ELIMINASI URINE
Dosen pembingbing : Ns. Hilmah Noviandry R, S.kep., M.Kes.
Disusun oleh :
MOH.ROBAITULLOH
33412101120
2022
LEMBAR PERNYATAAN
Judul Laporan :
ELIMINASI URINE
Nama : MOH.ROBAITULLOH
NIM : 33412101120
Nomor Hp :-
Sampang,Maret 2022
Mahasiswa
Moh.Robaitulloh
NRP. 33412101120
LEMBAR PERSETUJUAN
Judul Laporan :
ELIMINASI URINE
Nama : Moh.Robaitulloh
NIM : 33412101120
Nomor Hp :-
Menyetujui:
Mengetahui,
Kepala Puskesmas
Sri Wahyuni,S,KM.,MM
NIP.197403171998032007
LAPORAN PENDAHULUAN PADA KLIEN DENGAN MASALAH KEPERAWATAN
ELIMINASI URINE
2) Klasifikasi
Pada kebutuhan eliminasi urine, masalah yang ada diantaranya :
1. Retensi Urine
Retensi urine merupakan penumpukan urine dalam kandung kemih akibat
ketidakmampuan kandung kemih untuk mengosongkan isinya, sehingga
menyebabkan distensi dari vesika urinaria.
2. Inkontinensia Dorongan
Inkontinensia dorongan merupakan keadaan dimana seseorang mengalami
pengeluaran urine tanpa sadar, terjadi segera setelah merasa dorongan yang kuat
untuk berkemih.
3. Inkontinensia Total
Inkontinensia total merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran
urine yang terus menerus dan tidak dapat diperkirakan
4. Inkontinensia Stress
Inkontinensia stress merupakan keadaan seseorang yang mengalami kehilangan urine
kurang dari 50 ml, terjadi dengan peningkatan tekanan abdomen.
5. Inkontinensia Refleks
Inkontinensia refleks merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran
urine yang tidak dirasakan, terjadi pada interval yang dapat diperkirakan bila volume
kandung kemih mencapai jumlah tertentu.
6. Enuresis
Enuresis merupakan ketidaksanggupan menahan kemih (mengompol) yang
diakibatkan tidak mampu mengontrol sfingter eksterna. Ini banyak terjadi pada anak
atau orang jompo, umumnya pada malam hari
3) Anataomi Fisiologi:
1. Ginjal
merupakan organ retroperitoneal yang berperan sebagai pengatur komposisi dan
volume cairan dalam tubuh serta penyaring darah untuk dibuang dalam bentuk
urine sebagai zat sisa yang tidak diperlukan oleh tubuh dan menahannya agar tidak
bercampur dengan zat –zat yang tidak diperlukan oleh tubuh. Pada bagian ginjal
terdapat nefron yang merupakan unit dari struktur ginjal dan melalui nefron
ini urine disalurkan ke dalam bagian pelvis ginjal, kemudian disalurkan melalui
ureter ke kandung kemih.
2.Kandung kemih
Kandung kemih merupakan kantong yang terdiri atas otot halus yang berfungsi
menampung urine. Dalam kandung kemih terdapat lapisan jaringan otot yang paling
dalam disebut dekstrusor, berfungsi mengeluarkan urine bila terjadi kontraksi. Dalam
kandung kemih juga terdapat lapisan tengah jaringan otot berbentuk lingkaran bagian
dalam yang disebut otot lingkar yang berfungsi menjaga saluran antara kandung
kemih dengan uretra, sehingga uretra dapat menyalurkan uriendari kandung kemih ke
luar tubuh.
3. Uretra
Uretra merupakan oragan yang berfungsi menyalurkan urine ke bagian luar. Fungsi
uretra pada wanita berbeda dengan fungsi uretra pada pria. Pada pria uretra digunakan
sebagai tempat pengaliran urine dan sistem reproduksi, berukuran panjang 13,7 -16,2
cm, dan terdiriatas tiga bagian, yaitu prostat, selaput (membran) dan bagian yang
berongga (ruang). Pada wanita, uretra memiliki panjang 3,7 – 6,2 cm dan hanya
berfungsi sebagai tempat menyalurkan urine ke bagian luar tubuh. Berkemih adalah
proses pengosongan vesika urinaria (kandung kemih). Proses ini dimulai dengan
terkumpulnya urine dalam vesika urinaria yang merangsang saraf – saraf sensorik
dalam dinding vesika urinaria (bagian reseptor). Mekanisme berkemih terjadi karena
vesika urinaria berisi urine yang dapat menimbulkan rangsangan, melalui medula
spinalis dihantarkan ke pusat pengontrol berkemih yang terdapat di korteks serebral,
kemudian otak memberikan impuls / rangsangan melalui medulla spinalis ke
neuromotoris di daerah sakral, serta terjadi koneksasi otot detrusor dan relaksasi otot
sfingter internal.
