Anda di halaman 1dari 17

REVIEW JURNAL FARMAKOLOGI 2

VIRUS DENGUE

Disusun Oleh Kelompok 3 :

Nama Anggota : Eka Elvira Mar’atus Sholechah (2004015164)

Dewi Eka Apriliani (2004015174)

Nur Oktaviani Putri (2004015068)

Reshi Setya (2004015156)

Kelas : 4A

Dosen Pengampu : Apt. Dwitiyanti., M.Farm

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS FARMASI DAN SAINS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF.DR.HAMKA
JAKARTA
2022
REVIEW JURNAL VIRUS DENGUE

Judul Jurnal JURNAL1 : JURNAL2: JURNAL 3: JURNAL 4: JURNAL 5:


Perbandingan Gambaran Lingkungan Hubungan Analisis
Tingkat IgG IgM Tempat Kondisi Sebaran
Keparahan Infeksi Dengue Pada Tinggal Lingkungan Spasial
Sekunder Virus Anak Dengan Sebagai Fisik dengan Kerawanan
Dengue Pada Suspek Faktor Resiko Kejadian Penyakit
Keempat Serotipe Demam Infeksi Virus Demam Demam
di Indonesia: Berdarah Dengue Pada Berdarah Berdarah
Systematic Dengue Anak-Anak Dengue di Dengue
Review Wilayah Kerja Tahun 2010
Puskesmas – 2019 di
Kalasan Kota Banda
Kabupaten Aceh
Sleman
Jurnal VIRUS DENGUE
Volume dan JURNAL 1 : JURNAL 2: JURNAL 3: JURNAL 4: JURNAL 5:
Halaman Halaman 49 – 57 Halaman 22- Halaman 1-7 Halaman 19 – Halaman
27 24 1607 - 1615
Tahun JURNAL 1 : JURNAL 2: JURNAL 3: JURNAL 4: JURNAL 5:
2021 2021 2021 2019 2021
Penulis JURNAL 1: JURNAL 2: JURNAL 3: JURNAL 4: JURNAL 5:
Annelin Kurniati, Edison Jefry Gilberth Sucinah Asniati, SM
Ahmad Fandi, Harianja, Koibur, Agung Wijirahayu, Indirawati, B
Mardhatillah Fauziyyah Bagus Sista Tri Wahyuni Slamet
Sariyanti, Ety Surzanti, La Satyarsa, I Sukesi.
Febrianti, Debie Ode Marsudi, Wayan
Rizqoh Didi Irwadi. Gustawan, I
Gusti Ngurah
Sanjaya
Putra, I Made
Dwi Lingga
Utama.
Reviewer Eka Elvira, Dewi Eka Apriliani, Nur Oktaviani Putri, Reshi Setya.
Tanggal 03 April 2022
Tujuan JURNAL 1: JURNAL 2: JURNAL 3: JURNAL 4: JURNAL 5:
Jurnal Mengetahui Penelitian ini Penelitian ini Penelitian ini Tujuan dari
sebaran serotipe bertujuan dapat bertujuan penelitian ini
virus di suatu untuk bermanfaat untuk adalah untuk
daerah, Menentukan dalam mengetahui mengetahui
dan juga dapat infeksi demam memberikan kondisi dan
menentukan berdarah informasi ventilasi menganalisis
patogenesis dengue primer terbarukan berkasa, sebaran
penyakit tersebut pada anak mengenai kelembaban, spasial
yang dapat berdasarkan pengaruh pencahayaan kerawanan
menimbulkan hasil lingkungan dan demam
manifestasi berat pemeriksaan tempat tinggal hubungan berdarah
pada penderita IgG IgM dengan kondisi dengue di
infeksi sekunder dengue, kejadian lingkungan Kota Banda
menentukan infeksi demam fisik dengan Aceh
infeksi demam berdarah kejadian berdasarkan
berdarah masyarakat, demam data
dengue sehingga berdarah sekunder
sekunder dapat Dengue di tahun 2010 –
pada anak membantu wilayah kerja 2019. Data
berdasarkan melancarkan Puskesmas yang
hasil program Kalasan dipergunakan
pemeriksaan pemerintah Kabupaten untuk
IgG IgM dalam Sleman. menganalisis
dengue, dan mengeradikasi Selanjutnya sebaran
mengetahui nyamuk atau untuk spasial DBD
hubungan vektor yang mengetahui ini adalah
infeksi demam dapat hubungan curah hujan
berdarah menyebabkan antara kondisi bulanan,
dengue penyakit lingkungan kelembaban
dengan demam fisik rumah udara
usia anak. berdarah dengan bulanan,
dengue. kejadian suhu udara
Demam bulanan, dan
Berdarah kepadatan
Dengue di penduduk.
wilayah kerja
Puskesmas
Kalasan
Kabupaten
Sleman dapat
dilakukan uji
Chi-square
dan
menggunakan
uji fisher
exact sebagai
uji alternatif
dengan
instrumen
yang
digunakan
yaitu lembar
observasi.
JURNAL 1. Perbandingan Tingkat Keparahan Infeksi Sekunder Virus Dengue Pada
Keempat Serotipe di Indonesia: Systematic Review.

