DISUSUN OLEH:
KELOMPOK II
Segala Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memenuhi sebagian tugas Mata Kuliah Bina Komunikasi Persepsi Bunyi dan
Irama Jurusan Pendidikan Luar Biasa pada Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas
Negeri Padang.
1. Ibu Dra. Zulmiyetri, M.Pd selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah yang
Penulis menyadari bahwa Makalah ini masih banyak kekurangan baik isi
maupun susunannya. Semoga Makalah ini dapat bermanfaat tidak hanya bagi
Penulis
i
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan ............................................................................................................31
B. Saran ......................................................................................................................31
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
petunjuk praktis yang terstandar, serta best practis dari para praktisi yang
memiliki pengalaman di bidang BKPBI. Tuntutan pembelajaran BKPBI yang
harus dilaksanakan secara profesional tersebut, berimplikasi terhadap penguasaan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap dari guru-guru yang akan mengajarkan
BKPBI dimaksud.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja Sarana dan Prasarana BKPBI?
2. Bagaimana Prinsip Pelaksanaan BKPBI?
3. Bagaimana Rambu-Rambu Pelaksanaan BKPBI?
4. Bagaimana Prosedur Pelaksanaan BKPBI?
5. Bagaimana Program Pelaksanaan BKPBI?
C. Tujuan Penulisan
1. Memahami Sarana dan Prasarana BKPBI.
2. Memahami Prinsip Pelaksanaan BKPBI
3. Memahami Rambu-Rambu Pelaksanaan BKPBI
4. Memahami Prosedur Pelaksanaan BKPBI
5. Memahami Program Pelaksanaan BKPBI
2
BAB II
PEMBAHASAN
ABD ialah sebuat alat elekronik yang fungsinya memperkeras bunyi. Oleh
karena itu anak tunarungu yang memakainya akan segera dapat menditeksi bunyi
atau suara.
1) Microphone
3
2) Sumber tenaga
3) Amplifier
4) Pengatur volume
5) Receiver
1. ABD standar untuk orang tua atau anak yang kurang dengar ringan
2. ABD medium power untuk anak yang kurang dengar sedang
3. ABD High power untuk anak yang tergolong kurang dengar berat
4. ABD super power untuk anak tergolong tuli
4
ABD saku (body ABD belakang ABD dalam telinga (in the ear
worm aid atau pocket telinga (bar level hearing aid
hearing aid atau Behid the ear
hearing aid
ABD dalam liang telinga (XP peritympanic ABD model saku bentuk baru
hearing AID
5
Batu baterai ABD Model belakang Batu baterai ABD model saku
telinga
Ruang BPBI
Ruang BPBI seharusnya dilengkapi dengan sistem looping, sekaligus
dengan empat buah kotak pengeras suara di setiap sudutnya. Di samping itu,
masih ada persyaratan lain yang harus diperhatikan, a.l.:
Lokasi ruangan : jauh dari jalan raya atau keramaian, supaya anak
tidak terganggu dalam berkonsentrasi terhadap bunyi.
Dindingnya bila mun gkin dibuat dari bahan kedap suara supaya suara
tidak memantul atau bergema sehingga mengganggu efektifitas latihan.
Bila mungkin di salah satu dinding balik terhadap gerakan yang dibuat
anak sendiri waktu mendengar bunyi.
Dan yang terakhir, harus dipasang papan tulis di dinding yang lain,
untuk menuliskan tuga-tugas individual yang harus dilakukan anak
6
Ruang BPBI harus dilengkapi dengan peralatan yang dipakai sebagai
sumber bunyi, baik yang elektronik maupun yang non elektronik. Peralatan
elektronik yang dapat disediakan,
Orgen elektronik
Tape recorder dilengkapi dengan beberapa macam rekaman :
Rekaman bunyi-bunyi binatang
Beberapa macam lagu anak-anak
Beberapa macam lagu berirama mars, wals,dangdut, disko
Musik instrumentalia dari daerah dan dari barat
Perlengkapan penunjang
Berbagai macam permainan : bola, boneka, manik-naik, tali balok-
balok susun, dsb.
