Anda di halaman 1dari 16

0

TEORI TENTANG HARTA


Makalah ini di buat untuk memenuhi tugas mata
kuliah Pengantar Ekonomi Islam

DOSEN PENGAMPU
MUHAMMAD NIZAR, SE, Sy.

NAMA
EMILIYA MUKMILAH
NIM: 2011.86.22.0004

PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS YUDHARTA PASURUAN
2012
1

TEORI TENTANG HARTA

A. Pendahuluan

Semua harta atau kekayaan yang ada di bumi ini pada

hakekatnya adalah milik Allah secara mutlak dan tunduk kepada aturan

yang telah digariskanNya. Dan semua yang ada di langit dan di bumi

ini sebenarnya diperuntukkan bagi manusia untuk keperluan hidupnya.

Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam al-Qur’an surah al-Baqarah:

29

g                


    


.         


 

Dia- lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk
kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu
dijadikan-Nya tujuh langit. dan Dia Maha mengetahui segala
sesuatu.

Secara logika dapat dipastikan apa-apa yang diciptakan Allah

untuk manusia pastilah mencukupi untuk seluruh manusia. Persoalan

kepemilikan terjadi ketika manusia berkumpul membentuk suatu

komunitas dan berinteraksi untuk memenuhi kebutuhan akan

kelangsungan hidupnya. Dalam perjalanan selanjutnya dijumpai ada

sekelompok manusia yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya

namun tidak sedikit pula ada kelompok manusia lain yang tidak dapat

memenuhi kebutuhan hidupnya. Disinilah kemudian urgensitas

pembahasan konsep kepemilikan ini agar benar-benar dapat menjadi

jawaban bagaimana seharusnya pengaturan kepemilikan terhadap


1
2

segala yang sudah dianugerahkan oleh Allah dapat memenuhi

kebutuhan hidup seluruh manusia secara adil.

B. Definisi Harta

Pengertian harta (maal) dalam bahasa Arab ialah apa saja yang

dimiliki manusia. Kata maal itu sendiri berakar dari kata dan frase:

Sebagaimana Rasulullah bersabda dalam sebuah

Hadits: "Sebaik-baik maal ialah yang berada pada orang yang saleh."

(Bukhari dan Muslim).

Harta itu lebih bermanfa’at apabila berada ditangan orang-

orang yang sholeh, karena orang yang sholeh pasti tahu hukum

bagaimana seharusnya mempergunakan harta tersebut di jalan yang

diridhoi Allah.

Ada beberapa pendapat tentang pengertian harta, diantaranya

sebagai berikut:

1. Secara Istilah Madzhab Imam Hanafiyah: Harta adalah semua yang

mungkin dimiliki, disimpan dan dimanfaatkan.

2. Menurut Imam Hambali: Harta adalah apa-apa yang memiliki

manfaat yang mubah untuk suatu keperluan dan atau untuk kondisi

darurat.

3. Menurut Imam Syafi’i: Harta yaitu barang-barang yang

mempunyai nilai untuk dijual dan nilai harta itu akan terus ada
3

kecuali kalau semua orang telah meninggalkannya (tidak berguna

lagi bagi manusia).

4. Menurut Ibnu Abidin: Harta adalah segala yang disukai nafsu atau

jiwa dan bisa disimpan sampai waktu ia dibutuhkan.

Islam memandang harta dengan acuan akidah yang disarankan

al-Qur’an, yakni dipertimbangkannya kesejahteraan manusia, alam,

masyarakat dan hak milik. Pandangan demikian, bermula dari landasan

iman kepada Allah, dan bahwa Dia-lah pengatur segala hal dan kuasa

atas segalanya.

Kalau harta seluruhnya adalah milik Allah, maka tangan

manusia hanyalah tangan suruhan untuk jadi khalifah. Maksudnya

manusia adalah khalifah-khalifah Allah dalam mempergunakan dan

mengatur harta itu.

