Anda di halaman 1dari 9

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Enzim merupakan biomolekul yang berfungsi sebagai katalis atau senyawa yang
mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi dalam suatu reaksi kimia. Bila enzim
tidak ada maka proses-proses tersebut akan teljadi lambat atau tidak terjadi sama sekali.
Hampir semua enzim berupa protein. Enzim adalah biokatalisator yang artinya dapat
mempercepat reaksi-reaksi biologi tanpa mengalami perubahan struktur kimia. Reaksi
yang dikatalisasi oleh enzim akan terdapat molekul awal reaksi disebut sebagai substrat
dan enzim mengubah molekul tersebut menjadi molekul-molekul yang berbeda disebut
produk. Hampir semua proses biologis dalam sel memerlukan enzim agar dapat
berlangsung dengan cepat (Harahap 2012).
Aktivitas enzim dipengaruhi banyak faktor. Faktor-faktor tersebut menentukan
efektifitas kerja enzim. Apabila faktor tersebut berada pada kondisi yang optimum,
maka kerja enzim juga akan maksimal. Beberapa faktor yang mempengaruhi kerja
enzim yaitu konsentrasi enzim dan substrat dimana kecepatan reaksi bergantung pada
konsentrasi kompleks enzim-substratnya, pH karena struktur ion enzim tergantung pada
pH lingkungannya, kenaikkan suhu juga dapat menyebabkan proses denaturasi yang
menyebabkan sisi aktif enzim terganggu dan mengurangi kecepatan reaksi, waktu reaksi
dapat menentukan efektivitas kerja enzim karena semakin lama waktu reaksi maka kerja
enzim juga akan semakin optimum, dan produk akhir dapat menurunkan produktivitas
kerja enzim (Irawati 2016).
Fungsi enzim adalah mengurangi energi aktivasi yang diperlukan untuk
mencapai status transisi atau suatu bentuk dengan tingkat energi tertinggi dalam suatu
reaksi kimiawi. Suatu reaksi yang di katalisis oleh enzim mempunyai energi aktivasi
yang lebih rendah, dengan demikian membutuhkan lebih sedikit energi untuk
berlangsungnya reaksi tersebut. Enzim mempercepat reaksi kimiawi secara spesifik
tanpa pembentukan hasil samping dan bekerja pada larutan dengan keadaan suhu dan
pH tertentu (Putri 2012).

Tujuan

Praktikum ini bertujuan menjelaskan pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim,


suhu optimum untuk menghasilkan aktivitas enzim tertinggi, suhu yang menyebabkan
menurunnya aktivitas enzim.
TINJAUAN PUSTAKA

Enzim

Enzim merupakan senyawa protein yang berfungsi sebagai katalisator pada


reaksi-reaksi kimia dalam sistem biologis. Enzim mempunyai kemampuan katalitik
yang sangat besar. Enzim mampu mempercepat reaksi hingga satu juta kali lebih cepat
dibanding reaksi-reaksi tanpa enzim. Di samping daya katalitiknya mencapai nilai yang
luar biasa, enzim memiliki spesifitas terhadap substrat dari reaksi yang dikatalisisnya.
Produk enzim yang memiliki prospek baik untuk dikembangkan ialah protease, amilase
dan amiloglukosidase karena dipandang cukup luas penggunaannya dalam berbagai
industri terutama industri pangan. Protease merupakan satu dari tiga kelompok terbesar
dari industri enzim dan diperkirakan sebesar 60% dari perdagangan enzim diseluruh
dunia (Risnawati dan Cahyaningrum 2013).

Larutan Benedict

Larutan Benedict dapat digunakan untuk menguji adanya glukosa. Beberapa


gula seperti glukosa disebut gula pereduksi karena mereka mampu mentransfer hidrogen
atau elektron ke senyawa lain, proses ini disebut reduksi. Ketika gula pereduksi
dicampur dengan reagen benedict lalu dipanaskan maka akan menyebabkan reagen
benedict berubah warna. Perubahan warnanya bervariasi dari hijau sampai merah bata,
tergantung pada jumlah dan jenis gula. Larutan Benedict mengandung kupri sulfat,
natrium karbonat, dan natrium sitrat (Nurjannah et al 2017).