Berbagai macam peralatan menari: selendang, simpai, bendera kecil,
kuda kepang, topeng, dsb.
Berbagai pias-pias kartu bertuliskan ungkapan atau istilah yang selalu
dipergunakan dalam latihan.
Gambar-gambar yang relevan untuk melaksanakan BPBI.
7
Ruang Bina Wicara
Ruang Bina Wicara sebagai ruang untuk melaksanakan latihan auditori
verbal secara individual, sebaiknya dilengkapi dengan :
Speech trainer atau speech master, ada yang biasa, ada yang
menggunakan vibrator, atau speech recorder untuk merekam suara anak
sendiri, ada pula yang menggunakan layar monitor (speech Display
Unit)
Lampu indikator untuk menyadarkan ada tidak adanya bunyi/suara anak
Cermin untuk memperoleh umpan balik visual, yang berukuran kira-
kira 4 X 60 cm, sehingga wajah anak dan guru nampak secara utuh
berdampingan di dalamnya
Gambar-gambar dan pias-pias (kartu identifikasi)
Daftar istilah atau kata-kata BPBI yang akan selalu dipergunakan dalam
melaksanakan
Ukuran ruang bina wicara sekurang-kurangnya 2 X 2 m. menggunakan
dinding kedap suara. cukup terang dan sirkulai udara bagus, agar anak tidak
merasa tertekan di dalam ruang tersebut.
Ruang Kelas
Sekolah yang akan melaksanakan BPBI secara konsekuen, harus
memperlengkapi setiap ruang kelasnya dengan Alat Bantu Dengar kelompok
(Group hearing aid atau teaching unit). Untuk ruang kelas anak-anak kecil (kelas
persiapan dan kelas D1/D2) lebih cocok menggunakan Looping System) yaitu
sebuah amplifier untuk memperkeras suara guru (yang menggunakan
michrophone). kemudian suara diteruskan ke setiap ABD individual anak lewat
medan magnit yang dibuat dari lilitan kawat melingkar di sekeliling dinding kelas.
8
B. Prinsip Pelaksanaan BKPBI
Untuk memberikan gambaran secara detail tentang ke-enam prinsip umum dalam
pembelajaran BKPBI sebagaimana dijelaskan di atas, berikut dipaparkan uraian
detail tentang ke-enam prinsip umum dimaksud.
9
mereka tertutup untuk belajar mengenali berbagai bunyi, bahkan semaksimal
mungkin guru harus terus memotivasi anak tunarungu untuk menyadari bahwa di
dunia ini ada yang namanya bunyi-bunyian.
Hasil yang akan diperoleh anak tunarungu jika mereka dilatih sejak usia
dini akan mengantarkan mereka untuk terbiasa dengan bunyi-bunyian yang
ditangkapnya, meskipun itu dalam batas yang minimal. Hal yang positif bagi
perkembangan anak tunarungu apabila dalam diri mereka tertanam konsep bahwa
di dunia ini ada bunyi, dan mereka sampai dapat merasakan bunyi mulai dari
tahap deteksi, diskrimintasi, identifikasi, dan komprehensif.
10
3. Memperhatikan Prinsip-Prinsip Umpan Balik (Prinsip Cibernetik)
Dalam Dunia Bunyi: Irama, Bunyi, Gerak.
11
diskriminasi bunyi, identifikasi bunyi, sampai pada komprehensif bunyi. Begitu
juga dalam hal jumlah waktu yang digunakan dalam pembelajaran BKPBI harus
disesuaikan dengan sifat dan kedalaman materi yang akan disampaikan. Semakin
komplek materi yang disampaikan, maka semakin banyak waktu yang digunakan
dalam pembelajaran.
12
untuk memadukan dengan gerakan dan irama, sehingga pada akhirnya anak
tunaurungu dapat menikmati gerakan dan irama melalui bunyi-bunyi yang
dipersepsikannya.
13
pada aspek fonem dan konsonan (segmental) dan irama, tempo, cepat-lambat,
jeda, dan intonasi (suprasegmental).
14
3. Prinsip Individualitas dalam Pembelajaran BKPBI
15
tahap awal latihan, getaran ini akan menggugah kesadaran anak akan
bunyi atau suara.
