Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ELIMINASI URINE
Dosen pembingbing : Ns. Hilmah Noviandry R, S.kep., M.Kes.

Disusun oleh :

MOH.ROBAITULLOH

33412101120

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN JURUSAN KESEHATAN

POLITEKNIK NEGERI MADURA

2022
LEMBAR PERNYATAAN

Judul Laporan :

ELIMINASI URINE

Saya mahasiswa Prodi DIII Keperawatan Jurusan Kesehatan Politeknik Negeri


Madura yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : MOH.ROBAITULLOH

NIM : 33412101120

Alamat : Perum Trunojoyo Asri, Sampang

Nomor Hp :-

Menyatakan bahwa Laporan praktik Asushan Keperawatan Pada Klien Dengan


Masalah Keperawatan Utama “eliminasi urine” ini dibuat dan disusun sebagaimana mestinya
sesuai dengan pedoman dan petunjuk dari pembimbing klinik dan pembimbing akademik.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan bersungguh sungguh.

Sampang,Maret 2022

Mahasiswa

Moh.Robaitulloh

NRP. 33412101120
LEMBAR PERSETUJUAN

Judul Laporan :

ELIMINASI URINE

Saya mahasiswa Prodi DIII Keperawatan Jurusan Kesehatan Politeknik Negeri


Madura yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Moh.Robaitulloh

NIM : 33412101120

Alamat : Perum Trunojoyo Asri,Sampang

Nomor Hp :-

Sampang, 28 Maret 2022

Menyetujui:

Pembingbing Puskesmas Pembingbing Akademik

Ns. Moh Sukron S.Kep Ns. Hilmah Noviandry R, S.kep., M.Kes.

NIP. 19810507 200903 1 006 NIP/NIDN. 4110182014

Mengetahui,

Kepala Puskesmas

Sri Wahyuni,S,KM.,MM

NIP.197403171998032007
LAPORAN PENDAHULUAN PADA KLIEN DENGAN MASALAH KEPERAWATAN
ELIMINASI URINE

1. Konsep Dasar Eliminasi urine


1) Definisi:
Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa
urin atau bowel (feses). Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila
kandung kemih terisi. Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses eliminasi
urine adalah ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra (Hidayat, 2013) Eliminasi
merupakan salah satu kebutuhan dasar yang harus di penuhi oleh setiap manusia.
Kebutuhan dasar manusia terbagi menjadi 14 kebutuhan dasar, menyatakan bahwa
kebutuhan eliminasi terdapat pada urutan ke tiga. Apabila sistem perkemihan tidak
dapat berfungsi dengan baik, sebenarnya semua organ akhirnya akan terpengaruh.
Secara umum gangguan pada ginjal mempengaruhi eliminasi. Sehingga
mengakibatkan masalah kebutuhan eliminasi urine, antara lain : retensi urine,
inkontinensia urine, enuresis, dan ureterotomi. Masalah kebutuhan eliminasi urine
sering terjadi pada pasien –pasien rumah sakit yang terpasang kateter tetap (Hidayat,
2013)