C. Hubungan Manusia dan Harta

Hubungan antara manusia dan Allah dalam hubungan dengan

harta kekayaan sebagaimana digambarkan di atas memiliki implikasi-

implikasi berikut:

1. Allah sebagai pemilik hakiki dari kekayaan ini memberikan mandat

kepada manusia untuk mengatur harta benda yang mereka milik

dengan sebaik-baiknya. Hubungan ini mengharuskan manusia

untuk tidak segan-segan dan tidak merasa keberatan dalam

mempergunakan dan mengeluarkan harta dan kekayaan yang


4

dimilikinya, saat Allah menginginkan darinya untuk menggunakan

harta itu, dan pada saat yang sama jangan sekali-kali orang itu

menggunakan otoritasnya dalam harta kekayaan itu dengan

semena- mena dan dijalan yang Allah tidak sukai dan Allah larang.

Artinya ialah bahwasanya manusia bukanlah pemilik mutlak yang

dari harta kekayaan itu. Dia hanyalah pemilik yang serba terba tas.

Dengan demikian dia hanya memiliki hak guna pakai, itupun harus

sesuai dengan apa yang telah Allah aturkan dan undangkan.

2. Konsep tentang kepemilikan harta oleh manusia yang tanpa batas

adalah sesuatu yang tidak diterima. Al-Qur’an telah mengutuk

kaum Nabi Syuaíb yang mengambil sikap demikian. Dalam sistem

kapitalis, pemilik harta menjadi pemilik dan pemegang absolut

harta kekayaan tersebut. Dia bebas untuk mencari dan

mempergunakan harta itu sesuai dengan apa yang dikehendakinya

tanpa memperhatikan nilai- nilai moral dan agama. Hal ini tentu

saja tidak mungkin ada dalam sistem Islam. Itulah sebabnya

seorang muslim yang hakiki, komitmen dan istiqomah, tidak

mungkin menjadi seorang kapitalis dan tidak mungkin juga

menjelma menjadi seorang komunis. Dalam kapasitasnya sebagai

pemilik mutlak, Allah telah menentukan bagian tertentu bagi

“pemilik”sementara apa yang harus ia bagikan kepada sekmen

masyarakat tertentu. Pemilik sementara ini Allah perintahkan untuk


5

memberikan bagian yang dia miliki kepada orang-orang yang

berhak menerimanya, karena harta itu adalah hak mereka.

3. Dalam hubungannya dengan hal tersebut, diharapkan bahwa

ketidaksamaan manusia dalam hal kekayaan hendaknya di terima

sebagai fakta natural kehidupan dan hendaknya juga disadari

bahwa ini sessuai dengan hikmah dan kebijakan Allah, juga

hendaknya jangan ada rasa benci, iri dan semacamnya terhadap

mereka yang memiliki harta lebih dari yang lain. Adanya

pengertian yang benar dalam hubungan antara pemilik hakiki dan

mutlak dengan pemilik sementara ini akan menghasilkan beberapa

prilaku dan akhlak yang positif bagi manusia:

a. Dia akan dengan gampang dan lapang dada untuk

menginfakkan hartanya itu manakala hal itu dibutuhkan.

b. Hal ini juga akan membersihkan dia dari rasa mementingkan

diri sendiri (selfishness), tamak dan prilaki-prilaku tidak adil.

c. Dia akan mengendalikan harta itu dengan sebaik-baiknya.

Seorang muslim memiliki hak untuk mempergunakan dan

mengatur milik pribadinya dengan cara yang baik seperti halnya

seorang yang mendapat amanah dan wali yang mendapat tugas

menjaga harta. Jika dia gagal untuk mengatur hal tersebut, maka

sebetulnya negara (negara Islam) diperintahkan untuk mengambil

alihnya demi kepentingan yang lebih besar bagi sang pemilik dan

juga masyarakat.
6

D. Cara Memperoleh Harta

Harta dikatakan halal dan baik apabila niatnya benar, tujuannya

benar dan cara atau sarana untuk memperolehnya juga benar, sesuai

dengan rambu-rambu yang telah ditetapkan dalam al-Qur’an dan as

Sunnah:

“Barang siapa mengumpulkan harta dari jalan haram, lalu dia

menyedekahkannya, maka dia tidak mendapatkan pahala, bahkan

mendapatkan dosa”. (HR Huzaimah dan Ibnu Hiban dishahihkan oleh

Imam Hakim)

“Sesuatu yang haram tetaplah haram, bagaimanapun baiknya

niat pelakunya, mulia tujuannya, dan tepat sasarannya”. (Al-Hadits)

1. Ada konsekwensi jangka panjang dalam memperoleh harta, dengan

kata lain semua usaha yang kita lakukan untuk memperoleh harta

tersebut bisa dipertanggung jawabkan kelak dihadapan yang kuasa.