http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/view/1615

Summary Infeksi sekunder virus dengue dapat menimbulkan manifestasi


ringan hingga berat. Sebaran serotipe virusdengue di berbagai
daerah berbeda-beda dan seiring waktu dapat mengalami
perubahan. Terdapat empat serotype dengue, yaitu DENV-1,
DENV-2, DENV-3 dan DENV-4. Tujuan: Mengetahui sebaran
serotipe virus di suatu daerah,dan juga dapat menentukan
patogenesis penyakit tersebut yang dapat menimbulkan
manifestasi berat pada penderitainfeksi sekunder. Metode: Data
yang diambil adalah tingkat keparahan pada infeksi sekunder
dan serotipe dengue.

Pencarian literatur dilakukan pada PMC dan chochrane. Kriteria


pencarian dilakukan dengan penggunaan. Hasil: Didapatkan 387
literatur dengan 5 studi yang dilakukan analisis. Hasil analisis
tersebut didapatkan bahwainfeksi sekunder lebih sering tejadi
pada pasien dengan infeksi dengue berulang dengan serotipe 2
(DENV-2), serotype 3 (DENV-3) dan serotipe 4 (DENV-4).
Simpulan: Infeksi sekunder virus dengue serotipe 2 (DENV-2)
dan serotipe 3(DENV-3) yang dapat menimbulkan infeksi
dengue derajat berat.
Metode penelitian Penelitian ini dilakukan melalui pencarian literatur dengan
menggunakan database PMC dan Chocrane. PICO
(Populations, Intervention, Comparison, Outcome) yang
ditentukan berupa P: Pasien infeksi sekunder virus dengue
sekunder. I: gejala berat, C: gejala ringan, dan O: Perbandingan
tingkat keparahan infeksi sekunder keempat serotipe virus
dengue. Kriteria inklusi pada penelitian ini tahun berupa
publikasi dibatasi 5 tahun terakhir, Jurnal yang sesuai PICO,
menggunakan Bahasa Inggris, dapat diakses dengan
keseluruhan (full text), menggunakan data primer dan
menggunakan sampel manusia, dilakukan di Indonesai, serta
jurnal yang berfokus pada infeksi sekunder, serotipe dengue,
tingkat keparahan.

Kriteria eksklusi dari penelitian ini adalah hanya menjelaskan


salah satu jenis serotipe. Skrining penentuan literatur dilakukan
dengan menggunakan Prisma 2009 flowchart diagram dengan
cara mengeliminasi jurnal yang terduplikasi, melakukan filter
sesuai kriteria inklusi dan eksklusi yang sudah ditentukan,
skrining judul dan abstrak, serta teks keseluruhan, kemudian
dilakukan penilaian kualitas literatur yang terpilih menggunakan
Central for Evidence Based Medicine (CEBM) Critical Appraisal
Checklist. Penilaian kualitas studi penting dilakukan untuk
menilai relevansi penelitian berbasis bukti dengan konteks yang
dibahas dalam suatu review.
Hasil Penelitian Penelitian ini merupakan tinjauan kepustakaan yang bertujuan
untuk mengetahui perbandingan tingkat keparahan infeksi
sekunder virus dengue terhadap serotipe yang bersirkulasi di
Indonesia. Saat ini terdapat empat serotipe yang dikenal secara
luas bersirkulasi di Indonesia yaitu DENV-1, DENV-2, DENV-3,
dan DENV-4.18 Berdasarkan serotipe yang diamati, didapatkan
tiga studi yang di lakukan Kosasih et al (2016), Megawati et al
(2017), dan Sasmono et al (2019) menemukan infeksi virus
dengue serotipe tiga yang paling banyak ditemukan. Hal tersebut
sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Andriyoko et al.
(2011) dan Utama et al (2019) menemukan serotipe yang
dominan bersirkulasi di Indonesia adalah serotype, Namun hal
tersebut berbeda dengan hasil penelitian yang ditemukan oleh
Haryanto et al (2016) di Jambi dan Wardhani et al (2017)di
Surabaya bahwa serotipe 1 yang paling dominan ditemukan.