2) Klasifikasi
Pada kebutuhan eliminasi urine, masalah yang ada diantaranya :
1. Retensi Urine
Retensi urine merupakan penumpukan urine dalam kandung kemih akibat
ketidakmampuan kandung kemih untuk mengosongkan isinya, sehingga
menyebabkan distensi dari vesika urinaria.
2. Inkontinensia Dorongan
Inkontinensia dorongan merupakan keadaan dimana seseorang mengalami
pengeluaran urine tanpa sadar, terjadi segera setelah merasa dorongan yang kuat
untuk berkemih.
3. Inkontinensia Total
Inkontinensia total merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran
urine yang terus menerus dan tidak dapat diperkirakan
4. Inkontinensia Stress
Inkontinensia stress merupakan keadaan seseorang yang mengalami kehilangan urine
kurang dari 50 ml, terjadi dengan peningkatan tekanan abdomen.
5. Inkontinensia Refleks
Inkontinensia refleks merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran
urine yang tidak dirasakan, terjadi pada interval yang dapat diperkirakan bila volume
kandung kemih mencapai jumlah tertentu.
6. Enuresis
Enuresis merupakan ketidaksanggupan menahan kemih (mengompol) yang
diakibatkan tidak mampu mengontrol sfingter eksterna. Ini banyak terjadi pada anak
atau orang jompo, umumnya pada malam hari
3) Anataomi Fisiologi:
1. Ginjal
merupakan organ retroperitoneal yang berperan sebagai pengatur komposisi dan
volume cairan dalam tubuh serta penyaring darah untuk dibuang dalam bentuk
urine sebagai zat sisa yang tidak diperlukan oleh tubuh dan menahannya agar tidak
bercampur dengan zat –zat yang tidak diperlukan oleh tubuh. Pada bagian ginjal
terdapat nefron yang merupakan unit dari struktur ginjal dan melalui nefron
ini urine disalurkan ke dalam bagian pelvis ginjal, kemudian disalurkan melalui
ureter ke kandung kemih.
2.Kandung kemih
Kandung kemih merupakan kantong yang terdiri atas otot halus yang berfungsi
menampung urine. Dalam kandung kemih terdapat lapisan jaringan otot yang paling
dalam disebut dekstrusor, berfungsi mengeluarkan urine bila terjadi kontraksi. Dalam
kandung kemih juga terdapat lapisan tengah jaringan otot berbentuk lingkaran bagian
dalam yang disebut otot lingkar yang berfungsi menjaga saluran antara kandung
kemih dengan uretra, sehingga uretra dapat menyalurkan uriendari kandung kemih ke
luar tubuh.
3. Uretra
Uretra merupakan oragan yang berfungsi menyalurkan urine ke bagian luar. Fungsi
uretra pada wanita berbeda dengan fungsi uretra pada pria. Pada pria uretra digunakan
sebagai tempat pengaliran urine dan sistem reproduksi, berukuran panjang 13,7 -16,2
cm, dan terdiriatas tiga bagian, yaitu prostat, selaput (membran) dan bagian yang
berongga (ruang). Pada wanita, uretra memiliki panjang 3,7 – 6,2 cm dan hanya
berfungsi sebagai tempat menyalurkan urine ke bagian luar tubuh. Berkemih adalah
proses pengosongan vesika urinaria (kandung kemih). Proses ini dimulai dengan
terkumpulnya urine dalam vesika urinaria yang merangsang saraf – saraf sensorik
dalam dinding vesika urinaria (bagian reseptor). Mekanisme berkemih terjadi karena
vesika urinaria berisi urine yang dapat menimbulkan rangsangan, melalui medula
spinalis dihantarkan ke pusat pengontrol berkemih yang terdapat di korteks serebral,
kemudian otak memberikan impuls / rangsangan melalui medulla spinalis ke
neuromotoris di daerah sakral, serta terjadi koneksasi otot detrusor dan relaksasi otot
sfingter internal.
Komposisi urine
1.Air (96 %)
2.Larutan (4 %)
a.Larutan organik
Urea, ammonia, kreatin, dan urine acid.
b.Larutan anorganik
Natrium (sodium), klorida, kalium (potasium), sulfat, magnesium dan fosfor. Natrium
klorida merupakan garam anorganik yang paling banyak
Etiologi regulasi suhu
4) Etiologi
1. Trauma sumsum tulang belakang
2. Tekanan uretra yang tinggi disebabkan oleh otot detrusor yang lemah
3. Sfingter yang kuat
4. Sumbatan (striktur uretra dan pembesaran kelenjar prostat)
5. Operasi pada daerah abdomen bawah

5) Tanda dan Gejala.

