbaiki sekolah. Tanpa bantuan dari
masyarakat sebuah lembaga pendidikan tidak dapat berfungsi dengan baik dan
tanpa adanya program yang baik maka sebuah lembaga pendidikan akan gagal
mencapai tujuannya. Oleh sebab itu penggunaan teknik-teknik dalam menjalin
hubungan yang baik antara lembaga pendidikan dan masyarakat sangatlah
diperlukan bukan hanya untuk kepentingan lembaga pandidikan itu sendiri
melaikan juga akan berguna untuk masyarakat.

B. Tujuan Penggunaan Teknik-Teknik Hubungan Lembaga Pendidikan dan


Masyarakat
Maisyaroh dalam Benty dan Gunawan (2015: 88) menyatakan bahwa
masyarakat perlu membantu penyelenggaraan pendidikan agar kualitas
pertumbuhan dan perkembangan pendidikan dapat dipacu secara cepat dan
akhirnya menghasilkan kualitas kehidupan masyarakat dapat meningkat.
Elsbreedalam Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan
Indonesia (dalam Benty dan Gunawan 2015: 88) mengemukankan beberapa
tujuan teknik hubungan lembaga pendidikan dengan masyarakat, yaitu:
1) meningkatkan pemahaman masyarakat akan pentingnya pendidikan dan
meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat, yang di dalamnya
masyarakat demokratis, seyogyanya dapat menjadikan dirinya sebgai
pelopor dan pusat pengembangan bagi perubahan masyarakat di semua
bidang kehidupan masyarakat
2) mengembangkan antusiasme/semangat saling membantu anatara sekolah
dan masyarakat demi kemajuan kedua belah pihak;
3) meningkatkan kualitas pembelajaran dan pertumbuhan peserta didik;
4) berperan dalam memahami kebutuhan-kebutuhan masyarakat;
5) mengembangkan program-program sekolah kearah yang lebih maju; dan
6) mampu menumbuhkan kreativitas serta dinamika kedua belah pihak,
sehingga hubungan antara kedua belah pihak bisa menjadi lebih aktif dan
dinamis.

C. Teknik-teknik dalam Hubungan Lembaga Pendidikan/Sekolah dan


Masyarakat
1. Home Visitation (Kunjungan Rumah)
Menurut Karmiyanti (2019) Program Home Visit atau kunjungan rumah
dalam rangka membantu permasalahan tertentu yang dilakukan secara
kekeluargaan untuk mengenal dan memahami keadaan anak di rumah.
Menurut Chairani (2011) menyatakan bahwa home visit adalah perwujudan
kepedulian guru (caring) terhadap banyak permasalahan belajar yang
dihadapi siswa. Guru berkewajiban membantu siswa dan keluarga sampai ke
tingkat kemandirian dalam memecahkan permasalahannya. Melalui Home
Visit pihak sekolah dan keluarga juga mendapatkan informasi tentang capaian
perkembangan siswa. Melalui kunjungan ini ada beberapa manfaat yang
diperoleh yaitu:
1. Sekolah mengenal situasi yang sebenarnya baik dari orangtua murid
maupun dari siswa secara langsung.
2. Orangtua murid akan mendapat keterangan yang sebenarnya tentang
anaknya di sekolah, yang berkenaan dengan: hasil belajarnya, tingkah laku
dan pergaulan di sekolah, kehadiran di sekolah, prestasi non akademik dan
lain sebagainya.
3. Sekolah akan memperoleh data dan gambaran yang lengkap dan akurat
tentang kebiasaan belajar siswa di rumah, sikap orangtua siswa dalam
kehidupan di rumah atau pola pergaulan dalam keluarga bahkan juga
tentang pola pergaulan anak di lingkungan masyarakat.

Ada beberapa tahapan yang harus dilalui untuk melakukan kunjungan


ke rumah peserta didik di antaranya;
Pertama; sebelum sekolah melaksanakan kunjungan ke rumah peserta
didik hendaklah sekolah melihat terlebih dahulu dan mengenali siapa orangtua
peserta didik yang akan dikunjungi, dan apa profesi yang dimiliki oleh
orangtua peserta didik. Kedua; Untuk mempermudah tugas sekolah dalam
melaksanakan kegiatan kunjungan maka, pengetahuan tentang data orangtua
ini sangat dibutuhkan. Data tersebut akan sangat bermanfaat dan membantu
kelancaran pertemuan antara pihak sekolah dan orangtua peserta didik.
Ketiga; setelah data orangtua peserta didik dapat diketahui dengan jelas maka,
langkah selanjutnya adalah bagaimana sekolah dapat menghubungi orangtua
peserta didik. Keempat; setelah dapat dipastikan dapat bertemu dengan
orangtua peserta didik di rumah maka sekolah perlu mempersiapkan apasaja
bahan pembicaraan yang akan dilakukan di rumah peserta didik. Kelima;
terakhir dari teknik pelaksanaan home visit ini adalah pihak sekolah
memberikan kesempatan kepada orangtua peserta didik untuk memberikan
tanggapan dan harapan kepada sekolah.

2. Dialog Langsung Dengan Masyarakat


Abdul (2020) menyatakan bahiwa ada 4 (empat) tujuan pelaksanaan
kegiatan pertemuan antara orangtua murid/masyarakat dengan pihak sekolah,
yaitu:
a. Untuk guru dan orang tua untuk sampai ke saling menggali.
b. Bagi guru untuk berbagi informasi tentang perkembangan dan perilaku
akademik anak dengan orang tua.
c. Sebagai bagian untuk memberikan informasi tentang perilaku dan kegiatan
sekolah yang dikirim anak kepada guru. Baik untuk memberi salam
kepada problemi maupun untuk mengembangkan cara-cara
mempertahankan buharior dan prestasi positif.
d. Dialog langsung ini dapat dilakukan dengan orang tua murid, tokoh
masyarakat dan atau tokoh agama serta tokoh pendidilan lainnya tentang
program belajar dan program sekolah beserta permasalahannya. Dialog
akan sangat efektif apabila dilakukan langsung dengan masyarakat.

3. Teknik Tertulis/Media Cetak


Dalam jurnal edukasi oleh Munirwan (2016) menyatakan hubungan
antara sekolah dan masyarakat dapat dilakukan secara tertulis, cara tertulis
yang dapat digunakan meliputi:
1. Buku kecil pada permulaan tahun ajaran
Buku kecil pada permulaan tahun ajaran baru ini isinya dijelaskan
tentang tata tertib, syarat-syarat masuk, hari-hari libur, hari-hari efektif.
Kemudian buku kecil ini dibagikan kepada orang tua murid, hal ini
biasanya dilaksanakan di taman kanak-kanak (TK).
2. Pamflet
Pamflet merupakan selebaran yang biasanya berisi tentang sejarah
lembaga pendidikan tersebut, staf pengajar, fasilitas yang tersedia, dan
kegiatan belajar. Pamflet ini selain di bagikan ke wali murid juga bias di
sebarkan ke masyarakat umum, selain untuk menumbuhkan pengertian
masyarakat juga sekaligus untuk promosi lembaga.
3. Berita kegiatan murid
Berita ini dapat dibuat sederhana mungkin pada selebaran kertas
yang berisi informasi singkat tentang kegiatan-kegiatan yang dilakukan di
sekolah atu pesantren. Dengan membacanya orang tua murid mengetahui
apa yang terjadi di lembaga pendidikan tersebut, khususnya kegiatan yang
dilakukan murid.
4. Catatan berita gembira
Teknik ini sebenarnya mirip dengan berita kegiatan murid, keduanya
sama-sama ditulis dan disebarkan ke orang tua. Hanya saja catatan berita
gembira ini berisi tentang keberhasilan seorang murid. Berita tersebut
ditulis di selebaran kertas dan disampaikan kepada wali murid atau bahkan
disebarkan ke masyarakat.
5. Buku kecil tentang cara membimbing anak
Dalam rangka menciptakan hubungan yang harmonis dengan orang
tua, kepala sekolah atau guru dapat membuat sebuah buku kecil yang
sederhana yang berisi tentang cara membimbing anak yang efektif,
kemudian buku tersebut diberikan kepada orang tua murid.

4. Media Social
Media Sosial merupakan salah satu bentuk perkembangan media
baru atau new media. Menurut Andreas Kaplan dan Michael Haenlein
dalam jurnal Ainiyah (2018) menjelaskan media sosial sebagai suatu
kelompok aplikasi dimana memiliki basis pada internet dibangun di atas
dasar ideologi dan teknologi web 2.0 memungkinkan sebuah penciptaan
dan pertukaran konten buatan pengguna. Meike dan Young menjelaskan
media sosial sebagai pertemuan antara komunikasi personal dimana
memiliki arti saling berbagi antara individu dengan individu lainnya dan
kepada media publik tanpa dikhususkan (Nasrullah, 2015). Nasrullah
menjelaskan Media sosial sendiri diklasifikasikan menjadi berbagai jenis
dan contoh dari media sosial adalah seperti Facebook, LinkedIn,
Wordpress, Blogspot, WhatsApp, Line, Instagram, Telegram, Twitter,
Youtube, Flickr, Photo-Bucket, Snapfish, Reddit.com, LintasMe,
Wikipedia dan lain sebagainya.
Berikut bagan tentang kerangka konseptual.

Peran Manajemen Communication Participation


Hubungan Sekolah Interpretation (Unruh & Willer,
dengan Masyarakat 1974)

Fasilitas komunikasi 2
Komunikasi arah

Komunikasi Eksternal Media


Melalui media sosial, masyarakat mampu mendapatkan informasi
informasi yang diinginkan seperti informasi pendidikan. Hal tersebut
sejalan dengan pernyataan (Ainiyah, 2018) mengenai media sosial telah
berhasil memenuhi harapan remaja millenial dengan menyediakan
informasi yang edukatif. Contoh penggunaan media sosial yang digunakan
yaitu seperti apabila pihak sekolah ingin mengadakan rapat dengan
masyarakat atau orangtua siswa secara online, maka wali kelas dapat
menggunakan cara seperti meminta nomor telpon/email dari orangtua
siswa, lalu membuat grup misalnya melalui whatsapp ataupun telegram.
Selanjutnya, wali kelas membagikan file berupa documen/pdf yang akan
dibuka oleh orangtua siswa tersebut. Kegiatan ini dilakukan agar dapat
berorientasi pada pengenalan program sekolah dengan tema pembelajaran,
dapat dilakukakn baik formal maupun informal. Maka dari cara tersebut
pihak sekolah maupun masyarakat dapat menjalin hubungan menggunakan
cara yang praktis dan lebih efisien. Selain menggunakan telpon genggam,
membangun hubungan sekolah dengan masyarakat juga dapat melalui
perantara benda elektronik lainnya seperti radio dan televisi sebagai sarana
promosi pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA BAB VI

Ainiyah, N. (2018). Remaja Millenial Dan Media Sosial: Media Sosial Sebagai
Media Informasi Pendidikan Bagi Remaja Millenial. Jurnal Pendidikan
Islam Indonesia. 2(2), pp. 221–36. doi: 10.35316/jpii.v2i2.76.
Benty, D.N, & Gunawan, I. 2015.Manajemen Hubungan Sekolah dan
Masyarakat. Malang :UM PRESS
Chairani (2011). Perkembangan Anak usia Dini. Tangerang:PresMedia.
Karmiyanti, Rina dkk. (2019) Analisis Home Visit Terhadap Kepercayaan Diri
Anak Usia 4-5 Tahun. Jurnal Paudia (Jurnal Penelitian Dalam Bidang
Pendidikan Anak Usia Dini)
Nasrullah, R. (2015). Media Sosial: Perspektif Komunikasi, Budaya Dan
Sosioteknologi. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Rahmat,Abdul. (2020). Hubungan Sekolah Dan Masyarakat. Yogyakarta : Zahir
Publishing.
Umar, Munirwan. 2016. Manajemen Hubungan Sekolah Masyarakat Dalam
Pendidikan. Jurnal Edukasi. Vol. 02, No. 05. Hal 661 – 662.
BAB VII

BENTUK PARTISIPASI ORANG TUA/ MASYARAKAT TERHADAP


SEKOLAH

A. Pengawasan
Bentuk partisipasi yang diharapkan sekolah terhadap orangtua murid,
tentunya didasarkan pada tujuan apa yang hendak dicapai oleh sekolah dalam
proses pendidikan di sekolah. Tujuan yang ingin dicapai sekolah pada
hakikatnya adalah tujuan pendidikan secara nasional. Tujuan tersebut apabila
kita butiri terlihat unsur-unsur sebagai berikut:
1. Manusia yang bertaqwa, berbudi pekerti dan berkepribadian
2. Disiplin, bekerja keras, bertanggung jawab serta mandiri
3. Cerdas dan terampil
4. Sehat jasmani dan rohani
5. Cinta tanah air dan mempunyai semangat kebangsaan serta kesetiakawanan
social.
Siapapun yang bekerja dalam suatu institusi sudah selayaknya dinilai
kinerjanya. Namun sayangnya supervisi yang diberikan kepada pekerja belum
benar-benar menunjukkan secara obyektif tentang bagaimana unjuk kerja si
pegawai. Pada akhirnya, banyak ditemukan adanya pegawai yang kualitas
kerjanya kurang baik namun dinilai baik bahkan baik sekali). Sebaliknya, ada
juga mereka yang kualitas kerjanya amat baik dinilai kurang baik. Dampak
psikologis yang ditimbulkan tentu saja besar. Dampak psikologis ini lebih
lanjut dapat diterjemahkan dalam rupiah: berapa besar kerugian institusi
dengan praktek supervisi kinerja yang seperti ini, apalagi jika hal ini berjalan
berlarut-larut dalam jangka waktu lama.
Untuk itu agar tidak terjadi proses yang demikian, maka perlu dilakukan
pengawasan yang efektif terhadap kinerja yang dilakukan seseorang.
Seharusnyalah disadari bahwa proses pengawasan sebetulnya juga merupakan
tanggungjawab akuntabilitas) dari institusi dan individu pekerja terhadap
stakeholdersnya. Pekerja dalam hal ini guru dan kepala sekolah) tidak hanya
mempunyai tanggungjawab langsung kepada atasannya, tetapi juga kepada
orangtua siswa dan masyarakat pada umumnya.
Pengawasan terhadap sekolah yang dimaksud disini adalah ikut serta
secara aktif mengawasi jalannya proses pendidikan dan pembelajaran yang
berlangsung di sekolah. Idealnya, orang tua atau masyarakat melalui
perwakilanya ikut serta mengawasi proses pendidikan yang berlangsung di
sekolah. Hanya saja selama ini peran tersebut tidak pernah berani dilakukan
oleh orang tua atau masyarakat, karena asumsi yang dibangun adalah bahwa
orang tua atau masyarakat tidak terkait dengan proses langsung
penyelenggaraan pendidikan, sehingga tidak mungkin dapat memahami kinerja
sekolah secara baik.
Terkait dengan proses pengawasan maka tujuan proses pengawasan
adalah membantu memperbaiki dan meningkatkan pengelolaan pendidikan
agama Islam di sekolah/madrasah agar lebih efektif dan efisien sehingga
tercapai kondisi kegiatan belajar mengajar yang sebaik-baiknya. Menurut
Rodliyah (2013) pengawasan yang dimaksud dalam bentuk-bentuk partisipasi
orang tua atau masyarakat ialahmengawasi perkembangan pribadi dan proses
belajar putra-putrinya di rumah dan bila perlu memberi laporan dan
berkonsultasi dengan pihak sekolah. Hal ini memang agak jarang dilakukan
oleh orang tua siswa, mengingat kesibukan bekerja atau karena alasan lain.
Partisipasi orang tua atau masyarakat yang diharapkan sekolah dalam
mengawasi kebiasaan anak belajar di rumah ialah sebagai berikut:
1. Mendorong anak dalam belajar secara teratur di rumah. Dalam hal ini
orangtua harus memberikan motivasi, dorongan dan menciptakan situasi dan
kondisi (iklim) yang memungkinkan bagi anak untuk belajar.
2. Mendorong anak dalam menyusun jadwal dan struktur waktu belajar serta
menetapkan prioritas kegiatan di rumah. Orangtua perlu memberikan
dorongan agar budaya anak tercipta di rumah inelalui kegiatan yang
terjadwal. waktu yang terstruktur serta mampu memilih prioritas kegiatan
yang bermanfaat di rumah
3. Membimbing dan mengarahkan anak dalam penggunaan waktu belajar
bermain dan istirahat.
4. Membimbing dan mengarahkan anak melakukan sesuatu kegiatan yang
menunjang pelajaran di sekolah. Banyak kegiatan yang dapat dilakukan
anak di rumah yang menunjang kegiatan pembelajaran disekolah. Bahkan
anak dapat membuat karya-karya ilmiah dengan menggunakan lingkungan
sebagai media belajar. Hal ini menuntut orangtua memiliki pemahaman
tentang kegiatan-kegiatan tersebut

