Disusun Oleh:
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul Memahami Dakwah Pencerahan Dan Tanggung Jawab Membangun
Keluarga Indonesia Berkemajuan ini tepat pada waktunya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................
DAFTAR ISI.................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................
A. Kesimpulan..............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................
iii
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, berikut ini dipaparkanrumusan
masalah dalam makalah.
1
1. Bagaimana analisa kasus konversi agana karena kemiskinan?
2. Apa persoalan akut bangsa Indonesia saat ini?
3. Bagaimana persoalan keluarga menjadi akar persoalan bangsa Indonesia?
4. Bagaimana konsep keluarga ideal (sakinah) menurut Islam (Aisyiyah)?
5. Bagaimana konsep dan strategi dakwah pencerahan?
6. Apa solusi strategis untuk keluarga Indonesia yang berkemajuan?
7. Bagaimana potret dan masalah keluarga dhuafa?
8. Bagaimana pendekatan dakwah pencerahan untuk keluarga dhuafa ?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, berikut ini dipaparkan tujuan dalam makalah.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Virus corona atau covid-19 ditemukan pertama di kota Wuhan, China pada
akhir Desember 2019. Virus ini sudah hampir dua tahun menyebar di seluruh dunia
hingga benijung pandemi, tak terkecuali Indonesia. Banyak perubahan yang terjadi
dalam berbagai bidang, seperti kesehatan, ekonomi, sosial, maupun pendidikan.
Bidang pendidikan adalah salah satu yang mengalami dampak paling besar bagi anak
bangsa. Sejak ditetapkan sebagai wabah dunia. pemerintah Indonesia melalui Menteri
Pendidikan membuat kebijakan baru, dimana pembelajaran tatap maka menjadi
pembelajaran dari rumah secara online. Pembelajaran oline daring merupakan suatu
sistem yang diharapkan bukan sekedar menggantikan metode atau materi
pembelajaran secara konvensional melainkan dapat menambali inovasi metode dan
strategi baru dalam proses pembelajaran masa kini. Penerapan daring adalah suatu
media baru yang dapat menambah gairah belajar dan memungkinkan berinteraksi
langsung dalam belajar secara mandiri.
Kesehatan merupakan peran yang penting dalam keberfungsian semua aspek
kehidupan bagi manusia. WHO (World Health Organization) mendefiniskan sebagai
berikut:
"Kesehatan merupakan kondisi kesejahteraan fisik, mental, dan sosial dan
bukan hanya ketiadaan penyakit atau kecacatan."
Maka dari itu, kesehatan mental merupakan salah satu penunjang kesehatan
yang harus dibicarakan atau tidak diabaikan begitu saja. Masalah kesehatan mental
masih tergolong tinggi, terutama pada kalangan remaja. Remaja masih belum stabil
untuk menahan emosi dan belum memiliki kemampuan untuk memecahkan
permasalahan yang ada, sehingga remaja perlu diberikan perhatian lebih karena
mereka adalah aset negara dan generasi penerus bangsa.
Berawal dari pembelajaran daring, kita dapat melihat bahwa banyak dampak
yang ditimbulkan terhadap anak bangsa, terutama pada pelajar atau mahasiswa baru.
Seharusnya. masa pembelajaran awal merupakan kesempatan bagi semuanya untuk
mengenal tempat pendidikan yang akan mereka tempuh serta mendapatkan relasi dan
dapat mengembangkan potensi diri secara mandiri. Akan tetapi, semua hal itu tidak
mungkin untuk dilakukan secara langsung di masa sekarang. Kesehatan mental
memiliki peranan yang sangat penting bagi pelajar/mahasiswa baru untuk
beradapatasi pada lingkungan tingkat rendah ke tingkat yang lebih tinggi. Selain itu,
pembelajaran daring juga berpengaruh terhadap pelajar/mahasiswa lama, terutama
yang mengikuti organisasi. Secara otomatis pun tugas tugas akan semakin banyak.
4
Pelajar/mahasiswa yang aktif organisasi dan terlalu fokus. pasti mereka akan
memiliki sikap untuk menunda tugas. Jika hal ini terus berlanjut, maka dapat
mengganggu aktivitas mereka dalam memenuhi kewajiban yaitu belajar. Oleh sebab
itu, pembelajaran daring bisa berdampak terhadap kesehatan mental.
