Editor:
Ahmad Syaripudin, S.Pd.I., M.Pd.I.
METODOLOGI STUDI ISLAM
Penulis:
Syibran Mulasi, MA; Zuhriyyah Hidayati, MA.Pd; Khaidir, M.Ag;
Musradinur, M.S.I; Aan Muhammady, M.MLS; Nadiah, M.Pd.I; Ahmad
Muflihin, S.Pd.I., M.Pd; Dr. Cecep Hilman, M.Pd.; Dinul Fitrah Mubaraq,
S.Sos., M.Sos; Dr. Saifullah, M.Pd; Septian Eka Pratiwi, M. Pd; Randi,
S.Sos., M.Sos; Miswar Saputra, M.Pd.; Makmur, S.Pd.I., M.Pd.I.
ISBN: 978-623-97420-6-5
Editor:
Ahmad Syaripudin, S.Pd.I., M.Pd.I.
Penyunting:
Nanda Saputra, M.Pd.
Penerbit:
Yayasan Penerbit Muhammad Zaini
Redaksi:
Jalan Kompleks Pelajar Tijue
Desa Baroh Kec. Pidie
Kab. Pidie Provinsi Aceh
No. Hp: 085277711539
Email: nandasaputra680@gmail.com
Website: http://penerbitzaini.com
Tim Penulis
1
Secara umum agama dapat dikatagorikan kedalam dua macam, yaitu agama
samawi dan agama ardhi. Samawi berasal dari kata “sama” atau langit atau agama-
agama yang pernah turun dari langit yang sumber ajarannya berupa kitab-kitab suci
seperti Taurat, Zabur, Injil dan al_Qur’an. Sedangkan ardhi dapat dimaknai sebagai
“bumi” atau agama-agama yang lahir dari hasil pemikiran, budaya serta adat istiadat
masyarakat setempat, yang nantinya menjadi panutan bagi sebagian pengikutnya dan
menyakininya sebagai agama.
A. Epistemologi Islam
1. Pengertian Epistemologi
Epistemologi berasal dari kata episteme yang mempunyai
makna pengetahuan dan logos yang berarti ilmu. Karenya,
epistemologi diartikan sebagai teori ilmu atau ilmu yang
membahas tentang pengetahuan dan cara memperolehnya.
(Lubis, 2009: 46)
Di dalam ranah filsafat, epistemologi merupakan cabang
filsafat yang membicarakan tentang tiga hal, yakni, (1) tentang
“asal” pengetahuan dengan pertanyaan, apa sumber-sumber
pengetahuan? Dari mana pengetahuan yang benar itu datang
dan bagaimana kita mengetahui? (2) tentang apa yang
“kelihatan” versus hakikatnya, (3) tentang cara memperoleh
pengetahuan, yakni hal-hal yang berkaitan dengan tata
cara, teknik, atau prosedur mendapatkan ilmu dan keilmuan.
(Horald H. Titus, dkk., 1984: 20-21)
Meskipun merupakan suatu cabang dari filsafat,
epistemologi tidak dapat dipisahkan dari dua cabang filsafat
lainnya, yakni ontologi dan aksiologi. Karena setiap jenis
pengetahuan selalu berlandas pada ketiga hal tersebut, yakni
mengenai apa (ontologi), bagaimana (epistemologi), dan
untuk apa (aksiologi). Ketiganya saling berkaitan dan tidak
bisa dipisah-pisahkan.
2. Epistemologi Islam
Berbicara tentang prinsip epistemologi Islam artinya
berbicara tentang sumber dari ajaran Islam itu sendiri, yakni
wahyu. Di titik inilah epistemologi Islam mendapatkan ciri
khas yang membedakannya dengan tradisi epistemologi
lainnya.
B. Hakikat Pengetahuan
Dari segi bahasa, pengetahuan atau dalam epistemologi
Islam didefiniskan sebagai ilmu, berasal dari akar kata “’ain-
lam’mim” yang mempunyai makna “tanda, petunjuk, atau
indikasi yang dengannya sesuatu atau seseorang dikenal. (Wan
Daud, 1998: 97). Dalam definisinya yang umum pengetahuan
diartikan sebagai pengetahuan yang sistematis berdasarkan
observasi inderawi. Definisi ini kemudian menjadi definisi
khas dari sains.
Oleh para filosof Muslim, ilmu didefiniskan sebagai
pengetahuan tentang sesuatu sebagaimana adanya. Dengan
definisi ini, ilmu bisa saja berbeda dengan pengetahuan
karena pada titik-titik tertentu pengetahuan terkadang
bukan sesuatu sebagaimana adanya. Definisi ilmu ini juga
mempunyai kandungan yang ssangat berbeda dengan definisi
pengetahuan secara umum, yakni pada objek di mana definisi
pengetahuan secara umum membatasi objeknya pada hal-
C. Jenis Pengetahuan
Jenis pengetahuan atau dalam epistemologi Islam disebut
dengan klasifikasi ilmu konsekuensi dari ketidakterbatasan
ilmu pengetahuan, kemuliaan tanggung jawab orang yang
mencari ilmu, dan keterbatasan hidup manusia. Upaya
klasifikasi ini diharapkan bisa menjadi peta pengkajian tiap-
tiap posisi ilmu dalam kerangka ilmu yang lebih luas dan
menyeluruh. Klasifikasi ilmu juga akan membantu para pencari
ilmu mengetahui posisinya sehingga akan membantunya
untuk tetap rendah hati dengan tetap menyadari keluasan
ilmu.
Klasifikasi ilmu juga berfungsi menunjukkan realitas, yaitu
realitas apa saja yang bisa dan mungkin untuk dipelajari dan
dikaji oleh manusia. Dari konsep klasifikasi ilmu, maka akan
A. Definisi Agama
Secara etimologis Agama berasal dari bahasa Sanskerta
yang tersusun dari kata “a” berarti “tidak” dan “gam” berarti
“pergi”. Dalam bentuk harfiah yang terpadu, kata agama
berarti “tidak pergi”, tetap di tempat, langgeng, abadi yang
diwariskan secara terus-menerus dari satu generasi kepada
generasi yang lainnya.” (Jalaludin, 2010:12).