B. Pembimbingan
1. Membimbing Kebiasaan Anak Belajar di Rumah    
a. Membimbing dan mengarahkan anak dalam penggunaan waktu belajar
bermain dan istirahat.
b. Membimbing dan mengarahkan anak melakukan sesuatu kegiatan yang
menunjang pelajaran di sekolah. Banyak kegiatan yang dapat dilakukan
anak di rumah yang menunjang kegiatan pembelajaran disekolah. Bahkan
anak dapat membuat karya – karya ilmiah dengan menggunakan
lingkungan sebagai media belajar. Hal ini menuntut orangtua memiliki
pemahaman tentang kegiatan – kegiatan tersebut.
2. Membimbing Kegiatan Akademik Anak
a. Mengetahui kekuatan dan kelemahan anak serta problem belajar dan
berusaha untuk memberikan bimbingan. Setiap anak memiliki kekuatan
dan kelemahannya masing-masing. Orang tua harus memahami apa
kekuatan anak dan apa kelemahannya dalam berbagai hal.
b. Memberikan penguatan kepada anak untuk melakukan kegiatan yang
bermanfaat bagi dirinya. Penghargaan adalah salah satu hal yang  dapat
memperkuat perilaku anak (reward atau reinforcemen). Perilaku anak
yang diakui dan diberikan penghargaan akan diperkuat menjadi
kebiasaan.
c. Membantu anak secara fungsional dalam belajar dan menyelesaikan
tugas-tugas sekolah tepat waktu. Banyak tugas – tugas belajar anak yang
harus dikerjakannya di rumah, tetapi tidak semua tugas tersebut dapat
diselesaikannya sesuai harapan. Orang tua perlu memberikan dukungan
dan apabila memungkinkan dapat memberikan bantuan bimbingannya
dalam menyelesaikan tugas-tugas tersebut.

C. Dukungan Akademik
Izzo (dalam Persada, 2017) menyatakan bahwa ketika orang tua dan
sekolah berkolaborasi secara efektif maka siswa dapat berperilaku dan
menunjukkan prestasi yang lebih baik di sekolah. Berikut adalah bentuk
prestasi akademik yang dapat dijelaskan dengan adanya partisipasi orang tua di
sekolah:
1) Minat Baca
Sheldon dan Jung (2015) dalam Miftakhul Jannah (2020) dalam
penelitiannya menyatakan bahwa adanya hubungan yang luar biasa antara
sumber literasi yang ada di rumah dengan kemampuan membaca anak.
Anak yang terbiasa membaca dan terfasilitasi oleh orang tua di rumah dapat
menumbuhkan minat baca anak.
2) Kemampuan Matematika
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sanders dan Sheldon, dalam Miftakhul
Jannah (2020) menyatakan bahwa peranan orang tua secara langsung
memiliki dampak pada pencapaian kemampuan matematika anak.
3) Kemampuan Sains
Penelitian Senler dan Sungur dalam Miftakhul Jannah (2020) menyatakan
bahwa terdapat hal positif antara peranan orang tua dalam capaian
kemampuan sains anak. Walaupun penelitian tentang peranan orang tua
terhadap kemampuan sains masih relatif sedikit, tetapi dengan
berkembangnya ilmu pengetahuan saat ini dan ketertarikan masyarakat
terhadap sains semakin tinggi sehingga hal ini menjadi penting untuk
dipelajari.
Partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi
mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa
kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal.
Kepedulian masyaraakt terhadap penyelenggaraan kegiatan akademik yang
lebih berkualitas, dapat diwujudkan dengan dukungan orangtua dan masyarakat
unutk mengawasi dan membimbing belajar anak dirumah.
Siswa yang memiliki dukungan akademik dari orang tua akan memiliki
level yang lebih tinggi dalam belajar. Karena mereka akan berperilaku lebih
baik dan termotivasi dalam belajar, mereka akan lebih banyak meluangkan
waktunya untuk pekerjaan sekolah dan dukungan orang tua yang berkualitas
akan mampu mempengaruhi prestasi belajar anak. Dukungan akademik dari
orangtua sebagai persepsi siswa terhadap tingkat dukungan dalam hal
akademik yang diberikan orang tua. Aspek-aspek dukungan akademik orang
tua adalah:
1. Interpersonal (Hubungan dan komunikasi antar anak dan orang tua)
2. Cognitive (Interpretasi harapan orang tua pada anak sehubungan dengan
masalah akademik)
3. Emotional (Orang tua memberikan dukungan dan dorongan dalam hal
belajar dan akademik)
4. Behavioral (Orang tua melakukan kontrol terhadap perilaku anak dan
monitoring apa yang dilakukan anak)
5. Instrumental (Mendampingi secara langsung pekerjaan sekolah, berdiskusi
dengan anak tentang hal yang berhubungan dengan sekolah, menyediakan
bahan dan sumber belajar seperti buku, alat tulis, dan sebagainya)
Da Roche (1985) dalam A. Suriansyah (2015) menyebutkan lima pokok
yang harus ditekankan dan menjadi perhatian utama untuk dibina,
dikembangkan dan ditingkatkan sekolah melalui kegiatan hubungan sekolah
dan masyarakat yakni:
1. Children’s and oarents work habits. Kegiatan yang terkait dengan kebiasaan
kerja anak di rumah sebagai bentuk partisipasi orang tua murid terhadap
pendidikan di sekolah mencakup beberapa kegiatan sebagai berikut:
a. Struktur, kegiatan rutin dan prioritas.
b. Waktu ubtuk belajar, bekerja, bermain, tidur, dan membaca.
c. Ruang untuk melaksanakan hal-hal diatas.
d. Tanggapan, tepat waktu dan berbagi.
2. Academic guidance and support. Pengembangan akademik sebagai bentuk
partisipasi orang tua kepada sekolah, mencakup beberapa kegiatan yakni:
a. Dorongan, ketertarikan dan komitmen
b. Hadiah, persetujuan dan reward
c. Pengetahuan tentang kekuatan, kekurangan dan masalah anak
d. Supervisi terhadap tugas , belajar dan aktivitas anak
e. Penggunaan referensi
3. Stimulation to explore and discuss idea and events. Menstimulasi anak dan
berdiskusi dengan anak dirumah sebagai bentu partisipasi orang tua
terhadao sekolah, mencakup beberapa kegiatan yakni:
a. Keluarga, orang tua, dan aktivitas anak
b. Percakapan, games, hobi, bermain dan membaca
c. Budaya keluarga
d. Diskusi tentang buku, tv, koran dan majalah
4. Language development in the home. Kegiatan pengembangan bahasa anak
di rumah sebagai bentuk partisipasi orang tua kepada sekolah mencakup
beberapa kegiatan yakni:
a. Kecakapan dengan bahasa ibu
b. Penggunaan bahasa yag benar
c. Kebiasaan berbicara dengan baik
d. Pengembangan pola kaliman dan vocab
e. Mendengar, membaca, berbicara dan menulis
5. Academic aspiration and expectations. Aspirasi akademik dan harapannya
sebagai bentuk partisipasi orang tua murid kepada sekolah, mencakup
beberapa kegiaran sebagai berikut :
a. Motivasi untuk belajar dengan baik
b. Dukungan dan dorongan
c. Pengetahuan orang tua tentang aktivitas sekolah, guru, kelas dan
pelajaran
d. Standar dan ekspektasi
e. Pendampingan terhadap aspirasi anak
f. Rencana untuk menuju sekolah tinggi, universitas dan masa depan
g. Bersahabat dengan mereka yang memiliki ketertarikan dengan
pendidikan
h. Pengorbanan waktu dan dana.

D. Dukungan Non Akademik


Mengawasi/Membimbing Kebiasaan Anak Belajar di Rumah:
a. Mendorong anak dalam belajar secara teratur di rumah. Dalam hal ini
orangtua harus memberikan motivasi, dorongan dan menciptakan situasi dan
kondisi (iklim) yang memungkinkan bagi anak untuk belajar.
b. Mendorong anak dalam menyusun jadwal dan struktur waktu belajar serta
menetapkan prioritas kegiatan di rumah. Orangtua perlu memberikan
dorongan agar budaya anak tercipta di rumah inelalui kegiatan yang
terjadwal. waktu yang terstruktur serta mampu memilih prioritas kegiatan
yang bermanfaat di rumah
c. Membimbing dan mengarahkan anak dalam penggunaan waktu belajar
bermain dan istirahat..
d. Membimbing dan mengarahkan anak melakukan sesuatu kegiatan yang
menunjang pelajaran di sekolah. Banyak kegiatan yang dapat dilakukan
anak di rumah yang menunjang kegiatan pembelajaran disekolah. Bahkan
anak dapat membuat karya – karya ilmiah dengan menggunakan lingkungan
sebagai media belajar. Hal ini menuntut orangtua memiliki pemahaman
tentang kegiatan – kegiatan tersebut.
Menurut Riana (dalam Hakim, 2019) yang menyatakan bahwa keluarga
memiliki peranan penting untuk memberikan dasar pendidikan, sikap serta
keterampilan dasar, seperti pendidikan agama, budi pekerti, sopan santun,
estetika, kasih sayang, rasa aman, dasar-dasar untuk mematuhi peraturan-
peraturan, dan menanamkan kebiasaan-kebiasaan. Selain hal tersebut, keluarga
memiliki kewajiban mengajarkan nilai-nilai tingkah laku sesuai dengan norma-
norma yang berlaku di masyarakat. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan
bahwa peran serta orang tua di sekolah berpengaruh terhadap prestasi siswa,
khususnya dalam hal non akademik
Orang tua sangat mendukung kegiatan anak disekolah dalam
meningkatkan prestasi non akademik yang terwadahi dalam kegiatan
ekstrakurikuler. Orang tua juga mendampingi anak ketika mereka mengadakan
kegiatan untuk mewakili sekolah dalam perlombaan. Selain itu orang tua juga
memberikan fasilitas penunjang bagi anaknya untuk melakukan kegiatan guna
mengembangkan bakat anak baik itu disekolah maupun di luar sekolah.
Orang tua sadar akan kemampuan dan bakat anaknya sehingga tidak
hanya lewat sekolah namun mereka juga memasukkan anak kedalam les
ataupun pelatihan tambahan yang ada diluar sekolah. Orangtua tidak hanya
memberikan tenaga namun juga dukungan berupa dana, motivasi, semangat,
dan semangat bagi anak. Orang tua juga sering memberikan apresiasi bagi anak
mereka seperti memberikan hadiah ketika anak mendapatkan kejuaraan.
Walaupun terdapat sebagian orang tua yang tidak bisa mendampingi anaknya
ketika ada kompetisi tetapi secara keseluruhan mayoritas orang tua mendukung
kegiatan anak, selalu memberikan arahan dan dorongan bagi anak.
Selain hal tersebut, menurut penelitian yang dilakukan Anita Dwi Lestari
(2017), ada beberapa partisipasi orang tua/ masyarakat yang mendukung
dibidang non akadamik sebagai berikut.
1. Partisipasi Orang Tua dalam Memilih Sekolah Anak
Eksistensi sekolah ditentukan oleh pengakuan masyarakat secara
objektif dan subjektif. Secara objektif sekolah dinilai berdasarkan pada
kondisi formal yang diakui keberadaannya. Secara subjektif bersumber pada
pengalaman personal dan informasi tentang sekolah. Orang tua
memasukkan anak-anaknya mereka ke sekolah yang dianggap unggul,
mempunyai kualitas yang baik, serta terdapat outcome yang berkompeten.
Partisipasi orang tua ketika memilihkan sekolah untuk anak cenderung
melihat kualitas sekolah tersebut. Selain itu kegiatan yang ada disekolah
juga mempengaruhi minat masyarakat untuk melirik ke sekolah tersebut.
Partisipasi orang tua dalam memilih sekolah untuk anak berdasarkan
atas musyawarah keluarga dan kemauan anak, dengan pertimbangan dari
segi kualitas sekolah tersebut, lingkungan sekolah, serta program apa saja
yang dijalankan oleh sekolah dalam mengembangkan prestasi peserta didik
tidak hanya dari segi akademis melainkan dari segi non akademik yang
berupa potensi-potensi yang dimiliki oleh peserta didik.
2. Partisipasi Orang Tua di Komite Sekolah
Orangtua umumnya mempunyai berbagai alasan untuk tidak terlibat
langsung secara aktif di sekolah, khususnya sebagai anggota Komite
Sekolah karena berbagai alasan, yang secara umum dikarenakan oleh
keterbatasan waktu, belum banyak informasi dari sekolah, belum diminta
untuk bergabung, keterbatasan dana serta belum paham tentang standar
mutu.
Rapat komite yang diselenggarakan tiap awal tahun, rapat program,
rapat mengenai iuran bagi peserta didik, serta jika ada bantuan seperti BSM,
PIP. Orang tua siswa memiliki keterlibatan dalam rapat Komite Sekolah,
mengambil raport anak setiap semesternya, dan menghadiri berbagai
kegiatan lain yang didadakan di sekolah, serta memberikan masukan berupa
ide atau gagasan terhadap sekolah.
3. Partisipasi Orang Tua dalam Pembiayaan Sekolah
Penilaian orang tua pada sekolah memiliki dimensi objektif dan
subjektif. Penilaian yang objektif sekolah didasarkan pada kondisi formal
sekolah sebagai lembaga pendidikan yang secara legal-formal diakui
keberadaannya. Sedangkan secara subjektif bersumber pada pengalaman
personal dan informasi tentang sekolah yang dihasilkan dari proses interaksi
sosial dalam keluarga. Dalam kontekas inilah, dengan kelebihan dan
kekurangan yang dimilki oleh setiap sekolah yang menjadi dasar bagi orang
tua untuk memilih sekolah bagi anak-anak. Sekolah yang dinilai unggul oleh
orang tua minimal memiliki lima indikator, antra lain: a) kelengkapan
sarana-prasarana; b) visi sekolah; c) kedisiplinan; d) professional kepala
sekolah dan guru; e) program sekolah.
Partisipasi untuk biaya sekolah menjadi polemik pada masyarakat. Ada
kecenderungan bahwa biaya sekolah yang dibebankan seimbang dengan
pelayanan yang diberikan. Partisipasi yang diberikan orangtua trehadap
anak juga berupa pemenuhan fasilitas belajar, sarana dan prasarana,
bimbingan belajar, pelatihan diluar sekolah, serta kasih sayang, dan lain-
lain.
4. Partisipasi Orang Tua dalam Mengatasi Problem Anak
Orang tua tidak hanya menyumbangkan pikiran untuk memilih sekolah
tapi juga memberikan fasilitas, kasih sayang, perhatian, memberi nasihat
dan memberikan solusi ketika anak mendapatkan masalah. Orang tua sangat
menginginkan anak-anaknya tidak hanya pintar sekolahnya tetapi juga
memiliki keterampilan. Tidak sedikit orangtua yang kurang memberikan
pengawasan bagi anak terlebih anak yang bermasalah disekolah. Namun,
banyak pula orang tua yang memantau anaknya ketika mereka dirumah
maupun diluar rumah.
Selain orang tua pihak sekolah pun selalu berupaya menanggulangi dan
mengatasi problem anak, mengingat guru di sekolah sebagai orangtua kedua
bagi anak sehingga mereka berupaya membentuk akhlak serta karakter yang
baik bagi anak. Di sekolah biasanya tedapat guru/ wali kelas yang
melakukan bimbingan dan konseling yang selalu memantau perilaku peserta
didik, mereka mengajarkan kedisipinan dan taat terhadap tata tertib yang
dibuat oleh sekolah, bagi mereka yang melanggar tentunya akan dikenakan
sanksi yang biasanya berupa teguran, peringatan atau pun panggialan
kepada orang tua bagi anak yang melakukan penyimpangan.
DAFTAR PUSTAKA BAB VII