Kecambah Kacang Hijau

Kacang hijau termasuk salah satu sumber bahan pangan nabati yang mudah
didapat dan harganya murah. Kacang hijau juga memiliki beberapa keunggulan
dibandingkan dengan kacang-kacangan lainnya, yaitu kandungan antitripsin yang sangat
rendah, paling mudah dicerna, dan tidak memberi pengaruh flatulensi atau perut
kembung. Kecambah merupakan tumbuhan kecil yang baru tumbuh dari biji kacang-
kacangan yang disemaikan atau melalui perkecambahan. Kecambah yang dibuat dari
biji kacang hijau disebut tauge. Vitamin yang terkandung dalam tauge adalah vitamin C,
thiamin, riboflavin, niasin, asam pantothenik, vitamin B6, folat, kolin, ß-karoten,
vitamin A, vitamin E (a-tokoferol), dan vitamin K. Mineral yang terkandung dalam
tauge adalah kalsium (Ca), besi (Fe), magnesium (Mg), fosfor (P), potasium (K),
sodium (Na), zinc (Zn), tembaga (Cu), mangan (Mn), dan selenium (Se). Asam amino
esensial yang terkandung dalam tauge, antara lain yaitu triptofan, treonin, fenilalanin,
metionin, lisin, leusin, isoleusin, dan valin (Hairunnisa et al 2016).
Buffer Asetat

Buffer merupakan suatu larutan encer yang mengandung asam lemah dan basa
konjugatnya atau basa lemah dan asam konjugatnya. Perubahan pH nya sangat kecil
ketika sedikit asam atau basa kuat ditambahkan dan sehingga digunakan untuk
mencegah perubahan pH dalam larutan. Larutan buffer digunakan untuk
mempertahankan pH pada nilai yang hampir konstan dalam berbagai aplikasi kimia.
Banyak bentuk kehidupan berkembang hanya dalam rentang pH yang relatif kecil
sehingga mereka memanfaatkan larutan buffer untuk mempertahankan pH konstan.
Larutan buffer asetat dibuat dengan mencampurkan asam asetat (CH3COOH) ke dalam
larutan garamnya (CH3COONa) (Watson 2012).

Larutan Pati

Pati merupakan karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air, berbentuk
serbuk putih, tidak berasa dan tidak berbau. Pati merupakan bahan utama yang
dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan cadangan makanan dalam jangka panjang.
Banyaknya kandungan pati pada tanaman tergantung pada asal pati tersebut, misalnya
biji beras mengandung pati 50-60% dan umbi singkong mengandung pati 80%. Pati
merupakan polisakarida alami dan memiliki bobot molekul tinggi yang terdiri dari unit–
unit glukosa. Pati mengandung dua tipe polimer glukosa yakni amilosa dan amilopektin
(Septriana 2016).

Denaturasi

Denaturasi dapat diartikan sebagai perubahan atau modifikasi terhadap struktur


sekunder, tersier dan kuartener molekul protein, tanpa terjadinya pemecahan ikatan-
iaktan kovalen. Denaturasi dapat pula dikatakan sebagai suatu proses terpecahnya ikatan
hidrogen interaksi hidrofobik, ikatan garam, dan terbentuknya lipatan atau wiru molekul
(Triyono 2010). Perubahan pH yang ekstrim akan menyebabkan enzim mengalami
denaturasi karena terganggunya interaksi-interaksi non kovalen yang menjaga
kestabilan struktur tiga dimensi pada enzim (Karso et al 2014)

I2 dalam KI

Iodine (I2) atau biasa disebut dengan yodium atau iodium. Iodine adalah
senyawa kimia yang berbentuk kristal dan berwarna abu–abu metalik. Kristal iodine
dapat berubah dari padat ke gas. Sebagai gas, iodine adalah uap berwarna ungu.
Iodine mudah larut dalam kloroform, karbon tetra klorida, karbon disulfida. Iodine
sukar larut dalam air sehingga dalam pembuatan larutan iodine perlu penambahan zat
pembantu yaitu kalium iodida (KI).
MATERI DAN METODE

Materi

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu waterbath, spektrofotometer,


pipet, timbangan, tabung reaksi, vortex, beaker glass, mortar pastel, dan stopwatch.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu kecambah kacang hijau, buffer asetat,
larutan pati %, I2 dalam KI, dan aquadest.