Pada umumnya, kata “agama” diartikan tidak kacau, yang
secara analitis diuraikan dengan cara memisahkan kata demi
kata, yaitu “a” berarti “tidak” dan “gama” berarti “kacau”.
Maksudnya orang yang memeluk agama dan mengamalkan
ajaran-ajarannya dengan sungguh, hidupnya tidak akan
mengalami kekacauan (Ali Anwar, 2013:19).
Secara terminologi menurut sebagian orang, agama
merupakan sebuah fenomena yang sulit didefinisikan. WC
Smith mengatakan, “Tidak berlebihan jika kita katakan bahwa
hingga saat ini belum ada definisi agama yang benar dan
dapat diterima”. Meski demikian, para cendekiawan besar
dunia memiliki definisi, atau yang lebih tepatnya kita sebut
dengan kesimpulan mereka tentang fenomena agama.
Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut (Hafidh, 2014:3).
1. Emile Durkheim mengartikan, agama sebagai suatu
kesatuan sistem kepercayaan dan pengalaman terhadap
2. Normativitas
Kata normatif berasal dari bahasa Inggris, yaitu norm
yang berarti norma ajaran, acuan, ketentuan tentang masalah
baik maupun buruk yang boleh dilakukan dan tidak boleh
dilakukan. Karakteristik normatif merupakan karakteristik
yang memandang agama dari segi ajarannya yang pokok dan
asli dari Tuhan, yang didalamnya terdapat penalaran manusia.
Islam memiliki karakteristik khas yang dapat diketahui melalui
konsepnya dalam berbagai bidang, seperti bidang agama,
ibadah, mamalah, yang didalamnya mencakup masalah
3. Historitas
Kata histori atau sejarah adalah kejadian atau peristiwa
yang benar-benar terjadi pada masa lampau atau peristiwa
penting yang benar-benar terjadi yang seluruhnya berkaitan
B. Fungsi al-Qur’an
Seluruh umat islam meyakini bahwa al-Qur’an memiliki
peran yang sangat penting dalam semua lini kehidupan. Al-
Qur’an tidak hanya mengatur ‘ubudiyah antara khalik dan
makhluk dalam arti sempit saja, seperti shalat, puasa, haji
dan zakat. Tetapi al-Qur’an juga menjadi petunjuk bagi umat
manusia dalam melakukan hutang piutang, pendidikan, sains,
dan lain sebagainya. Bahkan, al-Qur’an juga menjadi petunjuk
tentang tata cara melakukan interaksi antar sesama muslim
(ukhuwah islamiyyah), antar sesama umat manusia (ukhuwah
insaniyyah) dan antar sesama makhluk Allah (ukhuwah
‘alamiyyah).
Al-Quran merupakan sumber pokok seluruh ajaran Islam.
Yusuf al-Qardlawi mengatakan bahwa al-Quran adalah pokok
Islam dan jiwanya. Dari al-Quranlah diperoleh ajaran tentang
keimanan (aqidah), ibadah, akhlak, dan prinsip-prinsip hukum
serta syariat (Qardlawi 2000, 49). Secara garis besar, Al-Quran
sebagai sumber ajaran Islam dapat dirinci sebagai berikut:
Pertama, sumber pokok aqidah. Dalam banyak ayat, al-
Quran berbicara kepada banyak kalangan, termasuk mereka
yang tidak percaya kepada Tuhan, Hari Akhir, atau kenabian
Muhammad. Al-Quran berusaha meyakinkan mereka tentang
adanya Allah yang menciptakan alam semesta dengan
argumen-argumen yang bisa diterima oleh akal. Al-Quran
juga menjelaskan prinsip-prinsip ketuhanan, menegaskan
kenabian Muhammad Saw yang diutus sebagai penerus para
nabi dan rasul sebelumnya. Al-Quran juga mengabarkan berita
هللا َح َس ٌن َْ َ َ ً َ َ َ ْ ْ ْ ُ َ
ِ ما َرآه ال ُـمس ِل ُمون حسنا ف ُهو ِعند
Artinya: “Apa saja yang menurut pandangan kaum muslimin
itu baik, maka ia baik (pula) di sisi Allah.” (az-Zuhaili 1986,
542-543).
Qiyas, yang secara bahasa bisa dipahami sebagai
mengukur atau membandingkan, dalam penerapannya
merupakan metode penyimpulan hukum yang melakukan
perbandingan antara, paling sedikitnya, dua norma, dan/atau
fakta hukum, artinya, ada upaya mencari persamaan subtansi,
yang dilakukan oleh mujtahid, dari fenomena hukum yang
muncul atau ada (Sakirman 2018, 40).
Adapun dalil yang menunjukan urutan dalam
menggunakan empat sumber hukum di atas antara lain
adalah sebagai berikut:
1. Al-Qur’an surah an-Nisa’ ayat 59
َ َ ُ َْ ُ َّ هللا َأ ِط ْي ُعوا
الر ُس ْو َل َوأ ِولي ال ْم ِر ِم ْنك ْم ف ِإ ْن ت َنا َز ْع ُت ْم َ َيا َأ ُّي َها َّالذ ْي َن َآم ُن ْوا َأط ْي ُعوا
ِ ِ
َ ْ َ ْ ُ ُ
ْ ُ ْ ُ ْ ْ ْ ُ َّ �ش ْي ٍء ف ُر ُّد ْو ُه إ َلى هللا َو َ
اآلخ ِر ذ ِل َك َْ َ
ِ الرسو ِل ِإن كنتم تؤ ِمنون ِباهللِ واليو ِم ِ ِ
َ في
ِ
ً ْ َْ ُ َ ْ ََ ٌَْ
)59( خير وأحسن تأ ِويال
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, ta’tilah Allah
dan ta’atilah Rasul (Nya), dan ulil amri diantara kamu.
Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu,
maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah
5. Pendekatan Hermeneutika
Pendekatan ini masih tidak begitu familiar dalam
daftar literatur islam klasik. Oleh karena itu, teori ini masih
menjadi perdebatan di dalam kalangan umat islam. Namun
demikian, pendekatan ini merupakan suatu kajian yang lebih
menitikberatkan pada interdisipliner tentang al-Qur’an.
Karena, selain mendiskusikan tentang nilai-nilai keagamaan,
al-Qur’an juga banyak berbicara mengenai isyarat-isyarat ilmu
pengetahuan hingga rekam jejak nabi, bahkan masa-masa
sebelum al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad saw
sebagai rasul terakhir (Martin 2001, 200).
Tekstualitas yang menjadi fokus kajian hermeneutika
telah diperluas maknanya, terutama oleh Schleiermacher.
Teks bukan lagi semata merujuk pada pengertian teks ajaran
agama (kitab suci) tetapi mencakup teks-teks lain. Bahkan,
definisi teks dalam perkembangan hermeneutika lebih lanjut
juga kian meluas, bukan lagi teks tertulis, tetapi juga lisan dan
isyarat-isyarat dengan bahasa tubuh. Karena itu sikap ‘diam’
A. Kebudayaan
1. Pengertian Kebudayaan
Secara terminologi bahwa kebudayaan adalah
kebudayaan bukan hal asing di telinga orang Indonesia.
Orang asing mengenal Indonesia sebagai negara dengan
beragam kebudayaan. Kita juga pasti familiar dengan istilah
budaya timur dan budaya barat. Lantas, apa itu kebudayaan?
Kebudayaan memiliki akar kata budaya. Budaya sendiri berasal
dari Bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan
bentuk jamak dari kata buddhi yang berarti akala tau budi
(Soekamto, 2012).
Budaya atau kebudayaan secara etimologi berasal dari
bahasa Sansekerta yaitu: buddhayah. Seperti yang di utarakan
oleh Koentjaraningrat (2015: 11) bahwa kebudayaan dari kata
dasar budaya berasal dari bahasa sansakerta, yaitu buddhayah,
yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti “budi” atau “akal”.
Ia melanjutkan bahwa definisi budaya adalah “daya budi”
yang berupa cipta, karsa dan rasa, sedangkan kebudayaan
adalah hasil dari cipta, karsa, dan rasa itu sendiri.
3. Fungsi Kebudayaan
Didalam kebudayaan terdapat pola perilaku yang
merupakan cara manusia untuk bertindak sama dan harus
diikuti oleh semua anggota masyarakat, artinya kebudayaan
merupakan suatu garis pokok tentang perilaku yang
menetapkan peraturan-peraturan mengenai bagaimana
masyarakat harus bertindak, bagaimana masyarakat
2. Ilmu
Kata ilmu merupakan bahasa serapan dari bahasa Arab,
berasal dari kata ‘alima – ya’lamu – ‘ilman yang berarti
mengetahui (Yunus, 1990). Pada hakikatnya ilmu berasal dari
pengetahuan, namun sudah disusun secara sistematis dan
diuji kebenarannya secara ilmiah, dan dinyatakan shahih atau
valid (Nata, 2018).
Dalam pandangan Barat, ilmu hanyalah yang didasarkan
pada hasil observasi, eksperimen, dan penalaran akal semata.
Sehingga yang diakui kebenarannya hanyalah ilmu alam
dan ilmu sosial. Pandangan Barat menganggap bahwa ilmu
adalah sesuatu yang ada di dalam realitas empirik yang dapat
diobservasi pada ruang fisik. Sedangkan hal-hal yang bersifat
metafisik tidak diakui kebenarannya karena dianggap berada
di luar jangkauan mereka.
Inilah yang membedakannya dengan Islam. Dalam
Islam, pengetahuan tidak hanya yang dapat dicapai dengan
pancaindra dan akal. Sebab umat Islam memahami bahwa
akal yang dimiliki sangatlah terbatas, dan tidak mungkin
digunakan untuk memahami segala realitas yang ada di
dunia ini. Pancaindra pun demikian, jangkauan penglihatan
dan pendengaran manusia justru akan semakin menurun
seiring dengan bertambahnya usia. Oleh karena hal tersebut,
umat Islam menjadikan Allah sebagai aspek utama dan tidak
3. Filsafat
Filsafat berasal dari bahasa yunani, philosophia yang
bermakna pecinta kebijaksanaan (Greek, 2021). Tujuan akhir
dari filsafat adalah ketika seseorang menjadi bijaksana. Bahkan
Socrates pernah mengatakan, “hanya satu hal yang aku tahu,
yaitu aku tidak mengetahui apapun”. Hal tersebut tentu bukan
karena kebodohan Socrates, sang filsuf besar, melainkan itu
merupakan bentuk kebijaksanaanya dengan merasa bahwa
semakin banyak ia mempelajari sesuatu, ternyata ia justru
semakin merasa bahwa masih banyak pengetahuan di luar
sana yang belum ia ketahui.
Filsafat sering dianggap sebagai induk dari segala ilmu
pengetahuan. Sebab filsafat mengajak untuk memahami
sesuatu hingga ke akarnya; yaitu dari segi epistemologi,
aksiologi, dan ontologi. Secara umum, filsafat bertujuan untuk
mengkaji berbagai persoalan umum dan mendasar seperti
pengetahuan, kebenaran, nilai, dan realitas (Grayling, 1995).
Dari berbagai definisi di atas, dapat diketahui bahwa
pengetahuan, ilmu, dan filsafat memiliki hubungan dan
keterkaitan antara satu dengan yang lain. Secara sederhana,
pengetahuan adalah informasi tentang objek atau fenomena;
ilmu merupakan pengetahuan yang telah diobservasi
dan diverifikasi; sedangkan filsafat mencakup inti dalam
memperoleh ilmu (dan) pengetahuan.