2. Sesuai dengan firman Allah dalam (QS 58:6) yang berbunyi:

          g     


        g
   

.   
Pada hari itu mereka semuanya dibangkitkan Allah, lalu
diberitakanNYA kepada mereka apa yang telah mereka
kerjakan. Allah menghitungnya (semua amal perbuatan itu),
meskipun mereka telah melupakannya. Dan Allah Maha
Menyaksikan segala sesuatu.

Dalam mencari harta, maka ia harus mencarinya dengan cara yang

baik atau halal bukan menghalalkan segala cara, apalagi sampai


7

mencari legalitas hukum agar sesuatu yang sebenarnya tidak halal

terkesan menjadi halal, padahal meskipun hakim sudah

menyatakan halal baginya bila temyata dimata Allah hal itu tidak

halal, tetaplah tidak halal, apalagi kita juga sebenamya tahu bahwa

hal itu tidak halal, Allah berfirman:

       g          


         
  

.           


  
Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian
yang lain diantara kamu dengan jalan yang bathil dan
(janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada
hakim supaya kamu dapat memakan sebagian daripada
harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa,
padahal kamu mengetahui. (QS Al Baqarah: 188)

3. Diantara bentuk mendapatkan harta secara baik adalah dengan

perdagangan yang dilaksanakan dengan cara yang baik dan sesuai

dengan yang dilakukan oleh Rosulullah saw, Allah swt berfirman:

                


      g  
 

.              


    
 

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-
suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh
dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu (QS An-Nis: 29).
8

E. Cara Memanfaatkan Harta

1. Tidak boros dan tidak kikir (tidak pelit)

 
             
      
 
 

.     
 

Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus


pada setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tapi
jangan berlebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang
yang berlebih- lebihan. (QS 7 : 31)

.        g            


        

Dan janganlah engkau jadikan tanganmu terbelenggu pada


lehermu dan jangan (pula) engkau terlalu mengulurkannya
(sangat pemurah) nanti kamu menjadi tercela dan menyesal.
(QS 17 : 29)

2. Memberi infaq dan shodaqoh

  
                
       g  


.           


   
 

Perumpamaan orang yang menginfak hartanya dijalan Allah
seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada
setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi
siapa yang dia kehendaki, dan Allah berjanji barang siapa
melakukan kebajikan akan dilipatgandakan pahalanya dan
Allah Maha Luas, Maha Mengetahui” (QS 2:261 )
9
3. Membayar zakat sesuai ketentuan


              
     
 


      

Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan


menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menumbuhkan) ketentraman
1

jiwa bagi mereka. Allah maha mendengar lagi maha


mengetahui. (QS 9:103)

4. Memberi pinjaman tanpa bunga

5. Meringankan orang yang berhutang

   
              
       


 
Dan jika (orang berutang itu) dalam kesulitan, maka berilah
tenggang waktu sampai dia memperoleh kelapangan. Dan
jika kamu menyedekahkan, itu lebih baik bagimu, jika
kamu mengetahui. (QS 2:280)

F. Pengelolah Harta Dalam Islam

Ada 3 poin penting dalam pengelolaan harta kekayaan dalam

Islam (sesuai Al-Qur’an dan Hadits), yaitu:

1. Larangan mencampur adukkan yang halal dan batil. Hal ini sesuai

dengan Q.S. Al-Fajr (89): 19

.       


Dan kamu memakan harta pusaka dengan cara mencampur
baurkan (yang halal dan yang bathil).

2. Larangan mencintai harta secara berlebihan Hal ini sesuai dengan

Q.S. Al-Fajr (89): 20

.         


Dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang
berlebihan.

3. Memproduksi barang-barang yang baik dan memiliki harta adalah

hak sah menurut Islam. Namun pemilikan harta itu bukanlah tujuan
1

tetapi sarana untuk menikmati karunia Allah dan wasilah untuk

mewujudkan kemaslahatan umum. Dalam a l-Quran surat Al-

Hadiid (57):7 disebutkan tentang alokasi harta.

                   


        

.        


 

Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan
nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah
menjadikan kamu ’menguasainya’. Maka orang-orang yang
beriman di antara kamu akan menafkahkan (sebagian) dari
hartanya memperoleh pahala yang besar.