Metode

Kecambah dihaluskan dengan mortar lalu ditimbang di dalam beaker glass


sebanyak 15 gram. Kemudian tambahkan 30 ml buffer asetat 0,2 M pH 5 lalu saring dan
hasil fitratnya ditampung. Campuran yang telah disaring dimasukkan ke dalam 5 tabung
masing–masing 5 ml. Berikan label pada masing–masing tabung. Tabung T0
ditempatkan pada suhu 0℃, tabung TR ditempatkan pada suhu ruang, tabung T37
ditempatkan pada suhu 37℃, tabung T60 ditempatkan pada suhu 60℃, dan tabung
T100 ditempatkan pada suhu 100℃. Semua tabung disimpan selama 5 menit. Setelah
itu, isi 2 ml larutan pati 1% pada 5 tabung kosong lalu divortex. Kelima tabung
dimasukkan ke dalam waterbath 38℃ untuk diinkubasi selama 2 menit. Selanjutnya, isi
2 ml larutan enzim pada 5 tabung lalu divortex dan diinkubasi selama 10 menit. Lalu
tambahkan 0,5 ml I2 ke masing–masing tabung dan ukur OD pada panjang gelombang
620 nm. Catat hasilnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Setelah melakukan percobaan mengukur nilai absorbansi pada panjang


gelombang 620 nm dengan mencampurkan beberapa larutan pada suhu yang berbeda –
beda maka hasil yang diperoleh sebagai berikut.

Tabel 1 Pengamatan nilai absorbansi larutan


Perlakuan Suhu Nilai Absorbansi
T0 0,6874
TR 1,3876
T37 1,8901
T60 0,8972
T100 0,5437
2
1.8
1.6
1.4
1.2
1
OD