1. Ilmu Alam
Ilmu alam (natural science) merupakan ilmu tertua yang
dipelajari oleh manusia. Hal tersebut dikarenakan mempelajari
alam merupakan kebutuhan alamiah agar manusia mampu
bertahan hidup (survive). Proses pemahaman, pengamatan,
dan penyelidikan terkait gejala alam membantu manusia
untuk menghindari dampak yang mungkin terjadi yang
disebabkan oleh alam, seperti perubahan cuaca, musim, dan
lain sebagainya.
Seiring waktu, ilmu alam dipelajari bukan hanya untuk
sekadar bertahan hidup melainkan untuk memenuhi
kebutuhan manusia. Ilmu alam dasar seperti biologi, fisika,
kimia, dan geologi merupakan hasil pengetahuan dari
pengamatan dan penyelidikan manusia terhadap alam. Ilmu
pengetahuan tersebut kemudian berkembang dengan tidak
hanya mengamati alam, namun mampu merekonstruksi
bahkan berupaya merekayasa alam sesuai yang dikehendaki.
Sebagai contoh, manusia telah mampu menciptakan hujan
buatan di suatu daerah yang sedang mengalami kekeringan
dan kemarau berkepanjangan agar daerah tersebut kembali
subur layaknya di musim hujan.
Islam pun memerintahkan untuk mempelajari alam
dan seisinya sebagai konsekuensi menjadi muslim dalam
mengemban tugas menjadi Khalifatullah (wakil Allah) untuk
menjaga alam raya ini. Bahkan alam dan seisinya merupakan
tanda-tanda kekuasaan Allah (ayatul kauniyah) yang
1. Multidisiplin
Multidisiplin merupakan gabungan beberapa disiplin
ilmu untuk bersama-sama mengatasi persoalan tertentu.
2. Interdisiplin
Interdisiplin merupakan tindakan lebih lanjut dari
multidisiplin, yaitu upaya untuk memadukan dua atau lebih
disiplin keilmuan. Interdisiplin mulai memadukan metode,
data, teori, dan perpektif sebuah disiplin ilmu terhadap disiplin
ilmu yang lain; antar disiplin ilmu tersebut sudah menyatu
menjadi satu kesatuan untuk memecahkan persoalan.
Baik multidisiplin maupun interdisiplin, keduanya
merupakan sebuah upaya re-approachment yang dibutuhkan
dalam mengantisipasi perkembangan ilmu pengetahuan yang
sedemikian pesatnya di era disrupsi ini. Ilmu agama tidak
semata-mata ibadah ritual semata, melainkan juga menjadi
landasan dalam menyelesaikan persoalan sehari-hari. Harus
ada pembacaan ulang atas teks Alquran sehingga agama
tidak kehilangan relevansinya dengan kehidupan saat ini.
Sedangkan ilmu alam, sosial, dan humaniora haruslah
berakar dari agama sebagai sumber otoritatif dalam
perkembangan ilmu pengetahuan di dalam Islam. Memahami
ilmu tentang alam raya beserta isinya, juga ilmu sosial-
kemasyarakatan, harus disertai dengan nilai-nilai spiritual
transendental.
Hal yang harus selalu diingat, bahwa dalam Islam yang
paling utama dari ilmu pengetahuan adalah manakala
ia dapat memberikan seluas-luasnya manfaat kepada
orang lain, dan ilmu yang dimiliki oleh seseorang mampu
A. Pendekatan Normatif
Kata normatif berasal dari bahasa Inggris norm yang
berarti norma, ajaran, acuan, ketentuan tentang masalah yang
baik dan buruk, yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh
dilakukan.Dalam hubungan ini kata norma erat hubungannya
dengan akhlak, yaitu perbuatan yang muncul dengan mudah
dari kesadaran jiwa yang bersih dan dilakukan atas kemauan
sendiri, bukan berpura-pura dan bukan pula paksaan.
Selanjutnya karena akhlak, merupakan inti dari agama, bahkan
inti ajaran al-Qur’an, maka norma sering diartikan pula agama.
karena agama tersebut berasal dari Allah, dan sesuatu yang
berasal dari Allah pasti benar adanya, maka norma tersebut
juga diyakini pasti benar adanya, tidak boleh dilanggar, dan
wajib dilaksanakan.
Pendekatan normatif adalah pendekatan yang
memandang agama dari segi ajarannya yang pokok dan
asli dari Tuhan yang didalamnya belum terdapat pemikiran
manusia. Dalam pendekatan normatif ini agama dilihat sebagai
suatu kebenaran yang mutlak dari Tuhan yang di dalamnya
belum terdapat penalaran pemikiran manusia. Dalam kaitan
ini agama tampil sangat prima dengan seperangkat cirinya
yang khas. Untuk agama Islam misalnya, secara normatif
pasti benar, menjunjung nilai-nilai luhur. Untuk bidang
sosial, agama tampil menawarkan nilai-nilai kemanusiaan,
B. Pendekatan Antropologis
Kata Antropologi berasal dari bahasa Yunani, anthropos
dan logos. Anthropos berarti manusia dan logos berarti pikiran
atau ilmu. Secara sederhana, Antropologi dapat dikatakan
sebagai ilmu yang mempelajari manusia. Tentunya kita
akan semakin bertanya-tanya, begitu banyak ilmu yang
mempelajari manusia.
Lalu, apa sebenarnya yang dipelajari Antropologi?
Menurut William A. Haviland, seorang antropolog Amerika,
Antropologi adalah ilmu yang pengetahuan yang mempelajari
keanekaragaman manusia dan kebudayaannya. Dengan
mempelajari kedua hal tersebut, Antropologi adalah studi
yang berusaha menjelaskan tentang berbagai macam bentuk
perbedaan dan persamaan dalam aneka ragam kebudayaan
manusia.