Jannah, Miftakhul. 2020. Partisipasi Orang Tua dalam Meningkatkan Kualitas


Pendidikan Dasar Anak. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Pendidikan Guru Sekolah Dasar.Universitas Negeri Malang. Malang.
Hakim, Arif Rohman., Sholeh Muchhamad., dan Santoso, Slamet. 2019.
Keterlibatan dan Pemahaman Orang Tua, Guru, dan Masyarakat dalam
Pembelajaran Pendidikan Jasmani di Sekolah Dasar. E-jurnal UTP
Lestari, Anita Dwi. 2017. Partisipasi Orang Tua Dalam Meningkatkan Prestasi
Non Akademik Anak di SMP Negeri 2 Pracimantoro. Program Studi
Kebijakan Pendidikan. Fakultas Ilmu Pendidikan. Universitas Negeri
Yogyakarta. https://eprints.uny.ac.id/53073/ (diakses pada 30 September
2021).
Persada, Nova Eka., Pramono, E. Suwito., dan Murwatiningsih. 2017. Pelibatan
Orang Tua pada Pendidikan Anak di SD Sains Islam Al Farabi Sumber
Cirebon. Educational Management Journal Universitas Negeri Semarang,
6(2): 100-108.
Rodliyah, St. 2013. Partisipasi Masyarakat Dalam Pengambilan Keputusan dan
Perencanaan di Sekolah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suriasnyah, Ahmad. 2014. Manajemen Hubungan Sekolah Dengan Masyarakat:
Dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: Rajawali Pers.
Suriansyah, Ahmad. 2015. Manajemen Hubungan Sekolah dengan Masyarakat:
Dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: Rajawali Pers
BAB VIII
MENGGALANG DUKUNAGAN MASYARAKAT

A. Upaya Menggalang Dukungan Masyarakat


Dukungan masyarakat dan orangtua murid terhadap berbagai
program dan kebutuhan sekolah merupakan aspek yang sangat penting dan
strategis dalam percepatan peningkatan mutu sekolah secara keseluruhan.
Orangtua murid dan masyarakat adalah salah satu sumber daya pendidikan
yang memiliki potensi dan kekuatan besar untuk berkontribusi terhadap
penyelenggaraan pendidikan berkualitas. Kenyataan yang kita hadapi selama
ini dukungan orangtua murid dan masyarakat terhadap pendidikan masih
tergolong kecil/rendah, khususnya tentang aspek akademik. Demikian pula
halnya dengan dukungan aspek nonakademik seperti sarana prasarana, dan
dana, lebih-lebih dalam era sekarang sedang digaungkan pendidikan gratis.
Akibatnya sekolah tidak dapat memperbaiki sekolah meskipun
hanya sekedar mengganti atap yang memerlukan dana sangat kecil.Untuk
percepatan peningkatan kualitas sekolah melalui pemenuhan 8 (delapan)
standar nasional pendidikan (8 SNP) diperlukan upaya penggalangan
dukungan orangtua murid dan masyarakat serta stakeholderuntuk
mengembangkan, membangun dan meningkatkan mutu pendidikan di
sekolah. Hal ini mutlak diperlukan mengingat pemerintah dan pemerintah
daerah masih memiliki keterbatasan dalam memberikan dukungan semua
kebutuhan sekolah untuk semua sekolah.Hal yang perlu diperhatikan untuk
menggalang dukungan masyarakat agar bersedia dan turut mendukung
sekolah adalah isu yang akan digunakan. Oleh sebab itu pemilihan isu yang
tepat akan berpengaruh terhadap perhatian dan dukungan mereka terhadap
sekolah. Sekolah perlu memiliki kepekaan yang tajam dalam menangkap isu
yang ada dimasyarakat untuk diangkat menjadi isu pendidikan dalam rangka
menggalang dukungan masyarakat terhadap pendidikan di sekolah. Isu yang
menarik untuk dipakai sebagai upaya menggalang dukungan harus memenuhi
beberapa persyaratan sebagai berikut:
1. Isu memang benar-benar penting dan berarti bagi masyarakat. Isu
sebaiknya dalam lingkup yang terbatas lebih dahulu sertaisu tersebut
memiliki kekhasan. Misalnya isu tentang standar kelulusan ujian nasional
mata pelajaran Bahasa Inggris, matematika dan bahasa Indonesia, isu ini
tergolong terbatas hanya pada 3 (tiga) mata pelajaran, tetapi
karakter/kekhasannya sangat menarik masyarakat untuk terlibat dalam isu
tersebut.
2. Isu harus tetap mencerminkan adanya tujuan perubahan yang lebih besar
dalam jangka panjang.
3. Isu yang diungkapkan memiliki landasan untuk membangunkerjasama
lebih lanjut dimasa depan.
4. Apabila memungkinkan ajak beberapa tokoh masyarakat
untukmerumuskan isu penting yang perlu diangkap sebagai dasar untuk
membangun kerjasama dan dukungan.
Agar dukungan masyarakat terhadap sekolah (sekolah) benar-benar
memiliki nilai yang tinggi, maka kerjasama dengan kelompokpendukung
tersebut harus benar-benar efektif. Ada beberapa ciri-ciri kerjasama dalam
suatu kelompok dengan para pendukung yangefektif, yaitu:
1. Terfokus pada tujuan atau sasaran yang disepakati
2. Tegas dalam menetapkan jenis isu yang akan digarap/ditanggulangi serta
diantisipasi bersama
3. Ada pembagian peran dan tugas yang jelas diantara semua partisipan
4. Jaga dinamika dalam setiap proses kerjasama, karena itukelenturan
(fleksibilitas) harus benar-benar dijaga
5. Adanya mekanisme komunikasi yang baik dan lancar, danjelas, sehingga
semua tahu harus menghubungi siapa tentangapa dan pada saat kapan serta
dimana
6. Dibentuk untuk jangka waktu tertentu yang jelas.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka ada beberapa saran yang perlu
mendapatkan perhatian dan pertimbangan untuk menjaga tingkat
efektivitas kerjasama tersebut, yaitu sebagai berikut:
1. Hindari membentuk struktur organisasi formal, kecuali memang benar-
benar dibutuhkan. Meskipun demikian suasana nonformal dalam
struktur formal harus tetap dijaga dan terpelihara. Dalam rangka
membangun dukungan tidak perlu membentuk unit baru dalam struktur
di sekolah, tetapi gunakan struktur yang ada untuk menangani kegiatan
tersebut.
2. Delegasikan tanggung jawab dan peran seluas mungkin,kecuali pada
hal-hal yang memang sangat strategis dan hanyaboleh diketahui oleh
orang-orang tertentu. Hal ini untuk membangun partisipasi seluruh
anggota organisasi, dengan keterlibatan semua orang maka rasa
tanggung jawab keberhasilan juga akan tumbuh pada semua orang
yang dilibatkan.
3. Setiap produk keputusan hendaknya hasil keputusan bersama, bukan
hasil pemikiran seseorang. Berdayakan semua orang yang memiliki
kompetensi untuk mengambil keputusan, dan sejauh mungkin memiliki
data dan informasi yang valid dan akurat untuk keputusan yang akan
diambil. Dengan demikian semua orang akan memahami secara
mendasar kebijakan atau keputusan yang akan diambil.
4. Pahami berbagai kendala, kekurangan atau keterbatasan yang dimiliki
semua pihak. Dengan kata lain lakukan analisis SWOT (Strength,
Weaknes, Opportunities, Threath/ kekuatan,kelemahan, peluang dan
hambatan) analisis terhadap kelompok pendukung dan pihak sekolah.
5. Ambil prakarsa dan inisiatif untuk selalu menghidupkan saluran
komunikasi dengan semua pihak. Kegagalan pelaksanaan kegiatan,
adanya saling curiga, tuduh menuduh dan lain-lain sering bukan
disebabkan ketidakmampuan kepemimpinan, tetapi sebagai akibat
buntunya komunikasi dengan semua orang.
Dalam Suriansyah, Ahmad (2014: 102) ada beberapa hal diperlukan
adanya kemampuan sekolah untuk mengantisipasi faktor yang dapat
meningkatkan kemitraan/hubungan sekolah dengan masyarakat yaitu:
professional preparation, partnership selection and partnership reflection
and evaluation.
1. Professional preparation
Kapasitas sekolah untuk merancang dan mendesain secara baik strategi
berkolaborasi dengan masyarakat sebenarnya merupakan salah satu
indikator profesionalisme kepala sekolah dan pendidik atau
profesionalisme sekolah dalam mengelola keterlibatan dan peningkatan
kemitraan sekolah dengan masyarakat. Jadi, kemampuan membangun
partisipasi masyarakat dan orangtua murid di sekolah harusnya
menjadi salah satu ukuran dari tingkat profesionalisme kepala sekolah
dan guru. Apabila hal ini dapat tercipta kegiatan hubungan sekolah dan
masyarakat sudah menjadi kegiatan rutin sehari-hari. Ini berarti
kegiatan hubungan sekolah dengan masyarakat tidak akan menjadi
beban apalagi mengganggu sekolah. Bahkan kegiatan hubungan
sekolah dengan masyarakat dan orangtua murid menjadi kebutuhan
sekolah
yang harus dipenuhi.
Hal tersebut menuntut profesionalisme para kepala sekolah dan
pendidik dalam menyelenggarakan kegiatan kemitraan, kolaborasi dan
atau kerjasama dalam berbagai bentuk. Tema-tema seperti strategi
kolaborasi dengan masyarakat, keluarga dan orangtua murid serta
pemahaman yang mendalam tentang apa dan bagaimana
menggerakkan orangtua dan masyarakat untuk terlibat dalam
pengembangan sekolah dan progres akademik anak harus menjadi
bagian dalam pengembangan profesionalisme tenaga pendidik dan
kependidikan. Sayangnya berbagai persiapan tersebut tidak dilakukan
sejak awal pada saat mereka akan menjadi pendidik. Hampir sebagian
besar program studi di perguruan tinggi yang menyiapkan tenaga
pendidik belum memasukkan kemampuan tersebut sebagai bagian dari
kurikulum mereka. Hal tersebut juga ternyata tidak masuk dalam
berbagai kegiatan pelatihan yang dilakukan oleh institusi yang
bertaggung jawab terhadap peningkatan mutu tenaga pendidik dan
kependidikan serta mutu sekolah. Akibatnya pada saat menjadi
pendidik dan kepala sekolah kegiatan kemitraan dan kolaborasi dengan
masyarakat jarang dilakukan, semua kebutuhan untuk pengembangan
pendidikan selalu bergantung pada pemerintah.
2. Partnership selection
Memilih organisasi atau kelompok masyarakat sebagai mitra bagi
sekolah memerlukan profesionalisme semua elemen sekolah. Oleh
sebab itu, pengembangan profesionalisme para pendidik juga
membantu kemampuan untuk memilih kelompok atau organisasi yang
tepat sebagai mitra sekolah serta kemampuan untuk melihat peluang
kemitraan bagi kemajuan sekolah. Banyak patner masyarakat yang
dapat dijadikan mitra sekolah dalam pengembangan sekolah, tetapi
tidak semua organisasi dan kelompok masyarakat atau individu tokoh
masyarakat dapat dijadikan mitra sekolah. Perlu dipilih mana yang
benar-benar dapat dijadikan mitra untuk kemajuan sekolah dan tidak
membawa sekolah ke arah yang lain, misalnya untuk kepentingan
politik praktis.
3. Partnership reflection and evaluation.
Epstein, dkk (2009) dalam Suriansyah, Ahmad (2014: 102)
menyatakan bahwa refleksi dan evaluasi kegiatan keterlibatan orangtua
murid dan masyarakat sangat penting dilakukan, sebab kolaborasi
dengan masyarakat adalah proses bukan sebuah event kegiatan saja.
Oleh sebab itu, penting bahwa mitra selalu melakukan refleksi dan
evaluasi terhadap semua kegiatan kolaborasi. Dari hasil refleksi dan
evaluasi ini sekolah dan mitra sekolah dapat melakukan upaya
perbaikan dan mungkin perencanaan ulang terhadap semua kegiatan
apabila kegiatan belum mencapai sasaran.