0.8
0.6
0.4
0.2
0
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5
Suhu

Grafik 1 Hubungan antara suhu terhadap OD

Pembahasan

Enzim merupakan golongan protein sehingga mempunyai sifat fisik dan kimia
yang sama dengan protein. Terdapat dua prinsip utama untuk memperoleh enzim yang
mempunyai stabilitas tinggi, yaitu menggunakan enzim yang memiliki stabilitas ekstrim
alami dan mengusahakan peningkatan stabilitas enzim yang kurang atau tidak stabil.
Enzim berperan sebagai katalis hanya terhadap satu reaksi atau beberapa reaksi yang
sejenis saja. Jadi dapat melibatkan beberapa jenis substrat. Sifat spesifik atau spesifisitas
enzim diartikan sebagai kemampuan suatu enzim untuk mendiskriminasikan substratnya
berdasarkan perbedaan afinitas substrat-substrat untuk mencapai sisi aktif enzim. Sifat
spesifinitas ini dapat dimanfaatkan untuk tujuan reaksi atau jenis produk yang
diharapkan. Sifat ini sangat menguntungkan karena tidak terdapat reaksi-reaksi samping
sehingga lebih ramah lingkungan (Kurnia 2010).
Faktor-faktor yang dapat menurunkan aktivitas enzim di antaranya ialah suhu
yang terlalu tinggi menyebabkan molekul enzim cenderung terdistorsi dan pada suhu
0℃ enzim menjadi tidak aktif. Nilai pH yang terlalu tinggi atau rendah juga dapat
merubah struktur dasar enzim yang menyebabkan sisi aktif enzim tidak dapat mengikat
substrat dengan baik sehingga terjadi proses denaturasi (Irawati 2016). Inhibitor adalah
senyawa atau ion yang dapat menghambat aktivitas enzim atau menurunkan laju reaksi
yang dikatalisis oleh enzim (Agusta et al 2016).
Enzim ditambahkan sebagai suplemen agar dapat membantu menurunkan
viskositas gel dalam saluran pencernaan, memperbaiki jalan masuk enzim endogeneous
kepada cadangan-cadangan nutrisi, dan membebaskan nutrisi-nutrisi yang terperangkap
(Wardani 2014). Enzim kompleks merupakan gabungan beberapa enzim seperti alfa-
amilase, xilanase, beta-glukonase, protease, lipase, dan phytase. Suplementasi enzim
phytaseke dalam ransum secara nyata dapat meningkatkan kecernaan bahan kering,
lemak kasar, P, Zn, Mg, dan Cu, serta dapat meningkatkan retensi nitrogen, mineral Ca,
P, Mg, dan Zn. Penambahan enzim kompleks (protease, cellulase, dan hemicellulase)
ternyata dapat meningkatkan pertumbuhan dan efisiensi penggunaan ransum
(Candrawati et al 2012).
Suhu optimum untuk kerja enzim bervariasi tergantung pada jenis
mikroorganisme penghasil enzim tersebut. Pada sapi terdapat enzim xilanase,
mannanase, selulase, dan amilase yang memiliki suhu optimal di kisaran 50-60℃,
kecuali enzim selulase dari sapi impor yang memiliki suhu optimal pada 39 ℃. Suhu
rata-rata di dalam rumen sapi adalah 38,3-39,4℃ sedangkan suhu di dalam saluran
pencernaan ayam adalah bervariasi dari 40-42℃. Walaupun suhu optimum didapatkan
berbeda dengan keadaan suhu di dalam saluran pencernaan unggas, diharapkan enzim
tetap dapat bekerja dengan baik karena enzim tersebut berasal dari rumen sapi yang
suhu lingkungannya hampir sama dengan di dalam saluran pencernaan unggas
(Budiansyah et al 2010).
Suhu dapat mempengaruhi aktivitas enzim. Pada suhu rendah, reaksi enzimatis
berlangsung lambat, kenaikan suhu akan membantu mempercepat reaksi hingga suhu
optimum tercapai dan reaksi enzimatis mencapai maksimum. Kenaikan temperatur
melewati temperatur optimum akan menyebabkan enzim terdenaturasi dan menurunkan
kecepatan reaksi enzimatis. Menurut Noviyanti et al (2010), saat suhu mencapai 60℃
aktivitas enzim mengalami penurunan. Hal ini karena suhu lingkungan yang meningkat
di sekitar enzim akan menyebabkan putusnya ikatan hidrogen, ikatan ion atau interaksi
hidrofobik sehingga struktur tersier enzim berubah dan menyebabkan struktur lipatan
enzim membuka pada bagian permukaan sehingga sisi aktif enzim berubah
mengakibatkan terjadi penurunan aktivitas enzim. Apabila aktivitas enzim menurun,
maka akan menyebabkan stress pada hewan ternak sehingga mempengaruhi kesehatan
dan produksinya.
Akivitas enzim paling baik pada suhu 37℃ dengan nilai absorbansi sebesar
1,8901 dan menurun 47,5% pada saat suhu 60℃. Aktivitas enzim di bawah suhu 37℃
yaitu pada suhu 0℃ nilai absorbansinya sebesar 0,6874 dan suhu ruang nilai
absorbansinya sebesar 1,3876. Rendahnya aktivitas pada suhu di bawah 37℃
disebabkan karena kurangnya energi aktivasi yang tersedia. Energi aktivasi dibutuhkan
untuk menciptakan kondisi tingkat kompleks aktif, baik molekul enzim maupun
molekul substrat. Peningkatan energi molekul substrat akan meningkatkan laju reaksi
enzim (Noviyanti 2010). Hal ini sudah sesuai dengan literatur menurut Kosim dan Putra
(2010) bahwa peningkatan suhu dapat mengakibatkan enzim mengalami denaturasi dan
substrat mengalami perubahan konformasi sehingga sisi aktif substrat mengalami
hambatan dalam memasuki sisi aktif enzim dan menyebabkan turunnya aktivitas enzim.