C. Pendekatan Sosiologis
Definisi sosiologi secara luas ialah ilmu tentang masyarakat
dan gejala-gejala mengenai masyarakat. Sosiologi seperti
itu disebut macro-sociology, yaitu ilmu tentang gejala-gejala
sosial, institusi-institusi sosial dan pengaruhnya terhadap
masyarakat. Secara sempit sosiologi didefinisikan sebagai ilmu
tentang perilaku sosial ditinjau dari kecendrungan individu
dengan individu lain dengan memperhatikan simbol-simbol
interaksi.Sedangkan menurut The Wold Book Encyclopedia
International, sosiologi memiliki makna;
“Sociology is the study of the individuals, groups, and
institutions that make up human society. The field of sociology
covers an extremely broad range that includes every aspect
for human social conditions. Sociologists observe and record
how people relate to one another and to their environments.
They also study the formation of groups; the causes of various
forms of social behaviour; dan the role of churches, schools,
and other institutions within a society. Sociology is a social
science and is closely related to anthropolgy, psychology, and
other social sciences.”
Pada dasarnya sosiologi dapat dipahami sebagai ilmu
yang mempelajari kehidupan sosial manusia dalam tata
kehidupan bersama. Ilmu ini memusatkan telaahnya pada
kehidupan kelompok dan tingkah laku sosial lengkap dengan
produk kehidupannya. Sosiologi tidak tertarik pada masalah-
E. Pendekatan Fenomenologis
Kata fenomenologi berasal dari kata Yunani fenomenon
yaitu sesuatu yang tampak, yang terlihat karena bercakupan.
Dalam bahasa Indonesia biasa dipakai istilah gejala. Jadi
fenomenologi adalah suatu aliran yang membicarakan
fenomenon, atau segala sesuatu yang menampakkan diri.
Tokoh fenomenologi adalah Edmund Husserl (1859-
1938), ia adalah pendiri fenomenologi yang berpendapat
bahwa ada kebenaran untuk semua orang, dan manusia dapat
mencapainya.Adapun inti pemikiran fenomenologi menurut
Husserl adalah bawah untuk menemukan pemikiran yang
benar, seseorang harus kembali kepada “benda-benda”
sendiri. Dalam bentuk slogan pendirian ini mengungkapkan
dengan kalimat zu den sachen (to the things). Kembali
kepada “benda-benda” dimaksudkan adalah bahwa “benda-
benda” diberi kesempatan untuk berbicara tentang hakikat
dirinya. Pernyataan tentang hakikat “benda-benda” tidak
lagi bergantung kepada orang yang membuat pernyataan,
melainkan ditentukan oleh “benda-benda” itu sendiri.
Akan tetapi, “benda-benda” tidaklah secara langsung
memperlihatkan hakikat dirinya. Apa yang kita temui pada
“benda-benda” itu dalam pemikiran biasa bukanlah hakikat.
Hakikat benda itu ada di balik yang kelihatan itu. Karena
pemikiran pertama (first look) tidak membuka tabir yang
menutupi hakikat, maka diperlukan pemikiran kedua (second
F. Pendekatan Filosofis
Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata philo yang
berarti cinta kepada kebenaran, ilmu, dan hikmah. Selain itu,
filsafat dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha
H. Pendekatan Politis
Kata politik berasal dari kata politic (Inggris) yang
menunjukkan sifat pribadi atau perbuatan. Secara leksikal,
kata asal tersebut berarti acting or judging wisely, well judged,
prudent. Kata ini terambil dari kata Latin politicus dan bahasa
Yunani (Greek) politicos yang berarti relating to a citizen. Kedua
I. Pendekatan Psikologis
Psikologi berasal dari dua kata Yunani, yaitu psyche dan
logos. Mengenai kata logos, kiranya sudah banyak orang
tahu bahwa artinya adalah nalar, logika, atau ilmu. Karena
itu psikologi berarti psyche. Tetapi apakah psyche itu? Nah,
di sinilah terdapat perbedaan pendapat yang berlarut-
larut itu. Kalau kita periksa Oxford Dictionary misalnya, kita
akan melihat bahwa istilah psyche mempunyai banyak arti
dalam bahasa Inggris yaitu soul, mind, dan spirit. Dalam
bahasa Indonesia ketiga kata-kata bahasa Inggris itu dapat
dicakup dalam satu kata yaitu “jiwa”. Karena itulah dalam
bahasa Indonesia kebanyakan orang cenderung mengartikan
psikologi sebagai ilmu jiwa. Tetapi kecendrungan ini tidak
terdapat dalam bahasa Indonesia saja. Kalau kita periksa
dalam bahasa Belanda misalnya, maka psikologi diartikan
sebagai zielkunde, dalam bahasa Jerman seelenkunde, dalam
bahasa Arab ilmun nafsi, yang semuanya itu tak lain artinya
ilmu jiwa.
Menurut Zakiah Daradjat, perilaku seseorang yang tampak
lahiriah terjadi karena dipengaruhi oleh keyakinan yang
dianutnya. Seseorang ketika berjumpa saling mengucapkan
salam, hormat pada kedua orang tua, kepada guru, menutup
aurat, rela berkorban untuk kebenaran, dan sebagainya
merupakan gejala-gejala keagamaan yang dapat dijelaskan
melalui ilmu jiwa agama. Ilmu jiwa agama, sebagaimana
dikemukakan Zakiah Daradjat, tidak akan mempersoalkan
benar tidaknya suatu agama yang dianut seseorang, melainkan
J. Pendekatan Interdisipliner
Pendekatan interdisipliner memusatkan perhatian pada
masalah-masalah sosial yang dapat didekati dari berbagai
disiplin keilmuan sosial. Yang menjadi titik tolak pembelajaran
biasanya konsep atau generalisasi yang berdimensi jarak atau
masalah sosial yang menyangkut atau menuntut pemecahan
masalah dari berbagai bidang keilmuan sosial.