A. Peranan Kepala Sekolah Dalam Menggalang Dukungan Masyarakat


Untuk dapat mengaktifkan orang tua murid, tokoh masyarakat, komite
sekolah dan stakeholders, salah satu strategi yang dapat ditempuh di luar
badan-badan formal seperti komite sekolah adalah menarik perhatian
masyarakat melalui mutu pendidikan yang dihasilkan oleh staf pengajar.
Artinya hubungan akrab dengan masyarakat dimulai dengan memajukan
dan menunjukkan mutu pendidikan yang meyakinkan mereka, hal ini
dapat ditunjukkan melalui produk kualitas lulusan. Untuk itu dalam
Suriansyah, Ahmad (2014: 97) yang sejalan dengan TIM Pengembangan
Pendidikan (2007) disarankan untuk dilakukan beberapa langkah berikut:
1. Bina pengajar secara aktif, sehingga mereka berdedikasi dan
professional. Dalam kaitan ini maka kepala sekolah perlu
mengembangkan budaya kerja yang berkualitas dilingkungannya.
Budaya kerja harus dimulai oleh pimpinan untuk selanjutnya
kembangkan suasana kerja (iklim kerja) yang kondusif sehingga
melahirkan kemauan untuk bersikap dan bertindak professional oleh
semua warga sekolah. Dalam kaitan ini Suyata (1996) dalam TIM
Pengambangan Pendidikan (2007) menyatakan bahwa karakteristik
budaya kerja sekolah yang dapat membangun mutu adalah:
a. Kedisiplinan. Kedisiplinan semua warga sekolah merupakan salah
satu cerminan/indikator budaya kerja disekolah. Kedisiplinan tidak
akan terbentuk secara otomatis, tetapi terbentuk melalui suatu
proses. Dalam proses pembentukan kedisiplinan lebih banyak
berlangsung secara imitasi atau peniruan. Karena itu maka agar
terjadi imitasi yang baik harus dimulai dari kepala sekolah yang
selalu mencerminkan sikap kedisiplinan dalam melaksanakan
tugas-tugasnya di sekolah. Tidak akan pernah ada sekolah yang
berdisiplin tinggi tanpa kepala sekolah yang berdisiplin. Dengan
demikian kepala sekolah hendaknya menjadi contoh dan tauladan
bagi semua warga sekolah.
b. Monitoring progress siswa, seberapa banyak frekuensi yang
diprogram sekolah untuk memonitor progress yang diperoleh
siswa, akan memberikan informasi yang selalu up to date tentang
perkembangan siswa. Di samping itu perlu diperhatikan apa dan
bagaimana proses monitoring tersebut dilakukan dan siapa yang
diberi tanggung jawab untuk melakukan monitoring progress
tersebut. Yang pasti monitoring perkembangan siswa harus
dilakukan dan diinformasikan kepada pelanggan eksternal dan
internal sekolah. Pada dasarnya masyarakat sebagai pelanggan
eksternal mengharapkan informasi yang akurat dan up to date
tentang perkembangan yang terjadi di sekolah setiap saat.
Kebutuhan akan informasi ini ,menjadi peluang bagi sekolah untuk
menjalin kerjasama yang harmonis.
c. Harapan yang tinggi terhadap siswa. Harapan yang tinggi terhadap
performansi siswa dan warga sekolah perlu dibangun dan ditumbuh
kembangkan agar dapat berfungsi sebagai penggerak bagi semua
orang untuk mencapainya.
d. Fokus perhatian warga sekolah pada proses pembelajaran. Semua
warga sekolah harus berupaya memfokuskan perhatian bahwa
prestasi sekolah dihasilkan dari proses pembelajaran, karena itu
semua komponen harus mendukung terciptanya proses
pembelajaran berkualitas dari peran dan fungsinya masing-masing.
Untuk itu Niron (2001) dalam TIM Pengembangan Pendidikan (2007)
menyatakan bahwa kepala sekolah harus memperhatikan beberapa hal
pokok berikut ini agar dapat mencapai target mutu yaitu:
a. Mengidentifikasi pelanggan sekolah. Siapa pelanggan sekolah
sebenarnya, Sallis (1993) menyatakan setiap orang di sekolah
memiliki peran ganda yaitu sebagai pelayan sekaligus sebagai
pelanggan, yaitu mereka sebagai pelayan untuk orang lain (guru
terhadap muridnya), tetapi dia juga sebagai pelanggan pelayanan
(guru dari pelayanan kepala sekolah). Untuk itu maka kepala
sekolah sudah seharusnya memberikan pelayanan yang bermutu
kepada semua staf sekolah. Sebab pada dasarnya staflah (guru-
guru dan staf tata usaha) yang membuat kualitas menjadi baik atau
menurun.
Dengan demikian maka pelanggan internal ini perlu mendapat
perhatian utama agar mereka mendapatkan kepuasan dalam
bekerja. Kepuasan yangdiperoleh pelanggan internal (guru dan
siswa serta staf yang ada di lingkungan sekolah) akan memberikan
pengaruh terhadap pelayanan yang mereka berikan terhadap
pelanggan eksternal.
b. Mengidentifikasi kebutuhan pelanggan. Kepala sekolahperlu
mengetahui secara jelas apa yang diinginkan oleh pelanggan,
khususnya pelanggan internal yaitu guru-guru, staf dan siswa.
Sebab merekalah sebenarnya ujung tombak bermutu tidaknya
produk sekolah yang dihasilkan. Hal ini sangat strategis mengingat
peran mereka selain sebagai pelanggan yang harus mendapatkan
pelayanan dari kepala sekolah, mereka juga sebagai pelayan yang
memberikan pelayanan kepada orang lain seperti guru kepada
siswanya.
c. Menetapkan target produk yang diinginkan, khususnya kualitas
produk yang ingin dicapai. Dari sisi menajamen pendidikan
tampilan produk suatu sekolah menjadi citra bagi sekolah di
tengah-tengah masyarakatnya. Produk yang berkualitas menjadi
cerminan akan kualitas pelayanan yang diberikan. Hal yang harus
disadari sepenuhnya oleh semua warga sekolah adalah bahwa
pusat utama kegiatan di sekolah adalah pelayanan proses
pembelajaran. Karena itu kualitas pembelajaran harus menjadi
target utama perhatian kepala sekolah.
d. Mengembangkan misi, visi dan tujuan secara jelas. Triguno (1977)
menyatakan bahwa warna budaya kerja adalah suatu produktivitas
berupa perilaku kerja yang dapat diukur seperti kerja keras, ulet,
disiplin, produktif, tanggung jawab, bermotivasi, kreatif, inovatif,
responsive dan mandiri. Ini berarti bahwa budaya kerja seperti
terseburt merupakan dasar yanag akan menghasilkan kualitas
proses kerja. Dengan demikian maka apabila seseorang ingin
berkualitas kerja maka dia harus memiliki proses kerja yang
berkualitas, proses kerja yang berkualitas hanya mungkin ada
apabila seseorang memilikibudaya kerja.
Agar lebih berhasil dalam melakukan perubahan yang berorientasi
pada mutu, Sukardi (2001) dalam TIM Pengembangan Pendidikan
menyarankan kepada para kepala sekolah hendaknya mengakomodasi
lima prasyarat penting untuk terjadinya Manajemen Mutu Terpadu.
Implementasinya manajemen mutu menggunakan prinsip-prinsip
ilmiah yaitu:
a. Penggunaan 4 langkah siklus yaitu: merencanakan (planning),
melaksanakan (do), Mengontrol (controlling) dan bertindak
(Action) atau oleh Deming sering disebut dengansingkatan PDCA.
b. Data emperik merupakan dasar dalam setiap pengambilan
keputusan, menentukan prioritas dan perubahan- perubahan dalam
organisasi. Tanpa data yang akurat dan valid maka keputusan yang
diambil tidak akan memberikan dampak terhadap peningkatan
mutu proses kegiatan serta hasilnya.
c. Melakukan prediksi, sebagai upaya antisipasi untuklebih
menyempurnakan produk di masa yang akan datang. Dengan
demikian produk dan mutu yang dihasilkan akan selalu up to date
dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat serta selalu unggul
dibandingkan dengan pesaing lainnya.
d. Berfokus pada kepuasan pelanggan. Artinya bahwa segala kegiatan
dan pelayanan harus selalu ditingkatkan secara terus menerus agar
didapat kepuasan pelanggan. Dalam dunia pendidikan di sekolah,
pelanggan internalnya adalah guru, siswa, staf dan sebagainya.
Untuk itu maka kepuasan kerja guru, staf dan kepuasan siswa
dalam belajar adalah pertimbangan sentral utama yang harus
diperhatikan oleh seorang kepala sekolah. Makin tinggi kepuasan
para pelanggan, akan memberikan kontribusi dalam meningkatkan
mutu proses kegiatan yang dilakukan oleh mereka.
e. Lebih menekankan pendekatan siklus dalam memperbaiki
organisasi. Konsep ini beranggapan bahwa perbaikan dan
perubahan organisasi tidak dapat dilakukan seperti membalik
telapak tangan, tetapi memerlukan waktu yang cukup dan
berkelanjutan. Untuk itu maka perbaikan dan perubahan organisasi
ditempuh melalui siklus tertentu atau menggunakan tahapan-tahap
perbaikan.
Adapun dalam Suriansyah, Ahmad (2014: 97-98) berdasarkan
pendapat Sukardi (2001) menyarankan kepada para kepala sekolah
hendaknya mengakomodasi lima prasyarat penting untuk terjadinya
Manajemen Mutu Terpadu, yaitu:
a. Para pemimpin struktural dalam organisasi sekolah perlu memiliki
pandangan jauh ke depan tentang kemana lembaga sekolah akan
diarahkan. Dalam hal ini para pemimpin harus mengerti Visi, Misi
dan Tujuan Institusinya masing-masing secara mendalam.
b. Para civitas akademika (semua warga sekolah) perlu memiliki
kemampuan profesi yang mancakup kemampuan individual,
kemampuan kelompok yang diciptakan secara sistimatis melalui
program pendidikan dan pelatihan. Artinya perlu pembinaan
berkelanjutan melalui diklat, lokakarya, seminar, atau pembinaan
internal oleh sekolah melalui diskusi bulanan, semesteran dan
sebagainya.
c. Adanya apresiasi insentif baik materi maupun insentif psikologis
seperti kemungkinan dan kemudahan promosi, penghargaan atas
prestasi pekerjaan.
d. Tersedianya sumber daya dan mekanisme penempatan yang sesuai
dengan keahliannya masing-masing. Meskipun demikian perlu
juga dipertimbangkan aspek psikologis seperti kemauan dan
komitmen tugas selain keahlian dalam menempatkan seseorang
pada pekerjaan tertentu. Keahlian saja tidak akan membawa orang
berprestasi tanpa adanya kemauan dan komitmen yang kuat untuk
berprestasi kerja.
e. Adanya rencana kerja dan strategi sekolah yang tergambar dalam
Visi, Misi dan tujuan organisasi serta rencana operasional (Renstra
dan Renops).
2. Pacu para pengajar untuk berprestasi dan melaksanakan pembelajaran
secara efektif, sehingga dapat menghasilkan lulusan yang berprestasi.
Banyak contoh sekolah favorit diserbu oleh masyarakat dengan biaya
mahal karena lulusannya berprestasi tinggi, dapat melanjutkan ke
sekolah yang bermutu (lanjutan maupun perguruan tinggi). Apabila hal
ini dapat dilakukan masyarakat akan sangat mudah diminta
bantuannya, tenaga, waktu bahkan materi sekalipun. Untuk memacu
percepatan mutu melalui percepatan peningkatan mutu tenaga ini maka
suasana kondusif yang memungkinkan tumbuh dan berkembangnya
motivasi kerja, kemauan (willingness) dankomitmen kerja merupakan
prasyarat yang harus dipenuhi.
Pendekatan manajemen modern memungkinkan terciptanya suasana
yang menumbuhkan kemauan, komitmen dan motivasi karyawan
dalam meningkatkan mutu kerjanya. Untuk itu maka pimpinan sekolah
perlu mengetahui secara jelas apa dan bagaimana kebutuhan para
karyawan di sekolahnya, sehingga apa yang menjadi kebutuhan
karyawan sejalan dengan apa yang diinginkan oleh lembaga sekolah.
3. Bina semua staf sekolah agar mereka memahami secara jelas dan tepat
apa yang diinginkan oleh sekolah terhadap masyarakat. Sebab setiap
tenaga pendidikan di sekolah mau tidak mau dan sengaja atau tidak
sengaja bahkan disadari atau tidak disadari adalah juru bicara sekolah
yang suatu saat akan ditanya masyarakat tentang sekolahnya. Apabila
staf sekolah tidak memahami sejara jelas dan tepat tentang berbagai
program serta kebijakan sekolah, ada kemungkinan akan memberikan
penjelasan yang tidak tepat. Hal ini akan berakibat pada image yang
kurang baik terhadap sekolah. Oleh sebab itu semua staf sudah
semestinya harus mengetahui apa dan bagaimana kebijakan sekolah
dalam pengelolaan sekolah.
Pelaksanaan pengelolaan hubungan sekolah dengan masyarakat sering
dihadapkan pada masalah sulitnya meningkatkan keterlibatan orangtua
murid, masyarakat atau tokoh masyarakat secara individual dalam
mendukung upaya peningkatan mutu di sekolah. Sehubungan dengan
pembinaan dan peningkatan keterlibatan mereka dalam dunia pendidikan
yang fokus pada peningkatan mutu sekolah, Epstein, dkk (2009) dalam
Suriansyah, Ahmad (2014: 99) menyarankan agar keterlibatan
keluarga/orangtua murid dan masyarakat terhadap keberhasilan program-
program pendidikan semakin tinggi, maka diperlukan peran sekolah yang
kuat dalam mengelola keterlibatan mereka. Dalam kaitan ini Epstein, dkk
(2009) dalam Suriansyah, Ahmad (2014: 99) menyarankan ada beberapa
hal yang harusnya dapat dilakukan sekolah untuk meningkatkan
keterlibatan masyarakat dalam dunia pendidikan di sekolah yaitu: high
commitment to learning, principal support for community involvement, a
wilcom school climate, two-way communication. Penjelasan untuk
masing-masing hal tersebut di atas secara rinci dapat diuraikan sebagai
berikut:
1. High commitment to learning
Kemitraan dengan masyarakat dan orangtua murid harus difokuskan
dan komitmen hanya ditujukan untuk kemajuan siswa (student
centered) bukan untuk kepentingan lainnya di luar kepentingan
kemajuan sekolah. Oleh sebab itu, kepala sekolah maupun pendidik
di sekolah harus menjaga komitmennya dalam setiap bentuk aktivitas
kemitraan, kerjasama atau hubungan dengan masyarakat. Komitmen
sekolah untuk peningkatan kualitas pembelajaran akan menghasilkan
proses pembelajaran yang berkualitas yang akan menyebabkan
lulusan yang bermutu. Lulusan bermutu inilah yang menjadi idaman
bagi semua orangtua dan masyarakat. Semakin bermutu sekolah,
semakin disenang orangtua dan masyarakat, maka mereka semakin
berpartisipasi kepada sekolah. Hal ini dapat kita lihat pada sekolah-
sekolah bermutu (apalagi sekolah swasta), dukungan masyarakat dan
orangtua murid sangat besar.
2. Principal support for community involvement
Di sadari bahwa kerjasama dan kemitraan dengan masyarakat serta
orangtua murid merupakan hal yang sangat strategis dan penting
untuk kemajuan sekolah. Untuk itu faktor visi dan misi
kepemimpinan kepala sekolah sangat menentukan keberhasilan
kemitraan ini. Banyak hasil penelitian yang menyatakan bahwa
keberhasilan sekolah secara optimal sangat tergantung dari kualitas
kepala sekolah. Dalam konteks hubungan sekolah dan masyarakat
peran kepemimpinan kepala sekolah sangat besar. Dukungan yang
kuat dari kepala sekolah merupakan faktor penting dalam kegiatan
kemitraan ini. Untuk itu kepala sekolah sudah sejak awal harus
memiliki niat untuk memberi kesempatan yang luas kapada orangtua
murid dan masyarakat dalam berpartisipasi kepada sekolah sesuai
dengan fungsi, peran dan kemampuan masing-masing.
3. A welcoming school climate
Kemitraan dengan orangtua murid dan masyakat sangat efektif
apabila dilakukan dalam sekolah yang memiliki iklim yang sehat dan
terbuka. Sebab dengan iklim yang demikian orangtua dan masyarakat
akan merasa nyaman untuk bekerja sama. Terciptanya iklim ini
sangat tergantung dari keterbukaan sekolah, kepala sekolah dan
pendidik untuk menerima kehadiran orangtua dan masyarakat dalam
setiap bentuk kegiatan kolaborasi untuk kemajuan dan prestasi para
siswa.Sekolah perlu menciptakan suasana yang nyaman, aman dan
terbuka bagi semua orangtua murid dan masyarakat untuk datang ke
sekolah serta memberikan pelayanan yang memuaskan. Apapun
keperluan mereka ke sekolah dan siapapun mereka sekolah wajib
memberkan pelayanan yang memuaskan. Kita ketahui bahwa dalam
manajemen mutu sekolah harus dapat memberikan kepuasan
pelanggan, dan masyarakat serta orangtua murid adalah pemilik
sekaligus pelanggan sekolah.
4. Two-way communication
Kegiatan kerjasama dengan orangtua murid dan masyarakat secara
umum harus dilakukan dengan prinsip komunikasi dua arah, sebab
dengan komuinikasi yang demikian akan terjadi saling memberi
informasi. Sekolah membutuhkan banyak informasi tentang anak,
masalah belajar anak bahkan sumber-sumber yang dapat
dimanfaatkan, oleh sekolah dari masyarakat. Sebaliknya orangtua
memerlukan informasi tentang perkembangan anak di sekolah,
masalah belajarnya, perilaku dan progres prestasi belajar anak. Hal
tersebut hanya akan dapat dicapai apabila tercipta komunikasi dua
arah bahkan multi arah (multy way communication). Dalam kaitan ini
maka keterampilan komunikasi kepala sekolah dan guru harus selalu
ditingkatkan untuk menjamin aktivitas komunikasi dengan berbagai
pihak berjalan secara efektif.