5
generasi-generasi yang tangguh, unggul, dan shaleh. Seperti kisah Nabi Ibrahim as
yang sukses membina keluarganya sehingga anak keturunannya semuanya diangkat
menjadi nabi dan rasul.
Alquran pun mengabadikan keluarga Imran menjadi nama surat dalam
Alquran, yakni Surat Ali-'Imran (keluarga Imran), karena keluarga ini sudah
menunaikan janjinya untuk mengajari putrinya (Maryam) dengan pendidikan agama
di bawah asuhan Nabi Zakaria as.
Sehingga kelak dari wanita suci Maryam ini lahirlah seorang rasul, yakni Nabi
Isa as. Alquran juga mengabadikan keluarga Luqman al-Hakim yang bukan nabi dan
rasul menjadi Surat Luqman. Karena ia telah berhasil mendidik anaknya dan
meletakkan dasar dasar pengajaran agama dalam keluarga untuk mempersiapkan
generasi-generasi yang shaleh.
Akan tetapi Alquran pun memberikan sinyalemen, bahwa setelah generasi
terbaik akan datang generasi yang sangat jelek dari segi akhlak dan moralnya. Ciri-
cirinya adalah generasi yang menyia-nyiakan perintah agama untuk melaksanakan
shalat dan mereka pun dalam kehidupannya selalu memperturutkan hawa nafsu
dengan banyak berbuat kejahatan dan kemaksiatan. Akibatnya kehidupan menjadi
rusak dan ancaman kehancuran sudah berada di depan mata. Allah SWT berfirman:
Artinya: "Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-
nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan
menemui kesesatan" (QS. Maryam [19]:59).
Apa yang disampaikan Alquran ini tentunya harus menjadi perhatian kita
semua. Sejalan dengan fenomena generasi sekarang ini yang berada di ambang
ancaman dekadensi moral dengan merajalalelanya tindakan-tindakan kriminal yang
dilakukan generasi muda, seperti terjerat narkoba, tawuran, pergaulan bebas,
tindakan kekerasan, dan perbuatan kriminal lainnya. Jelas fenomena ini sangat
mengkhawatirkan, karena dapat dibayangkan bagaimana nasib bangsa ke depan
apabila generasi mudanya tak dapat diandalkan. Maka semua elemen bangsa harus
terpanggil dan ikut memikirkan, bagaimana solusinya untuk memperbaiki moral dan
mental anak-anak bangsa? Di antara solusinya adalah kita harus memperkuat
pendidikan agama dalam keluarga.
Karena dari sejak awal Alquran sudah mewanti-wanti, bahwa kita harus bisa
menjaga keluarga dari ancaman siksaan neraka. Asosiasi kita tentang siksaan neraka
adalah kelak di akhirat. Padahal, itu hanya akibat dari kejahatan-kejahatan yang
6
dilakukan di dunia. Oleh karena itu, sebagai tindakan preventifnya kita selaku
orangtua harus membina mental dan moral generasi muda dengan pendidikan agama
sejak dini di lingkungan keluarga.
Allah SWT berfirman: Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, peliharalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan
batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah
terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa
yang diperintahkan" (QS. At-Tahrim [66]:6).
Ternyata yang mesti dikhawatirkan dari anak-anak kita itu bukan masalah
perut atau material. Karena secara naluri manusia diberi kemampuan untuk
memenuhi hajat hidupnya dan Allah SWT juga sudah menyediakan sumber daya
alamnya. Tinggal manusia mencari akal dan bekerja keras untuk menggali dan
mengolahnya demi sebesar-besarnya kesejahteraan hidupnya. Tetapi yang perlu
dikhawatirkan dari generasi kita adalah masa depan moral spiritualnya. Ini karena
apabila moralnya sudah rusak tentu akan sulit memperbaikinya dan akan
membutuhkan waktu yang cukup lama. Bahkan, akan berakibat patal dengan
menghancurkan semua sendi-sendi kehidupan manusia.
Oleh karena itu, Allah SWT juga sudah menegaskan: Artinya: "Dan
perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam
mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki kepadamu, Kamilah yang memberi rezki
kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa" (QS.
Thaahaa [20]:132).