16
3. Latihan pendengaran perlu mempertimbangan kebutuhan perorangan
setiap anak (kognitif, bahasa, atau tingkat ketunarunguan). Untuk itu
silabinya juga harus mengarah pada individual.
17
3. Ada sebagian materi yang disajikan dalam bahan ajar ini belum
tercantum dalam Standar Kompetensi, untuk itu kami
menambahkannya.
4. Model bahan ajar ini dapat dipakai secara fleksibel kapanpun dan usia
berapapun siswa mulai diterima di sekolah, tidak tergantung pada
urutan jenjang satuan pendidikan dan umur anak.
5. Inisiatif dan kreativitas guru sangat diharapkan agar pembelajaran
BKPBI Bahasa menarik, menantang , berakhir menyenangkan bagi
siswa, dan hasilnya memuaskan.
6. Agar tujuan tercapai hendaknya latihan dilaksanakan secara
tersruktur, terprogram, dan berkesinambungan, dengan
memperhatikan ketunarunguan, kecerdasan, kondisi alat bantu
mendengar (ABM), dan motorik anak.
7. Keterampilan guru akan terlatih dengan melaksanakan BKPBI
Bahasa.
8. BKPBI Bahasa merebak di semua mata pelajaran bahkan berlangsung
sepanjang hari, tidak tergantung pada jam pelajaran BKPBI saja.
9. Agar tujuan tercapai perlu dilaksanakan penilaian secara obyektif dan
kualitatif sesuai dengan kompetensi, kecerdasan, sisa pendengaran
anak, penggunaan ABM, metode, pendekatan pemilihan materi,
bahasa yang bermakna, dan peralatan yang menunjang.
10. Pembelajaran BKPBI ini berakhir dengan menyenangkan.
18
pada tidak dikuasainya suatu sarana komunikasi lisan melainkan akibat hal
tersebut terhadap perkembangan kemampuan berbahasa secara keseluruhan.
19
diskriminasi bunyi musik/irama; (3) identifikasi bunyi musik/irama; dan (4)
komprehensi bunyi musik/irama.
20
2. Diskriminasi Bunyi Musik/Irama
Tujuan dari diskriminasi bunyi yaitu anak dapat membedakan dua macam
sumber bunyi atau lebih yang berbeda timbrenya secara terprogram. Program ini
mencakup latihan untuk membedakan bunyi, baik itu bunyi alat musik maupun
bunyi bahasa. Oleh karena itu, dalam prosedur pembelajaran diskriminasi bunyi
musik/irama, guru dapat menggunakan prinsip kontras, misalnya melatih anak
tunarungu untuk mendengarkan bunyi dengan nada yang tinggi dengan nada yang
rendah. Latihan membedakan bunyi mencakup:
21
memberikan respon berupa: gerakan , membunyikan, mengucapkan kata,
menuliskan kata, atau bermain peran. Kegiatan ini dilanjutkan dengan
mereaksi bunyi menggunakan indera pendengaran saja.
3. Guru melakukan pengamatan dari reaksi yang dilakukan siswa.
Tujuan dari identifikasi bunyi yaitu anak dapat menyebutkan ciri–ciri dari
bunyi-bunyi tertentu dan mampu mengenali bunyi-bunyi yang diperdengarkan
baik melalui alat musik atau melalui suara manusia secara terprogram. Bunyi-
bunyi yang diidentifikasi antara lain:
Untuk membantu anak tunarungu mengenal bunyi, ada beberapa hal yang
harus dilakukan, yaitu:
22
belum bisa menjawabnya, berikan jawabannya dan tunjukan dari mana
bunyi tersebut berasal.
23
Berikut disajikan kegiatan dalam pembelajaran BKPBI pada tahap komprehensi
bunyi-bunyian pada anak tunarungu.
24
E. Program Pelaksanaan BKPBI Meliputi:
25
menyediakan waktu yang terlalu lama untuk latihan diteksi ini. Latihan
diteksi ini masih dianjurkan bila misalnya anak mengalami kesuaran untuk
menditeksi bunyi bahasa tertentu misalnya bunyi bahasa (konsonan) yang
sengau (1985 : 50).