Komposisi urine
1.Air (96 %)
2.Larutan (4 %)
a.Larutan organik
Urea, ammonia, kreatin, dan urine acid.
b.Larutan anorganik
Natrium (sodium), klorida, kalium (potasium), sulfat, magnesium dan fosfor. Natrium
klorida merupakan garam anorganik yang paling banyak
Etiologi regulasi suhu
4) Etiologi
1. Trauma sumsum tulang belakang
2. Tekanan uretra yang tinggi disebabkan oleh otot detrusor yang lemah
3. Sfingter yang kuat
4. Sumbatan (striktur uretra dan pembesaran kelenjar prostat)
5. Operasi pada daerah abdomen bawah
a. Retensi Urine
1). Ketidak nyamanan daerah pubis.
2). Distensi dan ketidaksanggupan untuk berkemih.
3). Urine yang keluar dengan intake tidak seimbang.
4). Meningkatnya keinginan berkemih dan resah
5). Ketidaksanggupan untuk berkemih
b.Inkontinensia Urine
1). pasien tidak dapat menahan keinginan BAK sebelum sampai di WC
2). pasien sering mengompol
6) Penatalaksanaan
(1) Penatalaksanaan Medis
1.retensi urine
a. Menggunakan urinal untuk berkemih dalaam memenuhi kebutuhan eliminasi
perkemihan
b. Kateterasi perkemihan untuk menghilangkan ketidaknyamanan karena distensi
kandung kemih
c. Memasang kondom kateter bagi pasien laki- laki untuk menjaga hygne parineal
pasien inkontinesia
2. inkontenisia urine
a. Pemanfaatan kartu berkemih
b.Terapi non farmakologi
c. Terapi farmakologi
d. Terapi pembedahan
e. Modalitas lain
7). Path Way (WOC)
Keluarnya urine
Tidak mampu menahan
urine
Inkontensia urine
Mau berkontraksi
Retensi urine
8) Deskripsi WOC/ Patofisiologi
Gangguan Eliminasi Urin Gangguan pada eliminasi sangat beragam seperti yang telah
dijelaskan di atas. Masing-masing gangguan tersebut disebabkan oleh etiologi yang berbeda.
Pada pasien dengan usia tua, trauma yang menyebabkan cedera medulla spinal, akan
menyebabkan gangguan dalam mengkontrol urin/ inkontinensia urin. Gangguan traumatik
pada tulang belakang bisa mengakibatkan kerusakan pada medulla spinalis. Lesi traumatik
pada medulla spinalis tidak selalu terjadi bersama-sama dengan adanya fraktur atau dislokasi.
Tanpa kerusakan yang nyata pada tulang belakang, efek traumatiknya bisa mengakibatkan
efek yang nyata di medulla spinallis. Cedera medulla spinalis (CMS) merupakan salah satu
penyebab gangguan fungsi saraf termasuk pada persyarafan berkemih dan defekasi.
Komplikasi cedera spinal dapat menyebabkan syok neurogenik dikaitkan dengan cedera
medulla spinalis yang umumnya dikaitkan sebagai syok spinal. Syok spinal merupakan
depresi tiba-tiba aktivitas reflex pada medulla spinalis (areflexia) di bawah tingkat cedera.
Dalam kondisi ini, otot-otot yang dipersyarafi oleh bagian segmen medulla yang ada di
bawah tingkat lesi menjadi paralisis komplet dan fleksid, dan refleks-refleksnya tidak ada.