Pendekatan interdisipliner disebut juga pendekatan
terpadu atau integrated approach atau istilah yang digunakan
2. Ihsan
Term ihsan berasal dari huruf alif, ha, sin dan nun. Di
dalam al- Qur’an, term ihsan bersama dengan berbagai kata
jadiannya disebutkan secara berulang -ulang. Penyebutan
tersebut terdapat sebanyak 108 kali yang disebut tersebar
dalam 101 ayat dan pada 36 surat (Muhammad Fuad Abd
al-Bâqî:1981). Term ihsan berupa fi’il mâdhi, ahsana disebut
2. Aliran Qadariyyah
Aliran ini diperkenalkan pertama kali oleh Ma‟bad Al-
Juhani. Isi ajaran ini adalah meyakini bahwa “manusia memiliki
kebebasan dan kemerdekaan dalam menentukan perjalanan
hidupnya” (Zaenal Farid teologi-dalam-islam-tokoh.html).
Manusia memiliki kebebasan dan kekuatan sendiri untuk
mewujudkan perbuatannya baik maupun buruk. Tindakan
penguasa yang menindas rakyat dan mengekang pemikiran
umat, sangat bertentangan dengan Islam, maka harus
dipertanggung jawabkan dihadapan umat dan dihadapan
Allah kelak. Atas pemikiran Ma‟bad Al-Juhani yang keras,
maka ia harus menerima hukuman mati dari khalifah Abdul
Malik bin Marwan pada tahun 80 H / 699 M. Perjuangan
Al-Juhani kemudian dilanjutkan Ghylan al-Damsyaqi. Oleh
3. Aliran Mu’tazilah
Aliran Mu’tazilah lahir kurang lebih pada permulaan
abad pertama Hijrah di kota Basrah. (Irak), pusat ilmu dan
peradaban pada wakt itu. Asal usul kata Mu’tazilah, ada 3
teori yng semuanya berkisar dari kata I’tazala.
a. Disebut Mu’tazilah karena Washil bin Atha‟ dan Amr bin
Ubaid menjauhkan diri (i‟tazala) dari pengajian gurunya
yaitu Hasan Basri di masjid Basrah, kemudian membentuk
pengajian sendiri. Hasan Basri berpendapat bahwa orang
yang telah beriman kepada Allah dan RasulNya, tetapi dia
melakukan dosa besar maka orang tersebut masih tetap
muslim walau muslim yang durhaka.” Washil bin Atho‟
tidak sesuai dengan pendapat gurunya, lalu ia keluar
dari majlis gurunya dan kemudian mengadakan majlis
lain di suatu pojok dari masjid Basra. Oleh karena itu
maka Washil bin Atha‟ dinamai kaum Mu’tazilah, karena
ia mengasingkan diri dari gurunya” (Siradjudin Abbas,
2018: 191).
b. Menurut pendapat lain dikatakan Mu’tazilah karena
mereka melepaskan diri dari pendapat Ulama‟ atau
aliran terdahulu yaitu mengenai hukum orang Islam yang
berbuat dosa besar (Farid Zaenal, 2017).
c. Disebut Mu’tazilah karena pendapat mereka yang
mengatakan bahwa pembuat dosa besar berarti
menjauhkan diri dari golongan orang orang mukmin dan
juga golongan orang orang kafir. Jadi Mu’tazilah adalah
sifat dari si pembuat dosa besar yang menjauhkan diri
4. Aliran Asy’ariah
Aliran Asy’ariah didirikan oleh Abu Hasan Ali bin Ismail
al-Asy’ari, lahir di Basrah tahun 260 H / 873 M dan wafat
tahun 324H / 935 M putra dari Abu Musa Al-Asy’ari (wakil
sayyidina Ali ketika terjadi perundingan dengan Muawiyah).
Masa kecil Al-Asy’ari belajar dengan tokoh Mu’tazilah terkenal
yaitu Abu Ali al-Jubbai (bapak tirinya) untuk mempelajari
ajaran Mu’tazilah. Aliran Mu’tazilah dianut Al-Asy’ari sampai
usia 40 tahun. Menurut satu riwayat ketika menginjak umur
40 tahun, ia mengasingkan diri dari orang banyak, 15 hari
ia mengurungkan diri di rumah sambil merenung. Untuk
menyatakan sikapnya bahwa ia keluar dari Mu’tazilah, dia
sampaikan di masjid besar Basrah di depan banyak orang.
Sebelumnya ia sering berdebat dengan gurunya yaitu Al-
Jubbai, dari sini mulai tampak kelemahan ajaran Mu’tazilah.
Perdebatan yang sangat menarik,
Ada beberapa aliran pemikiran Islam yaitu:
a. Khawarij yang mengkafirkan orang mukmin yang
melakukan dosa besar.
b. Qadariyah yang meyakini manusia merdeka dalam
menentukan apa yang ia perbuat baik dan buruk
tergantung pada pilihannya, Tuhan tidak ikut campur
tangan.
1. Aliran Khawarij
Khawarij berasal dari kata kharaja, artinya ialah keluar, dan
yang dimaksudkan disini ialah mereka yang keluar dari barisan
Ali sebagai diterimanya arbitse oleh Ali. Tetapi sebagaian
2. Doktrin-Doktrin Khawarij
a. Khalifah harus dipilih bebas seluruh umat Islam
b. Khalifah tidak harus berasal dari keturunan Arab
c. Dapat dipilih secara permanen selama yang
bersangkutan bersikap adil dan menjalankan
syariat Islam. Ia dijatuhkan bahkan dibunuh apabila
melakukan kedzaliman.
d. Khalifah sebelum Ali adalah sah, tetapi setelah tahun
ke tujuh Ustman dianggap menyeleweng. Dan
khalifah Ali adalah sah tetapi setelah terjadi arbitrase
(tahkim), ia dianggap menyeleweng.
e. Muawiyah dan Amr bin Ash serta Abu Musa Al-Asy’ari
juga dianggap menyeleweng dan telah menjadi kafir.
f. Pasukan perang jamal yang melawan Ali kafir.
g. Seseorang yang berdosa besar tidak lagi disebut
muslim sehingga harus dibunuh dan seseorang
muslim dianggap kafir apabila ia tidak mau
membunuh muslim lainnya yang telah dianggap kafir
3. Aliran Syiah
Syiah dalam bahasa Arab artinya ialah pihak, puak,
golongan, kelompok atau pengikut sahabat atau penolong.