Di sinilah pentingnya penguatan pendidikan agama dalam keluarga. Sehingga
diharapkan dapat menyelamatkan anak-anak kita dari jurang kehancuran dan
kehinaan. Berdasarkan petunjuk Alquran, ada beberapa upaya yang bisa dilakukan
dalam rangka penguatan pendidikan agama dalam keluarga, yaitu:
Pertama, memberikan dorongan dan nasihat yang baik kepada anak. Sehingga
mereka senantiasa mendapatkan motivasi untuk berbuat baik dan segera kembali
pada jalan yang benar sesuai dengan tuntunan agama apabila melakukan kesalahan.
Sebagaimana nasihat nasihat Luqman yang diberikan kepada anak-anaknya (lihat QS.
Liqman [31]:12-19).
Kedua, membimbing melakukan pembiasaan-pembiasaan pengamalan agama
di lingkungan keluarga. Misalnya membiasakan selalu berdoa, mengucapkan salam,
mencium tangan orangtua, melaksanakan shalat di awal waktu, berbuat baik kepada
7
saudara dan tetangga, serta pembiasaan-pembiasaan sikap dan perbuatan baik lainnya
yang diajarkan agama.
Ketiga, menerapkan reward and punishment; yaitu hukuman dan penghargaan
yang sesuai dengan tahap perkembangan jiwa anak. Sehingga anak selalu terdorong
untuk melakukan kebaikan dan takut untuk melakukan keburukan. Dalam sebuah
hadits Nabi pun disebutkan, "Perintahkanlah anak-anakmu untuk mengerjakan shalat
ketika sudah berusia tujuh tahun; dan pukullah mereka apabila tidak
melaksanakannya ketika sudah menginjak usia sepuluh tahun". Tentu pukulan
pendidikan dan kasih sayang supaya anak mengenali kewajiban dan tanggung
jawabnya.
Keeempat, memberikan keteladanan; sebagai orangtua tentunya harus menjadi
teladan baik bagi anak-anaknya. Sehingga pendidikan agama dalam keluarga menjadi
efektif karena keteladanan yang diperlihatkan oleh orangtua. Jadi dalam
melaksanakan perintah perintah agama, selaku orangtua bukan hanya pandai
menyuruh, tetapi mengajak dengan mengatakan, "Mari Nak! melakukan bersama-
sama".
Kelima, memanjatkan doa demi kebaikan dan keshalehan anak-anak kita.
Selaku manusia yang namanya orangtua pasti memiliki keterbatasan, karena itu
jangan lupa selalu berdoa kepada Allah SWT untuk kebaikan dan kemaslahatan
keluarga serta keturunan kita. Ada doa yang diajarkan Alquran, "Ya Tuhan Kami,
anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang
hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa" (QS. Al-
Furqaan [25]:74).
8
suasana kasih sayang antara anggota keluarga dan lingkungannya dengan selaras,
serasi serta mampu mengamalkan, menghayati dan memperdalam nilai nilai
keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia.
Adapun landasan pembentukan Keluarga Sakinah, menurut Aisyiyah adalah
berlandaskan pada tauhid, yaitu adanya kesadaran bahwa semua proses dan keadaan
kehidupan kekeluargaan harus berpusat pada Allah SWT. Semua kepemilikan berasal
dari Allah dan kembali kepada Allah. Oleh karena itu semua kegiatan harus
dilakukan karena Allah SWT. Allah berfirman dalam surah al-Baqarah (2): 284 yang
artinya "Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di
bumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu
menyembunyikan. niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang
perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya dan
menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu."
Dalam membangun keluarga sakinah perlu dilandaskan pada lima asas yaitu:
Asas Pemuliaan Manusia (Karamah Insaniyyah), Asas Pola Hubungan Kesetaraan,
Asas Keadilan, Asas Kasih Sayang (Mawaddah Wa Rahmah), serta Asas Pemenuhan
Kebutuhan Hidup Sejahtera Dunia Akhirat (Al-Falah). Adapun tujuan Pembentukan
Keluarga Sakinah menurut Aisyiyah adalah pada prinsipnya terdapat dua tujuan
utama pembentukan keluarga sakinah yang terkait dengan eksistensi kemanusiaan
dan kemasyarakatan. Kedua tujuan utama itu adalah mewujudkan insan bertakwa dan
masyarakat berkemajuan.