Yang dimaksud dengan menguasai disini ialah penguasaan

yang bukan secara mutlak. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, hak

milik pada hakikatnya adalah milik Allah. Manusia menafkahkan

hartanya itu haruslah menurut hukum-hukum yang telah disyariatkan

Allah. Karena itu tidak boleh kikir dan boros.

Belanja dan konsumsi adalah tindakan yang mendorong

masyarakat berproduksi sehingga terpenuhinya segala kebutuhan

hidupnya. Islam mewajibkan setiap orang membelanjakan harta

miliknya untuk memenuhi kebutuhan diri pribadi dan keluarganya

serta menafkahkan di jalan Allah. Dengan kata lain Islam memerangi

kekikiran dan kebakhilan. Larangan kedua dalam masalah harta adalah

tidak berbuat mubadzir kepada harta karena Islam mengajarkan

bersifat sederhana. Harta yang mereka gunakan akan

dipertanggungjawabkan di hari perhitungan. Sikap mubadzir akan

menghilangkan kemaslahatan harta, baik kemaslahatan pribadi dan


1

orang lain. Lain halnya jika harta tersebut dinafkahkan untuk kebaikan

dan untuk memperoleh pahala, dengan tidak mengabaikan tanggungan

yang lebih penting. Sikap mubadzir ini akan timbul jika kita merasa

mempunyai harta berlebihan sehingga sering membelanjakan harta

tidak untuk kepentingan yang hakiki, tetapi hanya menuruti hawa

nafsunya belaka. Allah sangat keras mengancam orang yang berbuat

mubadzir dengan ancaman sebagai temannya setan.

G. Kesimpulan

Semua harta atau kekayaan yang ada di bumi ini pada

hakekatnya adalah milik Allah secara mutlak dan tunduk kepada aturan

yang telah digariskanNya. Pengertian harta (maal) dalam bahasa Arab

ialah apa saja yang dimiliki manusia. Ada beberapa pendapat para ahli

yang mendifinisikan tentang harta, diantaranya secara Istilah madzhab

Imam Hanafiyah: Harta adalah semua yang mungkin dimiliki,

disimpan dan dimanfaatkan. Ada pun hubungan manusia dengan harta

itu sendiri dapat implikasikan dalam 3 bentuk, yaitu:

1. Allah sebagai pemilik hakiki dari kekayaan ini memberikan mandat

kepada manusia untuk mengatur harta benda yang mereka milik

dengan sebaik-baiknya.

2. Konsep tentang kepemilikan harta oleh manusia yang tanpa batas

adalah sesuatu yang tidak diterima.


1

3. Diharapkan bahwa ketidaksamaan manusia dalam hal kekayaan

hendaknya di terima sebagai fakta natural kehidupan dan

hendaknya juga disadari bahwa ini sesuai dengan hikmah dan

kebijakan Allah.

Cara memperoleh harta yang benar adalah dengan cara, tujuan

dan niat yang baik bukan dengan mengahalalkan semua cara, dan yang

mempunyai konsekwensi jangka panjang dalam artian dapat

dipertanggung jawabkan dihadapan yang Maha Kuasa. Dalam

pemanfaatan harta tersebut kita tidak boleh boros, kikir dan jangan

lupa bershodaqohlah karena sebagian harta yang kita miliki adalah hak

orang lain yang lebih membutuhkan. Pengelolahan harta dalam Islam

yakni: larangan mencampur adukkan yang harta halal dan batil,

larangan mencintai harta secara berlebihan, Memproduksi barang-

barang yang baik dan memiliki harta adalah hak sah menurut Islam.
13

Daftar Pustaka

Kepemilikan Harta dalam Islam(online)(http://id.shvoong.com/society


and-news /spirituality/2242275-kepemilikan-harta-dalam
perspektif-islam/#ixzz1pcSwd1Z7 , di akses 10-Maret-2012).

Abdeellah, 2010, memanfaatkan harta (fiqh mu’amalah)(online)


(http:wordpress.com/2010/11/04/memanfaatkan-hartafiqh-
muamalah/,di akses 04-Maret2012).

Harta dalam pandangan islam(online) (http:vnexplorer. blogspot.


com/2011/04/harta dalam-pandngan-islam.html, di akses 04-
Maret-2012).

Anda mungkin juga menyukai