Pengertian itu kemudian bergeser mempunyai pengertian
tertentu. Setiap kali orang menyebut syiah, maka asosiasi
pikiran orang tertuju kepada syiah-ali, yaitu kelompok
masyarakat yang amat memihak Ali dan dan memuliakannya
beserta keturunannya. Kelompok tersebut lambat laun
membangun dirinya sebagai aliran dalam Islam. Adapun
ahl al-bait adalah “family rumah nabi”. Menurut syiah yang
dinamakan ahl bait itu adalah Fatimah, suaminya Ali, Hasan
dan Husein anak kandungnya, menantu dan cucu-cucu Nabi,
sedang isteri-isteri nabi tidak termasuk Ahl alBait (Chaerudji:
2007)
Tokoh-tokoh Aliran Syiah: Jalaludin Rakhmat, Haidar Bagir,
Haddad Alwi, Nashr bin Muzahim, Ahmad bin Muhammad
bin Isa Al-Asy’ari.
5. Aliran Jabbariyah
Kata Jabariyah berasal dari kata jabara yang berarti
memaksa dan mengharuskannya melaksanakan sesuatu atau
secara harfiah dari lafadz al-jabr yang berarti paksaan. Kalau
dikatakan Allah mempunyai sifat Al-jabbar (dalam bentuk
mubalaghah), itu artinya Allah Maha Memaksa. Selanjutnya
kata jabara setelah ditarik menjadi jabariyah memiliki arti
suatu aliran. Lebih lanjut Asy- Syahratsan menegaskan bahwa
paham Al jabr berarti menghilangkan perbuatan manusia
dalam arti yang sesungguhnya dan menyandarkannya kepada
Allah, Dengan kata lain manusia mengerjakan perbuatannya
dalam keadaan terpaksa (Asy-Syahrastani, Al-Milal wa Al-
Nihal:2006)
Secara istilah, jabbariyah berarti menyandarkan perbuatan
manusia kepada Allah SWT. Jabariyyah menurut mutakallimin
adalah sebutan untuk mahzab al-kalam yang menafikkan
6. Doktrin-doktrin jabbariyah
a. Manusia mengerjakan perbuatan dalam keadaan
terpaksa
b. Kalam Tuhan adalah makhluk
c. Tuhan tidak dapat dilihat di akhirat
d. Surga Neraka tidak kekal (Achmadsurya. id1945.com)
7. Aliran Qaddariyah
Qadariyah berasal dari kata “qadara” yang artinya
memutuskan dan kemampuan dan memiliki kekuatan,
sedangkan sebagai aliran dalam ilmu kalam. Qadariyah
adalah nama yang dipakai untuk salah satu aliran yang
memberikan penekanan terhadap kebebasan dan kekuatan
manusia dalam menghasilkan perbuatan-perbuatannya.
Dalam paham Qadariyah manusia dipandang mempunyai
Qudrat atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya,
dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa
tunduk kepada Qadar atau pada Tuhan.
Adapun menurut pengertian terminologi Qodariyyah
adalah suatu aliran yang mempercayai bahwa segala
tindakan manusia tidak diintervensi oleh Tuhan. Aliran ini
juga berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta
bagi segala perbuatannya, ia dapat berbuat sesuatu atau
meninggalkannya atas kehendak sendiri. Berdasarkan
pengertian tersebut, qodariyyah merupakan nama suatu
9. Aliran Mu’tazillah
Term Mu’tazilahini kemudian menjadi nama sebuah aliran
di dalam ilmu kalam yang para sarjana menyebutnya sebagai
Mu‟tazillah berdasarkan peristiwa yang terjadi pada Washil
ibn Atha (80 H/699 M- 131 H/748 M) dan Amr ibn Ubayd
dengan al-Hasan al-Bashri. Dalam majlis pengajian al-Hasan
al-Bashri muncul pertanyaan tentang orang yang berdosa
besar bukanlah mu‟min dan juga bukanlah orang kafir, tetapi
berada diantara dua posisi yang istilahnya al Manzillah bayn
al-manzilatayn. pemimpian tertua di aliran Mu‟tazillah adalah
Washil ibn Atha.
Tokoh-tokoh Aliran Mu‟tazillah: Wasil bin Ata‟, Abu Huzail
al-allaf, An-Nazzam, dan Al-Jubba‟i.
1. Madzhab Hanafi
Madzhab Hanafi ini didirikan oleh al-Imam Abu Hanifah
an-Nu’man bin Tsabit al-Kufi (80 – 150 H / 699-767 M). Pada
mulanya madzhab Hanafi ini diikuti oleh kaum Muslimin
yang tinggal di Irak, daerah tempat kelahiran Abu Hanifah,
pendirinya. Namun kemudian, setelah Abu Yusuf menjabat
sebagai hakim agung pada masa Daulah Abbasiyyah,
madzhab Hanafi menjadi populer di negeri Persia, Mesir,
Syam dan Maroko. Dewasa ini, madzhab Hanafi diikuti oleh
kaum muslimin di negara negara Asia Tengah, yang dalam
referensi klasik dikenal dengan negeri seberang Sungai Jihun
(sungai Amu Daria dan Sir Daria), Pakistan, Afghanistan, India,
Bangladesh, Turki, Albania, Bosnia dan lain-lain. Dalam bidang
teologi, mayoritas pengikut madzhab Hanafi mengikuti
madzhab al-Maturidi. Sedangkan teologi madzhab al-Maturidi
lebih dekat dengan teologi madzhab al-Asy’ari dari pada
Mu’tazilah. Antara keduanya memang terjadi perbedaan dalam
beberapa masalah, tetapi perbedaan tersebut hanya bersifat
verbalistik (lafzhi), tidak bersifat prinsip dan substantif (haqiqi
2. Madzhab Maliki
Madzhab Maliki ini dinisbahkan kepada pendirinya,
al-Imam Malik bin Anas al-Ashbahi (93-179 H/712-795
M). Madzhab ini diikuti oleh mayoritas kaum muslimin di
negara-negara Afrika, seperti Libya, Tunisia, Maroko, Aljazair,
Sudan, Mesir, dan lain-lain. Dalam bidang teologi, seluruh
pengikut madzhab Maliki mengikuti madzhab al- Asy’ari
tanpa terkecuali. Berdasarkan penelitian al-Imam Tajuddin
as-Subki, belum ditemukan di kalangan pengikut madzhab
Maliki, seorang yang mengikuti selain madzhab al-Asy’ari.