Keluarga Sakinah sebagai suatu keluarga terpilih menjadi lahan yang subur
untuk tumbuh kembang anak agar menjadi insan bertakwa. Ini merupakan amanah
Allah yang dilimpahkan kepada orangtua. Insan bertakwa adalah manusia yang
semua potensi kemanusiaannya berkembang secara optimal, sehingga bisa menjadi
pribadi muslim berkemajuan. Potensi tersebut antara lain potensi tauhidiyyah
(tauhid), ubudiyyah (kehambaan). kekhalifahan (Pemimpin). jasadiyyah (fisik), dan
'aqliyyah (pola pikir). Pribadi tersebut akan menjadi karakter setiap anggota keluarga
dan tercermin dalam semua perilakunya di seluruh aspek kehidupan.
Untuk mewujudkan masyarakat yang berkemajuan, memerlukan kehadiran
satuan satuan keluarga sakinah sebagai modal terwujudnya qaryah thayyibah. Yang
dimaksud qaryah thayyibah adalah suatu perkampungan atau desa atau kelompok di
mana warganya yang beragama Islam menjalankan ajaran Islam secara baik dalam
hubungan dengan Allah SWT maupun dalam hubungan dengan sesama manusia
9
dalam segala aspek sehingga terwujud masyarakat Islam yang maju dan bermartabat.
Qaryah thayyibah memiliki karakteristik:
1. Masjid/Tempat ibadah berfungsi sebagai pusat ibadah, pelayanan sosial dan
menjadi pusat kegiatan masyarakat.
2. Masyarakat memiliki tingkat pendidikan yang maju.
3. Masyarakat memiliki berbagai usaha untuk meningkatkan kesejahteraan
ekonomi warganya.
4. Masyarakat memiliki derajat kesehatan yang tinggi, baik kesehatan fisik,
psikis maupun lingkungan.
5. Masyarakat memiliki hubungan sosial yang harmonis.
6. Masyarakat memiliki kepedulian sosial yang tinggi.
7. Masyarakat memiliki kesadaran hukum dan politik yang tinggi.
8. Masyarakat memiliki kehidupan kesenian dan kebudayaan yang Islami yang
tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
9. Masyarakat mampu memanfaatkan teknologi dan informasi yang ada untuk
kemajuan dan kemakmuran masyarakat.
10
bawah, dan kelompok marjinal. Dalam konsepsinya tentang dakwah pencerahan
dikatakan bahwa kelompok kelas bawah merujuk kepada kelompok yang masih
memiliki pekerjaan atau sumber penghasilan yang rutin namun karena minimnya
penghasilan yang didapatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, jadi
secara ekonomi sangat rentan. Setiap saat kelompok ini bisa jatuh menjadi miskin.
Termasuk dalam kategori ini antara lain: buruh tani, buruh, pengrajin, pedagang
kecil, nelayan dan juga pegawai rendahan. Penghasilan kelompok ini umumnya
terbatas untuk pemenuhan kebutuhan-kebutuhan sekunder.
Terhadap segmentasi atau kelompok ini, Muhammadiyah antara lain
mengajukan konsep dakwah sosial. Dakwah sosial adalah kegiatan dakwah dalam
bentuk kegiatan kegiatan sosial keagamaan yang tidak hanya berupaya memperkuat
pemahaman keagamaan masyarakat terkait dengan hal-hal ibadah saja, melainkan
juga kegiatan yang memberikan ruang bagi mereka untuk memperkuat kemampuan
sosialnya, seperti mengembangkan diri dan kepercayaan diri, meningkatkan
optimisme, serta kegiatan keagamaan yang dirasakan dampak sosial dan ekonominya
secara lebih nyata. Lebih lanjut dijelaskan bahwa salah satu bentuk kegiatan sosial
untuk masyarakat bawah adalah pendistribusian dana-dana zakat, infak dan sedekah
(ZIS) secara tepat sasaran, Islam tidak hanya dilihat secara idealis, melainkan juga
praksis-fungsional. Karena itulah, lembaga ZIS (Lazismu) yang bergerak di bidang
sosial serta majelis yang ada dalam Muhammadiyah berperan signifikan dalam
mendukung dakwah sosial ini, antar lain melalui kegiatan santunan, beasiswa,
pendampingan, dan lain-lain. Disamping dakwah sosial, penting pula melakukan
dakwah ekonomi. Maksudnya adalah dakwah yang berorientasi melakukan
pendampingan di bidang ekonomi dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat miskin atau kelompok bawah. Bentuknya dapat bermacam-macam
seperti memberikan pelatihan, pendampingan kegiatan ekonomi, dan pengembangan
teknologi tepat guna.