a. Retensi Urine
1). Ketidak nyamanan daerah pubis.
2). Distensi dan ketidaksanggupan untuk berkemih.
3). Urine yang keluar dengan intake tidak seimbang.
4). Meningkatnya keinginan berkemih dan resah
5). Ketidaksanggupan untuk berkemih

b.Inkontinensia Urine
1). pasien tidak dapat menahan keinginan BAK sebelum sampai di WC
2). pasien sering mengompol
6) Penatalaksanaan
(1) Penatalaksanaan Medis
1.retensi urine
a. Menggunakan urinal untuk berkemih dalaam memenuhi kebutuhan eliminasi
perkemihan
b. Kateterasi perkemihan untuk menghilangkan ketidaknyamanan karena distensi
kandung kemih
c. Memasang kondom kateter bagi pasien laki- laki untuk menjaga hygne parineal
pasien inkontinesia
2. inkontenisia urine
a. Pemanfaatan kartu berkemih
b.Terapi non farmakologi
c. Terapi farmakologi
d. Terapi pembedahan
e. Modalitas lain
7). Path Way (WOC)

Kerusakan persyarafan Bersin batuk Obat anastesi

Kontraksi otot kandung Penekanan pada Kelemahan otot sfingter


kemih abdomen

Keluarnya urine
Tidak mampu menahan
urine

Inkontensia urine

Supravesikal Vesikal (batu kandung Intravesikal (obstruksi


kemih) kandung kemih)
(Diabetes Melitus)

Intravesikal (obstruksi Intravesikal (obstruksi


Kerusalan medulla
kandung kemih) kandung kemih)
spinalis,Kerusakan
simpatis

Mau berkontraksi

Distensi kandung kemih

Retensi urine
8) Deskripsi WOC/ Patofisiologi
Gangguan Eliminasi Urin Gangguan pada eliminasi sangat beragam seperti yang telah
dijelaskan di atas. Masing-masing gangguan tersebut disebabkan oleh etiologi yang berbeda.
Pada pasien dengan usia tua, trauma yang menyebabkan cedera medulla spinal, akan
menyebabkan gangguan dalam mengkontrol urin/ inkontinensia urin. Gangguan traumatik
pada tulang belakang bisa mengakibatkan kerusakan pada medulla spinalis. Lesi traumatik
pada medulla spinalis tidak selalu terjadi bersama-sama dengan adanya fraktur atau dislokasi.
Tanpa kerusakan yang nyata pada tulang belakang, efek traumatiknya bisa mengakibatkan
efek yang nyata di medulla spinallis. Cedera medulla spinalis (CMS) merupakan salah satu
penyebab gangguan fungsi saraf termasuk pada persyarafan berkemih dan defekasi.
Komplikasi cedera spinal dapat menyebabkan syok neurogenik dikaitkan dengan cedera
medulla spinalis yang umumnya dikaitkan sebagai syok spinal. Syok spinal merupakan
depresi tiba-tiba aktivitas reflex pada medulla spinalis (areflexia) di bawah tingkat cedera.
Dalam kondisi ini, otot-otot yang dipersyarafi oleh bagian segmen medulla yang ada di
bawah tingkat lesi menjadi paralisis komplet dan fleksid, dan refleks-refleksnya tidak ada.
Hal ini mempengaruhi refleks yang merangsang fungsi berkemih dan defekasi. Distensi usus
dan ileus paralitik disebabkan oleh depresi refleks yang dapat diatasi dengan dekompresi usus
(Brunner & Suddarth, 2002). Hal senada disampaikan Sjamsuhidajat (2004), pada komplikasi
syok spinal terdapat tanda gangguan fungsi autonom berupa kulit kering karena tidak
berkeringat dan hipotensi ortostatik serta gangguan fungsi kandung kemih dan gangguan
defekasi. Proses berkemih melibatkan 2 proses yang berbeda yaitu pengisian dan
penyimpanan urine dan pengosongan kandung kemih. Hal ini saling berlawanan dan
bergantian secara normal. Aktivitas otot-otot kandung kemih dalam hal penyimpanan dan
pengeluaran urin dikontrol oleh sistem saraf otonom dan somatik. Selama fase pengisian,
pengaruh sistem saraf simpatis terhadap kandung kemih menjadi bertekanan rendah dengan
meningkatkan resistensi saluran kemih. Penyimpanan urin dikoordinasikan oleh hambatan
sistem simpatis dari aktivitas kontraktil otot detrusor yang dikaitkan dengan peningkatan
tekanan otot dari leher kandung kemih dan proksimal uretra. Pengeluaran urine secara normal
timbul akibat dari kontraksi yang simultan otot detrusor dan relaksasi saluran kemih. Hal ini
dipengaruhi oleh sistem saraf parasimpatis yang mempunyai neurotransmiter utama yaitu
asetilkholin, suatu agen kolinergik. Selama fase pengisian, impuls afferen ditransmisikan ke
saraf sensoris pada ujung ganglion dorsal spinal sakral segmen 2-4 dan informasikan ke
batang otak. Impuls saraf dari batang otak menghambat aliran parasimpatis dari pusat kemih
sakral spinal. Selama fase pengosongan kandung kemih, hambatan pada aliran parasimpatis
sakral dihentikan dan timbul kontraksi otot detrusor. Hambatan aliran simpatis pada kandung
kemih menimbulkan relaksasi pada otot uretra trigonal dan proksimal. Impuls berjalan
sepanjang nervus pudendus untuk merelaksasikan otot halus dan skelet dari sphincter
eksterna. Hasilnya keluarnya urine dengan resistensi saluran yang minimal. Pasien post
operasi dan post partum merupakan bagian yang terbanyak menyebabkan retensi urine akut.
Fenomena ini terjadi akibat dari trauma kandung kemih dan edema sekunder akibat tindakan
pembedahan atau obstetri, epidural anestesi, obat-obat narkotik, peregangan atau trauma saraf
pelvik, hematoma pelvik, nyeri insisi episiotomi atau abdominal, khususnya pada pasien yang
mengosongkan kandung kemihnya dengan manuver Valsalva. Retensi urine pos operasi
biasanya membaik sejalan dengan waktu dan drainase kandung kemih yang adekuat.