Virus dengue memiliki genom 11 kb yang mengkode tiga protein


struktural yaitu capsid (C), premembrane (I), dan envelope (E),
dan tujuh protein non struktural yaitu NS1, NS2A, NS2B, NS3,
NS4A, NS4B, dan NS5. Keempat jenis serotipe virus dengue
dapat menimbulkan manifestasi klinis yang berbeda. Manifestasi
klinis infeksi virus dengue terjadi akibat reaksi tubuh terhadap
virus yang menginfeksi. Pada kasus sekunder respon antibodi
NS3 merupakan respon antibodi signifikan dan spesifik sebagai
protease virus terhadap antigen DENV-2. NS3 adalah target
penting untuk sel T manusia. NS1 juga terdeteksi pada kasus
infeksi sekunder yang dapat berhubungan dengan kasus DBD,
namun pada penelitian NS1 tidak terdeteksi pada kasus primer.
20 NS1 pada DENV dapat menimbulkan kebocoran plasma,
koagulasi dan trombositopenia. NS4A, NS4B dan protein E yang
disintesis DENV-2 dan DENV-3 dapat meningkatkan induksi
sitokin TNF-α yang akan menyebabkan manifestasi berat.

Infeksi virus dengue terdiri dari infeksi primer dan sekunder.


Pada infeksi pertama (primer) oleh salah satu dari keempat jenis
virus dengue akan menghasilkan kekebalan silang (cross
protection) yang berlaku untuk keempat jenis virus dengue,
sehingga apabila terjadi infeksi kedua (sekunder) oleh virus
dengue dengan tipe yang sama maka dapat menimbulkan
kekebalan seluler (cell mediated immunity) yang dapat bertahan
seumur hidup.

Kesimpulan Infeksi sekunder lebih dominan terjadi kasus dengue dengan


derajat keparahan yang berat. Jenis serotipe virus dengue yang
didapatkan pada infeksi sekunder lebih banyak ditemukan kasus
serotipe 2, 3 dan 4 (DENV-2, DENV-3 dan DENV-4). Infeksi
sekunder virus dengue serotipe 2, 3 dan 4 dapat menimbulkan
infeksi dengue derajat berat.
JURNAL 2. Gambaran IgG IgM Dengue Pada Anak Dengan Suspek Demam Berdarah
Dengue.

http://jurnal.itkeswhs.ac.id/index.php/mlt/article/view/817

Summary Virus dengue (DENV) merupakan anggota kelompok B arbovirus


dengan diameter 30 nm, bagian keluarga (family) Flavaviridae,
genus Flavavirus. Virus dengue terdiri atas empat jenis serotipe
yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Virus dengue
ditularkan ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk Aedes yang
terinfeksi, terutama Aedes aegypti, dan Aedes albopictus. Virus
dengue dianggap sebagai virus arbovirus yaitu virus yang
ditularkan melalui arthropoda. Virus ini bisa menimbulkan infeksi
primer dan infeksi sekunder. Infeksi virus dengue menyebabkan
penyakit dengan spektrum luas, diantaranya demam dengue
(DD), demam berdarah dengue (DBD), dan sindrom syok
dengue (SSD).

Infeksi dengue ini sering menyerang anak usia dibawah 15 tahun


dan merupakan penyebab kematian cukup tinggi. Proporsi kasus
terbanyak pada awal wabah menyerang anak berumur <15
tahun. Hal ini dikarenakan anak usia dibawah 15 tahun memiliki
tingkat imunitas yang lebih rendah dibandingkan anak usia
diatas 15 tahun, sehingga mempunyai resiko lebih tinggi tertular
virus dengue. Penyakit infeksi dengue timbul secara akut dan
dapat memburuk, serta sering berakibat fatal apabila terlambat
tertangani.
Metode penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah literatur review.
Metode literatur review merupakan bentuk penelitian yang
dilakukan melalui penelusuran dengan membaca berbagai
sumber baik buku, jurnal, dan terbitan-terbitan lain yang
berkaitan dengan topik penelitian, untuk menjawab isu atau
permasalahan yang ada. Sumber literatur yang digunakan
dalam penelitian ini ditelusuri melalui Google Scholar, Portal
Garuda, Science Direct, Sari Pediatri, Research Gate, Elsevier,
Pubmed, dan DOAJ dengan menggunakan kata kunci IgG IgM
dengue, Demam Berdarah Dengue, Anak. Penelusuran
dilakukan sejak Januari 2021 sampai dengan Juli 2021
Hasil Penelitian Meningkatnya infeksi sekunder pada anak berkaitan dengan usia
anak yang masih bersekolah dan sering bermain diluar dengan
faktor daya tahan tubuh yang belum sempurna dibandingkan
dengan usia dewasa, faktor lingkungan yang dipengaruhi oleh
perubahan iklim seperti curah hujan, dan faktor penularan usia
anak yang aktif bermain di sekolah maupun diluar rumah
meningkatkan untuk digigit oleh nyamuk Aedes aegypti sehingga
dapat terinfeksi dengue lebih dari satu kali dengan serotipe
berbeda seperti DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4.Anak-anak
sering beraktivitas disekolah, dan cenderung duduk di dalam
kelas dari pagi hingga siang hari sehingga kaki mereka
tersembunyi di dalam meja. Hal ini cenderung disukai nyamuk
Aedes aegypti untuk menggigit nya.