26
membantu anak agar bisa mengembangkan kecakapan mengenal bunyi,
beberapa hal bisa dilakukan :
Pertama, anak perlu diberi berbagai kesempatan guna meletakkan
dan menemukan hubungan/asosiasi antara penghayatan bunyi dengan
penghayatan lewat modalitas/indera lain yang sebelumnya telah
membentuk persepsinya terhadap berbagai rangsangan luar yaitu modalitas
motorik, perabaan dan penglihatan. Agar hubungan ini lebih mudah terjadi
maka penting untuk memberi latihan mendengar aktif dimana anak
mengamati bunyi yang dihasilkannya sendiri. Kegiatan seperti memukul-
mukul sendok pada piring, menggoyang-goyangkan kerincingan, meniup
suling dan sebagainya, mencakup gerak (motorik), perabaan, penglihatan
dan mendengar secara serempak. Memang sewaktu anak berbicara dalam
mengamati suaranya sendiri, unsar penglihatan tak begitu berperan
(kecuali bila berada di depan cermin), namun anak tetap bisa
menghubungkan kegiatan gerak, perabaan dan mendengar. Pembinaan
atau latihan seperti ini tentu perlu dilakukan berkali kali dan bervariasi
agar asosiasinya bisa terjadi.
Kedua, selama mengadakan interaksi dengan anak, setiap kali bila
terjadi suatu bunyi yang mendadak, arahkan perhatian anak terhadap bunyi
tersebut. Tanyakan "bunyi apa yang kau dengar ?" dan kemudian bila anak
belum bisa menjawabnya, berikan jawabannya dan tunjukkan dari mana
bunyi tersebut berasal. Secara lebih V formal, guru bisa mengumpulkan
berbagai benda yang menghasilkan bunyi yang kemudian disembunyikan
(masukkan ke dalam suatu kantong atau di belakang UGG anak). Setiap
kali guru membunyikan salah satu benda dan anak diminta menerka Er
benda apa yang dibunyikan. Bila anak belum mengetahuinya, perlihatkan
bendanya.
Ketiga: Cara lain yang bisa ditempuh agar anak bisa memutuskan
sendiri bunyi apa yang didengarnya adalah guna memanfaatkan setiap
kesempatan untuk menggunakan bunyi sebagai sumber informasi bagi
anak akan terjadinya sesuatu atau untuk mengenal suatu benda.
27
Misalnya: Arahkan perhatian anak pada bunyi bel sekolah sebagai
pertanda bahwa anak akan istirahat/pulang, sebelum masuk kelas, ucapkan
"selamat pagi" dengan keras agar anak tahu akan kehadiran guru sebelum
melihatnya berada dalam kelas dan sebagainya. Dengan mengikuti
pembinaan seperti diuraikan diatas pada tahap awal, diharapkan anak
akhirnya bisa mengenal apa yang didengarnya dengan menyebutkan
"nama" hal yang dia dengar atau mengulang bunyi bahasa/kata kelompok
kata/kalimat yang didengarnya atau menunjuk pada benda gambar,
kata/kalimat yang didengarnya.
28
Dalam memberi latihan memahami bunyi bisa dituntut respon anak
berupa "menamakan" bunyi yang didengar, mengikuti suatu
perintah/melakukan tugas, menjawab pertanyaan,, menjawab sesuai
perintah/misalnya memberi lawan kata/ persamaan kata atas rangsangan
berupa kata, menjawab ya/tidak atau betul/salah (bila rangsangannya
berupa pertanyaan/pernyataan). Selanjutnya.
29
Selanjutnya Van Uden juga membedakan antara gerak yang
bersifat transitif dan intransitif. Gerak transitif adalah gerak yang
dilakukan terhadap suatu benda seperti misalnya
gerak meremas (seperti pada adonan/lilin mainan)
gerak berjalan (di atas ubin) chum gu
gerak memukul (pada meja/drum dsb.)
gerak meniup (suling, harmonika dsb.).