C. Peran Guru Dalam Menggalang Dukungan Masyarakat


Peran yang dilakukan oleh guru mengandung makna hasil kerja,
kemampuan, prestasi atau dorongan untuk melaksanakan suatu pekerjaan.
Keberhasilan individu atau organisasi dalam mencapai target atau sasaran
tersebut merupakan kinerja. “kinerja adalah hasil kerja seseorang dalam
suatu periode tertentu yang dibandingkan dengan beberapa kemungkinan,
misalnya standar target, sasaran, atau kriteria yang telah ditentukan
terlebih dahulu
Guru adalah pendidikan profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi
peserta didik pada anak usia dini jalur pendidikan formal. Pendidikan
dasar, dan pendidikan menegah. Guru wajib memiliki kualifikasi
akademik, kompetensi akademik, kompetensi sertifikat pendidik sehat
jasmani dan rohani, serta memeliki kemampuan untuk mewujudkan
pendidikan nasional, yaitu terselenggaranya pendidikan yang berkualitas
bagi setiap warga negara.
Berikut beberapa peran guru yaitu;
1. Pengembangan kurikulum
Hal yang harus diperhatikan adalah memahami prinsip dalam
proses pengembangan kurikulum pembelajaran lalu menetapkan
tujuan yang ingin dicapai. Pada saat di kelas, guru mengacu pada
kurikulum yang telah ditetapkan dengan membuat rencana
pembelajaran agar proses belajar mengajar lebih terarah. Selain itu,
adanya pedoman kurikulum memmudahkan guru dalam
mengembangkan instrumen pembelajaran yang digunakan sebagai alat
bantu dalam proses belajar mengajar. Pengembangan kurikulum
dilakukan secara terintegrasi dan berkesinambungan. Jadi kurikulum
itu, di kembangkan sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai dari
setiap peserta didik. Metode pembelajaran juga dikaitkan dengan
kurikulum yang ada.
2. Melakukan pembelajaran yang mendidik
Guru perlu memahami prinsip pembelajaran mendidik. Prinsip
ini berguna dalam mengembangkan komponenkomponen rancangan
pembelajaran. Setelah itu dilakukan penyusunan rancangan
pembelajaran baik yang dilakukan di dalam kelas maupun di luar
kelas dengan memperhatikan standar keamanan yang dipersyaratkan.
Lebih lanjut, digunakan media pembelajaran dan sumber belajar yang
relevan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran yang
diampu untuk mencapai tujuan pembelajaran secara utuh.
3. Kontrak pembelajaran dengan peserta didik
Hal ini diperlukan agar peserta didik memahami aturan-aturan
demi tercapainya tujuan pembelajaran Teknologi berfungsi sebagai
media pembantu dalam proses pembelajaran seperti dijadikan
instrumen pembelajaran. Penggunaan laptop, OHP, ataupun proyektor
merupakan salah satu bentuk penggunaan teknologi dalam proses
belajar mengajar. Apalagi di era digital sekarang ini yang menuntut
agar guru memiliki penguasaan teknonologi yang mumpuni agar tidak
ketinggalan jauh. Misalnya penggunaan internet sebagai media
pembelajaran.
4. Guru menyediakan berbagai kegiatan pembelajaran yang kreatif dan
inovatif
Guru perlu mendorong peserta didik mencapai prestasi secara
optimal. Selain di dalam kelas, proses pembelajaran juga terkadang
mengikutkan pembelajaran lapangan. Menyisipkan nilai-nilai moral
pendidikan dalam setiap pembelajaran berlangsung. Sebagai guru,
kreativitas sangat diperlukan agar peserta didik mampu mengikuti
proses belajar megeajar dengan baik. Jadi kemampuan sebagai
seorang guru juga perlu diperhatikan khususnya bagaimana
melakukan proses pembelajaran yang aktif dan menyenangkan.
5. Mengguanakan Cara atau strategi
Misalnya tidak menggunakan bahasa yang sulit dimengerti oleh
peserta didik. Penyampaian dan sikap dalam berkomunikasi juga
sangat diperlukan sehingga kita dapat mengetahui dengan pasti respon
yang diberikan oleh peserta didik. Misalnya saja ketika proses belajar
mengajar sedang berlangsung. komunikasi dilakukan secara persuasif
dengan melakukan pendekatan langsung pada siswa. Jika dalam
proses belajar mengajar, menggunakan bahasa yang mudah dimengerti
oleh siswa. Selain itu memberikan contoh atau perumpamaan sanagt
penting agar siswa mampu mengasosiasikan materi pembelajaran
dengan kehidupan sehari-harinya.
6. Melakukan Penilaian
Penilaian disesuaikan dengan standar kompetensi yang
ditetapkan oleh sekolah. Kita sebagai guru juga memiliki penilaian
tersendiri namun ada acuan yang dijadikan sebagai patokan dalam
memberikan penilaian. Umumnya penilain itu dari nilai yang
diperoleh siswa ketika mengerjakan tugas, ulangan, maupun ujian
semesteran. Selain itu, sikap juga memiliki pengaruh yang sangat
penting dalam penilaian. penilaian pembelajaran ditetapkan melalui
kompetensi dasar yang telah 7 ditetapkan. Pengembangan
instrumentasi tes mengacu pada RPP. Ada beberapa aspek yang dinilai
yaitu kognitif yang berkaitan dengan pengetahuan, afektif yang
berkaitan dengan sifat atau karakter pesereta didik dan psikomotorik
yang berkaitan dengan perilaku peserta didik ketika berada dalam
lingkungan sekolah. Penilaian berfungsi sebagai bahan evaluasi bagi
peserta didik. Evaluasi tersebut bertujuan agar peserta didik
mengetahui tingkatan pembelajarannya. Dalam evaluasi, kita harus
menentukan aspek-aspek mana yang akan dievaluasi, tentnunya harus
sesuai dengan standar yang diinginkan. Selanjutnya, menentukan
prosedur evaluasi yang akan dilakukan misalnya dengan instrumen
tes. Setelah itu kita analisis berdasarkan standar yang telah ditetapkan.
Evaluasi digunakan untuk mengukur sejauh mana kemampuan siswa
dalam menyerap informasi pengetahuan yang disampaiakan oleh guru.
Dalam evaluasi, saya mengetes siswa melalui ujian tertulis ataupun
ujian lisan. Indikator penilaiannya saya gunakan pokok atau point-
point penting dari materi yang diberikan.
7. Melakukan Refleksi
Refleksi ini dilakukan agar kualitas pembelajaran meningkat.
Peserta didik yang tidak memenuhi ketuntasan belajar, akan diikutkan
remedial atau pengulangan. Hal ini bertujuan agar terjadi pemerataan
pengetahuan bagi peserta didik. Remedial tersebut mengacu pada
instrumen tes yang dibuat sebelumnya. Soal yang diberikan pun tidak
jauh berbeda. Untuk peserta didik yang telah memenuhi ketuntasan
belajar, kita analisis lebih jauh kekurangan dari metode yang
diberikan. Bagian mana yang dianggap kelemahan dan mana yang
dianggap sebegai kelebihan. Kelemahan tersebut akan diperbaiki pada
metode pembelajaran selanjutnya, sebaliknya kelebihankelebihannya
tetap dipertahankan. evaluasi umumnya digunakan sebagai acuan
dalam membuat materi pembelajaran atau memperbaiki metode
pembelajaran yang selama ini digunakan. Selain itu, remedial
diberikan kepada siswa yang belum tuntas proses pembelajarannya.
Hal ini bertujuan agar tercapai pemerataan pengetahuan dengan
peserta didik lainnya yang telah mencapai ketuntasan belajar.

D. Peran Komite Sekolah dalam Menggalang Dukungan Masyarakat


Dalam Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 dijelaskan bahwa Komite
Sekolah adalah lembaga mandiri yang beranggotakan orangtua/wali
peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli
pendidikan. Dalam Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 pasal 2
dijelaskan Komite Sekolah berfungsi dalam peningkatan mutu pelayanan
pendidikan. Komite Sekolah menjalankan fungsinya secara gotong
royong, demokratis, mandiri, profesional, dan akuntabel. Secara
kontekstual, peran Komite Sekolah ialah sebagai berikut :
1. Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan
pelaksanan kebijakan pendidikan di satuan pendidikan.
2. Pendukung (supporting agency), baik yang berwujud finansial,
pemikiran, maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di
satuan pendidikan.
3. Pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparansi dan
akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan
pendidikan.
4. Mediator antara pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat di
satuan pendidikan.
Dalam pasal 3 Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016, dalam
melaksanakan fungsi, komite sekolah bertugas untuk memberikan
pertimbangan dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan,
menggalang dana dan sumber daya pendidikan lainnya dari masyarakat
(baik perorangan, organisasi, dunia usaha, dunia industri maupun
pemangku kepentingan lainnya melalui upaya kreatif dan inovatif),
mengawasi pelayanan pendidikan di Sekolah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan, menindak lanjuti keluhan, saran, kritik,
dan aspirasi dari peserta didik, orangtua/wali, dan masyarakat serta hasil
pengamatan Komite Sekolah atas kinerja Sekolah.
Peran Komite Sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan perlu
mendapat dukungan dari seluruh komponen pendidikan, baik guru, Kepala
Sekolah, siswa, orang tua/wali murid, masyarakat, dan institusi
pendidikan. Oleh karena itu perlu kerjasama dan koordinasi yang erat di
antara komponen pendidikan tersebut sehingga upaya peningkatan mutu
pendidikan yang dilaksanakan dapat efektif dan efisien. Adanya hubungan
yang harmonis antar sekolah dan masyarakat yang diwadahi dalam
organisasi Komite Sekolah. Peran serta orang tua dan masyarakat dalam
memajukan program pendidikan, dalam bentuk: orang tua dan masyarakat
membantu menyediakan fasilitas pendidikan, memberikan bantuan dana
serta pemikiran atau saran yang diperlukan sekolah, orang tua memberikan
informasi kepada sekolah tentang potensi yang dimiliki anaknya, Orang
tua menciptakan rumah tangga yang edukatif bagi anak. Berkenaan dengan
peningkatan hubungan sekolah dengan masyarakat, subtansi
pembinaannya harus diarahkan kepada meningkatkan kemampuan seluruh
personil sekolah.
Keberadaan Komite Sekolah diharapkan tidak menjadi sebuah
formalitas semata. Sebagai sebuah badan yang mandiri, Komite Sekolah
memiliki komitmen dan loyalitas terhadap peningkatan kualitas
pendidikan. Mengingat peran penting komite sekolah terhadap upaya
peningkatan mutu pembelajaran, maka sekolah perlu menjalin hubungan
baik dengan orang tua dan masyarakat melalui komite sekolah. Hal ini
sangat diperlukan oleh sekolah untuk membantu keberhasilan program-
program sekolah, sehingga komite sekolah dapat berfungsi dalam
peningkatan pelayanan pendidikan; menjalankan fungsinya secara gotong
royong, demokratis, mandiri, profesional, dan akuntabel.
DAFTAR PUSTAKA BAB VIII

Larasati, Yuni Siska. (2009). Peran Komite Sekolah Dalam Meningkatkan Mutu
Pendidikan di SMA Ronggolawe Kota Semarang. Skripsi. Universitas
Negeri Semarang. Semarang.
Mudlafir, Ali. 2014. Pendidik Profesional. Jakarta: Rajawali Pers.
Mulyasa, E. 2008. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya
TIM Direktorat Tenaga Kependikan. 2007. Manajemen Peran Serta Masyarakat
Dalam Pengembangan Pendidikan Sekolah. Jakarta: Direktorat Tenaga
Kependidikan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidikan dan
Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional.
Sumiyati, Yohana. (2019). Partisipasi Komite Sekolah Dalam Penggalangan Dana
Pendidikan di SMP Taman Dewasa Ibu Pawiyatan. Wacana Akademika :
Majalah Ilmiah Kependidikan, 3(1), 75-84.
Suriansyah, Ahmad. 2014. Manajemen Hubungan Srkolah Dengan Masyarakat
Dalam Rangka Pemberdayaan Mayarakat. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
BAB IX
PROGRAM HUBUNGAN SEKOLAH DAN MASYRAKAT

A. Pengertian Program
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), program dapat
diartikan sebagai rancangan. Rancangan dapat dikatakan juga sebagai rencana
atau perencanaan. Menurut Tjokroamidjojo (Syafalevi, 2011. 28),
perencanaan merupakan suatu proses mempersiapkan secara sistematis
kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Perencanaan merupakan proses yang kontinu dan meliputi dua aspek,
yaitu formulasi perencanaan dan pelaksanaannya. Menurut Listyangsih
(2014 : 90), perencanaan dapat digunakan untuk mengontrol dan
mengevaluasi jalannya kegiatan, karena sifat rencana itu adalah sebagai
pedoman dari pelaksanaan kegiatan.
Dapat disimpulkan bahwa program bisa disebut sebagai perencanaan
yang dibuat sebagai pedoman atau patokan dalam melaksanakan kegiatan
untuk mencapai suatu tujuan. Program dibuat berdasarkan kondisi nyata yang
ada dilapangan menjadi kondisi yang seharusnya.

B. Aspek yang Perlu diperhatikan dalam Penyusunan Program


Menurut Koontz (Fattah, 1996), penyusunan program merupakan
proses intelektual yang menentukan secara sadar tindakan yang akan
ditempuh dan mendasarkan keputusan-keputusan pada tujuan yang akan
dicapai, informasi yang tepat waktu dan dapat dipercaya serta memperkirakan
keadaan yang akan datang.
Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam penyusunan program
diantaranya :
1. Kegiatan yang akan diprogramkan hendaknya disdasarkan pada hasil
analisis kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan serta data
pendukung lainnya.
2. Kegiatan yang diprogramkan harus benar-benar harus merupakan
kegiatan yang urgen atau sangat dibutuhkan dalam mendukung upaya
pencapaian tujuan.
3. Rencana program yang akan dilaksanakan harus mempunyai tujuan yang
jelas dan dapat mendukung ketercapaian tujuan lainnya.
4. Rencana kegiatan harus memiliki nilai ganda. Artinya, kegiatan yang
diprogramkan harus memberikan nilai tambah, baik untuk sekolah
maupun masyarakat..
5. Program harus mampu membangun citra yang positif. Citra positif dapat
dilihat dari terwujudnya dampak program dalam bentuk positif, seperti
prestasi sekolah, prestasi siswa dan menumbuhkan rasa bangga dari
orang tua terhadap anaknya dan sekolah tempat anak belajar. prestasi
yang dapat dicapai tidak hanya dari akademik, namun juga menyangkut
aspek nonakademik.
6. Program yang disusun hendaknya berorientasi pada tujuan yang akan
dicapai.
7. Dalam menyusun sebuah program juga perlu diperhatikan sumber daya
yang akan mendukung pelaksanaan program. Sumber daya ini dapat
dilihat dari aspek kualitas dan kuantitas. Ketersediaan jumlah dan
kualitas sumber daya akan mempengaruhi keberhasilan program yang
akan dibuat. Sumber daya yang berkualitas akan lebih besar pengarunya
terhadap efektivitas pelaksanaan program.