Usia adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kepekaan


terhadap infeksi virus dengue. Demam berdarah dengue sering
terjadi pada anak usia muda karena faktor daya tahan tubuh
yang belum sempurna bila dibandingkan dengan usia dewasa.
Sehingga anak beresiko lebih tinggi terkena penyakit termasuk
penyakit yang disebabkan oleh virus dengue. Antibodi yang
pertama kali terbentuk ketika infeksi dengue sekunder yaitu IgG
dan sudah dapat ditemukan sejak awal sakit atau awal demam.
Antibodi IgG terdeteksi lebih dahulu 1-2 hari setelah tubuh
terinfeksi dengue. Sementara antibodi IgM terdeteksi setelah 5-
10 hari tubuh terinfeksi dengue. IgM dan IgG yang terdeteksi
pada infeksi sekunder umumnya perlu dilakukan pemeriksaan
laboraturium darah lengkap untuk melihat perkembangan infeksi
demam berdarah dengue agar tidak semakin menimbulkan
manifestasi yang lebih berat.
Kesimpulan Penelitian ini menyimpulkan bahwa Infeksi demam berdarah
dengue primer menunjukkan bahwa pasien pertama kali
terinfeksi dengue dengan hasil IgM(+) IgG(-) pada usia 5-12
tahun, infeksi demam berdarah dengue sekunder menunjukkan
bahwa pasien pernah terinfeksi dengue lebih dari satu kali
dengan hasil IgM(-) IgG(+) pada usia 5-14 tahun dan hasil
IgM(+) IgG(+) pada usia 5-15 tahun, serta semakin muda usia,
semakin mudah terinfeksi demam berdarah dengue.
JURNAL 3. Lingkungan Tempat Tinggal Sebagai Faktor Resiko Infeksi Virus Dengue
Pada Anak-Anak.

http://journal.umpo.ac.id/index.php/IJHS/article/view/2984

Summary Anak-anak merupakan komoditi yang rentan mengalami infeksi


dibandingkan dengan orang dewasa. Menurut Suryantari dkk.,
berbagai macam faktor mempengaruhi terjadinya infeksi pada
anak -anak seperti higenitas dan kurang baiknya imunitas pada
anak-anak. Hal ini akan berpengaruh pada kejadian infeksi virus
dengue pada anak-anak akan semakin tinggi. Beberapa kondisi
lingkungan yang buruk, genangan air yang tertampung dalam
suatu wadah, tempat pemukiman yang padat khususnya daerah
perkotaan, kurangnya kesadaran masyarakat akan kebersihan
khusunya untuk menguras bak mandi dan gerakan
pemberatasan sarang nyamuk, adalah merupakan faktor
pencetus berkembang biaknya nyamuk Ae. aegypti sebagai
penyebab penyakit Demam Berdarah. Upaya-upaya
pencegahan seperti Program Pemberatasan Sarang Nyamuk
(PSN) Abatasi, dan Fogging (pengasapan pada lokasi lokasi
sarang nyamuk), sudah sering dilakukan baik yang dilaksanakan
oleh masyarakat itu sendiri atau pun oleh pihak instansi
pemerintah, namun kenyataannya penyakit tersebut masih tetap
muncul bahkan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Di
samping itu, mungkin diduga kuat ada pengaruh pada aspek
lingkungan Fisik, lingkungan biologi, lingkungan sosial, dan
peran serta masyarakat dalam program pemberatasan penyakit
Demam Berdarah Dengue.
Metode penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian observasional
analitikal dengan pendekatan cross-sectional dimana peneliti
akan melakukan pengumpulan data pada satu saat tertentu,
yang dalam hal ini bukan berarti semua subjek diamati tepat
pada satu saat yang sama.

Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah anak-anak yang


berkunjung untuk periksa kesehatan di Poli Anak, Puskesmas
Denpasar Selatan. Teknik pengambilan sampel menggunakan
purposive sampling, sehingga diperoleh sampel minimal yang
diperlukan sekitar 70 sampel. Adapun kriteria inklusi dan
eksklusi dalam penentuan sampel yakni untuk kriteria inklusi
adalah semua pasien yang berkunjung ke Poli Anak, sedangkan
kriteria eksklusi adalah jawaban yang tidak lengkap dalam
mengisi kuesioner.
Hasil Penelitian Hasil penelitian memperoleh risiko lokasi asal perkotaan dengan
kejadian infeksi virus dengue ini memiliki risiko yakni 2,7 kali
dibandingkan dengan lokasi asal di pinggiran kota. Hasil
penelitian ini sesuai dengan pendapat Purnama dkk., yang
menyebutkan bahwa, mobilitas penduduk memudahkan
penularan dari satu tempat ke tempat lainnya dan biasanya
penyakit menjalar dimulai dari suatu pusat sumber penularan
kemudian mengikuti lalu lintas penduduk. Keadaan dalam rumah
responden secara signifikan meningkatkan risiko kejadian
demam berdarah dengue di Kota Denpasar. Tempat-tempat
perindukan yang ditemukan dalam penelitian ini adalah tempat-
tempat yang kurang mendapat perhatian dari petugas kesehatan
termasuk jumantik maupun anggota masyarakat.