3. Madzhab Syafi’i
Madzhab Syafi’i ini didirikan oleh al-Imam Abu Abdillah
Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i (150-204 H/767- 820 M).
Madzhab Syafi’i ini diakui sebagai madzhab fiqh terbesar
jumlah pengikutnya di seluruh dunia. Tidak ada madzhab fiqh
yang memiliki jumlah begitu besar seperti madzhab Syafi’I
karena diikuti oleh mayoritas kaum Muslimin Asia Tenggara
seperti Indonesia, Malaysia. Filipina, Singapura, Thailand, India
bagian Selatan seperti daerah Kirala dan Kalkutta, mayoritas
negara-negara Syam seperti Syiria, Yordania, Lebanon,
Palestina, sebagian besar penduduk Kurdistan, Kaum Sunni
di Iran, mayoritas penduduk Mesir dan lain-lain. Dalam
4. Madzhab Hanbali
Madzhab Hanbali ini didirikan oleh al-Imam Abu Abdillah
Ahmad bin Muhammad bin Hanbal al-Syaibani (164-241
H/780-855 M). Madzhab Hanbali ini adalah madzhab yang
paling sedikit jumlah pengikutnya, karena tersebarnya
madzhab ini berjalan setelah madzhabmadzhab lain
tersosialisasi dan mengakar di tengah masyarakat. Madzhab
ini diikuti oleh mayoritas penduduk Najd, sebagian kecil
penduduk Syam dan Mesir. Dalam bidang teologi, mayoritas
ulama Hanbali yang utama (fudhala’), pada abad pertengahan
dan sebelumnya, mengikuti madzhab al-Asy’ari. Di antara
tokoh-tokoh madzhab Hanbali yang mengikuti madzhab
alAsy’ari ialah al-Imam ibn Sam’un al-Wa’izh, Abu Khaththab
al- Kalwadzani, Abu al-Wafa bin ‘Aqil, al-Hafizh ibn al-Jawzi
dan lainlain. Namun kemudian sejak abad pertengahan
terjadi kesenjangan hubungan antara pengikut madzhab
al- Asy’ari dengan pengikut madzhab Hanbali. Menurut
penelitian al-Hafizh ibn Asakir al-Dimasyqi, pada awalawal
metamorfosa berdirinya madzhab al- Asy’ari, para ulama
Hanbali bergandengan tangan dengan para ulama al-Asy’ari
dalam menghadapi kelompok kelompok ahli bid’ah seperti
Mu’tazilah, Syi’ah, Khawarij, Murji’ah dan lain-lain. Ulama
Hanbali dalam melawan argumentasi kelompok-kelompok
ahli bid’ah, biasanya menggunakan senjata argumentasi
ulama al-Asy’ari. Dalam bidang teologi dan ushul fiqh, para
5. Aliran Tasauf
Term tasawuf sebenarnya belum dikenal pada masa-masa
awal Islam. Istilah ini merupakan ungkapan baru yang masuk
ke dalam ajaran Islam yang dibawa oleh umat-umat lain
(Nurcholis, 2011). Kelahiran tasawuf dimulai ketika kehidupan
kaum materialistik mulai mengemuka dalam kehidupan umat
Islam pada abad kedua dan ketiga hijriah sebagai akibat dari
kemajuan ekonomi dalam dunia Islam. Kemudian, muncullah
sebagian orang yang aktivitasnya hanya konsentrasi beribadah
dan menjauhkan diri dari hiruk-pikuk kehidupan dunia, dan
mereka disebut kaum sufi. Adapun ajarannya disebut tasawuf
(Siregar, 2012).
2. Postmodernisme
Setelah modernism tampil dalam sejarah sebgai kekuatan
progresif yang menjanjikan pembebasan manusia dari
belenggu keterbelakangan dan irrasionalitas. Akan tetapi
dalam beberapa decade terakhir ini, “proyek” modernism
yang demikian hebat itu diggugat oleh sebuah gerakan yang
kemudian diikenal dengan “postmodernisme” dan dinilai gagal
mencapai sasarannya.
Sebagai gerakan cultural-intelektual, postmodernisme
sendiri sudah muncul pada tahun 1960 an, yang bermula dari
bidang seni arsitektur dan kemudian merambah ke dalam
bidang-bidang lain, baik itu sastra, ilmu social, gaya hidup,
B. Islam liberal
Islam secara lughawi bermakna pasrah, tunduk, kepada
Tuhan (Allah) dan terikat dengan hukum-hukum yang dibawa
Nabi Muhammad SAW. Dalam hal ini Islam tidak bebas.
Tetapi disamping Islam tunduk kepada Allah AWT, Islam
sebenarnya membebaskan manusia atau makhluk lainnya.
Bisa disimpulkan Islam itu “bebas” dan “tidak bebas”.
Kemunculan istilah Islam liberal ini, menurut Luthfi,
mulai dipopulerkan tahun 1950-an. Tapi mulai berkembang
pesat terutama di Indonesia tahun 1980-an yaitu oleh tokoh
utama dan sumber rujukan “utama” komunitas atau jaringan
2. Islam Struktural
Struktur adalah sebuah gambaran yang mendasar
dan kadang tidak berwujud, yang mencakup pengenalan,