Hal ini mempengaruhi refleks yang merangsang fungsi berkemih dan defekasi. Distensi usus
dan ileus paralitik disebabkan oleh depresi refleks yang dapat diatasi dengan dekompresi usus
(Brunner & Suddarth, 2002). Hal senada disampaikan Sjamsuhidajat (2004), pada komplikasi
syok spinal terdapat tanda gangguan fungsi autonom berupa kulit kering karena tidak
berkeringat dan hipotensi ortostatik serta gangguan fungsi kandung kemih dan gangguan
defekasi. Proses berkemih melibatkan 2 proses yang berbeda yaitu pengisian dan
penyimpanan urine dan pengosongan kandung kemih. Hal ini saling berlawanan dan
bergantian secara normal. Aktivitas otot-otot kandung kemih dalam hal penyimpanan dan
pengeluaran urin dikontrol oleh sistem saraf otonom dan somatik. Selama fase pengisian,
pengaruh sistem saraf simpatis terhadap kandung kemih menjadi bertekanan rendah dengan
meningkatkan resistensi saluran kemih. Penyimpanan urin dikoordinasikan oleh hambatan
sistem simpatis dari aktivitas kontraktil otot detrusor yang dikaitkan dengan peningkatan
tekanan otot dari leher kandung kemih dan proksimal uretra. Pengeluaran urine secara normal
timbul akibat dari kontraksi yang simultan otot detrusor dan relaksasi saluran kemih. Hal ini
dipengaruhi oleh sistem saraf parasimpatis yang mempunyai neurotransmiter utama yaitu
asetilkholin, suatu agen kolinergik. Selama fase pengisian, impuls afferen ditransmisikan ke
saraf sensoris pada ujung ganglion dorsal spinal sakral segmen 2-4 dan informasikan ke
batang otak. Impuls saraf dari batang otak menghambat aliran parasimpatis dari pusat kemih
sakral spinal. Selama fase pengosongan kandung kemih, hambatan pada aliran parasimpatis
sakral dihentikan dan timbul kontraksi otot detrusor. Hambatan aliran simpatis pada kandung
kemih menimbulkan relaksasi pada otot uretra trigonal dan proksimal. Impuls berjalan
sepanjang nervus pudendus untuk merelaksasikan otot halus dan skelet dari sphincter
eksterna. Hasilnya keluarnya urine dengan resistensi saluran yang minimal. Pasien post
operasi dan post partum merupakan bagian yang terbanyak menyebabkan retensi urine akut.
Fenomena ini terjadi akibat dari trauma kandung kemih dan edema sekunder akibat tindakan
pembedahan atau obstetri, epidural anestesi, obat-obat narkotik, peregangan atau trauma saraf
pelvik, hematoma pelvik, nyeri insisi episiotomi atau abdominal, khususnya pada pasien yang
mengosongkan kandung kemihnya dengan manuver Valsalva. Retensi urine pos operasi
biasanya membaik sejalan dengan waktu dan drainase kandung kemih yang adekuat.
B. Retensi Urine
Definisi : Pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap
Penyebab :
1. Peningkatan tekanan uretra
2. Kerusakan arkus refleks
3. Blok spingter
4. Disfungsi neurologis (mis. trauma, penyakit saraf) 5 Efek agen farmakologis (mis
atropine, belladonna, psikotropik, antihistamin, opiate)
1. Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif :
1. Sensi penuh pada kandung kemih
Objektif :
1. Disuria/Anuria
2. Distensi kandung kemih
2. Gejala dan Tanda Minor
Subjektif :
1. Dribbling
Objektif :
1. Inkontensia berlebih
2. Residu urine 150 ml atau lebih
4)Evaluasi
A. Inkontinensia urine
1. Luaran utama : Kontinensia Urine
2. Definisi : Pola kebiasaan buang air kecil
3. Ekspetasi : membaik
4. Rentang waktu : ...x... jam
5. Kriteria hasil :
a) Nokturia : Menurun
b) Residu volume urine setelah berkemih : Menurun
c) Distensi kandung kemih : Menurun
d) Dribbling : Menurun
e) Hesitancy : Menurun
B. Retensi urine
1. Luaran utama : Eliminasi urine
2. Definisi : Pengosongan kandung kemih yang lengkap
3. Ekspetasi : Membaik
4. Rentang waktu : ...x... jam
5. Kriteria hasil :
a) Sensasi berkemih : meningkat
b) Desakan berkemih : menurun
c) Distensi kandung kemih : menurun
d) Berkemih tidak tuntas : menurun
e) Urine menetes : menurun
DAFTAR PUSTAKA
https://id.scribd.com/document/258607524/-Eliminasi-Urine
PPNI. (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik.
Edisi I. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan kriteria hasil
Keperawatan. Edisi I. jakarta: DPP PPNI
Judul Laporan :
ELIMINASI URINE
Nama : Moh.Robaitulloh
NIM : 33412101120