Mobilitas penduduk memiliki pengaruh terhadap risiko infeksi


virus dengue. Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh
hubungan yang signifikan. Selain itu, risiko yang diperoleh
sebesar 3,2 kali pada penduduk dengan mobilitas padat atau
tinggi dibandingkan dengan daerah dengan penduduk mobilitas
rendah.Penelitian ini juga sesuai diperoleh oleh Subagia dkk.,
memperoleh bahwa penduduk dengan mobilitas tinggi memiliki
risiko sebesar 3,12 kali mengalami demam bedarah dengue
dibandingkan dengan penduduk dengan mobilitas yang rendah.
Mobilitas penduduk secara signifikan mempengaruhi kejadian
DBD di Kota Denpasar ini dapat dipengaruhi oleh adanya kontak
lingkungan secara tidak langsung yang dapat menjadikan infeksi
virus dengue lebih mudah terjadi.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa
lingkungan tempat tinggal di wilayah perkotaan dengan mobilitas
penduduk yang tinggi menjadi faktor risiko utama terjadi infeksi
virus dengue dan demam berdarah dengue pada anak-anak di
wilayah kerja Puskesmas Denpasar Selatan. Adapun beberapa
rekomendasi yang dapat diberikan oleh penulis adalah dengan
memanfaatkan teknologi dan informasi oleh petugas kesehatan
dalam memaksimalkan upaya pencegahan orang tua yang
memiliki anak pada lingkungan tempat tinggal khususnya yang
memiliki mobilitas penduduk yang tinggi.
JURNAL 4. Hubungan Kondisi Lingkungan Fisik dengan Kejadian Demam Berdarah
Dengue di Wilayah Kerja Puskesmas Kalasan Kabupaten Sleman.

https://ejournal.undip.ac.id/index.php/jkli/article/view/20902/14949

Summary Pada dasarnya penularan penyakit DBD ini terjadi dikarenakan


adanya penderita maupun pembawa virus dengue. Kejadian DBD
terjadi karena adanya faktor pemicu seperti pendidikan, keadaan
sosial ekonomi, pengetahuan, imunitas, kelembaban udara, curah
hujan, keadaan sanitasi lingkungan.4 Penularan penyakit DBD
yang paling bepengaruh yaitu dilihat dari faktor lingkungan yang
meliputi lingkungan fisik, kimia dan biologi. Lingkungan sangat
berperan dalam distribusi keberadaan organisme vektor dari
penyakit berbasis lingkungan.