SIMPULAN

Setiap enzim memiliki suhu optimum untuk dapat bekerja dengan baik. Semakin
jauh suhu dari suhu optimum maka akan mempengaruhi aktivitas enzim. Enzim akan
mengalami denaturasi pada suhu yang terlalu tinggi dan dapat rusak apabila suhu
dinaikkan lagi. Sementara pada suhu yang terlalu rendah dapat menyebabkan enzim
mengalami inaktivasi.
DAFTAR PUSTAKA

Agusta A, Yulita KS, Semiadi G, Kanti A, Keim AP, Sundari S, Triana E, Dewi K.
2016. Berita biologi. Jurnal Ilmu-ilmu Hayati. 15(2): 191.
Budiansyah A, Resmi, Wiryawan KG, Soehartono MT, Widyastuti Y, Ramli N. 2010.
Isolasi dan karakterisasi enzim karbohidrase cairan rumen sapi asal rumah potong
hewan. Media Peternakan. 33(1): 39-40.
Candrawati DPMA, Witariadi NM, Bidura IGNG, Dewantari M. 2012. Pengaruh
suplementasi enzim phylazim dalam ransum yang menggunakan 30% dedak padi
terhadap penampilan broiler. Majalah Ilmiah Peternakan. 9(3): 2-3.
Hairunnisa O, Sulistyowati E, Suherman D. 2016. Pemberian kecambah kacang hijau
(tauge) terhadap kualitas fisik dan uji organoleptik bakso ayam. Jurnal Sain
Peternakan Indonesia. 11(1): 40.
Harahap F. 2012. Fisiologi Tumbuhan Suatu Pengantar. Medan (ID): Unimed Press.
Irawati R. 2016. Karakterisasi pH, suhu dan konsentrasi substrat pada enzim selulase
kasar yang diproduksi oleh Bacillus circulans[skripsi]. Malang (ID): Universitas
Islam Negeri.
Karso, Wuryanti, Sriatun. 2014. Isolasi dan karakteristik kitinase isolat jamur akuatik
kitinolitik KC3 dari kecoa (Orthoptera). Jurnal Kimia Sains dan Aplikasi. 17(2):
55.
Kosim M, Putra SR. 2010. Pengaruh suhu pada protease dari Bacillus subtilis.
Prosiding Skripsi. Surabaya (ID): Institus Teknologi Sepuluh November.
Kurnia DRD. 2010. Studi aktivitas enzim lipase dari Apergillus niger sebagai biokatalis
pada proses gliserolisis untuk menghasilkan monoasilgliserol[skripsi]. Semarang
(ID): Universitas Diponegoro.
Nurjannah L, Suryani, Achmadi SS, Azhari A. 2017. Produksi asam laktat oleh
Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus dengan sumber karbon tetes tebu.
Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia. 9(1): 4.
Noviyanti T, Ardiningsih P, Rahmalia W. 2012. Pengaruh temperatur terhadap akivitas
enzim protease dari daun sansakng (Pycnarrhena cauliflora Diels). JKK. 1(1): 31.
Putri YS. 2012. Skirning dan uji aktivitas enzim protease bakteri dari limbah rumah
pemotongan hewan[skripsi]. Surabaya (ID): Universitas Airlangga.
Risnawati M, Cahyaningrum SE. 2013. Pengaruh penambahan ion logam Ca 2+ terhadap
aktivitas enzim papain. UNESA Journal of Chemistry. 2(1): 77.
Septriana F. 2016. Sintesis pati sitrat dari pati singkong (Manihot utilissina P.) dengan
metode basah (ADEBIYI) [skripsi]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara.
Triyono A. 2010. Mempelajari pengaruh penambahan beberapa asam pada proses
isolasi protein terhadap tepung protein isolat kacang hijau (Phaseolus radiatus L.).
Seminar Rekayasa Kimia dan Proses. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.
Wardani PK. 2014. Pemberian beberapa dosis enzim pada pakan komersial terhadap
kandungan serat kasar, bahan organik dan betin[skripsi]. Surabaya (ID): Universitas
Airlangga.
Watson DG. 2012. Pharmaceutical Analysis. Glasgow (UK): University of Strathclyde.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai