Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH AIK KEMUHAMMADIYAHAN

MEMAHAMI DAKWAH PENCERAHAN DAN TANGGUNG JAWAB MEMBANGUN


KELUARGA INDONESIA BERKEMAJUAN

Dosen Pengampu Bambang Irawan, S.Pd.I., M.Pd

Disusun Oleh:

Firly Audia Futeri 202008102000

Mayhati Ayu Andraini 20200810200055

Melani Dwi 202008102000

Muhammad Rifai Ramadhani 202008102000

Muna Zahira 202008102000

Rika Okta Mutmainah 202008102000

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul Memahami Dakwah Pencerahan Dan Tanggung Jawab Membangun
Keluarga Indonesia Berkemajuan ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas


mata kuliah AIK Kemuhammadiyahan. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan mengenai memahami dakwah
pencerahan dan tanggung jawab membangun keluarga indonesia berkemajuan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak Bambang Irawan,
S.Pd.I., M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah AIK
Kemuhammadiyahan, yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah wawasan sesuai dengan bidang studi yang penulis tekuni.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang


terlibat dalam pembuatan makalah ini, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Penulis menyadari bahwa, makalah yang ditulis ini masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
diharapkan dapat mewujudkan penulisan makalah yang sempurna dimasa
yang akan datang.

Jakarta, 4 Maret 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................

DAFTAR ISI.................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................

A. Latar Belakang Masalah..........................................................................


B. Rumusan Masalah....................................................................................
C. Tujuan......................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN..............................................................................

A. Analisa Kasus Konversi Agama Karena Kemiskinan.............................


B. Persoalan Akut Bangsa Indonesia Saat Ini..............................................
C. Akar Persoalan Bangsa Indonesia adalah Persoalan Keluarga................
D. Konsep Keluarga Ideal (Sakinah) Menurut Islam (Aisyiyah).................
E. Konsep Dan Strategi Dakwah Penceramahan..........................................
F. Dakwah Pencerahan Adalah Sebagai Solusi Strategi Untuk Keluarga
Indonesia Yang Berkemajuan..................................................................
G. Potret dan Masalah Keluarga Dhuafa......................................................
H. Pendekatan Dakwah Pencerahan Untuk Keluarga Dhuafa......................

BAB III PENUTUP......................................................................................

A. Kesimpulan..............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dakwah secara konseptual merupakan usaha mengajak pada Islam secara demokratis,
bukan paksaaan. Dakwah berasal dari akar kata "da'a-yad'u-da'wata", artinya
"memanggil", "menyeru", dan "menjamu". Yakni memanggil, menyeru, dan menjamu
orang agar mau berada di jalan Allah menuju keselamatan hidup di dunia dan akhirat.
Artinya, dakwah dalam pandangan apapun meniscayakan pendekatan, strategi, dan cara
yang berproses secara terbuka dan timbal-balik, bukan yang tertutup. Dakwah itu harus
cerdas-bijaksana (bil-hikmah), edukatif yang baik (wal al-mauidhat al- hasanah), dan
dialogis yang unggul (wa jadil-hum bi-latiy hiya ahsan) sebagaimana dititahkan Allah
(QS Al-Nahl: 125).
Indonesia sebagai negeri muslim terbesar di dunia yang didalamnya terdapat berbagai
macam jenis keluarga Indonesia merupakan ladang subur bagi gerakan-gerakan Islam
untuk menyemai benih-benih ajaran yang mencerahkan sehingga melahirkan peradaban
yang berkemajuan Indonesia yang penduduknya di masa lampau mayoritas beragama
Hindu dan kepercayaan lokal berubah total menjadi berpenduduk terbesar umat Islam.
Hal itu tidak terlepas dari strategi berdakwah yang mampu memikat hati dan menawarkan
jalan hidup yang member harapan lebih baik bagi masyarakat di negeri kepulauan ini.
Kehadiran Muhammadiyah melalui gerakan tajdid atau pembaruannya tidak lain
sebagai wujud gerakan pencerahan. Gerakan mengembalikan umat pada sumber ajaran Al
Quran dan Sunnah Nabi yang murni dengan mengembangkan ijtihad di banyak bidang
kehidupan merupakan aktualisasi dari gerakan pencerahan. Kehadiran Muhammadiyah
sebagai gerakan Islam yang mengemban misi dakwah dan tajdid selama perjalanan satu
abad lebih, sungguh dituntut untuk memberi pencerahan sekaligus mengubah jalan
kehidupan umat dan bangsa ke arah yang lebih berkemajuan. Di sinilah pentingnya
gerakan dakwah pencerahan yang menyinari keluarga Indonesia, sehingga Indonesia
menjadi negara dan bangsa yang berkemajuan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, berikut ini dipaparkanrumusan
masalah dalam makalah.

1
1. Bagaimana analisa kasus konversi agana karena kemiskinan?
2. Apa persoalan akut bangsa Indonesia saat ini?
3. Bagaimana persoalan keluarga menjadi akar persoalan bangsa Indonesia?
4. Bagaimana konsep keluarga ideal (sakinah) menurut Islam (Aisyiyah)?
5. Bagaimana konsep dan strategi dakwah pencerahan?
6. Apa solusi strategis untuk keluarga Indonesia yang berkemajuan?
7. Bagaimana potret dan masalah keluarga dhuafa?
8. Bagaimana pendekatan dakwah pencerahan untuk keluarga dhuafa ?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, berikut ini dipaparkan tujuan dalam makalah.

1. Memaparkan analisa kasus konversi agama karena kemiskinan.


2. Menjelaskan persoalan akut bangsa Indonesia saat ini.
3. Menjelaskan tentang persoalan keluarga sebagai akar persoalan bangsa Indonesia.
4. Mendeskrisikan konsep keluarga ideal (sakinah) menurut Islam (Aisyiyah).
5. Mendeskripsikan konsep dan strategi dakwah pencerahan.
6. Menjelaskan solusi strategis untuk keluarga Indonesia yang berkemajuan
7. Memaparkan potret dan masalah keluarga dhuafa.
8. Menjelaskan tentang pendekatan dakwah pencerahan untuk keluarga dhuafa.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Analisa Kasus Konversi Agama Karena Kemiskinan


Kemiskinan berasal dari kata miskin yang berarti tidak berharta, serba
kekurangan (berpenghasilan sangat rendah). Jadi kemiskinan adalah kondisi yang
kurang dalam pemenuhan terhadap kebutuhan yang bersifat ekonomi (sandang,
pangan, dan papan).
Konversi agama secara umum dapat diartikan dengan berubah agama ataupun
masuk suatu agama. Konversi berasal dari kata "Conversio" yang berarti: tobat,
pindah, dan berobah (agama). Dalam bahasa Inggris Convernon yang berarti berubah
dari suatu keadaan atau dari suatu agama keagama lain. Berdasarkan arti kata-kata
tersebut dapat disimpulkan bahwa konversi agama mengandung pengertian bertobat,
berubah agama, berbalik pendirian terhadap ajaran agama atau mamak ke dalam
agama. Jadi konversi agama yang dimaksudkan adalah terjadinya perubahan atau
perpindahan agama dari Islam ke non Islam.
Kasus kemiskinan juga telah menjadi fenomena sosial di masyarakat
Balangbuki yang telah membawa berbagai macam dampak sosial. Salah satu dampak
yang ditimbulkan adalah terjadinya konversi agama atau berpindahnya seseorang
atau sekelompok orang ke suatu system kepercayaan (agama) atau perilaku yang
berlawanan dengan kepercayaan (agama) sebelumnya, yaitu agama Islam. Selain itu,
terjadinya konvern agama di Balangbuki disebabkan karena ketidakpuasan terhadap
ustem adat dan agama yang ada pada waktu itu, dan juga karena adanya perkawinan
dengan orang luar. Masuknya ajaran Kristen di Balangbuki telah membawa
perubahan bagi sebagian masyarakat, baik di bidang pendidikan maupun di bidang
ekonomi. Umumnya mereka mendapatkan bantuan bantuan sosial dan kaum
gerejawan dan fasilitas pendidikan yang selama ini tidak mereka dapatkan.
Minimnya perhatian pemerintah setempat terhadap kebutuhan masyarakat
Balangbuki pada pengembangan sumber daya alam dan sumber daya manusia
Balangbuki juga menjadi penyebab keterbelakangan dan rendahnya kreatifitas
masyarakat untuk mememshi kebutuhan sehari-hari mereka.

B. Persoalan Akut Bangsa Indonesia Saat Ini

3
Virus corona atau covid-19 ditemukan pertama di kota Wuhan, China pada
akhir Desember 2019. Virus ini sudah hampir dua tahun menyebar di seluruh dunia
hingga benijung pandemi, tak terkecuali Indonesia. Banyak perubahan yang terjadi
dalam berbagai bidang, seperti kesehatan, ekonomi, sosial, maupun pendidikan.
Bidang pendidikan adalah salah satu yang mengalami dampak paling besar bagi anak
bangsa. Sejak ditetapkan sebagai wabah dunia. pemerintah Indonesia melalui Menteri
Pendidikan membuat kebijakan baru, dimana pembelajaran tatap maka menjadi
pembelajaran dari rumah secara online. Pembelajaran oline daring merupakan suatu
sistem yang diharapkan bukan sekedar menggantikan metode atau materi
pembelajaran secara konvensional melainkan dapat menambali inovasi metode dan
strategi baru dalam proses pembelajaran masa kini. Penerapan daring adalah suatu
media baru yang dapat menambah gairah belajar dan memungkinkan berinteraksi
langsung dalam belajar secara mandiri.
Kesehatan merupakan peran yang penting dalam keberfungsian semua aspek
kehidupan bagi manusia. WHO (World Health Organization) mendefiniskan sebagai
berikut:
"Kesehatan merupakan kondisi kesejahteraan fisik, mental, dan sosial dan
bukan hanya ketiadaan penyakit atau kecacatan."
Maka dari itu, kesehatan mental merupakan salah satu penunjang kesehatan
yang harus dibicarakan atau tidak diabaikan begitu saja. Masalah kesehatan mental
masih tergolong tinggi, terutama pada kalangan remaja. Remaja masih belum stabil
untuk menahan emosi dan belum memiliki kemampuan untuk memecahkan
permasalahan yang ada, sehingga remaja perlu diberikan perhatian lebih karena
mereka adalah aset negara dan generasi penerus bangsa.
Berawal dari pembelajaran daring, kita dapat melihat bahwa banyak dampak
yang ditimbulkan terhadap anak bangsa, terutama pada pelajar atau mahasiswa baru.
Seharusnya. masa pembelajaran awal merupakan kesempatan bagi semuanya untuk
mengenal tempat pendidikan yang akan mereka tempuh serta mendapatkan relasi dan
dapat mengembangkan potensi diri secara mandiri. Akan tetapi, semua hal itu tidak
mungkin untuk dilakukan secara langsung di masa sekarang. Kesehatan mental
memiliki peranan yang sangat penting bagi pelajar/mahasiswa baru untuk
beradapatasi pada lingkungan tingkat rendah ke tingkat yang lebih tinggi. Selain itu,
pembelajaran daring juga berpengaruh terhadap pelajar/mahasiswa lama, terutama
yang mengikuti organisasi. Secara otomatis pun tugas tugas akan semakin banyak.

4
Pelajar/mahasiswa yang aktif organisasi dan terlalu fokus. pasti mereka akan
memiliki sikap untuk menunda tugas. Jika hal ini terus berlanjut, maka dapat
mengganggu aktivitas mereka dalam memenuhi kewajiban yaitu belajar. Oleh sebab
itu, pembelajaran daring bisa berdampak terhadap kesehatan mental.

C. Akar Persoalan Bangsa Indonesia adalah Persoalan Keluarga


Penyelesaian berbagai permasalahan bangsa Indonesia harus dimulai dari
keluarga, mengingat permasalahan tersebut seringkali juga berasal dari keluarga.
Apabila keluarga sebagai lingkup terkecil masyarakat dapat menyebarkan kebaikan,
maka negara juga dapat terimbas.
Hal ini diungkapkan oleh psikolog dari Universitas Diponegoro Semarang
Hastaning Sakti "Seringkali persoalan bangsa ini berawal dari permasalahan
keluarga," kata Hastaning. Dengan demikian, menurut dia, negara akan baik jika
keluarga sebagai lingkaran terkecil dalam masyarakat ini juga baik. Ia menuturkan
masih banyak hal yang bisa dikaji dari psikologi bangsa, terutama masalah keluarga.
Dalam kehidupan nyata, kita dapatkan orang yang bergelimang dengan harta,
tetapi hidupnya merasa tidak bermakna karena jauh dari agama. Pada saat yang sama
ada orang yang hidup sederhana, tetapi merasa bahagia karena mengamalkan ajaran
agama. Begitu pula banyak orang yang merasa hampa dan tidak berguna karena
kehidupan keluarganya tidak harmonis. Tetapi banyak juga orang yang merasa
bahagia dan bersemangat kerja, karena keadaan keluarganya rukun. Juga banyak
anak-anak yang terlantar, merana, dan menjadi korban narkoba, karena keadaan
keluarganya berantakan. Dengan demikian, agama dan keluarga merupakan
instrumen penting dalam membangun kehidupan agar lebih bermakna dan bahagia.
Oleh karena itu, Islam sebagai agama yang sempurna sangat memperhatikan
pembinaan agama dalam keluarga. Islam sangat menekankan pendidikan agama
dalam keluarga. Karena keluarga sebagai lembaga pendidikan pertama dan utama
dalam mempersiapkan generasi-generasi terbaik bangsa. Sementara agama menjadi
fondasi dan bekal utama bagi generasi muda dalam mengarungi kehidupan yang
penuh dinamika. Ternyata sejarah telah membuktikan, bahwa generasi-generasi yang
berhasil dan tangguh adalah mereka yang berasal dari keluarga yang dari sejak dini
menanamkan pendidikan agama pada anak-anaknya.
Alquran sebagai kitab suci umat Islam banyak menceritakan tentang kisah-
kisah sukses keluarga yang mampu mendidik anak-anaknya sehingga menjadi

5
generasi-generasi yang tangguh, unggul, dan shaleh. Seperti kisah Nabi Ibrahim as
yang sukses membina keluarganya sehingga anak keturunannya semuanya diangkat
menjadi nabi dan rasul.
Alquran pun mengabadikan keluarga Imran menjadi nama surat dalam
Alquran, yakni Surat Ali-'Imran (keluarga Imran), karena keluarga ini sudah
menunaikan janjinya untuk mengajari putrinya (Maryam) dengan pendidikan agama
di bawah asuhan Nabi Zakaria as.
Sehingga kelak dari wanita suci Maryam ini lahirlah seorang rasul, yakni Nabi
Isa as. Alquran juga mengabadikan keluarga Luqman al-Hakim yang bukan nabi dan
rasul menjadi Surat Luqman. Karena ia telah berhasil mendidik anaknya dan
meletakkan dasar dasar pengajaran agama dalam keluarga untuk mempersiapkan
generasi-generasi yang shaleh.
Akan tetapi Alquran pun memberikan sinyalemen, bahwa setelah generasi
terbaik akan datang generasi yang sangat jelek dari segi akhlak dan moralnya. Ciri-
cirinya adalah generasi yang menyia-nyiakan perintah agama untuk melaksanakan
shalat dan mereka pun dalam kehidupannya selalu memperturutkan hawa nafsu
dengan banyak berbuat kejahatan dan kemaksiatan. Akibatnya kehidupan menjadi
rusak dan ancaman kehancuran sudah berada di depan mata. Allah SWT berfirman:
Artinya: "Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-
nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan
menemui kesesatan" (QS. Maryam [19]:59).
Apa yang disampaikan Alquran ini tentunya harus menjadi perhatian kita
semua. Sejalan dengan fenomena generasi sekarang ini yang berada di ambang
ancaman dekadensi moral dengan merajalalelanya tindakan-tindakan kriminal yang
dilakukan generasi muda, seperti terjerat narkoba, tawuran, pergaulan bebas,
tindakan kekerasan, dan perbuatan kriminal lainnya. Jelas fenomena ini sangat
mengkhawatirkan, karena dapat dibayangkan bagaimana nasib bangsa ke depan
apabila generasi mudanya tak dapat diandalkan. Maka semua elemen bangsa harus
terpanggil dan ikut memikirkan, bagaimana solusinya untuk memperbaiki moral dan
mental anak-anak bangsa? Di antara solusinya adalah kita harus memperkuat
pendidikan agama dalam keluarga.
Karena dari sejak awal Alquran sudah mewanti-wanti, bahwa kita harus bisa
menjaga keluarga dari ancaman siksaan neraka. Asosiasi kita tentang siksaan neraka
adalah kelak di akhirat. Padahal, itu hanya akibat dari kejahatan-kejahatan yang

6
dilakukan di dunia. Oleh karena itu, sebagai tindakan preventifnya kita selaku
orangtua harus membina mental dan moral generasi muda dengan pendidikan agama
sejak dini di lingkungan keluarga.
Allah SWT berfirman: Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, peliharalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan
batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah
terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa
yang diperintahkan" (QS. At-Tahrim [66]:6).
Ternyata yang mesti dikhawatirkan dari anak-anak kita itu bukan masalah
perut atau material. Karena secara naluri manusia diberi kemampuan untuk
memenuhi hajat hidupnya dan Allah SWT juga sudah menyediakan sumber daya
alamnya. Tinggal manusia mencari akal dan bekerja keras untuk menggali dan
mengolahnya demi sebesar-besarnya kesejahteraan hidupnya. Tetapi yang perlu
dikhawatirkan dari generasi kita adalah masa depan moral spiritualnya. Ini karena
apabila moralnya sudah rusak tentu akan sulit memperbaikinya dan akan
membutuhkan waktu yang cukup lama. Bahkan, akan berakibat patal dengan
menghancurkan semua sendi-sendi kehidupan manusia.
Oleh karena itu, Allah SWT juga sudah menegaskan: Artinya: "Dan
perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam
mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki kepadamu, Kamilah yang memberi rezki
kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa" (QS.
Thaahaa [20]:132).
Di sinilah pentingnya penguatan pendidikan agama dalam keluarga. Sehingga
diharapkan dapat menyelamatkan anak-anak kita dari jurang kehancuran dan
kehinaan. Berdasarkan petunjuk Alquran, ada beberapa upaya yang bisa dilakukan
dalam rangka penguatan pendidikan agama dalam keluarga, yaitu:
Pertama, memberikan dorongan dan nasihat yang baik kepada anak. Sehingga
mereka senantiasa mendapatkan motivasi untuk berbuat baik dan segera kembali
pada jalan yang benar sesuai dengan tuntunan agama apabila melakukan kesalahan.
Sebagaimana nasihat nasihat Luqman yang diberikan kepada anak-anaknya (lihat QS.
Liqman [31]:12-19).
Kedua, membimbing melakukan pembiasaan-pembiasaan pengamalan agama
di lingkungan keluarga. Misalnya membiasakan selalu berdoa, mengucapkan salam,
mencium tangan orangtua, melaksanakan shalat di awal waktu, berbuat baik kepada

7
saudara dan tetangga, serta pembiasaan-pembiasaan sikap dan perbuatan baik lainnya
yang diajarkan agama.
Ketiga, menerapkan reward and punishment; yaitu hukuman dan penghargaan
yang sesuai dengan tahap perkembangan jiwa anak. Sehingga anak selalu terdorong
untuk melakukan kebaikan dan takut untuk melakukan keburukan. Dalam sebuah
hadits Nabi pun disebutkan, "Perintahkanlah anak-anakmu untuk mengerjakan shalat
ketika sudah berusia tujuh tahun; dan pukullah mereka apabila tidak
melaksanakannya ketika sudah menginjak usia sepuluh tahun". Tentu pukulan
pendidikan dan kasih sayang supaya anak mengenali kewajiban dan tanggung
jawabnya.
Keeempat, memberikan keteladanan; sebagai orangtua tentunya harus menjadi
teladan baik bagi anak-anaknya. Sehingga pendidikan agama dalam keluarga menjadi
efektif karena keteladanan yang diperlihatkan oleh orangtua. Jadi dalam
melaksanakan perintah perintah agama, selaku orangtua bukan hanya pandai
menyuruh, tetapi mengajak dengan mengatakan, "Mari Nak! melakukan bersama-
sama".
Kelima, memanjatkan doa demi kebaikan dan keshalehan anak-anak kita.
Selaku manusia yang namanya orangtua pasti memiliki keterbatasan, karena itu
jangan lupa selalu berdoa kepada Allah SWT untuk kebaikan dan kemaslahatan
keluarga serta keturunan kita. Ada doa yang diajarkan Alquran, "Ya Tuhan Kami,
anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang
hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa" (QS. Al-
Furqaan [25]:74).

D. Konsep keluarga Ideal (Sakinah) Menurut Islam (Aisyiyah)


Menurut kaidah bahasa Indonesia, sakinah mempunyai arti kedamaian,
ketentraman, ketenangan, kebahagiaan. Jadi keluarga sakinah mengandung makna
keluarga yang diliputi rasa damai, tentram, tenang dan bahagia. Jadi, keluarga
sakinah adalah kondisi yang sangat ideal dalam kehidupan keluarga. Oleh karena
itulah keluarga ideal biasa disebut dengan istilah keluarga sakinah. Keluarga sakinah
berdasar Keputusan Direktorat Jenderal Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji
Nomor D/71/1999 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembinaan Gerakan Keluarga
Sakinah Bab III Pasal 3 adalah keluarga yang dibina atas perkawinan yang sah,
mampu memenuhi hajat spiritual dan material secara layak dan seimbang, diliputi

8
suasana kasih sayang antara anggota keluarga dan lingkungannya dengan selaras,
serasi serta mampu mengamalkan, menghayati dan memperdalam nilai nilai
keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia.
Adapun landasan pembentukan Keluarga Sakinah, menurut Aisyiyah adalah
berlandaskan pada tauhid, yaitu adanya kesadaran bahwa semua proses dan keadaan
kehidupan kekeluargaan harus berpusat pada Allah SWT. Semua kepemilikan berasal
dari Allah dan kembali kepada Allah. Oleh karena itu semua kegiatan harus
dilakukan karena Allah SWT. Allah berfirman dalam surah al-Baqarah (2): 284 yang
artinya "Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di
bumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu
menyembunyikan. niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang
perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya dan
menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu."
Dalam membangun keluarga sakinah perlu dilandaskan pada lima asas yaitu:
Asas Pemuliaan Manusia (Karamah Insaniyyah), Asas Pola Hubungan Kesetaraan,
Asas Keadilan, Asas Kasih Sayang (Mawaddah Wa Rahmah), serta Asas Pemenuhan
Kebutuhan Hidup Sejahtera Dunia Akhirat (Al-Falah). Adapun tujuan Pembentukan
Keluarga Sakinah menurut Aisyiyah adalah pada prinsipnya terdapat dua tujuan
utama pembentukan keluarga sakinah yang terkait dengan eksistensi kemanusiaan
dan kemasyarakatan. Kedua tujuan utama itu adalah mewujudkan insan bertakwa dan
masyarakat berkemajuan.
Keluarga Sakinah sebagai suatu keluarga terpilih menjadi lahan yang subur
untuk tumbuh kembang anak agar menjadi insan bertakwa. Ini merupakan amanah
Allah yang dilimpahkan kepada orangtua. Insan bertakwa adalah manusia yang
semua potensi kemanusiaannya berkembang secara optimal, sehingga bisa menjadi
pribadi muslim berkemajuan. Potensi tersebut antara lain potensi tauhidiyyah
(tauhid), ubudiyyah (kehambaan). kekhalifahan (Pemimpin). jasadiyyah (fisik), dan
'aqliyyah (pola pikir). Pribadi tersebut akan menjadi karakter setiap anggota keluarga
dan tercermin dalam semua perilakunya di seluruh aspek kehidupan.
Untuk mewujudkan masyarakat yang berkemajuan, memerlukan kehadiran
satuan satuan keluarga sakinah sebagai modal terwujudnya qaryah thayyibah. Yang
dimaksud qaryah thayyibah adalah suatu perkampungan atau desa atau kelompok di
mana warganya yang beragama Islam menjalankan ajaran Islam secara baik dalam
hubungan dengan Allah SWT maupun dalam hubungan dengan sesama manusia

9
dalam segala aspek sehingga terwujud masyarakat Islam yang maju dan bermartabat.
Qaryah thayyibah memiliki karakteristik:
1. Masjid/Tempat ibadah berfungsi sebagai pusat ibadah, pelayanan sosial dan
menjadi pusat kegiatan masyarakat.
2. Masyarakat memiliki tingkat pendidikan yang maju.
3. Masyarakat memiliki berbagai usaha untuk meningkatkan kesejahteraan
ekonomi warganya.
4. Masyarakat memiliki derajat kesehatan yang tinggi, baik kesehatan fisik,
psikis maupun lingkungan.
5. Masyarakat memiliki hubungan sosial yang harmonis.
6. Masyarakat memiliki kepedulian sosial yang tinggi.
7. Masyarakat memiliki kesadaran hukum dan politik yang tinggi.
8. Masyarakat memiliki kehidupan kesenian dan kebudayaan yang Islami yang
tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
9. Masyarakat mampu memanfaatkan teknologi dan informasi yang ada untuk
kemajuan dan kemakmuran masyarakat.

E. Konsep Dan Strategi Dakwah Pencerahan


Dalam kamus besar bahasa Indonesia, dakwah diartikan sebagai penyiaran
agama dan pengembangannya di kalangan masyarakat; seruan untuk memeluk,
mempelajari, dan mengamalkan ajaran agama. Menurut Abu Bakar Zakaria (1962:8),
Dakwah adalah usaha para ulama dan orang-orang yang memiliki pengetahuan
agama Islam untuk memberikan pengajaran kepada khalayak umum sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki tentang hal hal yang mereka butuhkan dalam urusan dunia
dan keagamaan. Muhammadiyah memahami kata dakwah sebagai panggilan atau
seruan bagi umat manusia menuju jalan Allah, yaitu jalan menuju Islam. Dakwah
juga dimaknai sebagai upaya tiap muslim untuk merealisasikan (aktualisasi) fungsi
kerisalahan dan fungsi kerahmatan. Fungsi kerisalahan dari dakwah ialah
"meneruskan tugas Rasulullah, menyampaikan dinul-Islam kepada seluruh umat
manusia. Sedangkan fungsi kerahmatan berarti "upaya menjadikan (mengaktualkan,
mengoperasionalkan) Islam sebagai rahmat (penyejahtera, pembahagia. pemecah
persoalan bagi seluruh manusia."
Dalam konsepsi Muhammadiyah, secara sosiologis, objek dakwah bisa
diklasifikasikan menjadi empat kelas masyarakat: kelas elit, kelas menengah, kelas

10
bawah, dan kelompok marjinal. Dalam konsepsinya tentang dakwah pencerahan
dikatakan bahwa kelompok kelas bawah merujuk kepada kelompok yang masih
memiliki pekerjaan atau sumber penghasilan yang rutin namun karena minimnya
penghasilan yang didapatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, jadi
secara ekonomi sangat rentan. Setiap saat kelompok ini bisa jatuh menjadi miskin.
Termasuk dalam kategori ini antara lain: buruh tani, buruh, pengrajin, pedagang
kecil, nelayan dan juga pegawai rendahan. Penghasilan kelompok ini umumnya
terbatas untuk pemenuhan kebutuhan-kebutuhan sekunder.
Terhadap segmentasi atau kelompok ini, Muhammadiyah antara lain
mengajukan konsep dakwah sosial. Dakwah sosial adalah kegiatan dakwah dalam
bentuk kegiatan kegiatan sosial keagamaan yang tidak hanya berupaya memperkuat
pemahaman keagamaan masyarakat terkait dengan hal-hal ibadah saja, melainkan
juga kegiatan yang memberikan ruang bagi mereka untuk memperkuat kemampuan
sosialnya, seperti mengembangkan diri dan kepercayaan diri, meningkatkan
optimisme, serta kegiatan keagamaan yang dirasakan dampak sosial dan ekonominya
secara lebih nyata. Lebih lanjut dijelaskan bahwa salah satu bentuk kegiatan sosial
untuk masyarakat bawah adalah pendistribusian dana-dana zakat, infak dan sedekah
(ZIS) secara tepat sasaran, Islam tidak hanya dilihat secara idealis, melainkan juga
praksis-fungsional. Karena itulah, lembaga ZIS (Lazismu) yang bergerak di bidang
sosial serta majelis yang ada dalam Muhammadiyah berperan signifikan dalam
mendukung dakwah sosial ini, antar lain melalui kegiatan santunan, beasiswa,
pendampingan, dan lain-lain. Disamping dakwah sosial, penting pula melakukan
dakwah ekonomi. Maksudnya adalah dakwah yang berorientasi melakukan
pendampingan di bidang ekonomi dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat miskin atau kelompok bawah. Bentuknya dapat bermacam-macam
seperti memberikan pelatihan, pendampingan kegiatan ekonomi, dan pengembangan
teknologi tepat guna.
Selain terhadap kelompok miskin, Muhammadiyah juga memberikan
perhatian terhadap masyarakat marjinal. Masyarakat marjinal adalah istilah untuk
mengidentifikasi kelompok-kelompok masyarakat yang secara sosial, ekonomi dan
politik "terpinggirkan". Artinya, kelompok-kelompok tersebut dianggap tidak
mendapatkan tempat yang selayaknya dalam kehidupan bermasyarakat. Pada
hakikatnya, kaum marjinal adalah masyarakat yang terpinggirkan dari kebijakan-
kebijakan pembangunan, baik yang tinggal di pedesaan maupun perkotaan. Ketidak-

11
berpihakan negara dan pembangunan tersebut semakin memperlemah posisi
kelompok ini sehingga berdampak pada ketertinggalan pendidikan, ekonomi, sosial,
dan politik secara luas. Kelompok ini tidak mendapatkan hak haknya sebagaimana
warga negara yang lain dalam mengakses, mendapatkan manfaat, dan terlibat dalam
pembanguan yang menguntungkan mereka.
Salah satu bentuk dakwah sosial yang dapat dilakukan untuk kelompok
marjinal ini adalah menjadikan atau memasukkan mereka sebagai bagian dari
program-program sosial lembaga keagamaan, seperti dalam pendistribusian zakat
infak dan sedekah (ZIS), santunan untuk keluarga dari kelompok marjinal dan
beasiswa khusus anak-anak jalanan atau anggota keluarga dari kelompok marjinal
tersebut. Dakwah model ini sangat penting. mengingat sebagaimana sabda Rasulullah
bahwa kefakiran atau kemiskinan berpotensi besar menjerumuskan seseorang
untukmelakukan kekufuran.
Dakwah Muhammadiyah disebut sebagai dakwah pencerahan. Hal ini
dikarenakan Muhammadiyah membawa konsep Islam Berkemajuan melalui tiga
tahap yaitu membebaskan manusia, memberdayakan, dan memajukan. Masyarakat
yang masih memiliki keyakinan menyimpang dari tauhid, masyarakat yang berada di
bawah garis kemiskinan dan berpendidikan rendah, akan segera dibebaskan. Setelah
membebaskan dan mencerdaskan manusia dari kegelapan menuju hal yang terang
benderang kemudian berusaha mencerahkan dan membawa kepada kemajuan.
Dakwah pencerahan kepada kelompok-kelompok masyarakat sangat penting untuk
menyebarluaskan dan mewujudkan nilai-nilai pencerahan berdasarkan pandangan
Islam yang berkemajuan bagi masyarakat luas yang heterogen.