Selain kondisi lingkungan fisik, keadaan suatu rumah juga


mempengaruhi dalam penyebaran penyakit DBD ini. Keadaan
lingkungan fisik rumah yang tidak memenuhi syarat memberikan
peluang yang besar terhadap terjadinya penyakit DBD. Kondisi
lingkungan fisik rumah yang dimaksud yaitu ventilasi berkasa,
kelembaban, dan pencahayaan. Ventilasi merupakan suatu
bangunan rumah yang mana selain sebagai tempat sirkulasi udara
dan sebagai tempat masuknya cahaya. Secara teori rumah yang
tidak sehat dapat menimbulkan berbagai macam penyakit apabila
rumah tersebut tidak memiliki ventilasi yang memadai. Keadaan
rumah dengan kondisi ventilasi yang tidak terpasang kasa nyamuk
akan memudahkan nyamuk untuk masuk dan mengigit manusia
yang ada di dalam rumah. Kegunaan ventilasi lainnya untuk
menjaga stabilitas suhu tubuh, mengatur suhu ruang dan juga
dapat mengurangi kelembaban dan sebagai tempatpencahayaan
masuk kedalam ruangan rumah. Kelembaban suatu ruangan juga
berisiko untuk perkembangan biakan nyamuk Aedes aegypti.
Karena kelembaban merupakan salah satu kondisi lingkungan
yang mana dapat mempengaruhi perkembangan jentik nyamuk
dan umur nyamuk karena seperti yang diketahui sistem pernafasan
nyamuk menggunakan pipa-pipa udara. Kelembaban udara yang
optimal untuk ketahanan nyamuk untuk berkembang biak sekitar
81,5% hingga 89,5%. Pencahayaan seperti yang diketahui nyamuk
menyukai tempat yang memiliki pencahayaan yang minim yaitu
kurang dari 60 lux dan menjadikan tempat yang minim cahaya
tersebut sebagai tempat istirahatnya dan mempengaruhi aktifitas
nyamuk tersebut.
Metode penelitian Penelitian ini bersifat analitik observasional dengan menggunakan
rancangan penelitian Case Control, yaitu suatu rancangan
penelitian yang membandingkan antara kelompok kasus dengan
kelompok kontrol untuk mengetahui proporsi kejadian berdasarkan
riwayat ada tidaknya paparan8. Subyek yang digunakan sebanyak
32 sampel dengan pebandingan kasus kontrol adalah 8 kasus dan
24 kontrol. pengambilan sampel menggunakan purposive sampling
yaitu teknik penentuan sampel dengan beberapa pertimbangan.
Untuk pengambilan sampel kasus diperoleh dari data Puskesmas
Kalasan untuk bulan Agustus 2018 sedangkan untuk menentukan
kontrol dilakukan proses matching antara subyek yang kasus
dengan subyek yang kontrol. Instrumen yang digunakan yaitu
lembar observasi dan check list. Pada penelitian ini variabel yang
digunakan adalah kondisi lingkungan fisik rumah yang meliputi
ventilasi berkasa, kelembaban, dan pencahayaan.
Hasil Penelitian 1) Hubungan antara ventilasi berkasa dengan kejadian Demam
Berdarah Dengeu di Wilayah Kerja Puskesmas Kalasan Kabupaten
Sleman.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di wilayah kerja
Puskesmas Kalasan menunjukan bahwa kondisi ventilasi berkasa
rumah responden yang menderita DBD dengan yang tidak
menderita DBD sebagian rumah ada yang dipasang kasa nyamuk,
namun sebagian besar responden kebanyakan ventilasi rumahnya
tidak menggunakan kasa nyamuk. Keberadaan ventilasi pada
suatu bangunan selain untuk pencahayaan juga digunakan sebagai
tempat pertukaran udara dan ventilasi dapat dimanfaatkan oleh
vektor untuk keluar masuk ke dalam rumah. Kasa nyamuk atau
kawat kasa merupakan salah satu alat pelindung yang terbuat dari
besi yang dipasangkan pada ventilasi. Pemakaian kasa pada
ventilasi yaitu sebagai salah satu upaya pencegahan penularan
penyakit DBD yang mana penggunaan kasa ini bertujuan agar
nyamuk tidak dapat masuk ke dalam rumah dan menggigit
manusia. Selain penggunaan kasa nyamuk pada ventilasi
beberapa kebiasaan masyarakat dilapangan yang juga menjadi
faktor penyebaran vektor DBD yaitu kebiasaan membuka pintu dan
jendela di pagi-siang hari. Untuk mencegah masuknya vektor DBD
sebaiknya ventilasi dilapisi dengan kasa nyamuk serta tidak
membuka pintu dan jendela sehingga kemungkinan nyamuk untuk
masuk ke dalam rumah dan mengigit manusia akan semakin kecil

2) Hubungan antara kelembaban dengan kejadian Demam


Berdarah Dengue di wilayah kerja Puskesmas Kalasan Kabupaten
Sleman.
Tidak adanya hubungan yang signifikan antara kelembaban
dengan kejadian DBD ini dikarenakan kondisi kelembaban yang
hampir sama antara kelembaban di rumah responden yang
menderita DBD dengan rumah responden yang tidak menderita
DBD. Secara deskriptip rata-rata kelembaban yang didapatkan
pada saat penelitian di rumah responden baik yang kasus maupun
kontrol menujukan hasil yang sama yaitu <60%.
3) Hubungan antara pencahayaan dengan kejadian Demam
Berdarah Dengue di wilayah kerja Puskesmas Kalasan Kabupaten
Sleman.
Rumah dengan pencahayaan yang kurang serta ditambahnya
dengan penghuni rumah yang padat dan memiliki kebiasan yang
dapat mendukung perkembangbiakan dan penyebaran nyamuk
Aedes aegypti dan ini juga diperkuat dengan hasil penelitian
Purba18 yang menyatakan cahaya merupakan faktor utama yang
mempengaruhi nyamuk untuk beristirahat pada suatu tempat, bila
intensitas cahaya rendah dan kelembaban yang tinggi maka kedua
hal ini menjadikan kondisi yang baik untuk perkembanganan dan
penyebaran nyamuk. Pada intensitas cahaya yang rendah nyamuk
akan berterbangan serta larva nyamuk akan bertahan lebih lama di
suatu ruangan dalam kontainer apabila keadaanya gelap.
Kesimpulan Hasil analisis data dan pembahasan pada hubungan kondisi
lingkungan fisik rumah dengan kejadian demam berdarah dengue
di wilayah kerja Puskesmas Kalasan Kabupaten Sleman, maka
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut
1) Ada hubungan antara ventilasi berkasa dengan kejadian demam
berdarah dengue di wilayah kerja Puskesmas Kalasan Kabupaten
Sleman.
2) Tidak ada hubungan antara kelembaban dengan kejadian
demam berdarah dengue di wilayah kerja Puskesmas Kalasan
Kabupaten Sleman.
3) Ada hubungan antara pencahayaan dengan kejadian demam
berdarah dengue di wilayah kerja Puskesmas Kalasan Kabupaten
Sleman Saran.
JURNAL 5. Analisis Sebaran Spasial Kerawanan Penyakit Demam Berdarah Dengue
Tahun 2010 – 2019 di Kota Banda Aceh.