C. Membuat Program Hubungan Lembaga Pendidikan (Sekolah) dengan


Orangtua Murid/Masyarakat
 Perencanaan program yang efektif dan efesien menjadi pusat
perhatian bagi semua orang yang merasa bertanggung jawab terhadap
keberhasilan lembaga yang dipimpinnya atau anggota organisasi yang
merasa memiliki organisasinya.
Agar perencanaan program memberikan hasil yang sesuai dengan
apa yang menjadi tujuan organisasi, Ruslan (2002) menyatakan bahwa
perencanaan program harus didasarkan pada analisis tentang hal-hal
sebagai berikut:
a.  A searching look backward, yaitu penelusuran masa lampau,
pengalaman organisasi untuk mengetahui factor penentu yang
memegang peranan penting dalam keberhasilan dan mungkin juga
kegagalan dalam pelaksanaan program.
b.  A deep look inside, yaitu penelaahan mendalam tentang fakta dan
pendapat di lingkungan internal organisasi. Hal ini berarti perencana
harus melibatkan semuan orang dalam lingkungan internal organisasi
dalam bermusyawarah.
c.  A wide look around, yaitu meliat kecendrungan-kecendrungan yang
ada disekitar kita, serta situasi dan kondisi saat ini untuk merancang
rencana mendatang. Ketepatan dalam melakukan prediksi
kecendrungan lingkungan akan memberi kemungkinan besar
keberhasilan implementasi program.
d.  A long, long a head, yaitu melihat pada apa yang menjadi misi dan visi
utama organisasi. Dalam menyusun rencana program, maka panduan
utama yang harus diliat adalah visi dan misi sekolah. Program disusun
pada dasarnya adalah upaya untuk mencapai visi dan  misi sekolah.
Dalam bidang pendidikan apabila menggunakan perencanaan
strategik ternyata akan memberikan kecenderungan pada hasilnya yaitu
program yang lebih operasional, sehingga peluang akan keberhasilan
program menjadi lebih tinggi. Perencanaan strategik ternyata telah
dibuktikan berhasil membawa organisasi mencapai tujuan yang diinginkan
secara optimal. Sehubungan dengan hal ini R.G. Murdick (Suriansyah,
2001) menyebutkan beberapa langkah yang harus ditempuh dalam
melakukan perencanaan strategik bagi suatu lembaga, yaitu:
a) Analisis keadaan sekarang dan akan datang
b) Indenfikasi kekuatan dan kelemahan lembaga
c) Mempertimbangkan norma-norma
d) Indenfikasi kemungkinan dan resiko
e) Menentukan ruang lingkup hasil dan kebutuhan masyarakat
f) Menilai faktor-faktor penunjang
g) Merumuskan tujuan dan kreteria keberhasilan
h) Menetapkan penataan distribusi sumber-sumber
Secara sederhana aspek-aspek yang mutlak ada dalam perencanaan
program berisikan aspek-aspek sebagai berikut:
a. Masalah yang dihadapi.
Rumuskan masalah apa yang sedang dihadapi dalam rangka
pemberdayaan masyarakat. Misalnya rendahnya keterlibatan orangtua
siswa dalam pengawasaan putra-putrinya,
b. Kegiatan akan dilakukan.
Uraikan secara rinci kegiatan apa yang akan dilakukan atau
direncanakan untuk mengatasi masalah yang dirumuskan.
c.  Tujuan kegiatan.
Tujuan apa yang ingin dicapai untuk satu kegiatan yang
direncanakan. Misalnya kegiatan pertemuan orangtua murid dengan
guru dan pihak sekolah, tentukan tujuannya: meningkatkan kesadaran
orangtua akan pentingnya pengawasan mereka terhadap anak dan
bagaimana mengawasi anak-anak diluar rumah dan sekolah.
d. Target/sasaran kegiatan.
Tentukan siapa sasaran kegiatan yang akan menjadi subjek dan
objek kegiatan, serta berapa target yang ingin dicapai.
e.  Indikator keberhasilan.
Tentukan indicator apa yang dapat menunjukan bahwa suatu
kegiatan yang dilakukan
f.   Strategi/teknik pelaksanaan kegiatan.
Tentukan strategi apa yang akan digunakan untuk melaksanakan
kegiatan tersebut diatas, misalnya melalui panel diskusi, dialog dan
sebagainya (liat uraian tentang teknik hubungan sekolah dengan
masyarakat dan orangtua murid pada bagian terdahulu).
g.  Waktu dan tempat pelaksanaan kegiatan.
Tentukan kapan kegiatan akan dilaksanakan dan dimana kegiatan
tersebut akan dilakukan. Waktu pelaksanaan akan sangat berpengaruh
terhadap tinggi dan rendahnya tingkat partisipasi sasaran program
(orangtua murid dan masyarakat).
h.  Penanggung jawab dan pelaksana kegiatan.
Tentukan siapa yang menjadi penanggung jawab kegiatan dan
siapa yang menjadi pelaksana kegiatan. Pemilihan orang yang akan
dilibatkan hendaknya memperhatikan prinsip berdasarkan kemampuan
dan kemauan orang yang akan diberi kepercayaan. Kemampuan saja
tidak cukup untuk menunjuk pelaksana tanpa diiringi oleh kemauan.
Kejelasaan orang-orang yang diberi tanggung jawab sebagai pelaksana
akan meudahkan sekolah untuk meminta laporan dan
pertanggungjawaban serta monitoring keberhasilan kegiatan.
i. Pembiayaan.
Rumuskan berapa biaya yang diperlakuakan dan darimana
sumber biaya tersebut.dalam penetuan besaran biaya prinsip efisiensi
hendaknya menjadi pertimbangan utama.

D. Kriteria program kerja kemitraan sekolah


Ada beberapa kriteria program kerja kemitraan sekolah, orangtua
murid/ keluarga dan masyarakat untuk menjadi program kerja yang baik.
Dengan elemen-elemen yang lengkap program dapat diharapkan meningkatkan
dampaknya bagi kemajuan sekolah, orangtua murid dan masyarakat secara
umum. Sehubungan dengan hal tersebut Epstein, dkk (2009) membuat daftar
elemen-elemen program yang dinyatakan sebagai standar untuk program
kemitraan yang ekselin. Elemen-elemen tersebut adalah: teamwork, leadership,
plans for action, implementation and facilitation, evaluation, funding, support
and network connections.
a. Teamwork
Sekolah sejak awal sudah harus merencanakan dan menetapkan secara matang
siapa yang akan menjadi pelaksana kemitraan yang diprogramkan.
Pemilihan anggota tim harus didasarkan pada pertimbangan dua hal pokok
yaitu: kemauan (willingness) dan komitmen (commitment) seseorang.
Apabila sudah ditemukan orang-orang di sekolah yang memiliki dua hal
pokok tersebut, maka pertimbangan lainnya adalah kemampan komunikasi
dan integritas khususnya ketauladanan.
b. Leadership
Kepemimpinan di sekolah merupakan faktor yang sangat menentukan untuk
kesuksesan suatu institusi mencapai hasil yang optimal. Berbagai kajian
telah membuktikan bahwa kepemimpinan merupakan faktor kunci dalam
membawa sekolah menjadi sekolah yang baik, sekolah efektif atau sekolah
ekselin.
Kepala sekolah menjadi penentu keberhasilan imlementasi program kemitraan.
Sejauhmana visi dan misi kepala sekolah tentang kemitraaan dan
sejauhmana dukungan serta sejauhmana inovari serta kreativitas kepala
sekolah merupakan modal awal bagi terlaksananya program kemitraan.
c. Plans for action
Rencana tindakan yang dimaksudkan di sini adalah apa yang sering kita sebut
dengan Term of Reference (ToR). Dengan ToR yang baik dan lengkap
dapat menjadi panduan bagi semua orang untuk bersikap dan bertindak
sesuai dengan apa yang diinginkan.
d. Implementation and fasilitation
Implementasi perlu fasilitas penunjang agar apa yang dilakukan dalam
kegiatan membangun kemitraan sekolah dengan orangtua murid dan
masyarakat dapat terlaksana sesuai harapan. Berbagai kemudahan yang
dapat diciptakan di sekolah untuk implementasi program kemitraan harus
disediakan oleh sekolah
e. Evaluation
Penilaian atau evaluasi harus dilakukan secara terus menerus sejak awal dibuat
program sampai berakhirnya program diimplementasikan. Evaluasi awal
dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmana persiapan telah dilakukan
seperti penentuan tim kerja yang dibentuk, fasilitas dan sebagainya, hasil
evaluasi ini dijadikan dasar untuk melakukan perbaikan dalam persiapan.
Dengan demikian jelas bahwa evaluasi harus dilakukan secara terusmenerus
sejak awal, proses dan akhir kegiatan untuk dilakukan perbaikan
secepatnya.
f. Funding
Setiap kegiatan tentu memerlukan pendanaan, demikian juga dengan kegiatan
membangun kemitraan yang harmonis antara sekolah, orangtua murud dan
masyarakat. Oleh sebab itu, sekolah perlu sejak awal membuat rencana
anggaran dan pendapatan dan belanja sekolah sudah memberikan alokasi
untuk pelaksanaan kegiatan kemitraan sekolah ini.
g. Support
Dukungan yang dimaksudkan disini adalah, apakah program yang kita buat
mendapat dukungan dari berbagai sumber. Misalnya, apakah dinas
pendidikan memberikan dukungan untuk implementasi program, seperti
dukungan kebijakan yang dapat memperkuat kebijakan sekolah untuk
melakukan program kemitraan sekolah, orangtua murid dan masyarakat.
h. Network connections
Sekolah sudah harus menetapkan sejak awal jaringan komunikasi yang akan
digunakan dalam program dan implementasi program nantinya.

E. Implementasi Program
Pada tahap ini program yang sudah disusun di implementasikan.
Program yang disusun perlu dimaksimalkan atau dioptimalkan melalui
implementasi yang sesuai dengan perencanaan. Epstein (2009) menjelaskan
ada 10 langkah untuk kesuksesan program berbasis sekolah dalam membina
kemitraan sekolah, keluarga dan masyarakat. Semua langkah tersebut adalah
a. Create an action team for partnership
b. Obtain funds and official support
c. Provode training to all members of the action
d. Identify point-opresent strengths and weakness
e. Write a one-year action plan for partnership
f. Apply the frame work of six type for involvement to activities linked to
school improvement goals, enlist staff, parens, students and the community
to help conduct activities
g. Evaluate the quality and outreach of partnership activities and results
h. Conduct an annual celebration to report progress to all prarticipants
i. Continue working toward a comprehensive
j. Goal-oriented program of partnership
Sekolah memiliki keinginan untuk mengimplementasi program
kemitraan sekolah dengan masyarakat atau orangtua murid secara optimal,
maka dari itu sekolah haruslah mulai merencanakan implementasi dari
merencanakan tim yang solid utuk melaksanakan hubungan sekolah dengan
masyarakat, mencari dukungan dari kantor pendidikan, melatih semua anggota
tim dan guru di sekolah untuk dapat berkomunikasi dengan orantua murid dan
masyarakat sekitar.

Sekolah juga perlu menerapkan aspek yang harusnya menjadi sasaran


kemitraan. Sasaran ini sangatlah penting karena akan berkaitan dengan visi dan
misi sekolah yang ingin dicapai melalui hubungan sekolah dengan masyarakat
dan orangtua. Hal lain yang juga diutamakan dalam implementasi program
yakni melakukan evaluasi dari awal (planning), evaluasi proses yang dilakukan
untuk melaksanakan perbaikan proses apabila masih terdapat ketidaksesuaian
dengan apa yang direncanakan terhadap hasil yang didapat atau dicapai. Jadi
evaluasi bukan hanya dilakukan sekedar setelah program selesai
diimplementasikan namun juga evaluasi secara berkesinambungan.

F. Pemantauan dan Evaluasi Program


Untuk pemantauan dan evaluasi proses, hasil dan dampak/manfaat
suatu program kegiatan hubungan sekolah dengan masyarakat dapat
digunakan suatu kerangka kerja logis (dalam teori perencanaan
sekarang dikenal dengan istilah logical framework). Pendekatan logical
frame work ini terdiri dari empat unsur pokok yaitu sebagai berikut:
a. Sasaran hasil (objective); suatu keadaan tertentu yang diinginkan untuk
dicapai setelah dilaksanakannnya kegiatan. Sasaran hasil yang
diinginkan pada dasarnya dapat dalam bentuk kuantitatif (jumlah)
maupun kualitatif (kualitas). Kuantitas berarti jumlah yang harus
dicapai setelah kegiatan berhasil dilaksanakan. Misalnya; setelah
kegiatan kunjungan kerumah orangtua murid, diharapkan dapat dicapai
75% orangtua murid mau memenuhi undangan sekolah. Sedangkan
kualitatif adalah kualitas hasil kegiatan yang diinginkan, misalnya
setelah berbagai kegiatan hubungan sekolah dengan masyarakat
dilaksanakan prestasi perolehan nilai ujian nasional (UN) siswa dapat
meningkat 10%.
Indikator; adalah petunjuk tertentu yang akan meyakinkan
kita apakah sasaran hasil yang kita inginkan memang sudah tercapai
atau bahkan belum tercapai. Pengujian (verivication), yaitu suatu
cara untuk mencari bukti-bukti yang menunjukkan bahwa indikator-
indikator tersebut memang ada atau tidak ada. Untuk itu diperlukan
suatu pengamatan langsung atau melalui laporan-laporan tentang
kebenaran indikator yang dapat terlihat.
b. Asumsi, yaitu suatu keadaan atau hal tertentu yang menjadi
prasyarat terlaksananya kegiatan yang direncanakan sehingga
indikator itu benar- benar bisa terwujud dan sasaran hasil anda
tercapai. Dengan kata lain, tanpa prasyarat ini Anda tidak dapat atau
terhambat melaksanakan rencana kegiatan dengan baik.

Sehubungan dengan evaluasi program kemitraan, keluarga,


sekolah dengan masyarakat dan orangtua murid ini, Epstein, dkk
(2009) menyatakan bahwa evaluasi kemitraan dan keterlibatan program
harus mencakup beberapa hal sebagai berikut:
a. Program development (e.g., teamwork, plan, collegial and district
support for partnerships, links of plans to school goals ffor student
success).
b. Outreach to families and the community (e.g. strategies to invite,
communicate, and include all families and various community partners).
c. Result for parents (e.g. response to communications, inputs, patterns of
involvement by major racial, ethnic, and socioeconomic groups).
d. Result for school (e.g. welcoming climate, safety of the school, family-
friendly atmosphere, attitudes and participation in partnerships of teachers,
principals).
e. Result for students (e.g. academic and non academic outcomes, social
development, postsecondary education and career plans).
f. Improvements on all of the above from year and in extended longitudinal
patterns.
DAFTAR PUSTAKA BAB IX

Fahruddin. 2017. Implementasi Manajemen Hubungan Sekolah dengan


Masyarakat dalam pendidikan Sistem Ganda (PSG). http://core.ac.id
diakses pada 23 oktober 2021
Suriansyah, Ahmad. (2015). Hubungan Sekolah dengan Masyarakat. Jakarta :
Rajawali Press.

Suriansyah, Ahmad. 2014. Manajemen Hubungan Sekolah dengan Masyarakat


dalam Rangka Pembedayaan Masyarakat. Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada
Suriansyah, Ahmad. 2014. Manajemen Hubungan Sekolah dengan Masyarakat
dalam Rangka Pembedayaan Masyarakat. Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada
Suriansyah, Ahmad. 2015. Manajemen Hubungan Sekolah dengan Masyarakat:
Dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: Rajawali Pers
BAB X
PELIBATAN MASYRAKAT

A. Pelibatan Masyarakat Melalui Komite Sekolah


1. Pengertian dan Nama
Pada era sentralisasi peran masyarakat dalam bidang pendidikan
lebih banyak berperan sebagai pendukung dan pemberi dana material
untuk menunjang kelancaran penyelenggaraan pendidikan di sekolah.
Pada era desentralisai pendidikan yang disebut otonomi sekolah
dengan konsep manajemen berbasis sekolah (MBS) peran serta
masyarakat menjadi penting untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Penyelenggaran pendidikan memerlukan dukungan dan
masyarakat yang merupakan stakeholder pendidikan, mengingat
masyarakat itu sangat kompleks dan jumlahnya sangat tak terbatas
sehingga sekolah mengalami kesulitan untuk berinteraksi. Konsep
masyarakat perlu disederhanakan agar sekolah menjadi lebih mudah
untuk berinteraksi dengan masyarakat yaitu dengan cara melakukan
system perwakilan dengan membentuk suatu wadah/organisasi komite
sekolah di tingkat suatu pendidikan. Keputusan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 044/U/2002 perlu dibentuknya komite sekolah pada
setiap satuan pendidikan adalah untuk menjembatani kepentingan
sekolah dan masyarakat serta menampung maupun menyalurkan
aspirasi dan prakarsa masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam
meningkatkan mutu pendidikan.
Komite sekolah adalah badan atau lembaga non-profit dan non
politis yang dibentuk berdasarkan musyawarah secara demokratis oleh
stakeholder pada jenjang satuan pendidikan, sebagai refresentatif dari
berbagai unsure harus benar-benar mewakili masyarakat dari
keberagaman dan bertanggung jawab terhadap peningkatan kualitas
proses dan hasil pendidikan. Oleh karena itu, lahirnya komite sekolah
atau dewan sekolah sebenarnya tidak terlalu asing atau hal yang sama
sekali baru bagi sekolah. Hanya mungkin yang baru adalah peluasan
peranan lembaga tersebut serta perluasaan anggotanya. Komite/Dewan
sekolah dilihat dari pengertiannya dapat dilihat sebagaimana diatur
oleh Peraturan Pemerintah sebagai berikut:
a. Komite sekolah adalah badan mandiri yang mewadahi peran serta
masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan
efisiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan, baik pada
pendidikan sekolah maupun jalur pendidikan luar sekolah.
b. Nama badan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-
masing satuan pendidikan/sekolah, seperti Komite Sekolah,
Komite Pendidikan, Komite Pendidikan Luar Sekolah, Dewan
Sekolah, Majelis Sekolah, Majelis Madrasah,  Komite Tk; atau
nama lain yang telah disepakati. Kesepakatan ini hendaknya lahir
dari hasil musyawarah anggota pada saat penyusunan anggaran
dasar dan anggaran rumah tangga yang melibatkan semua anggota.
Kesepakatan nama sangat penting karena nama tersebut dapat
membawa citra yang baik atau tidak baik bagi sekolah.
c. BP3, Komite sekolah dan/atau majelis sekolah yang sudah ada
dapat memperluas fungsi, peran, dan keanggotaan sesuai dengan
acuan ini. Perluasaan fungsi peran hendaknya dibicarakan agar
fungsi dan peran komite sekolah ini tidak tumpang tindih dengan
peran sekolah atau dapat mengacaukan mana fungsi dan peran
yang harus dilakukan sekolah mana yang menjadi fungsi dan peran
komite.
Komite sekolah dibentuk berdasarkan atas kesepakatan bersama
yang tumbuh dari akar budaya, sosio demografis dan nilai-nilai
masyarakat setempat, oleh karena itu komite sekolah adalah badan
yang bersifat otonom dan mandiri yang menganut kebersamaan yang
menuju peningkatan kualitas pelayanan dan hasil pendidikan peserta
didik yang diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.
(Fatah, 2003). Keberadaan komite sekolah ini adalah untuk mewadahi
peran serta masyarakat dalam upaya peningkaatan mutu, pemerataan,
efisiensi dan efektivitas pengelolaan pendidikan pada jenjang satuan
pendidikan.
Dari pengertian dan nama badan seperti disebutkan di atas,
Nampak bahwa badan ini hanya merupakan perluasan dari BP3 yang
sudah ada sejak lama di masing-masing sekolah. Karena cikal
bakalnya sudah ada, maka bagi kepala sekolah bukan hal yang sulit
untuk bekerjasama dengan komite ini.
2. Kedudukan dan Sifat
a. Komite sekolah berkedudukan disatuan pendidikan atau sekolah.
b. Komite sekolah dapat terdiri dari satu satuan pendidikan, atau
beberapa satuan pendidikan dalam jenjang yang sama, atau 
beberapa satuan pendidikan yang berbeda jenjang tetapi berada
pada lokasi yang berdekatan, atau satuan-satuan pendidikan, atau
karena pertimbangan lainnya.
c. Badan ini bersifat mandiri, tidak mempunyai hubungan hierarkis
dengan lembaga pemerintahan.
3. Tujuan
Komite Sekolah bertujuan untuk:
a. Mewadahi dan  menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat
dalam  melahirkan kebijakan operasional dan  program pendidikan
di satuan pendidikan.
b. Meningkatkan tanggung jawab dan peran serta masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.
c. Menciptakan suasana dan kondisi transparan, akuntabel, dan
demokratis dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang
bermutu di satuan pendidikan.
Kalau kepala sekolah ingin program-program sekolah sesuai
dengan kebutuhan pelanggannya, maka komite ini harus benar-benar
dimanfaatkan oleh sekolah sebagai mitra peningkatan mutu
penyelengaraan sekolah, sebab dari anggota komite inilah pada
dasarnya aspirasi yang perlu ditampung dan direalisasikan dalam
program sekolah. Dengan demikian mereka akan  mau membantu
sepenuhnya terhadap semua program sekolah. Semakin banyak aggota
komite diajak berdiskusi tentang berbagai permasalahan sekolah dan
penyusunan program sekolah, maka semakin merasa bertanggung
jawab mereka terhadap keputusan bersama yang diambil oleh sekolah.
Oleh sebab itu, sekolah harus menciptakan suasana demokratis dan
akrab terhadap semua anggota komite sekolah yang dibentuk.
Lebih lanjut Fatah (2003) menyatakan tujuan pembentukan
komite sekolah adalah (1) mewadahi dan meningkatkan peran serta
masyarakat sebagai stakeholder pendidikan pada jenjang satuan
pendidikan, untuk ikut bersama dalam merumuskan, menetapkan,
melaksanakan dan monitoring pada kualitas pelayanan peserta didik
secara proposonal dan terbuka, (2) mewadahi peran serta masyarakat
untuk serta dalam manajemen sekolah sesuai dengan peran dan
fungsinya, berkenaan dengan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
program sekolah secara proporsioanal, (3) mewadahi peran serta
masyarakat baik individu, kelompok, pemerhati pendidikan yang
peduli dan bertanggung jawab terhadap mutu pendidikan, (4)
menjembatani dan turut serta memasyarakatkan kebijakan sekolah
kepada pihak-pihak terkait.
4. Peran dan Fungsi
Komite Sekolah sebagai wadah yang memberikan kesempatan
kepada masyarakat untuk berpartisipasi dan prakarsa dalam membantu
penyelenggaraan proses pendidikan kearah yang bermutu, berperan
sebagai-
a. Pemberi pertimbangan (advisor agency) dalam penetuan dan
pelaksanaan kebijakan pendidikan di satuan pendidikan
b. Pendukung (supporting agency), baik yang berwujud financial,
pemikiran maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di
satuan pendidikan.
c. Pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparansi dan
akuntabilitas penyelengaraan dan keluaran pendidikan di satuan
pendidikan.
d. Mediator antara pemerintah (eksekutif) di satuan pendidikan.
Untuk mengaplikasikan peran tersebut di atas dalam kegiatan
organisasi, maka komite sekolah berfungsi sebagai berikut:
a. Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat
terhadap penyelengaraan pedidikan yang bermutu.
b. Melakukan kerjasama dengan masyarakat
(perorangan/organisasi/dunia usaha/dunia industry) pemerintah
berkenaan dengan penyelengaraan pendidikan yang bermutu.
c. Menampung dan manganalisis aspirsi, ide, tuntunan, dan berbagai
kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat.
d. Memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada
satuan pendidikan mengenai: Kebijakan dan program pendidikan,
Rencana Anggaran Pendidikan dan Belanja Sekolah (RAPBS),
Kriteria kinerja satuan pendidikan, Kriteria tenaga kependidikan,
Kriteria fasilitas pendidikan; dan Hal-hal yang terkait dengan
pendidikan, Mendorong orangtua dan masyarakat untuk
berpartisipasi dalam pendidikan guna mendukung peningkatan
mutu dan pemerataan pendidikan, Menggalang dana masyarakat
dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di satuan
pendidikan dan Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap
kebijakan, program, penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan di
satuan pendidikan.
5. Wewenang dan Tugas Komite Sekolah
Komite sekolah pada konsep manajemen berbasis sekolah
hendaknya berorientasi kepada partisipasi masyarakat dalam rangka
meningkatkan mutu baik proses maupun lulusan sekolah. Agar jangan
sampai terjadi tumpang tindih tugas pengurus komite sekolah perlu
adanya pemberian kewenangan dan pembagian tugas. Hak dan
kewajiban serta tugas pengurus dan anggota perlu dbuat dengan jelas
yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar Rumah Tangga atas dasar
kesepakatan, kebersamaan dan kekeluargaan.
a. Wewenang Komite Sekolah
Keberadaan komite sekolah adalah sebagai mitra kerja
sekolah menurut Fatah (2003) mempunyai kewenangan sebagai
berikut:
1) Menetapkan Anggaran Dasar dan Rumah Tangga
2) Bersama-sama sekolah menetapkan rencana strategik
pengembangan sekolah.
3) Bersama-sama sekolah menetapkan standar pelayanan sekolah.
4) Bersama-sama sekolah membahas bentuk kesejahteraan
personel sekolah.
5) Bersama sekolah menetapkan RAPBS.
6) Mengkaji pertanggungjawaban program sekolah.\
7) Mengkaji dan menilai kinerja sekolah.
8) Merekomendasikan guru dan kepala sekolah untuk
dipromosikan.
9) Menerima kepala sekolah dan guru yang dipromosikan untuk
bekerjasama.
b. Tugas Komite Sekolah
Komite sekolah adalah organisasi yang mewadahi dan
menyalurkan aspirasi masyarakat yang perduli terhadap
pendidikan, agar tugasnya dapat terarah dan jelas diperlukan
pembagian tugas di antara anggota dan pengurus lainnya. Sesuai
dengan wewenangnya, maka tugas komite sekolah menurut Fatah
(2003) sebagai berikut:
1) Menyelenggarakan rapat-rapat dewan sesuai program yang
ditetapkan.
2) Bersama-sama sekolah merumuskan dan menetapkan visi dan
misi sekolah.
3) Bersama-sama sekolah menyusun standar pelayanan
pembelajaran di sekolah.
4) Bersama-sama sekolah menyusun rencana strategik
pengembangan sekolah.
5) Bersama-sama sekolah menyusun dan menetapkan rencana
program tahunan sekolah dan RAPBS.
6) Membahas dan turut menetapkan pemberian tambahan
kesejahteraan personel sekolah.
7) Bersama-sama sekolah mengembangkan program unggulan
baik akademis maupun non akademis.
8) Menghimpun dan menggali sumber dana dari masyarakat.
9) Mengelola kontribusi masyarakat berupa uang yang diberikan
kepada sekolah.
10) Mengevaluasi program sekolah meliputi pengawasan
penggunaan sarana dan prasarana sekolah, keuangan secara
berkala dan berkesinambungan.
11) Mengidentifikasi berbagai permasalahan dan memecahkan
bersama sekolah.
12) Memberikan respon terhadap kurikulum yang dikembangkan
secara standar nasional maupun lokal.
13) Memberikan motivasi dan penghargaan kepada personel
sekolah yang  berprestasi.
14) Memberikan otonomi profesional kepada guru dalam
melaksanakan tugas-tugas kependidikannya sesuai kaidah dan
kompetensi guru.
15) Membangun jaringan kerjasama dengan pihak luar sekolah.
16) Memantau kualitas proses pelayanan dan hasil pendidikan.
17) Mengkaji laporan pertanggungjawaban pelaksanaan program
yang dikonsultasikan oleh kepala sekola
18) Menyampaikan usul atau rekomendasi kepada pemerintah
daerah untuk meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan
sesuai dengan kebutuhan sekolah.
6. Organisasi
a. Keanggotaan Komite Sekolah
Unsur masyarakat dapat berasal dari:
1) Orangtua/wali peserta didik
2) Tokoh masyarakat
3) Tokoh pendidikan
4) Dunia usaha/industry
5) Organisasi profesi tenaga pendidikan
6) Wakil alumni
7) Wakil peserta didik
Unsur dewan guru, yayasan/lembaga penyelenggara
pendidikan, Badan Pertimbangan Desa dapat pula dilibatkan
sebagai anggota Komite Sekolah (maksimal 3 orang).
Anggota Komite Sekolah sekurang-kurangnya 9 (sembilan) orang
dan jumlahnya gasal:
Kepengurusan Komite Sekolah:
1) Pengurus sekurang-kurangnya terdiri atas: Ketua, Sekretaris,
Bendahara, Pengurus dipilih dari dan oleh anggota, Ketua
bukan berasal dari kepala satuan pendidikan.
7. Proses dan Prosedur Pembentukan Dewan/Komite Sekolah Prinsip
Pembentukan
Pembentukan Komite Sekolah menganut prinsip-prinsip
ransparan, akuntabel, dan demokratis dan merupakan mitra satuan
pendidikan.
Mekanisme Panitia Persiapan, tahap awal yang harus dilakukan adalah
Pembentukan Panitia Persiapan dengan kegiatan sebagai berikut:
a. Masyarakat dan/atau kepala satuan pendidikan membentuk panitia
persiapan. Panitia persiapan berjumlah 5 (lima) orang yang terdiri
atas kalangan praktisi pendidikan (seperti guru, kepala satuan
pendidikan, penyelenggara pendidikan), pemerhati pendidikan
(LSM peduli pendidikan, tokoh masyarakat, tokoh agama, dunia
usaha dan industri) orang tua peserta didik.
b. Panitia persiapan bertugas mempersiapkan pembentukan Komite
Sekolah dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Mengadakan forum sosialisasi kepada masyarakat (termasuk
pengurus/anggota BP3, Majelis Sekolah, dan Komite Sekolah
yang sudah ada) tentang Komite Sekolah menurut keputusan
ini
2) Menyusun kriteria dan mengidentifikasi calon anggota kepada
masyarakat
3) Menyeleksi calon anggota berdasarkan usulan dari masyarakat
4) Mengumumkan nama-nama calon anggota kepada masyarakat
5) Menyusun nama-nama terpilih
6) Memfasilitasi pemilihan pengurus dan anggota Komite Sekolah
7) Menyampaikan nama pengurus dan angoota Komite Sekolah
kepada kepala satuan pendidikan
8) Panitia Persiapan dinyatakan bubar setelah Komite Sekolah
terbentuk
9) Penetapan pembentukan Komite Sekolah.
Komite Sekolah ditetapkan untuk pertama kali dengan
Surat Keputusan Kepala Satuan Pendidikan, dan selanjutnya diatur
dalam AD (Anggaran Dasar) dan ART (Anggaran Rumah Tangga).