Selain terhadap kelompok miskin, Muhammadiyah juga memberikan
perhatian terhadap masyarakat marjinal. Masyarakat marjinal adalah istilah untuk
mengidentifikasi kelompok-kelompok masyarakat yang secara sosial, ekonomi dan
politik "terpinggirkan". Artinya, kelompok-kelompok tersebut dianggap tidak
mendapatkan tempat yang selayaknya dalam kehidupan bermasyarakat. Pada
hakikatnya, kaum marjinal adalah masyarakat yang terpinggirkan dari kebijakan-
kebijakan pembangunan, baik yang tinggal di pedesaan maupun perkotaan. Ketidak-
11
berpihakan negara dan pembangunan tersebut semakin memperlemah posisi
kelompok ini sehingga berdampak pada ketertinggalan pendidikan, ekonomi, sosial,
dan politik secara luas. Kelompok ini tidak mendapatkan hak haknya sebagaimana
warga negara yang lain dalam mengakses, mendapatkan manfaat, dan terlibat dalam
pembanguan yang menguntungkan mereka.
Salah satu bentuk dakwah sosial yang dapat dilakukan untuk kelompok
marjinal ini adalah menjadikan atau memasukkan mereka sebagai bagian dari
program-program sosial lembaga keagamaan, seperti dalam pendistribusian zakat
infak dan sedekah (ZIS), santunan untuk keluarga dari kelompok marjinal dan
beasiswa khusus anak-anak jalanan atau anggota keluarga dari kelompok marjinal
tersebut. Dakwah model ini sangat penting. mengingat sebagaimana sabda Rasulullah
bahwa kefakiran atau kemiskinan berpotensi besar menjerumuskan seseorang
untukmelakukan kekufuran.
Dakwah Muhammadiyah disebut sebagai dakwah pencerahan. Hal ini
dikarenakan Muhammadiyah membawa konsep Islam Berkemajuan melalui tiga
tahap yaitu membebaskan manusia, memberdayakan, dan memajukan. Masyarakat
yang masih memiliki keyakinan menyimpang dari tauhid, masyarakat yang berada di
bawah garis kemiskinan dan berpendidikan rendah, akan segera dibebaskan. Setelah
membebaskan dan mencerdaskan manusia dari kegelapan menuju hal yang terang
benderang kemudian berusaha mencerahkan dan membawa kepada kemajuan.
Dakwah pencerahan kepada kelompok-kelompok masyarakat sangat penting untuk
menyebarluaskan dan mewujudkan nilai-nilai pencerahan berdasarkan pandangan
Islam yang berkemajuan bagi masyarakat luas yang heterogen.
12
orang (masyarakat) agar merespons Risalah Islamiyyah, dakwah juga bermakna
kontinu agar mengamalkan ajaran Islam atau merealisasikan pesan pesan dan nilai-
nilai Islam ke dalam kehidupan yang bisa dirasakan oleh masyarakat luas.
Dakwah dalam konteks ini juga dapat bermakna pembangunan kualitas
sumberdaya manusia, pengentasan kemiskinan, memerangi kebodohan dan
keterbelakangan. Dakwah juga bisa berarti penyebarluasan rahmat Allah (rahmatan
lil-'alamin). Dengan pembebasan, pembangunan dan penyebarluasan ajaran Islam,
berarti dakwah merupakan proses untuk mengubah kehidupan manusia atau
masyarakat dari kehidupan yang tidak Islami menjadi suatu kehidupan yang Islami.
Dakwah pencerahan bertujuan untuk mencerahkan akidah Islamiyah, diharapkan
akidahnya bersih dari kekufuran, kemusyrikan, tahayyul dan khurafat serta terhindar
dari taklid dan fanatisme. Dakwah pencerahan juga untuk mencerahkan peribadatan,
sehingga ibadah seorang muslim hendaknya sesuai dengan syariat Allah dan
Rasulnya, dan terhindar dari praktik bidah. Di samping dakwah pencerahan juga
mesti berdampak kepada perbaikan akhlak dalam skala pribadi, keluarga,
masyarakat, dan negara. Lebih dari itu dakwah pencerahan juga seyogianya dapat
mencerahkan kehidupan keduniaan. Yaitu kehidupan yang berkemajuan dalam aspek
sosial, ekonomi, pendidikan dll.
13
fungsi pendidikan dan fungsi keagamaan. Disinilah peran dakwah pencerahan dapat
mengambil peran yang lebih strategis.
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Keluarga sakinah adalah keluarga ideal, dimana keluarga sakinah mengandung
makna keluarga yang diliputi rasa damai, tentram, tenang dan Bahagia. Landasan
terciptanya keluarga Sakinah adalah tauhid yaitu adanya kesadaran bahwa semua
proses dan keadaan kehidupan kekeluargaan harus berpusat pada Allah SWT. Dalam
membangun keluarga sakinah perlu dilandaskan pada lima asas yaitu: Asas Pemuliaan
Manusia (Karamah Insaniyyah). Asas Pola Hubungan Kesetaraan, Asas Keadilan,
Asas Kasih Sayang (Mawaddah Wa Rahmah), serta Asas Pemenuhan Kebutuhan
Hidup Sejahtera Dunia Akhirat (Al-Falah). Dalam sisi masyarakat untuk mewujudkan
masyarakat yang berkemajuan salah satunya memerlukan kehadiran satuan-satuan
keluarga sakinah sebagai modal terwujudnya qaryah thayyibah.
Dakwah adalah usaha para ulama dan orang-orang yang memiliki pengetahuan
agama Islam untuk memberikan pengajaran kepada khalayak umum sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki tentang hal-hal yang mereka butuhkan dalam urusan dunia
dan keagamaan. Pada kelompok miskin Muhammadiyah mengajukan konsep dakwah
sosial. Dakwah sosial adalah kegiatan dakwah dalam bentuk kegiatan-kegiatan sosial
keagamaan yang tidak hanya berupaya memperkuat pemahaman keagamaan
masyarakat terkait dengan hal-hal ibadah saja, melainkan juga kegiatan yang
memberikan ruang bagi mereka untuk memperkuat kemampuan sosialnya, seperti
mengembangkan diri dan kepercayaan diri, meningkatkan optimisme, serta kegiatan
keagamaan yang dirasakan dampak sosial dan ekonominya secara lebih nyata. Selain
terhadap kelompok miskin, Muhammadiyah juga memberikan perhatian terhadap
masyarakat marjinal. Masyarakat marjinal adalah istilah untuk mengidentifikasi
kelompok-kelompok masyarakat yang secara sosial, ekonomi dan politik
"terpinggirkan". Tingginya kesenjangan ekonomi yang ada di Indonesia menyebabkan
masih banyaknya masyarakat yang masih hidup dalam kesusahan, dan
kebergantungan kepada orang laian. Maka dari itu Muhammadiyah juga
mengusungkan Dakwah pencerhanan yang di lakukan dengan strategi dakwah
pemberdayaan yang bisa dilakukan dengan tig acara yaitu melalui pengembangan
sumber daya manusia, pengembangan ekonomi dan karitas dalam artian terpenuhinya
kebutuhan pokok.
15
DAFTAR PUSTAKA
Asmaya, Ening (2012) Implementasi Agama Dalam Mewujudkan Keluarga Sakinah Jurnal
Dakwah dan Kommunikasi. Vol.6 No. 1. ISSN: 1978-1261. Purwokerto. Retrieved
from http://ejournal iainpurwokerto ac id index php kommunika article/view 341
Aziz, Moh Ali (2017). Ilmi Dakwah Edisi Revisi. Jakarta: Kencana. Retrieved
from https://bit ly/30zRmeC
Basir, Sofyan (2019) Membangun Keluarga Sakinah Jurnal Bimbingan Penyuluhan Islam
Vol 6 No.2 ISSN: 2407-540X Makasar. Retrieved from http://journal uin alauddin
acid index.php/Al-Irsyad Al-Nafs/article/view/14544
Masyhadi, Anisia Kumala dan Yulistin Tresnawaty (2019) Keluarga Sakinah dan Konstruksi
Alat Ukurnya. Jurnal Ilmiah Psikologi: Kajian Empiris & Non Empiris. Vol 5 No.1.
Jakarta. Retrieved from https://jupp.uhamka ac id/index.php/jipp/article/view/46
16