http://www.ojs.serambimekkah.ac.id/jse/article/view/2650

Summary Curah hujan, suhu udara, kelembaban udara dan kepadatan


penduduk dapat mempengaruhi parasit dan vector DBD.
Genangan air yang disebabkan oleh turunnya hujan dapat menjadi
media perkembangbiakannya nyamuk sedangkan kelembaban
dibawah 60% akan menghambat dan memperpendek umur
nyamuk. Curah hujan, kelembaban, suhu dan kepadatan penduduk
adalah faktor lingkungan fisik yang paling berpengaruh terhadap
peningkatan dan penularan penyakit DBD. Cara penyimpanan air
yang salah pada saat musim kemarau akan menjadi breeding
place yang dapat menambah populasi nyamuk. Selain itu populasi
nyamuk juga bisa meningkat apabila curah hujan kecil terjadi
dalam waktu yang lama. Pada suhu kurang dari 20 ºC siklus
reproduksi dan fertilasi nyamuk betina akan berkurang. Selain itu
kasus DBD juga akan semakin tinggi jika kepadatan penduduk
pada suatu wilayah semakin tinggi.

Perkembangan pemanfaatan Geographic Information System (GIS)


untuk analisis spasial (spatial analysis) sudah sedemikian luas.
Dalam bidang kesehatan, pemanfaatan GIS sangat besar dalam
pemantauan sebaran suatu penyakit dalam suatu wilayah. Salah
satu penyakit yang bisa dianalisis sebaran spasialnya adalah kasus
DBD. Data dan Informasi yang berkaitan dengan penyakit DBD
seperti jumlah penderita, lokasi penderita dan fasilitas kesehatan
dapat simpan, dianalisis dan kemudian bisa dipanggil kembali
dengan lebih cepat dan dapat disajikan sebagai informasi baru
berbasis spasial (peta). Penyajian data terkait kasus DBD dalam
bentuk Peta, seperti kerawanan DBD, jumlah kasus per
keluraham/kecamatan dan ketersediaan fasilitas kesehatan akan
lebih informative bagi dinas terkait dibandingkan penyajian dalam
bentuk grafik maupun tabel. Dengan mengetahui sebaran
spasialnya maka akan memudahkan dalam penanganan DBD dan
pencegahan penyebaran DBD.
Metode penelitian Penelitian ini dilakukan dengan memanfaatkan data series curah
hujan bulanan, kelembaban udara bulanan, suhu udara bulanan,
dan kepadatan penduduk. Data time series yang digunakan adalah
data dari Tahun 2010 sampai 2019 yang diperoleh dari data
sekunder dari instansi terkait. Penelitian dilaksanakan di Kota
Banda Aceh, Provinsi Aceh. Secara administrasi Kota Banda Aceh
dibagi menjadi 9 kecamatan dan sebanyak 90 kelurahan.
Hasil Penelitian 1. Curah Hujan
Hasil analisis terhadap data curah hujan yang diperoleh dari 9
stasiun curah hujan selama kurun waktu dari tahun 2010 sampai
2019 di Kota Banda Aceh, yaitu stasiun Baiturrahman, Banda
Raya, Jaya Baru, Lueng Bata, Kuta Alam, Kuta Raja, Lampineung,
Meuraxa, dan Ulee Kareng. memperlihatkan bulan puncak curah
hujan dan puncak kasus DBD dari tahun 2010 sampai dengan
Tahun 2019. Sebagian besar bulan puncak curah hujan terjadi
pada bulan November. Puncak kasus DBD sebagian besar terjadi
pada saat bulan puncak curah hujan, yaitu pada bulan November,
Desember, dan Januari. Adapun puncak kasus DBD tertinggi
terjadi pada tahun 2010 sampai dengan Tahun 2014. Kemudian
kasus DBD menurun dari tahun 2015 sampai tahun 2018 dan naik
kembali pada Tahun 2019, sedangkan kasus DBD terendah di
tahun 2018.