2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1) Pengkajian
A. Inkontensia Urine
1. Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif :
1. Keluarnya urine konstan tanpa distensi
2. Nokturia lebih dari 2 kali sepanjang tidur
Objektif : -
2. Gejala dan Tanda Minor
Subjektif :
1. Berkemih tanpa sadar
2. Tidak sadar inkontinensia urine
Objektif : -
B. Retensi Urine
1. Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif :
1. Sensasi penuh pada kandung kemih
Objektif :
1. Disuria/Anuria
2. Distensi kandung kemih
2. Gejala dan Tanda Minor
Subjektif :
1. Dribbling
Objektif :
1. Inkontensia berlebih
2. Residu urine 150 ml atau lebih
2) Diagnosa
A. Inkontensia Urine
Definisi : Pengeluaran urine tidak terkendali dan terus menerus tanpa distensi atau
perasaan penuh pada kandung kemih
Penyebab :
1. Neuropati arkus refleks
2. Disfungsi neurologis
3. Kerusakan refleks kontraksi detrusor
4. Trauma
5. Kerusakan medula spinalis
6. Kelainan anatomis (mis. fistula)
1. Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif :
1. Keluarnya urine konstan tanpa distensi
2. Nokturia lebih daru 2 kali sepanjang tidur
Objektif : -
2. Gejala dan Tanda Minor
Subjektif :
1. Berkemih tanpa sadar
2. Tidak sadar inkontinensia urine
Objektif : -

B. Retensi Urine
Definisi : Pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap
Penyebab :
1. Peningkatan tekanan uretra
2. Kerusakan arkus refleks
3. Blok spingter
4. Disfungsi neurologis (mis. trauma, penyakit saraf) 5 Efek agen farmakologis (mis
atropine, belladonna, psikotropik, antihistamin, opiate)
1. Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif :
1. Sensi penuh pada kandung kemih
Objektif :
1. Disuria/Anuria
2. Distensi kandung kemih
2. Gejala dan Tanda Minor
Subjektif :
1. Dribbling
Objektif :
1. Inkontensia berlebih
2. Residu urine 150 ml atau lebih