B. Membangun Kerjasama Dengan Pemerintah/Masyarakat Secara


Umum
Dalam era ekonomi sekolah khususnya dengan implementasi
pendekatan manajemen sekolah berbasis masyarakat, sekolah memang
memiliki keleluasaan dan atau otonomi yang lebih luas. Otonomi
pemerintahan yang berbasis pada pemerintah daerah Kabupaten/Kota
meletakkan pembinaan dan penyelenggaraan pendidikan berada di tingkat
Kabupaten dan Kota, sehingga nampaknya peranan pemerintah provinsi
dan pusat tidak dominan. Meskipun demikian bukan berarti pusat dan
provinsi tidak memiliki tanggung jawab terhadap pendidikan. Dalam
paradigma otonomi seperti sekarang diperlukan kemampuan sekolah (baca
kepala sekolah) untuk membangun kerjasama yang harmonis dengan
berbagai institusi pemerintah mulai dari tingkat pusat sampai dengan
tingkat kabupaten/kota/kecamatan bahkan kelurahan.
Di samping institusi pemerintahan, sekolah juga perlu membangun
kerjasama yang sinergis dengan lembaga masyarakat seperti karang taruna,
kepramukaan dan berbagai lembaga LSM yang bergerak dalam membantu
dan membangun pendidikan. Hal yang sangat penting untuk diperhatikan
dalam kerjasama dengan lembaga ini adalah jangan sampai sekolah larut
dan dapat dibawa kepada masalah-masalah lain selain untuk kepentingan
pendidikan. Sekolah tidak boleh terbawa arus kepada kegiatan politik
praktis dan kepentingan kelompok tertentu.
Kerjasama dengan berbagai institusi tersebut di atas menjadi
kemutlakan bagi sekolah dalam upaya mengembangkan sekolah secara
optimal, sebab sekolah adalah lembaga interaksi sosial yang tidak bisa
lepas dari masyarkat secara keseluruhan, khususnya masyarakat
disekitarnya. Banyak hal yang dapat dilakukan sekolah tanpa bantuan
masyarakat tersebut, katakanlah sekolah mengadakan perayaan ulang
tahun sekolah, untuk menjaga keamanan, maka sekolah mutlak meminta
bantuan kepolisian atau petugas keamanan lingkungan setempat.
Berbagai bentuk kerjasama yang dapat dikembangkan dengan berbagai
institusi tersebut antara lain:
1. Pemberian dan atau penggunaan fasilitas bersama. Berbagai fasilitas
yang tidak dimiliki oleh sekolah mungkin saja terdapat dan dimiliki
oleh lembaga tertentu. Untuk menunjang kegiatan pendidikan sekolah
dapat membangun kerjasama dengan pemilik fasilitas tersebut.
Misalnya tempat pameran, gedung olah raga dan lain-lain.
2. Pelaksanaan kegiatan peningkatan kemampuan siswa. Misalnya
sekolah ingin meningkatkan pemahaman dan kemampuan siswa
tentang kesehatan, dapat bekerjasama dengan puskesmas dalam
memanfaatkan berbagai fasilitas termasuk fasilitas SDM, ingin
melaksanakan pentas seni sekolah dapat bekerja sama dengan lembaga
kesenian dimasyarakat untuk memanfaatkan berbagai fasilitas
kesenian (alat-alat seni, seperti seni tradisional).
3. Pemanfaatan sumber daya manusia secara mutualisme, sekolah dapat
memanfaatkan sumber daya manusia di masyarakat dan sebaliknya
masyarakat dapat memanfaatkan sumber daya manusia yang dimiliki
sekolah.
C. Membangun Kerjasama Dengan Organisasi Profesi
Pada saat ini sangat banyak masyarakat yang mengikat dirinya
dalam satu kelompok organisasi, baik yang bersifat organisasi sosial,
organisasi profesi, organisasi untuk community tertentu yang bersifat
kedaerahan maupun organisasi yang mementingkan laba. Dari berbagai
organisasi tersebut di atas banyak sekali yang sangat peduli terhadap
pendidikan, tetapi tidak sedikit juga organisasi yang menjadi stressor bagi
dunia pendidikan. Di sadari bahwa peranan organisasi-organisasi tersebut
sangat besar peranannya dalam membantu pendidikan apabila
diberdayakan secara optimal untuk pendidikan secara murni. Beberapa
oraganisasi yang memfokuskan dirinya terhadap pendidikan antara lain:
1. Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI).
Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia bersifat profesional dan ilmiah
dalam bidang kependidikan melakukan usaha-usaha antara lain::
a. Menyelenggarakan pertemuan ilmiah dan penelitian mengenai ilmu
dan seni serta teknologi
b. Mengadakan kerja sama yang saling menguntungkan dengan
lembagalembaga pemerintah dan swasta serta organisasi profesi
baik didalam maupun di luar negeri.
c. Menertibkan media komunikasi ilmu, seni dan teknologi
pendidikan.
d. Melindungi kepentingan profesional para anggota dan
mengembangkan profesi pendidikan.
e. Melindungi kepentingan masyarakat dari praktek profesional
kependidikan yang merugikan.
Dari usaha-usaha tersebut sangat jelas manfaat yang dapat
diperoleh oleh sekolah apabila sekolah mampu membina kemitraan
yang harmonis dengan organisasi profesi ini.
2. Ikatan Sarjana Manajemen Pendidikan Indonesia (ISMAPI).
ISMAPI sebagai organisasi profesi manajemen pendidikan terdiri
dari para ahli manajemen sekolah yang mampu dijadikan sebagai
lembaga konsultasi bagi sekolah dalam implementasi berbagai
kegiatan sekolah bahkan juga untuk membantu sekolah merancang
berbagai program kerja sebagai bentuk kemandirian sekolah dalam
manajemen sekolah. Sebagai contoh: kalau sekolah ingin
meningkatkan bagaimana implementasi manajemen berbasis sekolah
yang berkualitas, maka Ikatan sarjana Manajemen Pendidikan
Indonesia yang ada di masing-masing daerah dapat dimanfaatkan
sebagai mitra, baik dalam pengembangan konsep, implementasi
kegiatan maupun dalam pembinaan sehari-hari.
3. Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia (ABKINS) dan Himpunan
Masyarakat Psikologi Indonesia (HIMAPSI)
Di sekolah sering dihadapkan pada berbagai perasalahan yang
berkaitan dengan siswa, seperti siswa yang bermasalah, bimbingan
cara belajar, masalah kepribadian, masalah penyesuaian diri dan lain
sebagainya. Tetapi sangat mungkin sekolah kekurangan sumber daya
yang memiliki kemampuan untuk membantu siswa yang bermasalah
tersebut, karena diperlukan tenaga ahli tertentu. Untuk itu sangat
mungkin suatu sekolah pada masa sekarang ingin meningkatkan peran
guru di samping sebagai pengajar juga sebagai pembimbing. Untuk
meningkatkan kemampuan guru tersebut sekolah dapat bekerja sama
dengan asosiasi bimbingan (ABKINS), atau juga dengan HIMAPSI
(Himpunan Masyarakat Psikologi Indonesia)
4. Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)
5. Masyarakat Peduli Pendidikan Indonesia.
6. Gerakan Nasional Orangtua Asuh (GNOTA)
7. Kelompok Budayawan, Seni Tari dan Musik
8. Dan lain-lain.
Dari beberapa organisasi profesi tersebut, ada beberapa organisasi
profesi yang sangat besar manfaatnya bagi sekolah apabila mampu
bermitra secara sinergis dengan organisasi profesi tersebut. Bebarapa
organisasi profesi manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat
DUMMY yang secara praktis dapat memberikan kontribusi bagi
peningkatan mutu di sekolah seperti Ikatan Sarjana Manajemen
Pendidikan Indonesia (ISMAPI), Persatuan Guru Republik Indonesia
(PGRI), Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia (ABKINS), Gerakan
Nasional Orangtua Asuh (GNOTA), Himpunan Masyarakat Psikologi
Indonesia (HIMAPSI).

D. Membangun Kerjasama Dengan Institusi Lain


1. Institusi Kesehatan
Istitusi kesehatan dalam hal ini Kementerian Kesehatan (tingkat
pusat), Dinas Kesehatan (tingkat provinsi dan kabupaten/kota) serta
pusat kesehatan masyarakat yang ada pada setiap kecamatan adalah
institusi yang seharusnya juga menjalin kerjasama dengan sekolah.
Atau sekolah harus menjalin kerjasama dengan institusi tersebut untuk
kepentingan sekolah. Banyak hal yang dapat dilakukan bersama degan
institusi tersebut buntuk kemajuan sekolah, seperti membantu sekolah
dalam membina organisasi kesiswaan khususnya pembinaan tentang
usaha kesehatan sekolah (UKS) yang ada pada setiap sekolah. Bahkan
dokter Puskesmas dapat diminta bantuan untuk membina siswa dalam
melakukan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) atau dokter
kecil. Di samping itu juga dapat dilakukan kerja sama pemeriksaan
kesehatan siswa secara priodik termasuk kesehatan gigi siswa. Dengan
demikian sekolah dan orangtua murid akan mendapat keuntungan
khusus dari model kemitraan seperti ini.
2. Organisasi Olahraga dan Kesenian
Banyak organisasi olahraga yang tumbuh dan berkembang baik
tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Organisasi olahraga seperti
(SSI, PBSI, PBVSI dan lain-lain organisasi lainnya), atau organisasi
kesenian di daerah dan pusat (seperti kelompok seni, tari, musik dan
lain-lain) sangat strategis untuk diajak bermitra dengan sekolah.
Melalui kemitraan tersebut sekolah akan mendapatkan keuntungan
dalam pembinaan siswa dalam bidang olahraga sesuai dengan minat
dan bakat siswa. Di samping itu organisasi olahraga dan kesenian juga
akan mendapatkan kesempatan untuk mencari bakat-bakat khusus di
kalangan pelajar. Dengan kemitraan yang sinergis dan harmonis
sekolah tidak akan kesulitan dalam pembinaan kesiswaan dalam
bidang olahraga maupun keseninan pada saat akan mengikuti berbagai
lomba tingkat pelajar seperti pekan olah raga dan seni daerah untuk
pelajar dan lain-lain di ajang lomba.
3. Organisasi Keagamaan
Kurikulum 2013 menegaskan kompetensi peserta didik yang
pertama (K1) adalah kompetensi relegius. Kompetensi ini dapat
dikembangkan sekolah secara optimal apabila sekolah memiliki
sumber daya tenaga dan sumber daya sarana dan prasarana yang
dimiliki sekolah cukup. Tetapi disadari selama ini hal tersebut belum
dimiliki oleh sekolah, oleh sebab itu, sekolah perlu bermitra dengan
organisasi-organisasi yang juga bergerak dalam keagamaan. Banyak
sekali organisasi keagamaan yang tumbuh dan berkembang di
masyarakat yang tujuannya juga meningkatkan kesadaran dan
pengamalan nilai-nilai agama. Salah satunya adalah remaja masjid
misalnya, kelompok ini sangat intensif melakukan berbagai kegiatan
diskusi dan kajian-kajian tentang keislaman. Apabila kelompok ini
dapat didaya gunakan untuk membantu sekolah, maka sekolah akan
mendapat keuntungan dan dukungan yang besar dalam membentuk
kompetensi relegius kepada siswa-siswanya. Selain itu banyak lagi
kelompok-kelompok serupa yang dapat diajak bermitra dengan
sekolah, seperti organisasi masjid, dan organisasi-organisasi lainnya.
Dengan bermitra dengan mereka sekolah juga mendapat keuntungan
dapat menggunakan berbagai sarana keagamaan yang mereka miliki
untuk proses pembelajaran di sekolah.
4. Organisasi Kepramukaan
Organisasi kepramukaan telah ada sejak lama dan sudah
berpengalaman dalam pembinaan kepramukaan di Indonesia. Secara
nasional ada organisasi kwarnas sedangkan di daerah ada kwarda.
Sementara sekarang kembali ditumbuh kembangkan dan digalakkan
kegiatan kepramukaan di tingkat sekolah. Sekolah memang memiliki
sejumlah guru yang mungkin mampu membina siswa dalam kegiatan
kepramukaan, tetapi disadari mereka memiliki keterbatasan waktu
karena juga disibukkan dengan kegiatan pembelajaran di kelas. Untuk
itu, maka kemitraan dengan organisasi kepramukaan akan membantu
sekolah dalam membina kegiatan pramuka di sekolah menjadi lebih
efektif dan efesien. Banyak nilai-nilai karakter yang dapat
dikembangkan melalui kegiatan kepramukaan di sekolah seperti jiwa
kepemimpinan, kemandirian, kerjasama, saling membantu, saling
menghargai, kejuangan, rasa nasonalisme dan lainlain nilai yang
sangat positif bagi anak sebagai bekal kehidupannya pada saat dewasa.
Dengan nilai-nilai seperti itu nampak sangat selaras dengan
kompetensi yang diamanatkan oleh Kurikulum 2013 yaitu kompetensi
sikap (K2).
5. Museum dan Tempat Peninggalan Sejarah Lainnya
Banyak hal yang bisa di dapat sekolah apabila sekolah mampu
bekerja sama dengan museum dan berbagai tempat peninggalan
sejarah lainnya sebagai ajang bagi siswa untuk belajar lebih banyak
tentang sejarah dan peninggalan sejarah. Hal ini sangat perlu karena
sekolah hampir bisa dipastikan sulit untuk memenuhi keberadaan
museum dan berbagai peninggalan sejarah sebagai media belajar di
sekolah. Dengan kerjasama kemitraan yang harmonis tersebut sekolah
akan dengan mudah memanfaatkan fasilitas yang dimiliki museum dan
peninggalan sejarah untuk kepentingan proses pembelajaran dan
pembentukan karakter peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA BAB X
Fattah, N. 2003. Konsep Manjemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Dewan Sekolah.
Bandung: Pustaka Bani Quraisy
Fahruddin. 2017. Implementasi Manajemen Hubungan Sekolah dengan
Masyarakat dalam pendidikan Sistem Ganda (PSG). http://core.ac.id
Mas, Sitti Roskina. Partisipasi Masyarakat Dan Orang Tua Dalam
Penyelenggaraan Pendidikan. Jurnal el-Hikmah Fakultas Tarbiyah UIN
Malang. Universitas Negeri Gorontalo. Hal 184-196.
Rusdiana. 2010. Partisipasi Masyarakat Dalam Pelaksanaan Manajemen
Berbasis Sekolah/Madrasah. Bandung: Lembaga Penelitian UIN Sunan
Gunung Djati.
Suriansyah, Ahmad. 2014. Manajemen Hubungan Sekolah dengan Masyarakat.
Dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: Rajawali Pers.
Suriansyah, Ahmad. 2015. Hubungan Sekolah dengan Masyarakat. Jakarta :
Rajawali Press.
Suriansyah, Ahmad. 2015. Manajemen Hubungan Sekolah Dengan Masyarakat
Dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.

Anda mungkin juga menyukai