Gerak yang instransitif adalah gerak seperti menari, tepuk tangan,
bicara dsb. Van Uden menemukan bahwa anak tuli mengalami lebih
banyak kesulitan untuk mengikuti irama sambil bertepuk tangan dari pada
memukul irama di atas meja. Hal ini pun dapat diterangkan berdasarkan
prinsip Sibernetik tersebut, karena bagi orang dengar, gerak tersebut
biasanya dikemudikan pendengaran sedangkan ini justru tak terjadi pada
anak tuli (A. Van Uden, 1971 : 6).
30
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari semua uraian yang telah dipaparkan di atas maka dapat diambil
kesimpulan bahwa:
1) Komunikasi yang baik dalam pendidikan anak berkebutuhan khusus,
sangat diperlukan. Hal ini berlaku untuk semua jenis kelainan.
Komunikasi memang memegang peranan penting dalam diri individu
khususnya dan dalam hidup manusia pada umumnya. Di mana sejumlah
kebutuhan hanya dapat disampalkan lewat komunikasi. Demikian hainya
dengan anak berkebutuhan khusus dengan segala kekurangan dan
hambatannya. Untuk memenuhi kebutuhan komunikasi, guru berupaya
agar kemampuan berkomunikasi dapat berkembang secara optimal.
2) Materi ajar yang efektif sangat membantu anak berkebutuhan khusus
dalam hal ini anak-anak tunarungu yaitu dengan materi BKPBI anak
tunarungu akan sangat mudah untuk mengoptimalisaslkan sisa
pendengarannya.
B. SARAN
Saran yang dapat diberikan oleh penulis dari makalah ini adalah:
31
3. Bagi akademisi, khususnya akademisi yang bergelutdi dunia psikologi
anak berkebutuhan khusus untuk lebih mengenal lebih dalam yaitu
seperti, apa itu tunarungu, apa itu tunanetra, apa itu tuna grahita, Dan
gejala-gejaia yang melatar belakangi munculnya semua itu
32
DAFTAR PUSTAKA
Agus Irawan Sensus. (2005). Konsep Dasar BKPBI. Bandung: PPPPTK TK dan
PLB.
Bambang Nugroho. (2002). Bina Persepsi Bunyi dan Irama. Jakarta: UNJ.
Boothroyd, Arthur (1982), Hearing Impairments in Young children, Prentice Hall,
Inc. Englewood Cliffs, New York
Bunawan, Lani dan C. Susila Yuwati (2000), Penguasaan Bahasa
Anak Tunarungu, Yayasan Santi Rama, Jakarta
Cox TC, A (1980), Audiologi, Dewan Nasional Indonesia untuk Kesejahteraan
Sosial (DNIKS), Jakarta
Departemen Pendidikan Nasional (2000), Pengajaran Bina Persepsi Bunyi dan
Irama untuk Anak Tunarung, Jakarta
Gatty (1994), Mengajarkan Wicara kepad anak-anak Tunarungu, Alihbahasa
Hartotanojo, Yayasan Karya Bakti, Wonosobo
Griffey, Nicholas (1981), A Survey of Present Metods of Developing Language in
Deaf Children
Gunarhadi, dkk. (2011). Bahan Pendalaman Materi PLPG. Solo: UNS.
Moores, Donald F. (2001), Educating The Deaf, Psychology, Principles and
Practices, Houghton Mifflin Company, Boston , New York
Murni, W., dkk. (2010). Program Khusus SLB Bagian Tunarungu. Jakarta:
Depdiknas.
Sadjaah, E., & Sukarja, D. (1995). Bina Bicara, Persepsi Bunyi dan Irama.
Bandung: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.
SLB-B YRTRW. (2010). Profil SLB-B YRTRW. Diunduh pada 13 Maret 2012 dari
slbb-yrtrw.blogspot.com/2010/12/tklb.html
Subarto (1993), Pelaksanaan Bina Persepsi Bunyi dan Irama di SLB-B
di Indonesia, Makalah pada Penataran dan Lokakarya Federasi
Nasional untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia, Jakarta
Uden, Van (1977), A World of Language for Deaf Children; basic Principles A
Maternal Reflective Metod, Swetz&Zeitlinger, Amsterdam&Lisse,
Holland
33