F. Dakwah Pencerahan Adalah Sebagai Solusi Strategis Untuk Keluarga Indonesia


Yang Berkemajuan
Dakwah adalah panggilan atau seruan bagi umat manusia menuju jalan Allah
(QS. Yusuf: 108), yaitu jalan menuju Islam (QS. Ali Imran: 19). Strategi dan
implementasi dakwah mesti mempertimbangkan tiga dimensi yang saling berkaitan,
yaitu: dimensi kerisalahan (QS. Al-Maidah: 67); dimensi kerahmatan (QS. Al-
Anbiya: 107); dan dimensi kesejarahan (QS. Al-Hasyr: 18). Dengan tiga dimensi
tersebut, dakwah merupakan upaya untuk menyampaikan ajaran Islam dan
menyebarkan nilai kebajikannya untuk kelayakan hidup manusia hingga bisa
menyejarah, kini dan kelak. Karena itu, selain mengajak seseorang atau sekelompok

12
orang (masyarakat) agar merespons Risalah Islamiyyah, dakwah juga bermakna
kontinu agar mengamalkan ajaran Islam atau merealisasikan pesan pesan dan nilai-
nilai Islam ke dalam kehidupan yang bisa dirasakan oleh masyarakat luas.
Dakwah dalam konteks ini juga dapat bermakna pembangunan kualitas
sumberdaya manusia, pengentasan kemiskinan, memerangi kebodohan dan
keterbelakangan. Dakwah juga bisa berarti penyebarluasan rahmat Allah (rahmatan
lil-'alamin). Dengan pembebasan, pembangunan dan penyebarluasan ajaran Islam,
berarti dakwah merupakan proses untuk mengubah kehidupan manusia atau
masyarakat dari kehidupan yang tidak Islami menjadi suatu kehidupan yang Islami.
Dakwah pencerahan bertujuan untuk mencerahkan akidah Islamiyah, diharapkan
akidahnya bersih dari kekufuran, kemusyrikan, tahayyul dan khurafat serta terhindar
dari taklid dan fanatisme. Dakwah pencerahan juga untuk mencerahkan peribadatan,
sehingga ibadah seorang muslim hendaknya sesuai dengan syariat Allah dan
Rasulnya, dan terhindar dari praktik bidah. Di samping dakwah pencerahan juga
mesti berdampak kepada perbaikan akhlak dalam skala pribadi, keluarga,
masyarakat, dan negara. Lebih dari itu dakwah pencerahan juga seyogianya dapat
mencerahkan kehidupan keduniaan. Yaitu kehidupan yang berkemajuan dalam aspek
sosial, ekonomi, pendidikan dll.

G. Potret Dan Masalah Keluarga Dhuafa


Contoh potret dan masalah keluarga dhuafa yaitu di daerah Semarang, ada
manusisa kotak. Manusia kotak adalah orang yang rumahnya hanyalah kotak-kotak
yang berukuran 1x2 meter, dipinggir jalan (kaki 5). Di jakarta juga ada istilalh
manusia gerobak. Keluarga yang tinggalnya hanyalah di gerobak yang sehari-hari
digunakan untuk memulung. Kalau malam hari berubah fungsi jadi rumah tempat
tinggal. Manusia gerobak di Jakarta banyak sekali yang bisa ditemukan, terutama
pada malam hari. Mereka juga banyak yang berkeluarga, dan juga punya anak.
Contoh lainnya adalah keluarga yang tinggal dekat dengan tempat
pembuangan sampah, selain dengan lingkungannya yang tidak sehat, udara yang
tercemar karena bau yang ditimbulkan dari sampah masyarakat dan rumah mereka
yang hanya terbuat dari kardus dan bahan-bahan seadanya. Keluarga miskin seperti
ini tentu mengalami masalah besar dalam mencapai tujuan pembentukan keluarga.
Dan bahkan fungsi-fungsi normal keluarga, bagi mereka adalah sesuatu yang nyaris
tidak terlaksana. Misalnya terjadinya kesulitan dalam menjalankan fungsi sosial.

13
fungsi pendidikan dan fungsi keagamaan. Disinilah peran dakwah pencerahan dapat
mengambil peran yang lebih strategis.