2. Kelembaban
bulan kelembaban tertinggi dan puncak kasus DBD dalam satu
tahun kalender dari tahun 2010 sampai 2019. Puncak kasus DBD
sebagian besar terjadi pada saat bulan dengan tingkat kelembaban
tertinggi, yaitu pada bulan September, Oktober, November,
Desember, dan Januari. Korelasi antara kelembaban dengan kasus
DBD yang tertinggi adalah antara kasus DBD dengan kelembaban
satu bulan sebelumnya, dengan korelasi 0,7727 atau 77,27 %.
Kasus DBD dengan kelembaban pada bulan yang sama hanya
42,06 % dan kasus DBD dengan kelembaban 2 bulan sebelumnya
adalah 53,17 %.

3. Suhu
tingkat suhu dan jumlah Kasus DBD tertinggi terjadi pada suhu 26
°C – 27 °C. Dari tahun 2010 sampai Tahun 2019 Kasus DBD
tertinggi terjadi pada bulan Januari dengan suhu rata – rata 26,4
°C. selanjutnya puncak kasus DBD tertinggi kedua terjadi pada
bulan Desember dengan suhu rata – rata 26,8 °C dan kasus DBD
tertinggi ketiga terjadi pada bulan Februari dengan suhu rata – rata
26,6 °C.

4. Peta Kerawanan
Hasil analisis spasial sebaran kerawanan DBD diperoleh wilayah
yang mempunyai kerawanan tinggi di kota banda Aceh adalah
Kecamatan Jaya Baru, Baiturrahman, Kuta Alam dan Syiah Kuala.
Kecamatan Kuta Alam termasuk kecamatan dengan laporan kasus
DBD tertinggi di Kota Banda Aceh (Dinas Kesehatan Kota Banda
Aceh, 2019). Salah satu penyebab maraknya kasus DBD di
Kecamatan Kuta Alam adalah pemukiman yang sangat padat
dengan kondisi saluran air yang tidak memadai. Keberadaan
pasar induk di Kecamatan Kuta Alam sebagai tempat
berkumpulnya para pedagang dan pembeli dari seluruh wilayah
Kota Banda Aceh menghasilkan banyak sampah dan terjadi
genangan air. Dengan tingkat kerawanan yang tinggi ini, maka di
kecamatan perlu ada kegiatan rutin fogging nyamuk demam
berdarah.
Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa peta spasial yang dihasilkan dari tahun 2010 –
2019 Kota Banda Aceh Sebagian besar berwarna merah, artinya
Kota Banda Aceh termasuk ke dalam wilayah dengan tingkat
kerawanan DBD beresiko tinggi. Parameter curah hujan, suhu,
kelembaban dan kepadatan penduduk berpengaruh terhadap
kejadian DBD di Kota Banda Aceh di dukung dengan uji statistik
korelasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kasus DBD
berkorelasi dengan curah hujan sebesar 25,07 %. Kasus DBD
berkorelasi dengan kelembaban yaitu sebesar 42,06%. Sedangkan
korelasi antara suhu dengan kasus DBD adalah -47,26%. Hasil
analisis spasial kerawanan DBD menunjukkan bahwa kerawanan
DBD tinggi terdapat di Kecamatan Jaya Baru, Kecamatan
Baiturrahman, Kecamatan Kuta Alam dan Kecamatan Syiah Kuala.
Daftar Pustaka
Kurniati,A. Fandi, A. Sariyanti, M. Febrianti, E. Rizqoh,D. (2021). Perbandingan Tingkat
Keparahan Infeksi Sekunder Virus Dengue Pada Keempat Serotipe di Indonesia:
Systematic Review. Diakses pada 3 April 2022 dari
http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/view/1615

Harianja,E. Surzanti,F. Marsudi, LO. Irwadi,D. (2021). Gambaran IgG IgM Dengue Pada
Anak Dengan Suspek Demam Berdarah Dengue. Diakses pada 3 April 2022 dari
http://jurnal.itkeswhs.ac.id/index.php/mlt/article/view/817

Koibur,JG. Satyarsa,AB.Gustawan,IW.dkk. (2021). Lingkungan Tempat Tinggal


Sebagai Faktor Resiko Infeksi Virus Dengue Pada Anak-Anak. Diakses pada 3
April 2022 dari http://journal.umpo.ac.id/index.php/IJHS/article/view/2984

Wijirahayu,S. Wahyuni Sukesi,T. (2019). Hubungan Kondisi Lingkungan Fisik dengan


Kejadian Demam Berdarah Dengue di Wilayah Kerja Puskesmas Kalasan
Kabupaten Sleman. Diakses pada 3 April 2022 dari
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/jkli/article/view/20902/14949

Asniati,Indirawati,SM.Slamet,B. (2021). Analisis Sebaran Spasial Kerawanan Penyakit


Demam Berdarah Dengue Tahun 2010 – 2019 di Kota Banda Aceh. Diakses
pada 3 April 2022 dari http://www.ojs.serambimekkah.ac.id/jse/article/view/2650

Anda mungkin juga menyukai