3) Intervensi dan tindakan keperawatan


(1) Diognasi Keperawatan 1
A. Inkontinensia urine
a) Intervensi utama :
- Perawatan inkontinensia urine
b) Tindakan keperawatan
(a) Observasi
- identifikasi penyebab inkontinensia urine (mis, disfungsi neurologis, gangguan medula
spinalis, gangguang refleks destrusor, obat-obatan, usia, riwayat operasi, gangguan fungsi
kognitif )
- Identifikasi perasaan dan persepsi pasien terhadap inkontinensia urine yang dialaminya
- Monitor keefektifan obat, pembedahan dan terapi modalitas berkemih
- Monior kebiasaan BAK
(b) Terapeutik
- Bersihkan genital dan kulit sekitar secara rutin
- Berikan pujian atas keberhasilan mencegah inkontinenia
- Buat jadwal konsumsi obat-obat diuretik
- Ambil sampel urine untuk pemeriksaan urine lengkap atau kultur
(c) Edukasi
- Jelaskan definisi, jenis inkontinensia, penyebab inkontinensia urine
- Jelaskan program penanganan inkontinensia urine
- Jelaskan jenis pakaian dan lingkungan yang mendukung proses berkemih
- Anjurkan membatasi konsumsi cairan 2-3 jam menjelang tidur
- Ajarkan memantau cairan keluar dan masuk serta pola eliminasi urine kontraindikasi
- Anjurkan minum minimal 1500 cc/hari, jika tidak kontraindikasi
- Anjurkan menghindari kopi, minuman bersoda, teh dan cokelat
- Anjurkan konsumsi buah dan sayur untuk menghindari konstipasi
(d) Kolaborasi
- Rujuk ke ahli inkontinensia, jika perlu

(2) Diagnnosa Keperawatan 2


B. Retensi urine
a) Intervensi utama
- kateterisasi urine
b) Tindakan keperawatan
(a) Observasi
Periksa kondisi pasien (mis. kesadaran, tanda tanda vital, daerah perineal, distensi
kandung kemih , inkontinensia urine , reflek berkemih )
(b) Terapeutik
- Siapkan peralatan, bahan-bahan dan ruangan tindakan
- Siapkan pasien: bebaskan pakaian bawah dan posisikan dorsal rekumben (untuk wanita)
dan supine (untuk alaki-laki)
- Pasang sarung tangan
- Bersihkan daerah perineal atau preposium dengan cairan NaCl atau aquades
- Lakukan insersi kateter urine dengan menerapkan prinsip aseptik
- Sambungkan kateter urin dengan urine bag
- Isi balon dengan NaCl 0,9% sesuai anjuran pabrik
- Fiksasi setang kateter diatas simpisis atau di paha
- Pastikan kantung urine ditempatkan lebih rendah dari kandung kemih
- Berikan label waktu pemasangan
(c) Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemasangan kateter urine
- Anjurkan menarik napas saat insersi selang kateter

4)Evaluasi
A. Inkontinensia urine
1. Luaran utama : Kontinensia Urine
2. Definisi : Pola kebiasaan buang air kecil
3. Ekspetasi : membaik
4. Rentang waktu : ...x... jam
5. Kriteria hasil :
a) Nokturia : Menurun
b) Residu volume urine setelah berkemih : Menurun
c) Distensi kandung kemih : Menurun
d) Dribbling : Menurun
e) Hesitancy : Menurun

B. Retensi urine
1. Luaran utama : Eliminasi urine
2. Definisi : Pengosongan kandung kemih yang lengkap
3. Ekspetasi : Membaik
4. Rentang waktu : ...x... jam
5. Kriteria hasil :
a) Sensasi berkemih : meningkat
b) Desakan berkemih : menurun
c) Distensi kandung kemih : menurun
d) Berkemih tidak tuntas : menurun
e) Urine menetes : menurun
DAFTAR PUSTAKA

https://id.scribd.com/document/258607524/-Eliminasi-Urine

PPNI. (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik.
Edisi I. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan


Keperawatan. Edisi I. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan kriteria hasil
Keperawatan. Edisi I. jakarta: DPP PPNI

Nanda Internasional (20013). Diagnosis Keperawatan: definisi & klasifikasi. Jakarta:EGC


LEMBAR BIMBINGAN

Judul Laporan :

ELIMINASI URINE

Nama : Moh.Robaitulloh

NIM : 33412101120

No Hari/tanggal Materi bimbingan TTD Pembingbing TTD Pembingbing


Puskesmas Akademik

Anda mungkin juga menyukai