H. Pendekatan Dakwah Pencerahan Untuk Keluarga Dhuafa


Dakwah pencerahan untuk keluarga Indonesia berkemajuan adalah dakwah
Islam untuk bangsa dan negara. Strategi dakwah pemberdayaan bisa dilakukan
melalui tiga cara: melalui pengembangan sumber daya manusia, pengembangan
ekonomi dan karitas dalam artian terpenuhinya kebutuhan pokok.
Dalam surah al maun ayat 1-7. Ayat ini menyetir suatu klausul bahwa mereka
yang membentak anak yatim dan tidak menggerakkan masyarakat dalam memberi
makan orang miskin dianggap sebagai orang yang mendustakan agama. Ayat ini juga
menjelaskan bahwa orang yang tidak memberikan kepada orang miskin barang yang
bermanfaat, atau orang yang suka memberikan barang yang tidak bermanfaat
dianggap sebagai orang yang telah melalaikan salat. Pada hal dalam Islam,
salatadalah tiang agama.
Kemudian semangat dalam berbagi rezeki yang dalam ekonomi Islam biasa
disebut distribusi kekayaan kepada golongan yang termarginalkan, telah diuraikan
dengan jelas dalam Al-Qur'an. Misalnya dalam surah al-Taubah ayat 60 digambarkan
bahwa dakwah pencerahan dalam aspek ekonomi yaitu mendisribuskan kekayaan
kepada keluarga miskin. bukan kepada keluarga kaya. pandangan Muhammadiyah
kelompok masyarakat dua fa sebetulnya mengalami deprivation trap, yaitu perangkap
kemiskinan yang terdiri dari lima unsur yaitu kemiskinan itu sendiri, kelemahan fisik,
keterasingan atau isolasi, kerentanan. dan ketidakberdayaan. Kelima unsur ini sering
saling berkaitan sehingga merupakan perangkap kemiskinan yang benar-benar
mematikan peluang hidup orang. dan akhir akhirnya menimbulkan proses
marjinalisasi. Mereka termasuk kelompok masyarakat miskin dalam berbagai
aspeknya, sehingga masuk dalam kategori duafa dan mustada fin, yakni lemah dan
dilemahkan atau tertindas oleh sistem yang memarjinalkan dirinya.

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Keluarga sakinah adalah keluarga ideal, dimana keluarga sakinah mengandung
makna keluarga yang diliputi rasa damai, tentram, tenang dan Bahagia. Landasan
terciptanya keluarga Sakinah adalah tauhid yaitu adanya kesadaran bahwa semua
proses dan keadaan kehidupan kekeluargaan harus berpusat pada Allah SWT. Dalam
membangun keluarga sakinah perlu dilandaskan pada lima asas yaitu: Asas Pemuliaan
Manusia (Karamah Insaniyyah). Asas Pola Hubungan Kesetaraan, Asas Keadilan,
Asas Kasih Sayang (Mawaddah Wa Rahmah), serta Asas Pemenuhan Kebutuhan
Hidup Sejahtera Dunia Akhirat (Al-Falah). Dalam sisi masyarakat untuk mewujudkan
masyarakat yang berkemajuan salah satunya memerlukan kehadiran satuan-satuan
keluarga sakinah sebagai modal terwujudnya qaryah thayyibah.
Dakwah adalah usaha para ulama dan orang-orang yang memiliki pengetahuan
agama Islam untuk memberikan pengajaran kepada khalayak umum sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki tentang hal-hal yang mereka butuhkan dalam urusan dunia
dan keagamaan. Pada kelompok miskin Muhammadiyah mengajukan konsep dakwah
sosial. Dakwah sosial adalah kegiatan dakwah dalam bentuk kegiatan-kegiatan sosial
keagamaan yang tidak hanya berupaya memperkuat pemahaman keagamaan
masyarakat terkait dengan hal-hal ibadah saja, melainkan juga kegiatan yang
memberikan ruang bagi mereka untuk memperkuat kemampuan sosialnya, seperti
mengembangkan diri dan kepercayaan diri, meningkatkan optimisme, serta kegiatan
keagamaan yang dirasakan dampak sosial dan ekonominya secara lebih nyata. Selain
terhadap kelompok miskin, Muhammadiyah juga memberikan perhatian terhadap
masyarakat marjinal. Masyarakat marjinal adalah istilah untuk mengidentifikasi
kelompok-kelompok masyarakat yang secara sosial, ekonomi dan politik
"terpinggirkan". Tingginya kesenjangan ekonomi yang ada di Indonesia menyebabkan
masih banyaknya masyarakat yang masih hidup dalam kesusahan, dan
kebergantungan kepada orang laian. Maka dari itu Muhammadiyah juga
mengusungkan Dakwah pencerhanan yang di lakukan dengan strategi dakwah
pemberdayaan yang bisa dilakukan dengan tig acara yaitu melalui pengembangan
sumber daya manusia, pengembangan ekonomi dan karitas dalam artian terpenuhinya
kebutuhan pokok.

15
DAFTAR PUSTAKA

Asmaya, Ening (2012) Implementasi Agama Dalam Mewujudkan Keluarga Sakinah Jurnal
Dakwah dan Kommunikasi. Vol.6 No. 1. ISSN: 1978-1261. Purwokerto. Retrieved
from http://ejournal iainpurwokerto ac id index php kommunika article/view 341
Aziz, Moh Ali (2017). Ilmi Dakwah Edisi Revisi. Jakarta: Kencana. Retrieved
from https://bit ly/30zRmeC

Basir, Sofyan (2019) Membangun Keluarga Sakinah Jurnal Bimbingan Penyuluhan Islam
Vol 6 No.2 ISSN: 2407-540X Makasar. Retrieved from http://journal uin alauddin
acid index.php/Al-Irsyad Al-Nafs/article/view/14544

Masyhadi, Anisia Kumala dan Yulistin Tresnawaty (2019) Keluarga Sakinah dan Konstruksi
Alat Ukurnya. Jurnal Ilmiah Psikologi: Kajian Empiris & Non Empiris. Vol 5 No.1.
Jakarta. Retrieved from https://jupp.uhamka ac id/index.php/jipp/article/view/46

16

Anda mungkin juga menyukai